Preskas Anestesi Ra Selvia

62
PRESENTASI KASUS KURETASE DAN TUBEKTOMI DENGAN REGIONAL ANESTESI Pembimbing : dr. Tati, Sp.An Di susun Oleh: Selvia Helena Utami 110.2010.265 KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ANESTESIOLOGI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILEGON FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI SEPTEMBER 2015 0

description

MK

Transcript of Preskas Anestesi Ra Selvia

Page 1: Preskas Anestesi Ra Selvia

PRESENTASI KASUS

KURETASE DAN TUBEKTOMI DENGAN

REGIONAL ANESTESI

Pembimbing :

dr. Tati, Sp.An

Di susun Oleh:

Selvia Helena Utami

110.2010.265

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ANESTESIOLOGI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILEGON

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

SEPTEMBER 2015

0

Page 2: Preskas Anestesi Ra Selvia

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan

rahmatnya serta karunianya, sehingga syukur Alhamdulillah penulis dapat

menyelesaikan presentasi kasus dengan judul “Kuretase dan Tubektomi dengan

Regional Anestesia”. Presentasi kasus ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

menyelesaikan kepaniteraan klinik bagian anestesiologi di RSUD Cilegon.

Penulis menyadari bahwa presentasi kasus ini dapat terselesaikan berkat

bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat para konsulen bagian

Anestesiologi.

dr.Dublianus, Sp.An, dr.Tati, Sp.An dan dr.Evita, Sp.An. atas keluangan waktu dan

bimbingan yang telah diberikan, serta kepada teman sesama kepaniteraan klinik

bagian anestesiologi dan staf bagian anestesiologi yang selalu mendukung, memberi

saran, motivasi, bimbingan dan kerjasama yang baik sehingga dapat terselesaikannya

presentasi kasus ini.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun presentasi kasus ini masih

memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat terbuka untuk menerima

segala kritik dan saran yang diberikan demi kesempurnaan presentasi kasus ini.

Akhirnya semoga presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan

setiap pembaca pada umumnya. Amin.

Cilegon, September 2014

Penyusun

1

Page 3: Preskas Anestesi Ra Selvia

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................1

DAFTAR ISI ....................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................3

BAB II STATUS PASIEN................................................................................................5

BAB III LAPORAN ANASTESI.....................................................................................9

BAB IV ANALISA KASUS.............................................................................................14

BAB V TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................16

BAB VI IKESIMPULAN.................................................................................................40

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................41

2

Page 4: Preskas Anestesi Ra Selvia

BAB I

PENDAHULUAN

Setiap pasien yang akan menjalani tindakan invasif, seperti tindakan bedah

akan menjalani prosedur anestesi. Anestesi sendiri secara umum berarti suatu

tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai

prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.

Terdapat beberapa tipe anestesi, yang pertama anestesi total, yaitu hilangnya

kesadaran secara total, anestesi lokal, yaitu hilangnya rasa pada daerah tertentu yang

diinginkan (pada sebagian kecil daerah tubuh), anestesi regional yaitu hilangnya rasa

pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau

saraf yang berhubungan dengannya.

Pembiusan lokal atau anestesi lokal adalah salah satu jenis anestesi yang

hanya melumpuhkan sebagian tubuh manusia dan tanpa menyebabkan manusia

kehilangan kesadaran. Obat bius jenis ini bila digunakan dalam operasi pembedahan,

maka setelah selesai operasi tidak membuat lama waktu penyembuhan operasi.

3

Page 5: Preskas Anestesi Ra Selvia

BAB II

STATUS ANESTESI

I. IDENTITAS

Nama : Ny. M

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 41 tahun

Alamat : Wanasaba Rt 02/Rw.02, Kramatwatu

Agama : Islam

Bangsa/ Suku : Indonesia, Jawa

Status Pernikahan : Menikah

Pendidikan Terakhir : D II

Pekerjaan : Guru

Ruang Perawatan : R. Edelweis

Tanggal Masuk RS : 28 September 2015

II.ANAMNESIS

Autoanamnesis :

Tanggal 29 September 2015, pukul 07.30 WIB, di ruang Edelweis RSUD

Cilegon

Pasien merupakan pasien Obgyn dengan diagnosis G5P2A2 dengan missed

abortion

:.

A. Keluhan Utama

Pasien datang ke rumah sakit pada tanggal 28 September 2015 dengan

keluhan keluar darah dari jalan lahir.

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien Ny. M, G5P2A2 datang ke Poli Kandungan RSUD Cilegon dengan

keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak satu hari sebelum masuk Rumah Sakit.

Pasien telat haid dari bulan April 2015. Pasien merasa pusing dan badan terasa

lemas. Mual dan muntah disangkal oleh pasien.

4

Page 6: Preskas Anestesi Ra Selvia

C. Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien menyangkal menderita penyakit jantung, hipertensi, diabetes melitus,

maupun alergi obat dan asma bronkial.

D. Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat hipertensi, penyakit jantung, gangguan ginjal, asma, maupun diabetes

mellitus pada anggota keluarga yang lain disangkal oleh pasien.

E. Riwayat Haid :

Pasien menarche pada usia 12 tahun , teratur , tidak sakit, siklus 28 hari , lama

6 hari , HPHT tanggal 24 April 2015, taksiran partus tanggal 31 Januari 2016.

F. Riwayat Pernikahan :

Pernikahan pertama dan telah berlangsung selama 19 tahun.

G. Riwayat persalinan :

No Tempat

bersalin

Penolong Thn Umur

hamil

Jenis

Persalinan

Penyulit Jenis

kelamin

Keadaaan

1. RS Dokter 1996 38 mgg Spontan - PR Hidup

2. RS Bidan 2001 Aterm Spontan - PR Hidup

3. RS Dokter 2007 12 mgg - Abortus - -

4. RS Dokter 2012 12 mgg - Abortus - -

5. Hamil ini

H. Riwayat Kontrasepsi :

Pasien mengaku menggunakan KB suntik 3 bulan.

5

Page 7: Preskas Anestesi Ra Selvia

I. Riwayat Kebiasaan dan Pengobatan :

Pasien mengaku tidak memiliki kebiasaan merokok ataupun minum-minuman

beralkohol. Pasien juga menyangkal memakai gigi palsu, adanya gigi goyang

maupun gigi tunggal.

J. Riwayat Tindakan Operatif

Pasien mengaku pernah melakukan operasi sebelumnya.

III. PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 29 September 2015, pukul 07.30 WIB)

A. Status Tanda Vital

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Composmentis

Tanda Vital

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Suhu : 36,5o C

Pernafasan : 20 x/menit

TB/BB : 156cm/55kg

B. Status Generalis

Kepala : Normocephali, rambut hitam tidak mudah dicabut.

Mata : Pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung +/+,

refleks cahaya tidak langsung +/+, konjungtiva

anemis -/-, sklera ikterik -/-, oedem -/-.

Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), nafas cuping

hidung (-), sekret -/-.

Telinga : Normotia, membran timpani intak +/+, nyeri tarik -/-.

Mulut : Bibir merah kecoklatan, agak kering, sianosis (-),

sariawan (-), trismus (-) ..halitosis (-), candidiasis(-).

Lidah : Normoglossia, warna merah muda, lidah kotor (-),

tremor (-), deviasi (-)

Gigi geligi : Baik. Tidak ada pemakaian gigi palsu

6

Page 8: Preskas Anestesi Ra Selvia

Uvula : Letak di tengah, hiperemis (-)

Tonsil : T1/T1, tidak hiperemis

Tenggorokan : Faring tidak hiperemis

Leher : KGB supra klavikular tidak teraba membesar, kelenjar

tiroid tidak teraba .membesar, trakea letak normal

Thorax Paru

Inspeksi

Bentuk dada normal, simetris dalam keadaan statis maupun dinamis,

efloresensiprimer/sekunder dinding dada (-), pulsasi abnormal (-), gerak

napas simetris, irama teratur, retraksi suprasternal (-)

Palpasi : Gerak napas simetris, vocal fremitus simetris

Perkusi : Sonor di semua lapangan paru

Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Tidak dilakukan.

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi : S1 normal, S2 normal, reguler, murmur (-), gallop (-)

Ekstremitas

- Atas : Akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis (-), edema (-)

- Bawah : Akral hangat, sianosis (-), edema (-), deformitas (-).

Genitalia : Tidak diperiksa

IV. STATUS FISIK

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik ataupun gangguan organic

lainnya dan tidak didapati adanya komplikasi pada keluhan yang dirasakan

sehingga dapat dikategorikan pasien memiliki status fisik ASA I.

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

7

Page 9: Preskas Anestesi Ra Selvia

VI. KESAN ANESTESI

Pasien seorang perempuan berusia 41 tahun G5P2A2 dengan missed abortion

dengan klasifikasi ASA I.

VII. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan kepada pasien meliputi :

a. Intravena fluid drip RL 500cc 20tpm

b. Informed consent mengenai tindakan kuretase dan tubektomi

c. Konsul ke bagian Anestesi

d. Informed consent pembiusan : dilakukan operasi kuretase dan tubektomi

dengan regional Anestesi dengan klasifikasi ASA I

VIII. KESIMPULAN

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka ;

Diagnosis pre operatif : G5P2A2 dengan missed abortion

Status operatif : ASA I (Pasien tidak memiliki riwayat penyakit

sistemik ataupun gangguan organic lainnya dan tidak

didapati adanya komplikasi pada keluhan yang

dirasakan )

Jenis Operasi : Kuretase dan tubektomi

Jenis Anestesi : Regional Anestesi (Sub Arachnoid Block Anesthesia)

8

Page 10: Preskas Anestesi Ra Selvia

BAB III

LAPORAN ANESTESI

A. Preoperatif

- Informed Consent (+)

- Puasa (+) kurang lebih 6-8 jam

- Tidak terdapat gigi goyang dan pemakaian gigi palsu

- IV line terpasang dengan infus RL 500 cc, mengalir lancar

- Keadaan umum tampak sakit ringan

- Kesadaran Compos Mentis

- Tanda Vital:

o Tekanan darah : 110/70 mmHg

o Pernafasan : 20 x/menit

o Nadi : 80 x/menit

o Suhu : 36,5˚C

B. Premedikasi Anestesi

Sebelum dilakukan tindakan anestesi diberikan Ondansentron 4 mg secara

bolus intravena.

C. Tindakan Anestesi

Pasien dalam posisi duduk, kepala menunduk, kemudian menentukan lokasi

penyuntikkan di L3-4 yaitu di atas titik hasil perpotongan antara garis yang

menghubungkan crista iliaca dextra dan sinistra dengan garis vertical tulang

vertebra yang berpotongan di vertebra lumbal 4. Kemudian dilakukan tindakan

asepsis dan antisepsis dengan kassa steril dan povidone iodine. Lalu dilakukan

penyuntikan di titik L3-4 paramediana yang sudah ditandai sebelumnya dengan

menggunakan jarum spinal no. 26G, kemudian jarum spinal dilepaskan hingga

tersisa kanulnya, lalu dipastikan bahwa LCS yang berwarna jernih mengalir

melalui kanul (ruang subarachnoid), kemudian obat anestesi yaitu Bupivacain 20

mg disuntikkan dengan terlebih dahulu melakukan aspirasi untuk memastikan

kanul spinal masih tetap di ruang subarachnoid, setelah Bupivacain disuntikkan

9

Page 11: Preskas Anestesi Ra Selvia

setengahnya kembali dilakukan tindakan aspirasi LCS untuk memastikan kanul

tidak bergeser, lalu Bupivacain disuntikkan semua.

Setelah itu menutup luka bekas suntikkan dengan kassa steril dan micropore.

Kemudian pasien kembali posisi berbaring di meja operasi. Sesaat setelah pasien

dibaringkan lalu dilakukan tes blockade motorik dengan cara menyuruh pasien

mengangkat kakinya dalam keadaan lurus kemudian ditanyakan kepada pasien

apakah kakinya sudah terasa berat, tidak bisa diangkat, ataupun kesemutan.

Ketidakmampuan mengangkat kaki dalam keadaan lurus merupakan tanda

keberhasilan motorik dan operasi dapat dimulai.

D. Pemantauan Selama Tindakan Anestesi

Melakukan pemantauan keadaan pasien terhadap tindakan anestesi. Yang

dipantau adalah fungsi kardiovaskular dan fungsi respirasi, serta cairan.

- Kardiovaskular: pemantauan terhadap tekanan darah dan frekuensi nadi setiap

5 menit.

- Respirasi: inspeksi pernapasan spontan kepada pasien dan saturasi oksigen

- Cairan : monitoring input cairan infus.

Lampiran Monitoring Tindakan Operasi:

Jam Tindakan Tensi Nadi Saturasi

10.05 Pasien masuk kamar operasi, dibaringkan

di meja operasi kemudian dilakukan

pemasangan manset di lengan kiri atas

dan pulse oxymetri di ibu jari tangan

kanan. Setelah itu dilakukan spinal

anestesi

132/81 101 98

10.10 132/78 103 98

10.15 Operasi dimulai 130/81 103 98

10.20 132/81 94 98

10.25 124/76 94 99

10

Page 12: Preskas Anestesi Ra Selvia

10.30 124/78 98 99

10.35 Diberikan methylergometrine 0,2 mg 120/76 95 98

10.40 Diberikan midazolam 2,5 mg bolus 124/81 95 98

10.45 124/77 84 99

10.50 Diberikan asam traneksamat 500 mg

bolus

127/78 96 98

10.55 Diberikan tramadol 100 mg + oxyticin 10

iu drip

140/82 91 98

11.00 Diberikan methylergometrine 0,2 mg

bolus

137/83 97 99

11.05 142/80 88 99

11.10 140/89 87 99

11.15 Diberikan pronalgess supp I

Operasi selesai

133/78 88 98

Laporan Anestesi

1. Diagnosis Pra Bedah

G5P2A2 dengan missed abortion

2. Diagnosis Pasca Bedah

P2A3 dengan missed abortion

3. Penatalaksanaan Preoperasi

Infus RL 500cc

Bupivacaine 20 mg

4. Penatalaksanaan Anestesi

a. Jenis pembedahan : Kuretase dan tubektomi

b. Jenis Anestesi : Regional Anestesi

c. Teknik Anestesi : Sub Arachnoid Block , L3-4, LCS +, jarum spinal no.

26G

11

Page 13: Preskas Anestesi Ra Selvia

d. Mulai Anestesi : pukul 10.05 WIB

e. Mulai Operasi : pukul 10.15 WIB

f. Premedikasi : Ondansentron 4 mg IV

g. Medikasi : Bupivacain 20 mg

h. Medikasi tambahan : Methylergometrin 0,2mg, midazolam 2,5mg, asam

traneksamat 500mg, tramadol 100mg, oxyticin 10 IU,

pronalgess supp (ketoprofen 100mg)

i. Respirasi : Pernapasan spontan

j. Cairan durante operasi : RL 500 cc

k. Pemantauan tekanan drah dan HR : terlampir

l. Selesai operasi : Pukul 11.15 WIB

5. Post Operatif

a. Pasien masuk ke dalam ruang pemulihan (Recovery Room) kemudian dibawa

kembali ke ruang rawat inap.

b. Observasi tanda-tanda vital dalam batas normal :

- Keadaan umum : tampak sakit ringan

- Kesadaran : compos mentis

- TD : 133/78 mmHg

- Nadi : 88x/m

- Saturasi oksigen : 99%

- Penilaian pemulihan kesadaran : dengan menggunakan skor Bromage.

BROMAGE SKOR

NO KRITERIA SKOR1 Dapat mengangkat tungkai bawah 02 Tidak dapat menekuk lutut tetapi dapat

mengangkat kaki1

3 Tidak dapat mengangkat tungkai bawah tetapi masih dapat menekuk lutut

2

4 Tidak dapat mengangkat kaki sama sekali 3

Keterangan: Pasien dapat di pindah ke bangsal, jika skor kurang dari 2

12

Page 14: Preskas Anestesi Ra Selvia

Pasien memenuhi skor Bromage yaitu <2, maka pasien dapat dipindah ke bangsal

BAB IV

13

Page 15: Preskas Anestesi Ra Selvia

ANALISA KASUS

Berdasarkan anamnesis, maka pasien dapat diklasifikasikan ke dalam ASA 1,

yaitu pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik ataupun gangguan organic

lainnya dan tidak didapati adanya komplikasi pada keluhan yang dirasakan. Persiapan

yang dilakukan sebelum operasi yaitu memastikan pasien dalam keadaan sehat,

memasang infus, dan pasien dalam keadaan puasa selama 6-8 jam sebelum operasi.

Menjelang operasi pasien dalam keadaan tampak sakit ringan dan kesadaran compos

mentis. Jenis anestesi yang akan dilakukan yaitu Regional Anestesi dengan teknik

Spinal Anesthesia Subarachnoid Block Sit Position. Dari anamnesis didapatkan pasien

G5P2A2 dengan missed abortion. Pasien direncanakan untuk operasi dilakukan

tindakan kuretase dan tubektomi elektif.

Sebelum operasi dimulai, pasien dipersiapkan terlebih dahulu yaitu

memastikan infus berjalan lancar, hal ini dimaksudkan karena pada saat operasi

sebagian besar obat-obatan diberikan melalui jalur intravena, kemudian pemasangan

alat-alat tanda vital seperti alat tensi dan alat saturasi yang bertujuan untuk melihat

tekanan darah pasien apakah pasien mengalami hipertensi atau hipotensi karena

beberapa obat anestesi dapat mempengaruhi perubahan tekanan darah, dan alat

saturasi bertujuan untuk memantau suplai oksigen pasien, kemudian memastikan

pasien dalam keadaan tenang dan kooperatif.

Sebelum operasi dimulai pasien diberikan obat premedikasi yaitu

Ondansentron 4mg yang diberikan secara bolus IV. Hal ini bertujuan karena obat-obat

anestesi dapat merangsang muntah pada pasien. Ondansentron adalah suatu antagonis

reseptor serotonin 5 – HT 3 selektif. Serotonin 5-hydroxytriptamine (5HT3)

merupakan zat yang akan dilepaskan jika terdapat toksin dalam saluran cerna,

berikatan dengan reseptornya dan akan merangsang saraf vagus menyampaikan

rangsangan ke CTZ (Chemoreseptor Trigger Zone) dan pusat muntah dan kemudian

terjadi mual dan muntah.

Kemudian dilakukan anestesi kepada pasien dengan menggunakan obat

Bupivacain 20mg. Obat Bupivacaine adala obat anestesi lokal yang cara kerjanya

memblok generasi dan konduksi impuls saraf, dengan meningkatkan ambang eksitasi

untuk listrik pada saraf, dengan memperlambat penyebaran impuls saraf, dan dengan

14

Page 16: Preskas Anestesi Ra Selvia

mengurangi laju kenaikan dari potensial aksi. Bupivacaine mengikat bagian saluran

intraseluler natrium dan memblok masuknya natrium ke dalam sel saraf, sehingga

mencegah depolarisasi, sifatnya reversibel. Dan Bupivacaine merupakan obat

anestetik lokal yang memiliki masa kerja panjang dan mula kerja pendek.

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang didapatkan diagnosis pasien

G5P2A2 dengan missed abortion. Pasien direncanakan untuk dilakukan tindakan

operasi kuretase dan tubektomi. Saat operasi diberikan methylergometrin 0,2mg,

midazolam 2,5mg, asam traneksamat 500mg, tramadol 100mg, oxyticin 10 IU.

Operasi berlangsung selama satu jam lewat sepuluh menit. Selama operasi diberikan

cairan Ringer laktat yang berisi natrium laktat, Nacl, Kcl, kalsium klorida, air.

Setelah operasi selesai, pasien diberikan tramadol yang merupakan opioid

sebagai analgetik yang tidak mempengaruhi kesadaran pasien. Oxytosin 10 IU.

Tramadol diberikan 100mg dan oxytosin 10 IU dalam ringer laktat, dan pronalgess

(ketoprofen 100mg) yang merupakan analgetik golongan NSID diberikan secara

suppositoria utnuk mengurangi rasa nyeri asca operasi. Kondisi pasien stabil dan

pemantauan dilanjutkan di ruangan RR (Recovery Room) sampai pasien dibawa

kembali ke ruangan.

15

Page 17: Preskas Anestesi Ra Selvia

BAB V

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh

sementara pada impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian

tubuh diblokir untuk sementara (reversibel). Fungsi motorik dapat terpengaruh

sebagian atau seluruhnya. Tetapi pasien tetap sadar.

B. Pembagian Anestesi/Analgesia Regional

1. Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural, dan

kaudal. Tindakan ini sering dikerjakan.

2. Blok perifer (blok saraf), misalnya anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok

lapangan, dan analgesia regional intravena.

C. Keuntungan Anestesia Regional

1. Alat minim dan teknik relatif sederhana, sehingga biaya relatif lebih

murah.

2. Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi emergency, lambung

penuh) karena penderita sadar.

3. Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.

4. Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi.

5. Perawatan post operasi lebih ringan.

D. Kerugian Anestesia Regional

1. Tidak semua penderita mau dilakukan anestesi secara regional.

2. Membutuhkan kerjasama pasien yang kooperatif.

3. Sulit diterapkan pada anak-anak.

4. Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional.

5. Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional.

16

Page 18: Preskas Anestesi Ra Selvia

E. Persiapan Anestesi Regional

Persiapan anestesi regional sama dengan persiapan anestesi umum karena

untuk mengantisipasi terjadinya reaksi toksik sistemik yg bisa berakibat fatal, perlu

persiapan resusitasi. Misalnya: obat anestesi spinal/epidural masuk ke pembuluh

darah → kolaps kardiovaskular sampai cardiac arrest. Juga untuk mengantisipasi

terjadinya kegagalan, sehingga operasi bisa dilanjutkan dg anestesi umum.

PEMBAHASAN BLOK SENTRAL

Blok neuroaksial akan menyebabkan blok simpatis, analgesia sensoris dan blok

motoris (tergantung dari dosis, konsentrasi, dan volume obat anestesi lokal).

I. Anastesi Spinal

Anestesi spinal ialah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang

subarachnoid. Anestesi spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik

lokal ke dalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga

sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal.

Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan

menembus kutis subkutis Lig. Supraspinosum Lig. Interspinosum

Lig. Flavum ruang epidural durameter ruang subarachnoid.

Gambar 1. Anestesi Spinal

Medula spinalis berada didalam kanalis spinalis dikelilingi oleh cairan

serebrospinal, dibungkus oleh meningens (duramater, lemak dan pleksus

venosus). Pada dewasa berakhir setinggi L1, pada anak L2 dan pada bayi L3.

17

Page 19: Preskas Anestesi Ra Selvia

Oleh karena itu, anestesi/analgesi spinal dilakukan ruang sub arachnoid di

daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5

Indikasi:

1.  Bedah ekstremitas bawah

2.  Bedah panggul

3.  Tindakan sekitar rektum perineum

4.  Bedah obstetrik-ginekologi

5.  Bedah urologi

6.  Bedah abdomen bawah

7.  Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya

dikombinasikan dengan anestesi umum ringan

Kontra indikasi absolut:

1.  Pasien menolak

2.  Infeksi pada tempat suntikan

3.  Hipovolemia berat, syok

4.  Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan

5.  Tekanan intrakranial meningkat

6.  Fasilitas resusitasi minim

7.  Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi.

Kontra indikasi relatif:

1.  Infeksi sistemik

2.  Infeksi sekitar tempat suntikan

3.  Kelainan neurologis

4.  Kelainan psikis

5.  Bedah lama

6.  Penyakit jantung

7.  Hipovolemia ringan

8.  Nyeri punggung kronik

Persiapan analgesia spinal

Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada

anastesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan

menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung

18

Page 20: Preskas Anestesi Ra Selvia

atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan prosesus spinosus.

Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini:

1.      Informed consent

Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesia spinal

2.      Pemeriksaan fisik

Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung

3.      Pemeriksaan laboratorium anjuran

Hemoglobin, Hematokrit, PT (Prothrombine Time), PTT (Partial

Thromboplastine Time)

Peralatan analgesia spinal

1.      Peralatan monitor: tekanan darah, nadi, saturasi oksigen, dll.

2.      Peralatan resusitasi

3.      Jarum spinal

Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu

runcing/quinckebacock) atau jarum spinal dengan ujung pinsil (pencil

point whitecare)

Gambar 2. Jarum Spinal

Anastetik lokal untuk analgesia spinal

Berat jenis cairan serebrospinalis (CSS) pada 37º C adalah 1.003-

1.008.  Anastetik lokal dengan berat jenis sama dengan CSS disebut

isobarik. Anastetik lokal dengan berat jenis lebih besar dari CSS disebut

hiperbarik. Anastetik lokal dengan berat jenis lebih kecil dari CSS disebut

hipobarik. Anastetik lokal yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik

19

Page 21: Preskas Anestesi Ra Selvia

diperoleh dengan mencampur anastetik lokal dengan dextrose. Untuk jenis

hipobarik biasanya digunakan tetrakain diperoleh dengan mencampur

dengan air injeksi.

Anestetik lokal yang paling sering digunakan:

1. Lidokaine (xylocain, lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobarik,

dosis 20-100mg (2-5ml)

2. Lidokaine (xylocain,lignokain) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis

1.033, sifat hyperbarik, dosis 20-50 mg (1-2ml)

3. Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobarik,

dosis 5-20mg (1-4ml)

4. Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027,

sifat hiperbarik, dosis 5-15mg (1-3ml)

Teknik analgesia spinal

Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada

garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan

di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit

perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit

pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.

1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral

dekubitus. Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya

tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar

processus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.

Gambar 3. Posisi Duduk dan Lateral Decubitus

20

Page 22: Preskas Anestesi Ra Selvia

2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista

iliaka, misal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau di

atasnya berisiko trauma terhadap medula spinalis.

3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.

4. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1-

2% 2-3ml

5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G,

23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G

atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik

biasa semprit 10 cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak

sedikit ke arah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut

mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam

(Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat

duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah ke atas atau

ke bawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat

timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi menghilang,

mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi

obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi

aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik.

Kalau yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak

keluar, putar arah jarum 90º biasanya likuor keluar. Untuk analgesia

spinal kontinyu dapat dimasukan kateter.

Gambar 4. Tusukan Jarum pada Anestesi Spinal

21

Page 23: Preskas Anestesi Ra Selvia

6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah

hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum

flavum dewasa ± 6cm.

Penyebaran anastetik lokal tergantung:

1. Faktor utama:

a. Berat jenis anestetik lokal (barisitas)

b. Posisi pasien

c. Dosis dan volume anestetik lokal

2. Faktor tambahan

a. Ketinggian suntikan

b. Kecepatan suntikan/barbotase

c. Ukuran jarum

d. Keadaan fisik pasien

e. Tekanan intra abdominal

Lama kerja anestetik lokal tergantung:

1.  Jenis anestetia lokal

2.  Besarnya dosis

3.  Ada tidaknya vasokonstriktor

4.  Besarnya penyebaran anestetik lokal

Komplikasi tindakan anestesi spinal :

1. Hipotensi berat

Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah

dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml

sebelum tindakan.

2. Bradikardia

Dapat terjadi tanpa  disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat blok

sampai T-2

3. Hipoventilasi

Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas

4. Trauma pembuluh saraf

5. Trauma saraf

6. Mual-muntah

7. Gangguan pendengaran

22

Page 24: Preskas Anestesi Ra Selvia

8. Blok spinal tinggi atau spinal total

Komplikasi pasca tindakan

1.  Nyeri tempat suntikan

2.  Nyeri punggung

3.  Nyeri kepala karena kebocoran likuor

4.  Retensio urine

5.  Meningitis

II. Anestesia Epidural

Anestesia atau analgesia epidural adalah blokade saraf dengan

menempatkan obat di ruang epidural. Ruang ini berada di antara ligamentum

flavum dan duramater. Kedalaman ruang ini rata-rata 5 mm dan di bagian

posterior kedalaman maksimal pada daerah lumbal.

Obat anestetik lokal di ruang epidural bekerja langsung pada akar saraf

spinal yang terletak di lateral. Awal kerja anestesi epidural lebih lambat

dibanding anestesi spinal, sedangkan kualitas blokade sensorik-motorik juga

lebih lemah.

Gambar 5. Anestesi Epidural

Keuntungan epidural dibandingkan spinal :

Bisa segmental

Tidak terjadi headache post op

Hipotensi lambat terjadi

23

Page 25: Preskas Anestesi Ra Selvia

Kerugian epidural dibandingkan spinal :

Teknik lebih sulit

Jumlah obat anestesi lokal lebih besar

Reaksi sistemis

Komplikasi anestesi / analgesi epidural :

1. Blok tidak merata

2. Depresi kardiovaskular (hipotensi)

3. Hipoventilasi (hati-hati keracunan obat)

4. Mual – muntah

Indikasi analgesia epidural:

1. Untuk analgesia saja, di mana operasi tidak dipertimbangkan. Sebuah

anestesi epidural untuk menghilangkan nyeri (misalnya pada persalinan)

kemungkinan tidak akan menyebabkan hilangnya kekuatan otot, tetapi

biasanya tidak cukup untuk operasi.

2. Sebagai tambahan untuk anestesi umum. Hal ini dapat mengurangi

kebutuhan pasien akan analgesik opioid. Ini cocok untuk berbagai macam

operasi, misalnya histerektomi, bedah ortopedi, bedah umum (misalnya

laparotomi) dan bedah vaskuler (misalnya perbaikan aneurisma aorta

terbuka).

3. Sebagai teknik tunggal untuk anestesi bedah. Beberapa operasi, yang

paling sering operasi caesar, dapat dilakukan dengan menggunakan

anestesi epidural sebagai teknik tunggal. Biasanya pasien akan tetap

terjaga selama operasi. Dosis yang dibutuhkan untuk anestesi jauh lebih

tinggi daripada yang diperlukan untuk analgesia.

4. Untuk analgesia pasca-operasi, di salah satu situasi di atas. Analgesik

diberikan ke dalam ruang epidural selama beberapa hari setelah operasi,

asalkan kateter telah dimasukkan.

5. Untuk perawatan sakit punggung. Injeksi dari analgesik dan steroid ke

dalam ruang epidural dapat meningkatkan beberapa bentuk sakit

punggung.

6. Untuk mengurangi rasa sakit kronis atau peringanan gejala dalam

perawatan terminal, biasanya dalam jangka pendek atau menengah.

24

Page 26: Preskas Anestesi Ra Selvia

Ada beberapa situasi di mana resiko epidural lebih tinggi dari biasanya :

1. Kelainan anatomis, seperti spina bifida, meningomyelocele, atau skoliosis

2. Operasi tulang belakang sebelumnya (di mana jaringan parut dapat

menghambat penyebaran obat)

3. Beberapa masalah sistem saraf pusat, termasuk multiple sclerosis

4. Beberapa masalah katup jantung (seperti stenosis aorta, di mana

vasodilatasi yang diinduksi oleh obat bius dapat mengganggu suplai darah

ke jantung)

Anestesi epidural sebaiknya dilakukan pada:

1. Kurangnya persetujuan

2. Gangguan pendarahan (koagulopati) atau penggunaan obat antikoagulan

(misalnya warfarin)

3. Risiko hematoma

4. Kompresi tulang belakang

5. Infeksi dekat titik penyisipan

6. Hipovolemia

Penyebaran obat pada anestesi epidural bergantung :

1. Volume obat yg disuntikan

2. Usia pasien

3. Kecepatan suntikan

4. Besarnya dosis

5. Ketinggian tempat suntikan

6. Posisi pasien

7. Panjang kolumna vetebralis

Teknik anestesia epidural :

Pengenalan ruang epidural lebih sulit dibanding dengan ruang subarakhnoid.

1. Posisi pasien saat tusukan seperti pada analgesia spinal.

2. Tusukan jarum epidural biasanya dilakukan pada ketinggian L3-4.

3. Jarum yang digunakan ada 2 macam, yaitu:

a) jarum ujung tajam (Crawford)

25

Page 27: Preskas Anestesi Ra Selvia

b) jarum ujung khusus (Tuohy)

Gambar 6. Jarum Anestesi Epidural

4. Untuk mengenal ruang epidural digunakan banyak teknik. Namun yang

paling populer adalah teknik hilangnya resistensi dan teknik tetes

tergantung.

a) Teknik hilangnya resistensi (loss of resistance)

Teknik ini menggunakan semprit kaca atau semprit plastik rendah

resistensi yang diisi oleh udara atau NaCl sebanyak ± 3ml. Setelah

diberikan anestetik lokal pada tempat suntikan, jarum epidural ditusuk

sedalam 1-2 cm. Kemudian udara atau NaCl disuntikkan perlahan dan

terputus-putus. Sembari mendorong jarum epidural sampai terasa

menembus jaringan keras (ligamentum flavum) yang disusul hilangnya

resistensi. Setelah yakin ujung jarum berada dalam ruang epidural,

lakukan uji dosis (test dose)

b) Teknik tetes tergantung (hanging drop)

Persiapan sama seperti teknik hilangnya resistensi, tetapi pada teknik

ini menggunakan jarum epidural yang diisi NaCl sampai terlihat ada

tetes Nacl yang menggantung. Dengan mendorong jarum epidural

perlahan secara lembut sampai terasa menembus jaringan keras yang

kemudian disusul oleh tersedotnya tetes NaCl ke ruang epidural.

Setelah yakin, lakukan uji dosis (test dose)

26

Page 28: Preskas Anestesi Ra Selvia

5. Uji dosis (test dose)

Uji dosis anestetik lokal untuk epidural dosis tunggal dilakukan setelah

ujung jarum diyakini berada dalam ruang epidural dan untuk dosis berulang

(kontinyu) melalui kateter. Masukkan anestetik lokal 3 ml yang sudah

bercampur adrenalin 1:200.000.

Tak ada efek setelah beberapa menit, kemungkinan besar letak jarum

sudah benar

Terjadi blokade spinal, menunjukkan obat sudah masuk ke ruang

subarakhnoid karena terlalu dalam.

Terjadi peningkatan laju nadi sampai 20-30%, kemungkinan obat

masuk vena epidural.

6. Cara penyuntikan: setelah yakin posisi jarum atau kateter benar, suntikkan

anestetik lokal secara bertahap setiap 3-5 menit sampai tercapai dosis total.

Suntikan terlalu cepat menyebabkan tekanan dalam ruang epidural

mendadak tinggi, sehingga menimbulkan peninggian tekanan intrakranial,

nyeri kepala dan gangguan sirkulasi pembuluh darah epidural.

7. Dosis maksimal dewasa muda sehat 1,6 ml/segmen yang tentunya

bergantung pada konsentrasi obat. Pada manula dan neonatus dosis

dikurangi sampai 50% dan pada wanita hamil dikurangi sampai 30% akibat

pengaruh hormon dan mengecilnya ruang epidural akibat ramainya

vaskularisasi darah dalam ruang epidural.

8. Uji keberhasilan epidural

Keberhasilan analgesia epidural :

a. Tentang blok simpatis diketahui dari perubahan suhu.

b. Tentang blok sensorik dari uji tusuk jarum.

c. Tentang blok motorik dari skala bromage

Melipat Lutut Melipat Jari

Blok tak ada ++ ++

Blok parsial + ++

Blok hampir lengkap - +

Blok lengkap - -

Tabel 1. Skala bromage untuk Blok Motorik

Anestetik lokal yang digunakan untuk epidural

1. Lidokain (Xylokain, Lidonest)

27

Page 29: Preskas Anestesi Ra Selvia

Umumnya digunakan 1-2%, dengan mula kerja 10 menit dan relaksasi

otot baik.

0.8% blokade sensorik baik tanpa blokade motorik.

1.5% lazim digunakan untuk pembedahan.

2% untuk relaksasi pasien berotot.

2. Bupivakain (Markain)

Konsentrasi 0.5% tanpa adrenalin, analgesianya sampai 8 jam. Volum

yang digunakan <20ml.

Komplikasi:

1. Blok tidak merata

2. Depresi kardiovaskuler (hipotensi)

3. Hipoventilasi (hati-hati keracunan obat)

4. Mual-muntah

Tabel 2. Obat Anestesi Epidural

III. Anestesia Kaudal

Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural, karena

kanalis kaudalis adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat

ditempatkan di ruang kaudal melalui hiatus sakralis. Hiatus sakralis ditutup

oleh ligamentum sakrokoksigeal tanpa tulang yang analog dengan gabungan

28

Page 30: Preskas Anestesi Ra Selvia

antara ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum, dan

ligamentum flavum. Ruang kaudal berisi saraf sakral, pleksus venosus, felum

terminale dan kantong dura.

Indikasi : Bedah daerah sekitar perineum, anorektal misalnya hemoroid,

fistula paraanal.

Kontra indikasi : Seperti analgesia spinal dan analgesia epidural.

Teknik anestesia kaudal :

1. Posisi pasien terlungkup dengan simfisis diganjal (tungkai dan kepala

lebih rendah dari bokong) atau dekubitus lateral, terutama wanita hamil.

2. Dapat menggunakan jarum suntik biasa atau jarum dengan kateter vena

ukuran 20-22 pada pasien dewasa.

3. Untuk dewasa biasa digunakan volum 12-15 ml (1-2 ml/ segmen)

4. Identifikasi hiatus sakralis dengan menemukan kornu sakralis kanan dan

kiri dan spina iliaka superior posterior. Dengan menghubungkan ketiga

tonjolan tersebut diperoleh hiatus sakralis.

5. Setelah dilakukan tindakan a dan antisepsis pada daerah hiatus sakralis,

tusukkan jarum mula-mula 90o terhadap kulit. Setelah diyakini masuk

kanalis sakralis, ubah jarum jadi 450-600 dan jarum didorong sedalam 1-2

cm. Kemudian suntikan NaCl sebanyak 5 ml secara agak cepat sambil

meraba apakah ada pembengkakan di kulit untuk menguji apakah cairan

masuk dengan benar di kanalis kaudalis.

Gambar 7. Anestesi Kaudal

IV. Anestesi Spinal Total

29

Page 31: Preskas Anestesi Ra Selvia

Anestesi spinal total ialah anestesi spinal intratekal atau epidural yang

naik sampai di atas daerah servikal. Anestesi ini biasanya tidak disengaja,

pasien batuk-batuk, dosis obat berlebihan, terutama pada analgesia epidural

dengan posisi pasien yang tidak menguntungkan.

Tanda-tanda klinis:

1. tangan kesemutan

2. lidah kesemutan

3. napas berat

4. mengantuk kemudian tidak sadar

5. bradikardi dan hipotensi berat

6. henti napas

7. pupil midriasi.

Walaupun saraf phrenikus mungkin terkena blokade namun henti

napas lebih disebabkan oleh hipoperfusi pusat kendali napas. Kejadian ini

timbul segera setelah tindakan atau setelah 30-45 menit kemudian. Kejadian

ini bersifat sementara namun apabila tidak ditanggulangi dapat

mengakibatkan henti jantung yang dapat merenggut nyawa pasien.

Pengenalan dini anestesia spinal total ini amat penting agar pertolongan dapat

segera dilakukan.

Tindakan terhadap anestesi spinal total ini adalah dengan menaikkan

curah jantung, infus cairan koloid 2-3 L, menaikkan kedua tungkai,

kendalikan pernapasan dengan O2 100% kalau perlu dengan intubasi dan

intubasi ini dapat dilakukan dengan mudah karena telah terjadi relaksasi otot

maksimal, beri atropin untuk melawan bradikardi dan beri efedrin untuk

melawan hipotensi.

Efek Fisiologis Blok Neuroaksial

1. Efek Kardiovaskuler:

- Akibat dari blok simpatis, akan terjadi penurunan tekanan darah (hipotensi).

Efek simpatektomi tergantung dari tinggi blok. Pada spinal, 2-6 dermatom di

atas level blok sensoris, sedangkan pada epidural, terjadi blok pada level yang

sama.

Hipotensi dapat dicegah dengan pemberian cairan (pre-loading) untuk

mengurangi hipovolemia relatif akibat vasodilatasi sebelum dilakukan

30

Page 32: Preskas Anestesi Ra Selvia

spinal/epidural anestesi, dan apabila telah terjadi hipotensi, dapat diterapi

dengan pemberian cairan dan vasopressor seperti efedrin.

- Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok pada cardioaccelerator fiber di

T1-T4), dapat menyebabkan bradikardi sampai cardiac arrest.

2. Efek Respirasi:

- Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok lebih dari dermatom T5)

mengakibatkan hipoperfusi dari pusat nafas di batang otak dan menyebabkan

terjadinya respiratory arrest.

- Bisa juga terjadi blok pada nervus phrenicus sehingga menyebabkan gangguan

gerakan diafragma dan otot perut yg dibutuhkan untuk inspirasi dan ekspirasi.

3. Efek Gastrointestinal:

- Mual muntah akibat blok neuroaksial sebesar 20%, sehingga menyebabkan

hiperperistaltik gastrointestinal akibat aktivitas parasimpatis dikarenakan oleh

simpatis yg terblok. Hal ini menguntungkan pada operasi abdomen karena

kontraksi usus dapat menyebabkan kondisi operasi maksimal.

PEMBAHASAN BLOK PERIFER

Anestesi Lokal

Anestesi lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila digunakan

secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar yang cukup. Obat bius lokal bekerja

pada tiap bagian susunan saraf.

Anestesi lokal ialah obat yang menghasilkan blokade konduksi atau blokade

lorong natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang transmisi

sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer.

Anestetik lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf

secara spontan dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf.

Persyaratan obat yang boleh digunakan sebagai anestesi lokal:

1. Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen

2. Batas keamanan harus lebar

3. Efektif dengan pemberian secara injeksi atau penggunaan setempat pada

membran mukosa

31

Page 33: Preskas Anestesi Ra Selvia

4. Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu

yang yang cukup lama

5. Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil terhadap

pemanasan.

Anestesi lokal sering kali digunakan secara parenteral (injeksi) pada

pembedahan kecil di mana anestesi umum tidak perlu atau tidak diinginkan. Di

Indonesia, yang paling banyak digunakan adalah lidokain dan bupivakain.

Mekanisme kerja

Obat bekerja pada reseptor spesifik pada saluran natrium (sodium-channel),

mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium

sehingga tidak terjadi depolarisasi pada selaput saraf dan hasilnya, tidak terjadi

konduksi saraf.

Potensi dipengaruhi oleh kelarutan dalam lemak, makin larut makin poten.

Ikatan dengan protein (protein binding) mempengaruhi lama kerja dan konstanta

dissosiasi (pKa) menentukan awal kerja.

Konsentrasi minimal anestetika lokal (analog dengan MAC, minimum alveolar

concentration) dipengaruhi oleh:

1. Ukuran, jenis dan mielinisasi saraf

2. pH (asidosis menghambat blokade saraf)

3. Frekuensi stimulasi saraf

Mula kerja bergantung beberapa faktor, yaitu:

1. pKa mendekati pH fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak terionisasi

meningkat dan dapat menembus membrane sel saraf sehingga menghasilkan

mula kerja cepat

2. Alkalinisasi anestetika lokal membuat awal kerja cepat

3. Konsentrasi obat anestetika local

Lama kerja dipengaruhi oleh:

1. Ikatan dengan protein plasma karena reseptor anestetika lokal adalah protein

2. Dipengaruhi oleh kecepatan absorpsi

3. Dipengaruhi oleh banyaknya pembuluh darah perifer di daerah pemberian

32

Page 34: Preskas Anestesi Ra Selvia

Efek samping terhadap sistem tubuh

Sistem kardiovaskular:

a. Depresi automatisasi miokard

b. Depresi kontraktilitas miokard

c. Dilatasi arteriolar

d. Dosis besar dapat menyebabkan disritmia/kolaps sirkulasi

Sistem pernafasan:

a. Relaksasi otot polos bronkus

b. Henti nafas akibat paralisis saraf frenikus

c. Paralisis interkostal

d. Depresi langsung pusat pengaturan nafas

Sistem saraf pusat:

a. Parestesia lidah

b. Pusing

c. Tinitus

d. Pandangan kabur

e. Agitasi

f. Depresi pernafasan

g. Tidak sadar

h. Konvulsi

i. Koma

Imunologi : reaksi alergi

Sistem muskuloskeletal : miotoksik (bupivakain > lidokain > prokain)

Komplikasi obat anestesi lokal

33

Page 35: Preskas Anestesi Ra Selvia

Obat anestesi lokal, melewati dosis tertentu merupakan zat toksik, sehingga

untuk tiap jenis obat anestesi lokal dicantumkan dosis maksimalnya. Komplikasi

dapat bersifat lokal atau sistemik

Komplikasi lokal

1. Terjadi ditempat suntikan berupa edema, abses, nekrosis dan gangrene.

2. Komplikasi infeksi hampir selalu disebabkan kelainan tindakan asepsis dan

antisepsis.

3. Iskemia jaringan dan nekrosis karena penambahan vasokonstriktor yang

disuntikkan pada daerah dengan end-artery.

Komplikasi sistemik

1. Manifestasi klinis umumnya berupa reaksi neurologis dan kardiovaskuler.

2. Pengaruh pada korteks serebri dan pusat yang lebih tinggi adalah berupa

perangsangan sedangkan pengaruh pada pons dan batang otak berupa

depresi.

3. Pengaruh kardiovaskuler adalah berupa penurunan tekanan darah dan depresi

miokardium serta gangguan hantaran listrik jantung.

A. Infiltrasi Lokal

Penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan sekitar tempat lesi

B. Blok Lapangan (Field Block)

Infiltrasi sekitar lapangan operasi (contoh, untuk ekstirpasi tumor kecil)

C. Analgesia Permukaan (Topikal)

Obat analgetika lokal dioles atau disemprot di atas selaput mukosa

D. Analgesia Regional Intravena (Bier Block)

Anestesi jenis ini dapat dikerjakan untuk bedah singkat sekitar 45 menit pada

lengan atau tungkai. Biasanya dikerjakan untuk orang dewasa dan pada lengan.

Teknik analgesia regional intravena:

1. Pasang kateter vena (venocath) pada kedua punggung tangan. Pada sisi

tangan atau lengan yang akan dibedah digunakan untuk memasukkan obat

34

Page 36: Preskas Anestesi Ra Selvia

anestetik lokal, sedangkan sisi lain untuk memasukkan obat-obat yang

diperlukan seandainya terjadi kegawatan atau diperlukan cairan infus.

2. Eksanguinasi (mengurangi darah) pada sisi lengan yang akan dibedah dengan

menaikkan lengan dan peraslah lengan secara manual atau dengan bantuan

perban elastik (eshmark bandage) dari distal ke proksimal. Tindakan ini

untuk mengurangi sirkulasi darah dan tentunya dosis obat.

3. Pasang pengukur tekanan darah pada lengan atas seperti akan mengukur

tekanan darah biasa dengan torniket atau manset ganda dan bagian proksimal

dikembangkan dahulu sampai 100 mmHg di atas tekanan sistolik supaya

darah arteri tidak masuk ke lengan dan tentunya juga darah vena tidak akan

masuk ke sistemik. Perban elastik dilepaskan.

4. Suntikkan lidokain atau prilokain 0,5% 0,6 ml/kg (bupivakain tidak

dianjurkan karena toksisitasnya besar) melalui kateter di punggung tangan

dan kalau untuk tungkai lewat vena punggung kaki dosis 1-1,2 ml/kg.

Analgesia tercapai dalam waktu 5-15 menit dan pembedahan dapat dimulai.

5. Setelah 20-30 menit atau kalau pasien merasa tak enak atau nyeri pada

torniket, kembangkan manset distal dan kempiskan manset proksimal.

6. Setelah pembedahan selesai, deflasi manset dilakukan secara bertahap, buka

tutup selang beberapa menit untuk menghindari keracunan obat. Pada bedah

sangat singkat, untuk mencegah keracunan sistemik, torniket harus tetap

dipertahankan selama 30 menit untuk memberi kesempatan obat keluar vena

menyebar dan melekat ke seluruh jaringan sekitar. Untuk tungkai jarang

dikerjakan karena banyak pilihan lain yang lebih mudah dan aman seperti

blok spinal, epidural, atau kaudal.

Beberapa anastetik lokal yang sering digunakan :

1. Kokain dalam bentuk topikal semprot 4% untuk mukosa jalan nafas atas.

Lama kerja 2-30 menit.

2. Prokain untuk infiltrasi larutan: 0,25-0,5%, blok saraf: 1-2%, dosis

15mg/kgBB dan lama kerja 30-60 menit.

3. Lidokain konsentrasi efektif minimal 0,25%, infiltrasi, mula kerja 10 menit,

relaksasi otot cukup baik. Kerja sekitar 1-1,5 jam tergantung konsentrasi

larutan.

35

Page 37: Preskas Anestesi Ra Selvia

4. Bupivakain konsentrasi efektif minimal 0,125%, mula kerja lebih lambat

dibanding lidokain, tetapi lama kerja sampai 8 jam.

OBAT-OBATAN

1. Ondansentron

Ondansentron merupakan antagonis 5HT3 yang dapat ditemukan pada

reseptor yang memediasi pusat muntah di otak (area post arema) dan juga

lambung. Ondansentron digunakan sebagai profilaksis anti mual dan muntah

dianjurkan sebelum induksi dan pascabedah terutama pada pasien dengan riwayat

mual muntah. Dosis yang direkomendasikan pada ondansentron adalah 4 mg.

2. Bupivacaine

Bupivacain (Marcain) merupakan obat anestesi lokal kelompok amida,

dengan rumus bangun sebagai berikut: 1-butyl-N-(2,6-dimethylphenyl)-

piperidecarboxamide hydrochloride.

Bupivacain adalah derivat butil dari mepivacain yang kurang lebih tiga

kali lebih kuat daripada asalnya. Obat ini termasuk golongan obat anestesi long

acting. Secara kimia dan farmakologis mirip lidokain. Toksisitas setaraf dengan

tetrakain. Secara komersial bupivacain tersedia dalam 5 mg/ml solutions. Dengan

kecenderungan yang lebih menghambat sensoris daripada motoris, menyebabkan

obat ini sering digunakan untuk analgesia selama persalinan dan pasca bedah.

Farmakologi

Bupivacain adalah obat anestetik lokal yang memiliki masa kerja panjang

dan mula kerja yang pendek.Seperti halnya anestesi lokal lainnya, bupivacain

menghasilkan blokade konduksi atau blokade lorong natrium pada dinding saraf

yang bersifat reversibel, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer. Anestetik

lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf secara spontan

dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf.

Farmakodinamik

Obat bekerja pada reseptor spesifik pada saluran natrium, mencegah

36

Page 38: Preskas Anestesi Ra Selvia

peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium, sehingga

terjadi depolarisasi pada selaput saraf dan hasilnya tak terjadi konduksi saraf.

Potensi dipengaruhi oleh kelarutan dalam lemak, makin larut makin poten. Ikatan

dengan protein mempengaruhi lama kerja dan konstanta dissosiasi (pKa)

menentukan awal kerja. Konsentrasi minimal anestesi lokal dipengaruhi oleh :

ukuran, jenis dan mielinisasi saraf; pH (asidosis menghambat blokade saraf),

frekuensi stimulasi saraf.

Mula kerja bergantung beberapa factor, yaitu: pKa mendekati pH

fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak terionisasi meningkat dan dapat

menembus membran sel saraf sehingga menghasilkan mula kerja cepat,

alkalinisasi anestesi lokal membuat mula kerja cepat, konsentrasi obat anestetika

lokal. Lama kerja dipengaruhi oleh : ikatan dengan protein plasma, karena

reseptor anestetika lokal adalah protein; dipengaruhi oleh kecepatan absorpsi;

dipengaruhi oleh ramainya pembuluh darah perifer di daerah pemberian.

Indikasi

1. Anestesi Intratekal (sub-arachnoid, spinal) untuk pembedahan

2. Pembedahan di daerah abdomen selama 45 - 60 menit (termasuk operasi

Caesar)

3. Pembedahan dibidang urologi dan anggota gerak bawah selama 2- 3 jam

Kontraindikasi

1. Hipersensitif terhadap anestesi lokal jenis amida

2. Penyakit akut dan aktif pada sistem saraf, seperti meningitis, poliomyelitis,

perdarahan intrakranial, dan demyelinisasi, peningkatan tekanan intrakranial,

adanya tumor otak atau di daerah spinal

3. Stenosis spinal dan penyakit aktif (spondilitis) atau trauma (fraktur) baru pada

tulang belakang.

4. TBC tulang belakang

5. Infeksi pada daerah penyuntikan

6. Septikemia

7. Anemia pernisiosa dengan degenerasi kombinasi sub-akut pada medula

spinalis

37

Page 39: Preskas Anestesi Ra Selvia

8. Gangguan pembekuan darah atau sedang mendapat terapi antikoagulan secara

berkesinambungan

9. Hipertensi tidak terkontrol

10. Syok kardiogenik atau hipovolemi

Dosis

Anestesi spinal pada orang dewasa 7,5 - 20 mg. Penyebaran anestesi

tergantung pada beberapa faktor, termasuk di dalamnya volume larutan dan posisi

pasien selama dan setelah penyuntikan ke rongga sub-arachnoid. Harus dipahami

bahwa tingkat anestesi spinal yang dicapai oleh anestesi lokal tidak dapat

diperkirakan pada pasien.

Injeksi spinal hanya boleh diberikan jika ruang subarachnoid sudah

teridentifikasi secara jelas dengan ditandai keluar dan menetesnya cairan

serebrospinal yang jernih, atau terdeteksi oleh aspirasi cairan serebrospinal.

Larutan harus segera digunakan setelah ampul terbuka dan sisanya harus dibuang.

Efek Samping

1. Sistem saraf pusat (SSP)

SSP rentan terhadap toksisitas anestetik lokal, dengan tanda-tanda awal

parestesi lidah gelisah, nyeri kepala, pusing, penglihatan kabur, tinitus, mual,

muntah, tremor, gerakan koreatosis, rasa logam di mulut, inkoherensia, kejang

koma.

2. Sistem Pernafasan

Relaksasi otot polos bronkus. Henti nafas akibat paralisis nervus

phrenikus, paralise interkostal atau depresi langsung, pernafasan dalam dan

kemudian tak teratur, sesak nafas hingga apneu, hipersekresi dan

bronkospasme.

3. Sistem kardiovaskuler : vasodilatasi, hipotensi, bradikardi, nadi kecil dan

syok.

4. Reaksi hipersensitivitas (urtikaria, dermatitis, edema angioneurotik,

bronkospasme, status asmatikus, sinkop dan apneu)

Interaksi Obat

Bupivacaine harus digunakan secara hati-hati bila diberikan pada

38

Page 40: Preskas Anestesi Ra Selvia

penderita yang menerima obat-obat aritmia dengan aktivitas anestesi lokal,

karena efek toksiknya dapat bersifat adiktif. Toksisitasnya meningkat bila

diberikan bersama propanolol.

3. Midazolam

Golongan Sedativa & Transquilizer

- Golongan ini berfungsi sebagai obat penenang dan membuat pasien menjadi

mengantuk.

- Contoh : luminal dan nembufal untuk golongan sedative; diazepam dan DHBF

(Dihidrobensferidol) untuk golongan transquilizer.

- Efek samping: depresi nafas, depresi sirkulasi.

- diberikan apabila pasien memiliki rasa sakit/nyeri sebelum dianestesi, pasien

tampak lebih gelisah

Midazolam

- Midazolam sering digunakan sebagai premedikasi pada pasien pediatrik

sebagai sedasi dan induksi anestesia.

- Pre-medikasi, induksi, rumatan, sedasi post operasi.

- Memiliki efek antikonvulsan sehingga dapat digunakan untuk mengatasi

kejang grand mal

- Dianjurkan sebelum pemberian ketamin karena pasca anestesi ketamin dosis

1-2mg/kgBB menimbulkan halusinasi.

4. Tramadol

Salah satu derivate sintetik opioid adalah tramadol. Opioid menghasilkan

efek melalui interaksinya dengan reseptor opioid di susunan saraf pusat dan

saluran gastrointestinal. Opioid menghasilnkan hiperpolarisasi sel saraf,

inhibisi pelepasan saraf dan inhibisi prasinap dan pelepasan meutransmitter.

Opioid mempunyai efek klinis yaitu:

Analgesia

Pada manusia pemberian opioid akan menghasilkan efek analgesia, rasa

mengantuk, perubahan mood dan mental. Opiod menghilangkan nyeri dengan

39

Page 41: Preskas Anestesi Ra Selvia

meningkatkan ambang nyeri pada tingkat medulla spinalis dan yang paling

penting dengan mengubah presepsi nyeri di otak. Efek analgesia yang timbul

tidak berhubungan dengan hilangnya kesadaran. Roses menghilangkan nyeri

oleh opioid adalah selektif, tidak mempengaruhi kekuatan sensoriknya. Pasien

masih merasakan nyeri namun perasaan yang ditimbulkan lebih nyaman.

Nyeri nosiseptif lebih berespon terhadap efek analgesia dari opioid

dibandingkan nyeri neuropati.

Respirasi

Opioid menyebabkan depresi pernapasan dengan cara menurunkan

sensitivitas neuron pusat pernapasan terhadap CO2. Depresi nafas terjadi setelah

mencapai kadar tertentu dan akan meningkat dengan peningkatan dosis.

Emesis

Opioid menstimulasi secara langsung chemoreceptor trigger zone (CTZ)

pada area postrema yang menyebabkan muntah.

Kardiovaskular

Opioid tidak terlalu mempengaruhi tekanan darah kecuali pada dosis yang

sangat tinggi.dalam hal ini dapat terjadi hipotensi dan bradikardia. Tekanan

serebrospinal dapat meningkat karena vasodilatasi pembuluh serebal akibat

depresi pernafasan dan retensi CO2.

Dosis yang diberikan untuk tatalaksana nyeri sedang sampai berat pasca

operasi dengan cara drip infuse 100 mg dilanjutkan 50 mg setiap 10-20 menit,

bila perlu sampai 250 mg pada satu jam pertama. Dosis maintenance 50-100 mg

setiap 4-6 jam. Dosis maximal adalah 600 mg per hari.

5. Ketoprofen

- Diberikan secara oral, kapsul, tablet 100-200 mg/hari.

- Per-rektal 1-2 suppositoria.

- Suntikan intarmuskuler 100-300mg/hari.

- Intravena per-infus dihabiskan dalam 20 menit.

40

Page 42: Preskas Anestesi Ra Selvia

Efek samping golongan NSAID

- Gangguan saluran cerna: nyeri lambung, panas, kembung, mual-muntah,

konstipasi, diare, dispepsia, perdarahan tukak lambung, ulserasi mukosa

lambung.

- Hipersensitivitas kulit: gatal, pruritus, erupsi, urtikaria, sindroma Steven-

Johnson.

- Gangguan fungsi ginjal: penurunan aliran darah ginjal, penurunan laju filtrasi

glomerulus, retensi natrium, hiperkalemia, peningkatan ureum-kreatinin,

pererenal azotemia, nekrosis papil ginjal, nefritis, sindroma nefrotik.

- Gangguan fungsi hepar: peningkatan SGOT, SGPT, gamma globulin,

bilirubin, ikterus hepatoseluler.

- Gangguan sistem darah: trombositopenia, leukimia, anemia aplastik.

- Gangguan kardiovaskuler: akibat retensi air menyebabkan edema, hipertensi,

gagal jantung.

- Gangguan respirasi: tonus bronkus meningkat, asma.

- Keamanan belum terbukti pada wanita hamil, menyusui, proses persalinan,

anak kecil, manula.

BAB VI

KESIMPULAN

41

Page 43: Preskas Anestesi Ra Selvia

Pasien merupakan pasien bedah dengan diagnosa G5P2A2 dengan missed

abortion. Dari anemnesis pasien tidak ada keluhan dan tidak memiliki penyakit

sistemik seperti hipertensi, diabetes mellitus, asma. Pasien juga tidak memakai gigi

palsu dan tidak mempunyai gigi goyang. Pasien tidak demam maupun batuk. Dari

pemeriksaan fisik maupun penunjang tidak terdapat kelainan pada pasien.

Berdasarkan American Society of anesthesiologist digolongankan dalam ASA 1.

Sebelum operasi pasien dipuasakan dahulu kurang lebih selama 6-8 jam dan diberikan

premedikasi berupa Ondansetron 4 mg dan dilakukan regional anestesi dengan teknik

subarchnoid block pada L3-L4 dengan menggunakan spinal needle dengan ukuran

26G. Kemudian dimasukkan obat Bupivacaine 20 mg. Selama operasi berlangsung

diberikan terapi cairan kurang lebih dua botol Ringer laktat 500mg. Saat operasi

diberikan methylergometrin 0,2mg, midazolam 2,5mg, asam traneksamat 500mg,

tramadol 100mg, oxyticin 10 IU, pronalgess supp (ketoprofen 100mg).

DAFTAR PUSTAKA

Dobson, M. B. dkk. Penuntun Praktis Anestesi. Jakarta: EGC. 1994.

42

Page 44: Preskas Anestesi Ra Selvia

Latief, Said. Analgesia Regional. Dalam: Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi II. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. 2009.

Morgan, Edward dkk. Clinical Anesthesiology Fourth Edition. McGraw-Hill Companies. 2006.

Werth, M. Pokok-pokok Anestesi. Jakarta: EGC. 2010.

43