PRESENTASI KASUS

37
PRESENTASI KASUS KARSINOMA NASOFARING Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu THT Rumah Sakit Umum Daerah Saras Husada Purworejo Disusun oleh: Retno Puspitaningtyas 20060310142 Diajukan kepada: dr. Tolkha Amaruddin, Sp.THT SMF THT RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO

Transcript of PRESENTASI KASUS

Page 1: PRESENTASI KASUS

PRESENTASI KASUS

KARSINOMA NASOFARING

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti

Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu THT

Rumah Sakit Umum Daerah Saras Husada Purworejo

Disusun oleh:

Retno Puspitaningtyas 20060310142

Diajukan kepada:

dr. Tolkha Amaruddin, Sp.THT

SMF THT RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2011

Page 2: PRESENTASI KASUS

HALAMAN PENGESAHAN

KARSINOMA NASOFARING

Disusun oleh:

Retno Puspitaningtyas 20060310142

Disetujui dan disahkan pada tanggal: November 2011

Dokter Pembimbing

dr. Tolkha Amaruddin, Sp.THT

SMF THT RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2011

Page 3: PRESENTASI KASUS

PRESENTASI KASUS

IDENTITAS

Nama Penderita : Nn. MN

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 17 tahun

Tanggal Masuk RS : 14 November 2011

Bangsal Perawatan : Anggrek

ANAMNESIS

Keluhan Utama

Pasien konsulan dari UPD dengan benjolan di leher suspek Ca. Nasofaring

Keluhan Tambahan

Bola mata kiri tidak bisa bergerak ke samping (melirik)

Riwayat Penyakit Sekarang

3 bulan SMRS pasien merasakan benjolan di leher sebelah kiri. Benjolan terasa keras,

tidak nyeri, dan makin besar.

Riwayat Penyakit Dahulu

Batuk-pilek lama (-), mimisan (-),TBC (-), alergi (-).

Riwayat operasi di hidung (+)

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami sakit serupa.

Anamnesis Sistem

Cerebrospinal : Sadar (+), sering pusing (+).

Cardiovaskuler : Nyeri dada (-), berdebar-debar (-).

Respiratorus : Sesak nafas (-), batuk (-), dahak (-), pilek (-).

Page 4: PRESENTASI KASUS

Gastrointestinal : Nyeri perut (-), mual (-), muntah (-), BAB (-) normal,

makan (-), minum (-).

Urogenital : Nyeri berkemih (-), BAK (+) normal.

Integumentum : Tidak terdapat keluhan.

Muskuloskeletal : Tidak terdapat keluhan.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum

Tampak seorang wanita sesuai umur, wajah dan mata asimetris

Kesadaran : Sadar penuh (compos mentis)

Tanda Vital

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 72 x/menit

Respirasi : 16 x/ menit

Suhu : afebris

Status Generalis

Kepala

Bentuk : normocephal

Wajah : asimetris

Mata : conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-),

ptosis palpebra (-/-), pupil isokhor (+/+), paralisis N. VI

Telinga : discharge (-/-), deformitas (-/-)

Hidung : napas cuping hidung (-), discharge (-/-), deformitas (-)

Leher

Peningkatan JVP (-), pembesaran lnn (+), kelenjar tiroid tidak teraba, massa di leher

sebelah kiri, keras, terfiksir, tidak benjol-benjol, ukuran

Dada (paru)

Inspeksi : simetris (ka=ki), retraksi (-/-)

Palpasi : vocal fremitus (ka=ki), pembesaran limfonodi axilaris (-/-)

Perkusi : sonor (+/+)

Page 5: PRESENTASI KASUS

Auskultasi : SD vesikuler (ka=ki),

ST ronkhi basah (-/-), wheezing (-)

Dada (jantung)

Inspeksi : Ictus cordis tampak di SIC V lateral LMC

Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V lateral LMC

Perkusi : batas kanan atas di SIC II LPS dextra

batas kiri atas di SIC II LPS sinistra

batas kanan bawah di SIC V LPS dextra

batas kiri bawah di SIC V LMC

Auskultasi : S1>S2 reguler, gallop (-), bising (-)

Perut

Inspeksi : datar, jejas (-)

Auskultasi : peristaltik (+) normal

Perkusi : timpani di keempat kuadran (+), pekak beralih (-)

Palpasi : supel, NT (-), undulasi (-), hepar dan lien tidak teraba

Alat gerak

Superior : hangat (+/+), edema (-/-), sianosis (-/-), deformitas (-/-)

Inferior : hangat (+/+), edema (-/-), sianosis (-/-), deformitas (-/-)

DIAGNOSIS BANDING

Karsinoma nasofaring

Tumor kelenjar parotis

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

AL 26.7 103/µL

AE 3.97 106/ µL

Hb 10.3 g/dL

Hct 30.9 %

AT 408 103/ µL

GDS 100 mg/dl

Ureum 18 mg/dl

Page 6: PRESENTASI KASUS

Creatinin 0.61 mg/dl

SGOT 26 U/L

SGPT 14 U/L

HBsAg negatif

Urinalisa

Warna kuning

Kejernihan jernih

BJ 1.005

pH 6

Eritrosit (+)

Sel epitel (+)

Leukosit 2-4 /LPB

Eritrosit 8-10 /LPB

Histopatologi

Makroskopik : Jaringan ± 0.3 c, putih kecoklatan, kenyal

Mikroskopik : Sediaan menunjukkan jaringan tumor epitelial, tersusun solid, infiltratif.

Sel atipi, polimorfi, sebagian hiperkromasi. Inti bulat, oval, spindel,

vesikuler, sebagian anak inti jelas. Di antaranya terdapat infiltrasi sel

limfosit.

Kesimpulan : Undifferentiated Ca (WHO tipe II)

DIAGNOSIS KERJA

Page 7: PRESENTASI KASUS

Karsinoma Nasofaring T4N3M0

TERAPI

Kemoterapi dengan Cisplatin dan 5 FU Menolak

PROGNOSIS

Dubia ad malam

TINJAUAN PUSTAKA

KARSINOMA NASOFARING

Page 8: PRESENTASI KASUS

DEFINISI

GEJALA DAN TANDA

1. Nasal sign

Pilek lama yang tidak sembuh.

Epistaksis

Keluarnya darah ini biasanya berulang-ulang, jumlahnya sedikit dan seringkali

bercampur dengan ingus, sehingga berwarna merah jambu.

Ingus dapat seperti nanah, encer atau kental dan berbau.

2. Ear sign

Tinitus

Tumor menekan muara tuba eustachius sehingga terjadi oklusi tuba, karena

muara tuba eustachius dekat dengan fosa rosenmulleri. Tekanan dalam kavum

timpani menjadi menurun sehingga terjadi tinitus.

Gangguan pendengaran hantaran.

Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia).

3. Eye sign

Diplopia.

Tumor merayap masuk foramen laseratum dan menimbulkan gangguan N. IV

dan N. VI. Bila terkena chiasma opticus akan menimbulkan kebutaan.

4. Tumor sign

Pembesaran kelenjar limfoid leher ini merupakan penyebaran atau metastase

dekat secara limfogen dari karsinoma nasofaring.

5. Cranial sign

Gejala kranial terjadi bila tumor sudah meluas ke otak dan dirasakan pada penderita.

Gejala ini berupa:

Sakit kepala yang terus menerus, rasa sakit ini merupakan metastase secara

hematogen.

Sensitibilitas derah pipi dan hidung berkurang.

Kesukaran pada waktu menelan.

Afoni.

Page 9: PRESENTASI KASUS

Sindrom Jugular Jackson atau sindroma reptroparotidean mengenai N. IX, N.

X, N. XI, N. XII. Dengan tanda-tanda kelumpuhan pada:

o Lidah

o Palatum

o Faring atau laring

o M. sternocleidomastoideus

o M. trapezeus

PATOFISIOLOGI KARSINOMA NASOFARING

Virus Epstein Barr (EBV) merupakan virus DNA yang memiliki kapsid icosahedral

dan termasuk dalam famili Herpesviridae. Infeksi EBV dapat berasosiasi dengan beberapa

penyakit seperti limfoma Burkitt, limfoma sel T, mononukleosis, dan karsinoma nasofaring

(KNF). KNF merupakan tumor ganas yang terjadi pada sel epitel di daerah nasofaring yaitu

pada daerah cekungan Rosenmuelleri dan tempat bermuara saluran eustachius. Banyak

faktor yang diduga berhubungan dengan KNF, yaitu:

1) Virus Epstein-Barr

Virus Epstein-Barr bereplikasi dalam sel-sel epitel dan menjadi laten dalam

limfosit B. Infeksi virus epstein-barr terjadi pada dua tempat utama yaitu sel epitel

kelenjar saliva dan sel limfosit. EBV memulai infeksi pada limfosit B dengan cara

berikatan dengan reseptor virus, yaitu komponen komplemen C3d (CD21 atau CR2).

Glikoprotein (gp350/220) pada kapsul EBV berikatan dengan protein CD21

dipermukaan limfosit B3. Aktivitas ini merupakan rangkaian yang berantai dimulai

dari masuknya EBV ke dalam DNA limfosit B dan selanjutnya menyebabkan limfosit

B menjadi immortal. Sementara itu, sampai saat ini mekanisme masuknya EBV ke

dalam sel epitel nasofaring belum dapat dijelaskan dengan pasti.Namun demikian, ada

dua reseptor yang diduga berperan dalam masuknya EBV ke dalam sel epitel

nasofaring yaitu CR2 dan PIGR (Polimeric Immunogloblin Receptor).Sel yang

terinfeksi oleh virus epstein-barr dapat menimbulkan beberapa kemungkinan yaitu :

sel menjadi mati bila terinfeksi dengan virus epstein-barr dan virus mengadakan

replikasi, atau virus epstein- barr yang meninfeksi sel dapat mengakibatkan kematian

virus sehingga sel kembali menjadi normal atau dapat terjadi transformasi sel yaitu

interaksi antara sel dan virus sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan sifat sel

sehingga terjadi transformsi sel menjadi ganas sehingga terbentuk sel kanker.

Page 10: PRESENTASI KASUS

Gen EBV yang diekspresikan pada penderita KNF adalah gen laten, yaitu

EBERs, EBNA1, LMP1, LMP2A dan LMP2B. Protein EBNA1 berperan dalam

mempertahankan virus pada infeksi laten. Protein transmembran LMP2A dan LMP2B

menghambat sinyal tyrosine kinase yang dipercaya dapat menghambat siklus litik

virus.Diantara gen-gen tersebut, gen yang paling berperan dalam transformasi sel

adalah gen LMP1. Struktur protein LMP1 terdiri atas 368 asam amino yang terbagi

menjadi 20 asam amino pada ujung N, 6 segmen protein transmembran (166 asam

amino) dan 200 asam amino pada ujung karboksi (C). Protein transmembran LMP1

menjadi perantara untuk sinyal TNF (tumor necrosis factor) dan meningkatkan

regulasi sitokin IL-10 yang memproliferasi sel B dan menghambat respon imun lokal.

2) Genetik

Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetic, tetapi

kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu

relative menonjol dan memiliki agregasi familial.Analisis korelasi menunjukkan gen

HLA (human leukocyte antigen) dan gen pengode enzim sitokrom p450 2E1

(CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap karsinoma nasofaring.

Sitokrom p450 2E1 bertanggung jawab atas aktivasi metabolik yang terkait

nitrosamine dan karsinogen

3) Faktor lingkungan

Sejumlah besar studi kasus yang dilakukan pada populasi yang berada di

berbagai daerah di asia dan america utara, telah dikonfirmasikan bahwa ikan asin dan

makanan lain yang awetkan mengandung sejumlah besar nitrosodimethyamine

(NDMA), N-nitrospurrolidene (NPYR) dan nitrospiperidine (NPIP ) yang mungkin

merupakan faktor karsinogenik karsinoma nasofaring. Selain itu merokok dan

perokok pasif yg terkena paparan asap rokok yang mengandung formaldehide dan

yang tepapar debu kayu diakui faktor risiko karsinoma nasofaring dengan cara

mengaktifkan kembali infeksi dari EBV.

DIAGNOSIS

Page 11: PRESENTASI KASUS

Jika ditemukan adanya kecurigaan yang mengarah pada suatu karsinoma nasofaring,

protokol di bawah ini dapat membantu untuk menegakkan diagnosis pasti serta stadium

tumor:

1. Anamnesis

Anamnesis berdasarkan keluhan yang dirasakan pasien (tanda dan gejala KNF)

2. Pemeriksaan nasofaring

Dengan menggunakan kaca nasofaring atau dengan nasofaringoskop

3. Biopsi nasofaring

Diagnosis pasti dari KNF ditentukan dengan diagnosis klinik ditunjang dengan

diagnosis histologik atau sitologik. Diagnosis histologik atau sitologik dapat

ditegakan bila dikirim suatu material hasil biopsy cucian, hisapan (aspirasi), atau

sikatan (brush), biopsi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dari hidung atau dari

mulut. Biopsi tumor nasofaring umunya dilakukan dengan anestesi topikal dengan

xylocain 10%.

Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy).

Cunam biopsi dimasukan melalui rongga hidung menyelusuri konka media ke

nasofaring kemudian cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsi.

Biopsi melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang

dimasukan melalui hidung dan ujung kateter yang berada dalam mulut ditarik

keluar dan diklem bersama-sama ujung kateter yang di hidung. Demikian juga

kateter yang dari hidung disebelahnya, sehingga palatum mole tertarik ke

atas. Kemudian dengan kacalaring dilihat daerah nasofaring. biopsy dilakukan

dengan melihat tumor melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop

yang dimasukan melalui mulut, masaa tumor akan terlihat lebih jelas.

Bila dengan cara ini masih belum didapatkan hasil yang memuaskan mala dilakukan

pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narcosi

s.

4. Pemeriksaan Patologi Anatomi

Klasifikasi gambaran histopatologi yang direkomendasikan oleh Organisasi

Page 12: PRESENTASI KASUS

Kesehatan Dunia (WHO) sebelum tahun 1991, dibagi atas 3 tipe, yaitu :

Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi (Keratinizing Squamous Cell

Carcinoma). Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi diferensiasi baik, sedang dan

buruk.

Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma). Pada tipe ini

dijumpai adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi sel skuamosa tanpa

jembatan intersel. Pada umumnya batas sel cukup jelas.

Karsinoma tidak berdiferensiasi (Undifferentiated Carcinoma). Pada tipe ini

sel tumor secara individu memperlihatkan inti yang vesikuler, berbentuk oval

atau bulat dengan nukleoli yang jelas. Pada umumnya batas sel tidak terlihat

dengan jelas.

Tipe tanpa diferensiasi dan tanpa keratinisasi mempunyai sifat yang sama, yaitu

bersifat radiosensitif. Sedangkan jenis dengan keratinisasi tidak begitu radiosensitif.

Klasifikasi gambaran histopatologi terbaru yang direkomendasikan oleh WHO pada

tahun 1991, hanya dibagi atas 2 tipe, yaitu :

Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi (Keratinizing Squamous Cell

Carcinoma).

Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma). Tipe ini dapat

dibagi lagi menjadi berdiferensiasi dan tak berdiferensiasi.

5. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi pada kecurigaan KNF merupakan pemeriksaan penunjang

diagnostik yang penting. Tujuan utama pemeriksaan radiologis tersebut adalah:

Memberikan diagnosis yang lebih pasti pada kecurigaan adanya tumor pada

daerah nasofaring

Menentukan lokasi yang lebih tepat dari tumor tersebut

Mencari dan menetukan luasnya penyebaran tumor ke jaringan sekitarnya.

a) Foto polos

Ada beberapa posisi dengan foto polos yang perlu dibuat dalam mencari

kemungkina adanya tumor pada daerah nasofaring yaitu:

Page 13: PRESENTASI KASUS

Posisi Lateral dengan teknik foto untuk jaringan lunak (soft tissue

technique)

Posisi Basis Kranii atau Submentoverteks

Tomogram Lateral daerha nasofaring

Tomogranm Antero-posterior daerah nasofaring

b) CT-Scan

Pada umunya KNF yang dapat dideteksi secara jelas dengan radiografi polos

adalah jika tumor tersebut cukup besar dan eksofitik, sedangkan bula kecil

mungkin tidak akan terdeteksi. Terlebih-lebih jika perluasan tumor adalah

submukosa, maka hal ini akan sukar dilihat dengan pemeriksaan radiografi

polos. Demikian pula jika penyebaran ke jaringan sekitarnya belum terlalu

luas akan terdapat kesukaran-kesukaran dalam mendeteksi hal tersebut.

Keunggulan CT-Scan dibandingkan dengan foto polos ialah kemampuanya

untuk membedakan bermacam-macam densitas pada daerah nasofaring, baik

itu pada jaringan lunak maupun perubahan-perubahan pada tulang, gengan

criteria tertentu dapat dinilai suatu tumor nasofaring yang masih kecil.Selain

itu dengan lebih akurat dapat dinilai pakah sudah ada perluasan tumor ke

jaringna sekitarnya, menilai ada tidaknya destruksi tulang serta ada tidaknya

penyebaran intracranial.

Ada beberapa posisi dengan foto polos yang perlu dibuat dalam mencari

kemungkina adanya tumor pada daerah nasofaring yaitu:

Posisi Lateral dengan teknik foto untuk jaringan lunak (soft tissue

technique)

Posisi Basis Kranii atau Submentoverteks

Tomogram Lateral daerha nasofaring

Tomogranm Antero-posterior daerah nasofaring

6. Pemeriksaan Neuro-oftalmologi

Karena nasofaring berhubungan dekat dengan rongga tengkorak melalui beberapa

lobang, amka gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai gejala lanjut KNF

ini.

Page 14: PRESENTASI KASUS

7. Pemeriksaan Serologi.

Pemeriksaan serologi IgA anti EA (early antigen) dan igA anti VCA (capsid antigen)

untuk infeksi virus E-B telah menunjukan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma

nasofaring. Tjokro Setiyo dari FK UI Jakarta mendapatkan dari 41 pasien karsinoma

nasofaring stadium lanjut (stadium III dan IV) senstivitas IgA VCA adalah 97,5%

dan spesifitas 91,8% dengan titer berkisar antara 10 sampai 1280 dengan terbanyak

titer 160. IgA anti EA sensitivitasnya 100% tetapi spesifitasnya hanya 30,0%,

sehingga pemeriksaan ini hanya digunakan untuk menetukan prognosis pengobatan,

titer yang didpat berkisar antara 80 sampai 1280 dan terbanyak 160.

DIAGNOSIS BANDING

1. Hiperplasia adenoid

Biasanya terdapat pada anak-anak, jarnag pada orang dewasa, pada anak-anak

hyperplasia ini terjadi Karena infeksi berulang. Pada foto polos akan terlihat suatu

massa jaringna lunak pada aatap nasofaring umunya berbatas tegas dan umunya

simetris serta struktur-struktur sekitarnya tak tampak tanda- tanda infiltrasi seprti

tampak pada karsinoma.

2. Angiofibroma juenilis

Baisanya ditemui pada usia relative muda dengan gejala-gejala menyerupai

KNF. Tumor ini kaya akan pembuluh darah dan biasnya tidak infiltrative. Pada foto

polos akan didapat suatu massa pada atap nasofairng yang berbatas tegas. Proses

dapat meluas seperrti pada penyebaran karsinoma, walaupun jarang menimbulkan

destruksi tulang hanay erosi saja karena penekanan tumor. Biasanya ada

pelengkungan ke arah depan dari dinding belakang sinus maksilarisyang dikenals

ebgai antral sign. Karena tumor ini kaya akan vascular maka arterigrafi carotis

eksterna sangat diperlukan sebab gambaranya sangat karakteristik. Kadang-kadang

sulit pula membedakan angiofibroma juvenils dengan polip hidung pada foto polos.

3. Tumor sinus sphenooidalis

Tumor ganas primer sinus sphenoidalis adalah sangat jarang dan biasanya

tumor sudah sampai stadium agak lanjut waktu pasien dating untuk pemeriksaan

pertama.

Page 15: PRESENTASI KASUS

4. Neurofibroma

Kelompok tumor ini sering timbul pada ruang faring lateral sehingga

menyerupai keganasan didnding lateral nasofaring.secara C.T. Scan, pendesakan

ruang para faring kea rah medial dapat membantu mebedakan kelompok tumor ini

dengan KNF.

5. Tumor kelenjarr parotis

Tumor kelenjar parotis terutama yang berasal dari lobus yang terletak agak

dalam mengenai ruang para faring dan menonjol kearah lumen nasofaring.pada

sebagian besar kasus terlihat pendesakan ruang parafaring kea rah medial yang

tampak pada pemeriksaan C.T.Scan.

6. Chordoma

Walaupun tanda utama chordoma adalah destruksi tulang, tetapi mengingat

KNF pun sering menimbulkan destruksi tulang, maka sering timbul kesulitan untuk

membedakanya.Dengan foto polos, dapat dilihat kalsifikasi atau destruksi terutama di

daerah clivus. CT dapat membantu ,elihat apakah ada pembesaran kelenjar cervical

bagian atas karena chordoma umunya tidak memperhatikan kelainan pada kelenjar

tersebuts edangkan KNF sering bermetastasis ke kelenjar getah bening.

7. Menigioma basis kranii

Walaupun tumor ini agak jarang tetapi gambaranya kadang-kadang meyerupai

KNF dengan tanda-tanda sklerotik pada daerah basis kranii. Ganbaran CT

meningioma cukup karakteristikk yaitu sedikit hiperdense sebelum penyuntikanzat

kontras dan akan menjadi sangat hiperdense setelah pemberian zat kontras intravena.

Pemeriksaan arteiografi juga sangat membantu diagnosis tumor ini.

STADIUM

Penentuan stadium yang terbaru berdasarkan atas kesepakatan antara UICC (Union

Internationale Contre Cancer) pada tahun 1992 adalah sebagai berikut :

Page 16: PRESENTASI KASUS

T = Tumor, menggambarkan keadaan tumor primer, besar dan perluasannya.

T0 : Tidak tampak tumor

T1 : Tumor terbatas pada 1 lokasi di nasofaring

T2 : Tumor meluas lebih dari 1 lokasi, tetapi masih di dalam rongga nasofaring

T3 : Tumor meluas ke kavum nasi dan / atau orofaring

T4 : Tumor meluas ke tengkorak dan / sudah mengenai saraf otak

N = Nodul, menggambarkan keadaan kelenjar limfe regional

N0 : Tidak ada pembesaran kelenjar

N1 : Terdapat pembesaran kelenjar homolateral yang masih dapat digerakkan

N2 : Terdapat pembesaran kelenjar kontralateral / bilateral yang masih dapat

digerakkan

N3 : Terdapat pembesaran kelenjar baik homolateral, kontralateral atau bilateral, yang

sudah melekat pada jaringan sekitar.

M = Metastase, menggambarkan metastase jauh

M0 : Tidak ada metastase jauh

M1 : Terdapat metastase jauh.2,3,9-13

Berdasarkan TNM tersebut di atas, stadium penyakit dapat ditentukan :

Stadium I : T1 N0 M0

Stadium II : T2 N0 M0

Stadium III : T3 N0 M0

T1,T2,T3 N1 M0

Stadium IV : T4 N0,N1 M0

Tiap T N2,N3 M0

Page 17: PRESENTASI KASUS

Tiap T Tiap N M12

Menurut American Joint Committee Cancer tahun 1988, tumor staging dari nasofaring

diklasifikasikan sebagai berikut:

Tis : Carcinoma in situ

T1 : Tumor yang terdapat pada satu sisi dari nasofaring atau tumor yang tak dapat

dilihat, tetapi hanya dapat diketahui dari hasil biopsi.

T2 : Tumor yang menyerang dua tempat, yaitu dinding postero-superior dan

dinding lateral.

T3 : Perluasan tumor sampai ke dalam rongga hidung atau orofaring.

T4 : Tumor yang menjalar ke tengkorak kepala atau menyerang saraf cranial

atau keduanya.

PROGNOSIS

Secara keseluruhan, angka bertahan hidup 5 tahun adalah 45 %.

KOMPLIKASI

1. Petrosphenoid sindrom

Tumor tumbuh ke atas ke dasar tengkorak lewat foramen laserum sampai sinus

kavernosus menekan saraf N. III, N. IV, N.VI juga menekan N.II.yang memberikan

kelainan :

Neuralgia trigeminus ( N. V ) : Trigeminal neuralgia merupakan suatu nyeri

pada wajah sesisi yang ditandai dengan rasa seperti terkena aliran listrik yang

terbatas pada daerah distribusi dari nervus trigeminus.

Page 18: PRESENTASI KASUS

Ptosis palpebra ( N. III )

Ophthalmoplegia ( N. III, N. IV, N. VI )

2. Retroparidean sindrom

Tumor tumbuh ke depan kea rah rongga hidung kemudian dapat menginfiltrasi ke

sekitarnya. Tumor ke samping dan belakang menuju ke arah daerah parapharing dan

retropharing dimana ada kelenjar getah bening. Tumor ini menekan saraf N. IX, N. X,

N. XI, N. XII dengan manifestasi gejala :

N. IX : kesulitan menelan karena hemiparesis otot konstriktor superior serta

gangguan pengecapan pada sepertiga belakang lidah

N. X : hiper / hipoanestesi mukosa palatum mole, faring dan laring disertai

gangguan respirasi dan saliva

N XI : kelumpuhan / atrofi oto trapezius , otot SCM serta hemiparese palatum

mole

N. XII : hemiparalisis dan atrofi sebelah lidah.

Sindrom horner : kelumpuhan N. simpaticus servicalis, berupa penyempitan

fisura palpebralis, onoftalmus dan miosis.

3. Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah, mengenaiorgan

tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering adalah tulang, hati dan paru.

Hal ini merupakan hasil akhir dan prognosis yang buruk. Dalam penelitian lain

ditemukan bahwa karsinoma nasofaring dapat mengadakan metastase jauh, ke paru-

paru dan tulang, masing-masing 20 %, sedangkan ke hati 10 %, otak 4 %, ginjal 0.4

%, dan tiroid 0.4 %. 

PENATALAKSANAAN

1. Radioterapi

Page 19: PRESENTASI KASUS

Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam penatalaksanaan

karsinoma nasofaring.Penatalaksanaan pertama untuk karsinoma nasofaring adalah

radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi.

Sampai saaat ini pengobatan pilihan terhadap tumor ganas nasofaring adalah radiasi,

karena kebanyakan tumor ini tipe anaplastik yang bersifat radiosensitif. Radioterapi

dilakukan dengan radiasi eksterna, dapat menggunakan pesawat kobal (Co60 ) atau dengan

akselerator linier (Linier Accelerator atau linac). Radiasi ini ditujukan pada kanker primer

didaerah nasofaring dan ruang parafaringeal serta pada daerah aliran getah bening leher atas,

bawah seerta klasikula. Radiasi daerah getah bening ini tetap dilakukan sebagai tindakan

preventif sekalipun tidak dijumpai pembesaran kelenjar. Metode brakhiterapi, yakni dengan

memasukkan sumber radiasi ke dalam rongga nasofaring saat ini banyak digunakan guna

memberikan dosis maksimal pada tumor primer tetapi tidak menimbulkan cedera yang serius

pada jaringan sehat disekitarnya. Kombinasi ini diberikan pada kasus-kasus yang telah

memeperoleh dosis radiasi eksterna maksimum tetapi masih dijumpai sisa jaringan kanker

atau pada kasus kambuh lokal. Perkembangan teknologi pada dasawarsa terakhir telah

memungkinkan pemberian radiasi yang sangat terbatas pada daerah nasofaring dengan

menimbulkan efek samping sesedikit mungkin. Metode yang disebut sebagai IMRT

(Intersified Modulated Radiotion Therapy) telah digunakan di beberapa negara maju.

Prinsip pengobatan radiasi, inti sel dan plasma sel terdiri dari (1) RNA “Ribose

Nucleic Acid“ dan (2) DNA “ Desoxy Ribose Nucleic Acid “. DNA terutama terdapat paa

khromosom “ ionizing radiation “ menghambat metabolisme DNA dan menghentikan

aktifitas enzim nukleus. Akibatnya pada inti sel terjadi khromatolisis dan plasma sel menjadi

granular serta timbul vakuola-vakuola yang kahirnya berakibat sel akan mati dan menghilang.

Pada suatu keganasan ditandai oleh mitosis sel yang berlebihan; stadium profase mitosis

merupakan stadium yang paling rentan terhadap radiasi. Daerah nasofaring dan sekitarnya

yang meliputi fosa serebri media, koana, dan daerah parafaring sepertiga leher bagian atas.

Daerah-daerah lainnya yang dilindungi dengan blok timah. Arah penyinaran dari lateral

kanan dan kiri, kecuali bila ada penyerangan kerongga hidung dan sinus paranasal maka perlu

penambahan lapangan radiasi dari depan. Pada penderita dengan stadium yang masih

terbataas (T1,T2), maka luas lapangan radiasi harus diperkecil setelah dosis radiasi mencapai

4000 rad , terutama dari atas dan belakang untuk menghindari bagian susunan saraf pusat .

Dengan lapangan radiasi yang terbatas ini, radiasi dilanjutkan sampai mencapai dosis seluruh

Page 20: PRESENTASI KASUS

antara 6000- 7000 rad . pada penderita dengan stadium T3 dan T4, luas lapangan radiasi tetap

dipertahankan sampai dosis 6000 rad. Lapangan diperkecil bila dosis akan ditingkatkan lagi

sampai sekitar 7000 rad. Daerah penyinaran kelenjar leher sampai fosa supraklavikula.

Apabila tidak ada metastasis kelenjar leher, maka radiasi daerah leher ini bersifat profilaktik

dengan dosis 4000 rad, sedangkan bila ada metastasis diberikan dosis yang sama dengan

dosis daerah tumor primer yaitu 6000 rad, atau lebih. Untuk menghindari gangguan

penyinaran terhadap medulla spinalis, laring dan esofagus, maka radiasi daerah leher dan

supraklavikula ini, sebaiknya diberikan dari arah depan dengan memakai blok timah di

daerah leher tengah.

Dosis radiasi

Dosis radiasi umumnya berkisar antara 6000 – 7000 rad, dalam waktu 6 – 7 minggu

dengan periode istirahat 2 – 3 minggu (“split dose”). Alat yang biasanya dipakai ialah “cobalt

60”, “megavoltage”orthovoltage”

Respon radiasi

Setelah diberikan radiasi, maka dilakukan evaluasi berupa respon terhadap radiasi.

Respon dinilai dari pengecilan kelenjar getah bening leher dan pengecilan tumor primer di

nasofaring. Penilaian respon radiasi berdasarkan kriteria WHO:

- Complete Response : menghilangkan seluruh kelenjar getah bening yang besar.

- Partial Response : pengecilan kelenjar getah bening sampai 50% atau lebih.

- No Change : ukuran kelenjar getah bening yang menetap.

- Progressive Disease : ukuran kelenjar getah bening membesar 25% atau lebih.

Komplikasi radioterapi dapat berupa:

a) Komplikasi dini

Page 21: PRESENTASI KASUS

Biasanya terjadi selama atau beberapa minggu setelah radioterapi, seperti:

- Xerostomia, mual, muntah

- Mukositis (nyeri telan, mulut kering, dan hilangnya cita rasa) kadang

diperparah dengan infeksi jamur pada mukosa lidah dan palatum

- Anoreksi

- Xerostamia (kekeringan mukosa mulut akibat disfungsi kelenjar

parotis yang terkena radiasi)

- Eritema

b) Komplikasi lanjut

Biasanya terjadi setelah 1 tahun pemberian radioterapi, seperti :

- Kontraktur

- Penurunan pendengaran

- Gangguan pertumbuhan

Untuk menghindari efek samping semaksimal mungkin maka sebelum dan

selama pengobatan, bahkan setelah selesai terapi, pasien akan selalu diawasi oleh

dokter. Perawatan sebelum radiasi adalah dengan membenahi gigi geligi, memberikan

informasi kepada pasien mengenai metode pembersihan ruang mulut dan gigi secara

benar.Untuk mengurangi keluhan penderita juga dapat diberikan obat kumur yang

mengandung adstringens, misalnya bactidol, efisol, gargarisma diberikan 3-4 kali

sehari.Bila tampak tanda-tanda moniliasis diberikan antimikotik misalnya funfilin.

Pemberian obat-obatan yang mengandung anestesi local seperti FG troches bias

mengurangi keluhan nyeri telan. Untuk keluhan umum nausea, anorexia dan

sebgainya bisa diberikan obat-obatan simptomatik terhadap keluhan ini seperti

avomit, avopreg.

2. Kemoterapi

Page 22: PRESENTASI KASUS

Kemoterapi sebagai terapi tambahan pada karsinoma nasofaring ternyata dapat

meningkatkan hasil terapi.Terutama diberikan pada stadium lanjut atau pada keadaan

kambuh.

Terapi adjuvan tidak dapat diberikan begitu saja tetapi memiliki indikasi yaitu bila

setelah mendapat terapi utamanya yang maksimal ternyata:

- kankernya masih ada, dimana biopsi masih positif

- kemungkinan besar kankernya masih ada, meskipun tidak ada bukti secara

makroskopis.

- pada tumor dengan derajat keganasan tinggi ( oleh karena tingginya resiko

kekambuhan dan metastasis jauh).

Berdasarkan saat pemberiannya kemoterapi adjuvan pada tumor ganas kepala leher

dibagi menjadi

1. neoadjuvant atau induction chemotherapy (yaitu pemberian kemoterapi mendahului

pembedahan dan radiasi)

2. concurrent, simultaneous atau concomitant chemoradiotherapy (diberikan

bersamaan dengan penyinaran atau operasi)

3. post definitive chemotherapy (sebagai terapi tambahan paska pembedahan dan atau

radiasi )

Efek Samping Kemoterapi

Agen kemoterapi tidak hanya menyerang sel tumor tapi juga sel normal yang

membelah secara cepat seperti sel rambut, sumsum tulang dan Sel pada traktus gastro

intestinal. Akibat yang timbul bisa berupa perdarahan, depresi sum-sum tulang yang

memudahkan terjadinya infeksi. Pada traktus gastro intestinal bisa terjadi mual,

muntah anoreksia dan ulserasi saluran cerna. Sedangkan pada sel rambut

mengakibatkan kerontokan rambut.Jaringan tubuh normal yang cepat proliferasi

misalnya sum-sum tulang, folikel rambut, mukosa saluran pencernaan mudah terkena

efek obat sitostatika. Untungnya sel kanker menjalani siklus lebih lama dari sel

normal, sehingga dapat lebih lama dipengaruhi oleh sitostatika dan sel normal lebih

cepat pulih dari pada sel kanker

Page 23: PRESENTASI KASUS

Efek samping yang muncul pada jangka panjang adalah toksisitas terhadap

jantung, yang dapat dievaluasi dengan EKG dan toksisitas pada paru berupa kronik

fibrosis pada paru. Toksisitas pada hepar dan ginjal lebih sering terjadi dan sebaiknya

dievalusi fungsi faal hepar dan faal ginjalnya. Kelainan neurologi juga merupakan

salah satu efek samping pemberian kemoterapi.

Kemoradioterapi kombinasi adalah pemberian kemoterapi bersamaan dengan

radioterapi dalam rangka mengontrol tumor secara lokoregional dan meningkatkan

survival pasien dengan cara mengatasi sel kanker secara sistemik lewat

mikrosirkulasi.

Manfaat Kemoradioterapi:

1. Mengecilkan massa tumor, karena dengan mengecilkan tumor akan memberikan

hasil terapi radiasi lebih efektif. Telah diketahui bahwa pusat tumor terisi sel

hipoksik dan radioterapi konvensional tidak efektif jika tidak terdapat oksigen.

Pengurangan massa tumor akan menyebabkan pula berkurangnya jumlah sel

hipoksia.

2. Mengontrol metastasis jauh dan mengontrol mikrometastase.

3. Modifikasi melekul DNA oleh kemoterapi menyebabkan sel lebih sensitif

terhadap radiasi yang diberikan (radiosensitiser).

Terapi kombinasi ini selain bisa mengontrol sel tumor yang radioresisten, memiliki

manfaat juga untuk menghambat pertumbuhan kembali sel tumor yang sudah sempat terpapar

radiasi.

Kemoterapi neoajuvan dimaksudkan untuk mengurangi besarnya tumor sebelum

radioterapi. Pemberian kemoterapi neoadjuvan didasari atas pertimbangan vascular bed

tumor masih intak sehingga pencapaian obat menuju massa tumor masih baik. Disamping itu,

kemoterapi yang diberikan sejak dini dapat memberantas mikrometastasis sistemik seawal

mungkin. Kemoterapi neoadjuvan pada keganasan kepala leher stadium II – IV dilaporkan

overall response rate sebesar 80 %- 90 % dan CR ( Complete Response ) sekitar 50%.

Kemoterapi neoadjuvan yang diberikan sebelum terapi definitif berupa radiasi dapat

mempertahankan fungsi organ pada tempat tumbuhnya tumor (organ preservation).

Page 24: PRESENTASI KASUS

Secara sinergi agen kemoterapi seperti Cisplatin mampu menghalangi perbaikan

kerusakan DNA akibat induksi radiasi. Sedangkan Hidroksiurea dan Paclitaxel dapat

memperpanjang durasi sel dalam keadaan fase sensitif terhadap radiasi.

Kemoterapi yang diberikan secara bersamaan dengan radioterapi (concurrent or

concomitant chemoradiotherapy ) dimaksud untuk mempertinggi manfaat radioterapi.

Dengan cara ini diharapkan dapat membunuh sel kanker yang sensitif terhadap kemoterapi

dan mengubah sel kanker yang radioresisten menjadi lebih sensitif terhadap radiasi.

Keuntungan kemoradioterapi adalah keduanya bekerja sinergistik yaitu mencegah resistensi,

membunuh subpopulasi sel kanker yang hipoksik dan menghambat recovery DNA pada sel

kanker yang sublethal.

Kelemahan Kemoradioterapi

Kelemahan cara ini adalah meningkatkan efek samping antara lain mukositis,

leukopeni dan infeksi berat. Efek samping yang terjadi dapat menyebabkan penundaan

sementara radioterapi. Toksisitas Kemoradioterapi dapat begitu besar sehingga berakibat

fatal.

Beberapa literatur menyatakan bahwa pemberian kemoterapi secara bersamaan

dengan radiasi dengan syarat dosis radiasi tidak terlalu berat dan jadwal pemberian tidak

diperpanjang, maka sebaiknya gunakan regimen kemoterapi yang sederhana sesuai jadwal

pemberian.

Untuk mengurangi efek samping dari kemoradioterapi diberikan kemoterapi tunggal (single

agent chemotherapy) dosis rendah dengan tujuan khusus untuk meningkatkan sensitivitas sel

kanker terhadap radioterapi (radiosensitizer). Sitostatika yang sering digunakan adalah

Cisplatin, 5-Fluorouracil dan MTX dengan response rate 15%-47%.

3. Operasi

Tindakan operasi pada penderita karsinoma nasofaring berupa diseksi leher radikal dan

nasofaringektomi.Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau

adanya kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih yang dibuktikan

dengan pemeriksaan radiologik dan serologi. Nasofaringektomi merupakan suatu operasi

paliatif yang dilakukan pada kasus-kasus yang kambuh atau adanya residu pada nasofaring

yang tidak berhasil diterapi dengan cara lain.

Page 25: PRESENTASI KASUS

4. Imunoterapi

Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari karsinoma nasofaring adalah virus

Epstein-Barr, maka pada penderita karsinoma nasofaring dapat diberikan imunoterapi.

PEMBAHASAN

Page 26: PRESENTASI KASUS

DAFTAR PUSTAKA

Page 27: PRESENTASI KASUS