PRESENTASI KASUS

22
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologi tertua, ditemukan pada semua umur dan dapat menyebabkan hendaya serta mortalitas. Gejala epilepsi sudah lama dikenal sejak zaman purbakala, misalnya penderita mendadak tidak sadar dan jatuh, yang disertai dengan badan menjadi kaku dan disusul oleh gerakan kejang-kejang seluruh tubuh, muka menjadi biru, pernafasan tidak teratur, dan adanya busa keluar dari mulut. Selama beberapa abad, gejala ini dinamakan penyakit jatuh (morbus caducus, the falling sickness), karena penderitanya mendadak jatuh. Orang Yunani kuno menamakannya epilepsi, yang berarti disurupi, dimasuki, dikuasai. Mereka menganggap bahwa penderita epilepsi disurupi, dikuasai, atau dimasuki roh halus atau kekuatan gaib. Hippocrates, yang dianggap sebagai bapak dari ilmu kedokteran, telah mengemukakan 2 hal yang penting mengenai epilepsi ini, yaitu: membantah anggapan bahwa epilepsi disebabkan oleh roh, mahluk halus, atau dewa dan mengemukakan bahwa letak kelainan pada epilepsi adalah di

description

neuro

Transcript of PRESENTASI KASUS

Page 1: PRESENTASI KASUS

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologi tertua, ditemukan pada semua

umur dan dapat menyebabkan hendaya serta mortalitas. Gejala epilepsi sudah lama

dikenal sejak zaman purbakala, misalnya penderita mendadak tidak sadar dan jatuh, yang

disertai dengan badan menjadi kaku dan disusul oleh gerakan kejang-kejang seluruh

tubuh, muka menjadi biru, pernafasan tidak teratur, dan adanya busa keluar dari mulut.

Selama beberapa abad, gejala ini dinamakan penyakit jatuh (morbus caducus, the falling

sickness), karena penderitanya mendadak jatuh. Orang Yunani kuno menamakannya

epilepsi, yang berarti disurupi, dimasuki, dikuasai. Mereka menganggap bahwa penderita

epilepsi disurupi, dikuasai, atau dimasuki roh halus atau kekuatan gaib.

Hippocrates, yang dianggap sebagai bapak dari ilmu kedokteran, telah

mengemukakan 2 hal yang penting mengenai epilepsi ini, yaitu: membantah anggapan

bahwa epilepsi disebabkan oleh roh, mahluk halus, atau dewa dan mengemukakan bahwa

letak kelainan pada epilepsi adalah di otak. Pada epilepsi didapatkan gangguan fungsi

pada sekelompok sel-sel saraf (neuron) di otak yang mempunyai aktivitas listrik. Pada

gangguan fungsi sel yang mengakibatkan serangan epilepsi, ditemukan aktivitas listrik

yang berlebihan. Huglin Jackson, pada tahun 1870, mengemukakan bahwa serangan

epilepsi berasal dari aktivitas listrik yang berlebihan pada sekelompok sel-sel neuron di

otak. Pendapatnya ini merupakan dasar dari konsep epilepsi yang berlaku hingga saat ini.

Aktivitas listrik yang berlebihan ini baru dapat direkam dan dilihat setelah Hans Berger

memperkenalkan alat elektroensefalografi (EEG) pada tahun 1929.

1.2 PREVALENSI

Prevalensi di negara sedang berkembang ditemukan lebih tinggi daripada negara

maju. Dilaporkan prevalensi di negara maju berkisar antara 4-7 per 1000 orang dan 5-74

Page 2: PRESENTASI KASUS

per 1000 orang di negara berkembang. Kelompok Studi Epilepsi Perhimpunan Dokter

Spesialis Saraf Indonesia (Pokdi Epilepsi PERDOSSI) mengadakan penelitian pada 18

rumah sakit di 15 kota pada tahun 2013 selama 6 bulan. Didapatkan 2288 pasien terdiri

atas 487 kasus baru dan 1801 kasus lama. Rerata usia kasus baru adalah 25,06 ± 16,9

tahun, sedangkan usia pada kasus lama adalah 29,2 ± 16,5 tahun. Sebanyak 77,9% pasien

berobat pertama kali ke dokter spesialis saraf, 6,8% berobat ke dokter umum, sedangkan

sisanya berobat ke dukun dan tidak berobat.

1.3 MORTALITAS

Angka mortalitas akibat epilepsi di negara berkembang dilaporkan lebih tinggi

dibandingkan negara maju. Di Laos dilaporkan case fatality rate mencapai 90,9 per 1000

orang per tahun. Angka mortalitas epilepsi pada anak di Jepang dilaporkan 45 per 1000

orang per tahun. Di Taiwan, 9 per 1000 orang per tahun, dimana orang dengan epilepsi

memiliki risiko kematian 3 kali lebih tinggi dibanding populasi normal. Insiden SUDEP

(Sudden Unexpected Death) mencapai 1,21/1000 pasien, wanita lebih tinggi dari laki-laki.

Jenis bangkitan dengan risiko SUDEP tertinggi adalah tonik klonik.

Page 3: PRESENTASI KASUS

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Epilepsi adalah kejang yang menyerang seseorang yang tampak sehat atau

sebagai suatu eksaserbasi dalam kondisi sakit kronis sebagai akibat oleh disfungsi otak sesaat

dimanifestasikan sebagai fenomena motorik, sensorik, otonomik, atau psikis yang abnormal.

Epilepsi merupakan akibat dari gangguan otak kronis dengan serangan kejang spontan yang

berulang.

Epilepsi adalah diagnosis klinis. Keadaan ini disebabkan oleh lepasnya listrik

paroksismal dalam neuron serebral yang menyebabkan berbagai pola klinis yang berbeda.

Epilepsi adalah ekspresi dari disfungsi otak dan ditegakkannya diagnosis ini mengharuskan

dicarinya penyebab, walaupun dua pertiga kasus idiopatik. Sebagian besar mengalami

episode perubahan gerakan, fenomena sensoris, dan perilaku ganjil, biasanya disertai dengan

perubahan kesadaran. Adanya episode tunggal tanpa pemicu tidak cukup untuk menegakkan

diagnosis epilepsi.

2.2 KLASIFIKASI

KLASIFIKASI ILAE 1981

Untuk tipe serangan kejang/bangkitan epilepsi

Serangan parsial

Serangan parsial sederhana (kesadaran baik).

- Motorik

- Sensorik

- Otonom

- Psikis

Serangan parsial kompleks (kesadaran terganggu)

- Serangan parsial sederhana diikuti dengan gangguan kesadaran.

- Gangguan kesadaran saat awal serangan.

Page 4: PRESENTASI KASUS

Serangan umum sekunder

- Parsial sederhana menjadi tonik klonik.

- Parsial kompleks menjadi tonik klonik

- Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi tonik klonik.

Serangan umum.

- Absans (lena)

- Mioklonik

- Klonik

- Tonik

- Atonik.

Tak tergolongkan.

KLASIFIKASI ILAE 1989 untuk sindroma epilepsi

Berkaitan dengan letak fokus

Idiopatik (primer)

- Epilepsi anak benigna dengan gelombang paku di sentrotemporal (Rolandik

benigna)

- Epilepsi pada anak dengan paroksismal oksipital

- Primary reading epilepsy“.

Simptomatik (sekunder)

- Lobus temporalis

- Lobus frontalis

- Lobus parietalis

- Lobus oksipitalis

- Kronik progesif parsialis kontinua

Kriptogenik

Umum

Idiopatik (primer)

- Kejang neonatus familial benigna

- Kejang neonatus benigna

- Kejang epilepsi mioklonik pada bayi

- Epilepsi absans pada anak

Page 5: PRESENTASI KASUS

- Epilepsi absans pada remaja

- Epilepsi dengan serangan tonik klonik pada saat terjaga.

- Epilepsi tonik klonik dengan serangan acak.

Kriptogenik atau simptomatik.

- Sindroma West (Spasmus infantil dan hipsaritmia).

- Sindroma Lennox Gastaut.

- Epilepsi mioklonik astatik

- Epilepsi absans mioklonik

Simptomatik

- Etiologi non spesifik

- Ensefalopati mioklonik neonatal

- Sindrom Ohtahara

- Etiologi / sindrom spesifik.

- Malformasi serebral.

- Gangguan Metabolisme.

Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum.

Serangan umum dan fokal

- Serangan neonatal

- Epilepsi mioklonik berat pada bayi

- Sindroma Taissinare

- Sindroma Landau Kleffner

Tanpa gambaran tegas fokal atau umum

Epilepsi berkaitan dengan situasi

- Kejang demam

- Berkaitan dengan alkohol

- Berkaitan dengan obat-obatan

- Eklampsi.

- Serangan berkaitan dengan pencetus spesifik (reflek epilepsi)

2.3 ETIOLOGI

Etiologi epilepsi dapat dibagi kedalam tiga kategori, sebagai berikut :

1. Idiopatik : tidak terdapat lesi struktural di otak atau defisit neurologis.

Diperkirakan mempunyai predisposisi genetik dan umumnya berhubungan dengan

usia.

Page 6: PRESENTASI KASUS

2. Kriptogenik : dicurigai terdapat faktor penyebab namun tidak dapat ditemukan.

3. Simptomatik : disebabkan oleh kelainan/lesi struktural pada otak, misalnya; cedera

kepala, infeksi SSP, gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol, obat), kelainan

neurodegeneratif.

2.4 DIAGNOSIS

Ada 3 langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu :

1. Memastikan apakah kejadian yang bersifat menunjukkan bangkitan epilepsi atau bukan

epilepsi

2. Apabila benar bangkitan epilepsi, maka tentukan termasuk jenis bangkitan apa

3. Pastikan epilepsi apa yang ditunjukkan oleh bangkitan tadi, dan tentukan etiologinya

Diagnosis epilepsi ditegakkan atas :

1. Adanya gejala dan tanda klinis dalam bentuk bangkitan epilepsy berulang (minimum

2 kali)

2. Ditunjang gambaran gelombang epilepsi pada EEG

Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan Elektroensefalografi (EEG)

Sebaiknya dilakukan saat tidur, bangun dengan stimulasi fotik, hiperventilasi, stimulus

tertentu sesuai pencentus bangkitan.

- Pemeriksaan Pencitraan otak (brain imaging)

• Semua kasus yang diduga ada kelainan structural • Adanya perubahan bentuk bangkitan • Terdapat kelainan pada pemeriksaan saraf• Bangkitan pertama diatas usia 25 tahun

- Pemeriksan Laboratorium• Pemeriksaan darah, meliputi hematologi lengkap, elektrolit, kadar gula, fungsi hati, fungsi ginjal, dan lainnya• Pemeriksaan cairan serebrospinal, jika dicurigai adanya infeksi

2.4 TERAPI

Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan primer pada penderita epilepsi adalah terapi untuk mencegah

terjadinya serangan kejang atau mengurangi frekuensinya sehingga pasien dapat

hidup normal.

Page 7: PRESENTASI KASUS

2. Lama pengobatan tergantung jenis epilepsi dan etiologinya :

a. Petit mal : 2-3 tahun sudah cukup.

b. Grand mal : > 5 tahun

3. Penghentian mendadak harus dihindari.

4. Pengobatan psikososial

DRUGPartialSeizure

Generalized Tonic- Clonic/

Grand MalAbsence

Drug of ChoiceCarbamazepine

PhenytoinValproate

ValproateCarbamazepine

Phenytoin

EthosuximideValproate

Alternative

LamotrigineGabapentineTopiramateTiagabinePrimidone

Phenobarbital

LamotrigineTopiramatePrimidone

Phenobarbital

ClonazepamLamotrigine

STATUS NEUROLOGI

Page 8: PRESENTASI KASUS

No. MR : 00.06.85.88 Masuk Tanggal : 31 Juli 2015

Nama : Ny. E Keluar Tanggal : -

Jenis Kelamin : Perempuan Dokter : dr. Tumpal, Sp.S

Usia : 25 tahun Ko-Ass : Rizky Sarah T

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Alamat : Jl. H. Mahmud No. 21 B, RT/RT: 003/004

ANAMNESIS

Autoanamnesis

Keluhan Utama : Kejang

Keluhan Tambahan : -

RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT

Seorang pasien perempuan usia 25 tahun datang ke poliklinik spesialis saraf RS

UKI dengan keluhan kejang. Keluhan ini sudah lama dirasakan. Pasien sering kejang hingga

terjatuh dengan mata melotot, lidah pasien sering tergigit dan berdarah setelah kejang.

Keluhan ini sering dirasakan terutama jika pasien mandi. 4 hari SMRS pasien sempat ke

klinik dokter umum untuk berobat, diberikan obat dilantin oleh dokter tapi tidak ada

perubahan. Pasien memiliki riwayat hipotensi.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien sering mengalami keluhan yang sama lebih dari 3 tahun.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama. Riwayat hipertensi dan

diabetes disangkal.

Riwayat Pengobatan

Page 9: PRESENTASI KASUS

Obat dari klinik salah satunya dilantin, tetapi tidak ada perubahan.

Riwayat Kebiasaan Pribadi

Riwayat merokok dan minum minuman beralkohol disangkal.

PEMERIKSAAN FISIK SECARA UMUM

Kesadaran : Komposmentis

Nadi : 85 x/menit

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Suhu : 36 °C

Respirasi : 25 x/menit

GCS : 15 (E4 V5 M6)

Umur klinis : 25 tahun

Bentuk badan : Kurus

Gizi : Kurang Baik

Kulit : Sawo matang

Turgor : Baik

Kel. Getah Bening : Tidak teraba membesar

Kuku : Tidak ada ikterik dan sianosis

PEMERIKSAAN REGIONAL

Kepala : Normocephali

Mata : Konjungtiva tidak pucat, sklera ikterik - / -

Hidung : Tidak ada keluhan

Mulut : Tidak ada keluhan

Telinga : ka = normal, ki = normal

Page 10: PRESENTASI KASUS

Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar

Jantung : Bunyi jantung I dan II normal, gallop (-), murmur (-)

Paru-paru : Bising nafas dasar vesikuler

Abdomen : Tampak datar, bising usus (+) 5 x/menit

Hepar : Tidak teraba membesar

Lien : Tidak teraba membesar

Genitelia Eksterna : Tidak ada keluhan

Ekstremitas : Akral hangat

Sendi : ka = tidak ada keluhan, ki = tidak ada keluhan

Otot : Dalam batas normal

Gerakan leher : Baik

Gerakan tubuh : Baik

Nyeri ketok : Tidak ada

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

1. Rangsang Meningeal

Kaku kuduk : -

Brudzinski I : -

Brudzinski II : - / -

Kernig : - / -

Lasegue : > 70° / > 70°

2. Pemeriksaan Saraf Otak

● N I (Olfaktorius)

Kanan Kiri

Page 11: PRESENTASI KASUS

- Penciuman : normosmia normosmia

● N II (Optikus)

Kanan Kiri

- Visus : baik baik

- Lihat warna : baik baik

- Lapang pandang : luas luas

- Funduskopi : Tidak dilakukan

● N III, IV, VI (Okulomotorius, Trokhlearis, Abdusen)

Sikap bola mata : Ditengah simetris ka dan ki

Pergerakan bola mata : Baik

Ptosis : - / -

Strabismus : - / -

Eksoftalmus : - / -

Enoftalmus : - / -

Diplopia : - / -

Deviasi konjugee : - / -

- Pupil

Bentuk : Bulat, isokor

Ukuran : 3 mm / 3 mm

- Refleks cahaya

Kanan Kiri

Langsung + +

Tidak langsung + +

Page 12: PRESENTASI KASUS

- Refleks akomodasi + +

● N V (Trigeminus)

- Motorik

Membuka dan menutup mulut : Baik

Gerakan rahang : Baik

Menggigit (palpasi)

Masseter : +

Temporalis : +

- Sensorik

Rasa raba : ka = ki

Rasa nyeri : ka = ki

Rasa suhu : Tidak dilakukan

- Refleks

Refleks kornea : + / +

Refleks masseter : +

● N VII (Fasialis)

Sikap wajah

Kanan Kiri

Angkat alis : Simetris

Kerut dahi : Simetris

Lagoftalmus : -

Menyeringai : Simetris

Rasa kecap 2/3 depan lidah : Tidak dilakukan

Page 13: PRESENTASI KASUS

Fenomena Chovstek : - -

● N VIII (Vestibulokokhlearis)

- Vestibularis

Nistagmus : - / -

Vertigo : -

- Kokhlearis

Tes berbisik : Baik

Gesekan jari : Baik

Tes Rinne : +

Tes Weber : Tidak ada lateralisasi

Tes Swabach : Sama dengan pemeriksa

● N IX, X (Glossofaringeus, Vagus)

Arcus faring : Simetris

Uvula : Letak di tengah

Palatum molle : Intak

Disfoni : -

Disfagi : -

Disartria : -

Refleks faring : Tidak dilakukan

Refleks Okulokardiak : Tidak dilakukan

Refleks Sinus Karotikus : Tidak dilakukan

● N XI (Accesorius)

Menoleh : Baik

Page 14: PRESENTASI KASUS

Angkat bahu : Baik

M. Sternokleidomastoideus : Baik

M. Trapezius : Baik

● N XII (Hipoglossus)

Sikap lidah di dalam mulut : Simetris

Julur lidah : Simetris

Atrofi : -

Tremor : -

Fasikulasi : -

Tenaga otot lidah : Kuat ka=ki

MOTORIK

Derajat kekuatan otot 5555 | 5555

5555 | 5555

Trofi otot : Eutrofi

Tonus otot : Normotonus

KOORDINASI

● STATIS

- Duduk : Baik

- Berdiri : Baik

- Berjalan : Baik

● DINAMIS

- Telunjuk telunjuk : Baik

Page 15: PRESENTASI KASUS

- Telunjuk hidung : Baik

- Disdiadokinesis : -

REFLEKS

● REFLEKS FISIOLOGIS

- Biceps : ++ / ++

- Triceps : ++ / ++

- KPR : ++ / ++

- APR : ++ / ++

● REFLEKS PATOLOGIS

- Babinski : - / -

- Chaddock : - / -

- Oppenheim : - / -

- Gordon : - / -

- Schaeffer : - / -

- Rossolimo : - / -

- Mendel Bechterew : - / -

- Hoffman Trommer : - / -

SENSIBILITAS

● Eksteroseptif

Rasa raba : ka = ki

Rasa nyeri : ka = ki

Rasa suhu : Tidak dilakukan

● Propioseptif

Page 16: PRESENTASI KASUS

Rasa getar : ka = ki

Rasa sikap : Baik

VEGETATIF

- Miksi : Baik

- Defekasi : Baik

- Salivasi : Baik

- Keringat : Baik

FUNGSI LUHUR

- Memori : Baik

- Bahasa : Baik

- Kognitif : Baik

- Afek dan emosi : Baik

RESUME

Pasien perempuan usia 25 tahun datang ke poliklinik spesialis saraf dengan

keluhan kejang. Keluhan sudah lama dirasakan, dan jika kejang pasien bisa sampai terjatuh

dengan mata melotot, lidahnya sering berdarah setelah kejang. Keluhan ini sering dirasakan

terutama ketika pasien mandi. 4 hari SMRS pasien sudah berobat ke klinik, diberikan dilantin

oleh dokter tapi tidak ada perubahan. Pasien memiliki riwayat hipotensi.

STATUS GENERALISATA

Kesadaran : Komposmentis

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 85 x/menit

Pernafasan : 25 x/menit

Page 17: PRESENTASI KASUS

Suhu : 36 °C

GCS : 15 (E4 V5 M6)

STATUS NEUROLOGIS

1. Rangsang meningeal : -

2. Refleks patologis : -

3. Saraf kranial : Tidak ditemukan defisit neurologis

4. Motorik : 5555 | 5555

5555 | 5555

DIAGNOSA

Klinis : Kejang

Topis : Temporal serebri

Etiologi : Epilepsi

DIAGNOSA BANDING

- Sinkop

- Aritmia jantung

- Hiperventilasi atau serangan panik

TERAPI

Diet lunak

Diazepam 1 x 2 mg

Valproate 2 x 250 mg

Asam folat 1 x 1 tab

Page 18: PRESENTASI KASUS

DAFTAR PUSTAKA

1. Perdossi. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Surabaya : Airlangga University Press,

2014.

2. Lumbantobing SM. Epilepsi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1998.

3. Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf. Jakarta : Gramedia, 2010.

4. Rubenstein D, Wayne D, et al. Kedokteran Klinis. Ed 6. Erlangga, 2005.

5. Kusuma W. Diagnosis Epilepsi. Vol 1. Jurnal Ilmiah Kedokteran. Surabaya, 2007.