Presus
-
Upload
ranggit-oktanita -
Category
Documents
-
view
6 -
download
0
Transcript of Presus
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ginjal pada orang dewasa panjangnya 12 sampai 13 cm, lebarnya 6 cm dan
beratnya antara 120 sampai 150 gram. Ginjal adalah organ yang berfungsi sebagai
pengatur volume dan komposisi kimia darah (dan lingkungan dalam tubuh) dengan
mengekresikan solut dan air secara selektif . Ginjal mempunyai dua fungsi, yaitu
fungsi ekskresi dan non ekskresi. Fungsi ekskresi meliputi mempertahankan
osmolalitas plasma sekitar 285 m-osmol dengan mengubah – ubah ekskresi air,
mempertahankan kadar masing – masing elektrolit plasma dalam rentang normal,
mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan
membentuk kembali HCO3-, mengekskresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme
protein, terutama urea, asam urat dan kreatinin. Sedangkan fungsi non ekskresi antara
lain, menghasilkan renin yang penting untuk pengaturan tekanan darah,
mengahasilkan eritropoetin faktor penting dalam stimulasi produksi sel darah merah
oleh sumsum tulang, metabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya, degradasi
insulin dan menghasilkan prostaglandin.
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan
ireversible. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus yang
dapat digolongkan ringan, sedang, dan berat. Penyebab dari gagal ginjal kronik antara
lain glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal
polikistik (10%).
Penyakit ginjal kronik cenderung timbul tanpa diketahui asal usulnya dan
biasanya baru ditemukan pada stadium yang sudah lanjut, ketika gejala-gejala
1
insufisiensi ginjal timbul. Menurut stadium penyakit mungkin akan timbul poliuri,
oliguri, berbagai derajat proteinuria, hipertensi, azotemia progresif dan kematian
akibat uremia.
Stadium gagal ginjal kronik (GGK) dibagi menjadi 5 stadium, yaitu normal,
insufisiensi ginjal ringan, insufisiensi ginjal sedang, insufisiensi ginjal berat, dan
gagal ginjal (End-Stage Renal Disease).
Diagnosis dini dan pengobatan terhadap faktor-faktor yang reversibel
merupakan penanganan penting untuk penyakit gagal ginjal kronis (GGK).
Pengobatan ditujukan untuk dapat menstabilkan, mempertahankan fungsi ginjal dan
mencegah gangguan fungsi ginjal yang lebih lanjut.
B. Tujuan Penulisan
Untuk memahami Gagal Ginjal Kronik berdasarkan definisi, patofisiologi, gambaran
klinis, diagnosis, serta penatalaksanaan berdasarkan kasus nyata yang ada.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. L
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 45 tahun
Pekerjaan : Swasta
Alamat :Krasak, Ledok, Salatiga
B. Anamnesa
1. Keluhan Utama : sakit kepala
2. Riwayat Penyakit Sekarang : sakit kepala dirasakan sejak 3 hari yang lalu,
rasa seperti berputar, sakit kepala dirasakan terus – menerus, memberat saat
aktivitas dan membaik saat beristirahat dan meminum obat, mual (+), muntah (+),
badan lemas (+), kaki kesemutan (+), kaki bengkak (+), BAK bercampur darah
(+).
3. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat sakit yang sama (-)
Riwayat opname (+) Hipertensi, batu ginjal
Riwayat Hipertensi (+)
Riwayat minum obat hipertensi (+)
Riwayat DM (-)
Riwayat Nefrolithiasis (-)
Riwayat asma (-)
Riwayat TBC (-)
Riwayat asam urat (+)
3
4. Riwayat Penyakit Keluarga : Penyakit yang sama pada keluarga disangkal
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat DM (-)
5. Anamnesis Sistem :
1. Sistem serebrospinal : tidak ada keluhan
2. Sistem kardiovaskuler : sesak nafas (-), sianosis (-)
3. Sistem respirasi : sesak nafas (-)
4. Sistem gastrointestinal : nyeri ulu hati (+), muntah (+), mual (+), diare
(-), BAB (-)
5. Sistem muskuloskeletal : lemas (+), nyeri punggung (-)
6. Sistem integumentum : panas (-), sianosis (-), ikterik (-)
7. Sistem urogenital : BAK campur darah (+)
C. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Cukup
b. Kesadaran umum : Compos mentis
c. Vital sign : Tekanan darah : 170/90
Nadi : 72x
Respirasi : 24x
Suhu : 36,5° C
d. Status Umum
1. Pemeriksaan Kepala
Bentuk : Mesocephal, simetris
Rambut : Hitam putih, distribusi merata, tidak mudah dicabut
2. Pemeriksaan Mata
Konjungtiva : Pucat (-/-)
4
Sklera : Kekuningan (-/-)
3. Pemeriksaan Telinga
Discharge (-), deformitas (-/-)
4. Pemeriksaan Hidung
Deviasi septum (-), deformitas (-/-), nafas cuping hidung (-)
5. Pemeriksaan Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), tepi hiperemis (-), lidah tremor
(-)
6. Pemeriksaan Leher
Trakea : tidak ada deviasi
Kelenjar limfonodi : tidak membesar, NT (-)
Kelenjar tiroid : tidak membesar, NT (-)
JVP : tidak meningkat
7. Pemeriksaan Thorax
Dinding dada : Spider nevi (-), bekas luka (-), retraksi intercostal (-),
ketinggalan gerak (-)
Paru-paru
Inspeksi : tidak ada retraksi dan ketinggalan gerak, bentuk dada
simetris.
Palpasi : palpasi vokal fremitus normal pada paru-paru kanan
dan kiri
Perkusi : sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-), di
semua lapang paru
Jantung : Reguler, bising (-)
5
8. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : ascites (-), sikatrik (-)
Auskultasi : bising usus (+)
Palpasi : distensi (-), nyeri tekan (+), teraba splen yang
membesar (-), tes undulasi (-)
Perkusi : timpani (+) di seluruh lapang abdomen, ascites (-)
9. Pemeriksaan Ekstremitas
Superior et inferior : deformitas (-), jari tabuh (-), sianosis (-)
Edema (-), akral hangat (+)
D. Diagnosa Banding
1. Gagal Ginjal Kronik
2. Gagal Ginjal Akut
E. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 21 September 2011
1. Hematologi Rutin
AL : 4,4 103/µl
Hb : 10,5 g/dl
Ht : 31,2 %
Eritrosit : 3,62 1016/µl
Trombosit : 247 107/µl
MCV : 86,2 fl
MCH : 29,0 pg
MCHC : 33,7 g/dl
6
2. Kimia Darah
GOT : 17 U/L
GPT : 21 U/L
Gula puasa : 80 mg/dl
Gula 2 jam PP : 83 mg/dl
Ureum : 119 m/al
Cr : 8,7 mg/al
eLFG (MPRD) : 5 ml/menit/1,73 m2
As Urat : 8,1 mg/al
3. Urinalisa
Urin rutin
Makroskopis : Warna : kuning
Kejernihan : agak keruh
Kimia
BJ : 1,010 mg/dl
pH : 6,5
Lekosit esterase : 25 (+) mg/dl
Nitrit : (-) Negatif
Albumin : 150 (+3)
Glukosa : (-)
Keton : (-)
Urobilinogen : (N)
Bilirubin : (N)
Darah : 250 (+5)
7
Sedimen Mikroskop
Eritrosit : 20-25 /lpb
Lekosit : 2-4 /lpb
Silinder : (-)
Epitel
1. Gepeng : 80-90 /lpb
2. Trans : (-)
3. Renal tub : (-)
Bakteri : (+)
Kristal
1. Normal : (-)
2. Abnormal : (-)
EKG : NSR
F. Diagnosa Kerja
Hipertensi Grade II dengan komplikasi Chronic Kidney Disease stadium 5 , anemia
dan hiperurekemia
G. Plan
Infus D5 % 16 tpm
Injeksi Lasic
Prorenal 3x1
Amliodipine 1x10 mg
Losartan 2x1
Allopurinol 2x1
Diet makanan rendah protein
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3
bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti
proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik
ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m².
Batasan Penyakit Ginjal Kronis:
a. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan/struktur atau fungsi ginjal, dengan
atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus, berdasarkan:
- Kelainan patologik.
- Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada
pemeriksaan pencitraan.
b. Laju filtrasi glomerulus < 60 mL/min/1,73 m² selama > 3 bulan, dengan atau
tanpa kerusakan ginjal.
B. Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu
a. Derajat (stage) yaitu berdasarkan LFG dengan rumus Kockroft – Gault.
LFG (ml/mnt/1,73m2) = (140- umur) x BB *)
72 x kreat plsm mg/dl
*) pada perempuan dikalikan 0,85
9
Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar diagnosis
Derajat Penjelasan LFG (ml/menit/1,73m2
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Sumber : Clarkson, 2005
b. Berdasarkan diagnosa kausa/etiologi
Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik berdasarkan diagnosa
kausa/etiologi
Penyakit Tipe Mayor
Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular (penyakit otoimun,
infeksi sistemik, obat, neoplasia),
Penyakit vascular (penyakit pembuluh
darah besar, hipertensi,
mikroangiopati), Penyakit
tubulointerstitial (pielonefritis kronik,
batu, obstruksi, keracunan obat),
10
Penyakt kistik (ginjal polikstik)
Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik, Keracunan obat
(siklosporin/takrolimus), Penyakit
recurrent (glomerular), Transplant
glomerulopathy
Sumber : Wibowo, 2010
C. Etiologi
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal
Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak
sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%)
dan ginjal polikistik (10%).
a. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral.
Peradangan dimulaindalam glomerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria
dan/ atau hematuria.
b. Diabetes Melitus
Menurut American Diabetes Association (2003), diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator,
karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan
berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat
timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya
perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih
sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung
11
lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan
diperiksa kadar glukosa darahnya.
c. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan
darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi.
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu
hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya
atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal.
d. Ginjal Polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau
material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini
dapat ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks
maupun di medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat
disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik
merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain yang
lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic
kidney disease), oleh karena sebagian besar baru bermanifestasi pada usia di
atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada fetus, bayi dan anak
kecil, sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat dipakai daripada istilah
penyakit ginjal polikistik dewasa.
D. Manifestasi Klinis
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat
kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis,
saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan
kardiovaskular (Sukandar, 2006).
12
a. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering
ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi
bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per
menit.
b. Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal
ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam muntah masih
belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus
sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau
rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini
akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.
c. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil
pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari
mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis.
Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris.
Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang
sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam
kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan
hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal
ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.
d. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan
diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan
13
segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik,
tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea
frost
e. Kelainan selaput serosa
Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada
gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa
merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.
f. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan
depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat
seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai
pada pasien GGK. Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada
pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya
(personalitas).
g. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat
kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi
sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada
stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.
Umum Fatig, malaise, gagal tumbuh, debil
Kulit Pucat, mudah lecet, rapuh, leukonikia
Kepala dan leher Fetor uremik, lidah kering, dan berselaput
Mata Fundus hipertensif, mata merah
Kardiovaskular Hipertensi, kelebihan cairan, gagal jantung, pericarditis uremik,
penyakit vaskular
14
Pernafasan Hiperventilasi asidosis, edema paru, efusi pleura
Gastrointestinal Anorexia, nausea, gastritis, ulkus peptikum,kolitis uremik, diare
yang disebabkan oleh antibiotik
Kemih Nokturia, poliuria, haus, proteinuria,
Reproduksi Penurunan libido, impotensi,amenore,infertilitas, ginekomastia,
galaktorea
Saraf Letargi, mallaise, anorexia, tremor, mengantuk, kebingungan,
flap, mioklonus, kejang, koma
Tulang Hiperparatiroidisme, defisiensi vitamin D
Sendi Gout,pseudogout, kalsifikasi ekstra tulang
Hematologi Anemia, defisiensi imun, mudah mengalami perdarahan
Endokrin Multiple
Farmakologi Obat – obat yang diekskresi oleh ginjal
E. Perjalanan Klinis Gagal Ginjal Kronik
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium
Stadium I
Stadium I dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin
serum dan kadar BUN normal, dan penderita asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal
mungkin hanya dapat diketahui dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal
tersebut, seperti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan tes GFR
yang teliti.
Stadium II
Stadium II dinamakan insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75% jaringan yang
berfungsi telah rusak (GFR besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini kadar BUN
15
baru mulai meingkat di atas batas normal. Peningkatan BUN ini berbeda – beda,
tergantung dari kadar protein dalam diet. Pada stadium ini, kadar kreatinin serum juga
mulai meningkat melebihi kadar normal. Azotemia biasanya ringan, kecuali bila
penderita misalnya mengalami stres akibat infeksi, gagal jantung atau dehidrasi. Pada
stadium ini gejala – gejala nokturia dan poliuria mulai timbul. Gejala – gejala ini
timbul sebagai respon terhadap stres dan perubahan makanan dan minuman yang tiba
– tiba. Nokturia (berkemih malam hari) didefinisikan sebagi gejala pengeluaran kemih
waktu malam hari yang menetap sampai sebanyak 700 ml atau penderita terbangun
untuk berkemih beberapa kali waktu malam hari. Nokturia disebabkan oleh hilangnya
pola pemekatan kemih diurnal normal sampai tingkatan tertentu di malam hari.
Poliuria berarti peningkatan volume kemih yang terus menerus. Pengeluaran kemih
normal sekitar 1500ml per hari dan berubah – ubah sesuai cairan yang diminum.
Stadium III
Stadium akhir gagal ginjal progresif disebut gagal ginjal stadium akhir atau
uremia. Gagal ginjal stadium akhir timbul apabila sekitar 90% dari massa nefron telah
hancur, atau hanya sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh. Nilai GFR hanya
10% dari keadaan normal, dan bersihan kreatinin mungkin sebesar 5 – 10ml per menit
atau kurang. Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat
dengan sangat menyolok sebagai respon terhadap GFR yang mengalami sedikit
penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala –
gejala yang cukup parah, karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan
homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Kemih menjadi isoosmotis dengan
plasma pada berat jenis yang tetap sebesar 1,010. Penderita biasanya menjadi oligurik
(pengeluaran kemih kurang dari 500 ml/hri) karena kegagalan glomerulus.
16
F. Diagnosis
Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) mempunyai sasaran berikut:
a. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG).
b. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi.
c. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors).
d. Menentukan strategi terapi rasional.
e. Meramalkan prognosis
Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan
pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik
diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus.
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang
berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK,
perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal
ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif dan objektif termasuk
kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan
banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.
b. Pemeriksaan laboratorium
Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan derajat
penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan perjalanan
penyakit termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal.
- Pemeriksaan faal ginjal (LFG)
Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup
memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG).
17
- Etiologi gagal ginjal kronik (GGK)
Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit dan
imunodiagnosis.
- Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit
Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin, dan
pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal
ginjal (LFG).
c. Pemeriksaan penunjang diagnosis
Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan tujuannya,
yaitu:
- Diagnosis etiologi GGK
Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto polos perut,
ultrasonografi (USG), nefrotomogram, pielografi retrograde, pielografi
antegrade dan Micturating Cysto Urography (MCU).
- Diagnosis pemburuk faal ginjal
Pemeriksaan radiologi dan radionuklida (renogram) dan pemeriksaan
ultrasonografi (USG).
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis pada pasien dengan gagal ginjal kronik yaitu:
a. Tentukan dan tatalaksana penyebabnya
b. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam
Pada beberapa pasien, furosemid dosis besar (250-1000 mg/hari) atau diuretik
loop (bumetanid, asam etakrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan
cairan.
18
c. Diet tinggi kalori dan rendah protein
Diet rendah protein (20-40 g/hari) dan tinggi kalori menghilangkan gejala
anoreksia dan nausea dari uremia.
d. Kontrol hipertensi
Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan
cairan diatur tersendiri tanpa tergantung tekanan darah. Diperlukan diuretik
loop, selain obat antihipertensi.
e. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit
Hindari masukan kalium yang besar (batasi hingga 60 mmol/hari) atau diuretik
hemat kalium, obat-obat yang berhubungan dengan ekskresi kalium (misalnya
penghambat ACE dan obat antiinflamasi nonsteroid).
f. Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang ginjal
Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti
aluminium hidroksida (300-1800 mg) atau kalsium karbonat (500-3000 mg)
pada setiap makan.
g. Deteksi dini dan terapi infeksi
Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imunosupresif dan diterapi lebih
ketat.
h. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal
Banyak obat yang harus diturunkan dosisnya karena metaboliknya toksis dan
dikeluarkan oleh ginjal. Misal : digoksin, aminoglikosid, analgesik opiat,
amfoterisin.
19
i. Deteksi dan terapi komplikasi
Awasi dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia, perikarditis, neuropati
perifer, hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan yang meningkat,
infeksi yang mengancam jiwa, sehingga diperlukan dialisis.
j. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu
pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis,
dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal .
1) Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu
cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal
ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan
indikasi elektif.
Indikasi absolut:
a) perikarditis,
b) ensefalopati/neuropati azotemik
c) bendungan paru
d) kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik
e) hipertensi refrakter
f) muntah persisten
g) Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%.
Indikasi elektif
1) LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m²
2) mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat
20
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai
sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya
dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-
kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang
diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14
tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal.
2) Dialisis Peritoneal
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi
medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65
tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular,
pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan
hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke,
pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan
pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi
non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk
melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.
3) Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan
faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%)
faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal
ginjal alamiah
b) Kualitas hidup normal kembali
21
Tabel 3. Rencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik Sesuai dengan
Derajatnya
Derajat LFG (ml/menit/1,73m2 Rencana tatalaksana
1 ≥90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,
evaluasi pemburukan (progression) fungsi
ginjal, memperkecil resiko kardiovaskuler
2 60-89 Menghambat pemburukan (progression)
fungsi ginjal
3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi
4 15-29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal
5 <15 Terapi pengganti ginjal
Sumber : Suwitra, 2006
H. Pencegahan
Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai
dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang
telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu
pengobatan hipertensi (makin rendah tekanan darah makin kecil risiko penurunan
fungsi ginjal), pengendalian gula darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok,
peningkatan aktivitas fisik dan pengendalian berat badan.
22
I. Komplikasi
Tabel 4. Komplikasi Penyakit Ginjal Kronik
Deraja
t
Penjelasan LFG(ml/menit/1,73m2 Komplikasi
1 Kerusakan ginjal
dengan LFG normal
≥90 -
2 Kerusakan ginjal
dengan penurunan
LFG ringan
60-89 Tekanan darah mulai ↑
3 Kerusakan ginjal
dengan penurunan
LFG sedang
30-59 Hiperfosfatemia,
hipokalsemia, anemia,
hiperparatiroid,
hipertensi,
hiperhomosistinemia
4 Kerusakan ginjal
dengan penurunan
LFG berat
15-29 Malnutrisi, asidosis
metabolik, hiperkalemia,
dislipidemia
5 Gagal ginjal <15 Gagal jantung, uremia
Sumber : Suwitra, 2006
23
BAB IV
PEMBAHASAN
Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan
atau lebih, berdasarkan kelainan patologik atau petanda kerusakan ginjal seperti
kelainan pada urinalisis, dengan penurunan laju filtrasi glomerulus ataupun tidak.
Penyakit ginjal kronik ditandai dengan penurunan semua faal ginjal secara bertahap,
diikuti penimbunan sisa metabolisme protein dan gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit.
Stadium gagal ginjal kronik (GGK) dibagi menjadi 5 stadium, yaitu normal,
insufisiensi ginjal ringan, insufisiensi ginjal sedang, insufisiensi ginjal berat, dan gagal
ginjal (End-Stage Renal Disease).
Diagnosa penyakit gagal ginjal kronik didasarkan pada anamnesa yang terarah
pada keluhan adanya retensi azotemia, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesa didapatkan lemas (+), sakit kepala seperti berputar (+),sesak
nafas (-), mual (+), muntah (+), badan terasa lemas (+), kaki kesemutan (+), ekstremitas
bengkak (+), BAK darah (+).Riwayat penderita pernah menderita batu ginjal, dan
menderita hipertensi, sampai sekarang masih mengkonsumsi obat hipertensi.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 170/90 , konjunctiva
anemis (+/+), sklera ikhterik (-/-), paru – paru dalam batas normal wheezing (-/-),
ronkhi (-/-), jantung dalam batas normal, cardiomegali (-) S1 dan S2 reguler,
ekstremitas udem (+).
24
Hasil laboratorium didapatkan penurunan pada kadar hemoglobin 10,5 g/dl,
ureum 119 m/al (13 – 43 m/al), kreatinin serum 8,7 (0,5 – 0,9 mg/al), asam urat 8,1 (<
5,7 mg/al). Selain itu juga ditemukan nilai eLFG (MPRD) sebesar 5 mL/menit/1,73m2.
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang
telah dilakukan, maka pasien Ny L didiagnosa menderita Hipertensi grade II, Chronic
Kidney Disease stadium 5, anemia, dan hiperurecemia.
Kemungkinan gagal ginjal yang dialami dikarenakan oleh penyakit hipertensi
yang diderita oleh pasien. Seperti yang telah diuraikan ditas, hipertensi merupakan
salah satu etiologi dari gagal ginjal kronik. Hipertensi yang lama mengakibatkan
ateriosklerosis ginjal. Gangguan ini merupakan akibat langsung iskemia karena
penyempitan lumen pembuluh darah intrarenal. Ginjal dapat mengecil. Penyumbatan
arteria dan arteriol akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan atrofi tubulus,
sehingga seluruh nefron rusak.
Penatalaksanaan pasien diatas dimulai dengan mengobati penyebabnya.Pasien
ini menderita hipertensi sebagai penyebab dari gagal ginjal, untuk itu, hipertensi harus
ditangani dengan pemberian obat antihipertensi, yaitu amliodipin 1x 10 mg dan losartan
2x1. Selain itu juga diberikan hemobion karena pasien mengalami penurunan
hemoglobin, prorenal diberikan untuk proteksi terhadap ginjal, serta pemberian
makanan rendah protein dan garam. Protein yang diberikan 20 – 40 gram/hari.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. http://yuyunrindi.files.wordpress.com/2008/05/deteksi-dini-dan-pencegahan-penyakit- gagal-ginjal-kronik.pdf
2. Mansjour, Arif et al. Kapita Selekta. edisi 3, Jakarta, Media Aeculapsus. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia., 2001 hal 531
3. Markum H.M.S. Penyakit Ginjal Kronik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi IV jilid I, Jakarta, Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.,2006 hal 507-3
4.
26