PRESENTASI KASUS Pulmonologi

30
BAB I PRESENTASI KASUS I. IDENTITAS PASIEN  Nama : Ny. Y Umur : 30 Tahun JenisKelamin : Perempuan Status Perkawinan : Menikah Pekerjaan : IRT Alamat : Jl. Meulu No.9 Desa Prada, Banda Aceh Suku : Aceh Tanggal Pemeriksaan : 17 Juni 2014 KELUHAN UTAMA : Sesak napas sejak 1 hari yang lalu KELUHAN TAMBAHAN : Batuk berdahak RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG : Pasien datang ke Puskesmas Jeulingke dengan keluhan sesak napas, keluhan ini dirasakan sejak 20 tahun yang lalu dan dirasakan memberat 1 hari terakhir. Sesak napas timbul bila pasien terpapar debu, udara dingin dan asap rokok. Sesak terutama timbul pada malam hari. Sesak napas dirasakan mengganggu aktivitas dan tidur. Sesak napas dirasakan > 1 kali dalam seminggu, < 1 kali dalam sehari, dan saat

Transcript of PRESENTASI KASUS Pulmonologi

BAB IPRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN Nama: Ny. Y Umur: 30 Tahun JenisKelamin: PerempuanStatus Perkawinan: Menikah Pekerjaan: IRTAlamat: Jl. Meulu No.9 Desa Prada, Banda AcehSuku: AcehTanggal Pemeriksaan: 17 Juni 2014

KELUHAN UTAMA :Sesak napas sejak 1 hari yang lalu

KELUHAN TAMBAHAN: Batuk berdahak

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :Pasien datang ke Puskesmas Jeulingke dengan keluhan sesak napas, keluhan ini dirasakan sejak 20 tahun yang lalu dan dirasakan memberat 1 hari terakhir. Sesak napas timbul bila pasien terpapar debu, udara dingin dan asap rokok. Sesak terutama timbul pada malam hari. Sesak napas dirasakan mengganggu aktivitas dan tidur. Sesak napas dirasakan > 1 kali dalam seminggu, < 1 kali dalam sehari, dan saat malam hari > 2 kali dalam sebulan Pasien memiliki riwayat alergi, seperti alergi udara dingin, debu, makanan laut, pucuk ubi, kacang panjang, dan cabai. Pasien mulai mengeluhkan batuk-batuk. Sesak napas bertambah bila pasien batuk. Batuk pasien berdahak dengan warna bening kental. Napas pasien berbunyi ngik. BAB & BAK dalam batas normal, Nyeri dada (-), Riwayat demam sebelumnya tidak ada. Selama ini pasien memakai obat tablet dan saat ini telah habis.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULUHipertensi (-) DM (-)

RIWAYAT PENGGUNAAN OBATObat tablet pasien lupa namanya

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Ibu pasien mederita asma Anak perempuan pasien menderita asma

Vital Sign :Kesadaran: Compos MentisTekanan Darah: 100/70 mmHgNadi: 82 x/menitFrekuensi Pernafasan: 20 x/menitTemperatur: 36,5CKepalaMata: Konjungtiva palpebra inferior pucat: (-/-) Sklera Ikterik : (-/-)Telinga: Tidak ada kelainanHidung: Napas cuping hidung (-)Mulut: Purse lips breathing (-)

LEHERTekanan Vena Jugularis : R-2 cmH2OPembesaran KGB: (-)Kelenjar Thyroid: Tidak TerabaThorakInspeksi: Gerakan dada kanan dan kiri simetris Palpasi: Stem fremitus kanan dan kiri sama (normal)Perkusi: Paru KananParu kiri

Lapangan Paru AtasSonorSonor

Lapangan Paru TengahSonorSonor

Lapangan Paru BawahSonorSonor

Auskultasi:Suara Nafas Pokok Paru Kanan Paru Kiri

Lapangan Paru Atas Vesikuler Vesikuler

Lapangan Paru Tengah Vesikuler Vesikuler

Lapangan Paru Bawah Vesikuler Vesikuler

Suara Nafas Tambahan Paru Kanan Paru kiri

Lapangan paru Atas Wh( - ), Rh( - ) Wh( + ), Rh( - )

Lapangan Paru Tengah Wh( - ), Rh( - ) Wh( + ), Rh( - )

Lapngan Paru bawah Wh( - ), Rh( - ) Wh( - ), Rh( - )

JantungInspeksi: ictus kordis tidak terlihat Palpasi: Tidak dilakukanAuskultasi: HR 78 x/menit, BJ I > BJ II, reguler, bising (-)Ekstremitas Oedem: - Pucat: - Abdomen Inspeksi: perut cembung, asites (-) Palpasi: perut supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak teraba Perkusi: timpani Auskultasi: peristaltik (+) normalEkstremitas (Superior et Inferior) Akral hangat, edema (-), clubbing finger (-)

DIAGNOSA BANDING Asma bronkial sedang pada asma persisten ringan Bronkitis kronis Emfisema Paru

PENGOBATANSalbutamol 3 x 2 mgDextrometorphan syr 3 x CIIMetylprednisolon 3 x 4 mg

PROGNOSISQuo ad vitam : dubia ad bonamQuo ad functionam : dubia ad bonamQuo ad sanactionam : dubia ad bonam

A. PANDANGAN DALAM KEDOKTERAN KELUARGA1. Apakemungkinan diagnosis pasien tersebut?Asma Bronkiale sedang pada asma persisten ringan2. Konfirmasi diagnosa pasien tersebut ?Dari anamnesa didapatkan keluhan pasien sesak dan dada terasa berat, keluhan ini dirasakan sejak 20 tahun yang lalu dan bertambah memberat 1 hari terakhir. Didapatkan faktor pencetus gejala, riwayat alergi dan riwayat keluarga asma. Dari pemeriksaan fisik didapatkan : Auskultasi: wheezing (+) pada lapangan atas dan tengah pulmo sin 3. Apa langkah berikutnya terhadap pasien ini?Non Medikamentosa : Edukasi kepada pasien untuk menghindari faktor pencetus, mengendalikan emosi, dan modifikasi gaya hidup sehat untuk mendapatkan kondisi asma terkontrol 4. Skrining apa yang paling tepat pada kasus ini? Uji faal paru (peak flow meter) Spirometri 5. Apa faktor risiko pada kasus ini ? Faktor Internal : - Jenis Kelamin - Riwayat Keturunan Faktor Eksternal : Kebiasaan makan Kondisi lingkungan rumah

6. Apa Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien ini ? Status asmatikus Atelektasis Hipoksemia Pneumothoraks Emfisema 7. Apa penatalaksanaan komprehensif terbaik untuk kasus ini ?Non-medikamentosa dan medikamentosa yang meliputi obat-obat pengontrol asma

B. Efek Penyakit Terhadap KeluargaPasien merupakan seorang ibu yang memiliki 2 orang anak dan seorang suami. Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Jika asma pasien kambuh akan banyak menghabiskan waktu suami sehingga suami pasien tidak dapat bekerja, serta dana yang akan mempengaruhi kondisi sosial keluarga pasien.

C. Efek Keluarga Terhadap Penyakit dan PenatalaksanaanyaBerdasarkan anamnesa kasus pada pasien, didapatkan beberapa efek penyakit pasien terhadap keluarga, antara lain:1. Suami: Suami pasien merupakan perokok aktif 2. Anak: Anak-anak dalam masa pertumbuhan dan perkembangan akan sangat memperngaruhi emosi dan psikis pasien Penatalaksanaan: Edukasi suami pasien agar berhenti merokok demi kesehatan istrinya Berikan penyuluhan kepada keluarga mengenai faktor-faktor pencetus serangan asma dan penanganan gawat darurat.

D. Diagnosis Holistik Pasien Dengan Adanya Penemuan Baru.Berdasarkan hasil penelitian terbaru didapatkan prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa. Maka dari itu dokter harus memberikan penyuluhan kepada pasien dan keluarga didalam mengontrol penyakit ini.

E. Perencanaan Penanganan Kasus Pada Pasien.Dokter Keluarga harus memberikan saran yang komprehensif terkait asma bronkial yang dialami pasien. Saran tersebut mencakup edukasi tentang tindakan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif baik mengenai faktor risiko, faktor pencetus perjalanan penyakit, pemeriksaan yang dilakukan, penanganan yang diberikan maupun edukasi tentang keadaan sosial ekonomi pasien.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

1. DefinisiAsma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan gejala pernapasan.1 Asma bronkial adalah salah satu penyakit paru yang termasuk dalam kelompok penyakit paru alergi dan imunologi yang merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernapas yang disebabkan oleh penyempitan yang menyeluruh dari saluran napas. Penyempitan ini bersifat dinamis dan derajat penyempitan dapat berubah, baik secara spontan maupun karena pemberian obat.2

2. EpidemiologiAsma dapat ditemukan pada laki laki dan perempuan di segala usia, terutama pada usia dini. Perbandingan laki laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa. Laki-laki lebih memungkinkan mengalami penurunan gejala di akhir usia remaja dibandingkan dengan perempuan.3Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini jumlah penderita asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 2025.4Hasil penelitian International Study on Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) pada tahun 2005 menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi penyakit asma meningkat dari 4,2% menjadi 5,4%. Diperkirakan prevalensi asma di Indonesia 5% dari seluruh penduduk Indonesia, artinya saat ini ada 12,5 juta pasien asma di Indonesia.5Penelitian yang dilakukan oleh Anggia D pada tahun 2005 di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru didapatkan kelompok umur terbanyak yang menderita asma adalah 25 34 tahun sebanyak 17 orang (24,29%) dari 70 orang, dan perempuan lebih banyak dari pada laki laki (52,86%). 6

3. Faktor ResikoFaktor resiko asma dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :a. AtopiHal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus. b. Hiperreaktivitas bronkusSaluran pernapasan sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun iritan.c. Jenis KelaminPerbandingan laki laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa.d. Rase. ObesitasObesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI) merupakan faktor resiko asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran pernapasan dan meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan penderita obesitas dengan asma, dapat mempengaruhi gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan.

4. Faktor PencetusPenelitian yang dilakukan oleh pakar di bidang penyakit asma sudah sedemikian jauh, tetapi sampai sekarang belum menemukan penyebab yang pasti. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa saluran pernapasan penderita asma mempunyai sifat sangat peka terhadap rangsangan dari luar yang erat kaitannya dengan proses inflamasi. Proses inflamasi akan meningkat bila penderita terpajan oleh alergen tertentu.

Penyempitan saluran pernapasan pada penderita asma disebabkan oleh reaksi inflamasi kronik yang didahului oleh faktor pencetus. Beberapa faktor pencetus yang sering menjadi pencetus serangan asma adalah :1. Faktor Lingkungana. Alergen dalam rumahb. Alergen luar rumah2. Faktor Laina. Alergen makananb. Alergen obat obat tertentuc. Bahan yang mengiritasid. Ekspresi emosi berlebihe. Asap rokok bagi perokok aktif maupun perokok pasiff. Polusi udara dari dalam dan luar ruangan

5. KlasifikasiBerat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi -2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Tidak ada suatu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya suatu penyakit. Dengan adanya pemeriksaan klinis termasuk uji faal paru dapat menentukan klasifikasi menurut berat-ringannya asma yang sangat penting dalam penatalaksanaannya.7Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan (akut)7 :1. Asma saat tanpa seranganPada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: 1) Intermitten; 2) Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4) Persisten berat (Tabel.1)Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang dewasa7

2. Asma saat seranganKlasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya serangan. Global Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan sedang dan asma serangan berat. Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan serangan asma (aspek akut). Sebagai contoh: seorang pasien asma persisten berat dapat mengalami serangan ringan saja, tetapi ada kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik jarang mengalami serangan asma berat, bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat menyebabkan kematian.Tabel 2. Klasifikasi asma menurut derajat serangan7

6. PatogenesisAsma merupakan inflamasi kronik saluran napas dan disebabkan oleh hiperreaktivitas saluran napas yang melibatkan beberapa sel inflamasi terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel yang menyebabkan pelepasan mediator seperti histamin dan leukotrin yang dapat mengaktivasi target saluran napas sehingga terjadi bronkokonstriksi, kebocoran mikrovaskular, edema dan hipersekresi mukus. Inflamasi saluran napas pada asma merupakan proses yang sangat kompleks melibatkan faktor genetik, antigen dan berbagai sel inflamasi, interaksi antara sel dan mediator yang membentuk proses inflamasi kronik.8Proses inflamasi kronik ini berhubungan dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang, sesak napas, batuk terutama pada malam hari. Hiperresponsivitas saluran napas adalah respon bronkus berlebihan yaitu penyempitan bronkus akibat berbagai rangsangan spesifik dan non-spesifik.8

Asma : Inflamasi kronis Saluran NapasHiperreaktivitaspemicuBanyak Sel :Sel MastEosinofilNetrofilLimfositMelepas MEDIATOR :HistaminProstaglandin (PG)Leukotrien (L)Platelet Activating Factor (PAF), dllBronkokonstriksi, hipersekresi mukus, edema saluran napasObstruksi difus saluran napasBATUK, MENGI, SESAK

Gambar 1. Patogenesis Asma9

Tabel 3. Mediator Sel Mast dan Pengaruhnya terhadap Asma10MediatorPengaruh terhadap asma

Histamin LTC4, D4,E4 Prostaglandin dan Thromboksan A2 Bradikinin Platelet-activating factor (PAF)Kontruksi otot polos

Histamin LTC4, D4,E4 Prostaglandin dan Thromboksan E2 Bradikinin Platelet-activating factor (PAF) Chymase Radikal oksigenUdema mukosa

Histamin LTC4, D4,E4 Prostaglandin Hidroxyeicosatetraenoic acidSekresi mukus

Radikal oksigen Enzim proteolitik Faktor inflamasi dan sitokinDeskuamasi epitel bronkial

7. DiagnosisDiagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang. AnamnesisAnamnesis meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Faktor faktor yang mempengaruhi asma, riwayat keluarga dan adanya riwayat alergi.11 Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi saluran napas. Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernapasan dan denyut nadi juga meningkat, ekspirasi memanjang diserta ronki kering, mengi.11 Pemeriksaan LaboratoriumDarah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal Charcot Leyden).11 Pemeriksaan Penunjang SpirometriSpirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi paru. Reversibilitas penyempitan saluran napas yang merupakan ciri khas asma dapat dinilai dengan peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20% atau lebih sesudah pemberian bronkodilator. Uji Provokasi BronkusUji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita dengan gejala sma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus merupakan cara untuk membuktikan secara objektif hiperreaktivitas saluran napas pada orang yang diduga asma. Uji provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu uji provokasi dengan beban kerja (exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik seperti metakolin dan histamin. Foto ToraksPemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas, pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan.

Tabel 4. Diagnosis Asma12

8. Diagnosis Banding Bronkitis kronikBronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Gejala utama batuk yang disertai sputum dan perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama kelamaan disertai mengi dan menurunkan kemampuan jasmani. Emfisema paruSesak napas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya. Gagal jantung kiri Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada malam hari disebut paroxysmal nocturnal dispnea. Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali dan edema paru. Emboli paru Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung. Disamping gejala sesak napas, pasien batuk dengan disertai darah (haemoptoe).

9. Penatalaksanaan Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-hari.13Tujuan penatalaksanaan asma13: Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma Mencegah eksaserbasi akut Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise Menghindari efek samping obat Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel Mencegah kematian karena asmaPenatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan.13Penatalaksanaan asma bronkial terdiri dari pengobatan non-medikamentosa dan pengobatan medikamentosa :Pengobatan non-medikamentosa Penyuluhan Menghindari faktor pencetus Pengendali emosi Pemakaian oksigenPengobatan medikamentosaPengobatan ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.13Pengontrol (Controllers)Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol : Kortikosteroid inhalasi Kortikosteroid sistemik Sodium kromoglikat Nedokromil sodium Metilsantin Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi Agonis beta-2 kerja lama, oral Leukotrien modifiers Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1) Lain-lainGlukokortikosteroid inhalasiPengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma. Penggunaan steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan napas, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki kualiti hidup. Steroid inhalasi adalah pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan sampai berat). Tabel 5. Dosis glukokortikosteroid inhalasi dan perkiraan kesamaan potensi13DewasaDosis rendahDosis mediumDosis tinggi

ObatBeklometason dipropionatBudesonidFlunisolidFlutikasonTriamsinolon asetonid200-500 ug200-400 ug500-1000 ug100-250 ug400-1000 ug500-1000 ug400-800 ug1000-2000 ug250-500 ug1000-2000 ug>1000 ug>800 ug>2000 ug>500 ug>2000 ug

AnakDosis rendahDosis mediumDosis tinggi

ObatBeklometason dipropionatBudesonidFlunisolidFlutikasonTriamsinolon asetonid100-400 ug100-200 ug500-750 ug100-200 ug400-800 ug400-800 ug200-400 ug1000-1250 ug200-500 ug800-1200 ug>800 ug>400 ug>1250 ug>500 ug>1200 ug

Glukokortikosteroid sistemik Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingat indeks terapi (efek/ efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik daripada steroid oral jangka panjang.Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)Pemberiannya secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan. Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan untuk menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau tidak. MetilsantinTeofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti antiinflamasi.Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat digunakan sebagai obat pengontrol, berbagai studi menunjukkan pemberian jangka lama efektif mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru. Agonis beta-2 kerja lamaTermasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Seperti lazimnya agonis beta-2 mempunyai efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan memodulasi penglepasan mediator dari sel mast dan basofil.

Tabel 6. Onset dan durasi (lama kerja) inhalasi agonis beta-213OnsetDurasi (Lama kerja)

SingkatLama

CepatFenoterolProkaterolSalbutamol/ AlbuterolTerbutalinPirbuterolFormoterol

LambatSalmeterol

Leukotriene modifiersObat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral. Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi. Kelebihan obat ini adalah preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah diberikan. Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis reseptor leukotrien sisteinil). Pelega (Reliever)Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas.Termasuk pelega adalah 13: Agonis beta2 kerja singkat Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai, penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain). Antikolinergik Aminofillin AdrenalinAgonis beta-2 kerja singkatTermasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol yang telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja (onset) yang cepat. Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos saluran napas, meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan modulasi penglepasan mediator dari sel mast. Merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan sangat bermanfaat sebagai praterapi pada exercise-induced asthma MetilsantinTermasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah dibandingkan agonis beta-2 kerja singkat. AntikolinergikPemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek penglepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks bronkokostriksi yang disebabkan iritan. Termasuk dalam golongan ini adalah ipratropium bromide dan tiotropium bromide. Adrenalin Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat. Pemberian secara subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita usia lanjut atau dengan gangguan kardiovaskular. Pemberian intravena dapat diberikan bila dibutuhkan, tetapi harus dengan pengawasan ketat (bedside monitoring).

Cara pemberian pengobatanPengobatan asma dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu inhalasi, oral dan parenteral (subkutan, intramuskular, intravena). Kelebihan pemberian pengobatan langsung ke jalan napas (inhalasi) adalah 13: lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan napas efek sistemik minimal atau dihindarkan beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak terabsorpsi pada pemberian oral (antikolinergik dan kromolin). Waktu kerja bronkodilator adalah lebih cepat bila diberikan inhalasi daripada oral.

Tabel 7. Pengobatan sesuai berat asma 13

Berat AsmaMedikasi pengontrol harianAlternatif / Pilihan lainAlternatif lain

Asma IntermitenTidak perlu---------------

Asma Persisten Ringan

Glukokortikosteroid inhalasi (200-400 ug BD/hari atau ekivalennya) Teofilin lepas lambat Kromolin Leukotriene modifiers------

Asma Persisten Sedang

Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (400-800 ug BD/hari atau ekivalennya) danagonis beta-2 kerja lama

Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah Teofilin lepas lambat ,atau Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, atau Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (>800 ug BD atau ekivalennya) atau Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah leukotriene modifiers Ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, atau Ditambah teofilin lepas lambat

Asma Persisten Berat

Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (> 800 ug BD atau ekivalennya) dan agonis beta-2 kerja lama, ditambah 1 di bawah ini: teofilin lepas lambat leukotriene modifiers glukokortikosteroid oralPrednisolon/ metilprednisolon oral selang sehari 10 mgditambah agonis beta-2 kerja lama oral, ditambah teofilin lepas lambat

10. Diagnosis Banding

Bronkitis Kronik. Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnyan 2 tahun. Penyebab batuk kronik seperti tuberkulosis, bronkitis atau keganasan harus disingkirkan dahulu.Emfisema Paru. Sesak merupakan gejala utama emfisema. Sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya. Pasien biasanya kurus. Berbeda dengan asma, pada emfisema tidak pernah ada masa remisi, pasien selalu sesak pada kegiatan jasmani. Pada pemeriksaan fisis ditemukan dada kembung, peranjakan napas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, dan suara napas sangat lemah. Pemeriksaan foto dada menunjukkan hiperinflasi.

11. KomplikasiBerbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :1. Status asmatikus2. Atelektasis3. Hipoksemia4. Pneumothoraks5. Emfisema

12. PrognosisMortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka kematian penderita asma wanita dua kali lipat penderita asma pria. Juga kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma dengan usia tua lebih banyak, kalau serangan asma diketahui dan dimulai sejak kanak kanak dan mendapat pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak sembuh dan di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan common cold 29% akan mengalami serangan ulang.14Pada penderita yang mengalami serangan intermitten angka kematiannya 2%, sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan serangan terus menerus angka kematiannya 9%.14

KESIMPULAN1. Asma adalah penyakit paru obstruktif, difus dengan hiperreaktivitas jalan napas terhadap berbagai rangsangan dan tingginya tingkat reversibilitas proses obstruktif, yang dapat terjadi secara spontan atau sebagai akibat pengobatan.2. Asma sulit didiagnosis pada anak di bawah 3 tahun. Untuk anak yang sudah besar (>6 tahun) pemeriksaan faal/fungsi paru sebaiknya dilakukan. Uji fungsi paru yang sederhana dengan peak flow meter, atau yang lebih lengkap dengan spirometer3. Terapi pengobatan asma meliputi menjaga saturasi oksigen arteri tetap adekuat dengan oksigenasi, membebaskan obstruksi jalan nafas dengan pemberian bronkodilator inhalasi kerja cepat (beta-2 agonis dan antikolinergik) dan mengurangi inflamasi saluran napas serta mencegah kekambuhan dengan pemberian kortikosteroid sistemik lebih awal

DAFTAR PUSTAKA1. Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi Saluran Pernapasan Akut. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ke - 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. h 978 87.2. Alsagaff H, Mukty A. Dasar - Dasar Ilmu Penyakit Paru. Edisi ke 2. Surabaya : Airlangga University Press. 2002. h 263 300.3. Morris MJ. Asthma. [ updated 2011 June 13; cited 2011 June 29]. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/296301-overview#showall4. Partridge MD. Examining The Unmet Need In Adults With Severe Asthma. Eur Respir Rev 2007; 16: 104, 67725. Dewan Asma Indonesia. You Can Control Your Asthma : ACT NOW!. Jakarta. 2009 May 4th. Available from:http://indonesianasthmacouncil.org/index.php?option=com_content&task=view&id=13&Itemid=56. Anggia D. Profil Penderita Asma Bronkial yang Dirawat Inap di Bagian Paru RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari Desember 2005. Pekanbaru : Fakultas Kedokteran Universitas Riau. 2006.7. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1023/MENKES/SK/XI/2008 Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta. 3 Nopember 2008.8. Rahmawati I, Yunus F, Wiyono WH. Patogenesis dan Patofisiologi Asma. Jurnal Cermin Kedokteran. 2003; 141. 5 6.9. Widjaja A. Patogenesis Asma. Makalah Ilmiah Respirologi 2003. Surakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 2003. h 27.10. Noorcahyati S. Pemantauan Kadar Imunoglobulin M (Igm) dan Imunoglobulin G (Igg) Chlamydia pneumoniae pada Penderita Asma di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. Medan : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2002.11. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. 2001. h 477 82.12. Rengganis I. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Majalah Kedokteran Indonesia. Nopember 2008; 58(11), 444-51.13. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. 2003. h 73-514. Mcfadden ER. Penyakit Asma. Dalam Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Isselbacher KJ et al, editor. Jakrta : EGC. 2000. 1311-18