PRESENTASI KASUS
-
Upload
rismeiniar-pattisina -
Category
Documents
-
view
14 -
download
0
Transcript of PRESENTASI KASUS
PRESENTASI KASUS
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT HUSADA
Topik : Bronkopneumonia
Nama : Rismeiniar Yuniar Pattisina
NIM : 112012145
Dokter Pembimbing : Dr. Siti Zuraida, Sp.A
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. AP
Tanggal Lahir : 12 September 2011
Umur : 1 tahun 11 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Rawa Kramat Jln. PP No. 22 RT 003/004, Kelurahan Cengkareng
Barat, Jakarta Barat
Suku Bangsa : Jakarta
Agama : Islam
Tanggal masuk RS : 28 Juli 2013
IDENTITAS ORANG TUA
Ayah
Nama Lengkap : Tn. FR
Umur : 31 tahun
Suku Bangsa : Jakarta
Alamat : Rawa Kramat Jln. PP No. 22 RT 003/004
Kelurahan Cengkareng Barat, Jakarta Barat
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Karyawan
Penghasilan : + Rp 4.000.000,00
Ibu
1
Nama Lengkap : Ny. PW
Umur : 31 tahun
Suku Bangsa : Jakarta
Alamat : Rawa Kramat Jln. PP No. 22 RT 003/004
Kelurahan Cengkareng Barat, Jakarta Barat
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Karyawan
Penghasilan : + Rp 4.000.000,00
II. ANAMNESIS
Alloanamnesis : Ibu OS, pada tanggal 28 Juli 2013, pukul 19.45
Keluhan utama : Sesak napas sejak 3 hari SMRS
Keluhan tambahan : Demam, batuk pilek
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 2 minggu SMRS, ibu OS mengeluh anaknya menderita radang tenggorokan.
Demam tinggi ada, terus menerus tidak hilang timbul. Ibu OS kemudian membawa OS
berobat ke dokter dan diberi sanmol dan antibiotik namun tidak ada perubahan.
6 hari SMRS ibu OS mengatakan anaknya mulai batuk pilek. Pileknya mengeluarkan
lendir encer dan bening. Batuk berdahak namun dahaknya sulit dikeluarkan. Pasien pernah
satu kali memuntahkan dahaknya. Dahaknya berwarna putih dan tidak ada darah. Sesak nafas
yang dirasakan tiba-tiba dan semakin memberat.
3 hari SMRS OS mengalami sesak napas yang dirasakan tiba-tiba dan semakin berat.
Sesak napas tidak berhubungan dengan aktivitas. Keluhan sesak nafas tidak disertai adanya
suara napas berbunyi (mengi) atau mengorok. Buang air besar dan buang air kecil tidak ada
keluhan. Sejak sakit, nafsu makan OS menurun dan OS menjadi lemas dibandingkan
biasanya.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
2
Sepsis (-) Meningoencephalitis (-) Kejang demam (-)
Tuberkulosis (-) Pneumonia (-) ISK (-)
Asma (-) Alergic rhinitis (-) Amoebiasis (-)
Polio (-) Difteri (-) Sindrom nefrotik (-)
Diare akut (-) Diare kronis (-) Disentri (-)
Kolera (-) Tifus abdominalis (-) DHF (-)
Cacar air (-) Campak (-) Batuk rejan (-)
Tetanus (-) Glomerulonephritis (-) Penyakit jantung bawaan (-)
Lain-lain : batuk dan pilek (+) Operasi (-) Kecelakaan (-)
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Penyakit Ya Tidak Hubungan
Alergi
Asma
Tuberculosis
Hipertensi
Diabetes
Kejang demam
Epilepsy
SILSILAH KELUARGA (FAMILY’S TREE)
Ayah Ibu
Pasien adalah anak tunggal dan merupakan anak kandung dari kedua orang tuanya.
DATA KELUARGA
3
1 tahun 11 bulan
31 tahun 31 tahun
AYAH/WALI IBU/WALI
Umur 31 tahun 31 tahun
Perkawinan ke 1 1
Kosanguinitas Tidak ada Tidak ada
Keadaan/kesehatan/penyakit bila ada Sehat Sehat
RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN
Kehamilan
Perawatan antenatal : teratur tiap bulan
Penyakit kehamilan : tidak ada
Kelahiran
Tempat kelahiran : Rumah bersalin
Penolong persalinan : Bidan
Cara persalinan : Persalinan spontan
Masa gestasi : Cukup bulan (38 minggu)
Keadaan bayi : Berat badan lahir : 2700 gram
Panjang badan lahir : 47 cm
Lingkar kepala : -
Nilai APGAR : Ibu OS tidak tahu (menurut ibu OS saat dilahirkan OS tidak
langsung menangis, setelah dicubit baru OS menangis, bergerak
aktif, kulit kemerahan)
Kelainan bawaan : tidak ada
RIWAYAT PERTUMBUHAN
Umur (tahun) Berat Badan (gram/kg)
0 bulan 2700 gram
1 tahun 11 bulan 8,5 kg
Kesan: Riwayat pertumbuhan pasien tidak dapat dinilai karena KMS tidak dibawa
RIWAYAT PERKEMBANGAN
4
Pertumbuhan gigi pertama : 8 bulan
Motorik Kasar Bicara
Mengangkat kepala : 2 bulan Mengoceh : 3 bulan
Miring : 3 bulan Mengucap 1 kata : 12 bulan
Tengkurap : 5 bulan
Duduk : 8 bulan
Merangkak : 9 bulan
Berjalan : 1 tahun
Motorik Halus Sosial
Memegang benda : 4 bulan Mengenal orang lain : 3 bulan
Memindah benda : 6 bulan Bermain tepuk tangan : 5 bulan
Berpartisipasi dalam permainan : 11 bulan
Kesan: Riwayat perkembangan pasien sesuai dengan usia
RIWAYAT IMUNISASI
Program Pengembangan Imunisasi (PPI) / Diwajibkan
Imunisasi Waktu Pemberian
Bulan Booster (Tahun)
0 1 2 3 4 5 6 9 12 18 5 10 12
BCG I
DPT I II III IV
Polio (OPV) I II III IV V
Hepatitis B I II III
Campak I
Non-PPI / Dianjurkan
5
Imunisasi
Waktu Pemberian
Bulan Booster (Tahun)
0 1 2 3 4 5 6 9 12 18 3 5 6
HiB
PCV
Rotavirus
Influenza
Varisella
MMR
Tifoid
Hepatitis A
Kesan : Riwayat imunisasi dasar lengkap. Imunisasi non-PPI belum dilakukan
RIWAYAT MAKANAN
Usia 0-6 bulan : ASI eksklusif
Usia 6-12 bulan : ASI, susu formula, nasi tim saring dicampur dengan cincangan
telur/ikan/ayam, makan dengan minum air putih
Usia 1 tahun – sekarang : Nasi dicampur kuah 2x/hari, tidak mau makan daging atau pun
sayur, minum susu dancow 1 x/hari
Kesan : kuantitas kurang, kualitas kurang
DATA PERUMAHAN
Kepemilikan rumah : milik orang tua pasien
Keadaan rumah : 1 rumah ditinggali 3 penghuni (ayah, ibu, dan OS), terdiri dari 2
kamar tidur, 1 kamar mandi, 1 dapur, 1 ruang tamu, berfungsi juga
sebagai ruang keluarga.
Ventilasi : terdapat 1 jendela di masing-masing kamar, 1 jendela di ruang tamu
sehingga sinar matahari dapat masuk ke rumah, 2 jendela di dapur.
Terdapat ventilasi di atas tiap pintu sebagai tempat pertukaran udara.
6
Cahaya : sinar matahari dapat masuk ke ruang tamu dan kamar. Terdapat
lampu dengan sinar putih di setiap kamar tidur dan ruang tamu.
Keadaan lingkungan : selokan depan rumah lancar, rumah berdempetan dengan rumah
tetangga, sanitasi lingkungan baik.
Kesan : kondisi rumah, ventilasi, pencahayaan, dan kondisi lingkungan
cukup baik.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal : 28 Juli 2013, pukul 20.00 WIB
PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda-tanda vital
Suhu : 38,8 oC
Frekuensi napas : 38 x/menit
Frekuensi nadi : 100 x/menit
Data Antropometri
Berat badan : 8,5 kg
Tinggi badan : 74 cm
o Berdasarkan tabel berat badan menurut tinggi badan, gizi anak termasuk
kategori kurang
o Berdasarkan kurva NCHS, perbandingan usia dan berat badan terletak di
bawah persentil 25
o Berdasarkan kurva NCHS, perbandingan usia dan panjang badan terletak di
bawah persentil 25
Kesan: Status gizi anak kurang
7
8
PEMERIKSAAN SISTEMATIS
Kepala : Bentuk dan ukuran normocephali, rambut hitam, distribusi merata, tidak
mudah dicabut.
Mata : Bentuk tidak ada kelainan, kedudukan kedua bola mata simteris, palpebra
inferior kanan dan kiri cekung, konjungtiva anemis +/+, sclera ikterik -/,
kornea kanan dan kiri jernih, pupil kanan dan kiri bulat simetris (2mm/2mm),
refleks cahaya +/+.
Telinga : normotia, MAE kanan dan kiri lapang, kedua membran timpani intak,
hiperemis -/-, bulging -/-, cone of light +/+, serumen -/-.
Hidung : Bentuk tidak ada kelainan, septum deviasi (-), sekret (+), napas cuping hidung
(-).
Bibir : Mukosa bibir tidak pucat dan tidak kering, sianosis (-)
Gigi-geligi : Caries (-)
Mulut : Bentuk tidak ada kelainan, mukosa pipi tidak pucat dan tidak kotor.
Lidah : Bentuk dan ukuran normal, tidak kotor
Tonsil : T1-T1 tenang
Faring : Hiperemis (+), uvula di tengah
Leher : Bentuk tidak ada kelainan, KGB tidak teraba membesar
Thorax
Paru :
Inspeksi : Bentuk normal, simetris dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi sela
iga (-).
Palpasi : Vokal fremitus simetris kanan dan kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas terdengar kasar, rhonki basah +/+, wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis
Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba di sela iga V mid clavicula sinistra
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : BJ I/II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : Datar, tidak tampak gambaran vena, tidak tampak gerakan peristaltic usus
Palpasi : Supel, hepar, dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Perkusis : Timpani di seluruh lapang abdomen
9
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Genitalia eksterna : Laki-laki
Ekstremitas : Akral teraba hangat, oedema (-), deformitas (-), sianosis (-)
Kulit : sawo matang, sianosis (-), ikterus (-), pucat (-), turgor kulit normal
Pemeriksaan neurologis : gerak normal, refleks fisiologis normal, rangsang meningeal (-),
refleks patologis (-).
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Tanggal 28 Juli 2013 pukul 22:10
Darah Rutin Hasil Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 7.6 g/dL 9.6-15.6
Hematokrit 26 vol% 40-54
Leukosit 3.5 ribu/uL 5.0-10.0
Trombosit 156 ribu /uL 150-440
MCV 70 fl 80-100
MCH 20 Pg 26-34
MCHC 29 % 32-36
Eritrosit 3.73 Juta/uL 4.80-6.20
CRP kuantitatif 5.61 mg/dL <0.5
V. RESUME
Seorang anak laki-laki berusia 1 tahun 11 bulan dibawa oleh orang tuanya dengan
keluhan sesak napas. Sejak 2 minggu SMRS, ibu OS mengeluh anaknya menderita radang
tenggorokan. Demam tinggi ada, terus menerus tidak hilang timbul. Ibu OS kemudian
membawa OS berobat ke dokter dan diberi sanmol dan antibiotic namun tidak ada perubahan.
Sejak 6 hari SMRS ibu OS mengeluh anaknya mulai batuk pilek. Pileknya
mengeluarkan lendir encer dan bening. Batuk berdahak namun dahaknya sulit dikeluarkan.
Pasien pernah memuntahkan dahaknya. Dahaknya berwarna putih dan tidak ada darah.
10
Sejak 3 hari SMRS OS mengalami sesak napas yang dirasakan tiba-tiba dan semakin
berat. Sesak napas tidak berhubungan dengan aktivitas. Keluhan sesak nafas tidak disertai
adanya suara napas berbunyi (mengi) atau mengorok. Buang air besar dan buang air kecil
tidak ada keluhan. Nafsu makan OS menurun.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien tampak sakit sedang, suhu
38,8 oC, nadi 100 x/menit, frekuensi napas 38 x/menit, berat badan 8,5 kg dan tinggi badan 74
cm di mana status gizi anak terkesan kurang, konjungtiva anemis, pada hidung ditemukan
sekret, faring hiperemis, terdengar suara napas yang kasar, ronkhi basah terdengar di kedua
lapang paru.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan Hb 7,6 g/dL, Ht 26 vol%, leukosit 3500/uL,
MCV 70 fl, MCH 20 pg, MCHC 29%, Eritrosit 3,73 juta/uL, CRP kuantitatif 5,61 mg/dL.
VI. DIAGNOSIS
DIAGNOSIS KERJA
Bronkopneumonia
Anemia defisiensi Fe
DIAGNOSIS BANDING
Bronkitis
Anemia defisiensi asam folat
VII. ANJURAN PEMERIKSAAN
- Darah lengkap
- X-Foto Thorax
- Golongan darah, gambaran darah tepi, SI
VIII. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
Tirah baring
11
Medikamentosa
1. Infus RA 1500 cc/24 jam
2. Inhalasi 3x/hari:
o Ventolin 12
ampul
o Flixotide 12
ampul
o Bisolvon 10 tetes
o NaCl 0,9% 3 cc
3.Ceftriaxon IV (40 mg/kgBB/hari) : 2 x 175 mg
4.Paracetamol syrp (120mg/5cc) 3 x cth I
5.DMP syr (10mg/5cc) 3 x cth ½
IX. EDUKASI
1. Anjurkan pada ibu untuk mengontrol kegiatan anak dan istirahat yang cukup
2. Berikan makanan yang bergizi kepada anak
3. Jika ada yang menderita serupa dalam keluarga anjurkan untuk menggunakan
masker dan segera diobati sebelum menular kepada orang lain.
X. PROGNOSA
ad vitam : dubia ad bonam
ad functionam : dubia ad bonam
ad sanationam : dubia ad bonam
FOLLOW UP
29 Agustus 2013, pukul 08.00
S: Demam (+), batuk (+), pilek (+), lemas (+)
O: Tanda-tanda vital : Suhu : 38,2oC Nadi : 88x/menit Napas : 26x/menit
Konjungtiva anemis +/+
Auskultasi paru: ronkhi basah masih terdengar di kedua lapang paru
Gambaran darah tepi
Eritrosit : mikrositik hipokrom, anisositosis, sel pensil (+)
12
Leukosit : kesan jumlah menurun
Eosinofil 2%, batang 3%, segmen 40%, limfosit 55%
Trombosit : kesan jumlah menurun
Kesimpulan: Pansitopenia, defisiensi Fe dengan viral infection
A: Bronkopneumonia
Anemia defisiensi Fe
P: Teruskan terapi
Transfusi PRC 100 ml golongan darah A
30 Agustus 2013, pukul 12.30
S: Demam (-), batuk (+), pilek (+), lemas (+)
O: Tanda-tanda vital : Suhu : 36,6oC Nadi : 92x/menit Napas : 24x/menit
Konjungtiva anemis +/+
Auskultasi paru: ronkhi basah sedikit terdengar di kedua lapang paru
A: Bronkopneumonia dengan perbaikan klinis
Anemia defisiensi Fe
P: Teruskan terapi
Sangobion drop 1 x 1,2 ml
Paracetamol diberikan apabila pasien demam
31 Agustus 2013, pukul 12.30
S: Demam (-), batuk (+), sesak (-), lemas (-)
O: Tanda-tanda vital : Suhu : 36,2oC Nadi : 92x/menit Napas : 24x/menit
Konjungtiva anemis -/-
Auskultasi paru: ronkhi basah masih sedikit terdengar di kedua lapang paru
Pemeriksaan laboratorium
Darah Rutin Hasil Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 10.6 g/dL 9.6-15.6
Hematokrit 36 vol% 40-54
Leukosit 9.3 ribu/uL 5.0-10.0
Trombosit 179 ribu /uL 150-440
MCV 76 Fl 80-100
13
MCH 23 Pg 26-34
MCHC 30 % 32-36
Eritrosit 4.72 Juta/uL 4.80-6.20
A: Bronkopneumonia dengan perbaikan klinis
Anemia defisiensi Fe dengan perbaikan klinis
P: Teruskan terapi
1 September 2013, pukul 09.00
S: Demam (-), batuk (+), pilek (-), sesak (-)
O: Tanda-tanda vital : Suhu : 36,2oC Nadi : 80x/menit Napas : 22x/menit
Konjungtiva anemis -/-
Auskultasi paru: ronkhi basah -/-
A: Bronkopneumonia dengan perbaikan klinis
Anemia defisiensi Fe dengan perbaikan klinis
P: Teruskan terapi
Paracetamol diberikan apabila pasien demam
14
BAB II
Tinjauan Pustaka
Anatomi Saluran Pernafasan
Fungsi pernafasan yang utama adalah untuk mengambil oksigen (O2) dari atmosfer ke
dalam sel-sel tubuh dan untuk mentranspor karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan sel-sel
tubuh kembali ke atmosfer. Oleh karena itu, baik anatomi maupun fisiologi paru disesuaikan
dengan fungsi ini. Secara anatomi, fungsi pernafasan ini dimulai dari hidung sampai ke
parenkim paru.
Secara fungsional saluran pernafasan dibagi atas bagian yang berfungsi sebagai
konduksi (penghantar gas) dan bagian yang berfungsi sebagai respirasi (pertukaran gas). Pada
bagian konduksi, udara seakan-akan bolak-balik diantara atmosfir jalan nafas. Oleh karena
itu, bagian ini seakan-akan tidak berfungsi, dan disebut dengan “dead space”. Akan tetapi,
fungsi tambahan dari konduksi, seperti proteksi dan pengaturan kelembaban udara, justru
dilaksanakan pada bagian ini. Adapun yang termasuk dalam konduksi ialah rongga hidung,
rongga mulut, faring, laring, trakea, sinus bronkus dan bronkiolus nonrespiratorius.
Pada bagian respirasi akan terjadi pertukaran udara (difusi) yang sering disebut dengan
unit paru (lung unit), yang terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, atrium dan
sokus alveolaris.
Bila ditinjau dari traktus respiratorius, maka yang berfungsi sebagai konduksi adalah
trakea, bronkus utama, bronkus lobaris, bronkus segmental, bronkus subsegmental, bronkus
terminalis, bronkiolus, dan bronkiolus nonrespiratorius. Organ yang bertindak sebagai
respirasi adalah bronkiolus respiratorius, bronkiolus terminalis, duktus alveolaris, sakus
alveolaris dan alveoli.
Percabangan trakea sampai kepada sakus alveolaris dapat diklasifikasikan sebagai
berikut : bronkus utama sebagai percabangan utama, bronkus lobaris sebagai percabangan
kedua, bronkus segmental sebagai percabangan ketiga, bronkus subsegmental sebagai
percabangan keempat, hingga sampai bagian yang keenam belas sebagai bagian yang
berperan sebagai konduksi, sedangkan bagian percabangan yang ketujuh belas sampai ke
sembilan belas yang merupakan percabangan bronkiolus respiratorius dan percabangan yang
kedua puluh sampai kedua puluh dua yang merupakan percabangan duktus alveolaris dan
15
sakus alveolaris adalah percabangan terakhir yang seluruhnya merupakan bagian respirasi.
Secara rinci dapat dilihat pada gambar.
Gambar 1. Anatomi Saluran Pernafasan
Definisi Bronkopneumonia
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis adalah peradangan pada parenkim
paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak
(patchy distribution). Konsolidasi bercak berpusat disekitar bronkus yang mengalami
peradangan multifokal dan biasanya bilateral. Konsolidasi pneumonia yang tersebar (patchy)
ini biasanya mengikuti suatu bronkitis atau Bronkiolitis.
Morfologi Bronkopneumonia
Bronkopneumonia ditandai dengan lokus konsolidasi radang yang menyebar
menyeluruh pada satu atau beberapa lobus. Seringkali bilateral di basal sebab ada
kecenderungan sekret untuk turun karena gravitasi ke lobus bawah. lesi yang telah
berkembang penuh agak meninggi, kering granuler, abu-abu merah, sampai kuning, dan
memiliki batas yang tidak jelas. Ukuran diameter bervariasi antara 3 sampai 4 cm.
pengelompokan fokus ini terjadi pada keadaan yang lebih lanjut (florid) yang terlihat sebagai
konsolidasi lobular total. Daerah fokus nekrosis (abses) dapat terlihat di antara daerah yang
terkena.
16
Substansi paru di sekelilingi daerah konsolidasi biasanya agak hipermi dan edematosa,
tetapi daerah yang luas diantaranya pada umumnya normal. Pleuritis fibrinosa atau supuratif
terjadi bila fokus peradangan berhubungan dengan pleura, tetapi ini tidak biasa. Dengan
meredanya penyakit, konsolidasi dapat larut bila tidak ada pembentukan abses, atau dapat
menjadi terorganisasi meninggalkan sisa fokus fibrosis.
Secara histologis, reaksi itu terdiri dari eksudat supuratif yang memenuhi bronki,
bronkioli dan rongga alveolar yang berdekatan. Netrofil dominan dalam eksudasi ini dan
biasanya hanya didapatkan sejumlah kecil fibrin. Seperti yang diharapkan, abses ditandai
oleh nekrosis dari arsitektur dasar.
Etiologi Bronkopneumonia
Bronkopneumonia dapat juga dikatakan suatu peradangan pada parenkim paru yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur. Bakteri seperti Diplococus pneumonia, Pneumococcus
sp, Streptococcus sp, Hemoliticus aureus, Haemophilus influenza, Basilus friendlander
(Klebsial pneumonia), dan Mycobacterium tuberculosis. Virus seperti Respiratory syntical
virus, Virus influenza, dan Virus sitomegalik. Jamur seperti Citoplasma capsulatum,
Criptococcus nepromas, Blastomices dermatides, Cocedirides immitis, Aspergillus sp,
Candinda albicans, dan Mycoplasma pneumonia.
Meskipun hampir semua organisme dapat menyebabkan bronkopneumonia, penyebab
yang sering adalah stafilokokus, streptokokus, H. influenza, Proteus sp dan Pseudomonas
aeruginosa. Keadaan ini dapat disebabkan oleh sejumlah besar organisme yang berbeda
dengan patogenitas yang bervariasi. Virus, tuberkolosis dan organisme dengan patogenisitas
yang rendah dapat juga menyebabkan bronkopneumonia, namun gambarannya bervariasi
sesuai agen etiologinya.
Patogenesis Bronkopneumonia
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme,
keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di
dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh sehingga mikroorganisme
dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit.
17
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas
sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya.
Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi
empat stadium, yaitu :
Stadium I/Hiperemia (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Pada stadium I, disebut hyperemia karena mengacu pada respon peradangan
permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai
dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast
setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut
mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal
ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan
diantara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen
dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan
sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
Stadium II/Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)
Pada stadium II, disebut hepatisasi merah karena terjadi sewaktu alveolus terisi oleh
sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan sehingga warna paru menjadi merah dan
pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat
minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat,
yaitu selama 48 jam.
Stadium III/Hepatisasi Kelabu (3 – 8 hari)
Pada stadium III/hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi
di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini
eritrosit di alveoli mulai di reabsorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan
18
leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami
kongesti.
Stadium IV/Resolusi (7 – 11 hari)
Pada stadium IV/resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda,
sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali ke strukturnya semula.
Gambaran Klinis Bronkopneumonia
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama
beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-40oC dan mungkin disertai
kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispneu, pernafasan cepat dan
dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk
biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit, anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari,
pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan, inspeksi : perlu diperhatikan adanya tahipnue,
dispnue, sianosis sekitar hidung dan mulut, pernapasan cuping hidung, distensi abdomen,
retraksi sela iga, batuk semula nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri dada pada waktu
menarik napas. Palpasi : suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus
raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami peningkatan
(tachicardia). Perkusi: suara redup pada sisi yang sakit. Auskultasi, auskultasi sederhana
dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga ke hidung/mulut bayi. Pada anak yang
bronkopneumonia akan terdengar stridor.
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang
terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan. Pada auskultasi mungkin
hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia
menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara
pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras.
19
Klasifikasi ISPA Pada Balita dengan Gejala Batuk dan atau Kesukaran
Bernafas Berdasarkan Pola Tatalaksana Pemeriksaan, Penentuan Ada Tidaknya Tanda
Bahaya, Penentuan Klasifikasi Penyakit, Pengobatan dan Tindakan.
Klasifikasikasi Gejala ISPA Untuk Golongan Umur <2 bulan
a. Bronkopneumonia berat, adanya nafas cepat (fast breating) yaitu frekuensi pernafasan
sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada dinding
dada bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing).
b. Bukan bronkopneumonia, batuk tanpa pernafasan cepat atau penarikan dinding dada
Klasifikasi Gejala ISPA Untuk Golongan Umur 2 bulan – <5 tahun
a. Bronkopneumonia sangat berat, adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai nafas
sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing).
b. Bronkopneumonia berat, adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai adanya nafas
cepat sesuai umur. Batas nafas cepat ( fast breathing) pada anak umur 2 bulan - <1
tahun adalah 50 kali atau lebih per menit dan untuk anak umur 1 - <5 tahun adalah 40
kali atau lebih permenit.
c. Bukan bronkopneumonia, batuk tanpa pernafasan cepat atau penarikan dinding dada.
Pencegahan Bronkopneumonia
Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang
sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat agar tidak sakit. Secara garis besar,
upaya pencegahan ini dapat berupa pencegahan umum dan pencegahan khusus. Pencegahan
primer bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko terhadap kejadian bronkopneumonia.
Upaya yang dapat dilakukan antara lain:
a. Memberikan imunisasi BCG satu kali (pada usia 0-11 bulan), campak satu kali (pada
usia 9-11 bulan), DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali (pada usia 2-11
bulan), Polio sebanyak 4 kali (pada usia 2-11 bulan), dan Hepatitis B sebanyak 3
kali(0-9 bulan).
20
b. Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberika ASI pada bayi neonatal
sampai berumur 2 tahun dan makanan yang bergizi pada balita.
c. Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan dan polusi di luar
ruangan.
d. Mengurangi kepadatan hunian rumah.
Pencegahan Sekunder
Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk mencegah orang telah
sakit agar sembuh, menghambat progesifitas penyakit, menghindari komplikasi, dan
mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan sekunder meliputi diagnosis dini dan pengobatan
yang tepat sehingga dapat mencegah meluasnya penyakit dan terjadinya komplikasi. Upaya
yang dilakukan antara lain :
a. Bronkopneumonia berat: rawat di rumah sakit, berikan oksigen, beri antibiotik
benzilpenisilin, obati demam, obati mengi, beri perawatan suportif, nilai setiap hari.
b. Bronkopneumonia : berikan kotrimoksasol, obati demam, obati mengi.
c. Bukan Bronkopneumonia : perawatan di rumah, obati demam.
Pencegahan Tersier
Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan
rehabilitasi. Upaya yang dapat dilakukan anatara lain:
a. Memberi makan anak selama sakit, tingkatkan pemberian makan setelah sakit.
b. Bersihkan hidung jika terdapat sumbatan pada hidung yang menganggu proses
pemberian makan.
c. Berikan anak cairan tambahan untuk minum.
d. Tingkatkan pemberian ASI.
e. Legakan tenggorok dan sembuhkan batuk dengan obat yang aman.
f. Ibu sebaiknya memperhatikan tanda-tanda seperti: bernapas menjadi sulit, pernapasan
menjadi cepat, anak tidak dapat minum, kondisi anak memburuk, jika terdapat tanda-
tanda seperti itu segera membawa anak ke petugas kesehatan.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Jakarta:
Infomedika; 2010. h. 1228-33.
2. World Health Organization. Pneumonia kills more than any other diseases; 2005.
3. Said M. Pneumonia. Dalam: Buku ajar respiratologi anak. Edisi ke-2. Jakarta: IDAI;
2008. h. 350-65.
4. Behrman, Richard E. Ilmu kesehatan anak. Cetakan I. Jakarta: EGC; 2000. h. 883-9.
5. Muchtar D, Ridwan. Kendala pernapasan infeksi saluran pernapasan akut. Cermin
Dunia Kedokteran; 2000. h. 47-8
6. Saroso, Sulianti. Pneumonia. Edisi Februari 2007. Diunduh dari
http://www.infeksi.com.articles.php?Ing=in&pg=48, 2 September 2013.
22