Preskes Obsgyn_KPD Sofina

52
Presentasi Kasus Ketuban Pecah Dini 8 jam Pada Multigravida Hamil Postdate Belum Dalam Persalinan dengan Riwayat Seksio Sesarea 6 Tahun yang Lalu Oleh : Riska Kusuma G 0007037 Marscha Iraditya G 0007101 Avionita Rhma D. P. G 9911112027 Sofina Kusnadi G 9911112132 Dian Kartika G 9911112051 An Afida Ashla G 0003044

Transcript of Preskes Obsgyn_KPD Sofina

Page 1: Preskes Obsgyn_KPD Sofina

Presentasi Kasus

Ketuban Pecah Dini 8 jam Pada Multigravida Hamil

Postdate Belum Dalam Persalinan dengan Riwayat Seksio

Sesarea 6 Tahun yang Lalu

Oleh :

Riska Kusuma G 0007037

Marscha Iraditya G 0007101

Avionita Rhma D. P. G 9911112027

Sofina Kusnadi G 9911112132

Dian Kartika G 9911112051

An Afida Ashla G 0003044

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR MOEWARDI

SURAKARTA

2012

Page 2: Preskes Obsgyn_KPD Sofina

KETUBAN PECAH DINI 8 JAM PADA MULTIGRAVIDA HAMIL

POSTDATE BELUM DALAM PERSALINAN DENGAN RIWAYAT

SEKSIO SESAREA 6 TAHUN YANG LALU

Abstrak

Ketuban Pecah Dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Pada persalinan yang normal, ketuban pecah pada fase aktif. Pada KPD kantung ketuban pecah sebelum fase aktif. Insidensi KPD berkisar antara 8 - 10 % dari semua kehamilan dan lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan daripada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan terjadi sekitar 34 % semua kelahiran prematur.

Dasar diagnosis KPD dapat diketahui melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan ginekologis serta pemeriksaan penunjang. KPD dapat menyebabkan beberapa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin, diantaranya: prematuritas, infeksi, sindrom deformitas janin, hipoksia, asfiksia, prolaps tali pusat, dan malpresentasi.

Dalam hal ini, akan dibahas kasus tentang KPD 8 jam pada seorang G3P1A1, 33 tahun, umur kehamilan 41 minggu, riwayat fertilitas baik, riwayat obstetri jelek, riwayat seksio sesarea 6 tahun yang lalu, dengan keluhan air kawah keluar sejak ± 8 jam yang lalu, kenceng-kenceng teratur belum dirasakan. Pada pemeriksaan fisik teraba janin tunggal, intrauterina, memanjang, punggung di kanan, presentasi kepala, kepala masuk panggul > 1/3 bagian, kepala turun di Hodge I-II, TFU 34 cm, Taksiran Berat Janin : 3560 gram, DJJ (+) reguler, HIS (-) 1-2X/10 menit/10”-20”, Ø= (-) cm, penunjuk belum dapat dinilai, kulit ketuban (-), air ketuban (+) jernih dan tidak berbau, sarung tangan lendir darah (-). Tekanan darah 120/80 mmHg dan suhu 36,5ºC. Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan Hemoglobin 9,7 g/dl. Penatalaksanaan pada kasus ini dilakukan terapi bedah re-seksio sesarea. Kata kunci : ketuban pecah dini,seksio sesarea, manajemen

Page 3: Preskes Obsgyn_KPD Sofina

BAB I

PENDAHULUAN

Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion

dan korion yang sangat erat ikatannya. Lapisan ini terdiri atas beberapa sel

seperti sel epitel, sel mesenkim, dan sel trofoblas yang terikat erat dalam

matriks kolagen. Selaput ketuban berfungsi menghasilkan air ketuban dan

melindungi janin terhadap infeksi.

Dalam keaadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses

persalinan. Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah keadaan pecahnya selaput

ketuban sebelum persalinan. Bila KPD terjadi sebelum usia 37 minggu

disebut KPD pada kehamilan prematur. Dalam keadaan normal 8-10%

perempuan hamil aterm akan mengalami KPD. KPD sering kali

menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas dan

mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup

tinggi (Smith, 2001; Bruce, 2002).

Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan perubahan proses

biokimia yang terjadi dalam kolagen matrik ekstraseluler amnion, korion,

dan apoptosis membran janin. Membran janin dan desidua bereaksi terhadap

stimuli seperti infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan memproduksi

mediator seperti prostaglandin, sitokinin, dan protein hormon yang

merangsang aktivitas “matrix degrading enzym” (Prawirohardjo, 2008).

Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera

dilakukan tindakan aktif terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau

harus menunggu sampai terjadinya proses persalinan, sehingga masa tunggu

akan memanjang, berikutnya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya

infeksi. Tindakan konservatif ini sebaiknya dilakukan pada KPD kehamilan

kurang bulan dengan harapan tercapainya pematangan paru dan berat badan

janin yang cukup (Bruce, 2002; Yancey, 1999; Bari, 2002).

Page 4: Preskes Obsgyn_KPD Sofina

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Ketuban Pecah Dini

A. Definisi

Ada bermacam-macam batasan, teori dan definisi mengenai

KPD. Beberapa penulis mendefinisikan KPD yaitu apabila ketuban

pecah spontan dan tidak diikuti tanda-tanda persalinan (Smith,

2001), ada teori yang menghitung beberapa jam sebelum inpartu,

misalnya 1 jam (Prawirohardjo, 2008; Vorapong, 2003; Manuaba,

2001) atau 6 jam sebelum inpartu. Ada juga yang menyatakan dalam

ukuran pembukaan servik pada kala I, misalnya ketuban pecah

sebelum pembukaan servik pada primigravida 3 cm dan pada

multigravida kurang dari 5 cm (Mochtar, 1998).

KPD dapat diartikan sebagai pecahnya ketuban pada saat

fase laten sebelum adanya his. Pada persalinan yang normal, ketuban

pecah pada fase aktif. Pada KPD kantung ketuban pecah sebelum

fase aktif (Hariadi, 2004).

B. Insidensi

Beberapa peneliti melaporkan hasil penelitian mereka dan

didapatkan hasil yang bervariasi. Insidensi KPD berkisar antara 8 -

10 % dari semua kehamilan (Cunningham dkk, 1997). Hal yang

menguntungkan dari angka kejadian KPD yang dilaporkan, bahwa

lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan dari pada

yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 % (Yancey, 1999), sedangkan

pada kehamilan tidak cukup bulan atau KPD pada kehamilan

preterm terjadi sekitar 34 % semua kelahiran prematur (Smith,

2001).

Page 5: Preskes Obsgyn_KPD Sofina

C. Etiologi dan Patogenesis

Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan

oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban

pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang

menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh

selaput ketuban rapuh.

Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi

ekstraseluler matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan

katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan

menyebabkan selaput ketuban pecah. Degradasi kolagen dimediasi

oleh matriks metaloproteinase (MMP) yang dihambat oleh inhibitor

jaringan spesifik dan inhibitor protease.

Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan

TIMP-1 mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks

ekstraseluler dan membran janin. Aktivitas degradasi proteolitik ini

meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit periodontitis di

mana terdapat peningkatan MMP , cenderung terjadi ketuban pecah

dini.

Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada

trimester ketiga, selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya

kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran

uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pada trimester terakhir

terjadi perubahan biokoimia pada selaput ketuban (Prawirohardjo,

2008).

Faktor predisposisi untuk terjadinya KPD antara lain

(Manuaba, 2007) :

1. Faktor umum

a. Infeksi STD

Page 6: Preskes Obsgyn_KPD Sofina

b. Faktor sosial : perokok, peminum, keadaan sosial ekonomi

rendah.

2. Faktor keturunan

a. Kelainan genetik

b. Faktor rendahnya vitamin C dan ion Cu dalam serum

3. Faktor obstetrik

a. Overdistensi uterus (kehamilan kembar dan hidramnion)

b. Servik inkompeten

c. Servik konisasi / menjadi pendek

d. Terdapat disproporsi sefalopelvik

- Kepala janin belum masuk PAP

- Kelainan letak janin, sehingga ketuban bagian terendah

langsung menerima tekanan intrauteri yang dominan

- Pendular abdomen

- Grandemultipara

4. Tidak diketahui sebabnya (idiopatik).

D. Diagnosis

Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting.

Diagnosa yang positif palsu akan mengakibatkan intervensi seperti

upaya melahirkan bayi terlalu awal atau melakukan seksio yang

sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya, diagnosa yang negatif

palsu akan mengakibatkan ibu dan janin memiliki risiko infeksi yang

akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena

itu diperlukan diagnosa yang cepat dan tepat. Diagnosa KPD

ditegakkan dengan cara sebagai berikut.

1. Anamnesa

Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan

cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir atau ngepyok

(Prawirohardjo, 2002). Cairan berbau khas, dan perlu juga

Page 7: Preskes Obsgyn_KPD Sofina

diperhatikan warna, keluarnya cairan tersebut tersebut his belum

teratur atau belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir darah.

2. Inspeksi

Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya

cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air

ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas

(Anonim, 2001).

3. Pemeriksaan dengan spekulum.

Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak

keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum

juga tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta

batuk, mengejan atau mengadakan manuvover valsava, atau

bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari

ostium uteri dan terkumpul pada fornik anterior (Prawirohardjo,

2002).

4. Pemeriksaan dalam

Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban

sudah tidak ada lagi. Pemeriksaan dalam vagina dengan tocher

perlu dipertimbangkan Pada kehamilan yang kurang bulan yang

belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam

karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan

mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang

normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi

patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan kalau KPD

yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi

persalinan dan dibatasi sedikit mungkin.

5. Pemeriksaan Penunjang

5.1. Pemeriksaan laboraturium

Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa

warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang keluar

Page 8: Preskes Obsgyn_KPD Sofina

dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau

sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan

kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning.

5.1.a. Tes Lakmus (tes Nitrazin),

Jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru

menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air

ketuban 7 – 7,5, darah dan infeksi vagina dapat

menghasilkan tes yang positif palsu (Smith, 2001).

5.1.b. Mikroskopik (tes pakis)

Dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek

dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik

menunjukkan gambaran daun pakis (Smith, 2001).

5.2. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah

cairan ketuban dalam cavum uteri. Pada kasus KPD terlihat

jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi

kesalahan pada penderita oligohidromnion (Manuaba,

2001).

Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak

macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah

bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan

sedehana.

E. Komplikasi

1. Komplikasi pada ibu

Infeksi korioamniotik sering terjadi pada pasien dengan

KPD. Diagnosis korioamnionitis dapat dilihat dari gejala

klinisnya antara lain demam (>37,80C), dan sedikitnya dua gejala

berikut yaitu takikardi baik pada ibu maupun pada janin, uterus

yang melembek, air ketuban yang berbau busuk, maupun

leukositosis (Hariadi, 2004; Prawirohardjo, 2008).

Page 9: Preskes Obsgyn_KPD Sofina

2. Komplikasi pada janin

i. Prematuritas

Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh

persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada

kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban

pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan

terjadi dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26

minggu, persalinan terjadi dalam 1 minggu (Prawirohardjo,

2008).

ii. Infeksi

Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala

infeksi, tetapi janin mungkin sudah terkena infeksi, karena

infeksi intrauterin lebih dahulu terjadi (amnionitis, vaskulitis)

sebelum gejala pada ibu dirasakan jadi akan meninggikan

mortalitas dan morbiditas prenatal (Mochtar, 1998).

iii. Sindrom deformitas janin

KPD yang terjadi terlalu dini menyebabkan

pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi

muka dan anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonar

(Prawirohardjo, 2008).

iv. Hipoksia dan asfiksia

Pecahnya ketuban menyebabkan terjadi

oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi

asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya

gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air

ketuban, janin semakin gawat (Prawirohardjo, 2008).

v. Prolaps tali pusat

Kejadian ini sering terjadi pada bayi-bayi prematur

(Oxorn, 2003)

Page 10: Preskes Obsgyn_KPD Sofina

vi. Malpresentasi

Keadaan ini sering dijumpai, khususnya presentasi

bokong (Oxorn, 2003).

F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan.

Kalau umur kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan

pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur

kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD

dengan janin kurang bulan adalah Respiratory Distress Syndrom

(RDS) dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan

kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang

optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau

lebih biasanya paru-paru sudah matang. Korioamnionitis yang

diikuti dengan sepsis pada janin merupakan sebab utama tingginya

morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan,

infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput

ketuban atau lamanya perode laten (Bruce, 2002).

Kebanyakan penulis sepakat mengambil 2 faktor yang harus

dipertimbangkan dalam mengambil sikap atau tindakan terhadap

penderita KPD yaitu umur kehamilan dan ada tidaknya tanda-tanda

infeksi pada ibu.

1. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu)

Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan

durasi KPD keduanya mempunyai hubungan yang bermakna

dengan peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain dari

KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari

persalinan disebut periode latent = L.P = “lag” period. Makin

muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya (Mochtar,

1998).

Page 11: Preskes Obsgyn_KPD Sofina

Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan

menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar 70-80 %

kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam

setelah kulit ketuban pecah, bila dalam 24 jam setelah kulit

ketuban pecah belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan

induksi persalinan (Smith, 2001) dan bila gagal dilakukan bedah

caesar.

Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi

pada ibu. Walaupun antibiotik tidak berfaedah terhadap janin

dalam uterus namun pencegahan terhadap chorioamninitis lebih

penting dari pada pengobatanya sehingga pemberian antibiotik

profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian antibiotik

hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakkan

dengan pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam

kemungkinan infeksi telah terjadi, proses persalinan umumnya

berlangsung lebih dari 6 jam (Bruce, 2002).

Beberapa penulis menyarankan bersikap aktif (induksi

persalinan) segera diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan

alasan penderita akan menjadi inpartu dengan sendirinya. Dengan

mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek

sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus

tindakan dapat dikurangi (Komite medik, 1999).

Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang

sangat ketat terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses

persalinan berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan yang

kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi

dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi

semakin kepanjangan (his kurang kuat). Induksi dilakukan dengan

memperhatikan bishop score jika > 5 induksi dapat dilakukan,

Page 12: Preskes Obsgyn_KPD Sofina

sebaliknya < 5, dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil

akhiri persalinan dengan seksio sesaria (Prawirohardjo, 2002).

2. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu)

Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang

kurang bulan tidak dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya

bersifat konservatif disertai pemberian antibiotik yang adekuat

sebagai profilaksis (Mochtar, 1998).

Penderita perlu dirawat di rumah sakit, ditidurkan dalam

posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam

untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa

mencapai 37 minggu, obat-obatan uterorelaksan atau agen

tokolitik diberikan juga dengan tujuan untuk menunda proses

persalinan. (Smith, 2001)

Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian

kortikosteroid pada penderita KPD kehamilan kurang bulan

adalah agar tercapainya pematangan paru, jika selama menunggu

atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-

tanda infeksi, maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa

memandang umur kehamilan.

Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai

berlangsung dengan jalan merangsang timbulnya his ternyata

dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi yang kadang-kadang

tidak ringan. Komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi gawat

janin sampai mati, tetani uteri, ruptur uteri, emboli air ketuban,

dan juga mungkin terjadi intoksikasi.

Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan

dengan tindakan bedan sesar. Seperti halnya pada pengelolaan

KPD yang cukup bulan, tindakan bedah sesar hendaknya

dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi intrauterin tetapi

Page 13: Preskes Obsgyn_KPD Sofina

seyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain, misalnya kelainan

letak, gawat janin, partus tak maju, dll.

Selain komplikasi-kompilkasi yang dapat terjadi akibat

tindakan aktif. Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat

menyebabakan komplikasi yang berbahaya, maka perlu dilakukan

pengawasan yang ketat. Sehingga dikatakan pengolahan

konservatif adalah menunggu dengan penuh kewaspadaan

terhadap kemungkinan infeksi intrauterin.

Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leukosit darah tepi

setiap hari, pemeriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur

setiap 4 jam, pengawasan denyut jantung janin, pemberian

antibiotik mulai saat diagnosis ditegakkan dan selanjutnya setiap 6

jam. Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah

dilaporkan secara pasti dapat menurunkan kejadian RDS. The

National Institutes of Health (NIH) telah merekomendasikan

penggunaan kortikosteroid pada preterm KPD pada kehamilan 30-

32 minggu yang tidak ada infeksi intramnion. Sedian terdiri atas

betametason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau

dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam (Vorapong,

2003).

G. Prognosis

Ditentukan oleh cara penatalaksanaan dan komplikasi-

komplikasi yang mungkin timbul serta umur dari kehamilan

(Mochtar, 1998). Semakin lama kehamilan berlangsung dengan

ketuban yang pecah, semakin tinggi insidensi infeksi. Infeksi

intrauterin meningkatkan mortalitas janin. Bayi yang beratnya <

2500 gram mempunyai prognosis yang lebih jelek dibanding bayi

yang lebih besar. Presentasi bokong menunjukkan prognosis yang

jelek, khususnya kalau bayinya prematur (Oxorn, 2003).

Page 14: Preskes Obsgyn_KPD Sofina

2. Hamil Post Date

A. Definisi

Kehamilan post date adalah kehamilan yang telah melewati hari

perkiraan kelahiran, yaitu 280 hari, dihitung dari hari pertama

menstruasi terakhir.

B. Kriteria Diagnosis

1) Usia kehamilan telah melewati 280 hari.

2) Palpasi bagian-bagian janin lebih jelas karena berkurangnya air

ketuban.

3) Kemungkinan dijumpai abnormalitas denyut jantung janin.

4) Pengapuran atau kalsifikasi placenta pada pemeriksaan USG.

(Chrisdiono, 2004)

3. Bedah Caesar

A. Definisi

Bedah Caesar adalah pembedahan untuk melahirkan janin melalui

dinding perut dan dinding uterus.

B. Jenis

1) Bedah Caesar klasik/ corporal

2) Bedah Caesar transperitoneal profunda

3) Bedah Caesar ekstraperitoneal

4) Histerektomi Caesarean

C. Indikasi

1) Indikasi Ibu

- Panggul sempit

- Tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi

- Stenosis serviks uteri dan vagina

- Plasenta previa

- Disproporsi janin-panggul

- Ruptura uteri membakat

- Partus tak maju

Page 15: Preskes Obsgyn_KPD Sofina

- Incoordinate uterine action

2) Indikasi Janin

- Kelainan letak

Letak lintang

Letak sungsang (kepala besar, kepala defleksi)

Letak dahi dan letak muka dengan dagu di belakang

Presentasi ganda

Kelainan letak pada gemelli anak pertama

- Gawat janin

D. Kontra Indikasi

1) Infeksi intrauterine

2) Janin mati

3) Syok/ anemia berat yang belum teratasi

4) Kelainan kongenital berat

E. Teknik pelaksanaan

1) Bedah Caesar klasik/ corporal

- Buat insisi membujur secara tajam dengan pisau pada garis

tengah korpus uteri di atas segmen bawah rahim. Perlebar

insisi dengan gunting sampai sepanjang kurang lebih 12 sm.

Saat menggunting, lindungi janin dengan dua jari operator

- Setelah kavum uteri terbuka, kulit ketuban dipecah. Janin

dilahirkan dengan meluncurkan kepala janin keluar melalui

irisan tersebut.

- Setelah janin lahir seluruhnya, tali pusat diklem (2 tempat)

dan dipotong di antara kedua klem tersebut.

- Plasenta dilahirkan secara manual kemudian seger

disuntikkan uterotonika ke dalam miometrium dan

intravena.

- Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara:

Page 16: Preskes Obsgyn_KPD Sofina

Lapisan I: Miometrium tepat di atas endometrium dijahit

secara silang dengan menggunakan benang chromic gut

no. 01 atau 02

Lapisan II: Lapisan miometrium di atasnya dijahit secara

kasur horizontal (Lambert) dengan benang yang sama

Lapisan III: dilakukan reperitonealisasi dengan cara

peritoneum dijahit secara jelulur menggunakan benang

plain catgut no. 1 atau 2.

Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut

dari sisa-sisa darah dan air ketuban

Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

2) Bedah Caesar transperitoneal profunda

- Plika vesiko-uterina di atas segmen bawah rahim

dilepaskan secara melintang, kemudian secara tumpul

disisihkan kea rah bawah dan samping.

- Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah

rahim kurang lebih 1 cm di bawah irisan plika vesiko-

uterina. Irisan kemudian diperlebar dengan gunting sampai

kurang lebih sepanjang 12 cm. saat menggunting, lindungi

bayi dengan dua jari operator.

- Setelah kavum uteri terbuka, kulit ketuban dipecah dan

janin dilahirkan dengan cara meluncurkan kepala janin

melalui irisan tersebut.

- Badan janin dilahirkan dengan mengaitkan kedua

ketiaknya,

- Setelah janin dilahirkan seluruhnya, tali pusat diklem (2

tempat) dan dipotong di antara kedua klem tersebut.

- Plasenta dilahirkan secara manual kemudia segera

disuntikkzan uteronika ke dalam miometrium dan

intravena

Page 17: Preskes Obsgyn_KPD Sofina

- Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara:

Lapisan I: Miometrium tepat di atas endometrium

dijahit secara silang dengan menggunakan benang

chromic gut no. 01 atau 02

Lapisan II: Lapisan miometrium di atasnya dijahit

secara kasur horizontal (Lambert) dengan benang

yang sama

Lapisan III: dilakukan reperitonealisasi dengan cara

peritoneum dijahit secara jelulur menggunakan

benang plain catgut no. 0 atau 1.

- Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut

dari sisa-sisa darah dan air ketuban

- Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

3) Bedah Caesar ekstraperitoneal

- Dinding perut diiris hanya sampai pada peritoneum.

Peritoneum kemudian digeser ke cranial agar terbebas

dari dinding cranial vesika urinaria

- Segmen bawah rahim diiris melintang seperti pada

bedah Caesar transperitoneal profunda demikian juga

cara menutupnya.

4) Histerektomi Caesarean

- Irisan uterus dilakukan seperti pada bedah Caesar klasik/

corporal demikian juga dengan cara melahirkan

janinnya.

- Perdarahan yang terdapat pada irisan uterus dihentikan

dengan menggunakan klem secukupnya

- Kedua adneksa dan ligamentum rotunda dilepaskan dari

uterus

Page 18: Preskes Obsgyn_KPD Sofina

- Kedua cabang arteria uterine yang ,menuju ke korpus

uteri di klem (2) pada tepi segmen bawah rahim. Satu

klem juga ditempatkan di atas dua klem tersebut

- Uterus kemudian diangkat di atas kedua klem yang

pertama. Perdarahan pada tunggul serviks uteri diatasi.

- Jahit cabang arteria uterine yang diklem dengan

menggunakan benang sutera no. 2

- Tunggul serviks uteri ditutup dengan jahitan

(menggunakan chromic catgut no. 1 atau 2) dengan

sebelumnya diberi cairan antiseptic.

- Kedua adneksa dan ligamentum rotundum dijahitkan

pada tunggul serviks uteri.

- Dilakukan reperitonealisasi serta eksplorasi daerah

panggul dan viscera abdominis

- Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

Page 19: Preskes Obsgyn_KPD Sofina

BAB III

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS

Nama : Ny. S.L.

Umur : 33 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Pendidikan : SMP

Agama : Islam

Alamat : Sragen

Status Perkawinan : Kawin 1 kali dengan suami 10 tahun

HPMT : 10 September 2011

HPL : 17 Juni 2012

UK : 41 minggu

No.CM : 01135XXX

Tanggal masuk : 25 Juni 2012

Berat badan : 60 Kg

Tinggi Badan : 150 cm

II. ANAMNESIS

A. Keluhan Utama :

Keluar air ketuban dari jalan lahir

B. Riwayat Penyakit Sekarang:

Datang seorang G3P1A1, 33 tahun, usia kehamilan 41 minggu,

datang dengan rujukan Puskesmas dengan keterangan G3P1A1, usia

kehamilan 41 minggu, riwayat SC 6 tahun yang lalu. Pasien merasa

hamil 9 bulan. Gerakan janin masih dirasakan. Kencang-kencang

teratur belum dirasakan. Air ketuban sudah dirasakan keluar. Tidak

didapatkan lendir dan darah.

Page 20: Preskes Obsgyn_KPD Sofina

C. Riwayat Penyakit Dahulu

R. Hipertensi : Disangkal

R. DM : Disangkal

R. Penyakit Jantung : Disangkal

R. Alergi Obat : Disangkal

R. Operasi : Disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga

R. Hipertensi : Disangkal

R. DM : Disangkal

R. Asma : Disangkal

R. Alergi Obat : Disangkal

E. Riwayat Haid

Menarche : 12 tahun

Lama Haid : 5-7 hari

Siklus Haid : 28 hari

Nyeri haid : Dirasakan

G. Riwayat Fertilitas

Baik

H. Riwayat Obstetri

Jelek

1. Anak-1, laki-laki, 6 tahun, BBL 4400 gram, lahir SC atas

indikasi janin besar

2. Abortus pada usia kehamilan 1,5 bulan

3. Sekarang

I. Riwayat ANC

Teratur, pertama kali periksa ke bidan pada usia kehamilan 1

bulan. Pasien periksa ke bidan 1 bulan sekali sampai usia kehamilan

3 bulan. Dilanjutkan 2 kali sebulan pada usia kehamilan 4 sampai

6 bulan. Setelah itu, pasien periksa 1 minggu sekali.

Page 21: Preskes Obsgyn_KPD Sofina

I. Riwayat Perkawinan

Menikah 1 kali dengan suami sekarang, selama 10 tahun.

K. Riwayat KB

Pasien tidak menggunakan KB

III. PEMERIKSAAN FISIKA. Status Interna Keadaan Umum : Compos mentis, baik.

Tanda Vital : Tensi : 120/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit

RR : 20 x/menit

Suhu : 36,50C

Kepala : Mesocephal

Mata : Conjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),

oedem palpebra (-/-)

THT :Tonsil tidak membesar, faring tidak

hiperemis.

Leher : KGB tidak membesar, glandula thyroid tidak

membesar, JVP tidak meningkat.

Thorak

Cor : I = Ictus cordis tidak tampak

P = Ictus cordis tidak kuat angkat.

P = Batas jantung kesan tidak melebar.

A = BJ I-II interval normal, regular, bising (-)

Pulmo : I = Pengembangan dada kanan = kiri

P = Fremitus raba kanan = kiri

P = Sonor/ sonor

A = SDV (+/+), suara tambahan (-/-).

Abdomen : I = Dinding perut lebih tinggi dari dinding

dada

Page 22: Preskes Obsgyn_KPD Sofina

P = Supel, nyeri tekan (-), hepar lien sulit

dievaluasi, teraba uterus gravid dengan

bagian-bagian janin. (lihat

pemeriksaan Leopold)

P = Timpani pada daerah hipogastrika,

redup pada daerah uterus.

A = Peristaltik (+) normal.

Ekstremitas : Oedem (-/-), akral dingin (-/-)

Genital : Perdarahan (-).

B. Status Obstetri

Inspeksi

Kepala : Mesocephal

Mata : Conjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), oedem

palpebra (-/-)

Thorak : Glandula mamae kesan membesar, areola mamae

hiperpigmentasi (+)

Abdomen : Striae gravidarum (+), linea nigra (+), dinding perut

lebih tinggi dari dada.

Genetalia Eksterna : Vulva uretra tenang, darah (-), lendir (-)

Palpasi

Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal intra

uterin, memanjang, presentasi kepala, punggung

kanan, kepala masuk panggul >1/3 bagian, HIS (-),

tinggi fundus uteri 34 cm ≈TBJ 3565 gram.

Pemeriksaan Leopold

I : Teraba 1 bagian lunak di fundus, kesan bokong.

II : Teraba 1 bagian besar memanjang di sebelah kanan, rata,

keras kesan punggung dan di sebelah kiri teraba bagian

kecil kesan ekstremitas.

Page 23: Preskes Obsgyn_KPD Sofina

III : Teraba 1 bagian besar, keras, kesan kepala

IV : Bagian terendah janin masuk panggul >1/3 bagian.

Kesimpulan : teraba janin tunggal, intra uterin, memanjang,

punggung di kiri, presentasi kepala, kepala masuk panggul >1/3

bagian.

Auskultasi : . DJJ (+) 12-11-12/reguler

Pemeriksaan Dalam

VT : Vulva uretra tenang, dinding vagina dalam

batas normal, portio lunak mecucu di

belakang, diameter 0 cm, effacement 0%,

kepala turun bidang Hodge I-II, air ketuban

jernih, tidak bau, kulit ketuban (-) dan

penunjuk belum dapat dinilai, STLD (-).

Inspekulo : tidak dilakukan

IV PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. USG Abdomen (tanggal 25 Juni 2012)

Hasil : tampak janin tunggal, intra uterin, memanjang, punggung

kanan, presentasi kepala, DJJ (+) dengan Fetal Biometri:

BPD = 95

AC = 352

FL = 67

EFBW = 3385 gram

Plasenta berinsersi di corpus grade III.

Air ketuban kesan cukup.

Tidak tampak ada kelainan kongenital mayor.

Kesimpulan : Saat ini janin dalam keadaan baik

Page 24: Preskes Obsgyn_KPD Sofina

B. Laboratorium Darah (tanggal 25 Juni 2012)

Hb : 9,7 g/dl Ureum : 12 mg/dl

Hct : 30 % Creatinin : 0,6 mg/dl

Eritrosit : 4,34. 106 /µL Na+ : 139 mmol/L

Leukosit : 6,9 ribu /µL K+ : 4,3 mmol/L

Gol Darah : O Cl- : 108 mmol/L

GDS : 88 mg/dl Albumin : 3,6 g/dl

Trombosit : 318.000 / µL

HbsAg : non reaktif

V. KESIMPULAN

Seorang G3P1A1, 31 tahun, umur kehamilan 41 minggu, dengan riwayat

SC 6 ahun yang lalu. Riwayat fertilitas baik, riwayat obstetrik jelek,

janin tunggal intra uterin, memanjang, punggung di kanan, presentasi

kepala, kepala masuk panggul lebih dari 1/3 bagian. HIS (-), DJJ (+) 12-

11-12/ regular, TFU≈TBJ 3565 gram, portio lunak mecucu di belakang,

ɵ= (-) cm, effacement 0%, kepala turun di bidang Hodge I-II, AK (+)

jernih tidak berbau, KK (-), penunjuk belum dapat dinilai, STLD (-).

VI. DIAGNOSIS

Ketuban pecah dini 8 jam pada multigravida hamil postdate belum

dalam persalinan dengan riwayat SC 6 tahun yang lalu.

VII. PROGNOSIS

Baik

VIII. PENATALAKSANAAN

- Usul re-SCTP emergency + pemasangan IUD

- Informed consent setuju

- Konsul anestesi

- Cek darah lengkap

- NST Reaktif

Page 25: Preskes Obsgyn_KPD Sofina

- Persiapan darah WB 2 kolf

Laporan Persalinan (25 Juni 2012)

1. Prosedur op rutin

2. Dilakukan toilet medan op dalam keadaan narkose

3. Dilakukan insisi pada linea mediana mulai 2 jari di atas SOP ke atas

10 cm ke arah pusar

4. Insisi diperdalam lapis demi lapis

5. Setelah peritoneum parietale dibuka, tampak uterus gravid

6. Plika vesico-uterina dibuka dan dibersihkan, dilakukan insisi bentuk

semilunar pada segmen bawah rahim secara tajam, lalu bagian

tengah diperdalam dan diperlebar secara tumpul kulit ketuban

dipecah, air ketuban (+), kesan cukup, jernih, tidak berbau.

7. Tangan kiri operator melukir kepala janin, asisten mendorong fundus

uteri

8. Bayi dilahirkan perabdominal

9. Bayi dilahirkan perabdominal lengkap, jenis kelamin laki-laki, BB

3800 gram, LK 34 cm, LD 35 cm, PB 52 cm, anus (+), kelainan

kongenital mayor (-), Apgar Score 8-9-10

10. Plasenta dilahirkan lengkap bentuk cakram ukuran 20 x 20 x 2

insersi di fundus

11. Bloody angle diklem (perdarahan diawasi) + insersi IUD

12. Segmen bawah rahim dijahit lapis demi lapis, kontrol perdarahan,

dilakukan reperitonealisasi visceral.

13. Dilakukan reperitonealisasi parietale, lalu dilakukan penjahitan

dinding abdomen lapis demi lapis

14. Operasi selesai

15. Perdarahan selama op ± 300 cc

16. KU ibu sebelum, selama, dan setelah op baik

Page 26: Preskes Obsgyn_KPD Sofina

Evaluasi 2 jam post operasi (26 Juni 2012)

Telah dilakukan SCTP emergency dan dilahirkan bayi laki-laki, BB 3200

gram, LK 34 cm, LD 35 cm, PB 52 cm, anus (+), kelainan kongenital mayor

(-), Apgar Score 8-9-10

Kel : (-)

KU : Baik, CM, gizi kesan cukup

VS : T: 120/70

N: 82

RR: 22

S: 37,0oC

Mata : Conjunctiva pucat (-/-), Sklera Ikterik (-/-)

Thorax : Cor/pulmo dalam batas normal

Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), luka operasi tertutup verban,

bising usus (-)

Genital : Perdarahan (-), Lochia (+)

Diagnosa : post re-SCTP emergency + insersi IUD atas indikasi

ketuban pecah dini 8 jam pada multipara hamil postdate

dengan riwayat SC 6 tahun yang lalu

Terapi :

Awasi KU/VS/BC

Awasi tanda-tanda perdarahan

Puasa s/d Bising usus (+) N

DR3 post operasi jika Hb ≤ 10 gr/dl transfusi

Medikamentosa:

Inf RL 12 tpm

Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam

Inf. Metronidazole 500mg/8 jam

Inj. As. Traneksamat 500 mg/8 jam

Inj. Ketorolac 1amp/8jam

Inj. Alinamin F 1 amp/8 jam

Page 27: Preskes Obsgyn_KPD Sofina

Inj. Vit C amp/12 jam

Inj. Vit B plex 2cc/24 jam

Laboratorium Darah (tanggal 26 Juni 2012)

Hb : 8,2 g/dl

Hct : 25 %

Eritrosit : 3,48. 106 /µL

Leukosit : 10,6 ribu /µL

Trombosit : 334.000 / µL

FOLLOW UP (27 Juni 2012)

Keluhan : (-)

KU : CM, baik, gizi kesan cukup

Tanda vital : T = 100/70 mmHg Rr = 18x/menit

N = 100x/menit S = 36,6 0C

Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Thorax : Cor : dalam batas normal

Pulmo : dalam batas normal

Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), TFU 2 jari di bawah pusat, kontraksi

uterus (+) baik, luka operasi tertutup verban, peristaltik (+)

Genital : lochia (+), perdarahan (-)

Diagnosis : post re-SCTP emergency + insersi IUD atas indikasi

ketuban pecah dini 8 jam pada multipara hamil postdate

dengan riwayat SC 6 tahun yang lalu

Terapi :

Inf RL 12 tpm

Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam

Inf. Metronidazole 500mg/8 jam

Inj. As. Traneksamat 500 mg/8 jam

Inj. Ketorolac 1amp/8jam

Page 28: Preskes Obsgyn_KPD Sofina

Inj. Alinamin F 1 amp/8 jam

Inj. Vit C amp/12 jam

Inj. Vit B plex 2cc/24 jam

BAB IV

ANALISIS KASUS

Page 29: Preskes Obsgyn_KPD Sofina

Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses

persalinan. Pada kasus ini ditegakkan diagnosis ketuban pecah dini

(KPD) 8 jam pada multigravida hamil postdate belum dalam persalinan

dengan riwayat Sectio Caessaria (SC) 6 tahun yang lalu. Diagnosis KPD

ditegakkan berdasarkan anamnesis dari ibu yang mengaku merasakan

keluarnya air ketuban dari vagina 8 jam sebelum masuk RSDM dimana

saat ketuban pecah belum ada tanda-tanda dalam persalinan (in partu).

Pada pemeriksaan VT didapatkan kulit ketuban (-) dan air ketuban (+).

Kondisi belum dalam persalinan pada pasien ini ditegakkan dari tidak

didapatkannya kontraksi uterus (his) yang teratur, bloody show (lendir

dan darah dari vagina), serta penipisan dan pembukaan serviks yang

merupakan tiga kriteria kondisi dalam persalinan (in partu).

Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh

kontraksi uterus, peregangan berulang, pembesaran uterus, dan gerakan

janin. Untuk menjaga selaput ketuban tetap utuh hingga akhir

persalinan, terdapat suatu mekanisme keseimbangan antara sintesis dan

degradasi matriks ekstraseluler penyusun selaput ketuban. Namun, pada

akhir kehamilan keseimbangan antara protein pendegradasi kolagen

selaput ketuban atau disebut matriks metalloproteinase (MMP) dan

protein inhibitor jaringan serta protein inhibitor protease berkurang. Hal

ini menyebabkan rapuhnya selaput ketuban di akhir masa kehamilan.

Terdapat beberapa faktor predisposisi yang dapat berkontribusi dalam

menimbulkan pecahnya ketuban secara dini seperti yang telah dijelaskan

dalam tinjauan pustaka. Berkaitan dengan kondisi pasien dalam kasus

ini, kondisi yang memenuhi faktor predisposisi yang telah dijelaskan

sebelumnya yaitu pasien adalah seorang multigravida.

Ketuban pecah dini dapat menimbulkan berbagai komplikasi.

Umumnya, setelah ketuban pecah biasanya disusul oleh persalinan. Pada

kehamilan aterm, 90% terjadi persalinan dalam 24 jam setelah ketuban

Page 30: Preskes Obsgyn_KPD Sofina

pecah. Insiden infeksi sekunder dengan berbagai komplikasinya

meningkat sebanding dengan lamanya periode laten. Komplikasi

tersebut meliputi infeksi maternal maupun neonatal, persalinan

prematur, hipoksia janin karena kompresi tali pusat, deformitas janin,

meningkatnya insiden seksio sesarea atau gagalnya persalinan normal.

Pada pasien dalam kasus ini, tidak daidapatkan tanda-tanda infeksi

seperti meningkatnya suhu tubuh serta air ketuban berbau dan keruh.

Pemeriksaan USG menunjukkan air ketuban masih cukup sehingga tidak

berisiko terjadi kompresi tali pusat. Pemeriksaan denyut jantung janin

dengan Doppler didapatkan denyut jantung janin (DJJ) dalam batas

normal (120-160 kali per menit) dan regular. Hal ini menunjukkan tidak

terdapatnya hipoksia janin. Pemeriksaan dengan Non Stress Test (NST)

menunjukkan hasil reaktif dimana didapatkan baseline 155 dpm,

variabilitas DJJ normal yaitu >5dpm sampai <25 dpm, gerak janin 5 kali

dalam 20 menit disertai akselerasi >10-15 dpm, serta tidak didapatkan

deselerasi. Dari hasil NST ini dapat dimbil kesimpulan bahwa kondisi

janin baik dan tidak terdapat kegawatan.

Penanganan pada KPD meliputi tindakan konservatif dan aktif.

Penanganan konservatif meliputi perawatan di rumah sakit. Selain itu,

karena usia kehamilan lebih dari 37 minggu, terminasi kehamilan

diperlukan. Untuk tindakan aktif, pada usia kehamilan lebih dari 37

minggu perlu dilakukan induksi persalinan. Bila skor pelvik <5,

dilakukan pematangan serviks dengan pemberian misoprostol

intravaginal setiap 6 jam sekali maksimal 4 kali, kemudian diinduksi

dengan drip oksitosin setelah tercapai skor pelvik >5. Jika tidak berhasil,

persalinan diakhiri dengan seksio sesarea.

Pada kasus ini tidak dilakukan induksi persalinan. Hal ini

dikarenakan pasien memiliki riwayat seksio sesaria 6 tahun yang lalu

atas indikasi janin besar. Riwayat seksio sesarea merupakan faktor risiko

terjadinya ruptura uteri. Ruptura uteri bisa disebabkan oleh anomali atau

Page 31: Preskes Obsgyn_KPD Sofina

kerusakan yang telah ada sebelumnya pada uterus karena trauma atau

sebagai komplikasi persalinan pada rahim yang masih utuh. Ruptura

uteri paling serang terjadi pada rahim yang telah diseksio sesarea pada

persalinan sebelumnya. Pada uterus yang demikian tidak boleh

dilakukan partus percobaan atau persalinan yang dirangsang dengan

oksitosin, prostaglandin, dan yang sejenis. Jika pada pasien ini

dilakukan manipulasi tenaga tambahan berupa stimulasi atau induksi

partus dengan oksitosin, atau dorongan yang kuat pada fundus dalam

persalinan akan ditakutkan akan terjadi ruptura uteri jenis violenta. Jika

sampai terjadi ruptura uteri, ada kemungkinan terjadi kegawatan janin

hingga meninggal dan perdarahan massif pada ibu yang dapat

menimbulkan kematian. Selain itu, terdapat kemungkinan besar

diambilnya keputusan histerektomi pada pasien yang mengalami ruptura

uteri sehingga pasien tersebut tidak dapat hamil kembali. Selain

tindakan induksi persalinan, tindakan persalinan dengan bantuan alat

seperti vakum ekstraksi juga tidak boleh dilakukan dalam kasus ini

karena dapat menyebabkan distensi berlebihan pada segmen bawah

rahim dan tekanan terlalu kuat pada uterus dalam persalinan yang

akhirnya menyebabkan ruptura uteri.

Pada kasus ini, dilakukan Sectio Caesaria Trans Peritoneal Profunda.

Selain atas dasar riwayat SC 6 tahun sebelumnya, seksio sesarea ini

dilakukan atas pertimbangan :

- Janin sudah viabel, TBJ > 2000 gram atau kehamilan > 34

minggu

- Perdarahan banyak, 500 ml atau lebih

- Ada tanda-tanda persalinan

- Keadaan umum pasien baik, ibu Hb 12,7 gr/dl

Setelah dilakukan SCTP pasien melahirkan bayi jenis kelamin laki-

laki, BB 3200 gram, LK 43 cm, LD 51 cm, PB 52 cm, anus (+), kelainan

Page 32: Preskes Obsgyn_KPD Sofina

kongenital mayor (-), Apgar Score 8-9-10. Kondisi pasien sebelum,

selama dan sesudah operasi baik. Pasien dipantau terus selama kurang

lebih 3 hari untuk melihat perkembangan post SCTP, terutama mengenai

kondisi umum, vital sign dan kondisi jahitan. Pasien boleh pulang

setelah kondisi stabil, yaitu keadaan umum baik, dapat kencing dan

kentut, peristaltik usus kembali dan jahitan sudah kering.

Sejak tahun 1990-an, angka seksio sesaria atas indikasi riwayat

seksio sesaria mulai menurun karena dikembangkannya teknik vaginal

Birth After Cesarean (VBAC) atau dikenal juga dengan Trial of Labor

After Cesarean (TOLAC). Hal yang perlu diperhatikan untuk

memnentukan prognosis persalinan pervaginam dengan riwayat SC

antara lain:

- Jenis sayatan uterus yang telah dilakukan pada operasi terdahulu.

- Indikasi operasi seksio sesarea terdahulu

- Apakah jenis operasi terdahulu adalah seksio sesarea elektif atau

emergency

-Apa komplikasi operasi terdahulu.

Kontraindikasi persalinan pervaginam VBAC salah satunya adalah

luka SC jenis klasik (linea mediana). Pada pasien ini, jenis sayatan SC

yang dilakukan 6 tahun lalu adalah jenis linea mediana sehingga lebih

berisiko untuk menimbulkan ruptura uteri jika dilakukan VBAC. Oleh

karena itu, dilakukan re-SCTP pada pasien ini.

DAFTAR PUSTAKA

Page 33: Preskes Obsgyn_KPD Sofina

Anonim, 2001. High-Risk PregnencyPremature Rupture of Membranes (PROM) / Preterm Prematurure Rupture of Membrane,http://www.musckid.com/health_library/hipregnant/prm.htm.

Bari, S. A., 2002. Ketuban Pecah Dini dalam Buku Acuan Nasional Pelayanan Maternal dan Neonatal, JNPKKD – POGI bekjerjasama dengan Yayasan Buku Pustaka Suwarno Prawihardjo, Jakarta.

Bruce, Elizabeth. 2002. Premature Rupture of Membrane (PROM). http://www.compleatmother.com/prom.htm .

Chrisdiono M. A. 2004. Kehamilan Postterm. Dalam : Prosedur Tetap

Obstetri dan Ginekologi. EGC. Jakarta. Pp: 32-33.

Cunningham, Mac Donald, Gant, Levono, Gilstrap, Hanskin, Clark. 1997. William‘s Obstretics 20th edition. Prentice-Hall International Inc.

Hariadi, R., dkk. 2004. Ilmu Kedokteran Fetomaternal, Edisi perdan. Jilid I. Surabaya, Himpunan Kedokteran fetomaternal Perkumpulan Obstetric dan Ginekologi Indonesia.

Komite Medik RSUP DR.Sardjito. 1999. Ketuban Pecah Dini dalam Standar Pelayanan medis RSUP DR. Sardjito. Buku I. Medika Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Manuaba, I. B. G., 2001. Ketuban Pecah Dini dalam Kapita Selekta Penatalaksanaan Obstetri Ginekologi dan KB. EGC, Jakarta.

Manuaba, Ida Ayu. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. EGC, Jakarta.

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Editor: Delfi Lutan. EGC, Jakarta.

Oxorn, Harry dan Forte, Wiliam. 2003. Patologi dan Fisiologi Persalinan. Editor: Muhammad Hakimi. Yayasan Essentia Medica, Jakarta.

Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ketuban Pecah Dini dalam Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina

Page 34: Preskes Obsgyn_KPD Sofina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo Bekerjasama dengan Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi – POGI, Jakarta.

Prawirohardjo, Sarwono dan Wiknjosastro. 2008. Ilmu Kebidanan. FK UI, Jakarta.

Smith Joseph.F. 2001. Premature Rupture of Membranes. http://www.chclibrary.org/micromed/00061770.html .

Vorapong, P., 2003. Prelabour Rupture of Memnbranes in Journal of Pediatric. Obstetric and Gynaecology, Nov/Dec.

Yancey Michael.K., 1999. Prelabor Rupture of Membrane at Term : Inducce or Wait?, medscape General Medicine 1 (1)