PRESENTASI KASUS

40
PRESENTASI KASUS KRISIS TIROID Diajukan kepada Yth. : dr. Rachmad Aji Saksana, M.Sc., Sp.PD Disusun oleh : Danny Amanati A G4A014037 Sendyka Rinduwastuty G4A014128 Page | 1

description

prescil

Transcript of PRESENTASI KASUS

Page 1: PRESENTASI KASUS

PRESENTASI KASUS

KRISIS TIROID

Diajukan kepada Yth. :

dr. Rachmad Aji Saksana, M.Sc., Sp.PD

Disusun oleh :

Danny Amanati A G4A014037

Sendyka Rinduwastuty G4A014128

SMF ILMU PENYAKIT DALAMRSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO

2015

Page | 1

Page 2: PRESENTASI KASUS

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

KRISIS TIROID

Disusun Oleh :

Danny Amanati A G4A014037

Sendyka Rinduwastuty G4A014128

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di

bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Telah disetujui dan dipresentasikan

Pada tanggal : 2015

Dokter Pembimbing :

dr. Rachmad Aji Saksana, M.Sc., Sp. PD

Page | 2

Page 3: PRESENTASI KASUS

BAB I

PENDAHULUAN

Krisis tiroid merupakan kegawat-daruratan endokrin yang menduduki

peringkat pertama. Krisis tiroid atau thyroid storm merupakan suatu keadaan

hipertiroid yang mengalami eksaserbasi sehingga mengancam kehidupan yang

ditandai dengan dekompensasi dari satu atau lebih pada sistem organ, dengan

keadaan status hipermetabolik (Nayak, 2006).

Pengenalan dan manajemen yang tepat diperlukan untuk mencegah

mortalitas dan morbiditas akibat penyakit ini. Di Amerika Serikat rentang usia

kejadian tirotoksikosis pada neonatal terjadi 1-2% dari neonatus yang dilahirkan

pada ibu dengan penyakit Graves. Bayi yang masih di bawah 1 tahun kasusnya

hanya sekitar 1%. Lebih dari dua per tiga kasus tirotoksikosis yang terjadi pada

anak-anak berada pada rentang usia 10-15 tahun. Secara keseluruhan,

tirotoksikosis terjadi pada rentang usia 30-40 tahun, hal ini menunjukkan krisis

tiroid paling banyak terjadi pada rentang usia ini. Krisis tiroid sering terjadi pada

pasien dengan hipertiroid yang tidak diberikan terapi atau mendapatkan terapi

namun tidak adekuat. Sindrom ini paling sering terjadi pada pasien dengan

penyakit Graves, troiditis, dan struma multinodusa toksik (Nayak, 2006; Misra,

2012).

Angka kejadian krisis tiroid termasuk jarang, biasanya krisis tiroid

merupakan komplikasi penyakit grave namun kadang dapat muncul pada keadaan

toksik multinoduler goiter. Krisis tiroid juga dapat dipresipitasi oleh keadaan akut

seperti : trauma, infeksi, tindakan operatif, pemberian iodine berlebihan,

kehamilan, dan diabetes melitus yang tidak terkontrol (Nayak, 2006; Carrol,

2010).

Angka kematian karena krisis tiroid masih tinggi, yaitu antara 20-30%,

sehingga diagnosis dini yang tepat dan terapi agresif yang adekuta dapat

menurunkan mortalitas. Presentasi klinis termasuk demam, takikardi, hipertensi,

abnormalitas neurologi dan gastrointestinal. Gambaran klinis lebih memiliki arti

penting dibanding kadar hormon tiroid untuk mengasumsikan seseorang dengan

tirotoksikosis akan ke keadaan krisis tiroid (Djokomoeljanto, 2010).

Page | 3

Page 4: PRESENTASI KASUS

Hampir semua kasus krisis tiroid diawali oleh faktor pencetus. Tidak ada

indikator biokimiawipun mampu meramalkan terjadinya krisis tiroid, sehingga

tindakan berdasarkan kecurigaan atas tanda dan gejala krisis tiroid

(Djokomoeljanto, 2010).

Pengelolaan krisis tiroid memerlukan pemantauan yang intensif sehingga

penderita harus dirawat di Intensive Care Unit (ICU). Tujuan pengelolaan krisis

tiroi dapat dikelompokkan menjadi beberapa pendekatan yaitu menurunkan

sintesis dan sekresi hormon tiroid, menurunkan pengaruh perifer hormon tiorid,

terapi pencegahan dekompensasi sistemik dan terapi penyakit pemicu.

Selanjutnya, terapi definitif penyebab disfungsi tiroid berupa terapi obat antitiroid,

pemberian iodium radioaktif atau pembedahan tiroidektomi bila kegawatan telah

teratasi (Nayak, 2006; Jameson, 2001).

Page | 4

Page 5: PRESENTASI KASUS

BAB IISTATUS PENDERITA

A. Identitas Penderita

Nama : Tn. K

Umur :35 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat :Mersi Rt 03 Rw 01 Purwokerto

Agama :Islam

Status :Belum menikah

Pekerjaan :Buruh

Tanggal masuk RSMS : 19 oktober 2015

Tanggal periksa : 20 Oktober 2015

No.CM : 00969394

B. Anamnesis

Keluhan utama : gelisah

Keluhan tambahan : diare, sesak nafas, demam

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSMS Purwokerto dibawa oleh keluarga dalam

keadaan gelisah dan sukar diajak berkomunikasi sejak 12 jam SMRS.

Sebelumnya pasien menderita demam sejak 3 hari SMRS, demam dirasakan

terus menerus, untuk menurunkan demam keluarga pasien hanya membeli

obat penurun panas di toko terdekat. Selain itu pasien juga BAB cair dengan

frekuensi 7x dalam sehari tanpa ampas ataupun lendir. Sebelumnya pasien

juga mengalami mual dan muntah. Sebelum keluhan seperti ini muncul,

sekitar 1 bulan yang lalu pasien sering mengeluhkan jantung yang berdebar-

debar lebih kencang daripada biasanya, dan sering merasa panas walaupun

cuaca saat itu dingin. Saat itu, nafsu makan pasien juga meningkat, namun

berat badan pasien malah cenderung turun. Namun, pasien tidak pernah

memeriksakan diri ke dokter. Pasien tidak memiliki riwayat mondok dirumah

sakit sebelumnya.

Page | 5

Page 6: PRESENTASI KASUS

Riwayat Penyakit Dahulu

1. Riwayat keluhan yang sama : disangkal

2. Riwayat hipertensi : disangkal

3. Riwayat DM : disangkal

4. Riwayat alergi : disangkal

5. Riwayat mondok : disangkal

6. Riwayat Pengobatan : disangkal

7. Riwayat operasi : disangkal

Riwayat penyakit keluarga

1. Riwayat keluhan yang sama : disangkal

2. Riwayat hipertensi : disangkal

3. Riwayat DM : disangkal

4. Riwayat penyakit jantung : disangkal

5. Riwayat penyakit ginjal : disangkal

Riwayat sosial ekonomi

1. Home

Pasien tinggal serumah bersama dengan kedua orangtuanya. Rumah

pasien berada di pemukiman penduduk yang cukup padat penduduk.

2. Occupational

Pasien merupakan buruh bangunan di sekitar Purwokerto. Pembiayaan

rumah sakit menggunakan jenis pembiayaan umum.

3. Diet

Pasien makan dengan teratur. Kebutuhan karbohidrat, lemak, protein dan

vitamin cukup. Pasien mengkonsumsi sayur dan air putih yang cukup

setiap harinya.

4. Drug

Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok dan minum alkohol. Pasien

biasa minum obat warung atau konsumsi rebusan jamu ketika merasa

kurang enak badan.

Page | 6

Page 7: PRESENTASI KASUS

C. Pemeriksaan Fisik

Dilakukan di bangsal Mawar kamar RSMS, 20 Oktober 2015.

1. Keadaan umum : Gelisah

2. Kesadaran : Delirium / E3M4V3

3. Vital sign

Tekanan Darah : 140/70 mmHg

Nadi : 86 x/menit

Respiration Rate : 32 x/menit

Suhu : 40.60C

4. Berat badan : 34 kg

5. Tinggi badan : 163 cm

6. Status generalis

a. Pemeriksaan kepala

1) Bentuk kepala

Mesocephal, simetris, venektasi temporalis (-)

2) Rambut

Warna rambut hitam, tidak mudah dicabut dan terdistribusi merata

3) Mata

Simetris, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

4) Telinga

Discharge (-), deformitas (-)

5) Hidung

Discharge (-), deformitas (-) dan napas cuping hidung (-)

6) Mulut

Bibir sianosis (-), lidah sianosis (-) tepi hiperemis (+)

b. Pemeriksaan leher

Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)

Palpasi :JVP 5+2 cm H2O

c. Pemeriksaan thoraks

Paru

Page | 7

Page 8: PRESENTASI KASUS

Inspeksi :Dinding dada tampak simetris, tidak tampak

ketertinggalan gerak antara hemithoraks kanan dan

kiri, kelainan bentuk dada (-), retraksi

suprasternal(-) retraksi intercostals (-)

Palpasi : Vokal fremitus lobus superior kanan = kiri

Vokal fremitus lobus inferior kanan = kiri

Perkusi : Perkusi orientasi selurus lapang paru sonor

Batas paru-hepar SIC V LMCD

Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+

Ronki basah halus-/-

Ronki basah kasar -/-

Wheezing-/-

Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tampak di SIC V 2 jari medial LMCS,

pulsasi parasternal (-), pulsasi epigastrium (-)

Palpasi : Ictus Cordis teraba pada SIC V 2 jari medial

LMCS dan kuat angkat (-)

Perkusi : Batas atas kanan : SIC II LPSD

Batas atas kiri : SIC II LPSS

Batas bawah kanan : SIC IV LPSD

Batas bawah kiri : SIC V 2 jari medial LMCS

Auskultasi : A1>A2, P1>P2, M1>M2, T1>T2 reguler

Gallop (-), Murmur (-)

d. Pemeriksaan abdomen

Inspeksi : Datar, supel

Auskultasi : Bising usus (+) meningkat

Perkusi : Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)

Palpasi : Nyeri tekan (-), undulasi (-)

Hepar : Tidak teraba

Lien : Tidak teraba

Page | 8

Page 9: PRESENTASI KASUS

e. Pemeriksaan ekstremitas

Pemeriksaan Ekstremitas

superior

Ekstremitas inferior

Dextra Sinistra Dextra Sinistra

Edema - - - -

Sianosis - - - -

Akral dingin - - - -

Reflek fisiologis + + + +

Reflek patologis - - - -

D. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium tanggal 20 Oktober 2015

Hematologi

Darah Lengkap

Hemoglobin : 14.3 g/dl (13.7 – 17.8 g/dl)

Hematokrit : 43 % (40 – 51%)

Leukosit : 14960 (4230-9070)

Eritrosit : 5.2 (4,6-6,1 10^6/uL)

Trombosit : 126000 (150.000-450.000)

MCV : 91.6 (79.0 – 99.0)

MCH : 27,3 27.0 – 31.0

MCHC : 33.5,2 33.0 – 37.0

Hitung Jenis Leukosit :

Basofil : 0,1 0.0 – 1.0

Eosinofil : 0,0 2.0 – 4.0

Batang : 0,6 2.0 – 5.0

Segmen : 70,4 40.0- 70.0

Limfosit : 16,2 25.0 – 40.0

Page | 9

Page 10: PRESENTASI KASUS

Monosit : 12.7 2.0 – 8.0

Kimia klinik

SGOT : 16

SGPT : 34

GDS : 82

Natrium : 127

Kalium : 3.9

Klorida : 106

Kalsium : 8.2

E. Diagnosis Klinik di IGD

Observasi penurunan kesadaran e.c susp gangguan metabolik dd sepsis

F. Usulan Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan Darah Lengkap

- Pemeriksaan GDS, elektrolit

- Rontgen thorax

G. Penatalaksanaan

Non Farmakologi

1. Rawat bangsal penyakit dalam

Farmakologi :

1. O2 5 lpm nk

2. IVFD RL 20 tpm

3. Inj ceftriaxone 2x1 gr

4. Inj ranitidine 2x1 ampul

5. Inj digoxin ½ ampul (IV pelan ) dilanjutkan 1x1 tab

6. Inj PCT 3x1 gr

Planning

- Pemeriksaan Darah Lengkap

- Pemeriksaan GDS, elektrolit

Page | 10

Page 11: PRESENTASI KASUS

- Rontgen thorax

Monitoring

1. Keadaan umum, tekanan darah dan tanda vital lain

2. Keseimbangan cairan

3. Deteksi dini terhadap timbulnya komplikasi

FOLLOW UP BANGSAL MawarTabel 2. Catatan Perkembangan Pasien di Bangsal Mawar

Tanggal S O A P

20/10/2015

Batuk berdahak, dada berdebar-debar, BAB cair

KU/ Kes: tampak sakit/compos mentisTD: 140/70 mmHgN: 86 x/mntRR: 32 x/mntS: 40.6 CStatus GeneralisMata: CA -/- SI -/-Thoraks:P/ SD ves +/+, ST -/-C/ S1>S2, reg, ST –Status Lok. Abd. I: datarA : BU (+) meningkatPer: timpaniPal: supel

Krisis tiroid IVFD D5% 16 tpm

Inj dexamethason 3x1 ampul

Inj ceftriaxon 2x1 gr

Po parasetamol 3x1

Po propanolol 2x10 mg

Lugol 4x3 gtt PO PTU 3x1 Rawat HCU Cek FT4, FT3,

TSH

21/10/2015 Batuk berdahak

KU/ Kes: tampak sakit/compos mentisTD: 120/70 mmHgN: 108 x/mntRR: 36 x/mntS: 39.3 CStatus GeneralisMata: CA -/- SI -/-Thoraks:P/ SD ves +/+, ST -/-C/ S1>S2, reg, ST –Status Lok. Abd. I: datarA : BU (+) meningkatPer: timpaniPal: supel

Krisis tiroid I IVFD D5% 16 tpm

Inj dexamethason 3x1 ampul

Inj ceftriaxon 2x1 gr

Po parasetamol 3x1

Po propanolol 2x10 mg

PO PTU 3x1 Rawat ruangan Cek FT4, FT3,

TSH

Page | 11

Page 12: PRESENTASI KASUS

22/10/2015 Tidak ada keluhan

KU/ Kes: sedang / compos mentisTD: 110/70 mmHgN: 84 x/mntRR: 20 x/mntS: 36,2 CStatus GeneralisMata: CA -/- SI -/-Thoraks:P/ SD ves +/+, ST -/-C/ S1>S2, reg, ST –Status Lok. Abd. I: datarA : BU (+) meningkatPer: timpaniPal: supelLabGDS : 214T3 : 227T4: 6.84TSH : <0.005

Krisis Tiroid Inf NaCl :RL: aminofluid 16 tpm

Po ambroxol 3x1

Inj dexamethason 3x1 ampul

Inj ceftriaxon 2x1 gr

Po parasetamol 3x1

Po propanolol 2x10 mg

PO PTU 3x1

2.1 DIAGNOSA AKHIRKrisis tiroid

2.2 PROGNOSISAd vitam : dubia ad malam

Ad sanationam : dubia ad malam

Ad functionam : dubia ad malam

Page | 12

Page 13: PRESENTASI KASUS

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kelenjar Tiroid

1. Anatomi Tiroid

Kelenjar tiroid berkembang dari endoderm yang berasal dari

sulcus pharyngeus pertama dan kedua. Tempat pembentukan kelenjar

tiroid ini menjadi foramen sekum di pangkal lidah. Jaringan endodermal

ini turun ke leher sampai setinggi cincin trakea kedua dan ketiga yang

kemudian membentuk dua lobus. Penurunan ini terjadi pada garis tengah

janin. Saluran pada struktur endodermal ini tetap ada dan menjadi duktus

tiroglossus atau mengalami obliterasi menjadi lobus piramidalis kelenjar

tiroid. Kelenjar tiroid janin secara fungsional mulai mandiri pada minggu

ke-12 masa kehidupan intrauterin (Sjamsuhidayat, 2006).

Page | 13

Page 14: PRESENTASI KASUS

Kelenjar tiroid terletak di leher, yaitu antara fasia koli media dan

fascia prevertebralis. Kelenjar tiroid terdiri dari 2 lobus dan dihubungkan

oleh istmus yang menutupi cincin trakea (annulus trachealis) 2 dan 3. Di

dalam ruang yang sama terdapat trakea, esofagus, pembuluh darah besar

dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan fascia pretrachealis,

dan melingkari trakea dua pertiga bahkan sampai tiga perempat

lingkaran. Keempat kelenjar paratiroid umumnya terletak pada

permukaan belakang kelenjar tiroid, tetapi letak dan jumlah kelenjar ini

dapat bervariasi. Arteri karotis komunis, vena jugularis interna dan

nervus vagus terletak bersama dalam suatu sarung tertutup di laterodorsal

tiroid. Nervus rekurens terletak di dorsal tiroid sebelum masuk laring.

Nervus frenikus dan trunkus simpatikus tidak masuk ke dalam ruang

antara fasia media dan prevertebralis (Sjamsuhidayat, 2006).

Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari a. thyroidea superior

cabang dari a. carotis communis atau a. carotis externa, a. thyroidea

inferior cabang dari a. subclavia, dan a. thyroidea ima cabang dari a.

brachiocephalica 4,11Kadang kala dijumpai arteri tiroidea ima, cabang

dari trunkus brakiosefalika. Sistem vena terdiri atas vena tiroidea

superior yang berjalan bersama arteri, vena tiroidea media di sebelah

lateral, dan vena tiroidea inferior. Terdapat dua macam saraf yang

mensarafi laring dengan pita suara (plica vocalis) yaitu nervus rekurens

dan cabang dari nervus laringeus superior (Sjamsuhidayat, 2006; Cooper,

2007; Manurung, 2009).

Page | 14

Page 15: PRESENTASI KASUS

Gambar 1. Strukur antomis dan vaskularisasi tiroid

2. Fisiologi Tiroid

Secara fisiologis kelenjar tiroid ini berfungsi menghasilkan hormon

tiroid yaitu triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4), dimana kelenjar tiroid ini

awalnya mendapatkan sinyal dari Thyroid Stimulating Hormon (TSH) dari

hipofisis, dimana hipofisis mendapatkan sinyal dari hipotalamus melalui

Thyroid Releasing Hormon (TRH). Selanjutnya TSH ini disalurkan ke

kelenjar tiroid melalui pembuluh darah, dan kelenjar tiroid ini akan

merespon sinyal dari TSH yang diterima dengan mengambil yodium yang

berasal dari makanan yang telah diserap oleh tubuh dan beredar di dalam

darah. T3 dan T4 yang dihasilkan ini kemudian akan disimpan dalam

bentuk koloid di dalam tiroid. Sebagian besar T4 kemudian akan

dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar yang

kemudian mengalami daur ulang. T3 dan T4 yang disekresi dari kelenjar

tiroid ini akan beredar didalam darah yang terikat dengan protein Tiroksin

Binding Globulin (TBG), dimana T3 ini lebih aktif daripada T4 di level

sel, sedangkan T4 akan diaktifkan menjadi T3 melalui proses pengeluaran

di hati dan ginjal. T3 dan T4 yang beredar di dalam darah tersebut akan

memberikan efek terhadap tubuh antara lain : Meningkatkan Cardiac

Output (CO) jantung, meningkatkan inotropik dan kronotropik jantung

sehingga meningkatkan jumlah dan afinitas reseptor β-adrenergik serta

meningkatkan kontraksi otot jantung, membantu pertumbuhan normal dan

perkembangan tulang, mempercepat regenerasi tulang, membantu

Page | 15

Page 16: PRESENTASI KASUS

perkembangan sel saraf, meningkatkan metabolism dan konsumsi oksigen

(O2) jaringan kecuali otak orang dewasa, testis, limpa, uterus, kelenjar

limfe, hipofisis anterior, meningkatkan suhu tubuh, meningkatkan gerak

peristaltik usus ; lambung, meningkatkan penerimaan sel terhadap hormon

katekolamin (epinefrin dan norepinefrin), meningkatkan eritropoeisis serta

produksi eritropoetin, meningkatkan Turn-over pada neuromuscular

sehingga terjadi hiperrefleksi dan miopati serta metabolisme hormon dan

farmakologik. Proses yang dikenal sebagai negative feedback sangat

penting dalam proses pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi. Pada

pemeriksaan akan terlihat adanya sel parafolikuler yang menghasilkan

kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur metabolisme kalsium, yaitu

menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang (Coopers, 2007;

Panggabean, 2009; Sjamsuhidayat, 2006).

Gambar 2. Fisologis

kelenjar tiroid

Gambar 3. Sintesis

hormon tiroid

B. KRISIS TIROID

1. Definisi

Krisis tiroid merupakan suatu keadaan eksaserbasi lanjut dari

kondisi hipertiroid dengan karakteristik kegagalan organ pada satu atau

Page | 16

Page 17: PRESENTASI KASUS

lebih sistem organ. Menururt Hudak & Galo (2010) krisis tiroid

merupakan keadaan krisis terburuk dari status tirotoksikosis. Penurunan

kondisi yang sangat cepat dan kematian dapat terjadi jika tidak segera

tertangani. Krisis tiroid (Thyroid Storm) merupakan komplikasi serius dari

tirotoksikosis dengan angka kematian 20-60%. Krisis tiroid merupakan

kejadian yang jarang, tidak biasa dan berat dari hipertiroidisme. Krisis

tiroid mengacu pada kejadian mendadak yang mengancam jiwa akibat

peningkatan dari hormon tiroid sehingga terjadi kemunduran fungsi organ

(Migneco, 2005).

2. Etiologi

Penyebab paling sering krisis tiroid adalah penyakit grave.

Penyakit grave merupakan penyakit autoimun yang dimediasi oleh

antibodi reseptor tirotropin yang menstimulasi sintesis hormon tiroid

menjadi berlebihan dan tidak terkendali (T3 dan T4). Selain itu penyebab

lainnya yang terjadi berupa hipertiroidisme eksogen, tiroiditis, goiter

nodular toksik, dan kanker tiroid. Obat-obat tertentu seperti prosedur

radiografi atau amiodaron (obat antidisritmia) juga dapat mencetuskan

terjadinya status tirotoksik karena mengandung iodin yang tinggi. Selain

itu, pemberian interferon alfa dan interleukin 2 dapat mengganggu ikatan

tiroksin dengan globulin, sehingga meningkatkan kadar tiroksin bebas

(Hudak, 2010; Nayak, 2010; Carroll, 2010).

Faktor presipitasi biasanya merupakan penyebab transisi dari

tirotoksikosis menjadi krisis tiroid. Krisis tiroid dapat dipresipitasi oleh

pembedahan, trauma, infark miokard, emboli paru, gangguan

serebrovaskular, DKA, toksemia gravidarum, an infeksi yang berat. Krisis

tiroid juga dapat disebabkan oleh pengehentian obat antitiroid, atau dosis

obat yang inadekuat, kelebihan mengkonsumsi/pemberian iodine intravena

eksogen (zat kotras teriodinasi dan amiodaron) serta palpasi kelenjar tiroid

yang terlalu kuat (nayak, 2006; Migneco, 2005).

3. Patofisiologi

Page | 17

Page 18: PRESENTASI KASUS

Patogenesis kriris tiroid saat ini belum diketahui secara pasti.

Namun,dapat dipastikan bahwa pada krisis tiroid kadar hormon tiroid yang

beredar dalam darah menjadi jauh lebih tinggi.

Menurut Hudak & Galo (2010) terdapat tiga mekanisme fisiologis yang

dapat meningkatkan krisis tiroid:

a. Pelepasan seketika hormon tiroid dalam jumlah yang besar

Pelepasan tiba-tiba hormon tiroid dalam jumlah yang besar

diduga menyebabkan manifestasi hipermetabolik yang terjadi selama

krisis tiroid. Pelepasan tiba-tiba hormon tiroid ini dapat disebabkan

pemberian yodium radioaktif, pembedahan tiroid, atau dosis

berlebihan pemberian hormon tiroid.

b. Hiperaktivitas adrenergik

Hiperaktivitas adrenergik dapat dipandang sebagai kemungkinan

penghubung pada krisis tiroid. Hal ini dapat dilihat dari pemberian

penghambat beta adrenergic memberikan respon yang dramatis pada

pasien dengan krisis tiroid.

Hormon tiroid dan katekolamin saling mempengaruhi satu sama

lain. Namun, masih belum pasti apakah efek hipersekresi hormon

tiroid atau peningkatan kadar katekolamin menyebabkan peningkatan

sensitivitas dan fungsi organ efektor, Interaksi tiroid katekolamin

menyebabkan peningkatan kecepatan reaksi kimia, meningkatkan

konsumsi nutrient dan oksigen, meningkatkan produksi panas,

perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit dan status katabolik.

c. Lipolisis dan pembentukan asam lemak yang berlebihan

Dengan lipolisis yang berlebihan terjadi peningkatan jumlah

asam lemak bebas. Okisdasi dan asam lemak bebas ini menyebabkan

meningkatnya kebutuhan oksigen, kalori, dan hipertermi dengan

menghasilkan produksi panas yang berlimpah yang sulit untuk

dihilangkan melalui proses vasodilatasi.

Menurut Urden (2010), proses patofisiologis pada krisis tiroid

dapat dijelaskan sebagai berikut :

Page | 18

Page 19: PRESENTASI KASUS

Pada hipertiroidisme hormon tiroid yang berlebih akan

menyebabkan peningkatan aktivitas metabolik dan merangsang reseptor β-

adrenegic, yang akan menyebabkan peningkatan respon sistem saraf pusat.

Terdapat hiperaktivitas dari jaringan syaraf, jaringan cardiac, jaringan otot

polos, dan produksi panas yang berlebih.

Peningkatan hormon tiroid juga akan menyebabkan pemakaian

oksigen seluler di hampir seluruh proses metabolik sel di dalam tubuh.

Metabolisme yang berlebih akan menghasilkan panas, dan suhu tubuh

mencapai 41o C atau (106.80 F). Respon cardiac adalah dengan cara

meningkatkan CO dan memompa darah lebih banyak untuk mengirimkan

oksigen secara cepat dan membawa karbondioksida. Sehingga akan

mengakibatkan takikardi dan hipertensi. Sehingga, permintaan oksigen

dalam keadaan hipermetabolik yang begitu besar mengakibatkan jantung

tidak dapat berkompensasi secara adekuat.

Menurut Guyton, peningkatan aktivitas metabolik berhubungan

dengan meningkatnya transport aktif ion-ion melalui mebran sel. Salah

satu enzim yang meningkat sebagai respon hormon tiroid adalah Na, K-

ATPase. Na, K-ATPase meningkatkan kecepatan transport baik natrium

maupun kalium melalui membran-membran sel dari berbagai jaringan.

Proses ini menggunakan energi dan meningkatkan jumlah panas yang

dibentuk dalam tubuh. Pada akhirnya proses ini diduga sebagai salah satu

mekanisme peningkatan kecepatan metabolik dalam tubuh.

Peningkatan aktivitas metabolik yang terjadi menyebabkan

peningkatan kebutuhan oksigen dan sumber energi. Hal ini berpotensi

terjadinya asidosis metabolik. Peningkatan peristaltik usus akan

menyebabkan terjadinya diare, mual, dan muntah. Gejala ini akan

menyebabkan terjadinya dehidrasi dan malnutrisi serta kehilangan BB

pada pasien. Kontraksi dan relaksasi otot dapat meningkat secara cepat.

Keadaan ini disebut juga dengan hiperrefleksia hipertiroidisme.

Kelemahan otot terjadi disebabkan oleh katabolisme protein yang

berlebihan (Urder, 2010; Guyton, 2007).

Page | 19

Page 20: PRESENTASI KASUS

Hiperaktivitas adrenergic akan menyebabkan respon

kardiovaskuler dan respon sistem syaraf terhadap kondisi hipermetabolik.

Atrial fibrilasi atau atrial flutter dilaporkan terjadi 8.3% pada pasien

dengan keadaan Edema pulmoner dan gagal jantung akut juga dapat terjadi

pada krisis tiroid. Selain itu, peningkatan β-adrenegic juga akan

menyebabkan keadaan labilitas emosional, tremor, agitasi, bahkan

delirium (Frost, 2004; Urden, 2010).

4. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis dari krisis tiroid terbagi menjadi 4 hal utama,

yaitu (Migneco, 2005) :

1) Demam tinggi

2) Gangguan kardiovaskuler seperti sinus takikardi atau variasi

aritmia supraventrikuler(takikardi atrial paroksisimal, atral

fibrilasi, atrial flutter), dan dapat dijumpai gagal jantung

kongestif

3) Gangguan sistem saraf pusat (agitasi, kegelisahan, kebingungan,

delirium, dan koma)

4) gangguan gastrointestinal seperti muntah dan diare.

Menurut Nayak (2010) gejala klinis dari krisis tiroid adalah :

1) Gangguan Konstitusional

Salah satu kondisi yang dapat ditemukan pada pasien

dengan krisis tiroid adalah kehilangan berat badan. Hal ini dapat

disebabkan kondisi hipermetabolik yang terjadi, dimana

sejumlah energi dihasilkan namun pada kondisi ini penggunaan

energi terjadi secara berlebihan. Hal ini akan menyebabkan

peningkatan produksi panas dan pembuangan panas secara

berlebihan. Gejala konstitusional lain yang dapat ditemukan

adalah kelelahan dan kelemahan otot. Hal ini dapat

menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit dan dehidrasi, dan

peningkatan suhu tubuh.

Page | 20

Page 21: PRESENTASI KASUS

2) Gangguan Neuropsikiatri

Gangguan neuropsikiatri pada pasien dengan krisis trioid

dapat ditemukan kondisi seperti labilitas, gelisah, cemas, agitasi,

bingung, psikosis, bahkan koma. Sebuah studi perilaku

menunjukkan bahwa kinerja memori dan konsentrasi yang buruk

berbanding dengan derajat keparahan tirotoksikosis itu sendiri.

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa kinerja memori dan

konsentrasi yang buruk sebanding dengan derajat keparahan.

3) Gangguan Gastrointestinal

Gejala gastrointestinal meliputi peningkatan frekuensi

motilitas usus yang disebabkan peningkatan kontraksi motor

usus kecil. Hal ini akan menyebabkan pembuangan isi usus

lebih cepat.

4) Gangguan Kardiorespiratori

Gejala kardiorespiratori pada pasien tirotoksikosis meliputi

palpitasi dan sesak saat beraktivitas. Sesak nafas dapat

disebabkan multifaktorial dikarenakan penurunan komplians

paru dan gagal jantung kiri. Selian itu, nyeri dapat ditemukan

pada pasien dengan tirotoksikosis seperti halnya nyeri pada

angina pectoris. Nyeri ini dapat disebabkan oleh peningkatan

kebutuhan penggunaan oksigen dan spasme arteri koroner.

Gejala lainnya pada pasien dengan krisis tiroid dapat ditemukan

kondisi seperti takikardi, peningkatan nadi, pleuropericardial,

dan takiaritmia.

5) Kelenjar Tiroid

Gambaran kelenjar tiroid tergantung dari penyebab

tirotoksikosis. Penyakit grave merupakan penyebab utama

tiroktoksikosis ditandai dengan pembesaran kelenjar tiroid yang

difus, dan dapat dijumpai bruit (peningkatan vaskularitas dan

aliran darah). Pada toksik multinoduler goiter terdapat gambaran

nodul yang mungkin lebih dari satu pada kelenjar tiroid.

Page | 21

Page 22: PRESENTASI KASUS

5. Penegakan Diagnosis

Diagnosis krisis tiroid dapat ditegakkan melalui gambaran klinis

dibandingkan dengan hasil uji laboratorium. Gambaran krisis tiroid yang

khas meliputi demam dengan suhu >38.5oC, gangguan kardiovaskular

berupa hipertensi dengan tekanan nadi yang melebar, selanjutnya dapat

terjadi hipotensi disertai tanda – tanda gagal jantung antara lain fibrilasi

atrium atau ventrikular takikardi, serta gangguan neurologik berupa agitasi

hiperrefleksia, tremor, kejang, dan koma. Burch & Watorfsky (1993)

mengembangkan suatu skoring yang disebut dengan APACHE (Acute

Phisiology, Age, and Chronic Health Evaluation) dengan kriteria yang

terdiri dari suhu, sistem saraf pusat, gastrointestinal, kardiovaskuler, dan

sejarah presipitasi untuk penegakkan diagnosis dari krisis tiroid. Apabila

skor yang didapatkan melebihi 45 maka diagnosis krisis tiroid dapat

ditegakkan. Skor 25-44 menunjukkan kondisi ini segera terjadi krisis tiroid

dan jika skor < 25 menunjukkan tidak terjadi krisis tiroid.

Page | 22

Page 23: PRESENTASI KASUS

Tabel 1. Skor Kriteria Burch dan Wartofsky untuk Diagnosis Krisis Tiroid

Sumber : (Burch and Wartofsky, 1993 dalam ATA & AACE, 2011)

Page | 23

Page 24: PRESENTASI KASUS

Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

Hasil laboratorium dapat berguna untuk mengidentifikasi faktor

pencetus. Pemeriksaan laboratorium yang ditemukan seperti

peningkatan kadar serum total dan konsentrasi T3 bebas, peningkatan

T4, dan penekan level TSH. Gambaran laboratorium lain berupa

leukositosis, abnormalitas enzim liver, hiperglikemia, hiperkalsemia,

dan peningkatan glikogenolisis. Hiperkalsemia dapat ditemukan

karena hormon tiroid dapat menstimulasi resorpsi tulang (misra; 2012,

nayak; 2010)

2. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah dengan penggunaan

ultratiroid scan. Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan keadaan dari

hipertiroidisme yang ditunjukkan dengan gambaran khas dari

basedow’s disease atau nodular goiter dengan karakteristik warna-pola

Doppler dari hiperaktivitas kelenjar tiroid. Sehingga, hal ini dapat

membedakan kelenjar normal dengan mudah (Migneco et al, 2005).

Page | 24

Page 25: PRESENTASI KASUS

Gambar 1. Penyakit grave

Gambar 2. Toxic Nodular Goiter

Gambar 3. Tiroid Normal

Studi pencitraan lain yang dapat dilakukan adalah rontgen thorax.

berguna untuk menunjukkan adanya pembesaran jantung dan

menunjukkan adanya oedema paru yang disebabkan karna adanya

pembesaran jatung ataupun infeksi paru. Selain itu, dapat dilakukan

CT scan untuk menilai fungsi neurologis pasien (Misra, 2010).

6. Penatalaksanaan

Page | 25

Page 26: PRESENTASI KASUS

Pilihan terapi pada pasien krisis tiroid adalah sama dengan

pengobatan yang diberikan pada pasien dengan hipertiroidisme hanya saja

obat yang diberikan lebih tinggi dosis dan selang waktu pemberiannya.

Pada pasien dengan krisis tiroid harus segera ditangani ke instalasi gawat

darurat atau ICU. Diagnosa dan terapi yang sesegera mungkin pada pasien

dengan krisis tiroid adalah penting untuk menurunkan angka kesakitan dan

kematian dari kelainan ini. Pada kasus krisis tiroid, hyperpyrexia harus

segera diatasi secara cepat. Dalam hal ini pemberian obat jenis

asetaminopen lebih dipilih dibandingkan aspirin yang dapat meningkatkan

kadar konsentrasi T3 dan T4 bebas dalam serum (Ramirez, 2004; Jiang,

2000).

Pemberian beta-bloker merupakan terapi utama penting dalam

pengobatan kebanyakan pasien dengan hipertiroid. Propanolol merupakan

obat pilihan pertama yang digunakan sebagai inisial yang bisa diberikan

secara intravena. Dosis yang diberikan adalah 1mg/menit sampai beberapa

mg hingga efek yang diinginkan tercapai atau 2-4mg/4jam secara

intravena atau 60-80mg/4jam secara oral atau melalui nasogastric tube

(NGT). Pemberian tionamide seperti methimazole atau PTU untuk

memblok sintesis hormon. Tionamide memblok sintesis hormon tiroid

dalam 1-2 jam setelah masuk. Namun, tionamid tidak memiliki efek

terhadap hormon tiroid yang telah disintesis. Beberapa menggunakan PTU

dibanding tionamide sebagai pilihan pada krisis tiroid karena PTU dapat

memblok konversi T4 menjadi T3 ditingkat perifer (Ramirez, 2004; Jiang,

2000).

Walaupun begitu, banyak menggunakan methimazole (tionamide)

selama obat lain (contohnya iopanoic acid) dimasukkan bersamaan untuk

memblok konversi T4 menjadi T3. Methimazole memiliki waktu durasi

yang lebih lama dibandingkan PTU sehingga lebih efektif. Adalah tidak

rasional memasukkan methimazole 30mg/6jam atau PTU 200mg/4jam

secara oral atau NGT. Keduanya bisa dilarutkan untuk digunakan secara

rectal dan PTU dapat diberikan secara intravena dengan diencerkan oleh

Page | 26

Page 27: PRESENTASI KASUS

saline isotonis dibuat alkali (pH 9,25) dengan sodium hidroksida(Ramirez,

2004; Jiang, 2000).

Larutan iodine memblok pelepasan T4 dan T3 dari kelenjar tiroid.

Dosis yang diberikan lebih tinggi dari dosis yang dibutuhkan untuk

memblok pelepasan hormone. Laruton lugol’s 10 tetes/8jam secara oral.

Dapat juga dilakukan pemberian laruton lugol’s 10 tetes tersebut secara

intravena langsung selama masih dianggap steril. Larutan iodine ini juga

dapat diberikan secara rectal. Pemberian glucocorticoid juga menurunkan

konversi T4 menjadi T3 dan memiliki efek langsung dalam proses

autoimun jika krisis tiroid berasal dari penyakit graves. Dosis yang

digunakan adalah 100mg/8jam secara intravena pada kasus krisis tiroid.

Penggunaan litium juga dapat memblok pelepasan hormone tiroid, namun

toksisitasnya yang tinggi pada ginjal membatasi penggunaannya.

7. Prognosis

Krisis tiroid dapat berakibat fatal jika tidak segera ditangani. Angka

kematian keseluruhan akibat krisis tiroid diperkirakan berkisar antara 10-

20% tetapi terdapat laporan penelitian yang menyebutkan hingga 75%,

tergantung faktor pencetus atau penyakit yang mendasari terjadinya krisis

tiroid. Dengan diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat,

prognosis biasanya akan baik.

8. Komplikasi

Meski tanpa adanya penyakit arteri koroner, krisis tiroid yang tidak

diobati dapat menyebabkan angina pektoris dan infark miokardium, gagal

jantung kongestif, kolaps kardiovaskuler, koma, dan kematian

(Hudak&Gallo, 2010).

Page | 27