PRESENTASI KASUS KARDIOTOKOGRAFI.docx
-
Upload
nurraisya-mutiyani -
Category
Documents
-
view
39 -
download
9
Transcript of PRESENTASI KASUS KARDIOTOKOGRAFI.docx
RSUP FATMAWATI
PRESENTASI KASUS ULKUS DIABETIKUM
Pembimbing :dr. Witra Irfan SpB(k)BV
Disusun oleh :Nurraisya Mutiyani (1110103000088)
2014
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RSUP FATMAWATI
LEMBAR PENGESAHAN
Presentasi kasus dengan Judul ulkus diabetikum
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Kandungan dan Kebidanan di RSUP Fatmawati
Periode 19 Januari 20145 – 27 Maret 2015
Jakarta, 24 Januari 2015
dr. Witra Irfan SpB (k)BV
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan presentasi kasus berjudul ulkus diabetikum ini tepat pada waktunya.
Presentasi kasus ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik di
bagian Ilmu Kandungan dan Kebidanan RSUP Fatmawati. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. dr dr. Witra Irfan SpB (k)BV, selaku pembimbing presentasi kasus ini
2. Seluruh konsulen, dokter PPDS, bidan, perawat serta staf SMF Bedah RSUP
Fatmawati
3. Teman-teman ko-asisten kepanitraan klinik Ilmu Bedah RSUP Fatmawati atas
dukungannya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan presentasi kasus ini masih terdapat
kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari semua pihak. Semoga presentasi kasus ini dapat bermanfaat dan
menambah pengetahuan dalam bidang Kandungan dan Kebidanan khususnya dan bidang
kedokteran pada umumnya.
Jakarta 24 Januari 2015
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB III IKHTISAR KASUS
BAB IV ANALISA KASUS
BAB V KESIMPULAN SARAN
BAB VI DAFTAR PUSTAKA
………………………………………….
………………………………………….
………………………………………….
………………………………………….
………………………………………….
………………………………………….
………………………………………….
………………………………………….
i
ii
1
2
16
23
26
27
4
BAB I
PENDAHULUAN
Ulkus kaki diabetik sampai saat ini menjadi masalah kesehatan utama di seluruh dunia,
karena kasus yang semakin meningkat, ulkus bersifat kronis dan sulit sembuh,
mengalami infeksi dan iskemia tungkai dengan risiko amputasi bahkan mengancam jiwa,
membutuhkan sumber daya kesehatan yang besar, sehingga memberi beban sosio-
ekonomi bagi pasien, masyarakat, dan negara. Berbagai metode pengobatan telah
dikembangkan namun sampai saat ini belum memberikan hasil yang memuaskan.
Peningkatan populasi penderita diabetes mellitus (DM), berdampak pada peningkatan
kejadian ulkus kaki diabetik sebagai komplikasi kronis DM, dimana sebanyak 15-25%
penderita DM akan mengalami ulkus kaki diabetik di dalam hidup mereka (Singh dkk.,
2005). Di Amerika Serikat, Huang dkk. (2009) memproyeksikan jumlah penyandang
DM dalam 25 tahun ke depan (antara tahun 2009-2034) akan meningkat 2 kali lipat dari
23,7 juta menjadi 44,1 juta, Di Indonesia, berdasarkan laporan Riskesdas 2007 yang
dikeluarkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen
Kesehatan, Republik 2 Indonesia, prevalensi nasional penyakit DM adalah 1,1%
(Riskesdas, 2007). Indonesia kini telah menduduki rangking keempat jumlah
penyandang DM terbanyak setelah Amerika Serikat, China dan India. Berdasarkan data
dari Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penyadang diabetes pada tahun 2003 sebanyak
13,7 juta orang dan berdasarkan pola pertambahan penduduk diperkirakan pada 2030
akan ada 20,1 juta penyandang DM dengan tingkat prevalensi 14,7 persen untuk daerah
urban dan 7,2 persen di rural. Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organisation,
WHO) memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada
tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 (Pusat Data dan Informasi PERSI,
2012).
Risiko infeksi dan amputasi masih cukup tinggi, yaitu 40-80% ulkus kaki diabetik
mengalami infeksi (Bernard, 2007), 14-20% memerlukan amputasi (Frykberg dkk.,
2000), 66% mengalami kekambuhan dan 12% memiliki risiko amputasi dalam 5 tahun
setelah sembuh. Keadaan ini sangat berkaitan dengan keterlambatan diagnosis dan
konsultasi, penanganan yang tidak adekuat, serta luasnya kerusakan jaringan (Van Baal,
2004). Amputasi kaki lebih sering dilakukan atas dasar infeksi jaringan lunak yang luas
atau kombinasi dengan osteomielitis, disamping faktor-faktor lain seperti iskemia oleh
karena Peripheral artery disease (PAD), dan neuropati (Van Baal, 2004 ; Widatalla dkk.,
5
2009). Dengan program pelayanan kesehatan yang terstruktur, dimana semua disiplin
ilmu yang terkait bekerja secara koordinatif tercapai penurunan bermakna angka
amputasi major ulkus kaki diabetik lebih dari 75% dibandingkan dengan pelayanan
standar (Weck, 2013). Tanpa adanya perubahan strategi penanganan, maka peningkatan
populasi penderita DM, dan peningkatan biaya pengobatan DM dan komplikasinya, akan
menjadi beban berat bagi sistem pelayanan kesehatan.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Ulkus adalah rusaknya barier kulit sampai ke seluruh lapisan (full thickness) dari dermis.
Pengertian ulkus kaki diabetik termasuk nekrosis atau gangren. Gangren diabetikum adalah
kematian jaringan yang disebabkan oleh penyumbatan pembuluh darah (ischemic necrosis)
karena adanya mikroemboli aterotrombosis akibat penyakit vaskular perifir oklusi yang
menyertai penderita diabetes sebagai komplikasi menahun dari diabetes itu sendiri. Ulkus
kaki diabetik dapat diikuti oleh invasi bakteri sehingga terjadi infeksi dan pembusukan, dapat
terjadi di setiap bagian tubuh terutama di bagian distal tungkai bawah (Gibbons dkk.,1995 ;
Rutherford dkk., 1995 ; Cavanagh dkk., 1999). Pasien diabetes memiliki kecendrungan tinggi
untuk mengalami ulkus kaki diabetik yang sulit sembuh dan risiko amputasi pada tungkai
bawah, keadaan ini memberi beban sosioekonomi baik bagi pasien dan masyarakat.
B.EPIDEMIOLOGI
Prevalensi penderita ulkus diabetika di Amerika Serikat sebesar 15- 20% dan angka
mortalitas sebesar 17,6% bagi penderita DM dan merupakan sebab utama perawatan
penderita Diabetes mellitus di rumah sakit. Penelitian kasus kontrol di Amerika Serikat
menunjukkan bahwa 16% perawatan DM dan 23% total hari perawatan adalah akibat Ulkus
diabetika dan amputasi kaki karena Ulkus diabetika sebesar 50% dari total amputasi kaki.
Sebanyak 15% penderita DM akan mengalami persoalan kaki suatu saat dalam
kehidupannya14,15. Prevalensi penderita ulkus diabetika di Indonesia sebesar 15% dari
penderita DM. Di RSCM, pada tahun 2003 masalah kaki diabetes masih merupakan masalah
besar. Sebagian besar perawatan DM selalu terkait dengan ulkus diabetika. Angka kematian
dan angka amputasi masih tinggi, masingmasing sebesar 32,5% dan 23,5%. Nasib penderita
DM paska amputasi masih sangat buruk, sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun
paska amputasi dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun paska amputasi11.
C.FAKTOR RISIKO
Faktor Risiko Ulkus diabetika Faktor risiko terjadi ulkus diabetika pada penderita Diabetes
mellitus menurut Lipsky dengan modifikasi dikutip oleh Riyanto dkk. terdiri atas :
a. Faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah :
1) Umur ≥ 60 tahun.
7
2) Lama DM ≥ 10 tahun.
b. Faktor-Faktor Risiko yang dapat diubah :
(termasuk kebiasaan dan gaya hidup)
1) Neuropati (sensorik, motorik, perifer).
2) Obesitas.
3) Hipertensi.
4) Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) tidak terkontrol.
5) Kadar glukosa darah tidak terkontrol.
6) Insusifiensi Vaskuler karena adanya Aterosklerosis yang disebabkan :
a) Kolesterol Total tidak terkontrol.
b) Kolesterol HDL tidak terkontrol.
c) Trigliserida tidak terkontrol.
7) Kebiasaan merokok.
8) Ketidakpatuhan Diet DM.
9) Kurangnya aktivitas Fisik.
10) Pengobatan tidak teratur.
11) Perawatan kaki tidak teratur.
12) Penggunaan alas kaki tidak tepat13,14,50.
Faktor-faktor risiko terjadinya ulkus diabetika lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut :
8
a. Umur ≥ 60 tahun.
Umur, menurut penelitian di Swiss dikutip oleh Suwondo bahwa penderita ulkus
diabetika 6% pada usia < 55 tahun dan 74% pada usia ≥ 60 tahun42. Penelitian kasus kontrol
di Iowa oleh Robert menunjukkan bahwa umur penderita ulkus diabetika pada usia tua ≥ 60
tahun 3 kali lebih banyak dari usia muda < 55 tahun15. Umur ≥ 60 tahun berkaitan dengan
terjadinya ulkus diabetika karena pada usia tua, fungsi tubuh secara fisiologis menurun
karena proses aging terjadi penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga kemampuan
fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal. Penelitian di
Amerika Serikat dikutip oleh Rochmah W menunjukkan bahwa dari tahun 1996-1997 pada
lansia umur > 60 tahun, didapatkan hanya 12% saja pada usia tua dengan DM yang kadar
glukosa darah terkendali, 8% kadar kolesterol normal, hipertensi 40%, dan 50% mengalami
gangguan pada aterosklerosis, makroangiopati, yang faktorfaktor tersebut akan
mempengaruhi penurunan sirkulasi darah salah satunya pembuluh darah besar atau sedang di
tungkai yang lebih mudah terjadi ulkus diabetika51. b. Lama DM ≥ 10 tahun. Penelitian di
USA oleh Boyko pada 749 penderita Diabetes mellitus dengan hasil bahwa lama menderita
DM ≥ 10 tahun merupakan faktor risiko terjadinya ulkus diabetika dengan RR-nya sebesar 3
(95 % CI : 1,2 – 6,9)22. Ulkus diabetika terutama terjadi pada penderita Diabetes mellitus
yang telah menderita 10 tahun atau lebih, apabila kadar glukosa darah tidak terkendali,
karena akan muncul komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami
makroangiopati-mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang
mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan/luka pada kaki Penderita
diabetik yang sering tidak dirasakan. Perjalanan Ulkus diabetika pada penderita DM dapat
dilihat pada bagan 3
9
Bagan 3. Perjalanan Ulkus diabetika. Sumber : Boulton AJ, 2002 dengan modifikasi14,49. c.
Neuropati. Kadar glukosa darah yang tinggi semakin lama akan terjadi gangguan
mikrosirkulasi, berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf yang
mengakibatkan degenerasi pada serabut syaraf yang lebih lanjut akan terjadi neuropati.
Syaraf yang rusak tidak dapat mengirimkan sinyal ke otak dengan baik, sehingga penderita
dapat kehilangan indra perasa selain itu juga kelenjar keringat menjadi berkurang, kulit
kering dan mudah robek50,52. Neuropati perifer berupa hilangnya sensasi rasa berisiko tinggi
terjadi ulkus diabetika. Keberadaan neuropati berkaitan dengan kejadian ulkus diabetika,
Penelitian terhadap populasi di Rochester, Minnesota, Amerika Serikat dikutip oleh Levin
menunjukkan bahwa 66% penderita Diabetes mengalami neuropati dengan gangguan sensasi
rasa/sensasi vibrasi pada kaki, 20% terjadi ulkus diabetika.
10
Patogenesis
Peningkatan abnormal kadar gula darah yang kronik akan menyebabkan terjadinya
proses non-enzimatik glikosilasi (non-enzymatic glycosylation atau glycation; yaitu
penggabungan glukosa dengan protein dalam lingkungan kadar glukosa yang tinggi tanpa
bantuan enzim) protein dalam bentuk advanced glycation end products (AGE). Proses
tersebut akan menghasilkan radikal bebas yang selanjutnya dapat berdampak pada percepatan
aterosklerosis (makroangiopati) dan mikroangiopati yang merupakan perubahan-perubahan
patologis yang seringkali ditemukan pada penderita penyakit diabetes mellitus yang telah
menimbulkan gangguan fungsi (disfungsi) sel endotel pembuluh darah. Kecepatan
pembentukan radikal bebas sangat tergantung pada kecepatan terjadinya proses glikosilasi
protein.
Gangren pada kaki lebih sering timbul hampir 100 kali lebih mungkin dibandingkan
pada populasi penderita non-diabetes. Dijumpai peningkatan adesi trombosit pada lapisan
endotel pembuluh arteri, yang mungkin disebabkan oleh peningkatan sintesa tromboxan-A2
dan penurunan produksi prostasiklin (prostacyclin). Selain itu, hipertensi yang sering
11
dijumpai pada penderita diabetes, merupakan faktor risiko aterosklerosis. Semua jenis ukuran
arteri akan dikenai oleh proses aterosklerosis tersebut.
Patofisiologi
Terdapat 3 gejala patologis yang bekerja saling berinteraksi bersama secara kompleks
dan jarang sekali muncul sendirian, yaitu: (1) neuropati, (2) infeksi, (3) iskhemia. Penyebab
dari iskemia pada kaki diabetik adalah oklusi arteri akibat gangguan aterosklerosis. Proses
terjadinya gangguan aterosklerosis lebih cepat dan lebih berat pada penderita diabetes
dibandingkan dengan penderita aterosklerosis non-diabetes.
Gangguan vaskuler pada pasien DM merupakan salah satu penyebab ulkus
diabetikum. Keadaan tersebut di samping menjadi penyebab terjadinya ulkus juga
mempersulit proses penyembuhan ulkus kaki dan mempermudah timbulnya infeksi.
Gangguan tersebut terjadi melalui dua proses yaitu:
1) Makroangiopati
Makroangiopati yang terjadi berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah
ukuran sedang maupun besar menyebabkan iskemi dan ulkus. Dengan adanya DM
proses sterosklerosis berlangsung cepat dan lebih berat dengan keterlibatan pembuuh
darah multiple. Aterosklerosis biasanya proximal namun sering berhubungan dengan
oklusi arteri distal pada lutut, terutama arteri tibialis posterior dan anterior, peronealis,
metatarsalis, serta arteri digitalis.
2) Mikroangiopati
Mikroangiopati berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer, sering
terjadi pada tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal dari
tungkai berkurang kemudian timbul ulkus kaki diabetika. Proses mikroangiopati darah
menjadikan sirkulasi jaringan menurun yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya
denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi dingin, atrofi
dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul
ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.
Selain proses diatas pada penderita DM terjadi peningkatan HbA1c eritrosit yang
menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen di jaringan oleh eritrosit
terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang mengganggu sirkulasi jaringan dan
12
kekurangan oksigen mengakibatkan kematian jaringan yang selanjutnya timbul ulkus.
Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya aktivitas trombosit mengakibatkan tingginya
agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat dan memudahkan
terbentuknya trombosit pada dinding pembuluh darah yang akan mengganggu sirkulasi darah.
Patofisiologi pada tingkat biomolekuler menyebabkan neuropati perifer, penyakit vaskuler
perifer dan penurunan sistem imunitas yang berakibat terganggunya proses penyembuhan
luka.
Neuropati perifer pada penyakit DM dapat menimbulkan kerusakan pada serabut
motorik, sensoris dan autonom. Kerusakan serabut motoris dapat menimbulkan kelemahan
otot, atrofi otot, deformitas (hammer toes, claw toes, pes cavus, pes planus, halgus valgus,
kontraktur tendon Achilles) dan bersama dengan adanya neuropati memudahkan
terbentuknya kalus. Kerusakan serabut sensoris yang terjadi akibat rusaknya serabut mielin
mengakibatkan penurunan sensasi nyeri sehingga memudahkan terjadinya ulkus kaki. Selain
itu pada hiperglikemia terjadi defek metabolism pada sel schwan sehingga konduksi implus
terganggu. Kaki yang tidak berasa akan berbahaya karena bila menginjak benda tajam tidak
akan dirasa padahal telah timbul luka, ditambah dengan mudahnya terjadi infeksi. Kerusakan
serabut autonom yang terjadi akibat denervasi simpatik menimbulkan kulit kering
(anhidrosis) dan terbentuknya fisura kulit dan edema kaki.
Proses terbentuknya ulkus
Gambar IV. Proses terbentuknya ulkus (11)
13
Ulkus diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar dibanding pintu
masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Pembentukan ulkus berhubungan dengan
hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler.
Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami
beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang
mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk
kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus.
Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme
yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Kadar gula dalam darah yang meningkat
menjadikan tempat perkembangan bakteri ditambah dengan gangguan pada fungsi imun
sehingga bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya.
14
Mikrosirkulasi
Mikroangiopati pada penderita diabetes mellitus disebabkan adanya penebalan difus
pada membrana basalis pembuluh kapilar yang antara lain ditemukan pada kapilar kulit,
kapilar otot skelet, kapilar retina dan kapilar glomeruli dan medula ginjal. Tetapi penebalan
tersebut tidak menimbulkan penyempitan (stenosis) lumen. Walaupun terjadi penebalan
membrana basalis, kapiler penderita diabetes lebih mudah mengalami kebocoran albumin
15
Deformitas, jari kaki, jar. Lemak,
metatarsal menipis
Atropi interoseus
Trauma : mekanik,
termis, kemis
Hilang rasa
ulkus
Titik tekanan baru
Kolaps sendi, deformitas
kaki (charcot)
Perubahan tulang
Aliran darah menurun
Amputasi
Gangrene
infeksi
Kulit kering, pecah, fisura
Keringat menurun
Sindrom jari biru
Gangrene luas
Penyembuhan menurun
Thrombosis dan oklusi
motoriksensorikAuto simpatektomi
Reaksi flare menurun
Penurunan O2, nutrient,
imunologi
Emboli kolesterol
Aterosklerosis obliterans
Neuropati periferNeuropati otonomPembuluh darah tepi
plasma, meski tidak terbukti kebocoran protein plasma tersebut mengakibatkan gangguan
nutrisi. Penebalan membrana basalis tersebut tampak dibawah mikroskop, ditandai dengan
penebalan lapisan hialin. Gangguan pengangkutan oksigen baru terjadi bila terdapat
pertumbuhan hipertrofi lapisan sel endotel yang akan menimbulkan penyempitan lumen arteri
sehingga menghambat aliran darah ke distal.
Neuropati
Komplikasi tersering adalah polineuropati pada sistim persarafan otonom dan somatis.
Adanya gangguan persarafan otonom akan menimbulkan aliran darah melalui hubungan
langsung antara arteriola dan venula (arterio-venous shunt atau hubungan pendek dari
arteriola ke venula menyebabkan aliran darah tidak memasuki kapilar), mengakibatkan
gangguan perfusi jaringan menjadi tidak efisien.
Neropati dapat terjadi bersama-sama dengan iskhemi. Tindakan operasi rekonstruksi
arteri yang tersumbat harus dilakukan untuk memperbaiki perfusi jaringan bagian distal yang
mengalami iskemi, walaupun mungkin tidak dapat memperbaiki neuropati yang sudah terjadi
(kerusakan sel saraf tepi yang permanen), tetapi dapat membantu memberikan kesembuhan
pada jaringan yang iskhemik. Penyebab kerusakan persarafan tepi diduga disebabkan oleh
penyumbatan (oklusi) vasa vasorum yang mengurus serabut saraf, sehingga dapat
mengganggu saraf sensorik (sensorik lebih dahulu menderita gangguan) maupun motorik.
Pada serabut saraf tepi yang terganggu, semakin kearah distal kerusakan tungkai
semakin berat, berupa proses demielinisasi segmental yang terjadi akibat terganggunya
metabolisme sel Schwann. Keadaan tersebut menimbulkan perlambatan kecepatan konduksi
saraf. Gangguan neuropati yang terjadi biasanya berkembang lambat dengan diawali gejala
kejang otot pada malam hari dan parestesia, kemudian berlanjut dengan gangguan sensasi
getar, gangguan persepsi perabaan halus dan nyeri, dan akhirnya kehilangan refleks tendon.
Keadaan tersebut akan menimbulkan kelemahan mekanisme pertahanan tubuh, yaitu
menghilangnya reaksi terhadap rangsang nyeri, trauma tekanan dan trauma minor lainnya.
Sehingga karena tubuh tidak mengenal rangsang dari trauma tersebut akan memudahkan
timbulnya ulkus dan infeksi tanpa disadari penderita.
Neropati motorik akan menimbulkan gangguan fungsi otot-otot intrinsik kaki,
selanjutnya akan melemahkan reaksi terhadap rangsang tekanan pada telapak kaki, sehingga
menimbulkan gangguan keseimbangan fungsi fleksi metatarsal (claw position, yaitu akibat
persendian tulang-tulang kecil pada kaki yang menjadi kaku dan otot-otot kaki yang mengecil
16
dan berkerut, sehingga telapak kaki menjadi melengkung) dan fungsi fleksi ekstensi jari kaki
menjadi kaku, sehingga memudahkan timbul ulkus. Pada tingkat lebih lanjut, akan terjadi
kegagalan fungsi sendi antara tulang metatarsalia dan tarsalia, akhirnya menimbulkan
kerusakan tulang pergelangan kaki (ankle) yang terjadi tanpa luka. Kondisi kaki tersebut
dinamai sebagai kaki Charcot (Charcot osteoarthropathy).
DIAGNOSIS
ANAMNESIS
Anamnesa yang dilakukan merupakan tahap awal dari pengumpulan data yang
diperlukan dalam mengevaluai dan mengidentifikasi sebuah penyakit. Pada anamnesa yang
sangat penting adalah mengetahui apakah pasien mempunyai riwayat DM sejak lama.
Gejala-gejala neuropatik diabetik yang sering ditemukan adalah sering kesemutan,
rasa panas di telapak kaki, keram, badan sakit semua terutama malam hari. Gejala
neuropati menyebabakan hilang atau berkurangnya rasa nyeri di kaki, sehingga
apabila penderita mendapat trauma akan sedikit atau tidak merasakan nyeri sehingga
mendapatkan luka pada kaki.
Selain itu perlu di ketahui apakah terdapat gangguan pembuluh darah dengan
menanyakan nyeri tungkai sesudah berjalan pada jarak tertentu akibat aliran darah
ketungkai yang berkurang (klaudikasio intermiten), ujung jari terasa dingin, nyeri
diwaktu malam, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan serta jika
luka yang sukar sembuh.
Pemeriksaan Fisik
17
1) Inspeksi
Pada inspeksi akan tampak kulit kaki yang kering dan pecah-pecah akibat berkurangnya
produksi keringat. Hal ini disebabkan karena denervasi struktur kulit. Tampak pula
hilangnya rambut kaki atau jari kaki, penebalan kuku, kalus pada daerah yang mengalami
penekanan seperti pada tumit, plantar aspek kaput metatarsal. Adanya deformitas berupa
claw toe sering pada ibu jari. Pada daerah yang mengalami penekanan tersebut
merupakan lokasi ulkus diabetikum karena trauma yang berulang-ulang tanpa atau sedikit
dirasakan pasien. Bentuk ulkus perlu digambarkan seperti; tepi, bau, dasar, ada atau tidak
pus, eksudat, edema, kalus, kedalaman ulkus
Gambar V. Pemeriksaan pada inspeksi dan palpasi
2) Palpasi
Kulit yang kering serta pecah-pecah mudah dibedakan dengan kulit yang sehat. Oklusi
arteri akan menyebabkan perabaan dingin serta hilangnya pulsasi pada arteri yang terlibat.
Kalus disekeliling ulkus akan terasa sebagai daerah yang tebal dan keras. Deskripsi ulkus
harus jelas karena sangat mempengaruhi prognosis serta tindakan yang akan dilakukan.
Apabila pus tidak tampak maka penekanan pada daerah sekitar ulkus sangat penting
untuk mengetahui ada tidaknya pus. Eksplorasi dilakukan untuk melihat luasnya kavitas
serta jaringan bawah kulit, otot, tendo serta tulang yang terlibat.
3) Pemeriksaan Sensorik
Pada penderita DM biasanya telah terjadi kerusakan neuropati sebelum tebentuknya
ulkus. Sehingga apabila pada inspeksi belum tampak adanya ulkus namun sudah ada
neuropati sensorik maka proses pembentukan ulkus dapat dicegah. Caranya adalah
dengan pemakaian nilon monofilamen 10 gauge. Uji monofilamen merupakan
pemeriksaan yang sangat sederhana dan cukup sensitif untuk mendiagnosis pasien yang
18
memiliki risiko terkena ulkus karena telah mengalami gangguan neuropati sensoris
perifer. Hasil tes dikatakan tidak normal apabila pasien tidak dapat merasakan sentuhan
nilon monofilamen. Bagian yang dilakukan pemeriksaan monofilamen adalah di sisi
plantar (area metatarsal, tumit dan dan di antara metatarsal dan tumit) dan sisi dorsal.
4) Pemeriksaan Vaskuler
Disamping gejala serta tanda adanya kelainan vaskuler, perlu diperiksa dengan test
vaskuler noninvasive yang meliputi pungukuran oksigen transkutaneus, ankle-brachial
index (ABI), dan absolute toe systolic pressure. ABI didapat dengan cara membagi
tekanan sistolik betis dengan tekanan sistolik lengan. Apabila didapat angka yang
abnormal perlu dicurigai adanya iskemia. Arteriografi perlu dilakukan untuk memastikan
terjadinya oklusi arteri.
Gambar VI. Pemeriksaan sensorik
5) Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologi akan dapat mengetahui apakah didapat gas subkutan, benda asing
serta adanya osteomielitis.
6) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin menunjukkan angka lekosit yang meningkat bila sudah terjadi
infeksi. Gula darah puasa dan 2 jam PP harus diperiksa untuk mengetahui kadar gula
dalam lemak. Albumin diperiksa untuk mengetahui status nutrisi pasien.
Klasifikasi Diagnosis
Diagnosis Tingkat Kedalaman Luka Pada Kaki Diabetes
Tabel 1.Klasifikasi Wagner Untuk Kaki Diabetes
19
Grade Lesi
0 Tidak ada luka terbuka, kulit utuh dan mungkin terdapat deformitas kaki seperti: claw foot, kalus, hallux valgus, dll
1 Ulkus superficial dan terbatas di kulit
2 Ulkus dalam, tembus melebihi kulit sampai tendon, tulang, kapsul sendi, atau fasia bagian dalam. Mungkin terinfeksi.
3 Ulkus dalam dengan abses atau osteomielitis dan sepsis sendi. Nekrosis terbatas pada jari atau kaki
4 Gangrene terbatas pada jari kaki/kaki bagian distal dengan atau tanpa selulitis
5 Gangrene luas seluruh kaki
Tabel 2 . Pembagian gejala iskemi menurut Fountaine
Fountaine I gejala tidak khas: terasa dingin terutama pagi hari (sindroma Raynaud), pegal, linu.
Fountaine II intermittent claudication (nyeri atau kram pada otot betis setelah berjalan beberapa meter).
Fountaine III rest pain (nyeri yang terasa terus-menerus walaupun pada saat istirahat).
Fountaine IV terdapat ulkus atau gangren pada ujung jari kaki atau pada bagian kaki lainnya.
20
21
22
23
Penatalaksanaan
Tujuan utama dalam penatalaksanaan ulkus KD adalah agar terjadi penutupan dan
penyembuhan luka dengan sempurna maupun mencegah ulkus berulang.dengan sempurna
maupun mencegah ulkus berulang. Beberapa tindakan yang dilakukan adalah dengan
melakukan (1) perawatan konservatif, (2) tindakan pencegahan, dan (3) intervensi bedah.
1. Konservatif
Penatalaksanaan konservatif ditentukan oleh tingkat keparahan (grade), vaskularitas dan
adanya infeksi.
1.1 Grade 0
Penanganan meliputi edukasi kepada pasien tentang alas kaki khusus dan pelengkap
alas kaki yang dianjurkan. Sepatu atau sandal yang dibuat secara khusus dapat
mengurangi tekanan yang terjadi.
1.2 Grade 1 dan 2
Sebaiknya pasien dirawat di rumah sakit
Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah :
o Kultur pus dengan swab, kuretase, debridemen, dan irigasi. Disebutkan
dengan kultur pus dapat mengkonfirmasi infeksi mencapai 95%.
o Debridement ulkus merupakan hal yang sangat penting yang bertujuan untuk
menghilangkan benda asing, jaringan nekrosis, menurunkan bacterial load,
membersihkan luka dan meningkatkan thrombosis atau growth factor
dipinggir luka yang berguna sebagai langkah awal dari penyembuhan luka.
Luka yang terbuka ditutupi dengan pembalut steril, tidak lengket dan kering.
24
Pasien dikontrol oleh perawat setiap 3-7 hari, untuk evaluasi luka. Pada umumnya
ulkus 75% akan menutup selama 2 minggu dan hanya sekitar 15% yang
memerlukan tambahan pengobatan.
Penderita dianjurkan untuk membersihkan untuk membersihkan luka di rumah
minimal 2 kali perhari, pertahankan kaki lebih tinggi dan cegah berjalan yang
tidak perlu.
1.3 Grade 3
Pasien harus dirawat dirumah sakit, dilakukan debridement, kultur pus, penting
evaluasi keterlibatan pembuluh darah perifer dan biopsy tulang membantu
pemilihan pengobatan. Terapi standar dengan pemberian antibiotic iv selama 10-
12 minggu.
Intervensi bedah dilakukan bila infeksi telah mengenai tulang dan tidak terjadi
penyembuhan luka.
1.4 Grade 4 dan 5
Pada grade ini pasien harus dirawat di rumah sakit, dilakukan tindakan bedah
ataupun amputasi.
2. Pencegahan
Pencegahan terjadinya ulkus KD adalah dengan melakukan pengontrolan kadar gula
darah ketingkat kadar gula darah yang normal dirumah. Termasuk keterampilan mengatur
diet penggunaan obat-obatan.
2.1 Perawatan ke ahli Podiatri
Kunjungan regular, pemeriksaan dan perawatan kaki secara dini
Penilaian factor resiko
Deteksi dini dan terapi yang agresif pada lesi yang baru
2.2 Pemeriksaan denyut nadi
Evaluasi denyut nadi
Menilai pulsasi kaki, tes vaskular noninvasive jika ada indikasi
2.3 Sepatu proteksi
Memiliki ruangan yang adekuat, berperan sebagai protektif terhadap cidera,
sepatu karet, sepatu yang dalam dan lebar.
Modifikasi khusus jika perlu
2.4 Mengurangi tekanan
Sepatu tempahan
Memiliki bantalan yang lembut
25
2.5 Pembedahan propilaksis
Memperbaiki deformitas: Hammer toe, Charcots foot
Mencegah ulkus berulang
2.6 Edukasi
Hindari rokok, berjalan menggunakan alas kaki, mencuci kaki dengan air
hangat.
Perawatan kuku
Pemeriksaan tapak kaki regular setiap hari, antara jari kaki
Kaki dibersihkan setiap hari, mempergunakan sabun yang lembut dan
mempergunakan krem atau losion.
Edukasi perawatan kaki harus diberikan secara rinci pada semua orang dengan ulkus maupun neuropati perifer atau peripheral arterial disease.- Periksa kaki setiap hari, dan dilaporkan pada dokter apabila kulit terkelupas,
kemerahan, atau luka- Periksa alas kaki dari benda asing sebelum memakainya- Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, tidak basah, dan mengoleskan krim
pelembab ke kulit yang kering- Potong kuku secara teratur- Keringkan kaki, sela-sela jari kaki teratur setelah dari kamar mandi- Gunakan kaos kaki dari bahan katun yang tidak menyebabkan lipatan pada ujung-
ujung jari kaki- Kalau ada kalus atau mata ikan, tipiskan secara teratur- Jika sudah ada kelainan bentuk kaki, gunakan alas kaki yang dibuat khusus- Sepatu tidak boleh terlalu sempit atau longgar, jangan gunakan hak tinggi- Jangan gunakan bantal atau botol berisi air panas/batu untuk kaki.
26
Intervensi Bedah
Penanganan pada ulkus diabetikum dilakukan secara komprehensif. Penanganan luka
merupakan salah satu terapi yang sangat penting dan dapat berpengaruh besar akan
kesembuhan luka dan pencegahan infeksi lebih lanjut. Penanganan luka pada ulkus
diabetikum dapat melalui beberapa cara yaitu: menghilangkan atau mengurangi tekanan
beban (offloading), menjaga luka agar selalu lembab (moist), penanganan infeksi,
debridemen, revaskularisasi dan skin graft.
2.7 Debridemen
Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting pada kasus ulkus diabetika.
Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya pembersihkan benda asing dan jaringan
nekrotik pada luka. Luka tidak akan sembuh apabila masih didapatkan jaringan nekrotik,
debris, calus, fistula atau rongga yang memungkinkan kuman berkembang. Setelah
dilakukan debridemen luka harus diirigasi dengan larutan garam fisiologis atau pembersih
lain dan dilakukan dressing (kompres). Tujuan dilakukan debridemen bedah adalah:
- Mengevakuasi bakteri kontaminasi
- Mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat penyembuhan
- Menghilangkan jaringan kalus
- Mengurangi risiko infeksi local
- Mengurangi beban tekanan (off loading)
Ada beberapa pilihan dalam tindakan debridemen, yaitu debridemen mekanik,
enzimatik, autolitik, biologik. Debridemen mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka
cairan fisiolofis, ultrasonic laser, dan sebagainya, dalam rangka untuk membersihkan
jaringan nekrotik. Debridemen secara enzimatik dilakukan dengan pemberian enzim
eksogen secara topikal pada permukaan lesi. Enzim tersebut akan menghancurkan residu
residu protein. Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila seseorang terkena luka.
Proses ini melibatkan makrofag dan enzim proteolitik endogen yang secara alami akan
melisiskan jaringan nekrotik. Secara sintetis preparat hidrogel dan hydrocolloid dapat
menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagi fagosit tubuh dan bertindak sebagai
agent yang melisiskan jaringan nekrotik serta memacu proses granulasi.
2.8 Perawatan Luka
Perawatan luka modern menekankan metode moist wound healing atau menjaga agar
luka dalam keadaan lembab. Lingkungan luka yg seimbang kelembabannya memfasilitasi
pertumbuhan sel dan proliferasi kolagen didalam matrik non selular yg sehat. Luka akan
menjadi cepat sembuh apabila eksudat dapat dikontrol, menjaga agar luka dalam keadaan
27
lembab, luka tidak lengket dengan bahan kompres, terhindar dari infeksi dan permeabel
terhadap gas. Tindakan dressing merupakan salah satu komponen penting dalam
mempercepat penyembuhan lesi.
Prinsip dressing adalah bagaimana menciptakan suasana dalam keadaan lembab
sehingga dapat meminimalisasi trauma dan risiko operasi. Ada beberapa faktor yang
harus dipertimbangkan dalam memilih dressing yang akan digunakan, yaitu tipe ulkus,
ada atau tidaknya eksudat, ada tidaknya infeksi, kondisi kulit sekitar dan biaya. Ada
beberapa jenis dressing yang sering dipakai dalam perawatan luka, seperti: hydrocolloid,
hydrogel, calcium alginate, foam, dan kompres anti mikroba.
2.9 Pengendalian Infeksi
Pemberian antibitoka didasarkan pada hasil kultur kuman. Pada infeksi berat
pemberian antibitoika diberikan selama 2 minggu atau lebih. Pada beberapa penelitian
menyebutkan bahwa bakteri yang dominan pada infeksi ulkus diabetik diantaranya adalah
s.aureus kemudian diikuti dengan streotococcus, staphylococcus koagulase negative,
Enterococcus, corynebacterium dan pseudomonas.
Pada ulkus diabetika ringan atau sedang antibiotika yang diberikan di fokuskan pada
patogen gram positif. Pada ulkus terinfeksi yang berat kuman lebih bersifat polimikrobial
(mencakup bakteri gram positif berbentuk coccus, gram negatif berbentuk batang, dan
bakteri anaerob) antibiotika harus bersifat broadspektrum, diberikan secara injeksi.
2.10 Skin Graft
Gambar VII. Skin graft
Suatu tindakan penutupan luka dimana kulit dipindahkan dari lokasi donor dan
ditransfer ke lokasi resipien. Terdapat dua macam skin graft yaitu full thickness dan split
thickness. Skin graft merupakan salah satu cara rekonstruksi dari defek kulit, yang
diakibatkan oleh berbagai hal. Tujuan skin graft digunakan pada rekonstruksi setelah
operasi pengangkatan keganasan kulit, mempercepat penyembuhan luka, mencegah
28
kontraktur, mengurangi lamanya perawatan, memperbaiki defek yang terjadi akibat eksisi
tumor kulit, menutup daerah kulit yang terkelupas dan menutup luka dimana kulit
sekitarnya tidak cukup menutupinya. Selain itu skin graft juga digunakan untuk menutup
ulkus kulit yang kronik dan sulit sembuh.
Terdapat 3 fase dari skin graft yaitu: imbibition, inosculation, dan revascularization.
Pada fase imbibition terjadi proses absorpsi nutrient ke dalam graft yang nantinya akan
menjadi sumber nutrisi pada graft selam 24-48 jam pertama. Fase kedua yaitu
inosculation yang merupakan proses dimana pembuluh darah donor dan resipien saling
berhubungan. Selama kedua fase ini, graft saling menempel ke jaringan resipien dengan
adanya deposisi fibrosa pada permukaannya. Pada fase ketiga yaitu revascularization
terjadi diferensiasi dari pembuluh darah pada arteriola dan venula.
2.11 Tindakan Amputasi
Tindakan amputasi dilakukan bila dijumpai adanya gas gangren, jaringan terinfeksi,
untuk menghentikan perluasan infeksi, mengangkat bagian kaki yang mengalami ulkus
berulang. Komplikasi berat dari infeksi kaki pada pasien DM adalah fasciitis nekrotika
dan gas gangren. Pada keadaan demikian diperlukan tindakan bedah emergensi berupa
amputasi. Amputasi bertujuan untuk menghilangkan kondisi patologis yang mengganggu
fungsi, penyebab kecacatan atau menghilangkan penyebab yang didapat.
Evaluasi Ulkus Diabetikum
Prinsip dasar yang baik pengelolaan terhadap ulkus diabetikum adalah:
a) Evaluasi keadaan klinis luka, dalamnya luka, gambaran radiologi (benda asing,
osteomielitis, adanya gas subkutis), lokasi, biopsy vaskularisasi (non invasive).
Pengobatan ulkus sangat dipengaruhi oleh derajat dan dalamnya ulkus. Hati-hati apabila
menjumpai ulkus yang nampaknya kecil dan dangkal karena kadang-kadang hal tersebut
hanya merupakan puncak dari gunung es dan pada pemeriksaan yang seksama penetrasi
itu mungkin mencapai jaringan yang lebih dalam.
b) Pengelolaan terhadap neuropati diabetik
Pada dasarnya pengelolaan neuropati diabetik dilakukan dengan mengontrol gula darah
dan pemberian obat-obatan kausal dan simptomatik. Pengontrolan gula darah secara terus
menerus dan pengobatan DM yang intensif akan menghambat progresitifitas neuropati
sebesar 60%.
c) Kontrol metabolik
29
Terjadinya aterosklerosis adalah akibat defek metabolik dan defek fisik. Faktor resiko
terjadinya aterosklerosis antara lain hiperglikemia, hiperinsulinemia, dislipidemia,
hipertensi, obesitas, hiperkoagulabilitas, genetik, dan merokok. Semua faktor resiko yang
dapat diobati seharusnya segera dikontrol dengan sebaik-baiknya untuk menghambat
proses terjadinya aterosklerosis lebih lanjut.
d) Debridemen dan pembalutan
Pada dasarnya terapi ulkus diabetikum sama dengan terapi lain, yaitu mempersiapkan bed
luka yang baik untuk menunjang tumbuhnya jaringan granulasi, sehingga proses
penyembuhan luka dapat terjadi. Kita mengenalnya dengan preparasi bed luka. Harus
diketahui bahwa tidak ada obat-obatan topikal yang dapat menggantikan debridement yang
baik dengan teknik yang benar dan proses penyembuhan luka selalu dimulai dari jaringan
yang bersih. Tujuan dasar dari debridement adalah mengurangi kontaminasi pada luka
untuk mengontrol dan mencegah infeksi. Pemeriksaan kultur diperlukan terutama pada
ulkus yang dalam dan diambil dari jaringan yang dalam. Diperlukan debridement yang
optimal sampai nampak jaringan sehat dengan cara membuang jaringan nekrotik.
Debridemen yang tidak optimal akan menghambat penyembuhan ulkus.
Pembalutan berguna untuk menjaga dan melindungi kelembaban jaringan, perangsang
penyembuhan luka, melindungi dari suhu luar, serta mudah dibuka tanpa rasa nyeri dan
merusak luka. Suasana lembab membuat suasana optimal untuk akselerasi penyembuhan
dan memacu pertumbuhan jaringan.
e) Biakan kultur
Untuk menentukan bakteri penyebab infeksi diperlukan kultur. Pengambilan bahan kultur
dengan cara swab tidak dianjurkan. Hasil kultur akan lebih dipercaya apabila pengambilan
bahan dengan cara curettage dari hasil ulkus setelah debridement.
f) Antibiotika
Pada ulkus diabetika ringan/sedang antibiotika yang diberikan difokuskan pada pathogen
gram positif. Pada ulkus terinfeksi berat lebih bersifat polimikrobial. Antibiotika harus
bersifat broad spectrum dan diberikan secara injeksi.
g) Perbaikan sirkulasi
Penderita DM mempunyai kecenderungan untuk lebih mudah mengalami koagulasi
dibandingkan yang bukan DM akibat adanya gangguan viskositas pada plasma,
deformibilitas eritrosit, agregasi trombosit serta adanya peningkatan trogen dan faktor
Willbrand. Obat-obat yang mempunyai efek reologik bencyclame, pentoxyfilin dapat
memperbaiki eritrosit disamping mengurangi agregasi eritrosit pada trombosit.
30
h) Non weight bearing
Tindakan ini diperlukan karena umumnya kaki penderita tidak peka lagi terhadap rasa
nyeri, sehingga apabila dipakai berjalan maka akan menyebabkan luka bertambah besar
dan dalam, cara terbaik untuk mencapainya dengan mempergunakan gips.
i) Nutrisi
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka.
Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan sangat berpengaruh terhadap proses
penyembuhan. Perlu dilakukan monitor kadar Hb dan albumin darah minimal satu minggu
sekali. Besi, vitamin B12, asam folat membantu sel darah membawa oksigen ke jaringan.
Besi juga merupakan suatu kofaktor dalam sintesis kolagen sedangkan vitamin C dan zinc
penting untuk perbaikan jaringan. Zinc juga berperan dalam respon imun.
Komplikasi
Infeksi merupakan ancaman utama amputasi pada penderita ulkus diabetikum. Infeksi
superficial di kulit apabila tidak segera ditangani dapat menembus jaringan di bawah kulit,
seperti tendon, sendi, dan tulang atau bahkan menjadi infeksi sistemik. Pada ulkus kaki
terinfeksi dan kaki diabetik terinfeksi (tanpa ulkus) harus dilakukan kultur dan sensitifitas
kuman.
Hampir 2/3 pasien dengan ulkus kaki diabetik mengalami komplikasi osteomielitis.
Osteomielitis yang tidak terdeteksi akan mempersulit penyembuhan ulkus. Gula darah pasien
ulkus juga bisa menjadi hambatan dalam proses penyembuhan luka maka dari itu perlu juga
dikonsultasikan ke bagian ahli gizi, dan apabila diperlukan di konsultasikan kepada ahli
fisioterapi agar proses penyembuhan bisa lebih maksimal.
Prognosis
Luka pada kaki sering menjadi sulit sembuh dan bahkan akhirnya harus dilakukan
tindakan operasi memotong (amputasi) bagian jari, kaki atau tungkai penderita, akibat
kerusakan jaringan yang tidak dapat diselamatkan dan membahayakan nyawa penderita oleh
adanya bakteri patogen dalam darah (sepsis) yang berasal dari infeksi kaki diabetes.
Walaupun telah terdapat banyak obat-obatan yang efektif sebagai penurun kadar gula
darah, pada penderita DM komplikasi jangka panjang tetap saja berlangsung, namun pada
31
yang kadar gulanya tidak terkontrol dengan baik, komplikasi yang terjadi lebih serius
dibandingkan dengan yang kadar gulanya terkontrol baik. Tingkat penyembuhan ulkus
tergantung kepada tingkat klasifikasi luka, sedangkan tinggi tingkat derajat luka semakin sulit
suatu luka akan sembuh dengan demikian akan meningkatkan angka morbiditas dan
mortalitas.
Penderita diabetes memiliki risiko menderita ulkus yang terinfeksi jauh lebih tinggi
dibandingkan pada penderita non-diabetes, dan diabetes merupakan penyebab dari 50% kasus
amputasi kaki pada kelompok kasus non-trauma. Lebih dari 2/3 bagian dari seluruh kasus
amputasi disebabkan oleh penyakit kaki diabetes. Angka keberhasilan operasi rekonstruksi
arteri dan angka mortalitas pada penderita diabetes adalah sama atau dapat lebih baik
dibandingkan pada penderita non-diabetes. Pada pasien dengan neuropati, walaupun
penanganan yang tepat menghasilkan penyembuhan dari ulkus kaki diabetes, angka rekurensi
meningkat 66% dan risiko amputasi meningkat 12%.
32
BAB II
IKHTISAR KASUS
IDENTITAS PASIEN
• No. Medrek : 01342515
• Nama : Tn.Buranudin Rosida
• Umur : 54 tahun
• Jenis Kelamin : pria
• Alamat : Jalan Terogong III no.70 RT 009 RW 010 Cilandak Baray
• Agama : Islam
• Pekerjaan : pensiun
• Status Marital : Menikah
• Tanggal MRS : 16 Januari 2014
• Tanggal Pemeriksaan : 23 Januari 2014
ANAMNESIS
Keluhan Utama: luka pada kaki kiri sejak 3 tahun SMRS
Pasien datang dengan keluhan luka pada punggung kaki kiri sejak 3 tahun SMRS,
awalnya pasien terkena standar motor kemudian terluka. Selama tiga tahun luka tidak
sembuh-sembuh. secara perlahan-lahan menjadi kehitaman dan melebar. Luka kemudian
menjadi seperti borok dan disertai bengkak, bernanah, dan berbau. Pasien rajin membersikan
luka ke Puskesmas. Luka dibersihkan setiap 2x/seminggu
Keluhan disertai panas badan, mual, muntah, lemas, mudah mengantuk, penurunan
nafsu makan, penurunan berat badan, padangan kabur, batuk-batuk, sesak nafas, perut
kembung, nyeri ulu hati, dan kesemutan di kaki. Keluhan tidak disertai pilek, nyeri dada,
nyeri pinggang, keluhan BAB, gatal-gatal, dan bengkak di kaki.
33
Pasien memiliki riwayat kencing manis sejak 4 tahun SMRS dan tidak rutin kontrol
ke pusat kesehatan. Pasien biasa berobat ke puskesmas dekat rumah tetapi tidak rutin. Nilai
gula tertinggi yang pernah diketahui adalah 300. Ditemukan riwayat sering haus dan sering
kencing pada pasien.
Tidak ditemukan riwayat darah tinggi, sakit kuning, sakit jantung, bengek, dan tb paru
pada pasien dan keluarga pasien.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
• KU : tampak sakit ringan
• Kesadaran : compos mentis
• Tanda vital : TD : 130/90 mmHg
Nadi : 120x/menit
RR : 24x/menit
Suhu : 39,5O C
• KEPALA
Rambut tidak kusam; tidak mudah dicabut
Mata konjungtiva anemis +/+
sklera ikterik -/-
Hidung sekret (-)
• LEHER KGB tidak teraba membesar
• THORAKS
Pulmo bentuk dan gerak simetris
vbs kiri = kanan; rh (-/-) ; wh (-/-)
Cor bunyi jantung murni reguler; murmur (-/-)
• ABDOMEN datar lembut
BU (+) normal
34
nyeri tekan (+) epigastrik
hepar & lien tidak teraba membesar
• PUNGGUNG ketok cva -/-
• EKSTREMITAS
akral hangat; capillary refill time < 2”
spoon nail (-)
Status Lokalis
Ekstremitas: a/r maleolus lateral sinistra
Ulkus (+): ukuran diameter 3cm. Edema (-), pus (-), bau (-)
Palpasi A. Femoralis +/+
Palpasi A. Poplitea +/+
Palpasi A. Tibialis Posterior +/+
Palpasi A. Dorsalis + (lemah)/+
Status Neurologis
Kesadaran Compos mentis
Refleks KPR +/+, APR +/+, refleks patologis -/-
Motorik 5 5
4 4
Sensorik hipestesi bilateral tungkai bawah
35
36
PEMERIKSAAN LABORATORIUM (22/01/2015)
Hematologi
Hemoglobin : 10,5 g/dl
Leukosit : 5500 /mm3
Basofil : 0
Eosinofil : 1
Batang : 3
Segmen : 60
Limfosit : 26
Monosit : 8
Eritrosit : 3,44 jt/mm3
Hematokrit : 32
Trombosit : 298.000/mm3
Kimia Darah
GDS : 118 mg/dl
SGOT : 19 U/L
SGPT : 14 U/L
Ureum : 19 mg/dl
Creatinin : 0,7 mg/dl
Elektrolit
Na+ : 135 mEq/l
K+ : 4,15 mEq/l
Cl- : 101 mg/dl
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Elektrokardiogram
37
Ro Thoraks PA
Ro Pedis Dextra
38
DIAGNOSIS KERJA
DM Tipe 2 + post op debridement ulkus DM pedis sinistra
RENCANA TATALAKSANA
Untuk Diagnostik:
Rontgen thoraks, cruris, pedis sinistra
Laboratorium darah lengkap
Untuk terapi
39
Pro debridement tanggal 16 Januari 2015
Tramadol 3x100 mg
Injeksi Ceftriaxone 2x2gr
Injeksi Metronidaazole 3x1/2gr
Rawat luka dengan kompres NaCl
IVFD 1500 cc/24 jam
PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
FOLLOW UP
TanggalS O P
Keluhan T N RR S Terapi
24/4
GDS16.00 = 569 (20 unit)19.00 = 527 (20 unit)23.00 = 325 (15 unit)
Urinalisis:o Warna kuningo Kejernihan jerniho Berat jenis 1,010o Leukosit esterase
(–)o Nitrit (–)o pH 5,0o eritrosit (+)o protein (–)o glukosa +3o keton (–)o urobilinogen (–)o bilirubin (–)o leukosit 1-3o eritrosit 3-5o epitel (+)o Kristal (–)
130/90 120 24 38,8 Advis dr. Donny SpPD:- Pro rawat isolasi
(bedah)- IVFD RL 1 kolf/6
jam- Sliding scale 20
unit/4 jam- Insulin 4 unit/jam
IV- Cek urine keton,
laporkan bila (+)
Advis dr. Aladin SpB- Injeksi Ceftriaxone
2x2gr- Injeksi
Metronidaazole 3x1/2gr
- Rawat luka dengan kompres NaCl
25/4 GDS 120/80 100 24 37,8 Advis dr. Donny SpPD
40
03.00 = 12507.00 = 12511.00 = 220 (5 unit)16.00 = 18822.00 = 254 (10 unit)
- Terapi lanjut- Diet lunak. Jika
melena, pasang NGT
26/4
GDS06.00 = 303 (15 unit)11.00 = 296 (10 unit)16.00 = 17122.00 = 228 (5 unit)
120/70 110 20 37,6 Terapi lanjut
27/4
GDS06.00 = 226 (5 unit)11.00 = 252 (10 unit)16.00 = 11822.00 = 191
120/80 100 24 38,1 Terapi lanjut
28/4
GDS06.00 = 227 (5 unit)11.00 = 230 (5 unit)16.00 = 178
100/80 110 24 38,5 Advis dr Donny SpPD- Levemir 10 unit
(0-0-10)- Pemeriksaan gula
darah setiap sebelum makan
- Bila GDS>200 skema sliding
29/4
GDS11.00 = 16918.00 = 230 (5 unit)24.00 = 230 (5 unit)
100/60 92 28 39,5 Advis dr Donny SpPD:- Levemir 0-0-15u- Lain lanjutKo dr. Donny SpPD (22.00)- Sanmol Drip 500
mg/6 jam- Transfusi PRC
hingga Hb 10 (PRC 750cc)
30/4 Kel: mual (+) lemas (+) muntah (-)
GDS06.00 = 15 (D40 2 flc)07.30 = 10108.30 = 13011.00 = 15214.00 = 15220.00 =
Lab darah:Hb 6,0L 19400LED 140Bas 0
90/60 76 28 39 Advis dr Donny SpPD:- RL 40 tpm- Bila td tidak naik
dopamin- pindah ICU- transfusi PRC
sehingga Hb 10- cek GDS
Advis dr. Aladin SpB:- Meropenem 1gr/8
jam- Terapi lain lanjut- Cek GDP & GDS- Cek lab albumin- Foto kruris dextra
& pedis dextra
41
Eos 1Bat 1Seg 87Limf 8Mon 3Er 2,7Ht 17,9Tr 279
Advis dr. Buyung SpAn:- Acc masuk ICU
1/52/5
42
43
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. National institute for clinical excellence. The use of electronic fetal monitoring : the
use and interpretation of cardiotocography in intrapartum fetal surveillance. London.
Mei 2001: 1-10.
2. Cunningham FG, et al. William Obstetrics. 23rd edition. Chapter 18. Intrapartum
assessment. McGraw-Hill. USA. 2010: 410-440.
3. Karsono B. Kardiotokografi : Pemantauan Elelktronik Denyut Jantung Janin. Bagian
Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
4. Saifuddin AB, et al. Ilmu Kebidanan. Kardiotokografi janin dan velosimetri. Edisi
Keempat. yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo. Jakarta. 2010: 221-246.
5. Endjun JJ. Kardiotokografi dalam pemantauan kesejahteraan janin. Jakarta; maret
2009: 1-24.
6. Institute of Obstetrician and Gynaecologist. Royal College of physicians of ireland.
Clinical practice guideline : intrapartum fetal heart rate monitoring. juni 2012; 6: 1-
15.
44