Presus DHF

download Presus DHF

of 22

description

presus dhf

Transcript of Presus DHF

PRESENTASI KASUS

DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER (DHF)

Diajukan kepada Yth:

dr. A. Heppy O, Sp. PDDisusun oleh :

Insan Fadillah PG1A212121

Renata Nadhia MardianG1A212106

Amrina Ayu FloridianaG1A212107SMF ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO

2013

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER (DHF)Disusun Oleh :

Insan Fadillah PG1A212121

Renata Nadhia MardianG1A212106

Amrina Ayu FloridianaG1A212107

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Telah disetujui dan dipresentasikan

Pada tanggal : 2013Dokter Pembimbing :

dr. A. Heppy O, Sp. PDSTATUS PENDERITA

A. Identitas Pasien

Nama

: Sdr.RUmur

: 25 tahunJenis kelamin

: Laki-lakiStatus perkawinan : Belum menikahSuku bangsa

: JawaAgama

: IslamPekerjaan

: Buruh pabrikAlamat

: Perum Kalibagor

Autoanamnesis : Tanggal 20 Mei 2013

B.Anamnesa

Keluhan Utama : Demam

Keluhan Tambahan : Pusing dan mual

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke ke IGD RSMS dengan keluhan demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan mendadak dan terus menerus tidak turun. Selain panas pasien juga mengeluhkan pusing dan mual akan tetapi tidak sampai menyebabkan muntah. Pasien belum meminum obat penurun panas. Pasien mengaku bahwa tetangga disekitar rumahnya ada yang sakit seperti pasien berjumlah 9 orang.

Riwayat Penyakit dahulu :

Riwayat penyakit tekanan darah tinggi disangkal

Riwayat penyakit DM disangkal

Riwayat penyakit asma disangkal

Riwayat alergi disangkal

Riwayat penyakit Keluarga :

Riwayat penyakit tekanan darah tinggi disangkal

Riwayat penyakit kencing manis disangkal

Riwayat penyakit asma disangkal

Riwayat alergi disangkal

Riwayat sosial dan ekonomi

Community :

Pasien mengaku terdaapat tetangganya yang mengalami penyakit yang diderita oleh pasien saat ini.

Home :

Daerah tempat pasien tinggal sering dilakukan fogging tetapi saat ini belum di fogging lagi karena belum ada bantuan dari pemerintah.

C.Pemeriksaan Fisik

KU/Kes: Baik/Compos mentis

Vital Sign: T : 100/70 mmHg

R : 20 x/menit

N : 80 x/menit

S : 36,5 CStatus Generalis

Kepala

: Venektasi temporal (-)

Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)

Hidung: Nafas cuping hidung (-)

Mulut

: Bibir sianosis (-), Lidah sianosis (-)

Leher

: Deviasi trakea (-), JVP 5+2 cmH2O

Status Lokalis

PULMOInspeksi: Dinding dada simetris, Ketinggalan gerak (-)

Palpasi

: Vokal fremitus lobus superior dextra = sinistra

Vokal fremitus lobus inferior dextra = sinistraPerkusi: Sonor di seluruh lapang paru

Batas paru hepar di SIC V LMCD

Auskultasi: Suara dasar vesikuler +/+, wheezing (-/-)

ronkhi basah halus (-/-), ronkhi basah kasar (-/-)

CORInspeksi: IC terlihat di SIC V 2 jari medial LMCS

Pulsasi Parasternal (-), Pulsasi Epigastrium (-)

Palpasi

: IC teraba di SIC V 2 jari medial LMCS

Perkusi: Kanan atas di SIC II LPSD

Kiri atas di SIC II LPSS

Kanan bawah di SIC IV LPSD

Kiri bawah di SIC V 2 jari medial LMCS Auskultasi: S1 > S2, reguler, murmur (-), gallop (-)

ABDOMENInspeksi: Datar

Auskultasi: Bising usus (+) Normal

Palpasi

: Supel, Nyeri tekan epigastrium (-),

Undulasi (-)

Perkusi: Timpani, Shifting dullness (-)

HEPAR: tidak teraba

LIEN

: tidak teraba EKSTREMITASSuperior : Edema (-/-), akral hangat (+/+), sianosis (-/-)

Inferior : Edema (-/-), akral hangat (+/+), sianosis (-/-)

D. Pemeriksaan Laboratorium

Laboratorium tanggal 19 Mei 2013

Hb

: 13,6 gr/dlNormal : 14 - 18 gr/dl Leukosit: 5020/(lNNormal : 4.800 10.800/(l Hematokrit : 40 %

Normal : 42%-52% Eritrosit: 5,6 juta/(l NNormal : 4,7-6,1 juta/(l Trombosit: 141.000/(lNormal : 150.000 450.000/(l MCV

: 71,8 fLNormal : 79 -99fL MCH

: 24,5 pgNormal : 27-31 pg MCHC

: 34,1 gr/dlNNormal : 33 37gr/dl RDW

: 14.6%Normal : 11,5-14.5 MPV

: 9,7 fL

NNormal : 7,2-11,1

Hitung Jenis Eosinofil: 0,2 %

Normal : 2 4 % Basofil

: 0,4 %

NNormal : 0 1 % Batang

: 0,00 %

Normal : 2 5 % Segmen: 78,1 %

Normal : 40 70% Limfosit: 13,9 %

Normal : 25-40% Monosit: 7,4 %

NNormal : 2 8% SGOT

: 78 U/L

Normal : 15 - 37 U/L SGPT

: 29 U/L

Normal : 30 65 U/L Ureum : 17,1 mg/dl

NNormal : 14,98 38,52 mg/dl Kreatinin: 0,80 mg/dl

NNormal : 0,6-1,0 mg/dl GDS

: 77 mg/dl

NNormal : 39C) dan menetap selama 2-7 hari. Kadang suhu mungkin setinggi 40-41 C; konfulsi virus debris dapat terjadi terutama pada bayi (WHO, 1999; Sumarmo, 2005; Soegeng, 2003).Fenomena perdarahan paling umum adalah test tourniket positif, mudah memar dan perdarahan pada sisi fungsi vena. Tampak pada kebanyakan kasus adalah petekie halus meneyebar pada ekstremitas, aksila, wajah dan platum lunak, yang biasanya terlihat selama fase demam awal. Epistaksis dan perdarahan gusi jarang terjadi; perdarahan gastrointestinal ringan dapat terlihat selama periode demam. Hepar biasanya dapat diraba pada awal fase demam dan bervariasi dalam ukuran hanya teraba sampai 2-4 cm dibawah margin kostal. Meskipun ukuran hepar tidak berpengaruh dengan keparahan penyakit, pembesaran hepar terjadi lebih sering pada kasus-kasus syok daripada kasus nonsyok. Hepar nyeri tekan, tetapi ikretik tidak selalu terlihat. Splenomegali jarang ditemukan pada bayi; namun, limpa dapat tampak menonjol pada pemeriksaan roentgen. Tahap kritis dari perjalanan penyakit dicapai pada akhirfase demam. Setelah 2-7 hari demam, penurunan suhu cepat sering disertai dengan tanda gangguan sirkulasi yang beratnya bervariasi. Pasien dapat berkeringat, gelisah, ekstremitas dingin dan menunjukkan suatu perubahan pada frekuensi nadi dan tekanan darah. Pada kasus kurang berat, perubahan ini minimal dan tersembunyi, menunjukkan derajat ringan dari rembesan plasma. Banyak pasien sembuh secara spontan, atau setelah periode singkat terapi cairan dan elektrolit. Pada kasus yang lebih berat, bila kehilangan plasma sangat banyak, terjadi syok dan dapat berkembang dengan cepat menjadi syok hebat dan kematian bila tidak diatasi dengan tepat. Keparahan penyakit dapat diubah dengan mendiagnosis awal dan mengganti kehilangan plasma. Trombositopenia dan hemokonsentrasi biasanya dapat terdeteksi sebelum demam menghilang (WHO, 1999; Sumarmo, 2005; Soegeng, 2003).

Hingga kini diagnosis Demam berdarah masih berdasarkan atas patokan yang telah dirumuskan oleh WHO pada tahun 1975 yang terdiri dari 4 kriteria klinik dan 2 kriteria laboratorik dengan syarat bila kriteria laboratorik terpenuhi ditambah minimal 2 kriteria klinik (satu diantaranya ialah panas), dengan menggunakan kriteria WHO diatas maka ketepatan diagnosis berkisar 70 90%. (Rempengan, 1997).A. 4 Kriteria Klinik

1. Demam tinggi dengan mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari.

2. Manifestasi perdarahan, termasuk setidak-tidaknya uji tournikuet positif dan salah satu bentuk lain (petekia, purpura, ekimosis, epistaksis dan perdarahan gusi), hematemesis dan atau melena.

3. Pembesaran hati

4. Renjatan yang ditandai oleh nadi lemah, cepat disertai tekanan nadi menurun (menjadi 20mmHg atau kurang), tekanan darah menurun (tekanan sistol menurun sampai 80mmHg atau kurang) disertai kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, penderita menjadi gelisah, timbul sianosis di sekitar mulut.

B. Kriteria Laboratorik

Pemeriksaan laboratotium didapatkan trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari meningginya nilai hematokrit sebanyak 20% atau lebih dibandingkan dengan nilai hematokrit pada masa konvalesen (Rempengan, 1997; Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007).

c) Dengue Syock Sindrom (DSS)Kondisi Pasien yang berkembang kearah syok tiba-tba menyimpang setelah demam selama 2-7 hari. Penyimpanagan ini terjadi pada waktu segera setelah penurunan suhu antara hari ketiga dan ketujuh sakit. Terjadi tanda khas dari kegagalan sirkulasi: kulit menjadi dingin, bintul-bintul, dan kongesti; sinosis sirkumoral sering terjadi; nadi menjadi cepat. Pasien pada awal dapat mengalami letargi, kemudian menjadi gelisah dan dengan cepat memasuki tahap kritis dan syok. Nyeri abdominal akut adalah keluhan sering segera sebelum syok. DSS biasanya ditandai dengan nadi cepat, lemah dengan penyempitan tekanan nadi (20%

Gambar 4. Penatalaksanaan DBD dengan Ht >20%4. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa

Gambar 5. Penatalaksanan syok dengue pada orang dewasaH. Komplikasi

1. Gangguan keseimbangan elektrolit meliputi hiponatremia, hipokalsemia, dan hipokalemia.2. Overhidrasi

3. Ensefalopati atau ensefalitis

4. Hepatik ensefalopati

5. Gagal hepar

6. Gagal ginjal yang dapat disebabkan karena syok lama, hepatorenal sindrom dan hemoglobinuria

7. Gangguan metabolisme seperti hipoglikemia

8. Infeksi penyerta antara lain

a. Infeksi gastrointestinal

b. Infeksi saluran napas misalnya pneumonia

c. Infeksi saluran kemih

d. Infeksi kulit dan jaringan lunak (Rampengan, 2007).I. PrognosisApabila hanya didapatkan DHF tanpa disertai syok, dalam 24-36 jam biasanya prognosis akan menjadi baik. Jika lebih dari 36 jsm belum ada tanda-tanda perbaikan, kemungkinan sembuh kecil dan prognosis menjadi buruk. Penyebab kematian pada DHF atau DSS adalah syok yang lama, overhidrasi, perdarahan masif, serta DHF dan DSS dengan manifestasi klinis yang tidak lazim (Rampengan, 2007).J. PencegahanUpaya pemberantasan DBD dititikberatkan pada pemberantasan nyamuk penularnya (Aedes aegypti). Pemberantasan nyamuk dilakukan dengan menyemprotkan insektisida. Namun selama jentiknya masih dibiarkan hidup, maka akan timbul lagi nyamuk yang baru yang selanjutnya dapat menularkan penyakit ini kembali. Oleh karena itu, dalam program P2 DBD penyemprotan insektisida dilakukan terbatas dilokasi yang mempunyai potensi untuk berjangkit kejadian luar biasa. Pemberantasan DBD yang penting adalah upaya membasmi jentik nyamuk penular ditempat perundukan dengan melakukan "3M" yaitu : 1. Menguras tempat-tempat penampungan air secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali atau menaburkan bubuk abate kedalamnya.2. Menutup rapat tempat penampungan air.3. Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng-kaleng bekas, plastik dan lain-lain. Strategi program pemberantasan meliputi : 1. Kewaspadaan dini DBD, guna mencegah dan membatasi terjangkitnya kejadian luar biasa (KLB) 2. Pemberantasan intensif di daerah endemis, melalui pelaksanaan: a. Penyemprotan massal sebelum musim penularan disertai abatisasi selektifb. Penggerakkan masyarakat dalam PSN DBD melalui penyuluhan dan motivasi dengan memanfaatkan berbagai jalur komunikasi dan informasi yang ada, Kegiatan Pokok Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue.

Kegiatan pelaksanaan program P2 Demam Berdarah Dengue meliputi : 1. Penemuan dan pengobatan program cepat kasus DBD di seluruh wilayah.2. Melaksanakan pemberantasan insentif di kecamatan endemis berdasarkan stratifikasi endemisitas desa.

Penyuluhan dan penggerakkan masyarakat dalam PSN DBD dilaksanakan melalui kerja sama lintas sektor dan program, termasuk LSM yang terkait penyuluhan, bimbingan dan motivasi kepada masyarakat. Hal ini dilakukan dalam rangka untuk mewujudkan kemandirian masyarakat dalarn mencegah DBD melalui PSN, termasuk penyediaan abate yang dapat dibeli bebas, terutama di wilayah yang penyediaan air bersihnya terbatas, baik secara perorangan maupun kelompok, misalnya melalui dana sehat (Siregar, 2004; Widoyono, 2011).DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 1995. Petunjuk Teknis Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah. Direktorat Jenderal. PPM & PLP, Buku Paket B. Jakarta.

Indrawan. 2001. Mengenal dan Mencegah Demam Berdarah. Bandung: Pioner Jaya.Rampengan, T.H. 2007. Penyakit Infeksi Tropis pada Anak. Edisi 2. Jakarta : EGC.Siregar, Faziah A. 2004. Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia. Sumatera Utara: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas.Soegeng, S. 2003. Demam Berdarah Dengue. Surabaya : Arilangga University Press.Sumarmo. 2005. Demam Berdarah (Dengue) pada Anak. Jakarta : UI Press.Suhendro, Leonard Nainggolan, Khie Chen, Herdiman T. Pohan. 2006. Demam berdarah Dengue dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUIWorld Health Organisation. 1999. Demam Berdarah Dengue, Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan, dan Pengendalian. Alih Bahasa oleh Monica Ester. Ed.2. Jakarta : EGC.Widoyono, 2011. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan Dan Pemberantasannya. Edisi 2. Jakarta: Erlangga.

Secondary heterologous dengue infection

replikasi virus amnestic antibody response

kompleks virus antibodi

aktivasi komplemen

anafilatoksin(C3a, C5a)