Presentasi Kasus

41
Presentasi Kasus Anastesi Pasien Dengan Hipertensi Dan Cronic Renal Failure Yanita Dikaningrum – 20090310088 Dokter Pembimbing: dr. Mahmud Faridy , Sp. An Bagian Ilmu Anestesi dan Reanimasi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

description

anastesi

Transcript of Presentasi Kasus

Presentasi Kasus Anastesi Pasien Dengan Hipertensi Dan Cronic Renal Failure

Presentasi Kasus Anastesi Pasien Dengan Hipertensi Dan Cronic Renal FailureYanita Dikaningrum 20090310088Dokter Pembimbing: dr. Mahmud Faridy , Sp. AnBagian Ilmu Anestesi dan ReanimasiRS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

LAPORAN KASUS IDENTITAS Nama : Ny. SUmur : 63 tahunJenis Kelamin : PerempuanAgama : IslamPekerjaan: PNSStatus Pernikahan: KawinAlamat : Glagah, Warungboto, UmbulharjoMasuk RS : 7 Agustus 2014

Anamnesis

Keluhan Utama

Riwayat penyakit sekarangRiwayat Penyakit Dahulu : Asma (-)Hipertensi (+)DM (-)CRF (+) HD rutin setiap 3 x seminggu Riwayat Penyakit Keluarga :Tidak ada keluarga yang mengeluhkan keluhan seperti pasien.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Sedang Kesadaran : ComposmentisTanda VitalTekanan darah : 220/110 mmHgNadi : 56 kali/menitRespirasi : 24 kali/menitSuhu : 36,8 derajat celcius

Pemeriksaan KepalaBentuk kepala: normochepal, simetrisMata: CA (-/-), SI (+/+), pupil isokor, edema palpebra (-/-), ptosis (-/-)Hidung : deformitasMulut dan faring : tepi hiperemis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), tremor (-)Pemeriksaan leherTrakea : trakea ditengah (+)Kelenjar tiroid : tidak membesarKelenjar lnn : tidak membesar, nyeri (-)JVP : tidak meningkat

Pemeriksaan DadaParuInspeksi : simetrisPalpasi : VF normalPerkusi : sonorAuscultasi : vesikular (+) N , Wh (-/-) Rh (-/-) JantungInspeksi : ictus cordis tidak terlihatPalpasi : ictus cordis tidak terabaPerkusi: cardiomegali (-) Auscultasi: S1-S2 reguler

Pemeriksaan abdomenInspeksi: dinding perut lebih tinggi dari dinding dada, tidak ada tanda peradangan, scar (-) Auskultasi : peristaltik usus menurun Palpasi :NT (-) Perkusi : hipertympani, hepatomegali + 3 jari dibawah procesus xipoideus , acites tidak dapat dinilaiPemeriksaan ekstremitasSuperior : pucat (-/-), hiperpigmentasi (-/-), palmar eritem (-/-), edem (-/-), hangat (+/+), CR < 2 detikInferior : edem (-/-), akral hangat (+/+)

Pemeriksaan PenunjangDarah lengkapHb: 13,8 HMT: AT: AL: 5,9 x 103 GDS : 99PPT: 15,1APTT : 29,3Ureum: 34Kreatinin : 2,3

Na :139K:3,6CL : 100HBsAg : (-)Albumin: 3,2Globulin : 3,3Bilirubin direct : 0,10Bilirubin indirect : 0,15SGOT: 25SGPT : 9

Px USG abdomen Laporan Anastesi PREOPERATIF

Evaluasi pre-operasi: hipertensi (+) CKD (+) hepatomegali dengan gambaran usg awal sirosis hepatis. Klasifikasi ASA IIIGeneral Anestesi endotrakeal tube non kinking pada posisi terlentangKU sebelum op: CM. Tanda vital awal nadi 56x/menit, suhu afebris, tensi 206/101mmHg, saturasi oksigen 100%. BB: 30 kgPemeriksaan laboratorium tidak ditemukan kelainan yang berartiLama operasi: 09.45 10.45 (60 menit)Alat monitoring: Tensimeter, elektroda EKG, oksimetri. Dilakukan pemasangan IV line.

Premedikasi

Jam 09.35 Midazolam (sedasi untuk menenangkan pasien)Catapres 150 mcg turunkan tekanan darahJam 09.40 Fentanyl 75 mcg (opioid kuat untuk analgesik dan induksi pada dosis tinggi)Ondansentron 4 mg mengurangi keluhan mual dan muntah

Operasi mulai 09.45Jam 09.50 isoflurane diturunkan menjadi 1 vol%Operasi berakhir 10.45 dengan tanda vital tensi 134/85 mmHg, nadi 44 kali,saturasi 100 %Total cairan 500 ml NaClPerdarahan saat operasi sangat minimal

INTRAOPERATIF

Jam 09.42 Tramus 15 mg (pelemas otot pernapasan apneu), Recofol 80Bmg (anestesi IV)Disungkupkan isoflurane 3 vol + oksigen & N200 (1:1)Bagging selama 3 menit (menekan pengembangan paru & menunggu kerja dari pelemas otot untuk mempermudah intubasi)Intubasi dengan ETT non kinking no 7 dengan cuff Dialirkan isofluran 3 vol% + oksigen + N20 sebagai anestesi rumatanVentilasi dilakukan dengan bagging dengan laju napas 12 x/menit dengan volume tidal sebesar 650.

POSTOPERATIF

Operasi berakhir pukul 10.45 WIB.Selesai operasi pasien dipindahkan ke Ruang Pemulihan (Recovery Room), pasien segera diberi bantuan oksigenasi melalui Canul O2 3 lt/menit, melanjutkan pemberian cairan, dan diobservasi terus dipantau setiap 15 menit dinilai pernafasan, tekanan darah, dan nadi. Instruksi Post Operasi :Pasien dirawat dengan infus RL 20 tpm, fentanyl 200/50 : 1 cc/ jam , jika mual muntah beri ondansentron. .

TINJAUAN PUSTAKA HIPERTENSI PENDAHULUAN

Prevalensi HT tetap meskipun dilakukan deteksi dini (pengukuran TD secara teratur). Populasi kulit putih: 1/5 TD Sistolik >160/95 mmHg & separuhnya TD Sistolik >140/90 mmHg.Pengendalian HT yang agresif: komplikasi ex. infark miokardium, CHF, stroke, gagal ginjal, penyakit oklusi perifer dan diseksi aorta.Penggunaan obat anti-HT yang rutin potensi interaksi obat selama pembedahan. Banyak jenis obat-obatan anti-HT yang harus tetap dilanjutkan selama periode perioperatifPeriode perioperatif: hari dilakukannya evaluasi prabedah, dilanjutkan periode selama pembedahan sampai pemulihan pasca bedah.

DIAGNOSIS & KLASIFIKASI HIPERTENSI

* untuk >18 tahunKriteria ditetapkan: post 2 pengukuran TD tiap kunjungan & riwayat TD darah (+)TD 130-139/80-89 mmHg risiko 2x menjadi HT dibanding TD yang lebih rendahBerdasar penyebab HT primer (esensial, idiopatik) & HT sekunder (tek. Nadi melebar regurgitasi aorta; renal GNA; endokrin; neurogenik, dll)PATOGENESIS

Baroreseptor pengatur aktivitas saraf otonom (sistem rennin-angiotensin-aldosterone) menyeimbangkan fungsi keempat tersebut. Pelepasan hormon lokal dari endotel vaskuler mempengaruhi SVR (ex. NO berefek vasodilatasi & endotelin-1 berefek vasokonstriksi.Penilaian & Persiapan Preoperatif

Jenis pendekatan medikal yang diterapkan dalam terapi hipertensinya: diuretika yang rutin hipokalemia & hipomagnesemia aritmia evluasi jantung (EKG, foto thorax)Penilaian ada tidaknya kerusakan atau komplikasi target organ: LVH risiko iskemia miokardial. Evaluasi fungsi ginjal, urinalisis tingkat kerusakan parenkim ginjal. Evaluasi serebrovaskuler riwayat stroke, TIA, retinopati hipertensiPenilaian yang akurat tentang status volume cairan tubuh penderita: status hidrasi adalah sebenarnya atau relatif hipovolemia (diuretika & vasodilator)Penentuan kelayakan dilakukannya tindakan teknik hipotensiKeempat hal di atas diperoleh dari Ax, Px, tes lab rutin, dll

Pertimbangan Anestesia Penderita HT

TDS 180, TDD 110: cut-off point penundaan op (adanya kerusakan target organ) kecuali emergensiTDS seiring umur: fisiologik; HT sistolik > risiko kardiovaskulerKasus HT ringan-sedang tidak perlu menunda op tapi kestabilan hemodinamik harus dipantau.TD dikontrol (beberapa menit-beberapa jam) obat rapid actingRespon TD penderita HT berlebihan pada periode perioperatif saat tindakan anestesia dan postoperasi ex. hipertensi akibat laringoskopi, respons hipotensi akibat pemeliharaan anestesia

Perlengkapan Monitor & Premedikasi

EKG: min. lead V5 dan II atau analisis multiple lead STTD: monitoring secara continuous TDPulse oxymeter: menilai perfusi dan oksigenasi jaringan periferAnalizer end-tidal CO2: mempertahankan kadar CO2.Suhu atau temperaturePremedikasi kecemasan. HT ringan-sedang benzodiazepine/midazolam & obat anti-HT dilanjutkan s/d hari op sesuai jadwal minum obat dengan sedikit airACE inhibitor dihentikan hipotensi intraoperatif

Induksi Anestesi

Induksi hipotensi akibat vasodilatasi perifer ( volume intravaskuler) preloading cairan (+) normovolemia sebelum induksi. Hipotensi depresi sirkulasi efek obat anestesi & anti-HT yang dikonsumsi (ACE inhibitor & angiotensin receptor blocker)Hipertensi akibat stimulus nyeri laringoskopi/ET (25%) takikardia iskemia miokard. Laringoskopi 2 jam, pada penderita dengan masalah ginjalKateter vena sentral monitoring status cairan pada disfungsi ventrikel kiri atau kerusakan end organ yang lain

Hipertensi Intraoperatif

HT intraoperatif yang tidak respon dengan didalamkannya anestesia dapat diatasi dengan anti-HT secara parenteralBeta-adrenergik blockade: digunakan tunggal atau tambahan pada pasien dengan fungsi ventrikuler yang masih baik dan dikontra indikasikan pada bronkospastik.Nicardipine: digunakan pada pasien dengan penyakit bronkospastik.Nifedipine: refleks takikardia setelah pemberian sublingual sering dihubungkan dengan iskemia miokard dan antihipertensi yang mempunyai onset yang lambat.Nitroprusside: onset cepat dan efektif untuk terapi intraoperatif pada hipertensi sedang sampai berat.Nitrogliserin: mungkin kurang efektif, namun bisa digunakan sebagai terapi atau pencegahan iskemia miokard.Fenoldopam: dapat digunakan untuk memper- tahankan atau menjaga fungsi ginjal.Hydralazine: bisa menjaga kestabilan TD, namun obat ini juga punya onset yang lambat sehingga menyebabkan timbulnya respon takikardia.

Krisis Hipertensi

Krisis HT: TD >180/120, dapat dikategorikan HT urgensi/emergensi, berdasarkan ada tidaknya ancaman kerusakan target organ; disebabkan oleh clonidine, hiperaktivitas autonom, obat-obat penyakit kolagen-vaskuler, glomerulonefritis akut, cedera kepala, neoplasia seperti pheokromasitoma, preeclampsia dan eklampsiaOS hipertensi sistemik kronis HT urgensi dibandingkan emergensiHipertensi emergensi: adanya kerusakan target organ akut (ensefalopati, perdarahan intra serebral, kegagalan ventrikel kiri akut dengan edema paru, unstable angina, diseksi aneurisme aorta, IMA, eclampsia, anemia hemolitik mikroangiopati atau insufisiensi renal)Ensefalopati TTD >150; ibu hamil gejala pada TTD < 100

Bila TD diturunkan secara cepat iskemia koroner akut, sehingga MAP diturunkan sekitar 20% dalam 1 jam pertama, selanjutnya pelan-pelan diturunkan sampai160/110 selama 2-6 jam. Tanda-tanda penurunan TD ditoleransi dengan baik adalah selama fase ini tidak ada tanda-tanda hipoperfusi target organHipertensi urgensi TD tinggi secara akut, namun tidak ada bukti adanya kerusakan target organ. Gejala yang timbul: sakit kepala, epitaksis atau ansietas. Penurunan TD yang segera tidak merupakan indikasi dan pada banyak kasus dapat ditangani dengan kombinasi antihipertensi oral bertahap dalam beberapa hari

Manajemen Postoperatif

Hipertensi pasca operasi sering terjadi pada OS hipertensi esensialPenyebab hipertensi pasca operasi: primer (HT-nya tidak teratasi dengan baik), sekunder (gangguan sistem respirasi, nyeri, overload cairan atau distensi dari kandung kemih)Nyeri kausa hipertensi pasca operasi nyeri ditangani adekuat (morfin epidural secara infus kontinyu). Bila HT menetap, intervensi farmakologi dilakukan Pasien yang prabedahnya sudah mempunyai riwayat hipertensi, sebaiknya obat antihipertensi pasca bedah tetap diberikan parenteral (beta-blocker).

Penyebabnya overload cairan diberikan diuretika furosemideHT disertai heart failure diberikan ACE-inhibitor. Iskemia miokard diberikan nitrogliserin dan beta-blocker IV HT berat diberikan sodium nitroprusside.Bila penderita sudah bisa makan dan minum secara oral antihipertensi secara oral segera dimulai.

CRONIC RENAL FAILURE EVALUASI PREOPERATIFPasien dengan gagal ginjal kronis semua manifestasi yang reversibel dari uremia harus dikontrol. Dialisis pre operatif pada hari pembedahan atau hari sebelumnya dibutuhkan.Evaluasi fisik dan laboratorium harus di fokuskan pada fungsi jantung dan pernafasan. Tandatanda kelebihan cairan atau hipovolemia harus dapat diketahui. Kekurangan volume intravaskuler sering disebabkan oleh dialisis yang berlebihan. Perbandingan berat pasien sebelum dan sesudah dialisis mungkin membantu.Data hemodinamik, jika tersedia dan foto dada sangat bermakna dalam kesan klinis.Analisa gas darah juga berguna dalam mendeteksi hipoksemia dan mengevaluasi status asam-basa pada pasien dengan keluhan sesak nafas.

EKG harus diperiksa secara hati-hati sebagai tanda-tanda dari hiperkalimia atau hipokalimia seperti pada iskemia, blok konduksi, dan ventrikular hipertropi.Echocardiography sangat bermakna dalam mengevaluasi fungsi jantung pada pasien dibawah prosedur pembedahan mayor karena hal ini dapat mengevaluasi ejeksi fraksi dari ventrikel, seperti halnya mendeteksi dan kuantitatif hipertropi, pergerakan abnormal pembuluh darah, dan cairan perikard adanya gesekan bisa tidak terdengar pada auskultasi pada pasien dengan efusi perikard.Transfusi pre operatif sel darah merah harusnya diberikan pada pasien dengan anemia berat (hemoglobin