Presentasi Kasus
-
Upload
nonie-zaskia -
Category
Documents
-
view
18 -
download
4
description
Transcript of Presentasi Kasus
PRESENTASI KASUS
HEMATEMESIS MELENA E.C GASTROPATI NSAID
Diajukan kepada :
dr. H. Sukartono T. Sp.PD, FINASIM
Disusun oleh : dr. Kirana Mustikasari
RSI PKU MUHAMMADIYAH PEKAJANGANPEKALONGAN
2014
BERITA ACARA PRESENTASI KASUS
Pada Hari ini tanggal ………………………………………..telah dipresentasikan
kasus oleh :
Nama Peserta : dr. Kirana Mustikasari
Dengan Judul / Topik : Hematemesis melena ec gastropati NSAID
Nama Pendamping : dr.Venty Widjajanti
Nama Pembimbing : dr. H. Sukartono T. Sp.PD, FINASIM
Nama Wahana : RSI Pekajangan - Kab. Pekalongan
No. Nama Peserta Presentasi No. Tanda Tangan
1. 1.
2. 2.
3. 3.
4. 4.
5. 5.
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping Interenship Mengetahui,
dr. Venty Widjajanti dr. H. Sukartono T. Sp.PD, FINASIM
PORTOFOLIO KASUS MEDIK
Borang Portofolio
No. ID dan Nama Peserta : dr. Kirana Mustikasari
No. ID dan Nama Wahana : RSI PKU Muhammadiyah Pekajangan
Topik : Hematemesis melena ec Gastropati NSAID
Tanggal (kasus) : 21 November 2013
Pendamping : dr. Venty Widjajanti
Obyektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah T Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi:
Pasien datang dengan keluhan muntah darah 1 hari SMRS. Muntah berisi
darah berwarna hitam ± sebanyak 1/4 gelas aqua dengan frekwensi 1 kali.
Menurut pasien keluhan muntah darah ini di dahului oleh rasa mual. Keluhan
muntah darah ini disertai dengan keluhan BAB yang bercampur darah hitam
seperti kopi ± 1 minggu SMRS. Karena keluhan tersebut di atas pasien segera
dibawa oleh keluarga ke RSI
Pasien mengaku mempunyai riwayat penyakit maag ± sejak 3 tahun yang
lalu dan mempunyai kebiasaan minum obat pegel linu yang baisa dibeli di pasar
pada saat sebelum keluhan datang hingga sekarang kurang lebih sejak 5 tahun
yang lalu. BAK tidak ada keluhan.
Tujuan:
Mendiagnosis, dan memberikan tatalaksana yang tepat sesuai dengan penyakit
yang dialami pasien.
Bahan bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas : Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos
DATA PASIEN
Nama : Ny. Y
Usia : 51 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
No. RM : 207719
Tanggal Masuk : 21 November 2013
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis / Gambaran Klinis: (Anamnesis tanggal : 21 November 2013)
Keluhan Utama : muntah darah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan muntah darah 1 hari SMRS. Muntah
berisi darah berwarna hitam ± sebanyak 1/4 gelas aqua dengan frekwensi 1
kali. Menurut pasien keluhan muntah darah ini di dahului oleh rasa mual.
Keluhan muntah darah ini disertai dengan keluhan BAB yang bercampur
darah hitam seperti kopi ± 1 minggu SMRS. Karena keluhan tersebut di
atas pasien segera dibawa oleh keluarga ke RSI
Pasien mengaku mempunyai riwayat penyakit maag ± sejak 3
tahun yang lalu dan mempunyai kebiasaan minum obat pegel linu yang
baisa dibeli di pasar pada saat sebelum keluhan datang hingga sekarang
kurang lebih sejak 5 tahun yang lalu. BAK tidak ada keluhan.
2. Riwayat pengobatan :
Pasien sering mengkonsusi obat pegal linu rutin selama 5 tahun yang
dibelinya sendiri di pasar.
3. Riwayat kesehatan/ penyakit:
Riwayat sakit seperti ini disangkal
Riwayat sakit maag sejak 3 tahun yang lalu
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat kencing manis disangkal
Riwayat penyakit hati disangkal
Riwayat kebiasaan minum alkohol disangkal
4. Riwayat keluarga:
Riwayat keluhan serupa : disangkal
5. Kondisi lingkungan sosial dan fisik:
Penderita adalah seorang pedagang di pasar, tinggal dengan suami 3 orang
anak. Pasien biasa makan 2-3 x sehari dengan nasi, sayur, lauk-pauk,
tempe, tahu dan kadang daging.
Hasil pembelajaran:
1. Mendiagnosis penyebab gangguan pada saluran cerna berupa hematemesis
melena pada pasien melalui anamnesis, pemeriksaan fisik maupun
pemeriksaan penunjang.
2. Penatalaksanaan/ manajemen hematemesis melena ec gastropati NSAID
3. Edukasi mengenai penyakit yang dialami pasien dan prognosisnya kepada
pasien dan keluarga.
Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:
1. Subyektif
Keluhan Utama : muntah darah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan muntah darah 1 hari SMRS. Muntah
berisi darah berwarna hitam ± sebanyak 1/4 gelas aqua dengan frekwensi 1
kali serta keluhan BAB yang bercampur darah hitam seperti kopi ± 1
minggu SMRS. Pasien mengaku mempunyai riwayat penyakit maag ±
sejak 3 tahun yang lalu dan mempunyai kebiasaan minum obat pegel linu
yang baisa dibeli di pasar sejak 5 tahun yang lalu.
Riwayat pengobatan
Pasien sering mengkonsusi obat pegal linu rutin selama 5 tahun yang
dibelinya sendiri di pasar.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat sakit maag sejak 3 tahun yang lalu
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Anamnesis Sistem:
• Sistem Cerebrospinal : kejang (-)
• Sistem Cardiovaskular : keringat dingin (-), nyeri dada (-)
berdebar-debar (-), tidur dengan 2 bantal
(-), sesak nafas (-)
• Sistem Respirasi : sesak nafas (-), batuk (-), pilek (-)
• Sistem Gastrointestinal : BAB hitam (+), mual (+), muntah darah
(+)
• Sistem Genitourinari : nyeri saat BAK (-), anyang-anyangan (-)
• Sistem Muskuloskeletal : deformitas (-)
• Sistem Integumen : UKK (-)
2. Obyektif
IGD
Keadaan Umum: Compos mentis, tampak lemas
Tanda Vital
Tekanan darah : 150/100 mmHg
Nadi : 128 kali/menit, iregular
Pernapasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,5C
Pemeriksaan fisik:
Kulit : Turgor Kurang (-), pucat (-), Sianosis(-),eritema palmaris.
(-)
Jantung
konfigurasi jantung kesan dalam batas normal
Paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, suara tambahan
wheezing (-), ronchi basah kasar (-) basal paru, ronchi basah
halus (-) di basal paru
Abdomen
Inspeksi : dinding perut < dinding dada, distended(-),spider
nevi(-)
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+), kembung (-),
defans muskular (-),
Perkusi : timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Pemeriksaan 21/11 22/11 Satuan Nilai Rujukan
Hemoglobin 10,7 9.6 g/dL 13,5 -17,5
Hematokrit 37 28 % 33-45
Leukosit 12 9.8 103/ul 4,5-11
Trombosit 283 250 103/ul 150-450
HbSAg Negatif
Bilirubin direct 0.32 0- 25
Bilirubin total 0.91 0- 11
GDS 108 mg/dl 60-140
SGOT 17 u/L 0-35
SGPT 17 u/L 0-45
Ekstermitas
Akral oedem : Superior -/- Inferior -/-
Akral sianosis : Superior -/- Inferior-/-
Akral dingin : Superior -/- Inferior -/-
Pemeriksaan penunjang:
a. Laboratorium darah
b. EKG
Sinus takikardi 128 bpm
3. Assesment :
Diagnosis IGD : Hematemesis melena
Daftar masalah :
Anamnesis
a. Muntah darah
b. Mual
c. BAB hitam
d. Nyeri ulu hati
e. Kebiasaan konsumsi obat pegal linu
Pemeriksaan fisik
f. TD 150/100 mmHg
g. HR : 128x/menit reguler
h. RR : 20x/menit
i. Nyeri tekan epigastrium
Pemeriksaan penunjang
Dalam batas normal
Analisis dan sintesis
DAFTAR MASALAH
No. Masalah Aktif Masalah
Inaktif
Tanggal Abnormalitas
1. Hematemesis
melena
21 November 2013 a, b,c
2. Gastropati NSAID 21 November 2013 b, d,e,i
3 HT Stage 1 21 November 2013 f
4. Plan :
Planning IGD :
- Puasa kecuali minum obat
- Pemasangan NGT
- Bilas lambung air dingin
- Resusitasi bila terdapat tanda presyok atau syok
DR,HbSAg, SGOT SGPT, Bilirubin total, Bilirubin direct
Rawat Sp. PD
Planning bangsal :
Problem 1. Hematemesis Melena
Ass. :
Mencari etiologi dd non variceal bleeding dd variceal bleeding
Mengatasi kegawatan : syok hipovolemik, aspirasi
Ip. Dx : Endoskopi
Ip. Tx :
Bed rest tidak total
Infus D 5% 20 tpm
Inj. Ranitidin 1 amp/8jam
Inj. Ondancentron 1amp/8jam
Inj Asam tranexamat 1 amp/8jam
Kanamicin 3 x500mg
Lansoprazole 2x 40mg
Sukralfat 3x C1
Antasid 3x C1
Ip. Mx : keadaan umun vital sign
Ip. Ex : Penjelasan kepada pasien tentang penyakit dan diet yang tepat
Problem 2. Dispepsia ulcus type
Ass : etiologi dd Gastropati NSAID
Gastritis
Ulkus Pepticum
Ip Dx : Endoskopi
IpTx : Bed rest tidak total
bila produk NGT bersih dalam 24 jam aff NGT lanjut diet lunak
Infus D 5% 20 tpm
Inj. Ranitidin 50 mg/8jam
Inj. Ondancentron 8 mg/8jam
Lansoprazole 2x 40mg
Sukralfat 3x C1
Antasid 3x C1
IpMx : Keadaan umum, tanda vital
IpEx : Memberitahukan pada pasien dan keluarga mengenai
penyakitnya
Menyarankan pasien untuk menghindari makanan yang
pedas dan asam
IpPx :ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Problem 3. Hipertensi Stage I
Ass : Komplikasi : Retinopati HT
HHD
CVA
IpDx : Funduskopi, CT scan kepala
IpTx : Diet rendah garam <5 gr/hari
Propanolol 10 mg 3 x 1
IpMx : Keadaan umum, Vital sign
IpEx : Memberitahukan pada pasien dan keluarga mengenai penyakit
pasien.
Mengedukasi pasien untuk mengurangi konsumsi garam dan
lemak.
IpPx : ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad bonam
PROGRESS REPORT
Hari /
Tgl
Subyektif Obyektif Asessment Plan DPJP Usul planning :
Rabu
21/11
Mual (+),
muntah darah
(+), BAB hitam
3x (+)
CM, tampak
lemas
TD : 150/100
HR : 80x/menit
RR : 20x/menit
t: 36 oC
Cor : dbn
Pulmo : dbn
Abd : nyeri tekan
epigastrik
Hematemesis
melena ec dd
variseal
bleeding dd
non variceal
bleeding
Inf. D5% 20
tpm
Inj. Asam
traneksamat
1amp/8jam
Inj
Ondacentron
1amp/8jam
Inj Ranitidin
1amp/8jam
PO
Propanolol 3
x 10mg
Dexanta syr
6x 1 CI
Lanzoprazol
2 x 40mg
Kanamicin 3
x 500 mg
Cefotaxim 2
x 1 gr
Transfusi 1
whole blood
Endoskopi
DL, SGOT
SGPT, HbSAg,
Bilirubin total,
bilirubin direct
Usul
tambahan:
Sukralfat 3 x
CI
22/11 Mual (+),
produk NGT
(-), BAB hitam
2 x,
Gatal-gatal post
CM
TD : 120/80
HR : 88x/menit
RR : 20x/menit
t : 36,6oC
Gastropati ec
NSAID
Diteruskan Inj
dexamethasone
1 amp
trasfusi Whole
blood 350 cc
kulit : plakat
erititem
Cor : dbn
Pulmo : dbn
Abdomen : nyeri
tekan epigastrium
(+)
23/11 Mual (+)
berkurang,
produk NGT
bersih, BAB
hitam 3 x, gatal
(-)
CM,
TD : 120/80
HR : 90x/menit
RR : 24x/menit
t : 36,2oC
Cor : dbn
Pulmo : dbn
Abdomen : nyeri
tekan epigastrium
(+)
Gastropati ec
NSAID
Diteruskan Aff NGT
24/11 Mual (+)
berkurang,
produk NGT
bersih, BAB
hitam 3 x, gatal
(-)
CM,
TD : 120/80
HR : 90x/menit
RR : 24x/menit
t : 36,2oC
Cor : dbn
Pulmo : dbn
Abdomen : dbn
Gastropati ec
NSAID
Diteruskan
25/11 Mual (+)
berkurang,
produk NGT
bersih, BAB
hitam 3 x, gatal
(-)
CM,
TD : 120/80
HR : 90x/menit
RR : 24x/menit
t : 36,2oC
Cor : dbn
Gastropati ec
NSAID
Boleh pulang
Lanjut terapi
oral :
Kanamisin 3
x 500mg
Lanzoprazole
Pulmo : dbn
Abdomen : dbn
2 x 40mg
Dexanta
3 xCI
5. Penalaran klinis:
Pada kasus ini pasien didiagnosis dengan hematemesis melena berdasarkan
data anamnesis bahwa pasien mengeluhkan BAB kehitaman sejak 1 minggu yang
lalu, muntah darah kehitaman, nyeri ulu hati, dan riwayat mengkonsumsi obat
pegal linu rutin sejak 5 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri
tekan epigastrium. Pemeriksaan Rectal Toucher: Sfingter ani kuat, mukosa licin,
tidak terdapat benjolan, terdapat feses berwarna hitam, dan tidak ada lendir. Serta
tidak ditemukan stigmata penyakit hati kronis (ikterus, spider nevi,
ascites,splenomegali, eritema palmaris, edema tungkai).
Diagnosis pada kasus ini sesuai dengan pengertian hematemesis melena.
Hematemesis adalah dimuntahkannya darah dari mulut, darah bisa dalam bentuk
segar (bekuan/ gumpalan/ cairan warna merah cerah) atau berubah karena enzim
dan asam lambung menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi. Melena
yaitu keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal (ter) dengan bau khas,
yang menunjukkan perdarahan SCBA serta dicernanya darah pada usus halus.
Dimana penyebab kelainan diatas dapat berasal dari kelainan esofagus, kelainan
lambung, dan kelainan duodenum.
Pada kasus ini mengarah pada kelainan di lambung yaitu adanya gastropati
NSAID atas dasar riwayat kebiasaan pasien meminum obat pegal linu rutin sejak
5 tahun yang lalu sampai sekarang. Dimana penyebab dari gastritis erosif yang
terbanyak adalah akibat obat-obatan yang mengiritasi mukosa lambung atau obat
yang merangsang timbulnya tukak (ulcerogenic drugs). Misalnya obat-obat
golongan salisilat seperti aspirin, ibuprofen, dan lainnya. Obat-obatan lain yang
juga dapat menimbulkan hematemesis yaitu : golongan kortikosteroid,butazolidin,
reserpin, spironolakton dan lain-lain. Golongan obat-obat tersebut menimbulkan
hiperasiditas. Gastritis erosif hemoragika merupakan urutan kedua penyebab
perdarahan saluran cerna atas.. Sifat hematemesis tidak masif dan timbul setelah
berulang kali minum obat-obatan tersebut, disertai nyeri dan pedih di ulu hati.
Penatalaksanaan pada kasus ini dibagi menjadi dua yaitu non-
medikamentosa dan medikamentosa. Penatalaksanaan non-medikamentosa antara
lain bed rest, puasa hingga perdarahan berhenti dan diet cair. Dan penatalaksanaan
medikamentosa antara lain cairan infus D5% 20 tetes/menit, pemasangan
Nasogastric tube (NGT),bilas lambung, injeksi hemostatika dengan inj. Asam
traneksamat 1 amp/8jam, inj ondancentron 8mg/8 jam untuk mengurangi keluhan
mual, inj ranitidin 50mg/8 jam sebagai antagonis reseptor H2, Pengobatan secara
oral diberikan omeprazole 2x40 mg tab, sukralfat 3 XCI untuk melapisi mukosa
labung,dan kanamisin 3 x 500mg untuk sterilisasi usus jika Hemoglobin (Hb)<8
bisa dilakukan tranfusi.
Pemasangan NGT dilakukan untuk mengevaluasi perdarahan yang sedang
berlangsung. Diberikan juga Proton Pump Inhibitor (PPI) yaitu omeprazole
dimana obat-obat golongan PPI mengurangi sekresi asam lambung dengan jalan
menghambat enzim H+, K+, Adenosine Triphosphatase (ATPase) (enzim ini
dikenal sebagai pompa proton) secara selektif dalam sel-sel parietal. Enzim
pompa proton bekerja memecah KH+ ATP yang kemudian akan menghasilkan
energi yang digunakan untuk mengeluarkan asam dari kanalikuli sel parietal ke
dalam lumen lambung. Ikatan antara bentuk aktif obat dengan gugus sulfhidril
dari enzim ini yang menyebabkan terjadinya penghambatan terhadap kerja enzim.
Kemudian dilanjutkan dengan terhentinya produksi asam lambung.
Pemberian sukralfat pada kasus ini didasari mekanisme kerja sukralfat atau
aluminium sukrosa sulfat diperkirakan melibatkan ikatan selektif pada jaringan
ulkus yang nekrotik, dimana obat ini bekerja sebagai sawar terhadap asam, pepsin,
dan empedu. Obat ini mempunyai efek perlindungan terhadap mukosa termasuk
stimulasi prostaglandin mukosa. Selain itu, sukralfat dapat langsung mengabsorpsi
garam-garam empedu. Aktivitas ini nampaknya terletak didalam seluruh
kompleks molekul dan bukan hasil kerja ion aluminium saja. Obat ini juga
memerlukan pH asam untuk aktif sehingga tidak boleh diberikan bersama antasid
atau antagonis reseptor H2. Jika Hemoglobin (Hb) < 8 gr/dl atau perdarahan masif
dan terdapat tanda tanda kegagalan sirkulasi maka pasien dapat diberikan
transfusi.
Pendidikan :
Pada pasien dan keluarga mengenai penyebab, factor resiko, gejala,
pengobatan, komplikasi dan prognosis penyakit dari hematemesis melena
Konsultasi :
Dijelaskan secara rasional akan pentingnya konsultasi spesialis penyakit
dalam sebagai upaya agar penyakit dapat ditangani dengan tepat.
Kontrol :
Kegiatan Periode Hasil yang diharapkan
Mengobservasi keadaan
umum, tanda vital pasien
Terutama tanda presyok/
syok
Per 15 menit di
IGD
Lanjutkan per 8 jam
di bangsal
Keadaan umum, klinis membaik
Tanda vital baik
Mengobservasi keluhan
pasien berkaitan dengan
hematesis melena
Setiap hari selama
di RS
Keluhan pasien berkurang seiring
terapi yang diberikan
Menyingkirkan
differensial diagnosis
penyebab hematemesis
melena
Selama perawatan
di RS dengan
fasilitas yang
tersedia
Ditemukan penyebab
hematemesis melena dan
melakukan terapi yang tepat
Edukasi pasien mengenai
penyakit yang diderita,
pengobatan yang harus
dilakukan, perbaikan
pola makan, serta
larangan penggunaan
obat NSAID tanpa aturan
Sebelum
dipulangkan dari
rawat inap RS dan
setiap kali
kunjungan
Pasien dan keluarga mengetahui
dengan jelas kondisi pasien
Perbaikan pola makan serta
kebiasaan pasien dalam
mengkonsumsi obat
Kontrol secara teratur baik untuk
memeriksakan kondisi pasien
Pekalongan, Januari 2014
Pendamping Internship Mengetahui,
dr. Venty Widjajanti dr. H. Sukartono T., Sp.PD. FINASIM
TINJAUAN PUSTAKA
1. Lambung
Lambung merupakan organ yang berbentuk kantong seperti huruf ‘J’,
dengan volume 1200-1500ml pada saat berdilatasi. Pada bagian superior, lambung
berbatasan dengan bagian distal esofagus, sedangkan pada bagian inferior
berbatasan dengan duodenum. Lambung terletak pada daerah epigastrium dan
meluas ke hipokhondrium kiri.Secara anatomik, lambung terbagi atas 5 daerah
yaitu: (1). Kardia, daerah yang kecil terdapat pada bagian superior di dekat
gastroesofageal junction; (2). Fundus, bagian berbentuk kubah yang berlokasi
pada bagian kiri dari kardia dan meluas ke superior melebihi tinggi
gastroesofageal junction; (3). Korpus, merupakan 2/3 bagian dari lambung dan
berada di bawah fundus sampai ke bagian paling bawah yang melengkung ke
kanan membentuk huruf ‘J’; (4). Antrum pilori, adalah bagian 1/3 bagian distal
dari lambung. Keberadaannya secara horizontal meluas dari korpus hingga ke
sphincter pilori; dan (5). Sphincter pilori, merupakan bagian tubulus yang paling
distal dari lambung Dinding lambung terdiri dari empat lapisan yaitu lapisan
mukosa, sub-mukosa, muskularis eksterna (propria) dan serosa.
Mukosa lambung secara terus menerus terpapar dengan berbagai macam
faktor yang berbahaya antara lain faktor endogen seperti asam hidroclorida 0.1 N,
pepsin, asam empedu dan toksin dari kuman H. pylori, serta dari factor eksogen
seperti obat NSAID, etanol, obat kemoterapi, dsb. Pada kondisi normal intergritas
mukosa lambung dipertahankan dengan adanya mekanisme pertahanan lambung
meliputi faktor-faktor preepitel seperti barier mucus-biakrbonat-fosfolipid, dan
epitel barier seperti prostaglandin dan ‘heat shock protein’, aliran darah mukosa
lambung dan sistesis prostaglandin. Kerusakan pada mukosa lambung dapat
terjadi akibat gangguan mekanisme pertahanan mukosa lambung1.
2. OAINS
2. 1 Cara Kerja
Nyeri timbul oleh karena aktivasi dan sensitisasi sistem nosiseptif, baik
perifer maupun sentral. Dalam keadaan normal, reseptor tersebut tidak aktif.
Dalam keadaan patologis, misalnya inflamasi, nosiseptor menjadi sensitive
bahkan hipersensitif. Adanya pencederaan jaringan akan membebaskan
berbagai jenis mediator inflamasi, seperti prostaglandin, bradikinin, histamin
dan sebagainya. Mediator inflamasi dapat mengaktivasi nosiseptor yang
menyebabkan munculnya nyeri. OAINS mampu menghambat sintesis
prostaglandin dan sangat bermanfaat sebagai antinyeri.
Berawal dari perubahan fosfolipid menjadi asam arakidonat yang
merupakan substrat bagi enzim prostaglandin endoperoxide synthase (PGHS;
COX, cyclooxygenase) menjadi PGG2, dan reduksi peroxidative PGG2
menjadi PGH2. Selanjutnya sebagai bahan baku prostaglandin, endoperoxide
PGH2 dirubah menjadi berbagai prostaglandin. Saat ini dikenal dua iso-enzim
COX, yaitu COX-1 dan COX-2. COX-1 sebagai enzim "constitutive"
merubah PGH2 menjadi berbagai jenis prostaglandin (PGI2, PGE2) dan
tromboxan (TXA2) yang dibutuhkan dalam fungsi homeostatis. COX-2 yang
terdapat di dalam sel-sel imun (macrophage dll), sel endotel pembuluh darah
dan fibroblast sinovial, sangat mudah diinduksi oleh berbagai mekanisme,
akan merubah PGH2 menjadi PGE2 yang berperan dalam kejadian inflamasi,
nyeri dan demam. Oleh karena itu COX-2 dikenal sebagai enzim "inducible".
Pada kenyataannya, baik COX-1 dan COX-2 adalah isoenzim yang dapat
diinduksi5
2.2 Sedian OAINS
Sediaan OAINS yang mampu menghambat sintesis mediator nyeri
prostaglandin mempunyai struktur kimia yang heterogen dan berbeda di dalam
farmakodinamiknya. Oleh karena itu berbagai cara telah diterapkan untuk
mengelompokkan AINS, apakah menurut 1). struktur kimia, 2). tingkat
keasaman dan 3). ketersediaan awalnya (pro-drug atau bukan) dan sekarang
berdasarkan selektivitas hambatannya pada COX-1 dan COX-2, apakah
selektif COX-1 inhibitor, non-selektif COX inhibitor, preferentially selektif
COX-2 inhibitor dan sangat selektif COX-2 inhibitor.
2.3 Efek samping OAINS
.OAINS memiliki berbagai efek yang merugikan, termasuk efeknya pada
saluran cerna dan ginjal, namun kejadian efek samping ini berbeda diantara
AINS yang ada dipasaran. Perbedaan ini sering menjadi factor utama dalam
pemilihan OAINS oleh para dokter. Efek samping AINS yang paling sering
terjadi adalah:
• gangguan saluran cerna
NSAID merupakan obat-obatan yang paling banyak diresepkan di
seluruh dunia . Obat-obat NSAID yang non selektifdan tradisional dapat
menyebabkan kerusakan pada mukosa lambung. NSAID dapat menyebabkan
kerusakan pada sel dan jaringan akibat inhibisi proses fosforilasi oksidatif di
mitokondria, inhibisi pada enzim fosforilase, dan atau aktivasi dari proses
apoptosis.2. . Peranan penting dari leukotrien pada kerusakan lambung akibat
NSAID juga telah dikemukakan. Dengan penurunan mekanisme dari asam
arikidonat melalui jalur siklooksigenase pada penggunaan NSAID,
metabolisme asam arikidonat yang beralih pada jalur alternative lain yaitu
jalur lipo-oksigenase , dan akan menyebabkan terjadinya peningkatan
produksi leukotrien.
Prostaglandidn disintesis dari asam lemak esensial, dan konsentrasi
tertinggi terdapat di mukosa saluran cerna. Pembentukan prostaglandin yang
berkelanjutan oleh mukosa lambung dan usus memperlihatkan suatu proses
fisiologis yang dibutuhkan untuk mempertahankan intergritas selular dari
mukosa saluran cerna. Hampir semua mekasnisme pertahanan mukosa
lambung dirangsang dan/atau difasilitasi oleh prostaglandin. Prostaglandin
dapat menghambat sekresi asam, merangsang sekresi mukus, bikarbonat, dan
sekresi fosfolipid, meningkatkan aliran darah mukosa, dan mempercepat
terbentuknya mukosa epitel, dan penyembuhan mukosa lambung 2
Sebagai kesimpulan , kerusakan mukosa lambung akibat NSAID adalah
terjadi akibat inhibisi pada pembentukan prostaglandin dan induksi dari
hipermotilitas lambung, yang diikuti oleh gangguan mikrovaskuler dan
aktivasi neutrofil. Hipermotilitas lambung dan gangguan mikrovaskuler
dikaitkan dengan defisiensi prostaglandin yang disebabkan karena inhibisi
enzim sikooksigenase -1 akibat penggunaan NSAID.
Bila yang menjadi permasalahan adalah efek iritasi langsung pada
lambung, dapat diberikan sediaan oral OAINS non-acidic, misalnya derivat
naftalen (nabumetone) atau derivat pyrazolon (metamizol), atau AINS dengan
pKa mendekati netral, misalnya nimesulide, celecoxib dan rofecoxib. Usaha
lain adalah mengunakan sediaan OAINS per-oral dengan formulasi tertentu
(buffered, enteric coated), per-injeksi, per-rectal atau topical (salep). Namun
usaha ini belum mampu menurunkan kejadian tukak lambung.
Meskipun dinyatakan bahwa OAINS yang selektif menghambat COX-2
celecoxib dan rofecoxib sangat minimal mencederai mukosa saluran cerna,
hasil kajian Fiorucci dkk (2003) menunjukkan bahwa bila celecoxib digabung
dengan asetosal maka pencederaan mukosa saluran cerna lebih banyak bila
diberikan sendiri-sendiri. Celecoxib dan rofecoxib secara nyata meningkatkan
keparahan kerusakan mukosa saluran cerna.
• gangguan fungsi ginjal
Bukti menunjukkan bahwa hambatan aktivitas COX-2 akan
menyebabkan retensi natrium. Hal ini sudah tentu dapat meninggikan tekanan
darah penderita. Lebih lanjut, kejadian edema pada penderita osteoartritis
yang mendapat sediaan AINS dengan hambatan sangat selektif COX-2
menunjukkan bahwa makin selektif (rofecoxib, 25 mg) makin nyata kejadian
edemanya dibandingkan yang kurang selektif (celecoxib, 200 mg) 3.
• gangguan sistem kardiovaskuler
Sayangnya efek samping AINS pada sistem kardiovaskuler kurang
menjadi perhatian, seperti diketahui bahwa beberapa AINS mampu
memperburuk tekanan darah penderita hipertensi. Hal ini menjadi lebih berarti
mengingat tingginya persentase penderita hipertensi yang juga mengalami
osteoartritis. Pengkajian meta-analisis sebelumnya oleh Pope dkk (1993)
menunjukkan bahwa peninggian mean arterial pressure pada penderita
hipertensi yang mendapat indometasin adalah 3.59 mm Hg dan yang
mendapat naproxen adalah 3.74 mm Hg. Sementara perubahan mean arterial
pressure pada mereka yang mendapat ibuprofen (0.83 mm Hg), piroxicam
(0.49 mm Hg), dan sulindac (0.16 mm Hg) relatif sangat minimal. Data yang
ada berkaitan dengan penggunaan AINS dengan hambatan selektif COX-2
pada tekanan darah penderita hipertensi sangat terbatas. Graves dan Hunder
(2000).menemukan perburukan tekanan darah penderita hipertensi yang
mendapat AINS dengan hambatan selektif COX-2 celecoxib dan rofecoxib
dengan peninggian tekanan darah sistol (18 - 51 mmHg) dan diastole (10 - 22
mmHg) yang cukup besar.
• gangguan pembekuan darah
Seperti dikemukakan sebelumnya bahwa penghambatn COX-1 akan
berakibat terjadinya penurunan produksi tromboxan, yang diikuti dengan
perpanjangan waktu pembekuan darah kemudahan terjadinya perdarahan.
AINS konvensional (diklofenak dan piroksikam) meskipun diberikan dalam
bentuk salep (gel) tetap mampu meningkatkan kejadian efek samping pada
pembekuan darah. Penghambat COX-2 celecoxib, nimesulid dan lainnya
secara eksperimental tidak mengganggu pembekuan darah. Namun sampai
saat ini baru Crofford dkk (2000) yang melaporkan temuan mereka adanya
trombosis pada penderita yang diobati dengan celecoxib. Bersamaan dengan
meningkatnya proses vasokonstriksi, peningkatan pembekuan darah akibat
makin bebasnya jalur COX-1 dalam mensintesis tromboxan akan
mempermudah terjadinya serangan jantung pada pemakai AINS dengan
penghambatan COX-2 yang sangat selektif.
3. Perdarahan Saluran Cerna Atas
3.1 Definisi
Perdarahan saluran cerna bahagian atas (didefinisikan sebagai
perdarahan yang terjadi di sebelah proksimal ligamentum Treitz pada
duodenum distal. Sebagian besar perdarahan saluran cerna bahagian atas
terjadi sebagai akibat penyakit ulkus peptikum (PUD, peptic ulcer disease)
(yang disebabkan oleh H. Pylori atau penggunaan obat-obat anti-inflamasi
non-steroid (OAINS) atau alkohol). Robekan Mallory-Weiss, varises esofagus,
dan gastritis merupakan penyebab perdarahan saluran cerna bahagian atas
yang jarang.
3.2. Gambaran Umum
Perdarahan saluran cerna bahagian atas dapat bermanifestasi klinis mulai
dari yang seolah ringan, misalnya perdarahan tersamar sampai pada keadaan
yang mengancam hidup. Hematemesis adalah muntah darah segar (merah
segar) atau hematin (hitam seperti kopi) yang merupakan indikasi adanya
perdarahan saluran cerna bagian atas atau proksimal ligamentum Treitz.
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA), terutama dari duodenum dapat
pula bermanifestasi dalam bentuk melena. Hematokezia (darah segar keluar
per anum) biasanya berasal dari perdarahan saluran cerna bagian bawah
(kolon). Maroon stools (feses berwarna merah hati) dapat berasal dari
perdarahan kolon bagian proksimal (ileo-caecal).
3.3. Etiologi
Banyak kemungkinan penyebab perdarahan saluran cerna bahagian atas
pada buku The Merck Manual of Patient Symptoms (Porter, R.S., et al., 2008):
a. Duodenal ulcer (20 – 30 %)
b. Gastric atau duodenal erosions (20 – 30 %)
c. Varices (15 – 20 %)
d. Gastric ulcer (10 – 20 %)
e. Mallory – Weiss tear (5 – 10 %)
f. Erosive esophagitis (5 – 10 %)
g. Angioma (5 – 10 %)
h. Arteriovenous malformation (< 5 %)
i. Gastrointestinal stromal tumors
3.3.1. Penyakit-Penyakit Ulcerativa atau Erosive
3.1.3.1. Penyakit Peptic Ulcer
Di Amerika Serikat, PUD (Peptic Ulcer Disease) dijumpai pada
sekitar 4,5 juta orang pada tahun 2011. Kira-kira 10 % dari populasi di
Amerika Serikat memiliki PUD. Dari sebahagian besar yang terinfeksi H
pylori, prevalensinya pada orang usia tua 20%. Hanya sekitar 10% dari
orang muda memiliki infeksi H pylori; proporsi orang-orang yang
terinfeksi meningkat secara konstan dengan bertambahnya usia.1
3.1.3.2. Pengaruh Obat NSAIDs
Penggunaan NSAIDs merupakan penyebab umum terjadi tukak
gaster. Penggunaan obat ini dapat mengganggu proses peresapan mukosa,
proses penghancuran mukosa, dan dapat menyebabkan cedera. Sebanyak
30% orang dewasa yang menggunakan NSAIDs mempunyai GI yang
kurang baik. Faktor yang menyebabkan peningkatan penyakit tukak gaster
dari penggunaan NSAIDs adalah usia, jenis kelamin, pengambilan dosis
yang tinggi atau kombinasi dari NSAIDs, penggunaan NSAIDs dalam
jangka waktu yang lama, penggunaan disertai antikoagulan, dan severe
comorbid illness.1
Sebuah studi prospektif jangka panjang didapatkan pasien dengan
arthritis dengan usia diatas 65 tahun, yang secara teratur menggunakan
aspirin pada dosis rendah beresiko menderita dyspepsia apabila berhenti
menggunakan NSAIDs. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan NSAIDs
harus dikurangi.1
Penggunaan kortikosteroid saja tidak meningkatkan terjadinya
tukak gaster, tetapi penggunaan bersama NSAIDs mempunyai potensi
untuk menimbulkan tukak gaster.1
Resiko perdarahan saluran cerna bagian atas dapat terjadi dengan
penggunaan spironolactone diuretic atau serotonin reuptake inhibitor. 1
3.1.5. Gejala Klinis
Gejala klinis perdarahan saluran cerna:
Ada 3 gejala khas, yaitu:
1. Hematemesis
Muntah darah dan mengindikasikan adanya perdarahan saluran cerna atas,
yang berwarna coklat merah atau “coffee ground”.11
2. Hematochezia
Keluarnya darah dari rectum yang diakibatkan perdarahan saluran cerna
bahagian bawah, tetapi dapat juga dikarenakan perdarahan saluran cerna
bahagian atas yang sudah berat. 11
3. Melena
Kotoran (feses) yang berwarna gelap yang dikarenakan kotoran bercampur
asam lambung; biasanya mengindikasikan perdarahan saluran cerna
bahagian atas, atau perdarahan daripada usus-usus ataupun colon bahagian
kanan dapat juga menjadi sumber lainnya.11
Disertai gejala anemia, yaitu: pusing, syncope, angina atau dyspnea.8
3.1.6. Diagnosis
Diagnosis dapat dibuat berdasarkan inspeksi muntahan pasien atau
pemasangan selang nasogastric (NGT, nasogastric tube) dan deteksi darah
yang jelas terlihat; cairan bercampur darah, atau “ampas kopi”’ Namun,
aspirat perdarahan telah berhenti, intermiten, atau tidak dapat dideteksi
akibat spasme pilorik. 4
Pada semua pasien dengan perdarahan saluran gastrointestinal (GIT)
perlu dimasukkan pipa nasogastrik dengan melakukan aspirasi isi lambung.
Hal ini terutama penting apabila perdarahan tidak jelas. Tujuan dari tindakan
ini adalah:
1. Menentukan tempat perdarahan.
2. Memperkirakan jumlah perdarahan dan apakah perdarahan telah
berhenti.13
Angiography dapat digunakan untuk mendiagnosa dan menatalaksana
perdarahan berat, khususnya ketika penyebab perdarahan tidak dapat
ditentukan dengan menggunakan endoskopi atas maupun bawah. (Savides,
T.J., et al., 2010) Conventional radiographic imaging biasanya tidak terlalu
dibutuhkan pada pasien dengan perdarahan saluran cerna tetapi adakalanya
dapat memberikan beberapa informasi penting. Misalnya pada CT scan; CT
Scan dapat mengidentifikasi adanya lesi massa, seperti tumor intra-
abdominal ataupun abnormalitas pada usus yang mungkin dapat menjadi
sumber perdarahan. 12.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anand, B.S., 2011. Peptic Ulcer Disease, Bayler College of Medicine. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/181753-overview#a0156 (Accesed 1 January 2014)
2. Brozowki T, Konturek PC, Konturek SJ, et al. Role of the prostaglandins in gastroprotection and gastric adaptation. J Physol Pharmacol 2005;56 (Suppl 5):33-55.
3. Crofford LJ, Oates JC, McCune WJ, et al. Thrombosis in patients with connective tissue diseases treated with specific cyclooxygenase 2 inhibitors. A report of four cases. Arthritis Rheum 43(8):1891-6,2000
4. Dubey, S., 2008. Perdarahan Gastrointestinal Atas. Dalam: Greenberg, M.I., et al. Teks Atlas Kedokteran Kedaruratan Greenberg Vol 1. Jakarta: Penerbit Erlangga, 275.
5. Fiorucci S, Santucci L, Wallace JL, Sardina M, Romano M, del Soldato P, Morelli A. Interaction of a selective cyclooxygenase-2 inhibitor with aspirin and NO-releasing aspirin in the human gastric mucosa. Proc Natl Acad Sci U S A. 100(19):10937-41,2003.
6. Graves JW, Hunder IA. Worsening of Hypertension by Cyclo-oxygenase-2 Inhibitors. J Clin Hypertens 2(6):396-8,2000.
7. Husain SS, Szabo IL, Pai R, et al. MAP (ERK-2) kinase- a key target for NSAIDs-induced inhibitor of gastric cancer cell proliferation and growth. LifeSci 2001;69:3045-3054.
8. Laine L, Takeuchi K. and Tarnawsky A. Gastric Mucosal Defense and Cytoprotection : Bench to Beside in : Metz D., eds. Reviews in basic and clinical gastroenterology Gastroenterology 2008; 135:41-60
9. Lelo A.: Pertimbangan yang muncul dari OAINS yang digunakan. Dalam, Naskah Lengkap Temu Ilmiah Rematologi 2001. (eds. Setyohadi B, Kasjmir YI), Ikatan Reumatologi Indonesia, Jakarta, pp:96-9,2001
10. Pope JE, Anderson JJ, Felson DT. A meta-analysis of the effects of nonsteroidal anti-inflammatory drugs on blood pressure. Arch Intern Med. 153:477-84.1993.
11. Porter, R.S., et al., 2008. The Merck Manual of Patient Symptoms. USA: Merck Research Laboratories.
12. Savides, T.J., et al., 2010. Chapter 19: Gastrointestinal Bleeding. Dalam: Feldman, M., et al. Sleisenger and Fordtran’s Gastrointestinal and Liver
Disease Pathophysiology/ Diagnosis/ Management 9th ed Vol 1. USA: Saunders Elsevier
13. Soeprapto, P., et al., 2010. Kegawatdaruratan Gastrointestinal Dalam: Juffrie, M., et al. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi: 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 27 – 50.
14. Tarnawsky A. Cellular and molecular mechanism of gastric mucosal defense and repair . In: Akatawa T, Yoshikawa T. Bioregulation and Its Disorders in the Gastrointestinal Tract. Japan : Blackwell Science 1998
15. Whelton A. COX-2 specific inhibitors and the kidney – effect on hypertension and edema. Cardiovascular and renal effects of COX-2 specific inhibitors: emerging Pathophysiologically and clinical perspectives. Satellite Symposium at Congress of the European Society of Hypertension, Milan, Italy, June 14-19, 2001