Presentasi Kasus Langsung Ikal

34
PRESENTASI KASUS LANGSUNG STROKE ISKEMIK Pembimbing : Dr. Ika Yulaeta, Sp. S Disusun oleh: Izkar Ramadhan 110103000008 KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN LMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015

description

neurologi

Transcript of Presentasi Kasus Langsung Ikal

  • PRESENTASI KASUS LANGSUNG

    STROKE ISKEMIK

    Pembimbing :

    Dr. Ika Yulaeta, Sp. S

    Disusun oleh:

    Izkar Ramadhan

    110103000008

    KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI

    RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN LMU KESEHATAN

    UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    2015

  • KATA PENGANTAR

    Segala puji bagi Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-nya kami dapat

    menyelesaikan makalah Presentasi Kasus Langsung ini yang berjudul Stroke Iskemik.

    Makalah Presentasi Kasus Langsung ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas

    dalam kepaniteraan klinik di stase Neurologi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta.

    Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang

    telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini, terutama kepada :

    1. Dr. Ika Yulaeta, Sp.S selaku pembimbing diskusi topik ini.

    2. Semua dokter dan staf pengajar di SMF Neurologi Rumah Sakit Umum Pusat

    Fatmawati Jakarta.

    3. Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Neurologi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati

    Jakarta.

    Kami menyadari dalam pembuatan makalah Presentasi Kasus Langsung ini masih

    banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun guna

    penyempurnaan makalah ini sangat kami harapkan.

    Demikian, semoga makalah presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua

    dan bisa membuka wawasan serta ilmu pengetahuan kita, terutama dalam bidang neurologi.

    Jakarta, April 2015

    Penyusun

  • BAB I

    STATUS PASIEN

    I. IDENTITAS PASIEN

    Nama : Ny. UN

    JenisKelamin :Perempuan

    Usia : 60 tahun

    Agama : Islam

    Alamat : Jl. Kampung Sugu tamu 02/22 Mekar Jaya, Depok

    Suku : Sunda

    Pekerjaan : Pensiunan

    Pendidikan terakhir : Tamat SLTA

    Status Pernikahan : Sudah menikah

    Pasien datang ke IGD pada tanggal 14 April 2015 pukul 07.00 WIB

    II. ANAMNESIS

    Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dari adik kandung pasien, pada tanggal

    14 April 2015 pukul 22.00

    a. Keluhan Utama

    Sulit diajak berkomunikasi Sejak 1 hari SMRS

    b. Riwayat Penyakit Sekarang

    Pasien datang diantar oleh adiknya dengan keluhan pasien sulit diajak

    bicara (selalu tidak nyambung bila ditanya) sejak 1 hari SMRS. Keluhan ini

    muncul mendadak ketika pasien baru bangun dari tidur, pasien hanya bengong, sulit

    diajak bicara dan sulit untuk bangun dari tempat tidur karena lengan dan tungkai

    kanan pasien sulit untuk digerakkan.

    Keluhan sulit diajak komunikasi, bila diajak bicara pasien seperti tidak

    mengerti, pada pasien bicara masih bisa dan lancar perkalimat, namun kata-kata

    dan kalimat yang keluar tidak sesuai dengan pertanyaan yang diajukan.

  • Berdasarkan pengakuan adik pasien, kadang ketika tertidur dipanggil tanpa

    menyentuh pasien, pasien terbangun.

    Keluhan kelemahan pada sisi kanan tidak diketahui lebih lemah lengan atau

    tungkai (karena pasien ketika mengalami keluhan, dalam kondisi sulit diajak

    berkomunikasi). Keluhan disertai juga dengan bicara pelo dan cadel, serta menurut

    pengakuan dari adiknya, mulut pasien terlihat mencong lebih tertarik ke kiri. Adik

    pasien menyangkal adanya trauma, demam, nyeri kepala, kaku pada leher, mual

    dan muntah sebelum atau selagi keluhan muncul dan keluhan tidak disertai dengan

    sering tersedak ketika makan atau minum. Keluhan gangguan penciuman,

    pandangan mata kabur, pandangan mata dobel, gangguan naik turun tangga,

    gangguan merasakan makanan, gangguan menelan, gangguan pendengaran dan

    gangguan BAK BAB adik pasien tidak tahu karena semenjak keluhan muncul

    pasien sudah sulit unruk berkomunikasi dan hanya diam diatas tempat tidur.

    Menurut pengakuan adik pasien, Ketika selama satu hari di rumah sebelum dibawa

    ke RSF, keluhan sama saja, pasien tidak mengalami perburukan ataupun perbaikan.

    3 hari SMRS, pasien mengatakan pada adik kandungnya bahwa lengan dan

    tungkai kanannya terasa seperti kesemutan,terasa hilang-timbul, namun saat itu

    pergerakan dari tungkai dan lengan kanan masih normal, keluhan mulut mencong,

    berbicara pelo dan cadel saat itu belum muncul.

    1 hari SMRS RSF (saat keluhan muncul), pasien sempat ke klinik 24 jam

    dan TD di klinik dikatakan 200/(pasien lupa) hanya diberikan captopril 3x1 tab,

    vitamin dan oksigen lalu dirujuk ke RSF.

    Saat masuk IGD (keeseokan harinya setelah timbul gejala) keluhan belum

    berkurang, dan juga tidak ada perburukan dari keluhan dan berdasarkan dari

    pemeriksaan TD didapatkan 180/100 mmHg.

    c. Riwayat Penyakit Dahulu

    Keluhan seperti ini baru pertama kali. Riwayat hipertensi, sakit jantung,

    kolesterol dan DM pada pasien tidak tahu, karena belum pernah diperiksa, namun

    1 sampai 2 tahun belakangan ini pasien sering mengeluhkan jantungnya berdebar,

    dada terasa nyeri dan sesak yg dirasakan terutama ketika beraktivas berat.

  • d. Riwayat Penyakit Keluarga

    Ayah kandung pasien memiliki riwayat hipertensi. Tidak terdapat riwayat

    Stroke dan DM dalam keluarga.

    e. Riwayat Sosial dan Kebiasaan

    Pasien tidak pernah mengonsumsi rokok, alkohol dan obat-obatan, pasien

    jarang berolah raga, dan jarang memakan buah dan sayuran.

    III. PEMERIKSAAN FISIK

    Keadaan umum : Tampak sakit sedang

    Kesadaran : Compos mentis

    Status gizi : BB= 56kg; TB= 157 cm; BMI=19.2 %

    Tanda Vital :

    TD : 160/100 mmHg (kanan dan kiri sama)

    Nadi : 70x/menit, irregular, isi cukup

    Suhu : 36,4oC pada axilla dextra

    Pernafasan : 28 x/menit

    Status Generalis

    Kepala : Normocephal, rambut warna putih menyebar merata, rambut tidak mudah

    dicabut, alopesia (-), benjolan (-), nyeri tekan (-).

    Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil RCL +/+, RCTL +/+,

    3mm/3mm

    THT :

    Telinga: normotia, hiperemis -/-, nyeri tekan tragus -/-, liang telinga lapang +/+, sekret

    -/- hematoma retroaurikuler -/-

    Hidung: Deviasi septum -/-, cavum nasal lapang, sekret -/-, concha nasal inferior

    hiperemis -/-, eutrofi/eutrofi, concha nasal media hiperemis -/-, eutrofi/eutrofi

  • Tenggorokan: faring hiperemis -

    Gigi dan Mulut : bibir lembab, lidah kotor (-), perdarahan (-),

    Leher : trakea di tengah, pembesaran KGB leher (-), pembesaran kelenjar

    tiroid (-)

    Paru

    I: massa (-), pelebaran sela iga (-), gerakan dada simetris saat statis maupun dinamis

    P: nyeri tekan (-), emfisema subkutis (-), ekspansi dada normal, vokal fremitus simetris

    pada kedua lapang paru

    P: sonor di kedua lapang paru

    A: vesikuler di kedua lapang paru, ronkhi -/-, wheezing -/-

    Jantung

    I: Ictus cordis tidak terlihat.

    P: Teraba ictus cordis pada ICS V midklavikula sinistra

    P: Batas jantung kanan pada ICS V linea midclavicula dextra, batas jantung kiri

    pada ICS VI axilla anterior line.

    A: BJ I & II Irreguler, murmur (+) derajat II, gallop (-)

    Abdomen

    I: datar, tidak buncit, spider navy (-), striae (-)

    P: supel, nyeri tekan (-), nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak teraba

    P: timpani di seluruh lapang abdomen, shifting dullness (-)

    A: bising usus (+) normal

    Pemeriksaan ekstremitas:

    Superior : Akral hangat +/+, edema -/-, sianosis -/-, clubbing finger -/-

    Inferior : Akral hangat +/+, edema -/-, sianosis -/-, clubbing finger -/-

    Status Neurologis

    GCS : E4M6VAfasia

    Kaku kuduk : -

  • Lasegue : >70/>70

    Kernig : >135/>135

    Brudzinski I : -/-

    Brudzinski II : -/-

    Saraf Kranialis

    No. Nervus Kranialis Hasil Pemeriksaan

    1 N.I Tidak Valid Dinilai

    2 N. II Acies visus: Tidak Valid Dinilai

    Visus campus: Tidak Valid Dinilai

    Lihat warna: Tidak Valid Dinilai

    Funduskopi: Tidak dilakukan

    3 N. III, IV dan VI Kedudukkan bola mata : ortoposisi + / +

    Pergerakkan bola mata : sulit dinilai, kesan baik ketika

    melirik objek.

    Dolls Eye : normal

    Exopthalmus : - / -

    Nystagmus : - / -

    Pupil

    Bentuk : bulat, isokor, 3mm/3mm

    Reflek cahaya langsung : +/+

    Reflek cahaya tidak langsung : +/+

    Reflek akomodasi : +/+

    4 N. V Cabang Motorik : normal / normal

    Cabang Sensorik : Tidak Valid dinilai

    Refleks Kornea +/+ (rancu dengan reflex ancam)

    5 N. VII Motorik orbitofrontalis: normal / normal

    Motorik orbikularis: plica nasolabialis kanan lebih

    datar daripada kiri

    Motorik buccinator: Tidak Valid dinilai

    Motorik frontalis: normal / normal

    Pengecapan lidah: Tidak Valid Dinilai

    6 N. VIII Tidak Valid Dinilai

    7 N. IX dan X Motorik : arcus faring simetris, uvula di tengah

  • Sensorik : gag reflex +

    8 N. XI Tidak Valid Dinilai

    9 N. XII Saat Istirahat : Lidah tertarik kearah kanan

    Atrofi : -

    Fasikulasi : -

    Tremor : -

    Sistem motorik:

    Kesan Hemipharese Dextra

    Gerakan Involunter

    Tremor : - / -

    Chorea : - / -

    Atetose : - / -

    Mioklonik : - / -

    Tics : - / -

    Trofi : eutrofi + / +

    Tonus : normotonus / hipertonus

    Refleks-refleks Fisiologis

    Bisep : +3/+2

    Trisep : +3/+2

    Radius : +2/+2

    Patella : +3/+2

    Achilles : +2/+2

    Refleks-refleks Patologis

    Hoffman Tromer : - / -

    Babinsky : - / -

  • Chaddok : - / -

    Oppenhiem : - /-

    Gordon : - / -

    Gonda : -/-

    Schaefer : - / -

    Klonus lutut : - / -

    Klonus tumit : - / -

    Sistem sensorik : Tidak Valid Dinilai

    Fungsi Cerebellar dan Koordinasi

    Ataxia : TVD

    Tes Rhomberg : TVD

    Disdiadokinesia : TVD

    Jari-Jari : TVD

    Jari-Hidung : TVD

    Tumit-Lutut : TVDl

    Fungsi Luhur

    Asterognosia : -

    Apraxia : -

    Afasia : -

    Keadaan Psikis

    Intelegensia : baik

    Tanda regresi : -

    Demensia : -

    Fungsi Otonom

    Miksi : On Pampers

    Defekasi :Normal

    Sekresi Keringat : Normal

    Pemeriksaan Penunjang

    Pemeriksaan Laboratorium

    Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

    Hematologi

  • Hemoglobin

    Hematokrit

    Leukosit

    Trombosit

    Eritrosit

    13,5 g/dL

    40%

    11,3 ribu/ul

    288 ribu/ul

    4,56 juta/ul

    11,7-15,5

    33-45

    5,0-10,0

    150-440

    3,80-5,20

    VER/HER/KHER/RDW

    VER

    HER

    KHER

    RDW

    86,5 fl

    30,3 pg

    35,0 g/dl

    14,3%

    80,0-100,0

    260-34,0

    32,0-36,0

    11,5-14,5

    Fungsi Ginjal

    Ureum darah

    Kreatinin darah

    6 mg/dl

    1,2 mg/dl

    20-40

    0,6-1,5

    Elektrolit Darah

    Natrium

    Kalium

    Klorida

    142 mmol/l

    3,35

    108

    135-147

    3,10-5,10

    95-108

    Diabetes

    Glukosa darah puasa

    100 mg/dl

    80-100

    Pemeriksaan Radiologi

    1. Foto Toraks

    Kesan : Kardiomegali dan Elongasi Aorta

  • 2. CT-scan

    Kesan : Infark Luas di Kortikal-subkortikal lobus temporoparietooccipital kiri

    Pemeriksaan EKG

  • Kesan : Irama Irreguler, P Mitral di V2, QRS melebar, T inverted I, AVL, V1, V2

    V. Resume

    Wanita usia 65 tahun datang dengan penurunan kesadaran dan kelemahan pada

    lengan dan tungkai kanan muncul mendadak 1 SMRS. Keluhan diserta Bicara pasien pelo

    dan cadel. Mulut pasien sedikit mencong tertarik ke kiri. Sampai saat ini keluhan belum

    membaik dan tidak menambah parah. Pasien memiliki riwayat sering sesak, nyeri dada dan

    jantung berdebar sejak 2 tahun belakangan.

    Dari PF, didapatkan kesadaran E4 M6 VAfasia, dengan TD : 160/100mmHg (TD

    di IGD : 180/100), didapatkan kesan hemipharese dextra, Pharese N.VII sentral dextra, dan

    pharese N.XII dextra.

    Berdasarkan penunjang, didapatkan leukositosis, rontgen kardiomegali, CT scan

    infark pada korteks-subkorteks temporoparieoksipital. Dari EKG ditemukan Irreguler,

    Tanda RBBB dan gangguan vascular jantung bagian anteroseptal.

    VI. DIAGNOSIS

    Diagnosis Klinis

    Hemiparese Dextra

    parese N.VII Dextra tipe sentral

    parese n XII Dextra.

    hipertensi grade II

    Afasia Sensorik

    Aritmia

    ACS

  • Diagnosis Topis

    Korteks dan Subkorteks

    Diagnosis Etiologi

    Emboli

    Diagnosis Patologi

    Infark Luas di Kortikal-subkortikal lobus temporoparietooccipital kiri

    Diagnosa Kerja

    CVD Stroke Iskemik

    Hipertensi grade II

    RBBB

    CAD AnteroSeptal

    VII. Rencana Tata Laksana

    Non Farmakologis

    Posisikan kepala 300

    Bebaskan jalan napas (berikan NK oksigen 1-2 lpm bila perlu)

    Diet rendah lemak dan garam

    Farmakologis

    NaCl 0,9% 500 cc/12 jam IV

    Aspirin 1x80 mg

    Atorvastatin 1 x 80 mg/hari

    Asam folat 2x400 mg

    Citicoline 2x500 mg

    Mecobalamin 1 x 1 tab

    Captopril 2x 25 mg

    Anjuran

    Konsul Rehab Medik

  • VII.Prognosis

    Ad vitam : bonam

    Ad fungsionam : dubia ad bonam

    Ad sanationam : dubia ad bonam

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Anatomi pembuluh darah otak

    2/3 otak depan kedua belahan otak dan struktur subkortikal mendapat darah dari

    sepasang arteri karotis interna, sedangkan 1/3 bagian belakang yang meliputi serebellum,

    korteks oksipital bagiann posterior batang otak, memperoleh darah dari sepasang arteri

    vertebralis kanan dan kiri dan kemudian bersatu menjadi arteri basilaris. Kedua arteri

    utama ini disebut sistem karotis interna dan sistem vertebrobasiler. Kedua sistem ini

    beranastomosis membentuk sirkulus arteriosus Willisi. Sirkulus ini merupakan lingkaran

    tertutup dan berada di dasar hipotalamus dan khiasma optikum.

    Gambar 2.1. Anatomi Arteri Otak

    Sumber : Netter: 2003

    2.2. Fisiologi otak

    Jumlah aliran darah ke otak (CBF) biasanya dinyatakan dalam cc/menit/100 gram

    otak. Nilainya tergantung pada tekanan perfusi otak (cerebral perfusio pressure/ CPP) dan

    resistensi serebrovaskuler (cerebrovascular resistance/ CVR).

    CBF = CPP = MABP ICP

    CVR CVR

  • Komponen CPP ditentukan oleh tekanan darah sitemik (mean arterial blood pressure/

    MABP) dikurangi dengan tekanan intrakranial, sedangkan komponen CVR ditentukan oleh

    beberapa faktor, yaitu:

    1. Tonus pembuluh darah otak

    2. Struktur dinding pembuluh darah

    3. Viskositas darah yang melewati pembuluh darah otak

    Dari percobaan hewan maupun manusia, derajat ambang batas CBF secara langsung

    berhubungan dengan fungsi otak, yaitu:

    a. Ambang fungsional :50-60 cc/100gr/menit. Bila tidak terpenuhi, fungsi neuronal

    terhenti, tetapi integritas sel saraf masih utuh.

    b. Ambang aktifitas listrik otak 15cc/100gr/menit. Bila tidak terpenuhi, aktifitas listrik

    neuronal terhenti artinya sebagian struktur intrasel berada dlm proses disintegrasi.

    c. Ambang kematian sel yaitu batas aliran darah otak yang bila tak terpenuhi, akan

    menyebabkan kerusakan total sel-sel otak (CBF kurang dari 15 cc/100gr/menit)

    2.3. Definisi Stroke

    Stroke adalah setiap kelainan otak akibat proses patologi pada system pembuluh

    darah otak. Proses ini dapat berupa adanya penyumbatan lumen pembuluh darah otak oleh

    trombosis atau emboli, pecahnya dinding pembuluh darah otak, perubahan permeabilitas

    dinding pembuluh darah dan perubahan viskositas maupun kualitas darah sendiri.

    2.4. Klasifikasi

    Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :

    1. Berdasarkan kelainan patologis

    a. Stroke hemoragik

    1) Perdarahan intra serebral

    2) Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)

    b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)

    1) Stroke akibat trombosis serebri

    2) Emboli serebri

  • 3) Hipoperfusi sistemik

    2. Berdasarkan waktu terjadinya

    1) Transient Ischemic Attack (TIA)

    2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)

    3) Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke

    4) Completed stroke

    3. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler

    1) Sistem karotis

    a. Motorik : hemiparese kontralateral, disartria

    b. Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia

    c. Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral, amaurosis fugaks

    d. Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia

    2) Sistem vertebrobasiler

    a. Motorik : hemiparese alternans, disartria

    b. Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia

    c. Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia

    Sistem skor untuk membedakan jenis stroke :

    1. Skor Siriraj

    Skor Stroke Siriraj : (2,5 x derajat kesadaran) + (2 x vomitus) + ( 2 x nyeri

    kepala) + (0,1 x tekanan diastolik) (3 x petanda ateroma) 12

    Skor > 1 : perdarahan supra tentorial

    Skor -1 s.d 1 : perlu CT Scan

    Skor < -1 : infark serebri

    Derajat kesadaran : 0 = kompos mentis ; 1 = somnolen ; 2 = sopor/koma

    Vomitus : 0 = tidak ada ; 1 = ada

    Nyeri kepala : 0 = tidak ada ; 1 = ada

  • Ateroma : 0 = tidak ada ; 1 = salah satu atau lebih:diabetes, angina,

    penyakit pembuluh darah

    2. Skor Gadjah Mada

    Stroke hemoragik Stroke non-hemoragik

    Penurunan kesadaran (+) Penurunan kesadaran (-)

    Nyeri kepala (+) Nyeri kepala (-)

    Refleks babinsky (+) Refleks babinsky (-)

    2.5. Faktor Risiko

    Ada beberapa faktor resiko yang menyebabkan seseorang dapat menderita stroke.

    Faktor-faktor tersebut yaitu:

    1) Hipertensi

    Merupakan faktor resiko utama stroke. Terutama stroke iskemik. Berdasarkan studi

    FRAMINGHAM kategori hipertensi dibagi:

    Hipertensi >/= 160/95 mmHg

    Normotensi

  • 3) Diabetes Mellitus

    Pada penderita DM meningkatkan terjadinya aterosklerosis pada arteri koroner,

    arteri femoral dan arteri cerebral. Sehingga mempermudah terjadinya stroke.

    4) Hematokrit, Fibrinogen dan Polisitemia

    Interaksi antara tingginya hematokrit dan fibrinogen, terbukti secara patologi akan

    menyempitkan penetrasi arteri kecil dan meningkatkan stenosis arteri cerebral.

    5) Hiperkolesterolemia

    Serum kolesterol total merupakan variable independen dan bermakna mempunyai

    hubungan dengan timbulnya penyakit jantung koroner baik wanita maupun

    pria.Insiden penyakit jantung koroner ini juga diperlihatkan oleh peningkatan ratio

    kolesterol total berbanding dengan HDL kolesterol.

    6) Pil Kontrasepsi, Merokok, Alkohol dan Riwayat Stroke

    Pemakaian oral kontrasepsi dilaporkan akan meningkatkan risiko stroke terutama

    pada wanita berusia >35 tahun. Peningkatan risiko ini akan lebih nyata pada orang

    yang menderita penyakit kardiovaskuler,perokok,dan hipertensi. Infark serebri

    yang terjadi disebabkan oleh gangguan trombotik dan bukan karena aterosklerosis.

    Merokok merupakan faktor resiko kuat terjadinya infark miokard dan kematian

    mendadak. Merokok meningkatkan resiko stroke trombotik dan perdarahan

    subarachnoid juga sudah diterima secara luas.

    2.6 Patofisiologi Stroke Iskemik

    Stroke iskemik ialah stroke yang disebabkan oleh penyumbatan lumen pembuluh

    darah otak dan paling sering disebabkan oleh trombus dan embolus.

    Trombosis

    Trombosis merupakan penyebab stroke yang paling sering. Biasanya ada kaitan

    dengan kerusakan lokal dinding pembuluh darah akibat aterosklerosis.

    Stary I lesion: permukaan endotel mengekspresikan suatu molekul adhesi yaitu

    molekul selektin E dan selektin P, menarik lebih banyak lagi sel polimorfonuklear

    dan monosit pada ruang subendotel.

  • Stary II lesion: makrofag mulai memfagosit sejumlah besar LDL (fatty streak)

    Stary III lesion: karena proses terus berlanjut makrofag pada akhirnya berubah

    menjadi sel foam (foam cell).

    Stary IV lesion: akumulasi lipid di ruang ekstrasel dan mulai bersatu untuk

    membentuk suatu inti lipid.

    Stary V lesion: sel otot polos dan fibroblas berpindah membentuk fibroateroma

    dengan di dalamnya terdapat inti lipid dan lapisan luarnya tertutupi suatu fibrosa

    (fibrous cap)

    Stary VI lesion: ruptur fibrous cap menyebabkan timbulnya trombosis.

    Stary VII and VIII lesions: lesi stabil, berubah menjadi fibrokalsifikasi (Stary VII

    lesion) dan akhir terjadi lesi fibrosis dengan banyak kolagen didalamnya (Stary VIII

    lesion).

    Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada lapisan intima arteria besar.

    Bagian intima arteria serebri menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel-sel ototnya

    menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh

    sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut.

    Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat-tempat yang melengkung.

    Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada

    permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar.

    Trombosit akan melepaskan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme

    koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli atau dapat tetap

    tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.

    Emboli

    Sumber embolisasi dapat terletak di arteri karotis atau vertebralis, akan tetapi dapat

    juga di jantung dan sistem vaskular sistemik12

    1) Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau arteria vertebralis, dapat

    berasal dari plak aterosklerotik atau dari trombus yang melekat pada intima

    arteri.

  • 2) Embolisasi kardiogenik

    a. Penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian

    kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel.

    b. Penyakit jantung reumatoid akut atau menahun yang meninggalkan

    gangguan pada katup mitralis

    c. Fibrilasi atrium

    d. Infark kordis akut

    3) Embolisasi akibat gangguan sistemik

    a. Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru

    b. Embolisasi lemak dan udara atau gas N

    Pengurangan aliran darah yang disebabkan oleh sumbatan atau sebab lain, akan

    menyebabkan iskemia di suatu daerah otak. Terdapatnya kolateral di daerah sekitarnya

    disertai mekanisme kompensasi fokal berupa vasodilatasi, memungkinkan terjadinya

    beberapa keadaan berikut:10

    a. Pada sumbatan kecil, terjadi daerah iskemia dalam waktu singkat dapat

    dikompensasi dengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi lokal. Secara

    klinis gejala yang timbul adalah transient iscemic attack (TIA), yang timbul

    dapat berupa hemiparesis sepintas atau amnesia umum sepintas, yaitu

    selama < 24 jam.

    b. Bila sumbatan agak besar, daerah iskemia lebih luas. Penurunan cerebral

    blood flow (CBF) regional lebih besar, tetapi dengan mekanisme

    kompensasi masih mampu memulihkan fungsi neurologik dalam waktu

    beberapa hari sampai dengan 2 minggu. Mungkin pada pemeriksaan klinik

    ada sedikit gangguan. Keadaan ini secara klinik disebut RIND (Reversibel

    Ischemic Neurologic Deficit).

  • c. Sumbatan yang cukup besar menyebabkan daerah iskemia yang luas

    sehingga mekanisme kolateral dan kompensasi tidak dapat mengatasinya.

    Dalam keadaaan ini timbul defisit neurologis yang berlanjut.

    Pada iskemia otak yang luas, tampak daerah yang tidak homogen akibat perbedaan

    tingkat iskemia, yang terdiri dari 3 lapisan area yang berbeda:10

    1. Lapisan inti yang sangat iskemik (ischemic-core) terlihat sangat pucat karena

    CBF-nya paling rendah. Tampak degenerasi neuron, pelebaran pembuluh darah

    tanpa adanya aliran darah. Kadar asam laktat didaerah ini tinggi dengan PO2

    yang rendah. Daerah ini akan mengalami nekrosis.

    2. Daerah disekitar ischemic core yang CBF-nya juga rendah, tetapi masih lebih

    tinggi daripada CBF di ischemic core. Walaupun sel-sel neuron tidak sampai

    mati, fungsi sel terhenti, dan terjadi function paralysis. Pada daerah ini PO2

    rendah, PCO2 tinggi dan kadar asam laktat meningkat. Tentu saja terdapat

    kerusakan neuron dalam berbagai tingkat, edema jaringan akibat bendungan

    dengan dilatasi pembuluh darah dan jaringan berwarna pucat. Disebut sebagai

    ischemic penumbra. Daerah ini masih mungkin diselamatkan dengan resusitasi

    dan manajemen yang tepat.

    3. Daerah disekiling penumbra tampak berwarna kemerahan dan edema.

    Pembuluh darah mengalami dilatasi maksimal, PCO2 dan PO2 tinggi dan

    kolateral maksimal. Pada daerah ini CBF sangat meninggi sehingga disebut

    sebagai daerah dengan perfusi berlebihan (luxury perfusion) karena melebihi

    kebutuhan metabolik, sebagai akibat mekanisme sistem kolateral yang

    mencoba mengatasi keadaan iskemia.

    Meskipun aliran darah otak merupakan faktor penentu utama pada infark otak,

    pengalaman klinis serta penilitian pada hewan percobaan menunjukkan bahwa pada infark

    otak, pulihnya aliran darah otak ke taraf normal tidak selalu memberikan manfaat yang

    diharapkan, berupa hilangnya gejala klinis secara total. Selain faktor lamanya iskemi, ada

    hal-hal mendasar lain yang harus diperhitungkan dalam proses pengobatan infark otak.

  • Dari percobaan pada hewan terbukti bahwa resusitasi atau reperfusi pada

    penutupan/penghentian aliran darah ke otak mencetuskan beberapa reaksi kompleks di

    tingkat mikrosirkulasi, iskemia berupa edema jaringan, vasospasme kapiler/arteriol,

    penggumpalan sel-sel darah merah, asidosis jaringan, aliran kalsium masuk ke dalam sel,

    dan dilepaskannya radikal bebas. Perubahan ini dapat demikian hebat sehingga disebur

    sebagai reperfusion injury yang berakibat munculnya gejala neurologik yang relatif

    menetap.

    Pada dasarnya terjadi 2 perubahan sekunder pada periode reperfusi jaringan

    iskemia otak:

    1. Hyperemic paska iskemik atau hiperemia reaktif yang disebabkan oleh

    melebarnya pembuluh darah di daerah iskemia. Keadaan ini terjadi pada

    20 menit pertama setelah penyumbatan pembuluh darah otak terutama pada

    iskemia global otak.

    2. Hipoperfusi paska iskemik yang berlangsung antara 6-24 jam berikutnya.

    Keadaan ini ditandai dengan vasokontriksi (akibat asidosis jaringan),

    naiknya produksi tromboksan A2 dan edem jaringan. Diduga proses ini

    yang akhirnya menghasilkan nekrosis dan kerusakan sel yang diikuti oleh

    munculnya gejala neurologik

    Pada proses iskemi fokal terjadi juga perubahan penting didaerah penumbra pada

    sel-sel neuron tergantung dari luas dan lama iskemi yaitu:

    1. Kerusakan membran sel

    2. Aliran masuk Ca++ ke dalam sel melalui kerusakan reseptor Ca++.

    3. Meningkatnya asam arakidonat dalam jaringan, diikuti oleh naiknya kadar

    prostaglandin yang menyebabkan vasokontriksi dan meningkatnya agregasi

    trombosit.

    4. Lepasnya neurotransmiter asam amino eksitatorik didaerah otak tertentu yang

    mempunyai kepekaan selektif terhadap iskemia (selective vulnerability) yaitu

    daerah-daerah talamus, sel-sel granuler dan purkinje di serebelum, serta lapisan

    3,5,6 korteks piramidalis. Neurotransmiter glutamat banyak diimplikasikan dalam

  • patofisiologi stroke iskemik. Dalam keadaan normal, neurotransmiter glutamat

    terkonsentrasi dalam terminal saraf (nerve terminal) dan di dalam proses transisi

    neuronal yang bersifat eksitatorik. Glutamat diekspresikan di dalam ruangan

    ekstraseluler dengan cepat akan di reuptake ke dalam oleh sel. Selain itu dapat terjadi

    gangguan akibat disfungsi sel berupa ekses dari glutamat ini baik karena reuptake

    ke dalam oleh sel. Pada keadaan patologis, dapat terjadi gangguan akibat disfungsi

    sel berupa ekses dari glutamat ini baik karena reuptake atau, kerusakan karena sel

    neuron berisi glutamat juga mengalami gangguan. Selain itu dapat terjadi kebocoran

    glutamat akibat kerusakan dinding sel (sitolisis) dan nekrosis dan terjadi juga proses

    apoptosis dimana akan menimbulkan influks ion kalsium ke dalam sel. Penumpukan

    neurotransmiter di dalam ruangan ekstra seluler menyebabkan proses

    eksitotoksisitas glutamat. Selanjutnya akibat dari eksitotoksisitas terhadap neuron

    adalah timbulnya edema seluler, degenerasi organel intraseluler serta degenerasi

    piknotik inti sel yang diikuti kematian sel.

    5. Lepasnya radikal bebas, yaitu unsur yang mempunyai elektron pada lingkar paling

    luarnya tidak berpasangan, karena zat ini sangat labil dan sangat reaktif. Dalam

    keadaaan normal, proses kimia menghasilkan radikal bebas terjadi di dalam

    mitokondria sehingga tak menggangu struktur sel lainnya. Pada kerusakan

    mitokondria, zat ini bebas dan merusak struktur protein dalam sel serta

    menghasilakn zat-zat toksik.

    Pada keadaan iskemia fokal, peranan peroksidase lipid sangat penting karena

    merupakan bagian dari patofiologi iskemi fokal maupun global. Superoksida, radikal

    bebas oksigen telah ditemukan pada iskemia terutama pada periode reperfusi jaringan,

    yang berasal dari proses alamiah maupun sebagai tindakan pengobatan. Radikal bebas

    oksigen dihasilkan dari proses lipolisis kaskade arakidonat dalam sel-sel di daerah

    penumbra. Sumber lain dari superoksida ialah aktivitas enzimatik

    (monoaminooksidase) dalam otooksidase dari biologiamin (epinefrin, serotonin dan

    sebagainya). Pada iskemia fokal, peroksidase lipid ini meningkat karena:

  • 1. Timbulnya edema otak vasogenik/seluler, telah diketahui bahwa endotelium

    memproduksi nitrit oksida (NO) dan pada keadaan patologik menhasilkan radikal

    bebas yang akan memperburuk timbulnya edema.

    2. Pada proses disintegrasi pompa kalsium dan natrium kalium akibat kerusakan

    membran sel yang berkaitan dengan pompa ion. Gangguan ini mempercepat

    kalsium influks dan natrium influks ke dalam sel.

    3. Peroksidasi lipid juga terlihat pada mekanisme eksitatorik neurotransmiter

    glutamat. Meningkatnya aktivitas superoksida mempercepat dan memperbesar

    pengeluaran neurotransmiter eksitatorik glutamat dan aspartat.

    Pada infark serebri yang cukup luas, edema serebri sering timbul akibat energy

    failure dari sel-sel otak dengan akibat perpindahan elektrolit (Na+, K+) dan perubahan

    permeabilitas membran serta gradasi osmotik. Akibatnya terjadi pembengkakan sel

    disebut cytotoxic edema. Keadaan ini terjadi pada iskemia berat dan akut seperti

    hipoksia dan henti jantung. Selain itu edema serebri dapat juga timbul akibat kerusakan

    sawar otak yang mengakibatkan permeabilitas kapiler rusak dan cairan serta protein

    bertambah mudah memasuki ruangan ekstraselular sehingga menyebabkan edema

    vasogenik.

    2.6. Diagnosis Stroke

    Proses penyumbatan pembuluh darah otak mempunyai beberapa sifat klinik yang

    spesifik yaitu timbul mendadak, menunjukkan gejala-gejala kontralateral terhadap

    pembuluh yang tersumbat, kesadaran dapat menurun.

    Anamnesis

    Pada anamnesis dapat ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah badan, mulut

    mencong, bicara pelo, tidak dapat komunikasi baik, dan lain sebagainya. Perlu ditanyakan

    juga kapan terjadinya, apakah saat sedang bekerja atau sedang istirahat. Selain itu, perlu

    ditanyakan faktro risiko yang menyertai stroke seperti penyakit kencing manis, darah

    tinggi, dan penyakit jantung. pada keadaan penurunan kesadaran, perlu ditanyakan

    mengenai perkembangan kesadaran sejak serangan terjadi.

  • Pemeriksaan fisik

    A. Pemeriksaan umum

    Pemeriksaan umum tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran pasien.Jika

    pasien sadar, maka tentukan beratnya defisit neurologis dengan pemeriksaan saraf-

    saraf kranialis, motorik, dan sensorik. Jika kesadaran menurun, maka perlu

    dilakukan pemeriksaan refleks-refleks batang otak seperti refleks pupil terhadap

    cahaya, refleks kornea, dan refleks respirasi (cheyne stoke, hiperventilasi neurogen,

    kluster, apneustik, ataksik). Selain itu perlu ditentukan kelumpuhan yang terjadi

    pada saraf otak dan anggota gerak.

    Manifestasi klinik stroke sangat tergantung daerah otak yang terganggu aliran

    darahnya dan fungsi daerah otak yang menderita iskemia tersebut. Berdasarkan

    vaskularisasi otak, maka gejala klinik stroke dapat dibagi atas 2 golongan besar:

    1. Stroke pada sistem karotis atau stroke hemisferik

    2. Stroke pada sistem vertebrobasilar atau stroke fossa posterior

    Salah satu ciri stroke adalah timbulnya gejala sangat mendadak dan jarang

    didahului oleh gejala pendahuluan (warning signs) seperti sakit kepala, mual,

    muntah, dan sebagainya.Gejala pendahuluan yang jelas berhubungan dengan stroke

    adalah TIA.Gejala stroke timbul mendadak dalam beberapa menit sampai beberapa

    jam dari mulai serangan sampai mencapai maksimal.Tidak pernah terjadi dalam

    beberapa hari atau apalagi dalam 1-2 minggu. Kalau tidak terjadi demikian

    dinamkan sindroma stroke karena tumor, primer maupun metastatik, trauma,

    peradangan, dan lain-lain.

    Gejala klinik pada stroke hemisferik

    Pemeriksaan umum:

    Kesadaran: penderita dengan stroke hemisferik jarang mengalami gangguan atau

    penurunan kesadaran, kecuali pada stroke yang luas. Hal ini disebabkan karena

    struktur-struktur anatomi yang menjadi substrat kesadaran yaitu formasio

    retikularis di garis tengah dan sebagian besar terletak dalam fossa

    posterior.Kesadaran biasanya compos mentis kecuali pada stroke yang luas.

  • Tekanan darah: biasanya tinggi, hipertensi merupakan faktor risiko timbulnya

    stroke pada lebih kurang 70% penderita.

    Fungsi vital lain umumnya baik.Jantung harus diperiksa teliti untuk mengetahui

    kelainan yang dapat menyebabkan emboli.

    Pemeriksaan neurovaskuler: pemeriksaan tekanan darah pada lengan kanan dan

    kiri, palpasi nadi karotis pada leher kiri dan kanan, arteri temporalis kanan dan kiri,

    dan auskultasi nadi pada bifurcasio karotis komunis dan karotis interna di leher,

    dilakukan juga auskultasi nadi karotis interna pada orbita, dalam rangka mencari

    kemungkinan kelainan pembuluh ekstrakranial.

    Pemeriksaan neurologi

    Pemeriksaan saraf otak: pada stroke hemisferik saraf otak yang sering terkena

    adalah

    Gangguan nervus fasialis tipe sentral (mulut mencong) dan paresis nervus

    hipoglossus tipe sentral (bicara pelo) disertai deviasi lidah bila dikeluarkan

    dari mulut.

    Gangguan konjugat pergerakan bola mata antar lain deviation konjugae,

    gaze paresis ke kiri atau ke kanan, dan hemianopia. Kadang-kadang

    ditemukan sindrom Hornerpada penyakit pembuluh darah karotis.

    Gangguan lapang pandang, tergantung pada letak lesi dalam jaras

    perjalanan visual, hemianopia kongruen atau tidak. Terdapatnya

    hemianopia merupakan salah satu faktor prognostik yang kurang baik pada

    penderita stroke.

    Pemeriksaan motorik:

    Hampir selalu terjadi kelumpuhan sebelah anggota badan (hemiparersis).

    Dapat dipakai sebagai patokan bahwa jika ada perbedaan kelumpuhan yang nyata

    antara lengan dan tungkai hampir dipastikan bahwa kelainan aliran darah otak

    berasal dari daerah hemisferik (kortikal) sedangkan jika kelumpuhan sama berat

    gangguan aliran darah dapat terjadi di subkortikal atau pada daerah vertebrobasilar.

    Pemeriksaan sensorik

  • Dapat terjadi hemisensorik tubuh.Karena bangunan anatomik yang terpisah,

    gangguan motorik berat dapat disertai gangguan sensorik ringan atau gangguan

    sensorik berat dengan gangguan motorik ringan.

    Pemeriksaan refleks fisiologis dan patologis

    Pada fase akut, refleks fisiologis pada sisi yang lumpuh akan menghilang.

    Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan

    refleks patologis.

    Kelainan fungsi luhur

    Manifestasi gangguan fungsi luhur pada stroke hemisferik berupa disfungsi

    parietal baik sisi dominan maupun nondominan. Kelainan yang paling sering

    tampak adalah disfasia campuran (mixed-dysphasia) dimana penderita tak mampu

    berbicara atau mengeluarkan kata-kata dengan baik dan tidak mengerti apa yang

    dibicarakan orang kepadanya. Selain itu dapat juga terjadi agnosia, apraxia, dan

    sebagainya.

    Gejala klinik stroke vertebra-basilar

    Gangguan vaskularisasi pada pembuluh darha vertebra-basilar, tergantung

    kepada cabang-cabang sistem vertebro-basilar yang terkena. Secara anatomic,

    percabangan arteri basilaris digolongkan ke dalam 3 bagian:

    Cabang-cabang panjang misalnya arteri serebelaris inferior posterior (pica)

    yang jika tersumbat akan memberikan gejala-gejala sindroma Wallenberg

    yaitu infark di daerah bagian dorso-lateral tegmentum medulla oblongata.

    Cabang-cabang paramedian: sumbatan cabang-cabang yang lebih pendeh

    memberikan gejala klinik berupa sindroma Weber hemipararesis alternans

    dari berbagai saraf kranial dari mesensefalon atau pons.

    Cabang-cabang tembus (perforating branches) memberi gejala-gejala

    sangat fokal seperti internuclear-ophthalmoplegie (INO)

    Diagnosis kelainan sistem vertebrobasilar:

    1. Penurunan kesadaran yang cukup berat (dengan diagnosis banding dengan

    infark) supratentontorial yang luas, dalam hal ini yang terkena adalah

    traktus retikularis.

  • 2. Kombinasi berbagai saraf otak yang terganggu disertai vertigo, diplopia,

    dan gangguan bulbar.

    3. Kombinasi beberapa gangguan saraf otak dan gangguan long tract sign:

    vertigo dengan parestesi keempat anggota gerak (ujung-ujung distal)

    4. Gangguan bulbar juga hampir pasti disebabkan karena stroke

    vertebrabasilar.

    5. Ciri-ciri khusus lain adalah perioral hemianopia altitudinal dan skew

    deviation merupakan ciri disfungsi vaskuler sistem vertebrobasilar.

    Pemeriksaan penunjang

    Pemeriksaan laboratorium yang dibutuhkan darah adalah pemeriksaan darah rutin,

    pemeriksaan kimia darah lengkap, dan pemeriksaan hemostasis darah lengkap.Pemeiksaan

    kimia darah yang diperlukan meliputi gula darah sewaktu, ureum, kreatinin, asam urat,

    fungsi hati, dan profil lipid.Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia reaktif.Gula darah

    dapat mencapai 250 mg/dl dalam serum dan kemudian berangsur-angsur kembali turun.

    Pemeriksaan hemostatis antara lain waktu protrombin, APPT, kadar fibrinogen, D-dimer,

    INR, dan viskositas plasma. Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas indikasi protein

    S, protein C, ACA, dan homosistein.

    Pada sebagian kecil penderita stroke, terdapat juga perubahan elektrokardiografi

    (EKG).Perubahan ini dapt berarti kemungkinan mendapatkan serangan infark jantung atau

    pada stroke dapat terjadi perubahan-perubahan EKG sebagai akibat perdarahan otak yang

    menyerupai suatu infark miokard. Dalam hal ini, pemeriksaan khusus atas indikasi

    misalnya CKMB follow up akan memastikan diagnosis. Pada pemeriksaan EKG dan

    pemeriksaan fisik yang mengarah kepada kemungkinan adanya potensial source cardiac

    emboly (PSCE), maka pemeriksaan ekokardiografi dapat diminta visualisasinya.

    Pemeriksaan radiologi yang paling penting adalah CT-scan otak dan foto

    toraks.CT-scan otak segera memperlihatkan perdarahan intraserebral yang penting untuk

    manajemen karena manajemen perdarahan dengan infark berbeda. Pada infark otak,

    pemeriksaan CT-scan mungkin tidak memperlihatkan gambaran jelas pada 72 jam

    serangan awal jika ukuran infark cukup besar dan hemisferik. Perdarahan atau infark di

    batang otak sangat sulit diidentifikasi, oleh karena itu perlu pemeriksaan MRI.

  • Pemeriksaan foto toraks dapat memperlihatkan keadaan jantung apakah terdapat

    pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada

    penderita stroke dan adakah kelainan lain pada jantung. Selain itu, foto torak sa dapat

    mengidentifikasi kelainan paru yang potensial mempengaruhi proses manajemen dan

    memperburuk prognosis.

    2.7. Tatalaksana Stroke

    Strategi penanganan stroke memiliki tujuan memeperbaiki keadaan oenderita sehingga

    kesempatan hidup maksimum yang dinilai bukan dari status neurologinya tapi dari

    kemampuan fungsional yang dapat dicapai.Selain itu, tujuan penanganan stroke ini adalah

    untuk memperkecil pengaruh stroke terhadap penderita dan keluarga. Biasanya manajemen

    stroke terdiri dari beberapa fase yang saling berkaitan dan berurutan:

    1. Umum pada fase akut

    2. Spesifik pada fase akut, surgikal, maupun medik

    3. Rehabilitasi dan perawatan lanjutan

    Manajemen stroke iskemik fase akut

    a. Airways and breathing

    Pembebasan jalan napas bagian atas merupakan priortas pertama agar bebas

    hambatan selanjutnya dilakukan penilaian tingkat kesadaran, kemampuan

    bicara, dan kontrol pernapasan dengan cepat hanya dengan menanyakan

    nama dan alamat penderita. Panederita dengan kesadaran menurun mungkin

    sulit untuk memperoleh udara sehingga dibutuhkan gudel. Jika penderita

    kesadarannya sudah dangat menurun sehingga tidak dapat mengendalikan

    sekret oral, maka mungkin diperlukan intubasi dan ventilasi mekanik.

    b. Sirkulasi

    Stabilisasi sirkulasi penting untuk perfusi organ yang adekuat.Potensi

    sirkulasi meliputi denyut nadi, frekuensi detak jantung, dan tekanan

    darah.Jadi, pemeriksaan tekanan darah harus dilakukan pada kedua sisi.Jika

    terdapat perbedaan kemungkinan terjadi diseksi aorta atau karotis.Keadaan

    ini selanjutnya bermanifestasi terhadap kegawatan neurologi.Setelah itu

  • dilakukan pemeriksaan denyut nadi pada keempat ekstrimitas secara

    simetrik. Jika mmungkin, monitor EKG, tekanan darah, dan oksimetri

    pulsasi. Perubahan EKG dapat terjadi seperti gelombang T inversi, disritmia

    sampai dekompensasi kordis (gagal jantung kongestif) akibat pelepasan

    katekolamin otak.Jika sirkulasi telah stabil, maka penilaian EKG tersebut

    diperlukan setiap 15 menit.Penderita stroke perlu diberikan IVFD

    (intravenous fluid drip) dan terapi cairan.Cairan yang diberikan tidak boleh

    mengandung glukosa karena hiperglikemia memperburuk fungsi neurologis

    dan keluaran.Pemeriksaan tambahan untuk memastikan diagnostik

    diperlukan setelah tindakan ABC selesai dengan baik.

    Terapi medik stroke iskemik akut

    Terapi medik sroke iskemik akut dapat dibagi menjadi 2 bagian seperti pada

    penderita kegawatdaruratan medik.Perlu ditekankan bahwa penanganan stroke akut harus

    disamakan dengan keadaan darurat pada jantung. Terapi medik stroke merupakan

    intervensi medic dengan tujuan mencegah meluasnya proses sekunder dengan

    menyelamatkan neuron-neuron di daerah penumbra serta merestorasikan fungsi neurologic

    yang hilang.

    Pengobatan medik untuk memulihkan sirkulasi otak di daerah yang terkena stroke,

    jika mungkin sampai ke keadaan sebelum sakit.Tindakan pemulihan sirkulasi dan perfusi

    jaringan otak disebut sebagai terapi reperfusi.Untuk tujuan khusus ini digunakan obat-obat

    yang dapat menghancurkan emboli atau trombus pada pembuluh darah.

    Terapi trombolisis

    Salah satunya obat yang diakui FDA sebagai standard adalah pemakaian r-TPA

    (recombinant-tissue plasminogen activator) yang diberikan pada penderita stroke akut

    dengan syarat-syarat tertentu baik intravena maupun intra arterial dalam waktu 3 jam

    setelah onset stroke. Diharapkan dengan pengobatan ini, terapi penghancuran thrombus

    dan reperfusi jaringan otak terjadi sebelum ada perubahan irreversibel pada otak yang

    terkena terutama daerah penumbra.

    Terapi reperfusi lainnya adalah pemberian antikoagulan pada stroke iskemik

    akut.Obat-obatan yang diberikan adalah heparin atau heparinoid (flaxiparine). Obat ini

    diharapkan akan memperkecil trombus yang terjadi dan mencegah pembentukan trombus

  • baru. Efek antikoagulan heparin adalah inhibisi terhadap faktor koagulasi dan mencegah

    atau memperkecil pembentukan fibrin dan propagasi trombus.

    Pengobatan dengan obat antiplatelet pada fase akut stroke baru-baru saat ini sangat

    dianjurkan.Uji kinis aspirin menunjukkan bahwa pemberian aspirin pada fase akut

    menurunkan frekuensi stroke berulang dan menurunkan mortalitas penderita stroke

    akut.Obat-obatan debrinasi yang bisa berasal dari racun ular (purified fraction) mempunyai

    efek terhadap defibrinasi cepat, mengurangi viskositas darah, dan efek antikoagulasi.Obat

    ini pernah dicoba pada namun hasilnya tidak signfikan dan memiliki efek samping berupa

    perdarahan otak.

    Pengobatan spesifik iskemik stroke akut kedua adalah dengan obat-obat

    neuroprotektor yaitu obat yang mencegah dan memblok proses yang menyebabkan

    kematian sel-sel terutama di daerah penumbra. Obat-obat ini berperan dalam menginhibisi

    dan mengubah reversibilitas neuronal yang terganggu akibat kaskade iskemik.Termasuk

    dalam kaskade ini adalah kegagalan hemostasis kalsium, produksi berlebih radikal bebas,

    disfungsi neurotransmitter, edema serebral, reaksi inflamasi oleh leukosit, dan obstruksi

    mikrosirkulasi. Proses delayed neuronalinjury ini berkembang penuh setelah 24-72 jam

    dan dapat berlangsung sampai 10 hari.

    Obat-obatan yang dianggap neuroprotektor antara lain:

    Ca-channel blocker seperti nimodipin namun manfaatnya pada stroke iskemik

    kurang meyakinkan

    Obat-obatan antagonis presinaptik dari excitatory amino acid (EAA) seperti

    fenitoin, lubeluzol, dan propentatofilin kesemuanya ternyata juga kurang efektif.

    Obat-obatan yang menekan pelepasan asam arakidonat dan membrane sel seperti

    protasiklin ternyata tidak bermanfaat sebagai vasodilator (efek hiootensif) maupun

    sebagai antiplatelet pada stroke iskemik akut.

    Obat-obatan antiradikal bebas seperti lazaroid, tyrilazad mesylat, dan propentofylin

    tidak dapat digunakan karena tidak efektif.

    Secara umum dapat dikatakan, saat ini belum ada obat-obatan neuroprotektif yang

    dapat dipakai pada iskemik stroke akut meskipun pada binatang percobaan jelas

    memperbaiki sel-sel penumbra.Selain itu ada juga usaha untuk memperbaiki aliran darah

  • otak serta metabolisme regional di daerah iskemik otak seperti citicoline, pentoxyfilline,

    dan pirasetam. . obat-obatan ini melalui percobaan klinik dianggap bermanfaat dalam skala

    kecil.

  • DAFTAR PUSTAKA

    1. Mansjoer, arif, suprohaita, dkk. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Ed III. Fakultas

    Kedokteran UI: Media Aesculapius.hal 17

    2. Adams and Victors. Principles of Neurology. 8th ed. Ropper AH, Brown RH

    3. PERDOSI. Standar Pelayanan Medis (SPM) dan Standar Prosedur Operasional

    (SPO) Neurologi.2006.

    4. RSCM. PANDUAN PELAYANAN MEDIS DEPARTEMEN NEUROLOGI.2005.

    5. Misbach, Jusuf. STROKE. Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Fakultas

    Kedokteran Universitas Indonesia.

    6. Baehr, M and Frotscher,M. DUUS Topical Diagnosisin Neurology. 4th

    edition.USA :Thieme;2005.

    7. Richard S.S. Neuroanatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. 5th ed. EGC:

    Jakarta, 2007

    8. Lumbantombing, SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta:

    Balai Penerbit FKUI, 2004.