Presentationiva ajg
-
Upload
paramitha-dps -
Category
Documents
-
view
22 -
download
0
description
Transcript of Presentationiva ajg
Inspeksi Visual Asam Asetat
Paramitha Dwiputri S03008190
Pendahuluan• Sampai saat ini pemeriksaan sitologi dengan tes Pap masih merupakan
pemeriksaan standar deteksi dini lesi prakanker serviks. Dalam laporan WHO tahun 1986 di negara-negara yang maju 40-50% wanita berkesempatan untuk melakukan skrining dengan tes Pap, sementara di negara berkembang diperkirakan hanya 5% yang berkesempatan menjalani skrining.
• WHO merekomendasikan suatu pendekatan alternatif bagi negara yang sedang berkembang dengan konsep down staging terhadap kanker serviks, salah satunya adalah dengan cara (IVA). Skrining dengan metode IVA dilakukan dengan cara yang sangat sederhana, murah, nyaman, praktis, dan mudah.Karenanya pengkajian penggunaan metode IVA sebagai cara skrining kanker leher rahim di daerah-daerah yang memiliki sumber daya terbatas ini dilakukan sebagai salah satu masukan dalam pembuatan kebijakan kesehatan nasional di Indonesia
Kanker Serviks
• kanker primer yang terjadi pada jaringan leher rahim (serviks)
• lesi prakanker kelainan pada epitel serviks akibat terjadinya perubahan sel-sel epitel, namun kelainannya belum menembus lapisan basal (membrana basalis)
• Etiologi virus HPV (16, 18, 45, 56), 70 % tipe 16 dan 18
Anatomi serviks
LOKASI SQUAMO COLUMNAR JUNCTION (SSK)
DAN ZONA TRANSFORMASI
ANAK-ANAK REMAJA PEREMPUAN PEREMPUANPASCA REMAJA/ PASCA
DEWASA MENOPAUSE
HPV
Mild
Pracancer Lesion Cancer
------------------- 3-17 year --------------------
Carcinoma Cervical
DysplasiaModerate Severe
Dysplasia Dysplasia
Screening !
Insitu Cancer(=Stage 0)
Klasifikasi Sitologi (untuk skrining) Klasifikasi Histologi (untuk diagnosis)
Pap Sistem Bethesda NIS ( Neoplasia Klasifikasi
Intraepitel Serviks) Deskriptif WHO
Kelas I Normal Normal Normal
Kelas II ASC-US Atypia Atypia
ASC-H
Kelas III LISDR NIS1 termasuk Koilositosis
kondiloma
Kelas III LISDT NIS 2 Displasia sedang
Kelas III LISDT NIS 3 Displasia berat
Kelas IV LISDT NIS 3 Karsinoma in situ
Kelas Kelas V Karsinoma invasif Karsinoma invasif Karsinoma invasif
Sistem Klasifikasi Lesi Prakanker
Skrining kanker leher rahim
Sasaran
WHO mengindikasikan skrining dilakukan pada kelompok berikut :
• Usia 25-35 tahun, belum pernah menjalani tes Pap sebelumnya/ pernah mengalami tes Pap ≥ 3 tahun.
• Lesi abnormal pada pemeriksaan tes Pap sebelumnya
• PPV abnormal, perdarahan pasca sanggama atau perdarahan pasca menopause atau mengalami tanda dan gejala abnormal lainnya
• ketidaknormalan pada leher rahimnya
Interval
WHO merekomendasikan :• 1 kali seumur hidup usia 35-45 tahun• Usia 25-49 tahun 3 tahun sekali• Usia >50 tahun 5 tahun sekali • 2 kali berturut-turut hasil skrining sebelumnya
negatif, usia > 65 tahun, tidak perlu menjalani skrining
• Tidak semua perempuan direkomendasikan melakukan skrining setahun sekali
Metode skrinning
Beberapa metode yang diakui WHO adalah sebagai berikut :
1. Metode Sitologi – Tes Pap konvensional – Pemeriksaan sitologi cairan (Liquid-base cytology/LBC) – Metode pemeriksaan DNA-HPV
2. Metode inspeksi visual – Inspeksi visual dengan lugol iodin (VILI) – Inspeksi visual dengan asam asetat (IVA)
Metode Prosedur Kelebihan Kekurangan Status
Sitologi Sampel diambil Metode yang telah Hasil tes tidak Telah lama
konvensional oleh tenaga lama dipakai didapat dengan digunakan di
(Tes Pap) kesehatan dan Diterima secara segera banyak negara
diperiksa oleh luas Diperlukan sejak tahun
sitoteknisi di Pencatatan hasil sistem yang 1950
laboratorium pemeriksaan efektif untuk Terbukti
permanen follow up menurunkanTraining dan wanita yang angka kematianmekanisme kontrol diperiksa akibat kanker
kualitas telah baku setelah ada leher rahim diInvestasi yang hasil negara-negara
sederhana pada pemeriksaan majuprogram yang Diperlukan
telah ada dapat transport bahanmeningkatkan sediaan dari
pelayanan tempatSpesifisitas tinggi pemeriksaan ke
laboratorium,transport hasil
pemeriksaan keklinikSensitivitassedang
Liquid Base Sampel diambil Jarang diperlukan Hasil tes tidak
Citology oleh tenaga pengambilan sample didapatkesehatan, ulang bila bahan dengan segeradimasukkan sediaan tidak Fasilitas
dalam cairan adekuat laboratorium
fiksasi dan Waktu yang lebih mahal dan
dikirim untuk dibutuhkan untuk canggih
diproses dan di pembacaan hasilperiksa di lebih singkat bila
laboratorium dilakukan olehsitoteknisi yang
berpengalamanSampel dapat
digunakan juga
untuk tesmolekuler
(misalnya HPV tes)
Tes DNA HPV Tes DNA HPV secara
molekuler
•Pengambilan sampel lebih mudah • Hasil tes tidak didapatkan
dengan segera
Digunakan secara
komersial di negara-
negara maju sebagai
tambahan pemeriksaan
sitologi
Pengambilan sampel dapat dilakukansendiri oleh wanita dan dibawa ke laboratorium
•Proses pembacaan otomatis oleh
alat khusus
• Biaya lebih mahal
•Dapat dikombinasi dengan Tes
Pap untuk meningkatkan
sensitivtas
• Fasilitas laboratorium lebih
mahal dan canggih
• Spesifitas tinggi terutama pada perempuan > 35 tahun
• Perlu reagen khusus
• Spesifitas rendah pada
perempuan muda (<35 tahun)
Metode Visual Pemulasan leher rahim Mudah dan murah Spesifitas rendah sehingga beresiko overtreatment
Belum cukup data dan penelitian yang
(IVA dan VILI) Daoat dilakukan oleh tenaga Hasil didapat dengan segera Tidak ada dokumentasi hasil
pemeriksaan
Mendukung terutama
sehubungan dengan
Kesehatan yang terlatih (bidan/dokter/perawat)
Sarana yang dibutuhkan sederhana Tidak cocok untuk screening pada perempuan pasca menopause
Efeknya terhadap penurunan angka kejadian
Dapat dikombinasikan dengan tatalaksana segera lainnya yang cukup dengan pendekatan sekali kunjungan
Belum ada standarisasi Dan kematian kanker serviks
Seringkali perlu training ulang untuk tenaga kesehatan
Saat ini hanya direkomendasikan pada daerah proyek
sehubungan
IVA
• Pemeriksaan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) adalah pemeriksaan yang pemeriksanya (dokter/bidan/paramedis) mengamati leher rahim yang telah diberi asam asetat/asam cuka 3-5% secara inspekulo dan dilihat dengan penglihatan mata telanjang
• sensitivitas IVA untuk mendeteksi High Grade SIL berkisar 60-90 %., spesifisitasnya lebih rendah
Sinar PantulMerah Muda
GAMBAR 1 SINAR PANTUL MERAH MUDA PADAEPITEL NORMAL
Sinar Pantul(Putih Kusam)
GAMBAR 2 SINAR PANTUL PUTIH KUSAM PADAEPITEL ABNORMAL (ATIPIK)
• Koagulasi protein
•↑ osmolaritas cairan ekstraseluler
ALAT / BAHAN IVA
Meja ginekologi
(atau MEJA TULIS) Sumber cahaya yangcukup Asam asetat 3 - 5 % Kapas lidi Sarung tanganbersih ( lebih baiksteril)
Spekulum vagina
CARA MEMBUAT ASAM ASETAT
• CUKA DAPUR (mengandungasam asetat 20%)
• ASAM ASETAT (3-5%)
• Untuk membuat asam asetat 5%dengan cara mengambil1 bag. cuka dapur + 4 bag. air
• Untuk membuat asam asetat 3%dengan cara mengambil2 bag. cuka dapur + 11 bag. air
Prosedur• Inform consent• Pasien dibaringkan dengan posisi litotomi• Vagina akan dilihat secara visual apakah ada
kelainan dengan bantuan pencahayaan yang cukup
• Spekulum (alat pelebar) akan dibasuh dengan air hangat dan dimasukkan ke vagina pasien secara tertutup, lalu dibuka untuk melihat leher rahim.
• Bila terdapat banyak cairan di leher rahim, dipakai kapas steril basah untuk menyerapnya.
• Dengan menggunakan pipet atau kapas, larutan asam asetat 3-5% diteteskan ke leher rahim. Dalam waktu kurang lebih satu- dua menit, reaksinya pada leher rahim sudah dapat dilihat.
Akurasi Pemeriksaan IVA• Beberapa penelitian terdahulu menyebutkan bahwa metode IVA
berpotensi menjadi alternatif metode skrining kanker leher rahim di daerah-daerah yang memiliki sumber daya terbatas
• Universitas Zimbabwe & JHPIEGO Cervical cancer project yang Sensitivitas IVA dibanding pemeriksaan sitologi (Tes Pap) berturut-turut adalah 76,7% dan 44,3%. NamunIVA angka spesifisitas IVA hanya 64,1% dibanding sitologi 90,6%
• 1997 Belinson di pedesaan di Cina, menilai sensitivitas metode IVA pada lesi prakanker tahap NIS 2 atau yang lebih tinggi(kolposkopi dan biopsi leher rahim) sensitivitas IVA 71%, sementara angka spesifisitas 74%
• Beberapa penelitian menunjukkan sensitivitas IVA lebih baik daripada sitologi Claey et al, Basu et al
PERBANDINGANSKRINING TES PAP DAN IVA
Uraian/ Tes Pap IVA
Metode
Skrining
Petugas Sample takers Bidan
kesehatan (Bidan/perawat/dokter umum/ Dr. Perawat
Spesialis) Dokter umum
Dr. Spesialis
Skrinner/ Sitologis/Patologis
Sensitivitas 70 % - 80% 65% - 96%
Spesifisitas 90% - 95% 54% - 98%
Hasil 1 hari – 1 bulan Langsung
Sarana Spekulum Spekulum
Lampu sorot Lampu sorot
Kaca benda (slide) Asam asetat
Laboratorium
Biaya Rp. 15.000 – Rp. 75.000 Rp. 3.000
Dokumentasi Ada (dapat dinilai ulang) Tidak ada
Tindak lanjut Pemeriksaan IVA
Klasifikasi PenangananHPV Observasi
MedikamentosaDestruksi: KrioterapiElektrokauterisasi/elektrokoagulasiEksisi: diatermi loop
Displasia ringan (NIS I) ObservasiDestruksi: KrioterapiElektrokoagulasiLaser, Laser + 5 FUEksisi: diatermi loop
Displasia sedang (NIS II) Destruksi: krioterapiElektrogoagulasiLaser, Laser + 5 FUEksisi: diatermi loop
Displasia keras (NIS III)/KIS Destruksi: krioterapiElektrokoagulasiLaserEksisi: konisasiHisterektomi
Penatalaksanaan lesi prakanker serviks yang pada umumnya tergolong NIS (Neoplasia Intraepitelial Serviks) dapat dilakukan dengan observasi saja, medikamentosa, terapi destruksi, dan/atau terapi eksisi.
Kesimpulan• (IVA) adalah metode deteksi dini kanker serviksyang sesuai untuk
negara berkembang termasuk Indonesia. Tekniknya cukup sederhana , mudah, murah, dan efektif terutama jika dibandingkan pap smear .
• Pada lesi prakanker akan menampilkan warna bercak putih yang disebut aceto white epithelium. Denganmunculnya bercak putih dapat disimpulkan bahwa tes IVA positif. Inspeksi visual asam asetat (IVA) mempunyai sensitivitas yang tinggi untuk deteksi dini lesi prakanker serviks
• Karenanya pengkajian penggunaan metode IVA sebagai cara skrining kanker leher rahim di daerah-daerah yang memiliki sumber daya terbatas ini dilakukan sebagai salah satu masukan dalam pembuatan kebijakan kesehatan nasional di Indonesia.
Daftar Pustaka 1. World Health Organization. Comprehensive Cervical Cancer Control. A Guide to Essential Practice. Geneva : WHO, 2006.2. Sankaranarayanan R, Budukh AM, Rajkumar R, Effective Screening programmes for cervical cancer in low- and middle-income developing
countries. Bulletin of the World Health Organization, 2001; 79:954-9623. Wiknjosastro H, Saifuddin B, Rachimhadi T. Anatomi Panggul dan Isinya dalam Ilmu Kandungan. 1999. Edisi kedua , Cetakan Ketujuh.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo : Jakarta. 2009.4. Canavan TP, Doshy NR. Cervical Cancer. Situs American Family Physician. Diakses pada www.aafp.org 5. Nasiell K.Nasiell M. Vaclavinkova V. Behavior of moderate cervical dysplasia during long-term follow-up. Obste-Gynecol 1983;61:609-614. 6. Saslow D, Runowicz CD, Solomon D, Moscicki AB, Smith RA, Eyre HJ, Cohen C, American Cancer Society: American Cancer Society
guidelines for the early detection of cervical neoplasia and cancer. CA Cancer J Clin 2002, 52:342-362. PubMed Abstract | Publisher Full Text
7. Jeronimo J, et al. Visual Inspection with acetic acid for cervical cancer screening outside of low-resource settings. Pan Am J Public Health 17 (1),2005.
8. Burghardt E. Histopathology of cervical epithelium. In : Burghardt E. Colposcopy cervical pathology. Textbook and atlas. 2 nd revised and enlarged ed. Stutgart-New York Georg Thieme Verlag, 1991 : 8-60
9. Sankaranarayan R, et.al. Test characteristics of visual inspection with 4% acetic acid (VIA) and lugol’s iodine (VILI) in cervical cancer screening in Kerala, India. Int. J. Cancer : 106, 404-408 (2003)
10. Visual inspection with acetic acid for cervical cancer screening test qualities in a primary care setting. University of Zimbabwe/JHPIEGO Cervical cancer project.Lancet 1999;363(9156):869-73.
11. Ghaemmaghami F, Behtash N, Modares Gilani M, et al. Visual Inspection with acetic acid as a feasible screening test for cervical neoplasia in Iran. Int J Gynecological
12. Cancer. 2004: 14 (3); 465-6913. Doh AS, Nkele NN, Achu P, Essimbi F, Essame O, Nkeogum B. Visual inspection with acitic acid and cytology as screening methods for
cervical lesions in Cameroon. Int J of Gynecology and Obstetrics. 2005 : 89 (2); 167-73 14. Sjamsuddin S. Terapi destruksi local pada neoplasia intraepitel serviks. Dalam : Sjamsuddin S, Indarti J. Kolposkopi dan Neoplasia
Intraepitel Serviks. Ed ke-2.Jakarta. Perhimpunan Patologi Serviks dan Kolposkopi Indonesia .2001: 90 – 8.