Preskas Asma

download Preskas Asma

of 35

description

asma

Transcript of Preskas Asma

KATA PENGANTARSegala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun tugas presentasi kasus yang berjudul Bronkiektasis. Penyusunan tugas ini masih jauh dari sempurna baik isi maupun penyajiaannya sehingga diharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak agar dikesempatan yang akan datang penulis dapat membuat yang lebih baik lagi.Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Widiatmoko Sp.P sebagai pembimbing yang telah membantu menyempurnakan presentasi kasus ini. Semoga tugas ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Cibitung, 29-08-2013

Penyusun

BAB IPRESENTASI KASUSI.Identitas PasienNama: Ny. I.SJenis Kelamin: PerempuanUmur: 32 TahunAlamat: Ds Sumberjaya, Tambun SelatanPekerjaan: Ibu Rumah TanggaAgama : IslamStatus Perkawinan: MenikahTgl. Masuk: 29 Agustus 2013

II. AnamnesisDiambil dari : AutoanamnesaKeluhan Utama:Sesak Nafas sejak 5 hari yang lalu.Riwayat Penyakit Sekarang:Pasien datang ke IGD RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan sesak nafas sejak 5 hari yang lalu dan dirasakan memberat sejak 2 hari belakangan. Keluhan dirasakan terus menerus terutama saat malam hari. Pasien mengaku tidur dengan 4 bantal untuk mengatasi sesaknya ketika tidur. Pasien mengaku 5 hari belakangan ini beraktivitas terlalu berat dan makan tidak teratur. Pasien masih mampu berbicara kalimat per kalimat dengan baik. Keluhan juga disertai dengan batuk tidak berdahak. Mual dan muntah juga dirasakan pasien 1 kali sehari berisi cairan. Pasien tidak mengeluhkan adanya demam, maupun sakit tenggorokan. Pasien mengaku tidak pernah merokok.Pasien mengaku sempat berobat ke klinik 4 hari yang lalu, dan diberikan terapi uap dan obat-obatan minum. Pasien tidak mengetahui obat apa yang diberikan oleh dokter saat itu. Setelah itu pasien merasa kondisinya membaik tetapi sesak kambuh kembali 2 hari belakangan ini.

Riwayat Penyakit DahuluPasien memiliki riwayat asma sejak kurang lebih umur 15 tahun. Pasien juga mengaku serangan asma hanya muncul 1 bulan 1 kali. Pasien memiliki riwayat maagh. Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi dan DM.Riwayat Penyakit KeluargaPasien mengaku ibu pasien juga memiliki keluhan yang sama dengan pasien.III. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum: Tampak sakit ringan Kesadaran :Compos mentis Tekanan darah: 140/90 mmHg Nadi : 88 x / menit, reguler Pernapasan : 28 x /menit, Suhu : 36,10 C KEPALA Bentuk :Normal, simetris Rambut : Hitam Mata : Konjungtiva anemissklera tidak ikterik pupil isokor kanan = kiri dengan diameter 2mmRefleksi cahaya (+/+). Telinga : Bentuk normal, simetris, membran timpani intak Hidung : Bentuk normal, septum di tengah, tidak deviasi Mulut : Bibir tidak sianosis, lidah tidak kotor, tidak Hiperemis.LEHER Bentuk normal, deviasi trakhea (-), Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan KGB.

THORAKS Inspeksi : Bentuk dada kanan = kiri simetris dalam keadaan statis dandinamis.pergerakan napas kanan = kiri. Iktus kordis tidak tampak Palpasi: Fremitus taktil kanan = kiriFremtus vokal kanan = kiriIktus kordis teraba di sela iga V garis midclavicula kiri Perkusi : Sonor pada kedua lapang paruBatas pinggang jantung: sela iga III garis sternalis sinistraBatas kanan jantung:sela iga IV garis parasternalis dextraBatas kiri jantung: sela iga V garis midklavikula sinistraBatas paru hati :sela iga IV garis midclavicula dextraPeranjakan Paru:sela iga IV garis midclavicula dextra Auskultasi: Pernapasan vesikuler, rhonki -/- , wheezing +/+ bunyi jantung I-II murni.ABDOMEN Inspeksi : Perut datar simetris, tidak ada kelainan kulit. Palpasi : Nyeri tekan abdomen (-)Nyeri tekan epigastrium (+)Hepar, lien dan ginjal tidak teraba Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomenShifting dullness (-) Auskultasi : Bising usus (+) normal (N : 5-34x/menit)

EKSTREMITAS Superior : HangatSianosis (-/-)edema (-/-) Inferior : Hangatedema (-/-)Sianosis (-/-) Neurologi:Refleks fisiologis: baikRefleks patologis: negatifKekuatan otot: baikFungsi sensorik: baik

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan LaboratoriumDarah Rutin Tgl (29-08-2013)Hemoglobin: 13.7 g/dl11,0 17,0Leukosit: 15.100103/l4,0 10,0Limfosit: 45103/l1,0 5,0Hitung JenisBasofil: 0Eosinofil: 1Batang: 2Segmen: 78Limfosit: 14Monosit: 5Eritrosit: 3,9Hematokrit: 34,9%35,0 55,0Trombosit: 396103/l150 - 400Kimia klinikFungsi Ginjal Ureum: 41 mg/dl10 -50 Kreatinin: 0,8 mg/dl0,6 1,38

Fungsi Hati- SGOT: 10U/l0 - 38 - SGPT: 9U/l0 - 41

Glukosa Darah Sewaktu: 106 mg/dL

V. ResumePasien wanita 32 tahun datang ke IGD RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan sesak nafas sejak 5 hari yang lalu, sesak nafas dirasakan memberat sejak 2 hari SMRS keluhan dirasakan terus menerus terutama saat malam hari. Pasien juga mengaku beraktivitas berlebihan selama 5 hari belakangan ini dan telat makan. Pasien juga mengeluh batuk kering, mual, dan muntah. Pasien memiliki riwayat asma dan maagh.Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang, tekanan darah: 140/90 mmHg, nadi: 88x/menit, pernapasan: 28x/menit, suhu: 36,1oC. pada pemeriksaan fisik juga ditemukan suara wheezing pada kedua lapang paru. Tidak ditemukan adanya edema.VI. Diagnosis Kerja :Asma eksaserbasi akut ringan intermitten + gastritisVII. Diagnosis BandingBronkitisCHFVIII. Pemeriksaan anjuran Foto Rontgen Thoraks Spirometri EKGIX. Penatalaksanaan Umum Oksigen Nasal Kanul 3-5 liter/menit MedikamentosaNebulisasi Combivent + Pulmicort 3 kali dalam 1 jamRanitidin 1 ampOndancentron 1 ampCefixime 2 x 100 mgOmeprazole 1 x 20 mgTeosal 3x1 X. PrognosisQuo ad vitam: Dubia ad bonamQuo ad Functionam: Dubia ad bonamQuo ad Sanactionam: Dubia ad bonam

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

DefinisiAsma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan gejala pernapasan.1 Asma bronkial adalah salah satu penyakit paru yang termasuk dalam kelompok penyakit paru alergi dan imunologi yang merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernapas yang disebabkan oleh penyempitan yang menyeluruh dari saluran napas. Penyempitan ini bersifat dinamis dan derajat penyempitan dapat berubah, baik secara spontan maupun karena pemberian obat.2Faktor ResikoFaktor resiko asma dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :a. AtopiHal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus.b. Hiperreaktivitas bronkusSaluran pernapasan sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun iritan.c. Jenis KelaminPerbandingan laki laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa.d. Rase. ObesitasObesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI) merupakan faktor resiko asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran pernapasan dan meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan penderita obesitas dengan asma, dapat mempengaruhi gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan.

Faktor PencetusPenelitian yang dilakukan oleh pakar di bidang penyakit asma sudah sedemikian jauh, tetapi sampai sekarang belum menemukan penyebab yang pasti. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa saluran pernapasan penderita asma mempunyai sifat sangat peka terhadap rangsangan dari luar yang erat kaitannya dengan proses inflamasi. Proses inflamasi akan meningkat bila penderita terpajan oleh alergen tertentu. Penyempitan saluran pernapasan pada penderita asma disebabkan oleh reaksi inflamasi kronik yang didahului oleh faktor pencetus. Beberapa faktor pencetus yang sering menjadi pencetus serangan asma adalah :1. Faktor Lingkungana. Alergen dalam rumahb. Alergen luar rumah2. Faktor Laina. Alergen makananb. Alergen obat obat tertentuc. Bahan yang mengiritasid. Ekspresi emosi berlebihe. Asap rokok bagi perokok aktif maupun perokok pasiff. Polusi udara dari dalam dan luar ruanganKlasifikasiBerat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi -2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Tidak ada suatu pemeriksaan tunggal yangdapat menentukan berat-ringannya suatu penyakit. Dengan adanya pemeriksaan klinis termasuk uji faal paru dapat menentukan klasifikasi menurut berat-ringannya asma yang sangat penting dalam penatalaksanaannya.7Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan (akut)7 :1. Asma saat tanpa serangan Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: 1) Intermitten; 2) Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4) Persisten berat (Tabel.1)Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang dewasa7

2. Asma saat seranganKlasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan beratringannya serangan. Global Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan sedang dan asma serangan berat. Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan serangan asma (aspek akut). Sebagai contoh: seorang pasien asma persisten berat dapat mengalami serangan ringan saja, tetapi ada kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik jarang mengalami serangan asma berat, bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat menyebabkan kematian.

Tabel 2. Klasifikasi asma menurut derajat serangan7

PatogenesisAsma merupakan inflamasi kronik saluran napas dan disebabkan oleh hiperreaktivitas saluran napas yang melibatkan beberapa sel inflamasi terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel yang menyebabkan pelepasan mediator seperti histamin dan leukotrin yang dapat mengaktivasi target saluran napas sehingga terjadi bronkokonstriksi, kebocoran mikrovaskular, edema dan hipersekresi ukus. Inflamasi saluran napas pada asma merupakan proses yang sangat kompleks melibatkan faktor genetik, antigen dan berbagai sel inflamasi, interaksi antara sel dan mediator yang membentuk proses inflamasi kronik.8Proses inflamasi kronik ini berhubungan dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang, sesak napas, batuk terutama pada malam hari. Hiperresponsivitas saluran napas adalah respon bronkus berlebihan yaitu penyempitan bronkus akibat berbagai rangsangan spesifik dan non-spesifik.8

Asma : Inflamasi kronis Saluran NapasAsma : Inflamasi kronis Saluran Napas

Pemicu

Hipereaktivitas

Melepas Mediator :HistaminProstaglandinLeukotrien Platelet Activating Factor (PAF)Banyak sel :Sel MastEosinofilNetrofilLimfosit

Bronkokonstriksi, hipersekresi mukus,edema saluran napas

BATUK, MENGI, SESAKObstruksi difus saluran napas

Gambar 1. Patogenesis AsmaTabel 3. Mediator Sel Mast dan Pengaruhnya terhadap Asma10

DiagnosisDiagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang.AnamnesisAnamnesis meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Faktor faktor yang mempengaruhi asma, riwayat keluarga dan adanya riwayat alergi.11Ada beberapa hal yang harus ditanyakan dari anamnesis pada pasien, antara lain :1. Apakah ada batuk yang berulang terutama pada malam menjelang dini hari?2. Apakah pasien mengalami mengi atau dada terasa berat atau batuk setelah terpajan alergen atau polutan (pencetus)?3. Apakah pada saat pasien mengalami salesma (common cold) merasakan sesak dada dan salesmanya menjadi berkepenjangan (10 hari atau lebih)?4. Apakah ada mengi atau dada terasa berat dan batuk setelah melakukan akitivitas berat atau olah raga?5. Apakah gejala-gejala tersebut diatas berkurang/hilang setelah pemberian obat pelega (bronkodilator)?6. Apakah ada mengi atau berat di dada jika terjadi perubahan musim/cuaca atau susu yang ekstrim (perubahan yang tiba-tiba)?7. Apakah ada penyakit alergi lainnya (dermatitis atopi, rinitis, konjungtivitis alergika)?8. Apakah pada keluarga ada yang mengalami alergi/asma?Pemeriksaan FisikInspeksi: Melihat bentuk dada, gerakan dinding dada saat bernapas, melihat apakah ada kelainan atau tidak pada kulit dada, melihat apakah ada fraktur, benjolan, dan temuan abnormal lainnya pada dada. Palpasi: Melakukan palpasi umum dengan menggunakan kedua tangan, melakukan fremitus taktil dan vokal.Perkusi: Melakukan perkusi umum di seluruh lapang dada yang akan menghasilkan suara sonor di seluruh lapang paru. Setelah melakukan perkusi umum, pemeriksaan peranjakan paru-hepar dapat dilakukan untuk melihat batas antara paru kanan dan hepar. Perkusi untuk menentukan batas paru-hepar dimulai dari linea mid clavicularis dextra intercostal 2. Di ketuk sampai redup, lalu pasien diminta untuk menarik napas lalu menahannya dan pemeriksa langsung mengetuk saat pasien menahan napas. Hasil yang didapatkan, suara redup akan berubah menjadi sonor saat pasien menahan napas. Normalnya batas paru-hepar terletak pada linea mid clavicularis dextra intercostal 6.Auskultasi: Normalnya auskultasi pada orang sehat terdengan suara dasar vesikular di seluruh lapang paru. Pada penderita asma, biasanya pemeriksan dapat mendengar wheezing..11Pemeriksaan LaboratoriumDarah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal Charcot Leyden).11Pemeriksaan PenunjangUji faal Paru Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi paru. Reversibilitas penyempitan saluran napas yang merupakan ciri khas asma dapat dinilai dengan peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20% atau lebih sesudah pemberian bronkodilator.Monitoring APE (arus puncak eskspirasi) penting untuk menilai berat asma, derajat variasi diurnal, respons pengobatan saat serangan akut, deteksi perburukan asimptomatis sebelum menjadi serius, respon pengobatan dan indentifikasi pencetus misalnya pajanan lingkungan kerja. Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau pemeriksaan yang lebih sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow meter (PEF meter) yang relatif sangat murah, mudah dibawa, terbuat dari plastik dan mungkin tersedia di berbagai tingkat layanan kesehatan termasuk puskesmas ataupun instalasi gawat darurat. Alat PEF meter relatif mudah digunakan/dipahami baik oleh dokter maupun penderita, sebaiknya digunakan penderita di rumah sehari-hari untuk memantau kondisi asmanya. Manuver pemeriksaan APE dengan ekspirasi paksa membutuhkan koperasi penderita dan instruksi yang jelas.Nilai APE tidak selalu berkorelasi dengan parameter pengukuran faal paru lain, di samping itu APE juga tidak selalu berkorelasi dengan derajat berat obstruksi. Oleh karenanya pengukuran nilai APE sebaiknya dibandingkan dengan nilai terbaik sebelumnya, bukan nilai prediksi normal; kecuali tidak diketahui nilai terbaik penderita yang bersangkutan.1

Cara pemeriksaan variabiliti APE harianDiukur pagi hari untuk mendapatkan nilai terendah, dan malam hari untuk mendapatkan nilai tertinggi. Rata-rata APE harian dapat diperoleh melalui 2 cara:

i. Bila sedang menggunakan bronkodilator, diambil variasi/perbedaan nilai APE pagi hari sebelum bronkodilator dan nilai APE malam hari sebelumnya sesudah bronkodilator. Perbedaan nilai pagi sebelum bronkodilator dan malam sebelumnya sesudah bronkodilator menunjukkan presentase rata-rata nilai APE harian. Nilai > 20% dipertimbangkan sebagai asma.

ii. Metode lain untuk menetapkan variabiliti APE adalah nilai terendah APE pagi sebelum bronkodilator selama pengamatan 2 minggu, dinyatakan dengan persentase dari nilai terbaik (nilai tertinggi APE malam hari).1

Gambar 2. Peak Expiratory Flow meter (PEF meter)Uji Provokasi Bronkus Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita dengan gejala sma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus merupakan cara untuk membuktikan secara objektif hiperreaktivitas saluran napas pada orang yang diduga asma. Uji provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu uji provokasi dengan beban kerja(exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik seperti metakolin dan histamin.Foto ToraksPemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas, pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan.

Diagnosis BandingBronkitis kronikBronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Gejala utama batuk yang disertai sputum dan perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama kelamaan disertai mengi dan menurunkan kemampuan jasmani.Emfisema paruSesak napas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya.Gagal jantung kiriDulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada malam hari disebut paroxysmal nocturnal dispnea. Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali dan edema paru.Emboli paruHal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung. Disamping gejala sesak napas, pasien batuk dengan disertai darah (haemoptoe).PenatalaksanaanTujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normaltanpa hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-hari.13Tujuan penatalaksanaan asma13: Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma Mencegah eksaserbasi akut Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise Menghindari efek samping obat Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel Mencegah kematian karena asma

Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan.13 Penatalaksanaan asma bronkial terdiri dari pengobatan nonmedikamentosa dan pengobatan medikamentosa :Pengobatan non-medikamentosa Penyuluhan Menghindari faktor pencetus Pengendali emosi Pemakaian oksigenPengobatan medikamentosaPengobatan ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.13 Pengontrol (Controllers)Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan setiap hari untuk mencapai danmempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol : Kortikosteroid inhalasi Kortikosteroid sistemik Sodium kromoglikat Nedokromil sodium Metilsantin Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi Agonis beta-2 kerja lama, oral Leukotrien modifiers Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1) Lain-lainGlukokortikosteroid inhalasiPengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma. Penggunaan steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan napas, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki kualiti hidup. Steroid inhalasi adalah pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan sampai berat).Tabel 4. Dosis glukokortikosteroid inhalasi dan perkiraan kesamaanpotensi13

Glukokortikosteroid sistemikCara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingat indeks terapi (efek/ efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik daripada steroid oral jangka panjang.Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)Pemberiannya secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan. Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan untuk menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau tidak.MetilsantinTeofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat digunakan sebagai obat pengontrol, berbagai studi menunjukkan pemberian jangka lama efektif mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru.Agonis beta-2 kerja lamaTermasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Seperti lazimnya agonis beta-2 mempunyai efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan memodulasi penglepasan mediator dari sel mast dan basofil.

Tabel 5. Onset dan durasi (lama kerja) inhalasi agonis beta-2 13

Leukotriene modifiersObat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral. Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi. Kelebihan obat ini adalah preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah diberikan. Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis reseptor leukotrien sisteinil).

Pelega (Reliever) Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas. Termasuk pelega adalah 13: Agonis beta2 kerja singkat Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai, penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain). Antikolinergik Aminofillin AdrenalinAgonis beta-2 kerja singkatTermasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol yang telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja (onset) yang cepat. Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos saluran napas, meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan modulasi penglepasan mediator dari sel mast. Merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan sangat bermanfaat sebagai praterapi pada exerciseinduced asthmaMetilsantinTermasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah dibandingkan agonis beta-2 kerja singkat. AntikolinergikPemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek penglepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks bronkokostriksi yang disebabkan iritan. Termasuk dalam golongan ini adalah ipratropium bromide dan tiotropium bromide.Adrenalin Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat. Pemberian secara subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita usia lanjut atau dengan gangguan kardiovaskular. Pemberian intravena dapatdiberikan bila dibutuhkan, tetapi harus dengan pengawasan ketat (bedside monitoring).

Cara pemberian pengobatanPengobatan asma dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu inhalasi, oral dan parenteral (subkutan, intramuskular, intravena). Kelebihan pemberian pengobatan langsung ke jalan napas (inhalasi) adalah 13: lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan napas efek sistemik minimal atau dihindarkan beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak terabsorpsi pada pemberian oral (antikolinergik dan kromolin). Waktu kerja bronkodilator adalah lebih cepat bila diberikan inhalasi daripada oral.Tabel 6. Pengobatan sesuai berat asma 13

KomplikasiBerbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :1. Status asmatikus2. Atelektasis3. Hipoksemia4. Pneumothoraks5. EmfisemaPrognosisMortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka kematian penderita asma wanita dua kali lipat penderita asma pria. Juga kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma dengan usia tua lebih banyak, kalau serangan asma diketahui dan dimulai sejak kanak kanak dan mendapat pengawasan yang cukup kirakira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak sembuh dan di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan common cold 29% akan mengalami serangan ulang.14Pada penderita yang mengalami serangan intermitten angka kematiannya 2%, sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan serangan terus menerus angka kematiannya 9%.14

DAFTAR PUSTAKA

1. Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi Saluran Pernapasan Akut. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ke - 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. h 978 87.2. Alsagaff H, Mukty A. Dasar - Dasar Ilmu Penyakit Paru. Edisi ke 2. Surabaya : Airlangga University Press. 2002. h 263 300.3. Morris MJ. Asthma. [ updated 2013 June 23; cited 2013 June 24]. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/296301- overview#showall4. Partridge MD. Examining The Unmet Need In Adults With Severe Asthma. Eur Respir Rev 2007; 16: 104, 67725. Dewan Asma Indonesia. You Can Control Your Asthma : ACT NOW!. Jakarta. 2009 May 4th. Available from: http://indonesianasthmacouncil.org/index.php? option=com_content&task=view&id=13&Itemid=56. Anggia D. Profil Penderita Asma Bronkial yang Dirawat Inap di Bagian Paru RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari Desember 2005. Pekanbaru : Fakultas Kedokteran Universitas Riau. 2006.7. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1023/MENKES/SK/XI/2008 Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta. 3 Nopember 2008.8. Rahmawati I, Yunus F, Wiyono WH. Patogenesis dan Patofisiologi Asma. Jurnal Cermin Kedokteran. 2003; 141. 5 6.9. Widjaja A. Patogenesis Asma. Makalah Ilmiah Respirologi 2003. Surakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 2003. h 27. 10.Noorcahyati S. Pemantauan Kadar Imunoglobulin M (Igm) dan Imunoglobulin G (Igg) Chlamydia pneumoniae pada Penderita Asma di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. Medan : Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2002.11. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. 2001. H 477 82.12. Rengganis I. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Majalah Kedokteran Indonesia. Nopember 2008; 58(11), 444-51.13.Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. 2003. h 73-514. Mcfadden ER. Penyakit Asma. Dalam Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Isselbacher KJ et al, editor. Jakrta : EGC. 2000. 1311-18.

32