Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

67
PRESENTASI KASUS TRAUMA TUMPUL ABDOMEN Oleh: Abdullah Shidqul Azmi Muh. Dadan Kurniawan Rico Irawan Rina Karina Pembimbing: dr. Eka Swabhawa U, Sp.B KEPANITERAAN KLINIK EMERGENSI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

Transcript of Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

Page 1: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

PRESENTASI KASUS

TRAUMA TUMPUL ABDOMEN

Oleh:

Abdullah Shidqul Azmi

Muh. Dadan Kurniawan

Rico Irawan

Rina Karina

Pembimbing:

dr. Eka Swabhawa U, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK EMERGENSI

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014

Page 2: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Segala puji bagi Allah SWT. Atas berkat sifat RahmhNya kami dapat

menyelesaikan makalah presentasi kasus ini yang berjudul “TRAUMA TUMPUL

ABDOMEN”. Makalah presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas

dalam kepaniteraan klinik di Stase Emergensi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati

Jakarta. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak

yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini, terutama kepada :

1. Dr. Eka Swabhawa U Sp.B selaku pembimbing presentasi kasus ini.

2. Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Emergensi RSUP Fatmawati atas bantuan dan

dukungannya.

Kami menyadari dalam pembuatan makalah presentasi kasus ini masih banyak

terdapat kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun guna

penyempurnaan makalah presentasi kasus ini sangat kami harapkan.

Demikian, semoga makalah presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua,

terutama dalam bidang Emergensi.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Jakarta, 11 Juli 2014

Penyusun

Page 3: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

BAB I

ILUSTRASI KASUS

1.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. N

Usia : 23 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Tipai Tengah, Cimanggis Depok

Status pernikahan : Belum menikah

Pendidikan terakhir : SMA

Pekerjaan : -

Agama : Islam

Suku bangsa : Jawa

Masuk RS : 4 Juli 2014

1.2 Anamnesis

Diambil secara : Autoanamnesa

Tanggal : 8 Juli 2014

Jam : 14.00 WIB

a. Keluhan Utama

Nyeri pada seluruh perut sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS).

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RSUP Fatmawati dengan keluhan nyeri pada seluruh perut,

terutama perut kanan atas sejak 8 jam SMRS setelah tarjatuh dari ketinggian 4 meter.

Nyeri dirasakan menetap seperti tertusuk-tusuk yang terus menerus.

Pasien terjatuh dari ketinggian 4 meter saat hendak membenarkan atap rumah.

Sebelum jatuh ke tanah, pasien sempat jatuh mengenai genteng terlebih dahulu. Pasien

tidak mengingat benda apa yang membentur dinding perutnya sebelum jatuh berguling di

tanah.

Setelah terjatuh, pasien masih dapat mengingat detail kejadian yang terjadi

beberapa saat setelah terjatuh. Pasien menyangkal adanya pingsan setelah kejadian,

riwayat mual (+), muntah (+) berupa cairan, nyeri kepala (-). Setelah kejadian, pasien

mengeluh pada seluruh lapang perut nyeri, ukuran perut semakin membesar (distensi),

tegang dan terasa sangat nyeri. Nyeri perut dirasakan semakin bertambah saat bernafas

dan pasien mengeluh sesak napas.

Page 4: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

Pasien juga mengeluh adanya nyeri pada tungkai bawah kiri, dan tidak mampu

digerakkan. Disertai tidak mampu menggerakkan panggul kiri.

Pasca kecelakaan, pasien dibawa ke RS Tugu Ibu Depok, untuk mendapat

pertolongan pertama. Di RS, seingat pasien ia mendapat perawatan luka dan pemberian

oksigen, dilakukan pemasangan infus cairan dan pemberian obat injeksi. Kemudian, pasien

segera dirujuk ke RSUP Fatmawati. Sesampai di RSUP Fatmawati, pada pasien dilakukan

pemeriksaan radiologi foto CT Scan abdomen, USG abdomen, dan laboratorium, serta

pemberian beberapa obat injeksi.

Selama diobservasi di IGD RSUP Fatmawati, pasien mengaku tidak mengalami

gangguan berkemih. Pasien tetap dapat kencing dengan lancar meski melalui selang kateter

dan tidak mengeluhkan nyeri saat berkemih.

Saat ini pasien dirawat dan observasi di HCU, dan mengeluh nyeri pada seluruh

lapang perut, perus terasa penuh mual (+), serta adanya keluahan sakit kepala. Nyeri pada

tungkai bawah kiri.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat trauma atau jatuh sebelumnya disangkal, Hipertensi (-), asma (-),

penyakit jantung (-), penyakit paru (-), penyakit hati (-), alergi obat (-), Maag (-)

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien menyangkal adanya keluhan seperti ini dalam keluarga. Riwayat Hipertensi

pada keluarga disangkal, asma (-), DM (-), penyakit jantung (-)

e. Riwayat Sosial dan kebiasaan

Pasien merokok sejak sma 1 bungkus dalam satu hari, dan kebiasaan minum kopi

setiap hari. Kebiasaan konsumsi alkohol atau obat-obatan disangkal.

3.3 Pemeriksaan Fisik

a. Status Generalis

Keadaan umum : Tampak sakit berat

Kesadaran : Compos mentis

Gizi : Kesan gizi cukup

Sikap : Kooperatif

Tanda vital

Tekanan darah : 90/60 mmHg

Nadi : 92 kali/ menit

Pernapasan : 24 kali / menit

Suhu tubuh : 36,7 oC

Page 5: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

1. Primary surveya. Airway : bebasb. Breathing : spontan, tidak ada sumbatan, c. Circulation : setelah resusitasi

TD : 103/59 mmHg

Nadi : 72x/ menit

CRT : <2 detik

d. Dissability : GCS 15

2. Secondary surveyKepala : jejas (-), vulnus (-), trauma stigmata (-)

Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik /+, pupil bulat isokor, Refleks Cahaya Langsung +/+, Refleks cahaya Tidak Langsung +/+

Hidung : deviasi septum nasi (-), konka hipertrofi (-), mukosa tidak hiperemis, sekret (-)

Mulut : bibir kering(+), sianosis (-), arcus faring tidak hiperemis, uvula lurus ditengah

Telinga : normotia, serumen +/+, sekret -/-

Leher : Jejas (-), vulnus (-), nyeri tekan (-), KGB leher tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak teraba membesar

Thorax :

Paru

Inspeksi : jejas (-), kedua hemithorax simetris dalam keadaan statis dinamis, penonjolan (-)

Palpasi : nyeri tekan (-), vocal fremitus kanan < kiri, massa (-)

Perkusi : redup pada paru kanan mulai ics v, sonor di lapang paru kiri.

Auskultasi : suara nafas vesikuler melemah (+/-), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung :

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat.

Palpasi : teraba pada garis midclavicularis kiri di ICS 5

Perkusi : Batas jantung kanan : garis parasternalis dextra di ICS 4

Page 6: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

Batas jantung kiri : garis midclavicularis sinistra di ICS 5

Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-).

Abdomen :

Inspeksi : perut datar, jejas (-), defens muskular (+)

Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba membesar. Nyeri tekan (+) pada seluruh lapang paru, terutama pada regio hipokondrium dan lumbal sekstra.

Perkusi : shifting dullness (+) nyeri ketok CVA(-/-), pekak hepar (+),

Auskultasi : bising usus (+) normal

Ekstremitas : Oedem (-/+), akral hangat(+/+), CRT<2” sianosis akral (-), jejas pada ektremitas bawah kiri.

Genital :

Rectal tuchae : TSA baik, ampula tidak kolaps, mukosa licin, massa (-) feses (-), lendir (-), darah (-).

3.5 Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

4 Juli 2014 (12.10 WIB) RS Tugu Ibu Depok

Pemeriksaan Nilai Nilai Normal

HEMATOLOGI

Hb 13.8 11.7 gr/dl – 15.5 g/dl

Ht 40 33% – 45%

Leukosit 16.3 5.0 rb/ul – 10.0 rb/ul

Trombosit 395 150 rb/ul – 440 rb/ul

Eritrosit 4.7 4.4 juta/mm3 - 5.9 juta/mm3

Hitung Jenis 0/1/0/60/36/3 0-1/2-4/3-5/50-70/25-40/2-8

MCV 85 80 fl -100 fl

MCH 29 26 pg – 34 pg

MCHC 34 32 gr/dl -36 gr/dl

Kimia darah-Fungsi Hati

Page 7: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

SGOT 688 0 – 50 U/L

SGPT 643 0 – 50 U/L

4 Juli 2014 (20.08) RSUP Fatmawati

Pemeriksaan Nilai Nilai Normal

Analisis Gas Darah

pH 7.13 7.37 – 7.44

pCO2 36.9 35 - 45

pO2 88.9 83 – 106

BP 750

HCO3 12.1 21 – 28

O2 Saturasi 94 95 – 99

BE -16.2 -2.5 – 2.5

Total CO2 29 19 - 24

Elektrolit darah

Natrium 139 135 – 147 mmol/l

Kalium 3.19 3.10 – 5.10 mmol/l

Klorida 110 95 – 108 mmol/l

GDS 247 70 - 140

5 Juli 2014 (10.10)

Pemeriksaan Nilai Nilai Normal

HEMATOLOGI

Hb 11.3 11.7 gr/dl – 15.5 g/dl

Ht 33 33% – 45%

Leukosit 16.8 5.0 rb/ul – 10.0 rb/ul

Trombosit 193 150 rb/ul – 440 rb/ul

Eritrosit 3.83 4.4 juta/mm3 - 5.9 juta/mm3

MCV 86.9 80 fl -100 fl

Page 8: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

MCH 29.6 26 pg – 34 pg

MCHC 34.1 32 gr/dl -36 gr/dl

5 Juli 2014 (18.45)

Pemeriksaan Nilai Nilai Normal

HEMATOLOGI

Hb 9.8 11.7 gr/dl – 15.5 g/dl

Ht 29 33% – 45%

Leukosit 14.3 5.0 rb/ul – 10.0 rb/ul

Trombosit 154 150 rb/ul – 440 rb/ul

Eritrosit 3.37 4.4 juta/mm3 - 5.9 juta/mm3

MCV 86.8 80 fl -100 fl

MCH 29.2 26 pg – 34 pg

MCHC 33.7 32 gr/dl -36 gr/dl

6 Juli 2014 (08.15)

Pemeriksaan Nilai Nilai Normal

HEMATOLOGI

Hb 9.4 11.7 gr/dl – 15.5 g/dl

Ht 28 33% – 45%

Leukosit 15.6 5.0 rb/ul – 10.0 rb/ul

Trombosit 170 150 rb/ul – 440 rb/ul

Eritrosit 3.20 4.4 juta/mm3 - 5.9 juta/mm3

MCV 86.8 80 fl -100 fl

MCH 29.5 26 pg – 34 pg

MCHC 34 32 gr/dl -36 gr/dl

7 Juli 2014 (07.50)

Page 9: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

Pemeriksaan Nilai Nilai Normal

HEMATOLOGI

Hb 8.1 11.7 gr/dl – 15.5 g/dl

Ht 24 33% – 45%

Leukosit 12.3 5.0 rb/ul – 10.0 rb/ul

Trombosit 132 150 rb/ul – 440 rb/ul

Eritrosit 2.73 4.4 juta/mm3 - 5.9 juta/mm3

MCV 87.5 80 fl -100 fl

MCH 29.6 26 pg – 34 pg

MCHC 33.8 32 gr/dl -36 gr/dl

b. Radiologi

1. USG abdomen FAST (4/07/2014)

Kesan:

Cairan sugestif masif di hepatorenal, spleenorenal, paracolica kanan-kiri, dan

perivesika dengan suspek hematom di perivesika.

Lesi hiperekoik di lobus kanan hepar suspek hematom

Page 10: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

2. CT Scan whole abdomen dengan dan tanpa kontral media potongan aksial total 10 mm

(7/7/2014)

Kesan:

Laserasi dan hematoma pada segmen 6,7, dan 8 hepar lobus kanan (dengan luas

+/- 40%, grade IV), tanpa adanya gambaran perdarahan aktif saat ini, disertai

cairan bebas yang masif intraabdomen dan pelvis (perdarahan)

Organ-organ solid intraabdominal lainnya baik

Tidak tampak perdarahan aktif pada organ intraabdomen dan pelvis saat ini

Fraktur collum os femur kiri

.

3.7 Diagnosis Kerja

Ruptur hepar ec. Trauma tumpul abdomen dengan saat ini hemodinamik stabil

Fraktur closed collum femur sinistra

Page 11: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

3.8 Penatalaksanaan

Observasi TV dan diuresis

IVFD RL 500 cc/ 8 jam

Ceftriaxone 1 x 2 gr IV

Tramadol 3 x 100 mg IV

Omeprazole 2 x 40 mg IV

Asam tranexamat 3 x 500 mg IV

Vit. K 3 x 50 mg IV

Vit C 2 x 400 mg Iv

Pasang NGT, puasa, bed rest total

Transfusi

3.9 Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

BAB II

Page 12: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI ABDOMEN

Abdomen terdiri dari bagian dinding dan bagian dalam,yang lazim disebut bagian parietal

dan bagian visceral. Bagian dinding terdiri dari cutis,subcutis,fascia superfisial, otot, lemak,

pembuluh darah superfisial, fascia profunda tulang dan peritoneum pariental. Bagian dalam akan

dijumpai organ–organ seperti,hepar, lien, duodenum, colon, appendix vermiformis, caecum,

pembuluh darah arteri vena atau pembuluh limph. Termasuk pembuluh darah yang penting adalah

aorta abdominalis dengan cabang–cabangnya. Aliran darah ini penting karena pada bagian dalam

ini terdapat usus, sehingga perlu peredaran darah yang kayak agar bila terjadi perlukaan, maka

tidak akan terjadi pembusukan jaringan dengan cepat.

Anatomi luar dari abdomen dibagi menjadi:

1. Abdomen Depan

Batas Superior : Garis intermammaria-

Batas Inferior : Kedua ligamentum inguinale dan simfisis pubis-

Batas Lateral : Kedua linea axillaris anterior

2. Pinggang

Pinggang merupakan daerah yang berada di antara linea axillaris anterior danlinea axillaris

posterior, dari sela iga ke-6 di atas, ke bawah sampai crista iliaca. Di lokasi ini adanya dinding otot

abdomen yang tebal, berlainan dengandinding otot yang lebih tipis di bagian depan, menjadi

pelindung terutamaterhadap luka tusuk.

3. Punggung

Batas Superior : Ujung bawah scapula

Batas Inferior : Crista iliaca

Batas Lateral : Kedua linea axillaris posteriorOtot-otot punggung dan otot paraspinal juga

menjadi pelindung terhadaptrauma tajam.

2.1.1 CAVUM ABDOMINALIS

Cavum abdominalis adalah rongga batang tubuh yang terdapat diantara diafragma dan

apertura pelvis superior. Cavum abdominalis merupakan rongga yang terbesar dari ketiga rongga

tubuh yang terdiri atas cavum cranii, cavum thoracalis, dan cavum pelvicum. Cavum abdominalis

dibatasi oleh :

Page 13: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

Kranial : diafragma

Ventrolateral : otot dinding perut dan m. Illiacus

Dorsal : columna vertebralis

m. psoas major

m. psoas minor

m. quadratus lumborum

Kaudal : apertura pelvis superior mencakup pelvis major

Cavum abdominalis tidak sesuai dengan batas tulang yang membatasinya karena :

1. Diafragma berbentuk kubah dan menjorok ke dalam cavum thoracalis sampai setinggi

costa V (di kanan) sedangkan di kiri kira – kira 2,5 cm lebih rendah.

2. Dibagian kaudal cavum abdominalis juga menjorok sampai ke cavum pelvicum dan men-

cakup pelvis major.

2.1.2 LAPISAN DINDING ABDOMEN

1. Stratum superficialis (lapisan dangkal)

a. Cutis

b. Subcutis (fascia abdominalis superficialis)

Lamina superficialis (fascia camperi)

Lamina profunda (fascia scarpae)

2. Stratum intermedius (lapisan tengah)

a. Fascia abdominalis

b. Otot – otot dinding perut

c. Aponeurosis otot dinding perut

d. Tulang

3. Stratum profunda (lapisan dalam)

a. Fascia transversalis

b. Panniculus adiposus preperitonealis

c. Peritoneum parietale

2.1.3 OTOT – OTOT DINDING PERUT

Page 14: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

1. Musculi anterolaterales

a. mm. Obliqua (otot serong dinding anterior)

m. Obliqus externus abdominis

m. Obliqus internus abdominis

m. Transversus abdominis

b. mm. Recti (otot lurus dinding anterior)

m. Rectus abdominis

m. Pyramidalis

2. Musculi posteriores

a. m. psoas major

b. m. psoas minor

c. m.iliacus

Actio otot – otot dinding perut :

1. Fixatio organa viscerales abdominales

2. Melakukan gerakan pada columna vertebralis, yaitu :

Anteflexio tubuh (m. Rectus abdominis)

Torsio batang tubuh (mm. Obliqus externus et internus abdominis)

3. Membantu akhir ekspirasi (mm. laterales)

4. Meningkatkan tekanan intra abdominal, misalnya pada pampat perut (buik-persen)

2.1.4 VASKULARISASI DINDING ABDOMEN

Page 15: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

a. Pembuluh Nadi

Dinding abdomen diperdarahi oleh :

1. Aa. Intercostales VII – XII

2. Aa. Lumbales

3. A. Epigastrica superior

4. A. Epigastrica inferior

5. Aa. Inguinales superficiales

6. A. Circumflexa ilium profunda

Aa. Intercostales dipercabangkan dari aorta thoracalis, lalu berjalan di dalam sulcus costae.

Setelah keluar dari sulcus costae maka ke-6 Aa. Intercostales terletak diantara m. Transversus

abdominis an m. Obliqus internus abdominis. Aa. Intercostales mempercabangkan :

a. Rr. Posterior aa. Intercostales untuk otot punggung

b. Rr. Laterales aa. Intercostales

c. Rr. Anterior aa. Intercostales, mengurus dan memasuki vagina m. Rectus abdominis

Aa. Lumbales, biasanya empat pasang, dipercabangkan dari Aorta abdominalis setinggi

vertebrae lumbales I – IV. Aa. Lumbales berjalan ke lateral pada corpora vertebrae lumbales di

sebelah dorsal truncus symphaticus.

A. epigastrica superior merupakan salah satu cabang akhir A. mammaria interna (A. thoracica

interna), dipercabangkan setinggi spatium intercostales VI. Setelah meninggalkan cavum thoracis,

A. epigastrica superior memasuki vagina m. Rectus abdominis di sebelah dorsal cartilago costae

VIII. Mula – mula terletak dorsal terhadap m. Rectus abdominis lalu menembus otot tersebut untuk

beranastomosis dengan A. epigastrica inferior.

A. epigastrica inferior (A. epigastrica profunda) dipercabangkan dari A. iliaca externa tepat

kranial ligamentum inguinale Pouparti, lalu berjalan ke arah ventral di dalam jaringan

subperitoneal. Selanjutnya A. epigastrica inferior berjalan miring ke kranial di sepanjang tepi

medial annulus inguinalis profundus.

Setelah menembus fascia transversalis, A. epigastrica inferior berjalan di sebelah ventral linea

semicircularis Douglasi ke arah kranial di antara m. Rectus abdominis dan lamina posterior vagina

m. Rectus abdominis. Kranial terhadap umbilicus, A. epigastrica superior dan Aa. Intercostales.

A.epigastrica inferior mempercabangkan :

cremasterica (A. spermatica externa)

R. pubicus a. epigastrica inferior

Page 16: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

Rr. Musculares

b. Pembuluh Balik Dinding Abdomen

1. Vv. Superfcialies (pembuluh balik dangkal).

Membentik anyaman pembuluh balik yang luas di jaringan subkutis lalu bermuara ke

dalam :

V. epigastrica superficialis, yang selanjutnya bermuara ke V. Femoralis

V. thoraco-epigastrica, bermuara ke dalam V. Axillaris

Disekita umbilikus terdapat pembuluh balik dangkal yang dinamakan Vv. Paraumbilikalis

Sappeyi dan berjalan disepanjang ligamentum teres hepatis mulai dari umbilikus sampai ke

dalam sisa V. Umbilikalis yang masih terbuka. Bila terjadi bendungan pada V. Porta

(misalnya pada hipertensi portal), Vv. Paraumbilikalis Sappeyi mengalami varises dan

membentuk gambaran yang dinamakan Caput Medussae.

2. Vv. Profundi, biasanya mengikuti pembuluh nadinya

2.1.5 PERSARAFAN DINDING ABDOMEN

1. Nn. Thoracales VII – XII

Rr.ventrales nn thoracales VII – XII (Nn intercostales) berjalan diantara m. Obliqus

internus abdominis dan m. Transversus abdominis. Rr. Cutanei anteriores dipercabangkan

setelah menembus vagina M. Rectus abdominis, sedangkan RR cutanei laterales

dipercabangkan sekitar umbilikus.

Nn thoracales VII –XII juga mempersarafi m. Rectus abdominis sehingga kerusaka saraf

tersebut dapat menimbulkan kelumpuhan m. Rectus abdominis.

Nn thoracalis VII mempersarafi kulit dinding abdomen setinggi proc. xiphoideus, Nn

thoracales VIII – IX antara proc. xiphoideus dan umbilikus, N.thoracalis X setingi

umbilikus sedangkan N. Thoracalis XII mengurus pertengahan antara umbilikus dan

symphisis osseus pubis.

2. N. Lumbales I

N lumbalis I berjalan sejajar dengan Nn thoracales dan mempercabangkan :

N. iliohypogastricus

N. Iloinguinalis

Nn. Iliohypogastricus et ilioinguinales berjalan diantara m. Obliqusinternus abdominis dan

m. Transversus abdominis sampai spina iliaca anterior superior. Kira – kira 2,5 cm

disebelah kranial annulus inguinalis superficialis, Nn. Iliohypogastricus menembus

aponeurosis otot serong dinding perut dan berubah menjadi saraf kulit.

Page 17: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

N. Iloinguinalis berjalan di kanalis inguinalis lal mempersarafi kulit disekitar radix penis,

bagian ventral scrotum dan kulit tungkai atas didekatnya.

N thoracalis XII (N subcostalis) dan N lumbalis I merupakan saraf yang paling penting

karena keduanya mempersarafi alat – alat penting di bagian kaudal dinding abdomen.

2.2 HEPAR

2.2.1. LOKASI

Hepar merupakan kelenjar terbesar didalam tubuh, menempati hampir seluruh regio hypochondrica

dextra, sebagian besar epigastrium dan seringkali meluas sampai ke regio hypochondrica sinistra

sejauh linea mammilaria.

2.2.2. BENTUK DAN UKURAN

Bentuknya seperti suatu pyramid bersisi tiga dengan basis menunjuk ke kanan sedangkan apeks

(puncak) nya ke kiri.

Page 18: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

Pada laki – laki dewasa beratnya 1400 – 1600 gram, perempuan 1200 – 1400 gram.ukuran

melintang (transversal) 20 – 22,5 cm, vertikal 15 – 17,5 cm sedangkan ukuran dorsoventral yang

paling besar adalah 10 - 12,5 cm.

Pembagian Segmen Hepar

Hati dipisahkan menjadi lobus kanan dan kiri dari fossa kandung empedu ke vena cava

inferior (IVC), yang dikenal sebagai Cantlie line. lobus kanan menyumbang 60 sampai 70% dari

massa hati, dengan lobus kiri (dan lobus caudal) yang membentuk sisanya. lobus caudal terletak di

sebelah kiri dan anterior dari IVC dan berisi tiga subsegments: Spiegel lobus, bagian paracaval,

dan caudate process. Ligamen falciform tidak memisahkan lobus kanan dan kiri, melainkan

membagi lateral kiri segmen dari segmen medial kiri. lateral kiri dan medial kiri segmen, juga

disebut sebagai bagian sebagaimana didefinisikan dalam terminologi Brisbane 2000, yang

diuraikan kemudian dalam bagian "Teknik Reseksi Hati." Sebuah kemajuan yang signifikan dalam

pemahaman kita tentang anatomi hati berasal dari studi pekerjaan cor dari ahli bedah Perancis dan

ahli anatomi Couinaud di awal 1950-an. Couinaud dibagi hati menjadi delapan segmen, penomoran

searah jarum jam yang dimulai dengan lobus caudal sebagai segmen I. Segmen II dan III terdiri

dari segmen sisi kiri, dan segmen IV adalah segmen medial kiri (Gambar 31-3). Dengan demikian,

lobus kiri terdiri dari segmen kiri lateral (Couinaud ini segmen II dan III) dan segmen medial kiri

(segmen IV). Segmen IV dapat dibagi lagi menjadi segmen IVB dan segmen IVA. IVA segmen

cephalad dan tepat di bawah diafragma, mulai dari segmen VIII pada ligamentum falicform

berdekatan dengan segmen II. Segmen IVB adalah caudad dan berdekatan dengan fossa kandung

empedu.

2.2.3. PERMUKAAN HEPAR

Page 19: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

1. Facies diafragmatica (facies superior) hepar, ialah permukaan hepar yang menghadap ke di-

afragma, dibedakan atas empat bagian, yaitu pars :

Anterior (pars ventralis)

Superior

Posterior

Dextra

Di sisi kanan, pars anterior dipisahkan oleh diafragma dari costae dan cartilago costae VI-

X, sedangkan di sisi kiri dari costae dan cartilago costae VII-VIII. Seluruhnya tertutup oleh

peritoneum, kecuali disepanjang perlekatannya dengan ligamentum falciforme hepatis.

Bagian dari pars superior dekat jantung mempunyai cekungan yang dinamakan impresio

(fossa) cardiaca. Di sebelah kanan, pars posterior lebar dan tumpull sedangkan di sebelah kiri

tajam. Agak ke kanan bagian tengah terdapat sulcus venae cavae (ditempati oleh vena cava

inferior). Kira – kira 2-3 cm ke sebelah kiri vena cava inferior terdapat fissura ligamenta

vensosi (ditempati oleh ligamentum venosum arantii). Diantara keduanya terdapat lobus

caudatus.

Di sebelah kanan vena cava inferior terdapat suatu daerah berbentuk segitiga yang

dinamakan impressio suprarenalis. Di sebelah kiri fissura ligamenti venosi terdapat sulcus

oesophagealis yang ditempati oleh antrum cardiacum oesophagei.

Pada pars dorsalis facies diafragmaticae terdapat suatu bagian yang tidak tertutup oleh

peritoneum dan melekat pada diafragma melalui jaringan ikat longgar. Bagian tersebut

dinamakan area nuda hepatis (bare area of the liver) yang dibatasi oleh partes superior et

inferior ligamenti coronaria hepatis.

Pars dextra bersatu dengan ketiga bagian lainnya dari facies diafragmatica.

2. Facies visceralis (fascia inferior) hepar

Cekung dan menghadap ke dorsokaudal kiri, ditandai oleh adanya alur dan bekas alat yang

berhubungan dengan hepar. Facies visceralis tertutup peritoneum kecuali di tempat vesica

fellea. Alur – alur memberikan gambaran seperti huruf “H” dan dibentuk oleh :

a. Fossae sagitalis dextra et sinistra (kaki huruf “H”)

b. Porta hepatis (bagian yang melintang)

Page 20: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

Fossa sagitalis sinistra (fisura longitudinalis) memisahkan lobus dextra dan lobus sinistra

hepatis. Porta hepatis memotong tegak lurus dan membaginya menjadi dua bagian, yaitu fissura

ligamenti teretis dan fossa duktus venosus.

Fisura ligamenti teretis merupakan bagian ventral, ditempati oleh ligamentum teres hepatis

(embriologi berasal dari V. umbilikalis) dan terdapat diantara lobus quadratus dan lobus sinister

hepatis.

Fossa ductus venosus terdapat dibagian dorsal diantara lobus caudatus an lobus sinistra

hepar. Ditempati oleh ligamentum venosum arantii (embriologik berasal dari ductus venosus

arantii).

Fossa sagitalis dextra dibagi oleh porta hepatis menjadi dua bagian, yaitu fossa vesiva fellea

(dibagian ventral, ditempati oleh vesika fellea) dan fossa vena cava inferior (di bagian dorsal

ditempati oleh ven cava inferior).

Porta hepatis (fissura transversa) panjangnya kira – kira 5 cm, memisahkan lobus quadratus

disebelah ventral serta lobus caudatus dan proc. caudatus di dorsal. Porta hepatis ditempati oleh:

Vena porta

Arteri hepatica

Ductus choledochus

Nervus hepaticus

Ductus lymphaticus

Vena porta, arteri hepatica dan ductus choledochus terbungkus oleh ligamentum hepato-

duodenale.

Biasanya hepar dianggap mempunyai dua lobi, yaitu lobus dextra dan lobus sinistra hepar.

Lobus Dextra Hepatis

Lobus dextra 6 kali lebih besar daripada lobus sinistra hepatis dan menempati regio

hypocondrica dextra. Pada lobus dextra terdapat lobus quadratus dan lobus caudatus Spigeli.

Lobus quadratus terdapat diantara vesica fellea dan fissura ligamenti teretis, batasnya adalah:

Ventral : margo inferior hepar yaitu bagian yang tipis, tajam dan ditandai oleh adanya incisura

ligamenti teretis.

Dorsal : porta hepatis

Kanan : fossa vesica fellea

Kiri : fissura ligamenti teretis

Page 21: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

Lobus caudatus Spigeli terdapat pada facies dorsalis lobus hepatis dextra setinggi vertebrae Th

X-XI, batas – batasnya :

Kaudal : porta hepatis

Kanan : fossa venae cava inferior

Kiri : fissura ligamenti venosi

Proc. caudatus adalah penonjolan yang menghubungkan lobus caudatus dan lobus hepatis

dextra, membentang miring ke arah lateral dari tepi distal lobus caudatus ke facies visceralis lobus

hepatis dextra disebelah dorsal porta hepatis.

Lobus Sinistra Hepatis

Lebih kecil dan lebih rata dari lobus dextra, terletak di regio epigastrica dan regio

hypochondrica sinistra.

Hepatic Triad

Ductus choledochus, arteri hepatica dan vena porta yang terbungkus di dalam ligamentum

hepato-duodenale di sebelah ventral foramen epiploicum Winslowi membentuk suatu triad (tiga

serangkai) yang dinamakan hepatic triad, dengan susunan sebagai berikut :

Ductus choledochus

Vena porta

Arteri hepatica

LIGAMENTUM HEPATICAE

1. Merupakan lipatan peritoneum :

Ligamentum falciforme hepatis

Ligamentum coronaria hepatis

Ligamentum triangulare dextra

Ligamentum triangulare sinistra

2. Peninggalan embrional : ligamentum teres hepatis (dari vena umbilicalis)

Ligamentum falciforme hepatis dibentuk oleh dua lembaran peritoneum yang menjadi satu

ligamentum coronaria hepatis terdiri dari atas dua lembar, lembar dibagian dorsal berjalan ke

ren dan glandula suprarenalis dextra sehingga dinamakan ligamentum hepato-renalis.

Ligamentum triangulare dextra (ligamentum lateralis dextra) dibentuk oleh kedua

lembaran ligamentum coronaria hepatis. Ligamentum triangulare sinistra (ligamentum lateralis

sinistra) di sebelah kiri berakhir sebagai suatu ikat fibrosa yang kuat yang dinamakan appendix

fibrosa hepatis.

Page 22: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

Diantara hepar dan curvatura minor terdapat ligamnetum hepato-gastricum sedangkan

dengan duodenum dihubungkan oleh ligamentum hepato-duodenale.

Hepar difiksasi oleh :

Ligamentum coronaria hepatis

Ligamentum triangulare hepatis

Vena cava inferior

Vascularisasi hepar, yaitu :

Arteri hepatica

Vena porta

Vv. hepaticae

Dalam perjalanannya ke dalam parenkim hepar A. Hepatica dan V. Porta terbungkus didalam

capsula fibrosa Glissoni.

Sedangkan persarafan hepar berasal dari :

Nn. Vagi dextra et sinistra

Plexus symphaticus coeliacus

Apparatus excretorius hepar adalah salurang yang berhubungan dengan penyaluran sekresi yang

dihasilkan oleh hepar, terdiri atas :

Ductus hepaticus

Vesica fellea

Ductus cysticus

Ductus choledochus

Ductus hepaticus dibentuk oleh ductus hepaticus dextra dan ductus hepaticus sinistra, masing –

masing berasal dari lobus hepatis dextra dan lobus hepatis sinistra. Bersama – sama dengan ductus

cysticus, ductus hepaticus membentuk ductus choleduchus.

2.3 TRAUMA TUMPUL ABDOMEN

2.3.1 Definisi

Trauma tumpul abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan)tindasan pada isi rongga abdomen, terutama organ padat (hati,

Page 23: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh) pembuluh darah abdominal dan mengakibatkan ruptur abdomen.Trauma tumpul abdomen merupakan trauma pada perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritoneum. Benturan benda tumpul pada abdomen dapat menimbulkan cedera pada organ berongga berupa perforasi, atau pada organ padat berupa perdarahan

2.3.2 Etiologi

Data internasional yang didapat dari World Health Organization mengindikasikan penyebab

utama dari trauma tumpul pada abdomen adalah jatuh dari ketinggian kurang dari 5 meter dan

kecelakaan mobil.data ini mencakup semua jenis luka, bukan luka akibat trauma tumpul abdomen

saja. Penyebab tersering dari trauma tumpul abdomen akibat kecelakaan kendaraan bermotor.

Penyebab-penyebab umum lainnya termasuk terjatuh dan kecelakaan industri atau rekreasi.

Trauma tumpul abdomen dapat disebabkan oleh: pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi

atau sabuk pengaman (set-belt).

2.3.3 Patofisiologi

Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan lalulintas,

penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma

merupakan hasil dari interaksi antara faktor – faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan

tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk)

untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan

tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan

viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan

yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun

ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut..

Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati

ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah

posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cedera organ intra

abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme :

Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan dari luar

seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat mengaki-

batkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga.

Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae atau

struktur tulang dinding thoraks.

Terjadi gaya akselerasi – deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek pada

organ dan pedikel vaskuler 4.

Page 24: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

Pada trauma tumpul dengan velisitas rendah  (misalnya akibat tinju) biasanya menimbulkan

kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul velositas tinggi sering menimbulkan kerusakan

organ multipel, seperti organ padat ( hepar, lien, ginjal ) dari pada organ-organ berongga. 7.

Cedera pada struktur intraabdomen dapat diklasifikasikan menjadi dua mekanisme utama

yaitu kekuatan kompresi dan deselerasi.

Beberapa mekanisme patofisiologi dapat menjelaskan trauma tumpul abdomen. Secara garis besar

trauma tumpul abdomen (non penetrtaing trauma) dibagi menjadi 3 yaitu :

1. Trauma kompresi

Trauma kompresi terjadi bila bagian depan dari badan berhenti bergerak, sedangkan bagian

belakang dan bagian dalam tetap bergerak ke depan. Organ-organ terjepit dari belakang oleh

bagian belakang thorakoabdominal dan kolumna vetebralis dan di depan oleh struktur yang

terjepit. Trauma abdomen menggambarkan variasi khusus mekanisme trauma dan menekankan

prinsip yang menyatakan bahwa keadaan jaringan pada saat pemindahan energi mempengaruhi

kerusakan jaringan. Pada tabrakan, maka penderita akan secara refleks menarik napas dan

menahannya dengan menutup glotis. Kompresi abdominal mengkibatkan peningkatan tekanan

intrabdominal dan dapat menyebabkan ruptur diafragma dan translokasi organ-organ abdomen

ke dalam rongga thorax. Transient hepatic kongestion dengan darah sebagai akibat tindakan

valsava mendadak diikuti kompresi abdomen ini dapat menyebabkan pecahnya hati. Keadaan

serupa dapat terjadi pada usus halus bila ada usus halus yang closed loop terjepit antra tulang

belakang dan sabuk pengaman yang salah memakainya.

2. Trauma sabuk pengaman (seat belt)

Sabuk pengaman tiga titik jika digunakan dengan baik, mengurangi kematian 65%-70% dan

mengurangi trauma berat sampai 10 kali. Bila tidak dipakai dengan benar, sabuk pengaman

dapat menimbulkan trauma. Agar berfungsi dengan baik, sabuk pengamna harus dipakai di

bawah spina iliaka anterior superior, dan di atas femur, tidak boleh mengendur saat tabrakan

dan harus mengikat penumpang dengan baik. Bila dipakai terlalu tinggi (di atas SIAS) maka

hepar, lien, pankreas, usus halus, diodenum, dan ginjal akan terjepit di antara sabuk pengaman

dan tulang belakang, dan timbul burst injury atau laserasi. Hiperfleksi vetebra lumbalis akibat

sabuk yangterlalu tinggi mengakibatkan fraktur kompresi anterior dan vetebra lumbal.

3. Cedera akselerasi / deselerasi.

Trauma deselerasi terjadi bila bagian yang menstabilasi organ, seperti pedikel ginjal,

ligamentum teres berhenti bergerak, sedangkan organ yang distabilisasi tetap bergerak. Shear

force terjadi bila pergerakan ini terus berlanjut, contoh pada ginjal dan limpa denga

Page 25: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

pedikelnya, pada hati terjadi laserasi hati bagian sentral, terjadi jika deselerasi lobus kanan dan

kiri sekitar ligamentum teres.

2.3.4 Diagnosis

a. Anamnesis

Pada anamnesis dapat ditemukan adanya riwayat seperti:

Trauma pada abdomen akibat benturan benda tumpul

Jatuh dari ketinggian

Tindakan kekerasan atau penganiayaan

Cedera akibat hiburan atau wisata.

Riwayat trauma sangat penting untuk menilai penderita yang cedera dalam tabrakan

kendaraan bermotor. Keterangan ini dapat diberikan oleh penderita, penumpang lain, polisi

atau petugas medis gawat darurat di lapangan. Keternagan menbgenai tanda-tanda vital, cedera

yang kelihatan, dan respon terhadap perawatan pre-hospital juga harus diberikan oleh para

petugas yang memberikan perawatan pre-hospital. Pada trauma tumpul abdomen terutama

yang merupakan akibat dari kecelakaan lalu lintas, petugas medis harus menanyakan hal-hal

sebagai berikut :

- fatalitas dari kejadian ?

- tipe kendaraan dan kecepatan ?

- apakah kendaraan terguling ?

- bagaimana kondisi penumpang lainnya ?

- lokasi pasien dalam kendaraan ?

- tingkat keparahan rusaknya kendaraan ?

- deformitas setir ?

- apakah korban menggunakan sabuk pengaman? Tipe sabuk pengaman?

- apakah airbag di samping dan depan korban berfungsi ketika kejadian?

- apakah ada riwayat pengunaan alkohol dan obat-obatan sebelumnya?

Riwayat dan kronologis kejadian memang penting, tapi mekanisme sendiri tidak bisa

menentukan apakah diperlukan laparotomi emergency atau tidak. Mekanisme dan kronologis

kejadian harus disertai dengan data lain seperti vital sign prehospital, pemeriksaan fisik, tes

diagnostik, dan kondisi kesehatan yang mendasari.

Page 26: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

Selain itu, AMPLE merupakan elemen penting yang harus ditanyakan dalam anamnesis

pasien:

A llergies

M edications

P ast medical history

L ast meal or other intake

E vents leading to presentation.

b. Evaluasi primer dan penatalaksanaan

Initial resuscitation dan penatalaksanaan pasien trauma berdasarkan pada protokol Advanced

Trauma Life Support. Penilaian awal (Primary survey) mengikuti pola ABCDE, yaitu Airway,

Breathing, Circulation, Disability (status neurologis),danExposure.

A. Intial assesment

Trauma tumpul abdomen akan muncul dalam manifestasi yang sangat bervariasi, mulai

dari pasien dengan vital sign normal dan keluhan minor hingga pasien dengan shock berat.

Bisa saja pasien datang dengan gejala awal yang ringan walaupun sebenarnya terdapat

cedera intraabdominal yang parah. Jika didapati bukti cedera extraabdominal, harus

dicurigai adanya cedera intraabdominal, walaupun hemodinamik pasien stabil dan tidak

ada keluhan abdominal. Pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil, resusitasi dan

penilaian harus dilakukan segera. Pemeriksaan fisik abdomen harus dilakukan secara teliti

dan sistematis, dengan urutan inspeksi, auskultasi, perkusi, dan palpasi. Penemuannya

positif dan negatif harus dicatat dengan teliti dalam rekam medik.

1. Inspeksi

Baju penderita harus dibuka semua untuk memudahkan penilaian. Bila dipasang

pakaian Pneumatic Anti Shock Garment dan hemodinamik penderita stabil, segmen

abdominal dikempeskan sambil tekanan darah penderita dipantau dengan teliti.

Penurunan tekanan darah sistolik lebih adari 5 mmHG adalah tanda untuk menambah

resusitasi cairan sebelum meneruskan pengempesan (deflasi). Perut depan dan

belakang, dan juga bagian bawah dada dan perineum, harus diperiksa apakah ada

goresan, robekan, ekomosis, luka tembus, benda asing yang tertancap, keluarnya

omentum atau usus kecil, dan status hamil. Seat belt sign, dengan tanda konstitusi

atau abrasi pada abdomen bagian bawah, biasanya sangat berhubungna dengan cedera

intraperitoneal. Adanya distensi abdominal, yang biasanya berhubungan dengan

pneumoperitoneum, dilatasi gaster, atau ileus sebagai akibat dari iritasi peritoneal

Page 27: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

merupakan hal penting yang harus diperhatikan. Adanya kebiruan yang melibatkan

region flank, punggung bagian bawah (Grey Turner sign) menandakan adanya

perdarahan retroperitoneal yang melibatkan pankreas, ginjal, atau fraktur pelvis.

Kebiruan di sekitar umbilicus (Cullen sign) menandakan adanya perdarahan

peritoneal biasanya selalu melibatkan perdarahan pankreas, akan tetapi tanda-tanda

ini biasanya baru didapati setelah beberapa jam atau hari. Fraktur costa yang

melibatkan dada bagian bawah, biasanya berhubungan dengan cedera lien atau liver.

2. Auskultasi

Melalui auskultasi ditentukan apakah bising usus ada atau tidak. Penurunan suara

usus dapat berasal dari adanya peritonitis kimiawi karena perdarahan atau ruptur

organ berongga. Cedera pada struktur berdekatan seperti tulang iga, tulang belakang

atau tulang panggul juga dapat mengakibatkan ileus meskipun tidak ada cedera

intraabdominal, sehingga tidak adanya bunyi usus bukan berarti pasti ada cedera

intrabdominal. Adanya suara usus pada thorax menandakan adanya cedera pada

diafragma.

3. Perkusi

Manuver ini menyebabkan pergerakan peritoneum, dan dapat menunjukkan adanya

peritonitis yang masih meragukan. Perkusi juga dapat menunjukkan adanya bunyi

timpani di kuadran atas akibat dari dilatasi lambung akut atau bunyi redup bila ada

hemoperitoneum.

4. Palpasi

Kecenderungan untuk mengeraskan dinding abdomen (voluntary guarding) dapat

menyulitkan pemeriksaan abdomen. Sebaliknya defans muskuler (involuntary

guarding) adalah tanda yang andal dari iritasi peritoneum. Tujuan palpasi adalah

untuk mendapatkan apakah didapati nyeri serta menentukan lokasi nyeri tekan

superficial, nyeri tekan dalam, atau nyeri lepas tekan. Nyeri lepas tekan biasanya

menandakan adanya peritonitis yang timbul akibat adanya darah atau isi usus. Pada

truma tumpul abdomen perlu juga disertai kecurigaan adanya fraktur pelvis. Untuk

menilai stabilitas pelvis, yaitu dengan cara menekankan tangan pada tulang-tualng

iliaka untuk membangkitkan gerakan abnormal atau nyeri tulang yang menandakan

adanya fraktur pelvis.

Walaupun melalui pemeriksaan fisik dapat dideteksi cedera intraperitoneal,

keakuratan pemeriksaan fisik pada pasien dengan trauma tumpul abdomen hanya

berkisar antara 55–65%. Tidak adanya tanda dan gejala yang ditemukan dalam

Page 28: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

pemeriksaan fisik tidak menyingkirkan adanya cedera yang serius, sehingga

diperlukan pemeriksaan yang lebih spesifik lagi untuk menghindarkan missed injury.

Walaupun tidak ditemukan tanda dan gejala, adanya perubahan sensoris atau cedera

extraabdominal yang disertai nyeri pada pasien trauma tumpul abdomen harus lebih

mengarahkan kepada cedera intrabdominal. Lebih dari 10% pasien dengan cedera

kepala tertutup, disertai dengan cedera intraabdominal, dan 7% pasien trauma tumpul

dengan cedera extraabdominal memiliki cedera intraabdominal, walaupun tanpa

disertai rasa nyeri.

Pada pasien sadar tanpa cedera luar yang terlihat, gejala yang paling terlihat dari

trauma tumpul abdomen adalah nyeri dan peritoneal findings. Pada 90% kasus,

pasien dengan cedera visceral datang dengan nyeri lokal atau nyeri general. Tanda-

tanda ini bukan merupakan tanda yang spesifik, karena dapat pula ditemukan pada

isolated thoracoabdominal wall constitution atau pada fraktur costa bawah. Dan yang

paling penting, tidak adanya nyeri pada pasien sadar dan stabil lebih menandakan

tidak adanya cedera. Meskipun demikian, cedera intrabdominal bisa didapati pada

pasien sadar dan tanpa nyeri.

Hipotensi pada trauma tumpul abdomen sering sebagai akibat dari perdarahan organ

padat abdomen atau cedera vasa abdominal. Walaupun sumber perdarah

extraabdominal (misalnya, laserasi kulit kepala, cedera dada, atau fraktur tulang

panjang) harus segera diatasi, tapi evaluasi cavitas peritoneal juga tidak boleh

diabaikan. Pasien dengan cedera kepala ringan tidak bisa menyebabkan shock,

kecuali pada pasien dengan cedera intracranial, atau pada bayi dengan perdarahan

intracranial atau cephalohematoma.

Pemeriksaan rectal jarang menunjukkan adanya darah atau subcutaneous emphysema,

tapi jika didapati, tanda tersebut berkaitan dengan cedera abdomen. Evaluasi tonus

rectal merupakan bagian yang sangat penting untuk pasien dengan kecurigaan cedera

spinal. Palpasi high-riding prostate mengarahkan indikasi pada cedera uretra.

2.3.5 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan yang umumnya direkomendasikan meliputi glukosa darah, complete blood

count (CBC), kimia darah, amylase serum, urinalisis, pemeriksaan koagulasi, tipe golongan darah,

etanol darah, analisa gas darah, dan tes kehamilan (untuk wanita-wanita usia reproduksi) .

Page 29: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

Complete blood count

Kadar hemoglobin dan hematokrit yang normal tidak menyingkirkan adanya perdara-

han. Sampai volume darah diganti dengan cairan kristaloid atau efek hormonal ( seperti

hormon drenocorticotropic [ACTH], aldosterone, antidiuretic hormone [ADH]) dan ter-

jadi pengisian transkapiler, anemia tidak akan terjadi. Jangan tidak memberi transfusi

pada pasien yang hasil hematokritnya relatif normal (>30%) tetapi ada bukti klinis

shock, cedera serius (contoh: fraktur pelvis terbuka), atau kehilangan darah yang sig-

nifikan secara terus menerus.

Penggunaan transfuse platelet untuk mengobati pasien dengan thrombocytopenia platelet

count <50,000/mL) dan perdarahan terus menerus.

Bedside diagnostic testing with rapid hemoglobin or hematocrit machines may quickly

identify patients who have physiologically significant volume deficits and hemodilution.

Reported hemoglobin from ABGs also may be useful in identifying anemia.

Beberapa penelitian telah menhubungkan hematoktrit awal yang rendah (<30%) dengan

cedera yang signifikan6.

Tes Fungsi hepar

LFT mungkin berguna untuk pasien dengan trauma tumpul abdomen, namu tes ini juga

bisa tinggi akibat penggunaan alkohol.

Kenaikan kadar aspartate aminotransferase (AST) or alanine aminotransferase (ALT)

lebih dari 130 U menandakan adanya perlukaan di hepar.

Lactate dehydrogenase (LDH) and kadar bilirubin tidak spesifik untuk indikator pada

trauma hepar6.

Pemeriksaan Kadar amilase

Masih kontroversi tentang penting atau tidaknya untuk dilakukan pemeriksaan kadar

amilase pada trauma tumpul abdomen.

Kenaikan kadar amilase dalam waktu 3-6 jam post trauma biasanya lebih akurat untuk

menentukan adany perlukaan pada pankreas.

Walaupun trauma pada pankreas dapat tidak ditemukan dengan CT scan segera setelah

trauma,namun dpat diidentifikasi jika dilakukan scan ulang 36-48 jam kemudian.

Urinalisis

Pemeriksaan urinalisis diperlukan untuk membantu diagnosa termasuk pada trauma ab-

domen dan atau pelvis, gross hematuria, mikroskopik hematuria, dan penurunan output

urine.

Dapat dilakukan contrast nephrogram dengan utilizing intravenous pyelography (IVP)

atau CT scan dengan kontras intravenous

Page 30: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

Gross hematuria mengindikasikan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, termasuk

dengan cystography dan IVP atau CT scan memakai kontras dari abdomen.

Periksa kadar serum atau urine pregnancy test pada wanita dengan masa subur.

Faktor pembekuan darah

Biaya-efektivitas dari rutin waktu prothrombin (PT) / activated partial thromboplastin

time (aPTT) penetapan terhadap admisi dapat dipertanyakan.

Mendapatkan PT / aPTT pada pasien yang memiliki riwayat darah dyscrasia (misalnya,

hemofilia), yang memiliki masalah sintetis (misalnya, sirosis), atau yang mengambil

obat anticoagulant (misalnya, warfarin, heparin) .

Golongan darh, skrining, dan crossmatch.

Skrining dan jenis darah dari semua pasien yang diduga cedera trauma tumpul abdomen.

Jika cedera sudah diidentifikasi, praktik ini sangat mengurangi waktu yang diperlukan

untuk crossmatch.

Lakukan crossmatch awal minimum 4-6 unit bagi pasien tersebut dengan bukti yang je-

las dari cedera abdominal dan ketidakstabilan hemodinamik.

Sampai crossmatched darah tersedia, memanfaatkan O-negatif atau jenis darah yang spe-

sifik6.

Kadar Analisis Gas Darah (ABG)

Kadar ABG dapat memberikan informasi penting pada korba trauma. Selain informasi

tentang oksigenasi (contoh: PO2, SaO2) dan ventilasi (PCO2), tes ini memberikan infor-

masi berharga tentang pemberian oksigen melalui perhitungan gradient A-a.

Setelah awal masuk rumah sakit, menduga metabolik acidemia ke hasil dari asidosis

laktat yang menyertai shock.

Defisit dasar sedang (yakni, lebih dari -5 mEq) menunjukkan perlunya resusitasi yang

agresif dan penetapan yang etiologi.

Attempt to improve systemic oxygen delivery by ensuring an adequate SaO 2 (ie, >90%)

and by acquiring volume resuscitation with crystalloid solutions and, if indicated, blood.

Usaha untuk meningkatkan penyaluran oksigen sistemik dengan memastikan SaO2 yang

adekuat (yakni,> 90%) dan memperoleh volume resusitasi dengan kristaloid dan, jika di-

indikasikan, darah.

ABG memberi tahukan kadar hemoglobin total lebih cepat daripada CBC.

Skrining obat dan alkohol

Lakukan skrining obat dan alcohol pada pasien-pasien trauma yang memiliki penurunan

kesadaran

Pemeriksaan afas atau darah dapat mengukur kadar alkohol.

Page 31: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

b. Pemeriksaan Imaging

1. Foto Rontgen

Pada penderita dengan hemodinamik normal maka pemeriksaan roentgen abdomen

dalam keadaan terlentang dan berdiri (sambil melindungi tulang punggung) mungkin

berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas di

bawah diafragma, yang keduanya memerlukan laparotomy segera.

Hilangnya bayangan pinggang (psoas shadow) juga menandakan adanya cedera

retroperitoneum.

Bila foto tegak dikontraindikasikan karena nyeri atau patah tulang punggung, da-

pat digunakan foto samping sambil tidur (left lateral decubitus) untuk mengetahui

udara bebas intraperitoneal.

2. Diagnostic peritoneal lavage (DPL)

Cepat, tetapi invasive, dan sangat berperan dalam menentukan pemeriksaan

berikut yang perlu dilakukan kepada penderita dan 98% dianggap sensitive untuk

perdarahan intra-peritoneum

Keistimewaannya dapat dilakukan pada situasi:

perubahan sensorium-cedera kepala, intoksikasi alcohol, penggunaan obat ter-

larang

perubahan perasaan-cedera jaringan syaraf tulang belakang

cedera pada struktur berdekatan-tulang iga bawah, panggul, tulang belakang

dari pinggang ke bawah (lumbar spine)

pemeriksaan fisik yang meragukan

Kontraindikasi mutlak: bila ada indikasi untuk laparotomy (celiotomy).

Kontraindikasi relatif: operasi abdomen sebelumnya, kegemukan yang tidak sehat,

sirosis yang lanjut, dan koagulopati yang telah ada sebelumnya.

Page 32: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

Gambar 1. Peritoneal Lavage

Pada trauma tumpul abdomen, aspirasi darah sebanyak 10 ml atau lebih pada DPT

menunjukkan kecurigaan lebih dari 90% terhadap adanya cedera intaperitoneal. Jika hasil lavage

pasien yang dikirim ke lab menunjukkan RBC lebih dari 100.000/mm3 maka dapat dikatakan

positif untuk cedera intraabdominal. Jika hasil aspirasi positif dan adanya peningkatan RBC pada

lavge menunjukkan adanya cedera, terutama viscera padat dan struktur vaskular, namun hal ini

tidak cukup untuk mengindikasikan laparotomi.

Pada pasien dengan fraktur pelvis, harus diwaspadai adanya positif palsu pada DPL.

Walaupun demikian pada lebih dari 85% kasus, pasien fraktur pelvis dengan aspirasi positif pada

DPT mengindikasikan adanya cedera intraperitoneal. Aspirasi negatif pada pasien fraktur pelvis

dengan hemodinamik yang tidak stabil menunjukkan adanya perdarahan retroperitoneal, jika

demikian perlu dilakukan angiography dengan embolisasi.

Peningkatan WBC baru terjadi setelah 3–6 jam setelah cedera, sehingga tidak terlalu

penting pada interpretasi DPL. Peningkatan amilase juga tidak spesifik dan tidak sensitif untuk

cedra pankreas.

3. Ultrasonografi atau Sonogram

(FAST) telah digunakan dalam evaluasi pasien trauma di Eropa lebih dari 10 tahun

dan semakin mendapatkan penerimaan di Amerika Serikat. Akurasi diagnostic

FAST’s umumnya sama dengan ensitive selaput lavage (dpl). Studi di Amerika

Serikat selama beberapa tahun terakhir telah menunjukkan sonografi sebagai pen-

dekatan yang noninvasive untuk mengevaluasi hemoperitoneum dengan cepat.

Studi menunjukkan tingkat ketergantungan operator, namun beberapa penelitian

Page 33: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

telah menunjukkan bahwa dengan struktur sesi belajar, bahkan novice operator da-

pat mengidentifikasi cairan bebas intra-abdominal, terutama jika jumlah cairan

lebih dari 500 mL.

Pada pasien dengan trauma tumpul abdomen yang terisolasi dan cedera multisis-

tem, ultrasonografi yang dilakukan oleh seorang sonographer berpengalaman da-

pat dengan cepat mengidentifikasi cairan bebas intraperitoneal. Sensitivitas untuk

cedera organ solid yang tidak berkapsul adalah sedang dalam penelitian. Cedera

viscus berongga jarang diidentifikasi, namun bebas cairan dapat dilihat dalam ka-

sus ini. Untuk pasien-pasien dengan nyeri yang persisten atau tenderness atau bagi

berkembang menjadi gejala peritoneal, pertimbangkan FAST sebagai pengukur

komplementer untuk CT scan, dpl, atau eksplorasi.

Evaluasi FAST abdomen yang terdiri dari visualisasi dari kantong jantung (dari

gambaran subxiphoid), ruang splenorenal dan hepatorenal (misalnya, kantung

Morison), paracolic gutters, dan kantung Douglas pada panggul. Gambaran kan-

tung Morison telah paling ensitive, terlepas dari etiologi dari cairan.

Page 34: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

Gambar 2.

Ultrasonic imaging for fluid in Morison's pouch has proven to be a reliable method for detecting intra-abdominal hemorrhage. A. normal image. B. This image demonstrates a fluid stripe between the right kidney and liver; this is considered a positive study. Fluid may also be detected between loops of bowel, as in C, or in the pelvis, as in D

Cairan bebas, umumnya dianggap darah pada trauma abdomen, tampak sebagai

garis hitam. Cairan bebas pada pasien yang secara hemodinamik tidak stabil me-

nunjukkan perlunya laparotomy yang mendadak; Namun, CT scan dapat lebih jauh

mengevaluasi pasien yang stabil dengan cairan bebas.

Sensitivitas dan spesifisitas dari studi ini berkisar antara 85-95%.

4. Computed Tomography (CT scan)

Meskipun mahal dan berpotensi menghabiskan waktu, CT scan sering memberikan

gambar yang detil dari kelainan trauma dan dapat membantu dalam penentuan in-

tervensi pembedahan.

CT scan dapat tidak menemukan adanya cedera diafragma dan perforasi dari GI

tract, terutama bila CT scan dilakukan segera setelah cedera. Cedera pancreas

tidak dapat diidentifikasi pada awal CT scan, tetapi biasanya ditemukan pada pe-

meriksaanfollow up yang dilakukan pada pasien berisiko tinggi. Untuk pasien ter-

tentu, endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) dapat melengkapi

CT scan untuk menyingkirkan cedera duktus.

Keuntungan utama dari CT scan adalah spesifikasinya yang tinggi dan digunakan

sebagai pedoman pengelolaan nonoperative pada cedera organ yang solid.

Drawbacks CT scan yang berkaitan dengan kebutuhan untuk transportasi pasien

trauma dari wilayah resusitasi trauma dan waktu tambahan yang diperlukan untuk

melakukan CT scan dibandingkan dengan FAST atau dpl. Gambaran CT yang pal-

ing baik memerlukan kontras baik melalui mulut maupun intravena.

Page 35: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

Gambar 3. A. Parenchymal destruction of the posterior aspect of the right hepatic lobe with

extravasation of blood. The image in B reveals a large subcapsular hematoma. Both patients were

successfully treated nonoperatively. C. A blunt splenic injury with parenchymal disruption and

extravasation.

Tabel 1. Perbandingan Pemeriksaan DPL, USG, dan CT Scan Pada Trauma Tumpul.

DPL USG CT Scan

Indikasi Menentukan adanya

perdarahan bila BP ↓

Menentukan cairan

bila BP ↓

Menentukan organ

cedera bila BP normal

Keuntungan - Diagnosis cepat dan

sensitive

- Akurasi 98%

- Diagnosis cepat,

tidak invasif, dan

dapat diulang

- Akurasi 86-97%

- Paling spesifik untuk

cedera

- Akurasi 92-98%

Page 36: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

Kerugian Invasive, gagal untuk

mengetahui cedera

diafragma atau cedera

retro-peritoneum

Tergantung operator

distorsi gas usus dan

udara di bawah kulit

Gagal mengetahui

cedera diafragma usus,

dan pankreas

Membutuhkan biaya

dan waktu lebih lama

Tidak mengetahui

cedera diafragma usus,

dan pankreas

Penatalaksanaan lanjutan

Pasien trauma tumpul abdomen harus dievalusi lanjut apakah diperlukan perawatan

operatif atau tidak. Setelah melakukan resusitasi dan penatalaksanaan awal berdasarkan protokol

ATLS, harus dipertimbangkan indikasi untuk laparotomi melalui pemeriksaan fisik, ultrasound

(US), computed tomography (CT), dan DPT/DPL.

A. Pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil

Pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil, penatalaksanaan bergantung pada

ada tidaknya perdarahan intraperitoneal. Pemeriksaan difokuskan pada US abdomen atau DPT

untuk membuat keputusan.

Walaupun ada banyak penelitian retrospektif dan beberapa penelitian prespektif

mendukung penggunaan US sebagai alat untuk skrening trauma, beberapa ahli masih

mempertanyakan US pada penatalaksanaan trauma. Mereka menekankan pada tingkat sensitifitas

dan adanya kemungkinan hasil negatif pada penggunaan US untuk mendeteksi cedera

intraperitoneal. Walaupun demikian kebanyakan trauma center memakai Focused Assesment with

Sonography for Trauma (FAST) untuk mengevaluasi pasien yang tidak stabil. FAST dilakukan

secepatnya setelah primary survey, atau ketika kliknisi bekerja secara paralel, biasanya dilakukana

bersamaan dengan primary survey, sebagai bagian dari C (Circulation) pada ABC.

Jika tersedia US, sangat disarankan penggunaan FAST pada semua pasien dengan

trauma tumpul abdomen. Jika hasil FAST jelek, misalnya kualitas gambar yang tidak bagus, maka

selanjutnya perlu dilakukan DPT. Jika US dan DPT menunjukkan adanya hemoperitoneum, maka

diperlukan laparotomi emergensi. Hemoperitoneum pada pasien yang tidak stabil secara klinis,

tanpa cedera lain yang terlihat, juga mengindikasikan untuk dilakukan laparotomi. Jika melalui US

dan DPT tidak didapati adanya hemoperitoneum, harus dilakukan investigasi lebih lanjut terhadap

lokasi perdarahan. Pada penatalaksanaan pasien tidak stabil dengan fraktur pelvis mayor, harus

diingat bahwa US tidak bisa membedakan hemoperitoneum dan uroperitoneum

X-ray dada harus dilakukan sebagai bagian dari initial evalutiaon karena dapat

menunjukkan adanay perdarah pada cavum thorax. Radiography antero-posterior pelvis bisa

Page 37: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

menunjukkanadanya fraktur pelvis yang membutuhkan stabilisasi segera dan kemungkinan

dilakukan angiography untuk mengkontrol perdarahan.

B. Pasien dengan hemodinamik yang stabil

Penilaian klinis pada pasien trauma tumpul abdomen dengan kondisi sadar dan bebas

dari intoksikasi, pemeriksaan abdomen saja biasanya akurat tapi tetap tidak sempurna. Satu

penelitian prospective observational terhadap pasien dengan hemodinamik stabil, tanpa trauma

external dan dengan pemeriksaan abdomen yang normal, ternyata setelah dibuktikan melalui CT-

scan ditemukan sebanyak 7,1% kasus abnormalitas.

US dan CT sering digunakan untuk mengevaluasi pasien trauma tumpul abdomen yang

stabil. Jika pada US awal tidak terdetekdi adanya perdarahan intraperitoneal, maka perlu dilakukan

pemeriksaan fisik, US, dan CT secara serial. Pemeriksaan fisik serial dilakukan jika hasil

pemeriksaan dapat dipercaya, misal pada pasien dengan sensoris normal, dan cedera yang

mengganggu. Penelitian prospective observational terhadap 547 pasien menunjukkan US kedua

(FAST) yang dilakukan selama 24 jam dari trauma, meningkatkan sensitifitas terhadap cedra

intraabdominal,

Jika US awal mendeteksi adanya darah di intraperitoneal, maka kemudian dilakukan CT

scan untuk memperoleh gambaran cedera intraabdominal dan menaksir jumlah hemoperitoneum.

Keputusan apakah diperlukan laparotomy segera atau hanya terapi non operatif tergantung pada

cedera yang terdetaksi dan status klinis pasien. CT abdominal harus dilakukan pada semua pasien

dengan hemodinamik stabil, tapi tidak untuk pasien dengan perubahan sensoris dan status mental

karena cedera kepala tertutup, intoksikasi obat dan alkohol, atau cedera lain yang mengganggu.

Page 38: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

Algoritma Prosedur Pemeriksaan pada Trauma Tumpul Abdomen

2.3.6 Indikasi Klinis Laparotomi

\ Laparotomi segera diperlukan setelah terjadinya trauma jika terdapat indikasi klinis sebagai

berikut :

1. kehilangan darah dan hipotensi yang tidak diketahui penyebabnya, dan pada pasien

yang tidak bisa stabil setelah resusitasi, dan jika ada kecurigaan kuat adanya cedera

intrabdominal

2. adanya tanda - tanda iritasi peritoneum

3. bukti radiologi adanya pneumoperitoneum konsisten

4. dengan ruptur viscera

5. bukti adanya ruptur diafragma

6. jika melalui nasogastic drainage atau muntahan didapati adanya GI bleeding yang

persisten dan bermakna

2.4.TRAUMA HEPAR

Trauma hepar lebih banyak disebabkan oleh trauma tumpul yang bisa menyebabkan

kehilangan banyak darah ke dalam peritoneum. Trauma tumpul mempunyai potensi cidera

tersembunyi yang mungkin sulit dideteksi. Insiden komplikasi berkaitan dengan penanganan

trauma terlambat lebih besar dari insiden luka tembus. Trauma kompresi pada hemithorax kanan

Page 39: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

dapat menjalar melalui diafragma & menyebabkan kontusio pada puncak lobus kanan hepar.

Trauma deselerasi menghasilkan kekuatan yang dapat merobek lobus hepar satu sama lain &

sering melibatkan vena cava inferior & vena-vena hepatik.

Epidemiologi

Etiologi:

Kecelakaan, jatuh, benturan

Dengan adanya kompresi berat, hepar bisa tertekan ke tulang belakang

Patofisiologi

o 85% injury hepar melibatkan segmen 6,7, dan 8 pada liver

o Kemungkinan terjadi karena kompresi pada costa, vertebra, atau posterior dinding ab-

domen

o Ligamentum liver menepel pada diafragma dan menempel diposterior dinding ab-

domen dan terjadi shear force pada salama trauma deselarisasi.

o Trauma liver sering terjadi karena mengkompres kosta. Hal ini sering terjadi pada anak

karena pada anak kosta fleksibel dan mempermudah kontak pada liver. Selain itu,

hepar anak lebih lemah conective tissuenya dibanding dewasa

o Trauma juga bisa karena prosedur radiologi intervensional → bisa menyebabkan

robekan hepar.

o Berat ringannya kerusakan tergantung pada jenis trauma, penyebab, kekuatan, & arah

trauma. Karena ukurannya yang relatif lebih besar & letaknya lebih dekat pada tulang

costa, maka lobus kanan hepar lebih sering terkena cidera daripada lobus kiri.

Page 40: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

Gejala klinis:

Nyeri kuadran kanan atas & epigastrium

Iritasi peritoneum (defans muskular (+), NT, NL, NK (+) )

Penurunan bising usus

Perdarahan →syok (takikardi, hipotensi, volume urin turun)

Mual muntah

Pemeriksaan lab :

Hb Ht turun

Leukositosis

Kadar enzim hati meningkat

Pemeriksaan radiologi:

CT-scan merupakan pemeriksaan pilihan pada pasien dengan trauma tumpul

abdomen & sering dianjurkan sebagai sarana diagnostik utama. CT-scan bersi-

fat sensitif & spesifik pada pasien yang dicurigai trauma tumpul hepar dengan

keadaan hemodinamik yang stabil. CT-scan akurat dalam menentukan lokasi

& luas trauma, menilai derajat hemoperitoneum, memperlihatkan organ in-

traabdomen lain yang ikut cidera, identifikasi komplikasi yang terjadi setelah

trauma hepar yang butuh penanganan segera terutama pada pasien dengan

trauma hepar berat & untuk monitor kesembuhan. CT-scan terbukti sangat

bermanfaat dalam diagnosis & penentuan penanganan trauma hepar. CT-scan

menurunkan jumlah laparatomi pd 70% pasien atau menyebabkan pergeseran

dari penanganan rutin bedah menjadi penanganan non operastif dari kasus

trauma hepar.

Page 41: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

Pemeriksaan ronsen servikal lateral, toraks anteroposterior (AP), dan pelvis

adalah pemeriksaan yang harus dilakukan pada pasien dengan multitrauma.

Pasien dengan hemodinamik normal maka pemeriksaan ronsen abdomen

dalam keadaan telentang & berdiri, berguna untuk mngetahui udara ekstralu-

minal di retroperitoneum atau udara bebas di bawah diafragma yang keduanya

memerlukan laparatomi segera. Hilangnya bayangan pinggang (psoas shadow)

juga menandakan adanya cedera retroperitoneum.

Bila foto tegak dikontra-indikasikan karena nyeri / patah tulang punggung, da-

pat digunakan foto samping sambil tidur (left lateral decubitus) untuk menge-

tahui udara bebas intraperitoneal

Penanganan:

1. Airway : sumbatan jalan napas (secret, lidah jatuh ke belakang,

bronkospasme)

2. Breathing : bunyi napas (vesikuler), frekuensi pernapasan, pola napas, penggu-

naan otot bantu napas.

3. Circulation : denyut nadi, frekuensi, kekuatan, irama, tekanan darah, kapilari

refill <3 detik.

4. Disability : Ketidakmampuan, GCS (E=4, V=5, M=6 ), reaksi pupil, reflek ca-

haya

5. Exposure : Sensasi nyeri, cegah pasien hipotermi, lihat ada tidaknya jejas, CT

scan abdomen

Terapi non operatif

Page 42: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

Pasien cedera tumpul hepatik dengan hemodinamik stabil tanpa indikasi lain

untuk eksplorasi penanganan yang terbaik adalah nonoperatif. Pasien yang sta-

bil tanpa tanda-tanda peritoneal lebih baik dievaluasi dengan USG dan jika

ditemukan kelainan, CT scan dengan kontras harus dilakukan. Tidak adanya

ekstravasasi kontras, cedera yang ada dapat ditangani secara nonoperatif.

Tidak adanya agen kontras ekstravasasi selama fase arteri dari CT menun-

jukkan trauma hati, yang umumnya dapat diobati nonoperatif. Secara keselu-

ruhan keberhasilan melaporkan manajemen nonoperative lebih besar dari 90%

di sebagian besar, tingkat keberhasilan manajemen nonoperative untuk cedera

nilai I sampai III mendekati 95%. Pada pasien stabil dengan, embolisasi an-

giografi sebagai adjuvant untuk protokol manajemen nonoperative berhasil

dalam menurunkan jumlah transfusi darah dan jumlah operasi.Pasien umum-

nya dirawat di ICU untuk pemantauan tanda-tanda vital dan penentuan hema-

tokrit serial. Bila tidak ada bukti perdarahan lebih lanjut terlihat, pasien dapat

dimobilisasi dan mulai diet. ulangi CT scan dan aktivitas fisik normal dapat di-

lanjutkan setelah 3 bulan post injury.

Kriteria klasik untuk penanganan nonoperative pada trauma hepar adalah sta-

bilitas hemodinamik, status mental normal, tidak adanya indikasi yang jelas

untuk laparotomi seperti tanda peritoneum & kebutuhan transfusi < 2 unit

darah.

Indikasi operasi:

Page 43: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

Trauma hepar dengan syok

Trauma hepar dengan peritonitis

Trauma hepar dengan hematom yang meluas

Trauma hepar dengan penanganan konservatif gagal

Trauma hepar dengan cedera lain intra abdominal

Terapi operatif

Rencana operasi yang mendesak merupakan triage di UGD. Pasien dengan

syok karena luka tembak perut dapat dirawat di UGD dalam waktu yang

singkat (10-15 menit), sedangkan pasien yang stabil dengan trauma tumpul

multisistem dapat tetap dirawat di UGD.

Triase yang prematur untuk memasukkan pasien ke ruang operasi dapat men-

gakibatkan laparotomy yang tidak perlu. Penundaan di UGD juga dapat men-

gakibatkan kerusakan fisiologis yang mengarah ke shock ireversibel.

Komplikasi:

Perdarahan post operatif, koagulopati, fistula bilier, hemobilia, dan pemben-

tukan abses.

Perdarahan post operasi terjadi sebanyak <10% pasien. Hal ini mngkin karena

hemostasis yang tidak adekuat, koagulopati post operatif / keduanya.

Hematoma subscapular, Laserasi, Kontusi, Distrupsi vaskular hepar, dan In-

jury pada bile duct

Page 44: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

BAB III

ANALISIS KASUS

Pada kasus ini ditegakkan diagnosis trauma tumpul abdomen dan fraktur tertutup

os femur berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari hasil anamnesis,

didapatkan keluhan utama pasien nyeri di lapang perut kanan atas akibat jatuh dari

ketinggian sekitar 4 meter saat sedang memperbaiki genting sejak 8 jam SMRS. Sebelum

pasien jatuh ke tanah, pasien sempat terbentur genteng dengan keras terlebih dahulu.

Setelah jatuh, pasien tidak pingsan dan masih sadar. Selain keluhan nyeri perut, pasien

juga mengeluhkan mual dan muntah, sesak napas, nyeri pada tungkai bawah kiri serta

tidak dapat menggerakkan panggul kiri.

Dari primary survey yang dilakukan di IGD ketika pasien datang didapatkan,

keadaan airway pasien bebas. Breathing didapatkan pasien bernapas spontan dengan

frekuensi napas 36x/menit, pergerakan dada asimetris, pada perkusi didapatkan redup

setinggi ICS V lapang paru kanan, sonor pada lapang paru kiri serta vesikuler melemah

pada lapang paru kanan, vesikuler normal pada lapang paru kiri. Dari kondisi tersebut

maka pasien diberikan oksigenasi dengan menggunakan NRM sebanyak 15 liter. Pada

pemeriksaan circulation didapatkan akral dingin, pucat, nadi regular isi lemah dengan

frekuensi 120x/menit, dan tekanan darah 86/67 mmHg. Lalu pasien dipasang kateter urine

dan didapatkan inisial urine 30 ml dengan warna kuning pekat. Pasien disimpulkan

mengalami syok. Karena kondisi syok, pasien segera dipasang IV line 2 jalur dan

diberikan loading kristaloid (RL 1500 ml) dan koloid (Gelofusine 500 ml) selama 1 jam.

Setelah itu terjadi perubahan frekuensi nadi menjadi 102x/menit regular isi cukup, tekanan

darah 103/59 mmHg dengan MAP 71, dan pasien mengalami diuresis 0,5 ml/kgBB/jam.

Pada pemeriksaan dissability didapatkan GCS pasien 15 (E4M6V5)

Saat pemeriksaan secondary survey, didapatkan kelainan berupa konjungtiva pucat yang

menandakan bahwa pasien terjadi anemia, lalu pada pemeriksaan thorax didapatkan

pergerakan dada asimetri saat inspeksi, dan redup setinggi ICS V pada lapang paru kanan

pada perkusi, serta suara vesikular menurun pada lapang paru kanan yang menandakan

adanya cairan pada lapang paru kanan. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen

buncit, terdapat nyeri tekan di regio hipokondorium dextra dan lumbal dextra, defence

Page 45: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

muscular (+), dan pada perkusi didapatkan shifting dullness (+), pada auskultasi

didapatkan bising usus meningkat. Pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan akral hangat,

CRT < 2 detik. dan pada status lokalis tidak terdapat jejas pada tungkai kiri, a. dorsalis

pedis teraba kuat, jari-jari kaki masih dapat digerakkan sedangkan tungkai tidak dapat

digerakkan. Status generalis lain dalam batas normal dan pada pemeriksaan rectal touche

tidak didapatkan kelainan.

Saat dirujuk ke RS fatmawati sudah dilakukan pemeriksaan laboratorium di RS

sebelumnya pukul 12.00 WIB, didapatkan hasil Hb 13,8 g/dl yang menunjukkan pasien

tidak mengalami anemia. Leukosit 16.300 yang menunjukkan ada proses peradangan

akibat trauma. Hasil SGOT mengalami peningkatan yaitu 688 U/l yang menunjukkan

adanya kerusakan pada sel-sel hepar, begitupun SGPT pasien yang mengalami

peningkatan yaitu 643 U/l yang juga menunjukkan kerusakan hati. Kemudian pasien

dilakukan pemeriksaan laboratorium kembali pukul 18.30, didapatkan hasil Hb 8,8 g/dl

yang menunjukkan pasien mengalami anemia, maka pasien dilakukan trasnfusi darah PRC

dengan golongan darah O rhesus (+) sebanyak 400 cc. Hasil glukosa darah sewaktu yaitu

247 mg/dl yang menunjukkan adanya proses hiperglikemia reaktif. Dari hasil analisa gas

darah, didapatkan pH 7,132, HCO3 12, BE -16,2, pCO2 36,9 yang menunjukkan adanya

asidosis metabolic, oleh karena itu terapi oksigenasi pada pasien tetap dilanjutkan berupa

pemberian NRM 15 liter.

Pasien dikonsultasikan ke dokter spesialis bedah dan penyakit dalam untuk

dilakukan tindakan lebih lanjut serta dilakukan pemeriksaan FAST dan CT Scan whole

abdomen.

Berdasarkan algoritma trauma tumpul abdomen Mattox, saat ditemukan adanya

kasus trauma tumpul abdomen, yang perlu diperhatikan adalah mengevaluasi gejala klinis.

Dikatakan dalam algoritma tersebut bahwa jika klinis dapat dievaluasi, dan ditemukan

adanya nyeri tekan pada seluruh perut, harus langsung dibawa ke kamar operasi untuk

segera dilakukan tindakan. Sedangkan pada pasien ini tidak ditemukan nyeri pada seluruh

perut, hanya nyeri pada regio hipokondrium dextra, maka langkah berikutnya adalah

dilakukan FAST. Jika hasilnya positive, maka di cek dengan CT, jika keduanya positive,

maka masuk ke kolom judgement, yaitu dokter segera mengambil keputusan apakah

pasiennya mau dioperasi atau tidak.

Page 46: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

Pasien ini dilakukan USG abdomen terdapat kesan tampak cairan bebas sugestif

massif di hepatorenal, splenorenal, paracolica kanan kiri dan paravesika, dengan suspek

hematoma diperivesika, lesi hiperekoik di lobus kanan hepar suspek hematoma. Tidak

tampak adanya ruptur organ-organ intra abdominal yang tervisualisasi. Cairan bebas pada

umumnya diasumsikan sebagai darah pada trauma abdomen. Pada pemeriksaan CT scan,

didapatkan hasil kesan laserasi dan hematoma pada segmen 6, 7 dan 8 hepar lobus kanan

dengan luas <40% grade IV tanpa adanya gambaran perdarahan aktif pada saat ini serta

terdapat cairan bebas yang massif di intraabdominal dan pelvis (perdarahan). Organ-organ

solid intraabdominal lainnya dalam keadaan baik, tidak tampak perdarahan aktif pada

organ-organ intraabdominal dan pelvis saat ini. Fraktur collum os femur kiri.

Saat ini pasien masih diobservasi di ruang HCU, keadaan umum dan

hemodinamik pasien stabil sehingga saat ini dilakukan tatalaksana Non-operatif. Namun,

apabila hemodinamik tidak stabil maka dilakukan tindakan operatif segera. Pasien

diberikan tatalaksana medika mentosa berupa Vitamin K 3 x 10 mg, Vitamin C 1x40 mg,

serta Asam Traneksamat 3 x 500 mg. Pasien juga dilakukan skin traksi pada tungkai

bawah kiri.

Page 47: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

BAB IV

KESIMPULAN

Trauma tumpul abdomen adalah cedera pada abdomen tanpa penetrasi ke rongga

peritoneum yang dapat diakibatkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselarasi, atau

kompresi. Pada kecurigaan terjadinya trauma tumpul abdomen harus dilakukan

pemeriksaan yang menyeluruh dan observasi yang berulang-ulang sesuai dengan algoritma

trauma tumpul. Merupakan hal yang sulit untuk menduga apa yang terjadi pada organ-

organ intra abdominal karena tidak bisa terlihat dari luar, dengan gejala yang bisa timbul

dalam waktu yang cukup lama dan gejala yang timbul bisa minimal sedangkan kerusakan

organ-organnya cukup parah.

Penatalaksanaan harus secepatnya dilakukan jika telah terbukti adanya trauma

tumpul abdomen dengan kegawatan, mengingat banyaknya organ-organ penting yang

terdapat di intra abdominal. Komplikasi yang sering terjadi pada trauma tumpul abdomen

adalah peritonitis. Kematian pada trauma tumpul abdomen disebabkan karena sepsis dan

perdarahan.

Page 48: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Campbell, Brendan. 2007. Abdominal exploration. http://www.TauMed.com

2. Schwartz's Principles of Surgery, Ninth Edition. 2010. The McGraw-Hill Compa-

nies, Inc.

3. Greenfield's Surgery: SCIENTIFIC PRINCIPLES AND PRACTICE, 4th Edition.

2006. Lippincott Williams & Wilkins.

4. Trauma, 6th Edition. 2008. McGraw-Hill.

5. Khan, Nawas Ali. 2007. Liver Trauma. Chairman of Medical Imaging, Professor of

Radiology, NGHA, King Fahad Hospital, King Abdul Aziz Medical City Riyadh,

Saudi Arabia. http://www.emedicine.com

6. Molmenti, Hebe, 2004. Peritonitis. Medical Encyclopedia. Medline Plus

http://medlineplus.gov/

7. Nestor, M.D. 2007. Blunt Abdominal Trauma.

8. Odle, Teresa. 2007. Blunt Abdominal Trauma. http://www.emedicine.com

9. Purnomo, Basuki. 2003. Dasar-dasar Urologi. Fakultas Kedokteran Universitas

Brawijaya. Malang.

10. Salomone, Joseph. 2007. Blunt Abdominal Trauma. Department of Emergency

Medicine, Truman Medical Center, University of Missouri at Kansas City School

of Medicine. http://www.emedicine.com

11. Mattox Keneth. 2012. Trauma 7th edition. Mc Graw Hill

12. Udeani, John. 2005. Abdominal Trauma Blunt. Department of Emergency

Medicine, Charles Drew University / UCLA School of Medicine.

http://www.emedicine.com

13. Wim de Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta.

Page 49: Preskas Bedah Trauma Tumpul Abdomen.docx