Preskas Pneumonia

23
PRESENTASI KASUS PNEUMONIA Oleh dr. Ricky Tjahjadi Pembimbing dr. Bryan S. dr. Sri Numiyati RSUD Yowari Sentani, Papua 2014 1

description

Presentasi kasus Pneumonia

Transcript of Preskas Pneumonia

PRESENTASI KASUS

PNEUMONIA

Oleh

dr. Ricky Tjahjadi

Pembimbing

dr. Bryan S.

dr. Sri NumiyatiRSUD Yowari

Sentani, Papua

2014BAB I

ILUSTRASI KASUS1.1 Identitas

Nama

: By. MI

Usia

: 2 bulan

Jenis kelamin: Perempuan

Agama

: Islam

Alamat

: Nimbokrang

1.2 Anamnesis

Keluhan Utama

Sesak sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien batuk sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, batuk berlendir, batuk tidak memiliki pola tertentu, tidak ada bunyi mengi, disertai demam. Batuk semakin hebat hingga menjadi sesak sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam semakin tinggi, tidak memiliki pola naik turun. Minum susu sedikit, tidak muntah atau tersedak. Belum berobat sebelum datang ke RS, belum minum obat penurun panas atau obat-obatan warung lainnya.Riwayat Penyakit Dahulu

Penyakit serupa sebelumnya (-), alergi obat atau makanan (-), riwayat asma (-)Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat asma (-), riwayat TB (-), alergi obat atau makanan (-)Riwayat Persalinan

Lahir spontan di RSUD Yowari,usia kehamilan cukup bulan, BL 2800 gram, langsung menangis, tidak dirawat pascakelahiran.Riwayat Nutrisi dan Imunisasi

Pasien baru mendapatkan imunisasi H0 saat kelahiran di RSUD Yowari. Sampai saat sakit pasien masih menyusui ASI eksklusif.1.3 Pemeriksaan Fisis

Keadaan umum: Tampak sakit berat, tampak sesak, gelisah, sianosis (-), kontak adekuat

Kesadaran

: Compos mentis

Keadaan gizi

: Kesan gizi cukupBerat badan

: 4 kgNadi

: 130 x/menit

Pernapasan

: 60 x/menit

Sat O2

: 88%

Suhu

: 38.6 oC

Status Generalis

Kulit

: Lembab, tidak sianosis

Kepala

: UUK tidak cekung

Wajah

: Kelopak mata tidak cekung, warna bibir tidak sianosis

Rambut: Tidak mudah rontok, ketebalan rambut cukup

Mata

: Konjungtiva tidak pucat, sclera tidak ikterik

Telinga: Bentuk normal, simetris, tidak ada sekret, liang telinga bersih, reflex +/+

Hidung: Sekret -, tidak ada deformitas atau deviasi septum, napas cuping hidung +

Mulut

: Oral hygiene baik

Tenggorokan: Faring tidak hiperemis

Leher

: KGB tidak teraba membesar, tidak ada retraksi suprasternal

Jantung: Ictus cordis tidak tampak, pada perabaan tidak terasa thrill/tapping, bunyi jantung I dan II normal, tidak ada bising maupun bunyi tambahan

Paru: Dada tampak simetris dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi sela iga -, sonor/sonor, bunyi napas vesikuler, rhonki basah kasar pada kedua lapang paru, wheezing -/-

Abdomen: Datar, retraksi epigastrium +, supel, bising usus normal

Ekstremitas: Akral hangat, tidak ada sianosis perifer, tidak ada edema, CRT < 2s

Genitalia: Tidak ditemukan kelainan

1.4 Pemeriksan Penunjang

Hb

: 9.9 g/dL

Ht

: 26.7%

MCV

: 85.3 fL

MCH

: 31.5 pg

MCHC

: 37.0 g/dL

Leu

: 13,400 /uL

Trombosit: 304,000 / uL

DDR

: (-) Pemeriksaan darah tepi: eritrosit tampak anisositosis, normositik normokrom, ditemukan sel krenasi, polikromatik, ditemukan normoblas, tidak ditemukan badan inklusi; leukosit kesan jumlah cukup, PMN > MN, sel myelosit ditemukan satu-satu, tidak ada blast; trombosit kesan jumlah cukup dengan penyebaran merata1.5 Diagnosis

Pneumonia berat

Anemia1.6 Tatalaksana

Oksigen per NK 0,5 l/menit ( SatO2 92-94% PCT suppository per rectal 1 x 80 mg Nebulisasi berotec/bisolvon setiap 6 jam IVFD D1/4NS 16 tpm mikro PCT drip 4 x 60 mg i.v. Ceftriaxone 2 x 160 mg i.v. Dexamethasone 1 x 1.5 mg i.v lalu 3 x 0.5 mg i.v. Konsul Sp.A ( Tambah amikacin 2 x 30 mg i.v.

Dexamethasone ganti methylprednisolone 4 x 4 mg i.v.

Pasang NGT, gizi : diet cair per NGT

Pro ICU1.7 Prognosis

Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad functionam: dubia ad bonam

Quo ad sanationam: dubia ad bonam

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1.Definisi dan Klasifikasi PneumoniaPneumonia adalah inflamasi saluran napas bagian bawah yang melibatkan saluran napas dan parenkim, yaitu konsolidasi rongga alveolus. Istilah infeksi saluran napas bawah sering digunakan untuk menjelaskan bronchitis, bronkiolitis, atau pneumonia atau kombinasi dari ketiga jenis penyakit tersebut.1Meskipun sebagian besar kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, penyebab noninfeksius seperti aspirasi makanan atau asam lambung, benda asing, hidrokarbon, reaksi hipersensitivitas, dan pneumonitis yang diinduksi obat atau radiasi, juga bisa menimbulkan gejala serupa pneumonia. Pneumonitis adalah istilah peradangan paru yang mungkin berhubungan dengan konsolidasi.2 Pneumonia lobaris menggambarkan pneumonia tipikal yang terlokalisasi di satu atau lebih lobus paru di mana lobus yang berhubungan sepenuhnya terkonsolidasi. Pneumonia atipikal menjelaskan pola selain pneumonia lobaris. Bronkopneumonia berarti peradangan paru yang terpusat di daerah bronkiolus dan berakibat pada produksi eksudat mukopurulen yang mengobstruksi saluran napas kecil serta menghasilkan konsolidasi tersebar di lobules sekitarnya. Pneumonitis interstisial berarti adanya peradangan di interstisial, yang tersusun atas dinding alveolus, sakus dan duktus alveolus, serta bronkiolus. Pneumonitis interstisial adalah karakteristik dari infeksi viral akut, tetapi juga bisa terjadi pada proses kronik.1Adanya gangguan pada sistem pertahanan akan meningkatkan risiko menderita pneumonia. Saluran napas bagian bawah dan sekresinya seharusnya steril karena kerja sistem bersihan mukus yang mengikat kontaminan dan didorong oleh silia ke saluran napas sentral untuk kemudian ditelan atau dibuang. Sel netrofil polimorfonuklear (PMN) dari darah dan makrofag dari jaringan bertugas memfagositosis dan membunuh mikroorganisme. IgA disekresikan ke cairan saluran napas bagian atas untuk melindungi dari infeksi invasif dan memfasilitasi netralisasi virus.1Agen infeksi yang menyebabkan pneumonia dari komunitas bervariasi tergantung usia. Penyebab paling sering pada bayi adalah RSV, virus-virus pernapasan pada balita seperti RSV, parainfluenza virus, influenza virus, dan adenovirus. Pada anak lebih dari 5 tahun, biasanya disebabkan oleh M. pneumonia dan S. pneumonia. Pada beberapa keadaan tertentu, pneumonia pada neonatus dapat disebabkan oleh bakteri Chlamydia, Mycoplasma, dan Ureaplasma, terutama jika ibu yang melahirkan sedang terinfeksi bakteri-bakteri tersebut. Individu dalam keadaan sistem imun yang dilemahkan dapat terinfeksi oleh bakteri enteric gram negatif seperti mycobacteria, jamur seperti aspergilus dan histoplasma, virus CMV, dan Pneumocystis carinii.12.2.Epidemiologi

Pneumonia berperan besar dalam angka morbiditas dan mortalitas di periode anak-anak, terutama bagi anak berusia di bawah 5 tahun. Diperkirakan angka insidensi pneumonia sekitar 150 juta kasus baru setiap tahun di negara-negara berkembang dengan angka kematian hingga 4 juta jiwa setiap tahunnya.2Imunisasi memiliki pengaruh besar terhadap insidensi pneumonia yang disebabkan oleh pertussis, difteri, campak, Hib, dan S. pneumonia. Saat digunakan dengan benar, vaksin Bacille Calmette-Guerin (BCG) juga memiliki pengaruh signifikan dalam menekan angka infeksi dan kematian oleh Mycobacterium tuberculosis.1 Penurunan angka kematian akibat pneumonia juga dipengaruhi oleh perkembangan antibiotik dan ketersediaan pelayanan kesehatan berasuransi di negara-negara maju.2 Faktor risiko terjadinya infeksi saluran napas bawah antara lain terjadinya refluk gastroesofageal, gangguan neurologis, aspirasi, keadaan immunocompromised, anomali anatomis, tempat tinggal yang kumuh, dan perawatan di rumah sakit yang lama.12.3.EtiologiPenyebab pneumonia pada seorang individu sering sulit ditentukan karena kultur jaringan paru bersifat invasif dan jarang dilakukan. Kultur yang didapat dari sputum sering tidak memberikan hasil yang akurat, walaupun dengan uji diagnostik paling canggih yang tersedia saat ini, 40-80% penyebab viral atau bakteri pada pneumonia yang didapat dari komunitas mampu diidentifikasi. Patogen bakteri yang paling umum ditemukan adalah Streptococcus pneumonia (pneumococcus), diikuti oleh Chlamydia pneumonia dan Mycoplasma pneumonia. Di samping pneumococcus, penyebab bakteri lain pada anak yang sebelumnya sehat mencakup streptococcus grup A dan Staphylococcus aureus.Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, dan Staphylococcus aureus adalah penyebab umum kasus rawat inap dan penyebab kematian akibat pneumonia pada anak-anak di negara berkembang, meskipun pada anak dengan infeksi HIV dan dalam keadaan imunodepresi, Mycobacterium tuberculosis, Eschericia coli, Salmonella, mycobacterium atipikal, dan Pneumocystis jirovecii harus dipertimbangkan.

Patogen viral juga merupakan penyebab signifikan kasus infeksi saluran napas bawah pada balita. Berbeda dengan kasus bronkiolitis yang puncak insidensinya terjadi dalam setahun pertama kehidupan, frekuensi pneumonia viral memuncak di antara usia 2-3 tahun. Dari semua virus respiratorik, penyebab paling sering adalah virus influenza dan respiratory syncytial virus (RSV).2

2.4.Patogenesis

Dalam keadaan normal, saluran napas bawah selalu steril melalui mekanisme pertahanan fisiologis, antara lain bersihan mukosilier, sekresi normal IgA di saluran napas, dan bersihan saluran napas melalui batuk. Mekanisme pertahanan imunologis yang menghambat invasi organisme patogenik antara lain adanya makrofag alveolar dan di bronkiolus, IgA sekretorik, dan immunoglobulin lain.Pneumonia viral biasanya terjadi melalui persebaran infeksi di sepanjang saluran napas yang disertai kerusakan langsung pada epitel respiratorik, sehingga terjadi obstruksi saluran napas, sekresi abnormal, dan debris selular. Kecilnya diameter jalur napas pada anak membuat mereka rentan mengalami infeksi berat. Terjadinya atelectasis, edema interstisial, dan ventilation-perfusion mismatchakan menyebabkan hipoksemia berat. Selain itu, infeksi viral pada saluran napas dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya infeksi bakterial sekunder dengan mengganggu mekanisme pertahanan normal, mengubah sekresi, dan mengganggu keseimbangan flora normal.Infeksi bakterial di parenkim paru memiliki proses patologis berbeda tergantung pada organisme yang menginvasi. M. pneumonia melekat pada epitel pernapasan, menghambat fungsi silia, dan mengakibatkan kerusakan selular dan respon inflamasi di submukosa. Proses ini kemudian meningkatkan debris selular, menumpuknya sel inflamatorik, dan mukus sehingga terjadi obstruksi saluran napas. S. pneumoniaakan menimbulkan edema local yang mempercepat proliferasi organisme dan persebarannya ke lobus paru lain. Streptococcus grup A menimbulkan infeksi difus, nekrosis di mukosa trakeobronkial, pembentukan eksudat, edema, dan perdarahan lokal yang masif. S. aureus bermanifestasi sebagai bronkopneumonia, seringkali unilateral, dan ditandai dengan adanya nekrosis hemoragik ekstensif dengan kavitasi irregular di parenkim paru.Seorang anak yang mengalami pneumonia 2 kali atau lebih dalam setahun atau lebih dari 3 kali semasa hidupnya disertai perbaikan secara radiografik setiap kalinya, didiagnosis dengan pneumonia rekuren. Pada keadaan seperti ini, harus dipertimbangkan adanya kondisi lain yang mendasari kasus pneumonia, seperti adanya trauma, aspirasi, dan anesthesia.22.5.Manifestasi Klinis

Usia menentukan manifestasi klinis pneumonia. Neonatus mungkin menunjukkan gejala demam ringan tanpa tanda dan gejala jelas dari pneumonia. Pola klinis tipikal pneumonia viral dan bacterial biasanya berbeda antara pasien neonatus dan balita. Gejala-gejala yang umum ditemukan antara lain demam, menggigil, pernapasan yang cepat, batuk, kelemahan, nyeri pleuritik, dan retraksi. Pneumonia viral biasanya lebih berhubungan dengan demam, napas mengi, stridor, dengan demam yang lebih ringan jika dibandingkan dengan pneumonia bakterial.1Manifestasi paling konsisten dari semua kasus pneumonia pada umumnya adalah takipnea dan adanya tanda-tanda peningkatan usaha bernapas, seperti retraksi intercostal, subcostal, dan suprasternal, pernapasan cuping hidung, dan penggunaan otot napas aksesoris. Pada infeksi berat, dapat ditemukan sianosis dan tanda kelelahan bernapas. Pemeriksaan auskultasi dapat memberikan ronki dan mengi, meskipun sulit untuk dilokalisasi pada anak kecil dengan dada yang hiperresonans.2

Tabel 1. Frekuensi Pernapasan Normal pada Anak3

UmurFrekuensi

< 2 bulan< 60 kali/menit

2 11 bulan< 50 kali/menit

1 5 tahun< 40 kali/menit

>5 tahun< 30 kali/menit

Pemeriksaan fisis dapat memberikan hasil berbeda pada fase pneumonia yang berbeda. Pada awalnya, suara napas yang melemah disertai ronki yang luas adalah tanda yang umum ditemui, tetapi pada fase selanjutnya, konsolidasi atau komplikasi pneumonia seperti efusi, empyema, atau pyopneumotroaks akan menimbulkan suara pekak pada perkusi dan mengubah intensitas bunyi napas. Anak yang mengalami sesak kelamaan akan menelan udara dan berakibat distensi abdominal.2Pemeriksaan radiografi toraks pada pneumonia viral biasanya menunjukkan infiltrat bergaris-garis dan difus seperti bronkopneumonia, dengan angka leukosit normal atau sedikit lebih tinggi dan didominasi oleh limfosit. Sedangkan pneumonia bacterial memiliki gejala demam yang lebih tinggi, sesak napas, dan tanda-tanda konsolidasi paru pada pemeriksaan fisis. Pemeriksaan radiografi sering menunjukkan konsolidasi lobus dan efusi pleura, dengan angka leukosit meningkat dan didominasi oleh neutrofil.12.6.Pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi

Diagnosis infeksi saluran napas bagian bawah pada anak-anak sulit ditegakkan jika mengandalkan pengambilan sampel untuk kultur. Flora bakteri di saluran napas atas tidak menggambarkan infeksi di saluran bawah secara akurat, dan sulit untuk mendapatkan sampel sputum yang baik dari anak-anak. Pada anak yang sehat dan tidak dalam keadaan mengancam nyawa, tindakan invasif tidak diindikasikan. Pemeriksaan serologis juga tidak berperan penting pada kebanyakan pneumonia bakterial.Jumlah leukosit pada pneumonia viral seringkali normal atau hanya sedikit meningkat dengan dominasi limfosit, sedangkan pada pneumonia bakterial biasanya meningkat hingga lebih dari 20.000/mm3 dan didominasi neutrofil. Eosinofilia ringan adalah karakteristik dari pneumonia bayi yang disebabkan oleh C. trachomatis. Kultus darah seharusnya dilakukan dalam mencoba mendiagnosis bakteri penyebab pneumonia. Kultur sekret dapat digunakan untuk mendiagnosis penyebab pneumonia berupa mycoplasma dan virus. Jika sulit mendapatkan sampel, bilasan lambung pada pagi hari dapat memberikan sampel yang cukup karena merepresentasikan sekret saluran napas yang ditelan oleh anak selama tidur.

Menegakkan diagnosis etiologis pneumonia penting pada pasien yang sakit hingga perlu dirawat inap, pasien dengan keadaan imun yang lemah, pasien dengan pneumonia rekuren, atau yang tidak merespon terapi empiris. Pasien demikian memiliki indikasi untuk menjalani prosedur invasif dalam mengambil sampel. Jika ada efusi atau empyema, torakosentesis dapat dilakukan untuk mendapatkan cairan pleura sebagai upaya diagnostic dan terapeutik. Pemeriksaan Gram dan kultur sampel dapat memberikan diagnosis mikroorganisme penyebab penyakit, dan jika cairannya sangat purulent, pengeluaran cairan akan mengurangi toksisitas, ketidaknyamanan pasien, dan mempercepat proses penyembuhan. Dalam jumlah besar, cairan pleura akan menghambat proses pertukaran gas darah dan pengembangan paru, sehingga akan sangat bermanfaat jika dievakuasi.Radiografi frontal dan lateral dibutuhkan untuk melokalisasi segmen paru yang terinfeksi dan untuk memvisualisasikan infiltrat yang terletak di belakang jantung atau di daerah diafragma. Terdapat beberapa tampilan radiografi yang khas untuk pneumonia meskipun tidak ideal untuk menegakkan diagnosis definitive melalui radiografi saja. Pneumonia bakterialis cenderung menunjukkan konsolidasi lobaris atau pneumonia berbentuk bulat dengan efusi pada 10 % - 30 % kasus. Pneumonia viral cenderung memberikan gambaran infiltrat difus dengan bercak-bercak menyerupai bronkopneumonia. Pneumonia atipikal seperti yang disebabkan oleh M. pneumonia danC. pneumonia memberikan gambaran bronkopneumonia yang tebal. Radiografi dapat memberikan hasil normal pada pneumonia fase awal, dan infiltrat biasanya baru didapatkan saat diterapi karena cairan edema semakin banyak. Limfadenopati hilus jarang ditemukan pada pneumonia bakterial, tapi cenderung menandai infeksi tuberculosis, histoplasma, atau adanya neoplasma ganas. Pneumonia berulang atau etiologi yang tidak umum biasanya perlu pertimbangan khusus dalam manajemennya. Jika ditemukan abses paru, pneumatokel, atau empyema, maka perlu dilakukan tatalaksana khusus. Sudut foto decubitus atau penggunaan ultrasonografi dibutuhkan untuk menilai derajat efusi pleura atau untuk memastikan cairan tersebut benar-benar cairan bebas. CT Scan dapat digunakan untuk mengevaluasi keadaan yang serius seperti abses pleura, bronkiektasis, dan efusi berat.12.7.Terapi

Terapi pneumonia mencakup tatalaksana suportif dan spesifik. Rencana tatalaksana yang tepat bergantung pada derajat penyakit, adanya komplikasi, dan kemampuan menentukan agen infeksi etiologis atau kemampuan mendeduksi agen yang mungkin menyebabkan pneumonia. Usia, derajat penyakit, komplikasi yang ditemukan pada pemeriksaan radiografi, derajat kesulitan bernapas, dan kemampuan keluarga untuk merawat anak serta pemantauan perkembangan semua gejala harus dipertimbangkan dalam memberikan tatalaksana rawat inap. Sebagian besar pneumonia pada anak yang sehat dapat dilakukan secara rawat jalan.1Meskipun virus adalah penyebab sebagian besar pneumonia yang didapatkan dari komunitas pada anak-anak, pada beberapa kondisi direkomendasikan untuk memberikan terapi empiris untuk penyebab yang paling mungkin yang dapat ditangani. Rekomendasi terapi didasarkan pada usia anak, derajat beratnya pneumonia, dan aktivitas agen antimikroba yang paling efektif pada pathogen yang diharapkan. Terapi antibiotic empiris cukup dalam manajemen pneumonia anak kecuali responnya kurang, tampilan anak sangat berat hingga toksik, pneumonia nosocomial, dan anak dengan sistem imun yang lemah, dimana dibutuhkan evaluasi lanjut untuk mengetahui agen etiologis secara spesifik. Bayi berusia 4 hingga 18 minggu dengan pneumonia afebrile paling sering terinfeksi C. trachomatis, dan direkomendasikan pemberian eritromisin sebagai terapinya.2Tabel 2. Agen Etiologi dan Terapi Antimikrobial Empiris untuk Pneumonia tanpa Riwayat Terapi Antibiotik Sebelumnya1

Kelompok UsiaPatogen yang Paling SeringRawat Jalan (durasi terapi 7-10 hari)Rawat Inap (durasi terapi 10-14 hari)Perawatan Intensif (durasi terapi 10-14 hari)

Neonatus ( 50 kali per menit- anak usia 1 tahun 5 tahun: > 40 kali per menit

Pneumonia beratBatuk dan atau kesulitan bernapas ditambah setidaknya satu dari gejala berikut:- kepala terangguk-anngguk- pernapasan cuping hidung- retraksi dinding dadat- foto menunjukkan gambaran pneumonia- frekuensi pernapasan melebihi yang tertera dalam Tabel 1 di atas- suara merintih- tidak dapat menyusu atau makan, atau memuntahkan semua kembali- kejang- sianosis

2.8.Diagnosis Banding Pneumonia1Beberapa jenis penyakit dapat dipertimbangkan menjadi diagnosis banding pneumonia, terutama yang bersifat rekuren.

Penyakit herediter: fibrosis sistik, penyakit sel sabit

Gangguan imunitas: AIDS, defisiensi subkelas IgG selektif, sindrom imunodefisiensi

Gangguan leukosit: defek adhesi leukosit, penyakit granulomatosa kronik, sindrom hiperimunoglobulin E

Gangguan silia: sindrom silia imotil, sindrom Kartagener

Gangguan anatomi: sekuestrasi, emfisema lobaris, refluks esophageal, benda asing, fistula trakeoesofageal, refluks gastroesofageal, bronkiektasis, aspirasi2.9.Komplikasi

Pneumonia bakterial sering menyebabkan cairan inflamatorik berkumpul di rongga pleura sekitar lobus terinfeksi, menyebabkan efusi parapneumonik, atau jika cairan tersebut purulent, suatu empyema. Efusi dalam jumlah kecil mungkin tidak membutuhkan terapi khusus, tetapi efusi besar merestriksi pernapasan dan perlu didrainase. Diseksi udara dalam jaringan paru dapat berakibat terbentuknya pneumatokel, suatu rongga udara dalam parenkim paru. Jaringan parut yang terbentuk di saluran napas dan parenkim dapat melebarkan bronki, berakibat terjadinya bronkiektasis dan peningkatan risiko infeksi rekuren.2Pneumonia yang menyebabkan nekrosis jaringan paru dapat berkembang menjadi suatu abses paru. Abses paru adalah masalah yang jarang ditemui pada anak-anak dan biasanya disebabkan oleh aspirasi atau infeksi di belakang bronkus yang tersumbat. Abses paling sering terbentuk di segmen posterior lobus atas dan segmen superior lobus bawah, di mana materi aspirasi terdrainase saat anak dalam posisi berbaring. Abses biasanya dipenuhi oleh bakteri anaerob bersama jenis streptococcus. Radiografi toraks atau CTscan biasa memberikan gambaran lesi kavitasi dengan air-fluid level, dikeliling oleh parenkim terinflamasi. Jika kavitasi berhubungan dengan bronkus, organisme dapat diisolasi melalui sputum. Bronkoskopi diagnostic bisa menjadi indikasi untuk mengeksklusi adanya benda asing dan untuk mendapatkan spesimen mikrobiologis.1,22.10.Prognosis

Sebagian besar anak sembuh dari pneumonia secara cepat dan sempurna. Kelainan yang didapatkan melalui radiografi membutuhkan waktu 6-8 minggu agar dapat kembali normal. Pada beberapa anak, pneumonia dapat bertahan lebih dari 1 bulan atau bersifat rekuren. Pada kasus demikian, kemungkinan adanya kelainan yang mendasari pneumonia harus diinvestigasi. Pneumonia adenovirus berat dapat menyebabkan terjadinya bronkiolitis obliterans, proses peradangan subakut yang mengubah saluran napas kecil dengan jaringan parut, sehingga volume paru dan elastisitas paru berkurang.12.11.Pencegahan

Imunisasi berpengaruh besar dalam mengurangi insidens penyebab pneumonia yang dapat dihindari dengan imunisasi. Mengurangi lamanya penggunaan ventilasi mekanik dan penggunaan antibiotic hanya jika dibutuhkan dapat mengurangi angka kejadian pneumonia akibat penggunaan ventilator. Sisi kepala tempat tidur sebaiknya dielevasi 30-45 derajat untuk mencegah aspirasi. Alat suction dan saline sebaiknya selalu steril sebelum digunakan untuk mencegah infeksi nosocomial. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan kontak pada setiap pasien dan penggunaan sarung tangan sebelum melakukan prosedur invasif dapat mencegah transmisi nosocomial. Staf kesehatan dengan gangguan pernapasan atau mereka yang membawa organisme tertentu, seperti MRSA, sebaiknya menggunakan masker atau dipindahtugaskan sementara di bagian yang tidak berhubungan langsung dengan pasien.1BAB 3PEMBAHASAN

Anamnesis

Anamnesis didapatkan melalui alloanamnesis kepada ibu pasien. Pasien saat ini berusia 2 bulan dengan keluhan utama tampak sesak sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya pasien batuk-batuk berdahak disertai demam, tapi tidak ada bunyi mengi. Batuk semakin hebat sehingga tampak sesak sejak 1 hari, kemudian pasien menjadi malas minum ASI. Gejala - gejala yang dikeluhkan oleh ibu pasien sesuai dengan beberapa manifestasi klinis umum pada infeksi saluran pernapasan akut, yaitu batuk, demam, dan peningkatan frekuensi bernapas yang dikeluhkan sebagai penampilan sesak oleh ibu. Pada pasien juga dipikirkan adanya obstruksi saluran napas karena berkurangnya keinginan untuk minum akibat kesulitan mengisap ASI.

Berdasarkan riwayat penyakit, pasien sebelumnya belum pernah mengalami sakit serupa, tidak memiliki riwayat asma maupun alergi terhadap obat atau bahan makanan. Keluarga juga tidak memiliki riwayat penyakit asma atau penyakit infeksius seperti TB. Oleh karena itu, dipikirkan keluhan pasien saat ini adalah manifestasi infeksi yang didapat dari komunitas.

Riwayat persalinan pasien yang dibantu oleh bidan di rumah sakit, dengan berat lahir cukup (2800 gram) dan tidak adanya riwayat perawatan di rumah sakit pascakelahiran dapat mengeksklusi pneumonia di masa neonatal atau adanya faktor predisposisi pada fungsi fisiologis pernapasan pasien yang umumnya ditemui pada bayi prematur atau berat lahir rendah.

Pasien sudah menerima imunisasi yang sesuai usianya, yaitu H0 setelah kelahiran. Ibu pasien mengaku belum sempat membawa pasien ke posyandu untuk mendapatkan imunisasi BCG karena belum genap 2 bulan sebelum sakit. Selama ini pasien mendapatkan ASI eksklusif dengan peningkatan berat badan hingga saat sakit.

Pemeriksaan Fisis

Pada pemeriksaan, didapatkan pasien tampak sesak, rewel, dengan kontak cukup, kesan gizi cukup. Pernapasan yang lebih dari 60 kali per menit, dibantu oleh otot napas tambahan, napas cuping hidung, retraksi, disertai dengan demam dan berkurangnya saturasi oksigen menjadi tanda adanya kesulitan bernapas pada pasien.

Dada pasien tampak simetris, sonor pada perkusi, tetapi ditemukan rhonki basah kasar pada kedua lapang paru yang menandai adanya sekret di saluran napas bawah. Pemeriksaan-pemeriksaan yang sudah dilakukan mendukung diagnosis ke arah pneumonia.

Pemeriksaan Penunjang

Jumlah leukosit pasien yang mencapai 13.400 /uL, dengan morfologi lebih banyak PMN dibandingkan MN, berarti penyebab infeksi kemungkinan besar adalah bakterial dan bersifat akut. Angka Hb sebesar 9.9 g/dL berarti pasien mengalami anemia, dengan morfologi eritrosit anisositosis, normositik normokrom, dan ditemukan normoblas. Hasil pemeriksaan tersebut dapat diinterpretasi bahwa pasien mengalami anemia akibat defisiensi besi fase awal dimana cadangan besi masih cukup untuk mempertahankan bentuk eritrosit yang normal.

Tatalaksana

Oksigen per NK 0,5 l/menit --> oksigen diberikan kepada anak dengan saturasi di bawah 90% dengan target di atas 90%, oksigenasi bertujuan untuk memperbaiki perfusi jaringan dengan pemberian dimulai dari 0,5 l/menit. Saturasi oksigen pasien membaik hingga ke kadar 92-94% dengan pemberian 0,5 l/menit.

PCT suppository per rectal 1 x 80 mg --> pemberian paracetamol digunakan untuk menurunkan demam pada pasien yang mencapai 38,6oC, pemberian per rectal adalah usaha cepat sebelum terpasang akses intravena, pertimbangan lainnya adalah saat datang pasien dalam keadaan sesak sehingga pemberian per oral diminimalkan. Setelah pemasangan kanul intravena, selanjutnya antipiretik diberikan secara intravena dengan dosis 4 x 60 mg

Nebulisasi berotec/bisolvon setiap 6 jam --> pengasapan dengan berotec (bronkodilator) dan bisolvon (mukolitik) digunakan untuk melancarkan jalan napas dan mempermudah usaha pernapasan pasien.

IVFD D51/4NS 16 tpm mikro --> cairan ini digunakan sebagai cairan maintenance di samping pemberian ASI ibu serta digunakan untuk mempertahankan patensi akses intravena.

Ceftriaxone 2 x 160 mg --> pemilihan ceftriaxone sebagai terapi empiris adalah karena spektrumnya yang luas dan karena tidak adanya fasilitas untuk mengetahui secara definitif patogen etiologis pada pasien.

Dexamethasone 3 x 0.5 mg dan Methylprednisolone 4 x 4 mg --> kortikosteroid digunakan untuk mengontrol proses inflamasi pada pasien sehingga menghambat kerusakan saluran napas lebih lanjut akibat proses infeksi.

Amikacin 2 x 30 mg --> antibiotik jenis aminoglikosida ditambahkan untuk menambah cakupan terapi empiris pada pasien yang mengalami pneumonia berat.

DAFTAR PUSTAKA1. Kliegman RM, Marcdante KJ, Jenson HB, Behrman RE. [Editors] Nelson essentials of pediatrics. 5th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2007.2. Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE, Stanton BF. [Editors] Nelson textbook of pediatrics. 18th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2007.3. Roespandi H, Nurhamzh W. [Editors] Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. 1st ed. Jakarta: Tim Penerbit WHO; 2009.1