Presentasi Kasus

38
PRESENTASI KASUS HEMATEMESIS MELENA E.C GASTROPATI NSAID Diajukan kepada : dr. H. Sukartono T. Sp.PD, FINASIM Disusun oleh : dr. Kirana Mustikasari RSI PKU MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN

description

jjn

Transcript of Presentasi Kasus

Page 1: Presentasi Kasus

PRESENTASI KASUS

HEMATEMESIS MELENA E.C GASTROPATI NSAID

Diajukan kepada :

dr. H. Sukartono T. Sp.PD, FINASIM

Disusun oleh : dr. Kirana Mustikasari

RSI PKU MUHAMMADIYAH PEKAJANGANPEKALONGAN

2014

Page 2: Presentasi Kasus

BERITA ACARA PRESENTASI KASUS

Pada Hari ini tanggal ………………………………………..telah dipresentasikan

kasus oleh :

Nama Peserta : dr. Kirana Mustikasari

Dengan Judul / Topik : Hematemesis melena ec gastropati NSAID

Nama Pendamping : dr.Venty Widjajanti

Nama Pembimbing : dr. H. Sukartono T. Sp.PD, FINASIM

Nama Wahana : RSI Pekajangan - Kab. Pekalongan

No. Nama Peserta Presentasi No. Tanda Tangan

1. 1.

2. 2.

3. 3.

4. 4.

5. 5.

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Pendamping Interenship Mengetahui,

dr. Venty Widjajanti dr. H. Sukartono T. Sp.PD, FINASIM

Page 3: Presentasi Kasus

PORTOFOLIO KASUS MEDIK

Borang Portofolio

No. ID dan Nama Peserta : dr. Kirana Mustikasari

No. ID dan Nama Wahana : RSI PKU Muhammadiyah Pekajangan

Topik : Hematemesis melena ec Gastropati NSAID

Tanggal (kasus) : 21 November 2013

Pendamping : dr. Venty Widjajanti

Obyektif Presentasi :

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah T Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi:

Pasien datang dengan keluhan muntah darah 1 hari SMRS. Muntah berisi

darah berwarna hitam ± sebanyak 1/4 gelas aqua dengan frekwensi 1 kali.

Menurut pasien keluhan muntah darah ini di dahului oleh rasa mual. Keluhan

muntah darah ini disertai dengan keluhan BAB yang bercampur darah hitam

seperti kopi ± 1 minggu SMRS. Karena keluhan tersebut di atas pasien segera

dibawa oleh keluarga ke RSI

Pasien mengaku mempunyai riwayat penyakit maag ± sejak 3 tahun yang

lalu dan mempunyai kebiasaan minum obat pegel linu yang baisa dibeli di pasar

pada saat sebelum keluhan datang hingga sekarang kurang lebih sejak 5 tahun

yang lalu. BAK tidak ada keluhan.

Tujuan:

Mendiagnosis, dan memberikan tatalaksana yang tepat sesuai dengan penyakit

yang dialami pasien.

Page 4: Presentasi Kasus

Bahan bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara membahas : Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos

DATA PASIEN

Nama : Ny. Y

Usia : 51 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

No. RM : 207719

Tanggal Masuk : 21 November 2013

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis / Gambaran Klinis: (Anamnesis tanggal : 21 November 2013)

Keluhan Utama : muntah darah

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan muntah darah 1 hari SMRS. Muntah

berisi darah berwarna hitam ± sebanyak 1/4 gelas aqua dengan frekwensi 1

kali. Menurut pasien keluhan muntah darah ini di dahului oleh rasa mual.

Keluhan muntah darah ini disertai dengan keluhan BAB yang bercampur

darah hitam seperti kopi ± 1 minggu SMRS. Karena keluhan tersebut di

atas pasien segera dibawa oleh keluarga ke RSI

Pasien mengaku mempunyai riwayat penyakit maag ± sejak 3

tahun yang lalu dan mempunyai kebiasaan minum obat pegel linu yang

baisa dibeli di pasar pada saat sebelum keluhan datang hingga sekarang

kurang lebih sejak 5 tahun yang lalu. BAK tidak ada keluhan.

2. Riwayat pengobatan :

Pasien sering mengkonsusi obat pegal linu rutin selama 5 tahun yang

dibelinya sendiri di pasar.

3. Riwayat kesehatan/ penyakit:

Riwayat sakit seperti ini disangkal

Riwayat sakit maag sejak 3 tahun yang lalu

Riwayat hipertensi disangkal

Page 5: Presentasi Kasus

Riwayat kencing manis disangkal

Riwayat penyakit hati disangkal

Riwayat kebiasaan minum alkohol disangkal

4. Riwayat keluarga:

Riwayat keluhan serupa : disangkal

5. Kondisi lingkungan sosial dan fisik:

Penderita adalah seorang pedagang di pasar, tinggal dengan suami 3 orang

anak. Pasien biasa makan 2-3 x sehari dengan nasi, sayur, lauk-pauk,

tempe, tahu dan kadang daging.

Hasil pembelajaran:

1. Mendiagnosis penyebab gangguan pada saluran cerna berupa hematemesis

melena pada pasien melalui anamnesis, pemeriksaan fisik maupun

pemeriksaan penunjang.

2. Penatalaksanaan/ manajemen hematemesis melena ec gastropati NSAID

3. Edukasi mengenai penyakit yang dialami pasien dan prognosisnya kepada

pasien dan keluarga.

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:

1. Subyektif

Keluhan Utama : muntah darah

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan muntah darah 1 hari SMRS. Muntah

berisi darah berwarna hitam ± sebanyak 1/4 gelas aqua dengan frekwensi 1

kali serta keluhan BAB yang bercampur darah hitam seperti kopi ± 1

minggu SMRS. Pasien mengaku mempunyai riwayat penyakit maag ±

sejak 3 tahun yang lalu dan mempunyai kebiasaan minum obat pegel linu

yang baisa dibeli di pasar sejak 5 tahun yang lalu.

Riwayat pengobatan

Pasien sering mengkonsusi obat pegal linu rutin selama 5 tahun yang

dibelinya sendiri di pasar.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Page 6: Presentasi Kasus

Riwayat keluhan serupa : disangkal

Riwayat sakit maag sejak 3 tahun yang lalu

Riwayat Penyakit Keluarga:

Riwayat keluhan serupa : disangkal

Anamnesis Sistem:

• Sistem Cerebrospinal : kejang (-)

• Sistem Cardiovaskular : keringat dingin (-), nyeri dada (-)

berdebar-debar (-), tidur dengan 2 bantal

(-), sesak nafas (-)

• Sistem Respirasi : sesak nafas (-), batuk (-), pilek (-)

• Sistem Gastrointestinal : BAB hitam (+), mual (+), muntah darah

(+)

• Sistem Genitourinari : nyeri saat BAK (-), anyang-anyangan (-)

• Sistem Muskuloskeletal : deformitas (-)

• Sistem Integumen : UKK (-)

2. Obyektif

IGD

Keadaan Umum: Compos mentis, tampak lemas

Tanda Vital

Tekanan darah : 150/100 mmHg

Nadi : 128 kali/menit, iregular

Pernapasan : 20 kali/menit

Suhu : 36,5C

Pemeriksaan fisik:

Kulit : Turgor Kurang (-), pucat (-), Sianosis(-),eritema palmaris.

(-)

Jantung

konfigurasi jantung kesan dalam batas normal

Page 7: Presentasi Kasus

Paru

Auskultasi       : Suara dasar vesikuler, suara tambahan

wheezing (-), ronchi basah kasar (-) basal paru, ronchi basah

halus (-) di basal paru

Abdomen

Inspeksi          : dinding perut < dinding dada, distended(-),spider

nevi(-)

 Palpasi            : nyeri tekan epigastrium (+), kembung (-),

defans muskular (-),

 Perkusi            : timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)

 Auskultasi       : Bising usus (+) normal

Pemeriksaan 21/11 22/11 Satuan Nilai Rujukan

Hemoglobin 10,7 9.6 g/dL 13,5 -17,5

Hematokrit 37 28 % 33-45

Leukosit 12 9.8 103/ul 4,5-11

Trombosit 283 250 103/ul 150-450

HbSAg Negatif

Bilirubin direct 0.32 0- 25

Bilirubin total 0.91 0- 11

GDS 108 mg/dl 60-140

SGOT 17 u/L 0-35

SGPT 17 u/L 0-45

Ekstermitas

Akral oedem : Superior -/- Inferior -/-

Akral sianosis : Superior -/- Inferior-/-

Akral dingin : Superior -/- Inferior -/-

Pemeriksaan penunjang:

a. Laboratorium darah

b. EKG

Sinus takikardi 128 bpm

Page 8: Presentasi Kasus

3. Assesment :

Diagnosis IGD : Hematemesis melena

Daftar masalah :

Anamnesis

a. Muntah darah

b. Mual

c. BAB hitam

d. Nyeri ulu hati

e. Kebiasaan konsumsi obat pegal linu

Pemeriksaan fisik

f. TD 150/100 mmHg

g. HR : 128x/menit reguler

h. RR : 20x/menit

i. Nyeri tekan epigastrium

Pemeriksaan penunjang

Dalam batas normal

Analisis dan sintesis

DAFTAR MASALAH

No. Masalah Aktif Masalah

Inaktif

Tanggal Abnormalitas

1. Hematemesis

melena

21 November 2013 a, b,c

2. Gastropati NSAID 21 November 2013 b, d,e,i

3 HT Stage 1 21 November 2013 f

4. Plan :

Planning IGD :

- Puasa kecuali minum obat

- Pemasangan NGT

- Bilas lambung air dingin

Page 9: Presentasi Kasus

- Resusitasi bila terdapat tanda presyok atau syok

DR,HbSAg, SGOT SGPT, Bilirubin total, Bilirubin direct

Rawat Sp. PD

Planning bangsal :

Problem 1. Hematemesis Melena

Ass. :

Mencari etiologi dd non variceal bleeding dd variceal bleeding

Mengatasi kegawatan : syok hipovolemik, aspirasi

Ip. Dx : Endoskopi

Ip. Tx :

Bed rest tidak total

Infus D 5% 20 tpm

Inj. Ranitidin 1 amp/8jam

Inj. Ondancentron 1amp/8jam

Inj Asam tranexamat 1 amp/8jam

Kanamicin 3 x500mg

Lansoprazole 2x 40mg

Sukralfat 3x C1

Antasid 3x C1

Ip. Mx : keadaan umun vital sign

Ip. Ex : Penjelasan kepada pasien tentang penyakit dan diet yang tepat

Problem 2. Dispepsia ulcus type

Ass : etiologi dd Gastropati NSAID

Gastritis

Ulkus Pepticum

Ip Dx : Endoskopi

IpTx : Bed rest tidak total

bila produk NGT bersih dalam 24 jam aff NGT lanjut diet lunak

Infus D 5% 20 tpm

Inj. Ranitidin 50 mg/8jam

Page 10: Presentasi Kasus

Inj. Ondancentron 8 mg/8jam

Lansoprazole 2x 40mg

Sukralfat 3x C1

Antasid 3x C1

IpMx : Keadaan umum, tanda vital

IpEx : Memberitahukan pada pasien dan keluarga mengenai

penyakitnya

Menyarankan pasien untuk menghindari makanan yang

pedas dan asam

IpPx :ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanam : dubia ad bonam

Ad functionam : dubia ad bonam

Problem 3. Hipertensi Stage I

Ass : Komplikasi : Retinopati HT

HHD

CVA

IpDx : Funduskopi, CT scan kepala

IpTx : Diet rendah garam <5 gr/hari

Propanolol 10 mg 3 x 1

IpMx : Keadaan umum, Vital sign

IpEx : Memberitahukan pada pasien dan keluarga mengenai penyakit

pasien.

Mengedukasi pasien untuk mengurangi konsumsi garam dan

lemak.

IpPx : ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanam : dubia ad malam

Ad functionam : dubia ad bonam

Page 11: Presentasi Kasus

PROGRESS REPORT

Hari /

Tgl

Subyektif Obyektif Asessment Plan DPJP Usul planning :

Rabu

21/11

Mual (+),

muntah darah

(+), BAB hitam

3x (+)

CM, tampak

lemas

TD : 150/100

HR : 80x/menit

RR : 20x/menit

t: 36 oC

Cor : dbn

Pulmo : dbn

Abd : nyeri tekan

epigastrik

Hematemesis

melena ec dd

variseal

bleeding dd

non variceal

bleeding

Inf. D5% 20

tpm

Inj. Asam

traneksamat

1amp/8jam

Inj

Ondacentron

1amp/8jam

Inj Ranitidin

1amp/8jam

PO

Propanolol 3

x 10mg

Dexanta syr

6x 1 CI

Lanzoprazol

2 x 40mg

Kanamicin 3

x 500 mg

Cefotaxim 2

x 1 gr

Transfusi 1

whole blood

Endoskopi

DL, SGOT

SGPT, HbSAg,

Bilirubin total,

bilirubin direct

Usul

tambahan:

Sukralfat 3 x

CI

22/11 Mual (+),

produk NGT

(-), BAB hitam

2 x,

Gatal-gatal post

CM

TD : 120/80

HR : 88x/menit

RR : 20x/menit

t : 36,6oC

Gastropati ec

NSAID

Diteruskan Inj

dexamethasone

1 amp

Page 12: Presentasi Kasus

trasfusi Whole

blood 350 cc

kulit : plakat

erititem

Cor : dbn

Pulmo : dbn

Abdomen : nyeri

tekan epigastrium

(+)

23/11 Mual (+)

berkurang,

produk NGT

bersih, BAB

hitam 3 x, gatal

(-)

CM,

TD : 120/80

HR : 90x/menit

RR : 24x/menit

t : 36,2oC

Cor : dbn

Pulmo : dbn

Abdomen : nyeri

tekan epigastrium

(+)

Gastropati ec

NSAID

Diteruskan Aff NGT

24/11 Mual (+)

berkurang,

produk NGT

bersih, BAB

hitam 3 x, gatal

(-)

CM,

TD : 120/80

HR : 90x/menit

RR : 24x/menit

t : 36,2oC

Cor : dbn

Pulmo : dbn

Abdomen : dbn

Gastropati ec

NSAID

Diteruskan

25/11 Mual (+)

berkurang,

produk NGT

bersih, BAB

hitam 3 x, gatal

(-)

CM,

TD : 120/80

HR : 90x/menit

RR : 24x/menit

t : 36,2oC

Cor : dbn

Gastropati ec

NSAID

Boleh pulang

Lanjut terapi

oral :

Kanamisin 3

x 500mg

Lanzoprazole

Page 13: Presentasi Kasus

Pulmo : dbn

Abdomen : dbn

2 x 40mg

Dexanta

3 xCI

5. Penalaran klinis:

Pada kasus ini pasien didiagnosis dengan hematemesis melena berdasarkan

data anamnesis bahwa pasien mengeluhkan BAB kehitaman sejak 1 minggu yang

lalu, muntah darah kehitaman, nyeri ulu hati, dan riwayat mengkonsumsi obat

pegal linu rutin sejak 5 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri

tekan epigastrium. Pemeriksaan Rectal Toucher: Sfingter ani kuat, mukosa licin,

tidak terdapat benjolan, terdapat feses berwarna hitam, dan tidak ada lendir. Serta

tidak ditemukan stigmata penyakit hati kronis (ikterus, spider nevi,

ascites,splenomegali, eritema palmaris, edema tungkai).

Diagnosis pada kasus ini sesuai dengan pengertian hematemesis melena.

Hematemesis adalah dimuntahkannya darah dari mulut, darah bisa dalam bentuk

segar (bekuan/ gumpalan/ cairan warna merah cerah) atau berubah karena enzim

dan asam lambung menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi. Melena

yaitu keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal (ter) dengan bau khas,

yang menunjukkan perdarahan SCBA serta dicernanya darah pada usus halus.

Dimana penyebab kelainan diatas dapat berasal dari kelainan esofagus, kelainan

lambung, dan kelainan duodenum.

Pada kasus ini mengarah pada kelainan di lambung yaitu adanya gastropati

NSAID atas dasar riwayat kebiasaan pasien meminum obat pegal linu rutin sejak

5 tahun yang lalu sampai sekarang. Dimana penyebab dari gastritis erosif yang

terbanyak adalah akibat obat-obatan yang mengiritasi mukosa lambung atau obat

yang merangsang timbulnya tukak (ulcerogenic drugs). Misalnya obat-obat

golongan salisilat seperti aspirin, ibuprofen, dan lainnya. Obat-obatan lain yang

juga dapat menimbulkan hematemesis yaitu : golongan kortikosteroid,butazolidin,

reserpin, spironolakton dan lain-lain. Golongan obat-obat tersebut menimbulkan

hiperasiditas. Gastritis erosif hemoragika merupakan urutan kedua penyebab

Page 14: Presentasi Kasus

perdarahan saluran cerna atas.. Sifat hematemesis tidak masif dan timbul setelah

berulang kali minum obat-obatan tersebut, disertai nyeri dan pedih di ulu hati.

Penatalaksanaan pada kasus ini dibagi menjadi dua yaitu non-

medikamentosa dan medikamentosa. Penatalaksanaan non-medikamentosa antara

lain bed rest, puasa hingga perdarahan berhenti dan diet cair. Dan penatalaksanaan

medikamentosa antara lain cairan infus D5% 20 tetes/menit, pemasangan

Nasogastric tube (NGT),bilas lambung, injeksi hemostatika dengan inj. Asam

traneksamat 1 amp/8jam, inj ondancentron 8mg/8 jam untuk mengurangi keluhan

mual, inj ranitidin 50mg/8 jam sebagai antagonis reseptor H2, Pengobatan secara

oral diberikan omeprazole 2x40 mg tab, sukralfat 3 XCI untuk melapisi mukosa

labung,dan kanamisin 3 x 500mg untuk sterilisasi usus jika Hemoglobin (Hb)<8

bisa dilakukan tranfusi.

Pemasangan NGT dilakukan untuk mengevaluasi perdarahan yang sedang

berlangsung. Diberikan juga Proton Pump Inhibitor (PPI) yaitu omeprazole

dimana obat-obat golongan PPI mengurangi sekresi asam lambung dengan jalan

menghambat enzim H+, K+, Adenosine Triphosphatase (ATPase) (enzim ini

dikenal sebagai pompa proton) secara selektif dalam sel-sel parietal. Enzim

pompa proton bekerja memecah KH+ ATP yang kemudian akan menghasilkan

energi yang digunakan untuk mengeluarkan asam dari kanalikuli sel parietal ke

dalam lumen lambung. Ikatan antara bentuk aktif obat dengan gugus sulfhidril

dari enzim ini yang menyebabkan terjadinya penghambatan terhadap kerja enzim.

Kemudian dilanjutkan dengan terhentinya produksi asam lambung.

Pemberian sukralfat pada kasus ini didasari mekanisme kerja sukralfat atau

aluminium sukrosa sulfat diperkirakan melibatkan ikatan selektif pada jaringan

ulkus yang nekrotik, dimana obat ini bekerja sebagai sawar terhadap asam, pepsin,

dan empedu. Obat ini mempunyai efek perlindungan terhadap mukosa termasuk

stimulasi prostaglandin mukosa. Selain itu, sukralfat dapat langsung mengabsorpsi

garam-garam empedu. Aktivitas ini nampaknya terletak didalam seluruh

kompleks molekul dan bukan hasil kerja ion aluminium saja. Obat ini juga

memerlukan pH asam untuk aktif sehingga tidak boleh diberikan bersama antasid

atau antagonis reseptor H2. Jika Hemoglobin (Hb) < 8 gr/dl atau perdarahan masif

Page 15: Presentasi Kasus

dan terdapat tanda tanda kegagalan sirkulasi maka pasien dapat diberikan

transfusi.

Pendidikan :

Pada pasien dan keluarga mengenai penyebab, factor resiko, gejala,

pengobatan, komplikasi dan prognosis penyakit dari hematemesis melena

Konsultasi :

Dijelaskan secara rasional akan pentingnya konsultasi spesialis penyakit

dalam sebagai upaya agar penyakit dapat ditangani dengan tepat.

Kontrol :

Kegiatan Periode Hasil yang diharapkan

Mengobservasi keadaan

umum, tanda vital pasien

Terutama tanda presyok/

syok

Per 15 menit di

IGD

Lanjutkan per 8 jam

di bangsal

Keadaan umum, klinis membaik

Tanda vital baik

Mengobservasi keluhan

pasien berkaitan dengan

hematesis melena

Setiap hari selama

di RS

Keluhan pasien berkurang seiring

terapi yang diberikan

Menyingkirkan

differensial diagnosis

penyebab hematemesis

melena

Selama perawatan

di RS dengan

fasilitas yang

tersedia

Ditemukan penyebab

hematemesis melena dan

melakukan terapi yang tepat

Edukasi pasien mengenai

penyakit yang diderita,

pengobatan yang harus

dilakukan, perbaikan

pola makan, serta

larangan penggunaan

obat NSAID tanpa aturan

Sebelum

dipulangkan dari

rawat inap RS dan

setiap kali

kunjungan

Pasien dan keluarga mengetahui

dengan jelas kondisi pasien

Perbaikan pola makan serta

kebiasaan pasien dalam

mengkonsumsi obat

Kontrol secara teratur baik untuk

memeriksakan kondisi pasien

Page 16: Presentasi Kasus

Pekalongan, Januari 2014

Pendamping Internship Mengetahui,

dr. Venty Widjajanti dr. H. Sukartono T., Sp.PD. FINASIM

Page 17: Presentasi Kasus

TINJAUAN PUSTAKA

1. Lambung

Lambung merupakan organ yang berbentuk kantong seperti huruf ‘J’,

dengan volume 1200-1500ml pada saat berdilatasi. Pada bagian superior, lambung

berbatasan dengan bagian distal esofagus, sedangkan pada bagian inferior

berbatasan dengan duodenum. Lambung terletak pada daerah epigastrium dan

meluas ke hipokhondrium kiri.Secara anatomik, lambung terbagi atas 5 daerah

yaitu: (1). Kardia, daerah yang kecil terdapat pada bagian superior di dekat

gastroesofageal junction; (2). Fundus, bagian berbentuk kubah yang berlokasi

pada bagian kiri dari kardia dan meluas ke superior melebihi tinggi

gastroesofageal junction; (3). Korpus, merupakan 2/3 bagian dari lambung dan

berada di bawah fundus sampai ke bagian paling bawah yang melengkung ke

kanan membentuk huruf ‘J’; (4). Antrum pilori, adalah bagian 1/3 bagian distal

dari lambung. Keberadaannya secara horizontal meluas dari korpus hingga ke

sphincter pilori; dan (5). Sphincter pilori, merupakan bagian tubulus yang paling

distal dari lambung Dinding lambung terdiri dari empat lapisan yaitu lapisan

mukosa, sub-mukosa, muskularis eksterna (propria) dan serosa.

Mukosa lambung secara terus menerus terpapar dengan berbagai macam

faktor yang berbahaya antara lain faktor endogen seperti asam hidroclorida 0.1 N,

pepsin, asam empedu dan toksin dari kuman H. pylori, serta dari factor eksogen

seperti obat NSAID, etanol, obat kemoterapi, dsb. Pada kondisi normal intergritas

mukosa lambung dipertahankan dengan adanya mekanisme pertahanan lambung

meliputi faktor-faktor preepitel seperti barier mucus-biakrbonat-fosfolipid, dan

epitel barier seperti prostaglandin dan ‘heat shock protein’, aliran darah mukosa

lambung dan sistesis prostaglandin. Kerusakan pada mukosa lambung dapat

terjadi akibat gangguan mekanisme pertahanan mukosa lambung1.

2. OAINS

2. 1 Cara Kerja

Nyeri timbul oleh karena aktivasi dan sensitisasi sistem nosiseptif, baik

perifer maupun sentral. Dalam keadaan normal, reseptor tersebut tidak aktif.

Dalam keadaan patologis, misalnya inflamasi, nosiseptor menjadi sensitive

Page 18: Presentasi Kasus

bahkan hipersensitif. Adanya pencederaan jaringan akan membebaskan

berbagai jenis mediator inflamasi, seperti prostaglandin, bradikinin, histamin

dan sebagainya. Mediator inflamasi dapat mengaktivasi nosiseptor yang

menyebabkan munculnya nyeri. OAINS mampu menghambat sintesis

prostaglandin dan sangat bermanfaat sebagai antinyeri.

Berawal dari perubahan fosfolipid menjadi asam arakidonat yang

merupakan substrat bagi enzim prostaglandin endoperoxide synthase (PGHS;

COX, cyclooxygenase) menjadi PGG2, dan reduksi peroxidative PGG2

menjadi PGH2. Selanjutnya sebagai bahan baku prostaglandin, endoperoxide

PGH2 dirubah menjadi berbagai prostaglandin. Saat ini dikenal dua iso-enzim

COX, yaitu COX-1 dan COX-2. COX-1 sebagai enzim "constitutive"

merubah PGH2 menjadi berbagai jenis prostaglandin (PGI2, PGE2) dan

tromboxan (TXA2) yang dibutuhkan dalam fungsi homeostatis. COX-2 yang

terdapat di dalam sel-sel imun (macrophage dll), sel endotel pembuluh darah

dan fibroblast sinovial, sangat mudah diinduksi oleh berbagai mekanisme,

akan merubah PGH2 menjadi PGE2 yang berperan dalam kejadian inflamasi,

nyeri dan demam. Oleh karena itu COX-2 dikenal sebagai enzim "inducible".

Pada kenyataannya, baik COX-1 dan COX-2 adalah isoenzim yang dapat

diinduksi5

2.2 Sedian OAINS

Sediaan OAINS yang mampu menghambat sintesis mediator nyeri

prostaglandin mempunyai struktur kimia yang heterogen dan berbeda di dalam

farmakodinamiknya. Oleh karena itu berbagai cara telah diterapkan untuk

mengelompokkan AINS, apakah menurut 1). struktur kimia, 2). tingkat

keasaman dan 3). ketersediaan awalnya (pro-drug atau bukan) dan sekarang

berdasarkan selektivitas hambatannya pada COX-1 dan COX-2, apakah

selektif COX-1 inhibitor, non-selektif COX inhibitor, preferentially selektif

COX-2 inhibitor dan sangat selektif COX-2 inhibitor.

2.3 Efek samping OAINS

.OAINS memiliki berbagai efek yang merugikan, termasuk efeknya pada

saluran cerna dan ginjal, namun kejadian efek samping ini berbeda diantara

AINS yang ada dipasaran. Perbedaan ini sering menjadi factor utama dalam

Page 19: Presentasi Kasus

pemilihan OAINS oleh para dokter. Efek samping AINS yang paling sering

terjadi adalah:

• gangguan saluran cerna

NSAID merupakan obat-obatan yang paling banyak diresepkan di

seluruh dunia . Obat-obat NSAID yang non selektifdan tradisional dapat

menyebabkan kerusakan pada mukosa lambung. NSAID dapat menyebabkan

kerusakan pada sel dan jaringan akibat inhibisi proses fosforilasi oksidatif di

mitokondria, inhibisi pada enzim fosforilase, dan atau aktivasi dari proses

apoptosis.2. . Peranan penting dari leukotrien pada kerusakan lambung akibat

NSAID juga telah dikemukakan. Dengan penurunan mekanisme dari asam

arikidonat melalui jalur siklooksigenase pada penggunaan NSAID,

metabolisme asam arikidonat yang beralih pada jalur alternative lain yaitu

jalur lipo-oksigenase , dan akan menyebabkan terjadinya peningkatan

produksi leukotrien.

Prostaglandidn disintesis dari asam lemak esensial, dan konsentrasi

tertinggi terdapat di mukosa saluran cerna. Pembentukan prostaglandin yang

berkelanjutan oleh mukosa lambung dan usus memperlihatkan suatu proses

fisiologis yang dibutuhkan untuk mempertahankan intergritas selular dari

mukosa saluran cerna. Hampir semua mekasnisme pertahanan mukosa

lambung dirangsang dan/atau difasilitasi oleh prostaglandin. Prostaglandin

dapat menghambat sekresi asam, merangsang sekresi mukus, bikarbonat, dan

sekresi fosfolipid, meningkatkan aliran darah mukosa, dan mempercepat

terbentuknya mukosa epitel, dan penyembuhan mukosa lambung 2

Sebagai kesimpulan , kerusakan mukosa lambung akibat NSAID adalah

terjadi akibat inhibisi pada pembentukan prostaglandin dan induksi dari

hipermotilitas lambung, yang diikuti oleh gangguan mikrovaskuler dan

aktivasi neutrofil. Hipermotilitas lambung dan gangguan mikrovaskuler

dikaitkan dengan defisiensi prostaglandin yang disebabkan karena inhibisi

enzim sikooksigenase -1 akibat penggunaan NSAID.

Bila yang menjadi permasalahan adalah efek iritasi langsung pada

lambung, dapat diberikan sediaan oral OAINS non-acidic, misalnya derivat

naftalen (nabumetone) atau derivat pyrazolon (metamizol), atau AINS dengan

Page 20: Presentasi Kasus

pKa mendekati netral, misalnya nimesulide, celecoxib dan rofecoxib. Usaha

lain adalah mengunakan sediaan OAINS per-oral dengan formulasi tertentu

(buffered, enteric coated), per-injeksi, per-rectal atau topical (salep). Namun

usaha ini belum mampu menurunkan kejadian tukak lambung.

Meskipun dinyatakan bahwa OAINS yang selektif menghambat COX-2

celecoxib dan rofecoxib sangat minimal mencederai mukosa saluran cerna,

hasil kajian Fiorucci dkk (2003) menunjukkan bahwa bila celecoxib digabung

dengan asetosal maka pencederaan mukosa saluran cerna lebih banyak bila

diberikan sendiri-sendiri. Celecoxib dan rofecoxib secara nyata meningkatkan

keparahan kerusakan mukosa saluran cerna.

• gangguan fungsi ginjal

Bukti menunjukkan bahwa hambatan aktivitas COX-2 akan

menyebabkan retensi natrium. Hal ini sudah tentu dapat meninggikan tekanan

darah penderita. Lebih lanjut, kejadian edema pada penderita osteoartritis

yang mendapat sediaan AINS dengan hambatan sangat selektif COX-2

menunjukkan bahwa makin selektif (rofecoxib, 25 mg) makin nyata kejadian

edemanya dibandingkan yang kurang selektif (celecoxib, 200 mg) 3.

• gangguan sistem kardiovaskuler

Sayangnya efek samping AINS pada sistem kardiovaskuler kurang

menjadi perhatian, seperti diketahui bahwa beberapa AINS mampu

memperburuk tekanan darah penderita hipertensi. Hal ini menjadi lebih berarti

mengingat tingginya persentase penderita hipertensi yang juga mengalami

osteoartritis. Pengkajian meta-analisis sebelumnya oleh Pope dkk (1993)

menunjukkan bahwa peninggian mean arterial pressure pada penderita

hipertensi yang mendapat indometasin adalah 3.59 mm Hg dan yang

mendapat naproxen adalah 3.74 mm Hg. Sementara perubahan mean arterial

pressure pada mereka yang mendapat ibuprofen (0.83 mm Hg), piroxicam

(0.49 mm Hg), dan sulindac (0.16 mm Hg) relatif sangat minimal. Data yang

ada berkaitan dengan penggunaan AINS dengan hambatan selektif COX-2

pada tekanan darah penderita hipertensi sangat terbatas. Graves dan Hunder

(2000).menemukan perburukan tekanan darah penderita hipertensi yang

mendapat AINS dengan hambatan selektif COX-2 celecoxib dan rofecoxib

Page 21: Presentasi Kasus

dengan peninggian tekanan darah sistol (18 - 51 mmHg) dan diastole (10 - 22

mmHg) yang cukup besar.

• gangguan pembekuan darah

Seperti dikemukakan sebelumnya bahwa penghambatn COX-1 akan

berakibat terjadinya penurunan produksi tromboxan, yang diikuti dengan

perpanjangan waktu pembekuan darah kemudahan terjadinya perdarahan.

AINS konvensional (diklofenak dan piroksikam) meskipun diberikan dalam

bentuk salep (gel) tetap mampu meningkatkan kejadian efek samping pada

pembekuan darah. Penghambat COX-2 celecoxib, nimesulid dan lainnya

secara eksperimental tidak mengganggu pembekuan darah. Namun sampai

saat ini baru Crofford dkk (2000) yang melaporkan temuan mereka adanya

trombosis pada penderita yang diobati dengan celecoxib. Bersamaan dengan

meningkatnya proses vasokonstriksi, peningkatan pembekuan darah akibat

makin bebasnya jalur COX-1 dalam mensintesis tromboxan akan

mempermudah terjadinya serangan jantung pada pemakai AINS dengan

penghambatan COX-2 yang sangat selektif.

3. Perdarahan Saluran Cerna Atas

3.1 Definisi

Perdarahan saluran cerna bahagian atas (didefinisikan sebagai

perdarahan yang terjadi di sebelah proksimal ligamentum Treitz pada

duodenum distal. Sebagian besar perdarahan saluran cerna bahagian atas

terjadi sebagai akibat penyakit ulkus peptikum (PUD, peptic ulcer disease)

(yang disebabkan oleh H. Pylori atau penggunaan obat-obat anti-inflamasi

non-steroid (OAINS) atau alkohol). Robekan Mallory-Weiss, varises esofagus,

dan gastritis merupakan penyebab perdarahan saluran cerna bahagian atas

yang jarang.

3.2. Gambaran Umum

Perdarahan saluran cerna bahagian atas dapat bermanifestasi klinis mulai

dari yang seolah ringan, misalnya perdarahan tersamar sampai pada keadaan

yang mengancam hidup. Hematemesis adalah muntah darah segar (merah

segar) atau hematin (hitam seperti kopi) yang merupakan indikasi adanya

Page 22: Presentasi Kasus

perdarahan saluran cerna bagian atas atau proksimal ligamentum Treitz.

Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA), terutama dari duodenum dapat

pula bermanifestasi dalam bentuk melena. Hematokezia (darah segar keluar

per anum) biasanya berasal dari perdarahan saluran cerna bagian bawah

(kolon). Maroon stools (feses berwarna merah hati) dapat berasal dari

perdarahan kolon bagian proksimal (ileo-caecal).

3.3. Etiologi

Banyak kemungkinan penyebab perdarahan saluran cerna bahagian atas

pada buku The Merck Manual of Patient Symptoms (Porter, R.S., et al., 2008):

a. Duodenal ulcer (20 – 30 %)

b. Gastric atau duodenal erosions (20 – 30 %)

c. Varices (15 – 20 %)

d. Gastric ulcer (10 – 20 %)

e. Mallory – Weiss tear (5 – 10 %)

f. Erosive esophagitis (5 – 10 %)

g. Angioma (5 – 10 %)

h. Arteriovenous malformation (< 5 %)

i. Gastrointestinal stromal tumors

3.3.1. Penyakit-Penyakit Ulcerativa atau Erosive

3.1.3.1. Penyakit Peptic Ulcer

Di Amerika Serikat, PUD (Peptic Ulcer Disease) dijumpai pada

sekitar 4,5 juta orang pada tahun 2011. Kira-kira 10 % dari populasi di

Amerika Serikat memiliki PUD. Dari sebahagian besar yang terinfeksi H

pylori, prevalensinya pada orang usia tua 20%. Hanya sekitar 10% dari

orang muda memiliki infeksi H pylori; proporsi orang-orang yang

terinfeksi meningkat secara konstan dengan bertambahnya usia.1

3.1.3.2. Pengaruh Obat NSAIDs

Penggunaan NSAIDs merupakan penyebab umum terjadi tukak

gaster. Penggunaan obat ini dapat mengganggu proses peresapan mukosa,

proses penghancuran mukosa, dan dapat menyebabkan cedera. Sebanyak

30% orang dewasa yang menggunakan NSAIDs mempunyai GI yang

kurang baik. Faktor yang menyebabkan peningkatan penyakit tukak gaster

Page 23: Presentasi Kasus

dari penggunaan NSAIDs adalah usia, jenis kelamin, pengambilan dosis

yang tinggi atau kombinasi dari NSAIDs, penggunaan NSAIDs dalam

jangka waktu yang lama, penggunaan disertai antikoagulan, dan severe

comorbid illness.1

Sebuah studi prospektif jangka panjang didapatkan pasien dengan

arthritis dengan usia diatas 65 tahun, yang secara teratur menggunakan

aspirin pada dosis rendah beresiko menderita dyspepsia apabila berhenti

menggunakan NSAIDs. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan NSAIDs

harus dikurangi.1

Penggunaan kortikosteroid saja tidak meningkatkan terjadinya

tukak gaster, tetapi penggunaan bersama NSAIDs mempunyai potensi

untuk menimbulkan tukak gaster.1

Resiko perdarahan saluran cerna bagian atas dapat terjadi dengan

penggunaan spironolactone diuretic atau serotonin reuptake inhibitor. 1

3.1.5. Gejala Klinis

Gejala klinis perdarahan saluran cerna:

Ada 3 gejala khas, yaitu:

1. Hematemesis

Muntah darah dan mengindikasikan adanya perdarahan saluran cerna atas,

yang berwarna coklat merah atau “coffee ground”.11

2. Hematochezia

Keluarnya darah dari rectum yang diakibatkan perdarahan saluran cerna

bahagian bawah, tetapi dapat juga dikarenakan perdarahan saluran cerna

bahagian atas yang sudah berat. 11

3. Melena

Kotoran (feses) yang berwarna gelap yang dikarenakan kotoran bercampur

asam lambung; biasanya mengindikasikan perdarahan saluran cerna

bahagian atas, atau perdarahan daripada usus-usus ataupun colon bahagian

kanan dapat juga menjadi sumber lainnya.11

Disertai gejala anemia, yaitu: pusing, syncope, angina atau dyspnea.8

3.1.6. Diagnosis

Page 24: Presentasi Kasus

Diagnosis dapat dibuat berdasarkan inspeksi muntahan pasien atau

pemasangan selang nasogastric (NGT, nasogastric tube) dan deteksi darah

yang jelas terlihat; cairan bercampur darah, atau “ampas kopi”’ Namun,

aspirat perdarahan telah berhenti, intermiten, atau tidak dapat dideteksi

akibat spasme pilorik. 4

Pada semua pasien dengan perdarahan saluran gastrointestinal (GIT)

perlu dimasukkan pipa nasogastrik dengan melakukan aspirasi isi lambung.

Hal ini terutama penting apabila perdarahan tidak jelas. Tujuan dari tindakan

ini adalah:

1. Menentukan tempat perdarahan.

2. Memperkirakan jumlah perdarahan dan apakah perdarahan telah

berhenti.13

Angiography dapat digunakan untuk mendiagnosa dan menatalaksana

perdarahan berat, khususnya ketika penyebab perdarahan tidak dapat

ditentukan dengan menggunakan endoskopi atas maupun bawah. (Savides,

T.J., et al., 2010) Conventional radiographic imaging biasanya tidak terlalu

dibutuhkan pada pasien dengan perdarahan saluran cerna tetapi adakalanya

dapat memberikan beberapa informasi penting. Misalnya pada CT scan; CT

Scan dapat mengidentifikasi adanya lesi massa, seperti tumor intra-

abdominal ataupun abnormalitas pada usus yang mungkin dapat menjadi

sumber perdarahan. 12.

Page 25: Presentasi Kasus

DAFTAR PUSTAKA

1. Anand, B.S., 2011. Peptic Ulcer Disease, Bayler College of Medicine. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/181753-overview#a0156 (Accesed 1 January 2014)

2. Brozowki T, Konturek PC, Konturek SJ, et al. Role of the prostaglandins in gastroprotection and gastric adaptation. J Physol Pharmacol 2005;56 (Suppl 5):33-55.

3. Crofford LJ, Oates JC, McCune WJ, et al. Thrombosis in patients with connective tissue diseases treated with specific cyclooxygenase 2 inhibitors. A report of four cases. Arthritis Rheum 43(8):1891-6,2000

4. Dubey, S., 2008. Perdarahan Gastrointestinal Atas. Dalam: Greenberg, M.I., et al. Teks Atlas Kedokteran Kedaruratan Greenberg Vol 1. Jakarta: Penerbit Erlangga, 275.

5. Fiorucci S, Santucci L, Wallace JL, Sardina M, Romano M, del Soldato P, Morelli A. Interaction of a selective cyclooxygenase-2 inhibitor with aspirin and NO-releasing aspirin in the human gastric mucosa. Proc Natl Acad Sci U S A. 100(19):10937-41,2003.

6. Graves JW, Hunder IA. Worsening of Hypertension by Cyclo-oxygenase-2 Inhibitors. J Clin Hypertens 2(6):396-8,2000.

7. Husain SS, Szabo IL, Pai R, et al. MAP (ERK-2) kinase- a key target for NSAIDs-induced inhibitor of gastric cancer cell proliferation and growth. LifeSci 2001;69:3045-3054.

8. Laine L, Takeuchi K. and Tarnawsky A. Gastric Mucosal Defense and Cytoprotection : Bench to Beside in : Metz D., eds. Reviews in basic and clinical gastroenterology Gastroenterology 2008; 135:41-60

9. Lelo A.: Pertimbangan yang muncul dari OAINS yang digunakan. Dalam, Naskah Lengkap Temu Ilmiah Rematologi 2001. (eds. Setyohadi B, Kasjmir YI), Ikatan Reumatologi Indonesia, Jakarta, pp:96-9,2001

10. Pope JE, Anderson JJ, Felson DT. A meta-analysis of the effects of nonsteroidal anti-inflammatory drugs on blood pressure. Arch Intern Med. 153:477-84.1993.

11. Porter, R.S., et al., 2008. The Merck Manual of Patient Symptoms. USA: Merck Research Laboratories.

12. Savides, T.J., et al., 2010. Chapter 19: Gastrointestinal Bleeding. Dalam: Feldman, M., et al. Sleisenger and Fordtran’s Gastrointestinal and Liver

Page 26: Presentasi Kasus

Disease Pathophysiology/ Diagnosis/ Management 9th ed Vol 1. USA: Saunders Elsevier

13. Soeprapto, P., et al., 2010. Kegawatdaruratan Gastrointestinal Dalam: Juffrie, M., et al. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi: 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 27 – 50.

14. Tarnawsky A. Cellular and molecular mechanism of gastric mucosal defense and repair . In: Akatawa T, Yoshikawa T. Bioregulation and Its Disorders in the Gastrointestinal Tract. Japan : Blackwell Science 1998

15. Whelton A. COX-2 specific inhibitors and the kidney – effect on hypertension and edema. Cardiovascular and renal effects of COX-2 specific inhibitors: emerging Pathophysiologically and clinical perspectives. Satellite Symposium at Congress of the European Society of Hypertension, Milan, Italy, June 14-19, 2001