Presentasi Kasus

44
STATUS NEUROLOGIS Pemeriksa : M. Ruchyat Amar Y Tgl. Pemeriksaan : 16 April 2004 I. IDENTITAS PASIEN NAMA : Ny. S UMUR : 31 tahun ALAMAT : SB VI Tanjung Harapan, RT 04/ RW 11 Seputih Banyak AGAMA : Islam PEKERJAAN : Guru SD STATUS : Menikah SUKU BANGSA : Jawa TANGGAL MASUK : 15 April 2004 DIRAWAT YANG KE : I (Pertama) II. RIWAYAT PENYAKIT ANAMNESIS Keluhan utama : Tangan dan kaki kanan tidak bisa digerakkan 1

description

neuro

Transcript of Presentasi Kasus

Page 1: Presentasi Kasus

STATUS NEUROLOGIS

Pemeriksa : M. Ruchyat Amar Y

Tgl. Pemeriksaan : 16 April 2004

I. IDENTITAS PASIEN

NAMA : Ny. S

UMUR : 31 tahun

ALAMAT : SB VI Tanjung Harapan, RT 04/ RW 11 Seputih

Banyak

AGAMA : Islam

PEKERJAAN : Guru SD

STATUS : Menikah

SUKU BANGSA : Jawa

TANGGAL MASUK : 15 April 2004

DIRAWAT YANG KE : I (Pertama)

II. RIWAYAT PENYAKIT

ANAMNESIS

Keluhan utama : Tangan dan kaki kanan tidak bisa digerakkan

Keluhan tambahan : Bicara tidak jelas, kepala pusing disertai nyeri

Riwayat perjalanan penyakit

Pasien datang dengan keluhan tangan dan kaki kanan tidak bisa digerakkan,

disertai bicara yang tidak jelas (pelo) sejak 5 hari yang lalu. Keluhan ini dirasakan

saat penderita sedang berjalan dari dapur ke ruang tengah sehabis makan, lalu pasien

1

Page 2: Presentasi Kasus

pingsan kurang lebih 10 menit, setelah sadar pasien muntah 2 kali dan mengeluh

pusing disertai nyeri kepala yang hebat. Serangan ini merupakan yang pertama kali

dirasakan. Kemudian pasien dibawa ke RS Mardi Waluyo, setelah diukur tekanan

darahnya 240/120 mmHg. Di RS Waluyo dirawat selama 4 hari, lalu karena tidak ada

perbaikan yang berarti pasien dirujuk ke RSAM. Setiba di RSAM tensi pasien adalah

190/110 mmHg.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki penyakit darah tinggi sejak 1 tahun yang lalu,

tapi hanya berobat ke Puskesmas, dan obat yang didapat dari Puskesmas hanya

diminum saat pasien mengeluh sakit kepala.

Riwayat kencing manis disangkal

Riwayat penyakit jantung disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Ada anggota keluarga yang memiliki riwayat darah tinggi, yaitu ibu kandung pasien.

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien bekerja sebagai guru SD. Pasien mempunyai tiga orang anak yang masih

tinggal satu rumah dengan pasien. Biaya hidup sehari-hari ditanggung pasien dan

suami.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Praesent

- Keadaan umum : Tampak sakit sedang

- Kesadaran : Compos Mentis

2

Page 3: Presentasi Kasus

- GCS : E4 M6 V5 = 15

E4 : Dapat membuka mata secara spontan

M6: Mengikuti perintah

V5 : Waktu bicara orientasi baik dengan disatria

- Vital sign

Tekanan darah : 170/90 mmHg

Nadi : 100 x/menit

RR : 24 x/menit

Suhu : 36,5º C

- Gizi : cukup

Status Generalis

- Kepala

Rambut : Hitam, keriting dan tidak mudah dicabut

Mata : Konjungtiva ananemis, sklera anikterik, pupil bulat

sentral, isokor

Telinga : liang lapang, membran timpani intak.

Hidung : Septum deviasi (-), konka tidak hipertropi.

Mulut : Bibir kering, lidah kotor, lidah deviasi ke kanan

- Leher

Pembesaran KGB : (-)

Pembesaran tiroid : (-)

JVP : Tidak meningkat

Trachea : Di tengah

3

Page 4: Presentasi Kasus

- Thorak

Cor

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V garis mid clavicula kiri

Perkusi : Batas kanan : Sela iga IV garis parasternal kanan

Batas kiri : sela iga V garis midclavicula kiri

Batas atas : sela iga II garis parasternal kiri

Auskultasi : Bunyi jantung I – II murni, murmur (-), gallop (-)

Pulmo

Inspeksi : Pergerakan nafas kanan-kiri simetris, retraksi sela iga

(-)

Palpasi : Fremitus taktil paru kanan = paru kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : Vesikuler ( +/+ ), whezing ( -/- ), ronkhi (-/-)

- Abdomen

Inspeksi : Perut rata dan simetris

Palpasi : Supel, Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-),

nyeri lepas (-)

Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

- Ekstremitas : Superior : oedem (-/-), sianosis (-/-),

turgor kulit baik

Inferior : oedem (-/-), sianosis (-/-),

turgor kulit baik

4

Page 5: Presentasi Kasus

IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

Saraf cranialis Kanan / Kiri

N. olfaktorius ( N. I )

Daya penciuman hidung : ( N / N )

N. opticus ( N. II )

Tajam penglihatan : ( VOD = >2/60 / VOS = > 2/60 )

Lapang penglihatan : Sulit dinilai

Tes warna : ( Tidak buta warna / Tidak buta warna )

Fundus oculi : Tidak dilakukan

N. occulomotorius, N. trochlearis, N. abducen ( N.III-N.IV-N.VI )

Kelopak mata :

Ptosis : ( - / - )

Endophtalmus : ( - / - )

Exopthalmus : ( - / - )

Pupil :

Diameter : ( 3 mm / 3 mm )

Bentuk : ( Bulat / Bulat )

Isokor / anisokor : ( Isokor / Isokor )

Posisi : ( Sentral / Sentral )

Reflek cahaya langsung : ( + / + )

Reflek cahaya tidak langsung : ( + / + )

Gerakan bola mata

Medial : ( + / + )

Lateral : ( + / + )

5

Page 6: Presentasi Kasus

Superior : ( + / + )

Inferior : ( + / + )

Obliqus, superior : ( + / + )

Obliqus, inferior : ( + / + )

Reflek pupil akomodasi : ( + / + )

Reflek pupil konvergensi : ( + / + )

N. trigeminus ( N. V )

Sensibilitas

Ramus oftalmikus : ( Normal / Normal )

Ramus maksilaris : ( Normal / Normal )

Ramus mandibularis : ( Normal / Normal )

Motorik

M. maseter : ( Baik / Baik )

M. temporalis : ( Baik / Baik )

M. pterigoideus : ( Baik / Baik )

Reflek

Reflek kornea ( sensoris N. V, motoris N. VII ) : ( + / + )

Reflek bersin : ( + )

N. fascialis ( N. VII )

Inspeksi wajah sewaktu :

Diam : Simetris

Tertawa : Asimetris, ke kiri

Meringis : Asimetris, ke kiri

6

Page 7: Presentasi Kasus

Bersiul : Tidak bisa bersiul

Menutup mata : Simetris

Pasien disuruh untuk :

Mengerutkan dahi : Simetris

Menutup mata kuat-kuat : Simetris

Menggembungkan pipi : Tidak bisa

Sensoris

Pengecapan 2/3 depan lidah : ( + / + )

N. acusticus ( N. VIII )

N. cochlearis

Ketajaman pendengaran : ( + / + )

Tinitus : ( - / - )

N. vestibularis

Test vertigo : Tidak dilakukan

Nistagmus : ( - / - )

N. glossopharingeus dan N. vagus ( N. IX dan N. X )

Suara bindeng / nasal : ( - / - )

Posisi uvula : Sulit dinilai

Palatum mole : Istirahat : Sulit dinilai

Bersuara : Sulit dinilai

Arcus palatoglossus : Istirahat : Sulit dinilai

Bersuara : Sulit dinilai

Arcus pharingeus : Istirahat : Sulit dinilai

7

Page 8: Presentasi Kasus

Bersuara : Sulit dinilai

Reflek batuk : (+)

Reflek muntah : (+)

Peristaltik usus : Bising usus (+) normal

Bradikardi : (-)

Takikardi : (-)

N. accesorius ( N. XI )

M. sternocleidomastoideus : ( Normal / Normal )

M. trapezius : ( Normal / Normal )

N. hipoglossus ( N. XII )

Atropi : (-)

Fasikulasi : (-)

Deviasi : Miring ke kanan (saat dijulurkan)

Tanda perangsangan selaput otak

Kaku kuduk : (-)

Kernig test : (-)

Lasseque test : (-)

Brudzinsky I : (-)

Brudzinky II : (-)

Sistem motorik Superior ka / ki Inferior ka / ki

- Gerak - / + - / +

- Kekuatan otot 0 / 5 0 / 5

- Tonus Normotonus / Normotonus Normotonus / Normotonus

- Klonus - / -

8

Page 9: Presentasi Kasus

- Atrophi - / - - / -

- Reflek fisiologis Bicep ( + / + ) Pattela ( + / + )

Tricep ( + / + ) Achiles ( + / + )

- Reflek patologi Hoffman trommer ( - / - ) Babinsky ( + / - )

Chaddock ( - / - )

Oppenheim ( - / - )

Schaefer ( - / - )

Gordon ( - / - )

Gonda ( - / - )

Sensibilitas

- Eksteroseptif / rasa permukaan ( superior / Inferior )

Rasa raba : ( + / + )

Rasa nyeri : ( + / + )

Rasa suhu panas : (+ / + )

Rasa suhu dingin : (+ / + )

- Propioseptif / rasa dalam

Rasa sikap : ( + / + )

Rasa getar : tidak dilakukan

Rasa nyeri dalam : ( + / + )

- Fungsi kortikal untuk sensibilitas

Asteriognosis : ( + )

Agnosa taktil : ( + )

Two point discrimination : ( + / + )

9

Page 10: Presentasi Kasus

Koordinasi

▪ Tes tunjuk hidung : ( - / + )

▪ Tes pronasi supinasi : ( tidak dapat dilakukan / + )

Susunan saraf otonom

▪ Miksi : Normal

▪ Defekasi : Normal

▪ Salivasi : Normal

Fungsi luhur

▪ Fungsi bahasa : Baik

▪ Fungsi orientasi : Baik

▪ Fungsi memori : Baik

▪ Fungsi emosi : Baik

Algoritma Gadjah Mada

◘ Penurunan kesadaran : (+)

◘ Nyeri kepala : (+)

◘ Refleks babinsky : (+)

Stroke hemoragik

Score Djoenaedi

1. TIA sebelum serangan : Tidak ada = 0

2. Permulaan serangan : Mendadak = 6,5

3. Waktu serangan : Aktivitas = 6,5

4. Sakit kepala : Hebat = 7,5

5. Muntah : Mendadak = 7,5

6. Kesadaran : Menurun sementara lalu sadar = 1

10

Page 11: Presentasi Kasus

7. Tekanan darah sistole : Waktu MRS (> 200/110) = 7,5

8. Tanda rangsangan : Kaku kuduk tidak ada = 0

9. Pupil : Isokor = 0

10. Fundus oculi : Tidak dilakukan = -

Jumlah = 36,5

RESUME

Pasien seorang wanita berumur 31 tahun datang dalam keadaan sadar dengan

keluhan tangan dan kaki kanan terasa lemas sejak 5 hari yang lalu dan berbicara

pelo/cadel. Pasien tiba-tiba pingsan saat akan berjalan dari dapur menuju ruang

tengah. Setelah sadar pasien muntah 2 kali dan mengeluh sakit kepala. Pasien segera

dibawa ke RS Mardi Waluyo dan pada pemeriksaan tekanan darah didapatkan

tekanan sistolik 240 mmHg kemudian pasien dirawat selama 4 hari, namun karena

tidak ada perbaikan pasien dirujuk ke RSAM. Pasien mempunyai riwayat penyakit

darah tinggi sejak 1tahun yang lalu dan tidak control .

Pada pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran Compos Mentis, GCS = 15, TD =

170/90 mmHg, nadi 100 x/menit, respirasi 24 x/menit, suhu 36,50C. Pemeriksaan

neurologis ditemukan : parese N VII dan N XII dextra, hemiplegi dextra. Refleks

patologi : Babinsky ( + / - )

Algoritma stroke Gadjah Mada, penurunan kesadaran ( + ), nyeri kepala ( + ), refleks

Babinski ( + ).

Djunaidi Skor : 36,5

11

Page 12: Presentasi Kasus

DIAGNOSIS

- Klinis = Hemiplegi dekstra dengan parese N. VII dan N. XII dextra

tipe sentral + disartria + hipertensi

- Topis = Hemisfer serebri sinistra

- Etiologi = Stroke Hemoragik intra cerebral

Faktor resiko : Hipertensi

Riwayat keluarga

DIAGNOSIS BANDING

Stroke non hemoragik

PENATALAKSANAAN

1. Umum

Tirah Baring

2. Dietetik : peroral

Makanan lunak rendah garam dan lemak

3. Medikamentosa

IVFD Ringer laktat gtt XX / menit

Captopril 25 mg 3 X 1 tab

Douer cateter

Neurocet inj 3gr / 8 jam

Neurobion 1 amp / hari

4. Rehabilitasi

12

Page 13: Presentasi Kasus

PEMERIKSAAN PENUNJANG :

1. Laboratorium

- Darah Lengkap : Hb. Ht, Diff count, LED, Trombosit, CT, BT

- Biokimia : Fungsi ginjal (ureum, Creatinin, asam urat), lipid profil (kolesterol

total, HDL, LDL trigliserida), GDS, GDPP

2. EKG

3. Radiologi : Foto thorak

4. CT Scan

PROGNOSA

o Quo ad Vitam : Dubia ad bonam

o Quo ad Fungtionam : Dubia ad bonam

o Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam

13

Page 14: Presentasi Kasus

FOLLOW UP

Tanggal 17 April 2003

K.U : Tampak sakit sedang

Kesadaran : CM GCS : E4M6V5 = 15

Keluhan : tangan kanan dan tungkai kanan tidak bisa digerakkan, pusing.

Tanda Vital : TD : 140/90 mmHg

N : 100 X/menit

RR : 24 X/menit

T : 36,5 C

Status Motorik : Superior Inferior

Gerak + lemah / + + lemah/ +

K. O 2 / 5 1 / 5

Tonus N / N N / N

klonus - / -

Ref. Fisiologis + / + + / +

Ref. Patologis - / - - / -

Hasil Lab :

Kimia Darah :

Kolesterol Total = 198 mg/dl

Kolesterol HDL = 30 mg/dl

Kolesterol LDL = 127 mg/dl

Trigliserida = 206 mg/dl

Natrium = 128 nmol/l

14

Page 15: Presentasi Kasus

Kalium = 2,0/l

Kalsium = 8,1 mg/dl

Klorida = 99 meq/L

Penatalaksanaan:

IVFD Ringer laktat gtt XX / menit

Captopril 25 mg 3 X 1 tab

Douer cateter

Neurocet inj 3gr / 8 jam

Neurosanbe 1 ampul/hari

Neurocap

Tanggal 18 April 2004

K.U : Tampak sakit sedang

Kesadaran : CM GCS : E4M6V5 = 15

Keluhan : tangan dan tungkai kanan tidak bisa digerakan

Tanda Vital : TD : 130/110 mmHg

N : 80 X/menit

RR : 24 X/menit

T : 360C

Status Motorik : Superior Inferior

Gerak + / + + / +

K. O 3 / 5 2 / 5

Tonus N / N N / N

Klonus - / -

15

Page 16: Presentasi Kasus

Ref. Fisiologis + / + + / +

Ref. Patologis - / - - / -

Penatalaksanaan:

Tirah baring

Neurobion 1 amp / hari

Ka-En 3B

Captopril 25 mg 3 x 1

Diazepam 3 x 2

Urotractin 3 x 1

Neurocet 3 gr / 8 jam

REHABILITASI PASIEN STROKE

Pendahuluan

16

Page 17: Presentasi Kasus

Rehabilitasi adalah suatu proses dinamik yang membantu seseorang mencapai potensi

fisik, emosional, psikososial dan vokasional untuk mempertahankan harga diri dan

kualitas hidup yang setinggi mungkin. Tujuan utam rhabilitasi adalah memperbaiki

fungsi, mendorong kemandirian dan kepuasan hidup, serta memelihara kepercayaan

diri. Agar efektif, rehabilitasi harus menjadi suatu filosofi asuhan dan bagian integral

pemberian asuhan kesehatan. Rehabilitasi mengartikan suatu kesinambungan restorasi

fungsional. Padasituasi tertentu pemulihan lengkap dimungkinkan. Akan tetapi bila

pemulihan lengkap dari fungsi tidak dimungkinkan dan terjadi kecacatan permanent

maka pasien harus dibantu untuk menerima, menyesuaikan dan berkompensasi

terhadap kekurangan yang ada serta mencapai tingkat fungsi yang optimal. Untuk

penyakit kronis tanpa penyembuhan, suatu program rehabilitasi dapat

mengoptimalkan kualitas hidup melalui promosi kesehatan, mengatasi gejala,

mencegah komplikasi dan edukasi pasien untuk mendorong kemandirian selama

mungkin.

Program Rehabilitasi Medik Pada Stroke

Secara umum Program Rehabilitasi Medik pada pasien stroke dibagi dalam 3tahap,

yaitu:

I. Tahap 1: Stadium Akut

Pada stadium ini pasien masih dalam kondisi medis belum stabil. Kesadaran pasien

bervariasi dari kompos mentis sampai koma. Umumnya terdapat gangguan motorik

dalam bentuk kelemahan satu sisi anggota gerak disertai gangguan lainnya, seperti

gagguan bicara, gangguan berbahasa, gangguan menelan, dan sebagainya.

17

Page 18: Presentasi Kasus

Pada kondisi ini rehabilitasi medik preventive menjadi inti aktifitas,artinya

dilakukan upaya agar tidak terjadi komplikasi akibat penyakit utama atau akibat

imobilisasi yang dilakukan pasien.

II. Tahap 2 : Stadium Pemulihan Neurologis

Pada keadaan ini pasien telah stabil. Pemulihan neurologist ditandai dengan

adanya peningkatan kekuatan otot, refleks dan tonus otot yangsemula hilang

mulai muncul bahkan timbul spastisitas. Upaya rehabilitasi medik pada stadium

ini adalah untuk mengendalikan dan mengontrol agar timbulnya refleks ataupun

tonus otot tidak berlebihan agar tidak mengganggu pemulihan fungsi

dikemudian hari. Sebaliknya , pada otot yang tonusnya kurang, perlu mendapat

stimulasi dan fasilitasi. Keseimbangan antara otot agonis dan antagonis harus

dipertahankan.

III. Tahap 3 : Stadium pemulihan Fungsional

Stadium ini bertumpang tindih dengan stadium pemulihan neurologis. Titik

berat program rehabilitasi pada stadium ini terletak padamelatih gerakan

fungsional yang bertujuan. Dimulai dari gerakan volunteer yang sudah ada.

Latihan bertahap dan intervensi untuk merawat diri sampai aktif dalam kegiatan

sehari-hari seoptimal mngkin, sejalan dengan pemulihan neurologist yang

terjadi. Suatu saat dicapai kondisi yang memungkinkan pasien tidak perlu

dirawat inap,tetapi melanjutkan program rehabilitasi sebagai pasien rawat jalan.

Fse ini dapat berlangsung lama,sampai mencapai tujuan yang ditetapkan.

Sejak awal, perawatan dengn wawasan rehabilitasi medis mulai diterapkan.

Meyakinkan pasien agar mulai aktif berpartisipasi bersamaan dengan kondisi medis

yang membaik, merupakan pemicu motivasi yang positif.

Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah :

18

Page 19: Presentasi Kasus

Perubahan posisi berbaring setiap 1-2 jam untuk mencegah kerusakan kulit,

terutama pada area kulit yang mendapat tekanan.

Posisikan pasien pada posisi anti kontraktor, terutama pada area parese. Kenali

dengan baik dan cegah kecendrungan terjadinya pola kontraktur pada pasien

stroke, yaitu kontraktur fleksi pada jari – jari area pergelagan tangan, pada

siku dan pada bahu disertai spastisitas tungkai.

Latihan lingkup gerak sendi dilakukan secara hati – hati dan benar. Lathan ini

disertai sedikit peregangan otot akan mencegah kontraktur sendi dan

menstimulasi redukasi otot.

Bila kondisi medis cukup stabil, lanjutkan dengan mobilisasi lanjut. Biasanya

fase ini sudah dapat dilakukan 24 – 48 jam pasca stroke.

Perkenalkan cara transfer kepda pasien dan keluarganya. Lakukan aktifitas

transfer (berubah posisi berpindah tempat) dengan cara hemat energi dan

memanfaatkan gerak otot sendi secara efesien.

Pasien diajak untuk aktif berperan serta untuk kegiatan yang bertujuan, misalnya

kebersihan diri, berkomunikas, berinteraksi dengan staff medis/perawat serta pasien

lain.

Manfaat Mobilisasi

Mencegah deep vein thrombosis, dekubitus, kontraktur, konstipasi, dan

pneumonia.

Memperbaiki toleransi orthostatic

Secara cepat terjadi pengembalian fungsi mental, motorik dan kemampuan

untuk aktifitas sehari – hari.

Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan pasien dan keluarga terhadap

proses pemulihan

19

Page 20: Presentasi Kasus

Mobilisasi segera ditunda bila terjadi :

Keadaan dan atau Stroke berat

Gejala / tanda neurologist yang memburuk

Perdarahan sub-Arachnoid atau intra serebral

Hipotensi orthostatic

Miocardial infark akut

Deep vein Thrombosis akut,sampai dapat teratasi

Rehabilitasi Medik Pada Stroke

Fase Awal

Pada fase ini keadaan pasien mungkin masih lemah. Dengan kesdaran yang rendah

dan belum dapat berpartispasi secara aktif selama pengobatan. Pada fase ini yang

utama adalah mencegah akibat yang timbul dari tirah baring yang lama dengan cra

merubah posisi pasien setiap 2 jam disiang hari dan setiap 4 jam di malam hari.

Ada 3 posisi yang dianjurkan :

1. Posisi dimana pasien berbaring terlentang – pada bagian yang lumpuh

disangga dengan bantal.

2. Posisi dimana pasien berbaring pada posisi yang lumpuh – dengan posisi

lengan yang lumpuh membentuk sudut 90o dari badan. Lengan yang sehat

diletakkan diatas badan/bantal, tungkai dan kaki yang sehat dalam posisi

melangkah, diganjal bantal, pergelangan paha dan lutut agak ditekuk.

3. Posisi dimana pasien berbaring pada sisi yang sehat dengan posisi lengan

dan tangan yang lumpuh diatas bantal dan membentuk sudut rentang

sekitar 100o dari badan, tungkai yang lumpuh – pergelangan paha dan lutut

agak ditekuk. Tungkai dan kaki diganjal dengan bantal.

20

Page 21: Presentasi Kasus

Selain itu, pada fase ini pasien juga dilatih gerak pasif untuk mencegah konraktur

dan kekakuan. Pada fase ini juga dilakukan pencegahan timbulnya infeksi saluran

kemih. Pada pasien dengan inkontinensia urine dan kelemahan otot sfingter

sebaiknya dipasang kondom kateter pada laki – laki dan pada pada pasien wanita

digunakan indwelling catheter. Kondom kateter ini diganti setiap hari , sedangkan

indwelling kateter diganti setiap minggu. Jika terjadi retensio urine, maka

dilakukan metode intermitten kateter sebanyak 4 kali dalam sehari. Jika pasien

dirawat, maka dilakukan kultur urine setiap minggunya.

Pada kasus konstipasi, maka pasien dianjurkan untuk mengkonsumsi diet tinggi

serat dan makanan lunak. Jika tidak berhasil,maka baru gunakan obat pencahar.

Pada fase ini juga diperhatikan kelabilan emosi pasien, sehingga hal tersebut tidak

mengganggu proses rehabilitasi.

Penggunaan elastic stocking juga dianjurkan untuk mencega terjadinya trombosiss

vena – vena profunda dan ekstremitas inferior selama aktivitas ambulasi. Pada

fase ini juga dilakukan evaluasi terhadap gangguan komunikasi dan yang tidak

kalah pentingnya adalah speech therapy pada pasien – pasien dengan afasia atau

disartria seperti pada kasus ini.

Fase Lanjut

Pada fse ini partisipasi pasien sangat besar dal setiap latihan. Fase ini diawali

dengan latihan motorik berupa turning,rolling,sitting,kneeling. Latihan ini harus

berdasar pada:

1. Aktivitas dilakukan pada sisi yang terkena.

2. Pasien harus diposisikan pada posisi yang mencegah timbulnya spatisitas.

3. Latihan aktif dan pasif pada sisi yang lumpuh sebaiknya dimulai sejak fase

awal dan berlanjut hingga fase lanjut.

21

Page 22: Presentasi Kasus

4. Gerakan dimulai dari anggota geraktubuh terutam daerah sendi panggul

dan sendi bahu.

5. Jaga keseimbangan.

Selanjutnya dapat dilakukan Gait training (latihan berjalan) dengan tahapan :

1. Pasien belajar dengan berpegangan pada pararel bar atau penunjang lain

saat berjalan.

2. Bila keseimbangan mulai nyata, penderita belajar memindahkan beban

penuh pada ekstremitas yang lebih sakit.

3. Pasien mulai melakukan gerakan jalan ditempat (Gaid drilld) dengan

berdiri ditempat dan bergantian memindahkan berat badan pada kedua

tungkai.

4. Setelah jalan ditempat dengan keseimbangan mantap, pasien mulai jalan

maju di pararel bar untuk membantu pola respirokal yang baik.

5. Mulai memakai tongkat kaki empat yanglebih stabil.

6. Akhirnya memakai tongkat biasa.

7. Belajar menaiki tangga dan ramp (tanjakan)

Kontraktur sendi mengganggu fungsi sehingga segala upaya harus dilakukan sejak

hari pertama serangan stroke untuk mencegah terjadinya kontraktur. Tindakan

pencegahan termasuk :

Teknik pengaturan letak

Gerakan Pasif semua sendi, dilakukan 2x sehari

Bila memungkinkan, pasien diajarkan melakukan latihan gerak sendi

sendiri setelah fungsi motorik cukup pulih

Latihan dilanjutkan secara permanent baik aktif maupun pasif setiap hari.

22

Page 23: Presentasi Kasus

Bila terjadi kontraktur harus dilakukantindakan koreksi, terutama kontraktur pda

panggul, lutut, dan kaki yang menambah kesulitan ambulasi. Modalitas terapi

yang paling sering dan sederhana adalah peregangan pasif selama 20 menit dan

diawali dari pemanasan dari ultrasound, diatermi untuk meningkatkan elastisitas

jaringan ikat. Apabila kontraktur menetap,dapat dicoba aplikasi serialcost yang

dirubah tiap 3 – 4 hari hingga gerakan sendi bertambah mencapai maksimum.

Apabila setelah beberapa minggu serialcost tudak berhasil, pembedahan

merupakan indikasi.

23

Page 24: Presentasi Kasus

STROKE HEMORAGIK

Pendahuluan

Stroke digunakan untuk menamakan sindrom hemiparesis atau paralisis akibat

lesi vaskular yang bisa bangkit dalam beberapa detik sampai hari, terantung dari jenis

penyakit yang menjadi kausanya.

Definisi

Stroke adalah tanda – tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan

fungsi otak fokal (global), dengan gejala – gejala yang berlangsung selama 24 jam

atau lebih, atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain

vaskular (WHO, 1986).

Etiologi

1. Trombosis

Trombosis (penyakit trombo – oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling

sering. Trombosis ditemukan pada 40 % dari semua kasus stroke yang telah

dibuktikan oleh ahli patologi. Biasanya ada kaitannya dengan kerusakan lokal

dinding pembuluh darah akibat ateroklerosis.

2. Embolisme

Embolisme serebri termasuk mutan kedua dari berbagai penyebab utama stroke.

Penderita embolisme biasanya lebih muda dibandingkan dengan penderita

trombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung

sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan penyakit

jantung.

24

Page 25: Presentasi Kasus

3. Perdarahan Serebri

Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptur arteri serebri.

Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan / atau subarakhnoid, sehingga

jaringan yang terletak di dekatnya akan tergeser dan tertekan.

Klasifikasi

Stroke hemoragik dibagi atas :

1. Perdarahan Intra Serebral (PIS)

2. Perdarahan Subarakhnoidal (PSA)

Patofisiologi

Faktor resiko terbesar untuk terjadinya perdarahan otak adalah hipertensi.

Pecahnya mikroaneurisme dalam arteiola menyebabkan perdarahan di ganglia basal,

talamus, pons atau serebelum. Di daerah – daerah tersebut pembuluh darah arteri

pendek dan lurus dan hanya mempunyai sedikit cabang. Arteri – arteri tersebut keluar

dari arteri – arteri besar di batang otak dan secara fungsional merupakan arteri akhir

yang memberi darah kepada bagian basal dan mesial otak serta batang otak. Jarak

antara arteri dan kapiler relatif pendek sehingga arteriol – arteriol harus menahan

tekanan tinggi yang berasal dari arteri besar.

Perdarahan Intra Serebral (PIS)

Perdarahan serebral terjadi karena pecahnya pembuluh darah otak di dalam

parechym otam. Pecahnya pembuluh darah disebabkan kerusakan dinding akibat

arteriosklerosis, peradangan (sifilis), trauma atau kelainan kongenital (aneurisme,

malformasi).

25

Page 26: Presentasi Kasus

Hal ini dipermudah terjadinya bila terjadi peninggian tekanan darah secara tiba –

tiba. Perdarahan intra serebral sering timbul akibat pecahnya mikroaneurisme akibat

hipertensi lama dan paling sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum dan pons.

Perdarahan di daerah korteks sering akibat tumor yang berdarah atau malformasi

pembuluh darah yang pecah.

Perdarahan Subarachnoidalis (PSA)

Perdarahan terutama pada sirkulus Willisi dan berasal dari aneurisme kongenital

yang pecah. Biasa terjadi pada usia lebih muda. Perdarahan sering berulang dan

menimbulkan vasospasme hebat sehingga terjadi infark otak.

Gejala Klinik PIS PSA

1. Gejala defisit local Berat Ringan

2. SIS sebelumnya Amat jarang -

3. Permulaan (onset) Menit/jam 1 – 2 menit

4. Nyeri kepala Hebat Sangat hebat

5. Muntah pada awalnya Sering Sering

6. Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak

7. Kesadaran Biasa hilang Biasa hilang sebentar

8. Kaku kuduk Jarang Biasa ada

9. Hemiparesis Sering sejak Permulaan tidak ada

10. Deviasi mata - Tidak ada

11. Gangguan bicara Bisa ada Jarang

12. Likuor Sering Selalu

13. Perdarahan subarakhnoid Sering Berdarah

14. Paresis / gangguan N. III Berdarah tidak ada Bisa ada mungkin (+)

Apabila terjadi trombosis pada susunan vena serebral, maka darah dari otak

yang dialirkan kembali ke jantung tersumbat. Dan daerah yang membuang darah

26

Page 27: Presentasi Kasus

venousnya ke vena yang tersumbat itu mengalami iskemia. Darah arterial yang

masuk ke daerah itu masih dapat menghantarkan oksigen dan glukosa untuk

metabolisme regional tersebut. Akan tetapi daerah itu tidak dapat menghanyutkan

katabolitnya karena aliran darah vena tersumbat. Maka dari itu manifestasi dini pada

trombosis vena ialah kejang fokal, akibat iskemia serebri regional.

Iskemia serebri regional akibat trombosis serebri berkembang menjadi infark

iskemia dan hemoragik. Pada tahap ini berkembanglah hemiparese yang tidak alam

akan menjadi hemiparalisis. Trombosis vena atau sinus, biasanya sekunder terhadap

infeksi di wilayah wajah, mastoid dan sinus paranasalis. Radang yang akut menjalar

ke vena – vena besar melalui osteomielitis setempat. Atau menyebabkan

tromboflebitis pada pembuluh – pembuluh diploika yang kecil, kemudian menjalar ke

vena – vena besar melalui vena emisaria. Sebab – sebab lain trombosis vena otak

ialah kakeksia terutama pada anak, keadaan postpartum (akibat hiperfibrinogenemia),

pemakaian obat anti hamil (belum diketahui mekanismenya), polisitemia, kelainan

jantung bawaan dan dekompensatio kordis.

Apa yang telah diuraikan hingga kini ialah patogenesis lesi vasular serebral

regional dan manifestasi klinik jenis CVD yang bersifat oklusif belaka, tidak peduli

apakah penyumbatan itu disebabkan spasmus, trombosis parsial atau total, embolisasi

atau kompresi terhadap arteri dari luar oleh suatu tumor. Faktor – faktor ekstrinsik

selalu merupakan faktor presipitasi bangkitnya manifestasi hilangnya fungsi serebral

regional itu.

Penanganan

Karena biasanya penderita berada dalam koma, maka pengobatan dibagi

dalam pengobatan umum dan pengobatan spesifik.

27

Page 28: Presentasi Kasus

1. Pengobatan Umum

Perhatikan pedoman berikut ini :

Nafas, jalan nafas harus bebas untuk menjamin keperluan oksigen.

Darah, dijaga agar TD tetap cukup (tinggi) untuk mengalirkan darah

(perfusi) ke otak, dan menjaga komposisi darah (O2, Hb, glukosa) tetap

optimal untuk metabolisme otak.

Otak, mencegah terjadinya edem otak dan timbulnya kejang dengan

kortikosteroid, gliserol atau manitol untuk edema, dan valium i.v. pelan –

pelan terhadap kejang – kejang.

Ginjal, saluran kemih dan balans cairan diperhatikan.

Gastrointestinum, fungsi defekasi / percernaan dan nutrisi jangan

diabaikan.

2. Pengobatan Spesifik

Pengobatan kausal. Pengobatan terhadap perdarahan di otak dengan tujuan

hemostatis, misalnya asam traneksamat 1 gr / 4 jam i.v. pelan – pelan selama 3

minggu, kemudian dosis berangsur – angrus diturunkan. Khasiatnya adalah anti

fibrinolitik sehingga mencegah lisisnya bekuan darah, jadi mencegah perdarahan

berulang.

28

Page 29: Presentasi Kasus

DAFTAR PUSTAKA

1. PERDOSSI : Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia, 3 – 7.

2. Prof. DR. Mahar Mardjono & Prof. DR. Priguna Sidharta : Neurologi

Klinis Dasar, Edisi VI, 1994, 270 – 290.

3. Mary Carter Lombardo : Patofisiologi Konsep Klinis Proses – proses

Penyakit, Edisi 4, 1995, 964 – 972.

4. Dr. Siti Amnisa Nuhonni, SpRM, Simposium Penatalaksanaan Stroke

Masa Kini, 101, Bandar Lampung,2000

29

Page 30: Presentasi Kasus

PRESENTASI KASUS STROKE NON HEMORAGIK

DISUSUN

OLEH

IZATI RAHMI110.1999.109

PEMBIMBING

Dr. SURYAKANTA SpS

S M F N E U RO L O G IRSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK

BANDAR LAMPUNGAPRIL- 2004

30