preskas anestesi
-
Upload
syairah-banu-djufri -
Category
Documents
-
view
222 -
download
1
description
Transcript of preskas anestesi
PRESENTASI KASUS
MANAJEMEN ANESTESI PADA ANAK DENGAN CHORDEE WITHOUT HYPOSPADIA
Pembimbing
dr. Widodo, Sp.An
dr. Iranima, Sp.An
DisusunOleh
Belanny Dwi D.
Syairah Banu
BagianAnestesi RSUD GunungJati
15 Juli 2013 03 Agustus 2013
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
Anestesia pada bayi dan anak kecil berbeda dengan anestesia pada orang dewasa, karena mereka bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini1. Seperti pada anestesia untuk orang yang dewasa anestesia anak kecil dan bayi khususnya harus diketahui betul. Beberapa perbedaan dengan orang dewasa adalah hal-hal yang menyangkut masalah psikologi, anatomi, fisiologi, farmakologi dan patologi1,2.
I.1 Faktor-Faktor yang Mendasari Perbedaan Dalam Melakukan Anestesi pada Pediatrik dibandingkan dengan Orang Dewasa
I.1.1 Pernafasan.
Frekuensi pernafasan pada bayi dan anak lebih cepat dibanding orang dewasa. Pada orok dan bayi antara 30 - 40 x semenit. Tipe pemafasan; orok, dan bayi ialah abdominal, lewat hidung, sehingga gangguan pada kedua bagian ini memudahkan timbulnya kegawatan pernafasan. Paru-paru lebih mudah rusak karena tekanan ventilasi yang berlebihan, sehingga menyebabkan pneumotoraks, atau pneumomediastinum4.Laju metabolisme yang tinggi menyebabkan cadangan oksigen yang jauh lebih kecil; sehingga kurangnya kadar oksigen yang tersedia pada udara inspirasi, dapat menyebabkan terjadinya bahaya hipoksia yang lebih cepat dibandingkan pada orang dewasa. Neonatus tampaknya lebih dapat bertahan terbadap gangguan hipoksia daripada anak yang besar dan orang dewasa, tetapi hal ini bukan alasan untuk mengabaikan hipoksia pada neonatus4.
Ada5 perbedaan mendasar anatomi dari airway pada anak-anak dan dewasa2:1. Pada anak-anak, kepala lebih besar, dan lidah jug alebih besar
2. Laring yang letaknya lebih anterior
3. Epiglottis yang lebih panjang
4. Leher dan trache yang lebih pendek daripada dewasa
5. Cartilago tiroid yang terletak berdekatan dengan airway
Tabel 1. Perbedaan fisiologi pernafasaan anak dan dewasa
I.1.2 Kardio-Sirkulasi.
Frekuensi jantung/nadi bayi dan anak berkisar antara 100-120 x permenit. Hipoksia menimbulkan bradikardia, karena parasimpatis yang lebih dominan. Kadar hemoglobin bayi tinggi (16-20 gr%), tetapi kemudian menurun sampai usia 6 bulan (10-12 gr%), karena pergantian dari HbF (fetal) menjadi HbA (adult). Jumlah darah bayi secara absoluts sedikit, walaupun untuk perhitungan mengandung 90 miligram berat badanKarena itu perdarahan dapatmenimbulkan gangguan sistem kardiosirkulasi. Dan juga duktus arteriosus dan foramina pada septa interatrium dan interventrikel belum menutup selama beberapa hari setelah lahir4
umur
Heart Rate
Tekanan Systolic
Tekanan Diastolic
Preterm 1000g
130-150
45
25
Baru lahit
110-150
60-75
27
6 bulan
80-150
95
45
2 tahun
85-125
95
50
4 tahun
75-115
98
57
8 tahun
60-110
112
60
Tabel 2. Perbedaan heart rate, dan tekanan darah pada pediatric berdasarkan umur
Bayi bersifat poikilotennik, karena luas permukaan tubuhnya relative lebih luas dibanding orang dewasa. Hal ini dapat menimbulkan bahaya hipotermia pada lingkungan yang dingin,dan hipertermia pada lingkungan yang panas. Disamping itu pusat pengaturansuhu di hipotalamus belum berkembang dengan baik1,6,7
I.1.3. Cairan tubuh.
Bayi lahir cukup bulan mengandung relatif banyak air yaitu dari berat badan 75%, setelah berusia 1 tahun turun menjadi 65% clan setelah dewasa menjadi 55-60 %. Cairan ekstrasel orok ialah 40% dari berat badan, sedangkan pada dewasa ialah 20%. Pada Tabel 4. dapat dilihat perbedaan EBV (Estimated Blood Volume) pada pediatric berdasarkan umur.
Umur
EBV
Premature
90-100cc/kg
Baru lahit
80-90 cc/kg
3 bulan-1 tahun
70-80 cc/kg
>1tahun
70 cc/kg
Dewasa
55-60 cc/kg
Tabel 3. Perbedaan EBV (Estimated Blood Volume) pada pediatric berdasarkan umur.
I.2 Penerapan Anestesi pada Pasien Pediatri
I.2.1. Tahap Pra Bedah
Kunjungan pra-anestesia dilakukan sekurang-kurangnya dalam waktu 24 jam sebelum tindakan anestesia. Perkenalan dengan orang tua penderita .sangat penting untuk memberi penjelasan mengenai masalah pembedahan dan anestesia yang akan dilakukan. Pada kunjungan tersebut kita mengadakan penilaian tentang keadaan. umum, keadaan fisik dan mental penderita untuk mengklasifikasikan penderita sesuai klasifikasi ASA. Selain itu kunjungan pra-anestesia juga dilakukan untuk mempertimbangkan lama puasa yang dibutuhkan penderita sebelum menjalani operasi.
Puasa merupakan hal yang tidak menyenangkan bagi pasien anak. Dulu pentingnya puasa tidak begitu diapresiasi dengan baik. Namun setelah ada laporan bahwa regurgitasi dan refluks gaster yang sering terjadi pada anak yang tidak dipuasakan, akhinya puasa menjadi suatu persiapan pre operasi yang mulai banyak digunakan5
Lamanya puasa yang dibutuhkan tergantung dari banyak factor, seperti jenis operasi, waktu makan terakhir samapi terjadinya cedera (pada operasi emergensi),tipe makanan, dan pengobatan yang diberikan pada pasien sebelum operasi.
Tipe makanan
Rekomendasi lama puasa
Cairan
Pasien sehat
Pasien sakit
Operasi emergensi
Minimum 2 jam
Minimum 4 jam
Penganganan tersendiri (pasang NGT, dll)
Susu
ASI
Susu non ASI
Minimum 4 jam
Minimum 6 jam
Padat
Operasi elektif
Operasi emergensi
1 hari sebelum operasi
Penanganan tersendiri
Tabel 6. Rekomendasi waktu puasa pada tahap pra-bedah
I.2.2.Premedikasi pada anak
Anak-anak dan orang tuanya sering merasa cemas saat-saat pre operatif. Kecemasan saat pre-operasi dapat bervariasi dengan berbagai macam cara. Sesuai dengan umurnya, bentuk-bentuk kecemasan ini dapat berupa verbal atau tingkah laku. Menangis, agitasi, retensi urine, nafas dalam, tak mau bicara, pernafasan dalam, merupakan bentuk dari anak yang cemas. Kecemasan ini dapat mencapai puncaknya saat induksi anestesi.Adaberbagai cara untuk menekan kecemasan pre-operatif ini.
Pasien anak-anak yang memerlukan premedikasi dan sedasi untuk membuat mereka menjadi kooperatif, adalah yang termasuk di bawah ini:
1. Anak-anak yang memiliki riwayat operasi sebelumnya sehingga menjadi terlalu takut akan ketidaknyamanan akan perawatan di rumah sakit dan operasi berikutnya.
2. Anak-anak di bawah usia sekolah yang tidak dapat dipisahkan dari orang tuanya secara mudah, dimana ahli anestesi merasa kehadiran orang tuanya pada saat induksi tidak akan menguntungkan.
3. anak-anak yang terbatas komunikasinya yang disebabkan karena keterbelakangan mental (misalnya autisme), dan orang tua berperan sebagai perantara untuk berkomunikasidengan sang anak saat induksi
4. Keadaan-keadaan dimana induksi harus dilakukan tanpa ada usaha perlawanan dari ataupun sikap tidak kooperatif, atau menangisdari sang anak.
5. Remaja yang menunjukkan tingkat kecemasan yang tinggi. Remaja sering merasa ketakutan akan kehilangan penampilan tubuhnya, kematian.
Tidak ada kesepakatan yang pasti akan keuntungan dari premedikasi pada anak-anak. Terutama pada bayi. Namun seorang anak yang kooperatif dan ter-sedasi, dapat mengurangi level kecemasan pada orang tuanya sendiri yang mungkin dapat berpengaruh terhadap persiapan pre-operasi atau bahkan terhadap sikap anaknya sendiri. Anak-anak dan orang tuanya mendapatkan keuntungan yang berbeda dari premedikasi: amnesia, analgesia, mengurangi cemas (baik terhadap pasien sendiri ataupun orang tuanya), dan sikap kooperatif.
Seringkali tujuan dari premedikasi adalah menciptakan seorang pasien anak-anak yang tenang, kooperatif , dan mudah dipisahkan dari orang tuanya dan menuruti instruksi
Banyak cara pemberian obat dalam premedikasi. Oral dan rectal merupakan cara yang sering dipilih. Meskipn begitu, bukan berarti kedua cara di atas merupakan cara yang paling aman, dimana tidak dapat diramalkan karena fluktuasi dari bioavalabilitas dan substansi first past effect.
1.2.3 Induksi Pada Anak
Cara induksi pada pasien pediatric tergantung pada umur, status fisik ,dan tipe operasi yang akan dilakukan. Namun, apapun jenis situasi klinik yang dialami, tujuan dari induksi adalah sama, yaitu5:
Memisahkan sang pasien dari orangtuanya sebisa mungkin
Pasien bersikap kooperatif saat dilakukan induksi
Induksi yang berjalan mulus tanpa komplikasi apapun
Pencapaian dan pemantauan system respirasi, kardiovaskular, dan cairan yang stabil selama induksi
Tercapainya efek hipnotik, sedative dan relaksasi
Informasi yang adekuat dari pasien yang akan diinduksi, minimal umur dan berat badan pasien, jenis pembedahan, apakah emergensi atau elektif, status fisik dan mental (kooperatif/tidak) pasien harus dimiliki.
Persiapan kamar operasi merupakan hal yang esensial, dan tergantung pada ukuran tubuh dan status fisik pasien, metode induksi, dan rencana airway manajemen. Mesin anestesi harus diperiksa terlebih dahulu dan ventilator diatur sesuai tubuh pasien, ukuran face mask yang sesuai, dan juga oral airway.
Laringoskop harus di cek apakah berfungsi dengan baik, dan ukuran blade yang sesuai harus dipersiapkan. Obat obatan , tube trakea, stylet yang sesuai juga merupakan hal yang esensial dalam persiapan. Peralatan untuk resusitasi, obat-obat emergensi juga harus dipersiapkan.
Karena permukaan tubuh anak lebih besar daripada dewasa, yang cenderung untuk terjadinya hipotermi, suhu di ruangan operasi tentu harus disesuaikan juga, dan alat pemanas dapat disediakan untuk dapat menjaga suhu pasien.
Induksi anestesia pada bayi dan anak sebaiknya ada yang membantu. Induksi diusahakan agar berjalan mulus dengan trauma yang sekecil mungkin. Induksi dapat dikerjakan secara:
a. Induksi inhalasi.
Dikerjakan pada bayi dan anak yang sulit dicari venanya atau pada yang takut disuntik. Diberikan halotan dengan oksigen atau campuran N20 dalam oksigen 50%. Konsentrasi halotan mula-mula rendah 1 vol% kemudian dinaikkan setiap beberapa kali bernafas 0,5 vol % sampai tidur. Sungkup muka mula-mula jaraknya beberapa sentimeter dari mulut dan hidung, kalau sudah tidur barn dirapatkan ke muka penderita.
b. Induksi intravena.
Dikerjakan pada anak yang tidak takut pada suntikan atau pada mereka yang sudah terpasang infus. Induksi intravena biasanya dengan tiopenton (pentotal) 2~4 mg/kg pada neonatus dan 4-7 mg/kg pada anak. Induksi dapat juga dengan ketamin (ketalar) 1-2mg/kg.LV. Kadang-kadang ketalar diberikan secara intra muskular.1
1.2.4. Intubasi.
Anestesi sebelum intubasi tidak penting bagi anak anak dengan berat badan kurang dari 5 kg, dan dapat berbahaya. Risiko stridor meningkat karena pembengkakan mukosa pada saluran pernapasan kecil akibat ititasi laring oleh pipa, peralatan atau uap. Pipa tak bertutup yang cukup kecil untuk pengeluaran gas dapat dipakai. Suatu bungkus tenggorokan akan menghentikan cairan melalui pipa yang masuk ke paru-paru. Bayi kecil yang berat badannya kurang dari 5 kg tidak dapat mempertahankan pemapasan spontan dengan pipa trakea yang sempit, sehingga harus diberikan ventilasi.4
Harus diputuskan antara penggunaan masker anestesi dan intubasi. Penggunaan intubasi dapat dicapai dengan atau tanpa bantuan relaksan otot. Pada anak yang kecil, atau jika terdapat kelainan saluran pemapasan, paling aman untuk memperdalam anestesi sampai pipa dapat disisipkan sementara pernapasan spontan berlangsung. Jika terdapat keraguan tentang kemampuan saluran pernapasan untuk dilalui pipa, harus dibuktikan dengan memberikan ventilasi pada paru menggunakan kantong, dan masker sebelum membuat penderita menjadi lumpuh dengan relaksan otot.
Laringoskopi pada bayi dan anak tidak membutuhkan bantal kepala. Kepala bayi terutama neonatus oksiputnya menonjol. Dengan adanya perbedaan anatomis pada jalan nafas bagian atas, lebih mudah menggunakan laringoskop dengan bilah lurus pada bayi.
Bladelaringkoskop yang lebib kecil digunakan untuk anak, jenisnya tergantung pada pilihan dan adanya gangguan saluran pernapasan. Pipa trakea dipilih berdasarkan prinsip bahwa pipa yang dapatdibengkokkan tidak digunakan di bawah nomor 7, dan dua nomor lebih rendah harus disiapkan bila diperlukan. Daerah aliran udara paling sempit pada anak kecil adalah di bawah pita suara.
Intubasi dalam keadaan sadar dikerjakan pada keadaan gawat atau diperkirakan akan menjumpai kesulitan. Beberapa penulis menganjurkan intubasi sadar pada neonatus usia kurang dari 10-14 hari . Hati-hati terhadap hipertensi dan meningginya tekanan intrakranial yang mungkin dapat menyebabkan perdarahan dalam otak akibat laringoskopi dan intubasi.
Lebih digemari intubasi sesudah tidur dengan atau tanpa pelumpuh otot. Kalau tidak menggunakan pelumpuh otot, bayi atau anak ditidurkan sampai dalam lalu diberikan analgesia topikal barn dikerjakan intubasi.
Pipa trakea pada bayi dan anak dipakai yang tembus pandang tanpa cuff. Untuk usia diatas 5-6 tahun boleh dengan cuff pada kasus-kasus laparotomi atau jika ditakutkan akan terjadi aspirasi. Secara kasar ukuran besarnya pipa trakea .sama dengan besarnya jari kelingking atau besarnya lubang hidung.
Bayi prematur menggunakan pipa bergaris tengah 2.0-3.0 mm, bayi cukup bulan 2.5-3.0 mm. Sampai 6 bulan 4.0 mm dan sam pail tahun 4.5 mm. Untuk usia diatas 1 tahun digunakan minus sebagai berikut: Garis tengah bagian dalam pipa trakea ialah : umur dalam tahun /4+ 4. 5 mm. Pilihlah pipa trakea yang paling besar yang dapat masuk dengan sedikit longgar dan pada tekanan inspirasi 20-25 em H20 terjadi sedikit kebocoran. Dianjurkan menggunakan pipa mulut faring untuk fiksasi pipa trakea supaya tidak terlipat.
Intubasi hidung tidak dianjurkan, karena dapat menyebabkan trauma, perdarahan adenoid dan infeksi.
Peralatan dengan ruang rugi minimal, dan resistensi rendah seperti model T-Jackson Reesharus digunakan. Neonatus harus dijaga agar tetap hangat, karena daerah permukaan kulit yang luas dibandingkanmassatubuhnya, perkembangan system pengaturan suhu yang belum berkembang, dan lemaknya masih merupakan penyekat tubuh yang buruk. Suhu ruang bedah sekurang-kurangnya 22C (75F), selimut, dan kasur hangat digunakan
1.2.5 Pemeliharaan anestesia.
Anestesia neonates dan anak sangat dianjurkan dengan intubasi dan nafas kendali. Penggunaan sungkup muka dengan nafas spontan pacta bayi hanya untuk tindakan ringan yang tidak lama.
Gas anestetika yang umum digunakan adalah N20 dic;ampur dengan 02 perbandingan (0-65%) dan (35-100%). Walapun N20 mempunyai sifat analgesia kuat, tetapi sifat anestetikanya sangat lemah. Karena itu sering dicampur dengan halotan, enfluran atau isofluran.
Narkotika hanya diberikan untuk usia diatas 1 tahun atau pacta berat diatas 10 kg .Morfin dengan dosis 0,1 mg/kg atau per dosis 1-2 mg/kg. Pelumpuh otot non depolarisasi sangat sensitif, karena itu haus diencerkan dan diberikan secara sedikit demi sedikit.
Infus.
Banyaknya cairan yang harus diberikan per infus disesuaikan dengan banyaknya cairan yang hilang. Untuk bedah kecil, ringan sebentar dengan perdarahan yang sangat minimal tidak diperlukan terapi cairan. Apalagi segera setelah pembedahan diperbolehkan mmum. Walaupun demikian diperlukan jalur vena terbuka untuk memasukkan obat-obatan pacta waktu anestesia, atau kalau diperlukaninfus segera dapat diberikan. Biasanya dipasang semprit berisi NaCI fisiologis dengan jarum sayap
Terapi cairan dimaksudkan untuk mengganti cairan yang hilang pada waktupuasa, pada waktu pembedahan (translokasi), adanya perdarahan dan oleh sebab-sebab lain misalnya adanya cairan lambung, cairan fistula dan lain-lainnya.
Besamya cairan yang hilang akibat trauma bedah/anestesia yang hars diganti menurut Lockhart1
Cairan yang seharusnya masuk,karena puasa harus dtganti. Misalnya puasa 6 jam harus diganti 25% dari kebutuhan.dasar 2,.4 jam.
Cara menggantinya sebagai berikut:
-Pada jam I diberikan 50% nya
- Pada jam II diberikan 25% nya
- Pada jam III diberikan 25% oya
Cairan hilang akibat perdarahan yang kurang dari 10 % diganti dengan cairan kristaloid dalam dekstrosa, misalnya cairan dekstrosa 5% dalam Ringer-Iaktat
Banyaknya perdarahan dapat diperkirakan dengan1:
1. mengukur darah dalam botol penyedot, menimbang kain kasa sebelum dan sesudah kena darah dengan bantuan kolorimeter. Jumlahkan keduanya kemudian tambahkan 25% untuk darah yang sulit dihitung misalnya yang menempel di tangan pembedah, yang melengket di kain penutup dan lain-lain.
2. mengukur hematokrit secara serial. Perdarahan melebihi 10% pada neonatus harus diganti dengan darah.
1.2.6. Tahap Pasca Bedah
Pengakhiran anestesia.
Setelah pembedahan selesai, obat anestetika dihentikan pemberiannya. Berikan zat asam murni 5-15 menit. Bersihkan rongga hidung dan mulut dari lendir kalau perlu.
Kalau menggunakan pelumpuh otot, netralkan dengan prostigmin (0,04 mg/kg) dan atropin (0,02 mg/kg). Depresi nafas oleh narkotika-analgetika netralkan dengan naloksin 0,2-0,4mg secara titrasi.
Ekstubasi pada bayi dikerjakan kalau bayi sudah sadar benar, anggota badan. bergerak-gerak, mata terbuka, nafas spontan adekuat. Ekstubasi dalam keadaan anestesia ringan, akan menyebabkanbatuk-batuk, spasme laring atau bronkus. Ekstubasi dalam keadaan anestesia dalam digemari karena kurang traumatis. Dikerjakan kalau nafas spontannya adekuat, keadaan umumnya baik dan diperkirakan tidak akan menimbulkan kesulitan pasca intubasi.
Perawatan di Ruang Pulih
Setelah selesai anestesia dan keadaan umum baik, penderita dipindahkan ke ruang pulih. Disini diawasi seperti di kamar bedah, walaupun kurang intensif dibandingkan dengan pengawasan sebelumnya. Untuk memindahkan penderita ke ruangan biasa dihitung dulu. skomyamenurut Lockhart1
Tabel 7. Skor pulih menurut Lockhart. Jumlah skor keseluruhan di bawah adalah 8, dimana penderita boleh pindah ke ruangan
Yang Dinilai
Nilai
Pergerakan
Gerak bertujuan
Gerak tak bertujuan
diam
2
1
0
Pernafasan
teratur, batuk , menangis
depresi
perlu dibantu
2
1
0
Warna
merah muda
pucat
sianosis
2
1
0
Tekana Darah
berubah sekitar 20%
berubah 20-30%
berubah lebih dari 30%
2
1
0
Kesadaran
benar-benar sadar
bereaksi
tak bereaksi
2
1
0
Komplikasi
Semua pasien, terutama yang diintubasi, lebih memiliki resiko untuk mengalami komplikasi pada anestesi pediatric. Biasanya hal ini dapat ditanggulangi dengan acetaminophen2
Mual dan munatah adalah hal yang paling sering terjadi, terutama pada pasien berumur 2 tahun ke atas. Terjadi karena pipa ETT dipasang terlalu erat, sehingga mukosa trachea menjadi bengkak
Laringospasme adalah salah satu komplikasi yang mungkin terjadi. Biasanya terjadi pada anestesi stadium II. Jika terjadi, suksinilkolin dapat digunakan, bersama dengan atropine untuk mencegah brakikardi.
BAB II
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama pasien. : An. Azhar
Pekerjaan: Pelajar SD
Usia: 10 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat: Gunung Jati, cirebon
Tanggal Masuk RS: 17 Juli 2013
Tanggal Operasi: 18 Juli 2013
ANAMNESA (ALOANAMNESA AYAH PASIEN)
1. Keluhan Utama
Bentuk alat kelamin anak tidak lazim
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dibawa ke RSUD Gunung Jati dengan keluhan bentuk alat kelamin anak yang dirasa tidak lazim. Keluhan sudah disadari sejak anak usia 1 tahun, namun orang tua berpikir kelainan akan membaik seiring pertambahan umur sehingga tidak dibawa berobat. Seiring dengan pertambahan umur, bentuk alat kelamin anak semakin tidak lazim sehingga 1 bulan SMRS pasien dibawa ke puskesmas dan disarankan untuk ke rumah sakit. Pancaran air seni baik, riwayat air seni keluar dari bawah penis disangkal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat operasi / anestesi sebelumnya: disangkal
Riwayat alergi obat: disangkal
Riwayat asma: disangkal
Riwayat batuk pilek dalam 1 minggu terakhir: disangkal
4. Riwayat Keluarga
Riwayat penyakit paru: disangkal
Riwayat penyakit jantung: disangkal
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum: Tampak baik
Kesadaran: Composmentis. GCS: E4V5M6
Vital Sign: TekananDarah: 90/50 mmHg
Nadi: 103 kali/menit
Respirasi: 20 kali/menit
Suhu: 36,4C
Kepala: Normocephal
Mata: Konjungtiva anemis (-/-)
Sklera ikterik (-/-)
THT: Kedua telinga lapang, tidak keluar cairan
Hidung simetris, rhinorrhea (-)
Tenggorokan tidak hiperemis
Leher: Tidak ada pembesaran KGB, tidak ada pembesaran thyroid Thoraks: Cor BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo vesikuler +/+, Wheezing -/-, Ronki -/-
Abdomen: Cembung, BisingUsus (+)
Ekstremitas: Akral hangat
Edema (-) Sianosis (-)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hb: 12,6 gr/dl
Ht: 38,0 %
Leukosit: 7.300/mm3
Trombosit: 276.000/mm3
Glukosa sewaktu : 100 mg/dL
Ureum : 18 mg/dL
Kreatinin : 0,6 mg/dL
Asam urat : 3,4 mg/dL
SGOT : 27 U/L
SGPT : 16 U/L
Albumin : 4,1 mg/dL
DIAGNOSIS
Chordee without hypospadia
PENATALAKSANAAN
Terapi Operatif: chordektomi
TINDAKAN ANESTESI
1. Persiapan anestesi
Pkl 11.50 dilakukan pemeriksaan kembali identitas pasien, persetujuan operasi, lembar konsultasi anestesi, obat-obatan dan alat-alat yang diperlukan
Pkl 12.00 pasien tidak kooperatif sehingga diberikan injeksi midazolam 6 mg IV
Infus RL 16 gtt/menit
Pakaian pasien diganti pakaian operasi
2. Ruang Operasi
a. Pengaturan posisi pasien dan persiapan anestesi
Dilakukan pengecekan mesin anestesi
Pkl 12.10 pasien masuk kamar operasi di pasang manset dan monitor. Pasien diposisikan berbaring terlentang dan dibuat nyaman. TD 109/63 mmHg, N: 102x/menit, saturasi O2 99%
b. Premedikasi
Pkl 12.15 dilakukan injeksi petidin 25 mg iv
c. Induksi & Intubasi
Pkl 12.20 dilakukan induksi dengan injeksi propofol 60 mg IV dan atrakurium 10 mg IV. Kepala segera diekstensikan, dipasang sungkup O2 2 L/menit. Setelah reflex bulu mata menghilang dilakukan intubasi endotrakea dengan menggunakan ET No. 5,5 dengan bantuan laringoskop, balon ET dikembangkan, kemudian dipasang Guedel. Dilakukan pengecekan posisi ET dengan melihat pergerakan dinding dada, membandingkan suara nafas lapang paru kiri dan kanan, kemudian ET difiksasi dan dihubungkan dengan mesin anestesi.
d. Maintenance
APL di set pada closed system, dengan automatic mode; tidal volume 204 mL dengan RR 16x/menit, dialirkan N2O 2 L/menit, O2 2 L/menit, enflurane 2,5 vol%.
Pkl. 12.30 Operasi dimulai dan tanda vital dimonitor tiap 5 menit. Infus terpasang RL.
Operasi berlangsung 1 jam 5 menit
e. Monitoring selama anestesi
Jam
Tensi
Nadi/menit
SpO2
Keterangan
12.10
109/63
102
99%
Masuk ruang operasi, infuse RL 500cc
12.15
102/60
110
99%
Injeksi petidin 25 mg IV
12.20
100/62
116
99%
Injeksi propofol 60 mg, atrakurium 10 mg, intubasi endotrakea
12.25
97/52
96
99%
Enflurane 2,5% -> 2%
12.35
104/58
113
99%
Operasi dimulai
12.50
110/61
122
99%
13.05
105/62
115
99%
13.20
114/69
121
99%
13.35
102/61
115
99%
13.40
110/67
118
99%
Operasi Selesai, ekstubasi dan dipindahkan ke RR
3. Perawatan Ruang Pemulihan
a. Pasien di rawat di RR dalam posisi supine, diberikan oksigen 2 L/menit, diawasi tingkat kesadaran, kondisi umum dan tanda vital.
b. Aldrete skor = 10
BAB III
PEMBAHASAN
Pada pasien diatas dari pre operasi (anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang)didapatkan status fisik pasien diklasifikasikan sebagai ASA I.Secara keseluruhan, tidak didapatkan aspek-aspek yang dapat memperberat proses anestesi selama pembedahan. Namun saat persiapan sebelum masuk ke ruang operasi, pasien tidak kooperatif sehingga diberikan injeksi midazolam 6 mg IV.
Tindakan premedikasi yaitupemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesia bertujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia diantaranya untuk meredakan kecemasan dan ketakutan, memperlancar induksi anestesia, mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus, meminimalkan jumlah obat anestetik, mengurangi mual-muntah pasca bedah, menciptakan amnesia, mengurangi isi cairan lambung, mengurangi refleks yang membahayakan.
Berdasarkan status fisik pasien tersebut, jenis anestesi yang paling baik digunakan adalah general anestesi. Teknik anestesi umum yang dipilih adalah teknikbalance anesthesia, nafas kendali denganorotracheal tubenomor 5,5. Teknik ini dimulai dengan pemberian obat pelumpuh otot non depolar, setelah itu dilakukan pemasangan pipa orotrakeal.
Induksi anestesi merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi. Obat-obatan yang sering digunakan untuk induksi antar lain tiopental, propofol dan ketamin. Pada pasien ini diberikan propofol 60 mg iv. Propofol merupakan obat induksi anestesi cepat, yang didistribusikan dan dieliminasikan dengan cepat. Propofol diberikan dengan dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi intravena total 4-12 mg/Kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0,2 mg/Kg. Efek samping propofol pada sistem pernafasan adanya depresi pernapasan, apneu, bronkospasme, dan laringospasme. Pada susunan saraf pusat adanya sakit kepala, pusing, euforia, kebingungan, gerakan klonik-mioklonik, epistotonus, mual, muntah.Pada daerah penyuntikan dapat terjadi nyeri.
Pada pasien ini juga diberikan obat pelumpuh otot atracurium besylate 10 mg iv, yang merupakannondepolaritation intermediete acting. Dosis intubasi dan relaksasi otot adalah 0,5-0,6 mg/kgBB (iv), dan dosis pemeliharaan yaitu 0,1-0,2 mg/kgBB (iv). Obat pelumpuh otot kalau perlu diulangi lagi dengan 1/3 dosis awal, yaitu apabila pasien tampak ada usaha bernafas spontan, cegukan, ada tahanan pada inflasi paru, atau otot perut mulai tegang. Menjelang akhir operasi saat mulai menjahit lapisan kulit diusahakan nafas spontan dengan membantu usaha nafas sendiri secara manual.
Selesai dilakukan induksi, sampai pasien tertidur dan reflek bulu mata hilang. Sungkup ditempatkan pada muka. Pasien kemudian diberikan maintenance O2 + N2O + isofluran. N2O mulai diberikan 2 L/menit dengan O2 2 L/menit untuk memperdalamkan anestesi, bersamaan dengan ini isofluran dibuka sampai 2,5 vol%. Oksigen diberikan untuk mencukupi oksigen jaringan. Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%, gas ini bersifat sebagai anestetik lemah tetapianalgetiknya kuat. Setelah pemberian dihentikan, isoflurane cepat dikeluarkan oleh tubuh.
Ekstubasi dapat segera dilakukan setelah napas spontan normal kembali dengan volume tidal 300 ml. O2 diberikan terus (5-6 L) selama 2-3 menit untuk mencegah hipoksia difusi. Apabila nafas tetap lemah setelah ditunggu beberapa menit dapat diberi obat anti pelumpuh otot non depolarisasi sebelum diekstubasi yaitu neostigmin (prostigmin) dosis 0,04 mg/kg, piridostigmin 0,1-0,4 mg/kg, atau fisostigmin 0,01-0,03 mg/kg. Penawar pelumpuh otot bersifat muskarinik menyebabkan hipersalivasi, keringatan, bradikardi, kejang bronkus, hipermotilitas usus, dan pandangan kabur, sehingga pemberiannya harus disertai oleh obat vagolitik seperti atropin dosis 0,01-0,02 mg/kg.
Setelah operasi selesai pasien dibawa keRecovery Room(RR). Di ruang inilah pemulihan dari anestesi umum atau anestesi regional dilakukan. Pada saat di RR, dilakukan monitoringsepertidi ruang operasi, yaitu meliputi tekanan darah, saturasi oksigen, EKG, denyut nadi hingga kondisi stabil. Oksigenselalu diberikan sampai pasien sadar penuh. Pasien hendaknya jangan dikirim ke ruangan sebelum sadar, tenang, reflek jalan nafas sudah aktif, tekanan darah, nadi dalam batas normal. Pasien dapat keluar dari RR apabila sudah mencapaiskor Lockherte/Aldretelebih dari 7. Sedangkan pada pasien diatas, didapatkan skornya 10 sehingga pasien dapat dipindahkan ke tempat perawatan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Said A L, Suntoro A. Anestesi Pediatrik. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI.Jakarta. 1989: 115-122.
2. Anonimus, Pediatric Anesthesiolgy:The Basics.http://www.anesthesia.wisc.edu/ med3/ Peds/pedshandout.html. Diakses pada tanggal 3 Februari 2007
3. Anonimus. Anatomy of The Respiratory System.http://www.ohsuhealth.com/dch/ health/ respire/acute_lower_bronchio. htmlDiakses pada tanggal 3 Februari 2007.
4. Boulton TB. Anestesiologi. Alih Bahasa : Oswari J. Editor: Wulandari WD. Penerbit Buku Kedokteran EGC.Jakarta. 1994 : 134-141.
5. Bissonette B, Dalens BJ. Pediatric Anesthesia: Principles And Practice. McGraw-Hill Medical Publishing Division. New York.2002 : 405-413, 483-503
6. Anonimus. Parent Present Induction.http://www.archildrens.org/ medical_services/clinical/anesthesia/parent_present_induction.asp. Diakses pada tanggal 3 Februari 2007
7. Krane E.Orientation to Pediatric Anesthesia.http://anesthesia.stanford.edu/ kentgarman/ clinical/ped%20orient.htm. Diakses pada tanggal 3 Februari 2007
8. Anonimus. Intubation.http://afghan.smugmug.com/ gallery/12618/6/ 6084