Preskes Tifoid Dr Rustam

39
PRESENTASI KASUS DEMAM TIFOID DAN TONSILOFARINGITIS KRONIS Disusun Oleh : Novarina Ratnaningtyas G0007114 Farah Hafidzah G00072 0

Transcript of Preskes Tifoid Dr Rustam

Page 1: Preskes Tifoid Dr Rustam

PRESENTASI KASUS

DEMAM TIFOID DAN

TONSILOFARINGITIS KRONIS

Disusun Oleh :

Novarina Ratnaningtyas G0007114

Farah Hafidzah G00072

Pembimbing :

Prof. Dr. Harsono Salimo, dr. Sp.A(K)

KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET / RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

0

Page 2: Preskes Tifoid Dr Rustam

2012

STATUS PENDERITA

I. IDENTITAS

Nama : An. A

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 14 tahun

Nama ayah : Haryanto

Nama Ibu : Sutini

Pekerjaan Ayah : Sopir

Pekerjaan Ibu : ibu rumah tangga

Agama : Islam

Alamat : Bener 3/1 Wonosari Klaten

Tgl Masuk : 22 Mei 2012

Tgl pemeriksaan : 24 Mei 2012

No. CM : 01129764

II. ANAMNESIS

Autoanamnesis dilakukan dengan pasien dan alloanamnesis dilakukan pada ibu

penderita tanggal 24 Mei 2012 di bangsal Melati II kamar 2.

A. Keluhan Utama : Panas 4 hari

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Kurang lebih sejak 4 hari sebelum masuk RS pasien mengeluh badan panas

seluruh tubuh. Panas dirasakan terutama jika malam hari. Panas turun jika diberi

paracetamol tetapi kemudian naik lagi. Selain itu pasien juga mengeluh mual (+)

dan muntah (+). Muntah selama satu hari sebanyak 3 kali. dan perut sakit (+).

Pasien juga mengeluh perut sakit, terutama di ulu hati. Pasien mengeluh nyeri

menelan, batuk (+), pilek (-), gusi berdarah (-), mimisan (-). Sebelum masuk RS,

BAB 1x sehari konsistensi padat, pasien mengaku sudah 2 hari tidak BAK tidak

ada keluhan. Oleh keluarga pasien dibawa ke puskesmas, karena merasa lemas

dan tak kunjung membaik, kemudian pasie dirujuk ke RSDM.

Tiga bulan yang lalu pasien mengeluh batuk-pilek kambuh-kambuhan, nyeri

telan, dan demam. Diperiksakan ke puskesmas dan sembuh namun kemudian

1

Page 3: Preskes Tifoid Dr Rustam

kambuh lagi. Hal serupa pernah dialami pasien pada saat pasien di bangku kelas 6

SD. Pasien mengaku sering jajan sembarangan dan minum es.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat sakit serupa : disangkal

- Riwayat sering batuk pilek : disangkal

- Riwayat sering sesak napas : disangkal

- Riwayat atopi : disangkal

- Riwayat mondok : disangkal

- Riwayat alergi obat : disangkal

- Riwayat alergi makanan/susu : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan

- Riwayat sakit serupa di keluarga : disangkal

- Riwayat sakit serupa di lingkungan : teman sekolah pasien 1 tahun yang lalu

- Riwayat asma : disangkal

- Riwayat sakit paru : disangkal

- Riwayat alergi di keluarga : disangkal

E. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita

Faringitis : (+) sejak 2 tahun

yang lalu

Bronkitis : disangkal

Pneumonia : disangkal

Morbili : disangkal

Pertusis : disangkal

Meningitis : disangkal

Malaria : disangkal

Polio : disangkal

Demam typoid : disangkal

Diare : disangkal

Kejang Demam : disangkal

F. Riwayat Imunisasi

Jenis I II III IV

BCG 0 bulan - - -

DPT 2 bulan 4 bulan 6 bulan -

Pertusis 2 bulan 4 bulan 6 bulan -

2

Page 4: Preskes Tifoid Dr Rustam

Tetanus 2 bulan 4 bulan 6 bulan -

POLIO 0 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan

HEPATTIS B 0 bulan 1 bulan 3 bulan -

CAMPAK 9 bulan - - -

G. Keadaan Kesehatan Keluarga

Ayah : baik

Ibu : baik

Sekitar rumah : baik

H. Pemeliharaan Kehamilan dan Prenatal

Pemeriksaan di : Bidan

Frekuensi : TM I : 1x

TM II : 1x

TM III : 2x

Keluhan selama kehamilan : Tidak menderita sakit selama hamil

Ibu tidak pernah keguguran

Obat yang diminum selama kehamilan: vitamin dan obat tambah darah.

I. Riwayat Kelahiran

Pasien lahir di bidan dengan berat badan lahir 2800 gram dan panjang 46 cm, lahir

spontan, langsung menangis, menangis kuat, usia kehamilan 9 bulan lebih 10 hari,

ditolong bidan.

J. Riwayat Post Natal

Kontrol ke Puskesmas setelah kelahiran, saat imunisasi, atau anak sakit. Selain ke

Puskesmas, pasien berobat ke rumah sakit.

K. Riwayat Keluarga Berencana

Ibu penderita mengikuti program Keluarga Berencana sistem suntik 3 bulan sekali. Sikap

dan kepercayaan baik.

3

Page 5: Preskes Tifoid Dr Rustam

L. Pohon Keluarga

I

II

III

An. A, 14 tahun

Pasien adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Riwayat keguguran tidak ada, anak lahir

meninggal tidak ada. Ayah dan Ibu menikah satu kali.

M. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Mulai senyum : 1 bulan

Mulai miring : 2 bulan

Mulai tengkurap : 4 bulan

Mulai duduk : 6 bulan

Gigi keluar : 8 bulan

Berdiri : 13 bulan

Berbicara : 12 bulan

Menstruasi : 12 tahun

Kesan : pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia.

N. Riwayat Makan Minum Anak

1. ASI diberikan sejak usia 0 bulan hingga umur 2 tahun, frekuensi pemberian

tiap kali anak menangis, lamanya menyusui ± 10 – 15 menit, bergantian

payudara kanan dan kiri. saat menyusui tidak terengah-engah, tidak sering

tersedak. Sesudah menyusui anak tertidur.

2. Susu buatan: diberikan merk SGM diberikan sejak umur 1 bulan, frekuensi

pemberian 3x/ hari, takaran 2-3 sendok takar per gelas.

3. Makanan lunak mulai diberikan saat usia 6 bulan.

4

Page 6: Preskes Tifoid Dr Rustam

4. Makanan padat mulai diberikan saat anak usia 8 bulan.

5. Makanan dewasa mulai diberikan saat usia 12 bulan.

Riwaya makan pasien makan 3x sehari dengan nasi dan lauk pauk tempe, tahu,

telur, terkadang daging. Pasien jarang minum susu. Pasien makan buah-buahan

2-3 kali seminggu.

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum

Keadaan umum : lemah

Derajat kesadaran : compos mentis

Status gizi : gizi kesan cukup

B. Tanda Vital

Nadi : 104x/menit, reguler, kuat, isi dan tegangan cukup

Respirasi : 24x/menit, reguler, tipe thorakoabdominal

Suhu : 38,8°C (per axiler)

Berat badan : 38 kg

Tinggi badan : 142 cm

Lingkar kepala : 52 cm

Lingkar lengan atas: 26 cm

C. Kulit : kulit sawo matang, kelembaban cukup, turgor kembali cepat,

ujud kelaianan kulit (-), sianosis (-), eritem (-)

D. Kepala : bentuk mesocephal, rambut hitam tidak mudah dicabut

E. Wajah : wajah seperti orang tua (-)

F. Mata : conjungtiva bleeeding (-/-), conjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik

(-/-), cowong (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil (isokor 3mm/3mm), air mata (+/+)

G. Hidung : napas cuping hidung (-/-), bau (-), sekret (-/-) purulen, darah (-/-)

H. Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-), lidah kotor (+)

I. Telinga : sekret tidak ada, tragus pain tidak ada

J. Tenggorok : uvula ditengah, tonsil T3-T3, faring hiperemis (+), kripte melebar

(+), pseudomembran (-), detritus (-)

5

Page 7: Preskes Tifoid Dr Rustam

K. Leher : normocolli, limfonodi tidak membesar, kaku kuduk (-), JVP tidak

meningkat.

L. Limphonodi: tidak membesar

M. Thoraks : bentuk normochest, iga gambang (-), retraksi (-) intercostals

epigastrial, ekspirasi memanjang (-)

N. Cor

Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat

Perkusi : kesan batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi : Bunyi jantung I – II intensitas normal, reguler, bising (-).

O. Pulmo

Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : sonor // sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-), RBH (-/-),

wheezing (-/-)

P. Abdomen

Inspeksi : dinding perut // dinding dada, venektasi (-)

Auskultasi : peristaltik (+) normal

Perkusi : timpani, shifting dullness (-)

Palpasi : supel, nyeri tekan (+), nyeri tekan epigastrika (+), hepar dan lien

tidak teraba, turgor kembali cepat

Q. Urogenitalia

Dalam batas normal, nyeri saat BAK (-)

R. Digestiva

Tidak BAB 3 hari

S. Ekstremitas

Akral dingin - - edema - - sianosis - -

- - - - - -

Capillary refill time < 2”

Arteri Dorsalis Pedis teraba kuat

Clubbing finger (-)

Baggy pants (-)

6

Page 8: Preskes Tifoid Dr Rustam

T. Perhitungan Status Gizi

1. Secara klinis

Nafsu makan : berkurang

Kepala : rambut jagung (-), susah dicabut (+), warna hitam

Muka : sembab (-), wajah orang tua (-)

Mata : edema palpebra(-/-), CA(-/-), cekung (-/-)

Bibir : mukosa basah (+),pucat (-),kering (-), stomatitis (-), pecah-

pecah (-)

Lidah : papil lidah atrofi (-), lidah kotor (+)

Leher : pembesaran tiroid (-)

Thorax : iga gambang (-)

Abdomen : lipatan lemak sub kutan (-), turgor kembali cepat (+),

hepatomegali (-), splenomegali (-)

Gluteus : baggy pants (-)

Ekstremitas : edema - - akral dingin - -

- - - -

Status gizi secara klinis : Gizi baik

2. Secara Antropometris

BB : 38 kg , Umur : 14 tahun, TB : 142 cm

BB : 38 x 100% = 76 % 0 < BB < +2

U 50 U

TB : 142 x 100% = 83 % 0 < TB < +2

U 171 U

BB : 38 x 100% = 82 % 0 < BB < +2

TB 46 TB

Status gizi secara antropometri : gizi baik.

Kebutuhan kalori/hari: 38 kg x 60 kal/ kgBB/ hari = 2280 kal/ hari

Karbohidrat : ¼ x 50% x 2280 kal/hari = 360 gram/hari

Lemak : 1/9 x 35% x 2280 kal/hari = 112 gram/hari

Protein : ¼ x 15% x 2280 kal/hari = 108 gram/hari

7

Page 9: Preskes Tifoid Dr Rustam

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Darah Tanggal 22 Mei 2012 pukul 01.00

Pemeriksaan 01/03/12 Satuan Rujukan

Hemoglobin 13,3 g/dL 11,1-14,1

Hematokrit 40 % 31-41

AL 6,3 Ribu/ul 5,0-19,5

AT 135 Ribu/ul 150-450

AE 4,51 Juta/ul 3,60-5,20

MCV 87,7 /um 80,0-96,0

MCH 29,4 Pg 28,0-33,0

Limfosit 21,50 % 60,00-66,00

Monosit 11,20 % 0,00-6,00

Granulosit 67,30 % 28 – 40

Gol darah ABO O

2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Darah Tanggal 22 Mei 2012 pukul 06.00

Pemeriksaan 22/05/12 Satuan Rujukan

Hemoglobin 12,4 g/dL 11,1-14,1

Hematokrit 36 % 31-41

AL 6,2 Ribu/ul 5,0-19,5

AT 153 Ribu/ul 150-450

AE 4,18 Juta/ul 3,60-5,20

3. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Darah Tanggal 23 Mei

2012

IgM Salmonela : positif (+)

4. Hasil Pemeriksaan Urin Rutin tanggal 23 Mei 2012

Urinalisa 24/01/2011 Satuan Rujukan

Makroskopis

Warna Yellow Kuning jernih

Kejernihan sl.cloudy Jernih

8

Page 10: Preskes Tifoid Dr Rustam

Kimia Urin

Berat Jenis 1,015 1.015-1.025

Ph 6.5 4,5-8

Leukosit Negatif /uL Negatif

Nitrit Negatif Negatif

Protein 25 mg/dL Negatif

Glukosa Normal mg/dL Normal

Keton Negatif mg/dL Negatif

Urobilinogen Normal mg/dL Normal

Bilirubin Negatif mg/dL Negatif

Eritrosit 25 /uL Negatif

Mikroskopis

Eritrosit 10,7 /uL 0 – 8.4

Eritrosit 2 /LPB 0 – 5

Leukosit 12,4 /uL 0 – 5,8

Leukosit 2 /LPB 0 – 12

Epitel

Epitel /uL 0,0 – 3,5

Epitel /LPB 0 – 2

Epitel Squamous 0-1 /LPB Negatif

Epitel transisional - /LPB Negatif

Epitel bulat - /LPB Negatif

Silinder

Silinder /uL 0,00 – 0,47

Silinder /LPB 0 – 3

Hyalin 2 /LPK 0 – 3

Granulated - /LPK Negatif

Lekosit - /LPK Negatif

Mukus 0,12 /uL 0,00-0,00

Sperma /uL 0-0

Konduktivitas 20,1 mS/cm 3,0-32

Lain-lain Bakteri (++)

5. Hasil Pemeriksaan Tinja Tanggal 23 Mei 2012

Makroskopis : warna coklat, konsistensi lunak, lendir negative, pus negative, darah

negative, kuman (+), cacing (-), sel epitel (+).

9

Page 11: Preskes Tifoid Dr Rustam

Kesimpulan : Tinja lunak warna coklat, tidak ditemukan parasit maupun jamur

pathogen.

V. RESUME

Kurang lebih sejak 4 hari sebelum masuk RS pasien mengeluh badan panas

seluruh tubuh, terutama jika malam hari. Selain itu pasien juga mengeluh mual (+)

dan muntah (+) satu hari sebanyak 3 kali, perut sakit (+), nyeri menelan (+), batuk (+),

2 hari tidak BAK tidak ada keluhan. Riwayat bauk, nyeri menelan kambuh-kambuhan

sejak SD. Oleh keluarga pasien dibawa ke puskesmas, karena merasa lemas dan tak

kunjung membaik, kemudian pasien dirujuk ke RSDM.

Dari pemeriksaan fisik tanggal 24 Mei 2012 didapatkan keadaan umum lemas,

derajat kesadaran compos mentis, status gizi kesan cukup. Tanda vital pasien

didapatkan: nadi 104x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup, simetris; pernafasan 24

x/menit, tipe thorakoabdominal, suhu 38,8º C (per axiler), BB 38 kg; TB 142 cm.

mulut lidah kotor (+), tenggorok : tonsil T3-T3, faring hiperemis (+), kripte

melebar (+), abdomen nyeri tekan (+), nyeri tekan epigastrika (+).

VI. DAFTAR MASALAH

1. Panas

2. Mual dan muntah

3. Nyeri perut ulu hati

4. Batuk

5. Nyeri telan

6. Lidah kotor

7. Tonsil membesar T3-T3

8. Kripte melebar

9. Faring hiperemis

10. Nyeri tekan abdomen

11. Tidak BAB 3 hari

VII. DIAGNOSIS BANDING

1. Demam tifoid

2. Tonsilofaringitis kronis

3. Dengue Fever

10

Page 12: Preskes Tifoid Dr Rustam

VIII. DIAGNOSIS KERJA

1. Demam tifoid

2. Tonsilofaringitis kronis

IX. PENATALAKSANAAN

Terapi

1. Diet lunak TKTP 2800 kkal/hari

2. IVFD RL 16 tpm makro

3. Injeksi chloramfenicol 500 mg/6 jam intra.vena

4. Paracetamol 1-3x500 mg k/p febris

5. Domperidon 10 mg k/p mual

Dx : DR3, Widal, IgM Salmonela, urin rutin, feces rutin

Mx : KU dan VS / 8jam

BCD/ 8jam

Edukasi

- Motivasi keluarga tentang penyakitnya

- Istirahat

X. PROGNOSIS

Ad vitam : bonam

Ad sanam : bonam

Ad fungsionam : bonam

XI. FOLLOW UP

Follow up 24 Mei 2012 25 Mei 2012 26 Mei 2012

S Demam (+), nyeri perut

berkurang, batuk jarang,

pasien dapat tidur nyenyak,

Panas (-), BAK (+), BAB (-)

Demam sumer (+), nyeri

perut berkurang, batuk

jarang, pasien dapat

tidur nyenyak, Panas (-),

BAK (+), BAB (-)

Demam (-), nyeri perut

(-) , batuk jarang,

pasien dapat tidur

nyenyak, BAK (+),

BAB (-)

11

Page 13: Preskes Tifoid Dr Rustam

O kompos mentis, baik, gizi

kesan kurang

kompos mentis, baik,

gizi kesan kurang

kompos mentis, baik,

gizi kesan kurang

Tanda Vital N : 110 x/menit

RR : 20 x/menit

S : 37,9oC (per axiler)

N : 90 x/menit

RR : 16/menit

S : 37,2oC (per axiler)

N : 84 x/menit

RR : 16 x/menit

S : 36,8oC (per axiler)

Kepala Mesocephal Mesocephal Mesocephal

Telinga bentuk normal, serumen (-),

gendang telinga intak

bentuk normal, serumen

(-),gendang telinga intak

bentuk normal,

serumen (-),gendang

telinga intak

Mata Konjungtiva anemis (-/-),

Sklera ikterik (-/-), edema

palpebra (-/-)

Konjungtiva anemis

(-/-), Sklera ikterik (-/-),

edema palpebra (-/-),

Konjungtiva anemis

(-/-), Sklera ikterik

(-/-), edema palpebra

(-/-),

Hidung Napas cuping hidung (-/-),

sekret (+/+)↓

Napas cuping hidung

(-/-), sekret (+/+)

Napas cuping hidung

(-/-), sekret (-/-)

Mulut Mukosa basah (+), thypoid

tongue (+), sianosis (-)

Mukosa basah (+),

thypoid tongue (-),

sianosis (-)

Mukosa basah (+),

thypoid tongue (-),

sianosis (-)

Tenggorok Tonsil T3-T3, Faring

hiperemis (-)

Tonsil T2-T2, Faring

hiperemis (-)

Tonsil T2-T2, Faring

hiperemis (-)

Thorax Retraksi (-)

Cor : BJ I-II intensitas

normal, reguler, bising (-)

Pulmo: SD vesikuler (-/-),

ST (-/-) RBH(-/-) wheezing

(-/-)

Retraksi (-)

Cor : BJ I-II intensitas

normal,reguler,bising(-)

Pulmo: SD vesikuler

(-/-), ST (-/-) RBH (-/-)

wheezing (+/+)

Retraksi (-)

Cor : BJ I-II intensitas

normal,reguler,bising(-

)

Pulmo: SD vesikuler (-

(-/-), ST (-/-) RBH (-/-)

wheezing (-/-)

Abdomen Supel, Dinding perut //

dinding dada, nyeri tekan

(+), hepar dan lien tidak

teraba, peristaltik (+) normal

Supel, Dinding perut //

dinding dada, nyeri

tekan (-), hepar dan lien

tidak teraba, peristaltik

(+) normal

Supel, Dinding perut //

dinding dada, nyeri

tekan (-), hepar dan

lien tidak teraba,

peristaltik (+) normal

12

Page 14: Preskes Tifoid Dr Rustam

Genital discharge (-) discharge (-) discharge (-)

Ekstremitas Akral dingin (-)

Edema (-)

CRT < 2 detik

a. dorsalis pedis teraba kuat

Akral dingin (-)

Edema (-)

CRT < 2 detik

a. dorsalis pedis teraba

kuat

Akral dingin (-)

Edema (-)

CRT < 2 detik

a. dorsalis pedis teraba

kuat

Asessment - Tifoid fever

- Tonsilofaringitis kronis

- Tifoid fever

-Tonsilofaringitis kronis

- Tifoid fever

- Tonsilofaringitis

kronis

Terapi 1. Diet lunak TKTP 2800

kkal/hari

2. IVFD RL 16 tpm makro

3. Injeksi chloramfenicol

500 mg/6 jam intra.vena

4. Paracetamol 1-3x500 mg

k/p febris

5. Domperidon 10 mg k/p

mual

1. Diet lunak TKTP

2800 kkal/hari

2. IVFD RL 16 tpm

makro

3. Inj. chloramfenicol

500 mg/6 jam iv

4. Paracetamol 1-3x500

mg k/p febris

5. Domperidon 10 mg

1. Diet lunak TKTP

2800 kkal/hari

2. IVFD RL 16 tpm

makro

3. Inj. chloramfenicol

500 mg/6 jam iv

4. Paracetamol 1-

3x500 mg k/p febris

5. Domperidon 10 mg

Plan Diff count Boleh pulang

Monitoring - KU/VS tiap 8 jam

- balance cairan /8jam

- diuresis /8jam

- KU/VS tiap 8 jam

- balance cairan /8jam

- diuresis /8jam

- KU/VS tiap 8 jam

- balance cairan /8jam

- diuresis /8jam

Edukasi Tirah baring, diet lunak Tirah baring, diet lunak Tirah baring, diet

lunak

13

Page 15: Preskes Tifoid Dr Rustam

TINJAUAN PUSTAKA

DEMAM TIFOID

2.1. DEFINISI

Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik yang bersifat akut yang

disebabkan oleh Salmonella typhi yang biasanya terdapat dalam saluran pencernaan

(Djoko, 2006).

2.2. KRITERIA DIAGNOSIS

Demam naik secara bertahap lalu menetap selama beberapa hari, demam terutama pada

sore/malam hari.

Sulit buang air besar atau diare, sakit kepala.

Kesadaran berkabut, bradikardia relatif, lidah kotor, nyeri abdomen, hepatomegali, atau

splenomegali.

Kriteria Zulkarnaen:

o Febris > 7 hari, awal demam tidak mendadak, naik perlahan, seperti anak tangga,

disertai delirium/apatis, gangguan defekasi.

o Terdapat 2 atau lebih :

Lekopeni.

Malaria (-)

Kelainan urine (-)

o Terdapat 2 atau lebih :

Penurunan kesadaran.

Rangsang meningeal (-)

Perdarahan usus (+)

Bradikardi relatif.

Splenomegali (+)

Diagnosa ditegakkan dari :

Riwayat dan gejala klinik sesuai untuk typhus (5 gejala kardinal dianggap sebagai

positif, 3 gejala kardinal curiga).

14

Page 16: Preskes Tifoid Dr Rustam

5 cardinal sign : 1. Demam; 2. Bradikardi relatif; 3. Toxemia yang

karakteristik; 4. Splenomegali; 5. Rose spot (Mirzanie, 2005)

2.3. PATOGENESIS

Benda tercemar kuman (tinja, muntah, keringat) => sistem pencernaan =>

lambung, kuman akan berkurang oleh karena HCl => pada usus kecil, melakukan

penetrasi & berbiak di kelenjar limfoid mesenterik => masuk ductus thoracicus =>

masuk ke peredaran darah (bakteriemi I) => ditangkap oleh RES (sampai di sini disebut

silent period/masa tunas) => kemudian di RES akan bermultiplikasi intraseluler =>

masuk ke dalam peredaran darah (bakteriemi II) => beredar di seluruh tubuh => masuk

ke dalam empedu dan usus, di usus akan membuat luka di plaque payeri. Bila Salmonella

typhi menetap di empedu/limpa dapat terjadi relaps/carrier.

Terjadinya febris diduga disebabkan oleh endotoksin (suatu lipopolisakarida

penyebab leukopeni) yang bersama-sama Salmonella typhi merangsang leukosit di

jaringan. Inflamasi merangsang pengeluaran zat pirogen.

Pada fase bakteriemi (minggu ke I, 7 hari pertama) Salmonella ada di hati, limpa,

ginjal, sumsum tulang, kantung empedu => bermanifestasi di usus (plaque payeri) di

mana akan terjadi :

Minggu I => membuat luka hiperemis pada plaque payeri.

Minggu II => terjadi nekrosis pada plaque payeri.

Minggu III => terbentuk tukak/ulcus yang ukurannya bervariasi di mana dapat

terjadi perdarahan dan perforasi.

Minggu IV => dapat sembuh dengan sendirinya (Keusch, 2008).

2.4. MANIFESTASI KLINIS

Masa inkubasi: 10 -14 hari (mungkin kurang dari 7 hari atau lebih dari 21 hari)

Keluhan utama yang mencolok:

1. Panas yang makin tinggi terutama pada malam hari dan pagi hari, bila panas

sering disertai delirium, demam dapat bersifat remitten dapat pula kontinua.

Suhu meningkat dan bertahap seperti tangga, mencapai puncaknya pada hari

ke 5, dapat mencapai 39o - 40oC.

2. Lemah badan, nyeri kepala di frontal.

3. Mual - anoreksia.

4. Gangguan defekasi :

15

Page 17: Preskes Tifoid Dr Rustam

Obstipasi pada minggu I.

Diare pada minggu II. Karena peradangan kataral dari usus, sering

disertai dengan perdarahan dari selaput lendir usus, terutama ileum.

5. Insomnia.

6. Muntah.

7. Nyeri perut.

8. Apatis/bingung dapat diakibatkan toksik menjadi delirium yang akan menjadi

meningismus (akhir minggu ke I).

9. Myalgi/atralgi.

10. Batuk.

Nadi terjadi bradikardi relatif (normalnya frekuensi nadi akan meningkat sebanyak

18x/menit pada setiap peningkatan suhu tubuh sebanyak 1o C, pada demam typoid

denyut nadi akan lebih lambat dari perhitungan yang seharusnya), hal ini

disebabkan oleh karena efek endotoksin pada miokard.

Lidah, typhoid tongue, warna lidah putih kotor kecoklatan dengan ujung dan tepi

hiperemis dan terdapat tremor.

Abdomen, agak cembung dan meteorismus.

1. Splenomegali pada 70% dari kasus, dengan perabaan keras, mulai teraba pada

akhir minggu ke I sampai minggu ke III, akan tetapi dapat juga lunak dan

nyeri tekan positif.

2. Hepatomegali pada 25% dari kasus, terjadi pada minggu ke II sampai dengan

masa konvalesens.

3. Kantung empedu, merupakan sumber kuman yang dapat tetap utuh, dapat

terjadi kholesistitis akut terutama pada wanita tua dan gemuk. Karier sering

terjadi pada penderita dengan kholesistitis kronik dan batu empedu.

Meteorismus, kita harus hati-hati untuk tanda perforasi/adanya perdarahan

pada usus.

4. Perubahan terjadi pada bagian distal dari Ileum, Plaque payeri menunjukkan :

Hiperplasi pada minggu ke I.

Nekrose pada minggu ke II.

Ulcerasi pada minggu ke III.

Penyembuhan pada minggu ke IV.

16

Page 18: Preskes Tifoid Dr Rustam

Kulit, Rose spot, adalah suatu rash yang khas untuk tipoid, terjadi pada akhir

minggu ke I sampai minggu ke III terutama pada dinding dada dan perut. Hal ini

terjadi karena infiltrasi oleh sel monosit pada ujung-ujung kapiler yang

disebabkan oleh infiltrasi kuman Salmonella typhi pada kulit, yang menyebabkan

terjadinya proses radang, sehingga terjadi perembesan dari sel eritrosit, karena

permeabilitas kapiler meningkat (Djoko, 2006).

2.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan darah rutin.

o Leukopeni (47% dari kasus) 2000 - 3000 sampai dengan 5000/mm3. Bila ada

leukositosis (4% dari kasus) hati-hati ada penyulit, perforasi atau infeksi

sekunder.

o Limfositosis relatif (pasien tetap leukopeni tetapi persentasi limfosit lebih

banyak dari normal).

o Aneosinofilia.

2. Pemeriksaan bakteriologik

o Biakan Gall, untuk diagnosa pasti. Biakan dapat diambil dari :

Sumsum tulang (90% ketelitian) pada minggu ke I dan minggu ke II.

Darah pada minggu ke I dan minggu ke II (70% - 90%) minggu ke II

sampai minggu ke III (30% - 40%).

o Biakan pada agar SS bahan diambil dari :

Tinja pada minggu ke II sampai minggu ke III.

Urine pada minggu ke III sampai minggu ke IV.

o Bila Gall positif diagnosa pasti dari tiphoid abdominalis, tetapi bila negatif

belum tentu bebas tiphoid abdominalis tergantung dari teknik pengambilan

bahan, waktu perjalanan penyakit, post vaksinasi.

2. Pemeriksaan serologik

O Elisa Salmonela typhi/paratyphy IgG dan IgM

Pemeriksaan ini merupakan uji imunologi yang lebih baru yang dianggap

lebih spesifik dan lebih sensitif dibandingkan uji widal untuk mendeteksi demam

tifoid/paratifoid. Tes ini juga termasuk Rapid test, jadi hasilnya dapat segera

diketahui. Diagnosis demam tifoid bila IgM positif berarti terjadi infeksi akut dan

bila IgG positif menandakan pernah kontak/ terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik.

17

Page 19: Preskes Tifoid Dr Rustam

(a)    Tubex® TF (mendeteksi antibodi IgM tehadap antigen 09 IPS

Salmonella typhi)

(b)    Typhidot (mendeteksi Antibodi IgG dan IgM terhadap antigen 50 kD

Salmonella typhi)

(c)    Typhidot M (mendeteksi antibodi IgM terhadap antigen 50 kD

Salmonella typhi)

(d)    Dipstick test (mendeteksi antibodi IgM terhadap antigen LPS

Salmonella typhi)

o Pemeriksaan pelacak DNA Salmonella typhi dengan PCR (Polimerase Chain

Reaction)

Metode lain untuk identifikasi bakteri S. typhi yang akurat adalah

mendeteksi DNA (asam nukleat) gen flagellin bakteri S. typhi dalam darah

dengan teknik hibridisasi asam nukleat atau amplifikasi DNA dengan cara

polymerase chain reaction (PCR) melalui identifikasi antigen Vi yang spesifik

untuk S. typhi.

Kendala yang sering dihadapi pada penggunaan metode PCR ini meliputi

risiko kontaminasi yang menyebabkan hasil positif palsu yang terjadi bila

prosedur teknis tidak dilakukan secara cermat, adanya bahan-bahan dalam

spesimen yang bisa menghambat proses PCR (hemoglobin dan heparin dalam

spesimen darah serta bilirubin dan garam empedu dalam spesimen feses), biaya

yang cukup tinggi dan teknis yang relatif rumit. Usaha untuk melacak DNA dari

spesimen klinis masih belum memberikan hasil yang memuaskan sehingga saat

ini penggunaannya masih terbatas dalam laboratorium penelitian. Oleh karena

biaya yang mahal, tes ini tidak dianjurkan untuk pelayanan rutin.

2.6. DIFERENSIAL DIAGNOSIS

1. Paratiphoid.

2. Malaria.

3. TBC millier.

4. Influenza.

5. Dengue.

6. Rheumatic fever.

8. Hepatitis.

18

Page 20: Preskes Tifoid Dr Rustam

2.7. KOMPLIKASI

Minggu I: Syok Endotoksemia

Minggu II: Perdarahan usus

Biasanya timbul pada hari ke 14 - ke 21 dari perjalanan penyakit. Dapat berupa

perdarahan yang minimal sampai perdarahan tersembunyi yang masif. Yang ditandai

dengan :

o Penurunan suhu mendadak.

o Tanda-tanda shock.

Tensi turun mendadak sampai dibawah normal.

Nadi cepat dan kecil.

Sianosis.

Tachypnoe.

Kulit dingin dan lembab.

o Perdarahan per ani yang tidak selalu tampak.

Minggu III: Perforasi usus

Biasanya muncul pada akhir minggu ke III, umumnya terjadi di daerah sekitar 60

cm dari bagian akhir ileum. Dengan gejala yang kita dapatkan adalah:

o KU buruk.

o Reaksi tubuh dan mental menjadi lambat.

o Tiba-tiba menjadi gelisah dan mengeluh nyeri perut.

o Muntah-muntah.

o Suhu tiba-tiba turun.

o Pernafasan cepat dan hanya menggunakan otot-otot intercostal.

o Dinding perut tegang, defense musculare, terutama di perut sebelah kanan (pada

lokasi ileum).

o Pekak hati menghilang.

o Perkusi menjadi tympani.

o Bising usus menurun sampai hilang.

Minggu IV: Relaps Tifoid

Febris timbul kembali setelah ± 10 hari afebris atau setelah 3 minggu diberikan

terapi kloramfenikol. Relaps kronik jarang terjadi tetapi dapat ditemukan setelah 19

Page 21: Preskes Tifoid Dr Rustam

beberapa bulan, terutama dengan penderita yang mendapat terapi tidak adekuat.

Limfa yang tetap teraba adalah gejala penting dari impending relaps.

o Insidensi 10% - 20%.

o Patogenesa :

Penderita diserang oleh banyak strain tetapi hanya satu strain yang

bermanifestasi, sedang strain yang lainnya bersembunyi, waktu relaps

disebabkan oleh kuman yang tersembunyi.

Chloramfenikol menghambat atau memperlambat pembentukkan antibodi,

sehingga memudahkan relaps tapi justru relaps pada titer antibodi yang

tinggi hal ini dibuktikan dengan titer widal, yaitu penularan bukan oleh

karena kekebalan.

Salmonella typhi istirahat dalam sel dan baru aktif pada saat sel tubuh

tersebut mati.

2.8. PENATALAKSANAAN

1. Terapi secara umum Djoko, 2006; Keusch, 2008)

a. Non medikamentosa

1) Perawatan : Bed rest semitotal.

Tujuannya agar tidak memperberat konstipasi pasien. Sebab, apabila

dilakukan bed rest total maka motilitas usus pasien akan semakin rendah

sehingga memperberat konstipasi pasien.

2) Dietetik :

Harus cukup kalori, protein, cairan dan elektrolit.

Pemberian makanan padat dini berupa nasi pada penderita Tifoid non

komplikasi ternyata terbukti mempercepat waktu pemulihan (rata-rata 7-

10 hari sedangkan sebelumnya rata-rata 14 hari).

Pemberian makanan padat dini juga dapat merangsang regenerasi epitel

usus dan lebih cepat memperbaiki status nutrisi penderita.

Harus diberikan rendah serat karena pada typoid abdominalis ada luka di

ileum terminale bila banyak selulosa maka akan menyebabkan

peningkatan kerja usus, hal ini menyebabkan luka makin hebat.

b. Medikamentosa:

1) Antibiotik

20

Page 22: Preskes Tifoid Dr Rustam

a) Golongan Quinolon.

Levofloxacin 2x500 mg selama 14 hari

Ciprofloksasin, dosis 2 x 500 mg selama 14 hari

Tidak boleh diberikan pada pasien dengan usia kurang dari 15 tahun,

karena bisa menyebabkan penutupan epifise tulang lebih cepat.

Keuntungan dari Quinolon:

Waktu yang diperlukan untuk terapi lebih pendek.

Bersifat bakterisida.

b) Cotrimoxazole, dengan dosis 400 mg 2 x 2 tablet/hari sampai 7 hari

afebris.

Waktu yang diperlukan untuk penurunan suhu sama dengan

chloramfenicol.

Tidak terjadi krisis toksik.

Gejala lebih cepat hilang.

Dapat digunakan untuk pasien yang toksik dan delirium.

Lebih unggul dalam mencegah relaps.

Efek samping yang perlu diperhatikan adalah trombositopenia, untuk

menghindarkannya kita berikan asam folat.

c) Ampicillin, dosis 3 - 4 x (0.5 - 1 gram)/hari selama 15 hari

Digunakan untuk tifoid abdominalis ringan dan untuk karier.

Amoxicilin, dosis 4 x 1 gram (untuk ukuran kecil) - 6 gram (untuk

ukuran besar)/hari.

Untuk kasus karier 6 gram/hari selama 6 minggu

2) Simptomatik:

a) Analgetik antipiretik (DOC : parasetamol)

Jangan menggunakan asam salisilat, karena bisa menyebabkan

hiperhidrosis.

Dapat merangsang mukosa usus.

Efek antipiretik dapat berlebihan.

Menghambat efek dari chloramfenicol.

b) Laxantia dan enema, untuk memudahkan buang air besar.

Hati-hati perdarahan dan perforasi.

c) Muntah-muntah

21

Page 23: Preskes Tifoid Dr Rustam

Prochlorperazine (Stemetil) dengan dosis 3 x 5mg atau 3 x 10 mg.

Prometazine (Phenergan) dengan dosis 3 x 25 mg.

d) Diare : Diphenoxylate hydrochloride (Lomotil, Reasec) 4 x 2 tab

e) Meteorismus

Intake diganti dengan parenteral

Gunakan stomach tube dan aspirasi tiap jam.

3) Supportif

a) Kortikosteroid

Hanya dianjurkan untuk penderita dengan toksemia dan hiperpireksi berat.

Tidak boleh dipergunakan secara rutin.

Harus dihindarkan dalam minggu ke III karena bila ada perdarahan kita

tidak tahu dari penyakit atau dari kortikosteroid.

Memperpendek deman dan gejala cepat hilang.

Menghambat pembentukkan immunitas sehingga mudah untuk relaps.

Dosis :

Hari ke I : Hidrokortison 200 mg im, Prednison 3 x 15 mg

Hari ke II : Prednison 3 x 10 mg

Hari ke III : Prednison 3 x 5 mg

Hari ke IV : Prednison 3 x 5 mg

Hari ke V : Prednison 1 x 5 mg.

o Roborantia : Vitamin B dan vitamin C.

2.9 PENCEGAHAN

a. Vaksin oral Ty 21a Vivotif Berna

Vaksin ini tersedia dalam bentuk kapsul yang diminum selang sehari dalam 1

minggu, satu jam sebelum makan. Vaksin ini dikontraindikasikan pada wanita hamil,

menyusui, penderita imunokompromais, sedang demam, sedang minum antibiotik,

dan anak kecil < 6 tahun. Lama proteksi dilaporkan 5 tahun.

b. Vaksin Polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Memeux.

Vaksin ini tersedia dalam alat suntik 0,5 ml yang berisi 25 mikrogram antigen

Vi dalam buffer fenol isotonik. Vaksin diberikan secara intramuskuler dan booster

setiap 3 tahun. Vaksin ini dikontraindikasikan pada keadaan hipersensitif, hamil,

menyusui, sedang demam, dan anak kecil < 2 tahun (Djoko, 2006).

22

Page 24: Preskes Tifoid Dr Rustam

BAB III

TONSILO FARINGITIS KRONIS

1. Pengertian

Tonsilofaringitis adalah peradangan pada tonsila palatina dan dinding faring

yang dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, trauma, toksin dan lain-lain.

Tonsilitis kronis umumnya terjadi akibat komplikasi tonsilitis akut, terutama

yang tidak mendapat terapi adekuat; mungkin serangan mereda tetapi kemudian

dalam waktu pendek kambuh kembali dan menjadi laten. Proses ini biasanya diikuti

dengan pengobatan dan serangan yang berulang setiap enam minggu hingga 3 ± 4

bulan. Seringnya serangan merupakan faktor  prediposisi timbulnya tonsilitis kronis

yang merupakan infeksi fokal.

Faringitis kronis adalah kondisi inflamasi dalam waktu yang lama pada

mukosa faring dan jaringan sekitarnya. Faringitis kronis terbagi menjadi faringitis

kronis hiperplastik (granular)dan faringitis kronis atropi atau kataralis.

2. Patologi

a. Patologi tonsilitis kronis

Karena proses peradangan yang berulang dapat menyebabkan epitel mukosa

jaringanlomfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti

dengan jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripte melebar.

Secara klinis kripte ini tampak di isi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga

menembus kapsul tonsil dan akhirnyamenimbulkan perlekatan dengan jaringan di

sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertaidengan pembeasran kelenjar limfa

submandibula.

b. Patologi faringitis kronis

Bakteri atau virus secara langsung dapat menginvasi mukosa faring, menyebabkan

responradang lokal. Virus-virus lain seperti rhinovirus dan coronavirus dapat

23

Page 25: Preskes Tifoid Dr Rustam

menyebabkan iritasimukosa faring akibat sekunder dari sekresi nasal. Infeksi

streptokokus memiliki karakteristik yaitu invasi local dan pelepasan toksin

ekstraseluler maupun protease. Fragmen-fragmen ProteinM dari serotip Streptokokus

grup A mirip dengan antigen-antigen sarkolema miokardiak dan berhubungan dengan

demam rematik dan kerusakan katup jantung bertahap

3. Gejala dan Tanda

Gejala tonsilitis kronis dapat berupa :

a. Gejala lokal, yang bervariasi dari rasa tidak enak di tenggorok, sakit tenggorok,

sulitsampai sakit menelan. 

b. Gejala sistemis, seperti rasa tidak enak badan atau malaise, nyeri kepala,

demamsubfebris, nyeri otot dan persendian.

c. Gejala klinis, seperti tonsil dengan debris di kriptenya (tonsilitis folikularis

kronis), udematau hipertrofi tonsil (tonsilitis parenkimatosa kronis), tonsil fibrotik

dan kecil (tonsilitisfibrotik kronis), plika tonsilaris anterior hiperemis dan

pembengkakan kelenjar limferegional.

Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata,

kriptusmelebar dan beberapa kriptus terisi oleh detritus. Rasa ada yang mengganjal di

tenggorokan,dirasakan kering di tenggorokan dan napas berbau.Besar tonsil

ditentukan sebagai berikut:

T0 : tonsil di dalm fosa tonsil atau telah diangkat

T1 : bila besarnya ¼ jarak arkus anterior dan uvula

T2 : bila besarnya 1/2 jarak arkus anterior dan uvula

T3 : bila besarnya ¾ jarak arkus anterior dan uvula

T4 : bila besarnya mencapai arkus anterior atau lebih

24

Page 26: Preskes Tifoid Dr Rustam

Gambar 1.1 Gambar Pembesaran Tonsil pada Tonsilitis

Gejala dan tanda faringitis kronis

Gejala subjektif yang dirasakan dapat berupa rasa gatal di tenggorokan, rasa

ada yangmengganjal di tenggorokan, batuk iritatif dan batuk yang berdahak. Penderita

faringitis kronis juga dapat menderita gangguan pada laring yaitu suara serak. Pada

stadium dini, membran mukosa akan tampak merah karena pembuluh darah

mengalami kongesti, bengkak dan dilapisimucus. Pada tahap selanjutnya warna

membrane mukosa faring akan lebih gelap dan seperti ditutupi oleh folikel-folikel

yang membesar, terjadi penebalanmukosa, serta secret berkurang dankental.

Diagnosis faringitis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang. Hasil anamnesis terutama didapatkan adanya rasa nyeri

di sekitar tenggorokan, disertai nyeri saat menelan (terutama saat menelan ludah) dan

demam yang tidak terlalu tinggi. Hasil pemeriksaan fisik terutama didapatkan mukosa

faring yang tampak merah(hiperemi) dan tonsil (amandel) membesar dan memerah,

kadang disertai bercak (detritus).Pasien faringitis harus menghindari sumner-sumber

iritan. Kebiasaan merokok, mengkonsumsialcohol, makanan panas, dan kontak

langsung dengan udara terbuka harus dibatasi untuk mengurangi gejala faringitis.

4. Terapi

Terapi tonsilitis kronis dapat diatasi dengan menjaga higiene mulut yang baik,

obatkumur, obat hisap dan tonsilektomi jika terapi konservatif tidak memberikan

hasil. Pengobatan tonsilitis kronis dengan menggunakan antibiotik oral perlu

diberikan selama sekurangnya 10hari. Antibiotik yang dapat diberikan adalah

golongan penisilin atau sulfonamida, namun bilaterdapat alergi penisilin dapat

diberikan eritromisis atau klindamisin.

Pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan terapi local dengan melakukan

kaustik faring dengan zat kimia larutan nitrat argenti atau dengan listrik (electro

cauter). Pengobatan simtomatis diberikan obat kumur atau tablet hisap. Jika di

perlukan dapat diberikan obat batuk antitusif atau ekspetoran. Sedangkan pada

faringitis atrofi pengobatan ditujukan pada rhinitis atrofinya dan untuk faringitis

kronik atrofinya dengan obat kumur dan menjaga kebersihan mulut.

25

Page 27: Preskes Tifoid Dr Rustam

DAFTAR PUSTAKA

Bhutta Z.A. 2006. Current concepts in the diagnosis and treatment of typhoid fever.. BMJ.

pp:78-82

Bruch J.L., Garvey T., Corales R., Scmitt S.K. 2010. Typhoid fever.

http://emedicine.medscape.com/article (27 Juli 2011)

Djoko W. 2006. Demam Tifoid. Dalam: Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Alwi I., Simadibrata

M., dan Setiati S., (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI, hal: 1752-1757.

Kalra S.P., Naithani N., Mehta S.R., Swamy A.J. 2003. Current trends in management of

typhoid fever. MJAFI. 59:130-135.

Khan A. M., Yousaf M. N., Mahmood T. 2004. Current Trends in The Management of

Typhoid Fever. Gomal Journal of Medical Sciences. 2: 59-62.

Keusch G.T. 2008. Salmonellosis. Dalam: Fauci A.S., Kasper D.L., Braunwald E., Hauser

S.L., Longo D.L., Jameson J.L., dan Loscalzo J. (eds). Harrisson’s Principles of

Internal Medicine, 17th Edition. New York: McGraw-Hill.

Khan K.H., Ganjewala D., Rao K.V. 2008. Recent Advencement in Typhoid Research-a

review. Advance Biotech. pp: 35-39.

Mirzani H. 2005. Demam Tifoid. Dalam: Buku Saku Internoid. Leksana dan Mirzanie H.

(eds). Yogyakarta: Tosca.

Otegbayo, J.A. 2005. Typhoid fever: The chalenges of medical management. Annals of

Ibadan postgraduate medicine.3:60-62.

Rafatellu M., Wilson R.P., Winter S.E., Baumler A.J. 2008. Clinical Pathogenesis of Typhoid

Fever. J infect developing country. 2(4): 260-266.

Rasmilah .2001. Typus. USU Digital Library. (27 Juli 2011)

26