PRESENTASI KASUS

57
PRESENTASI KASUS LEPTOSPIROSIS Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul Dosen Pembimbing dr.Warih Tjahjono, Sp.PD Disusun oleh Resanov Ade Rahmanda 20070310198 1

description

prsentasu kasus

Transcript of PRESENTASI KASUS

PRESENTASI KASUS

LEPTOSPIROSIS

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian SyaratMengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam

RSUD Panembahan Senopati Bantul

Dosen Pembimbingdr.Warih Tjahjono, Sp.PD

Disusun olehResanov Ade Rahmanda

20070310198

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAMPROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTULFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA2012

1

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

LEPTOSPIROSIS

Disusun olehResanov Ade Rahmanda

2007.031.0198

Telah disetujui dan dipresentasikanPada Tanggal Januari 2012

Dokter Pembimbing

dr.Warih Tjahjono, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAMPROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTERRSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2012

2

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Bp. M

Umur : 55 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Kweni P Harjo Sewon Bantul

Pekerjaan : Petani

Tanggal Masuk : 21-01-2012

Tanggal Keluar : 28-01-2012

Nomor RM : 46.06.64

II. ANAMNESIS

A. Keluhan Utama : OS panas sejak 7 hari yll disertai

mengigil.

B. Keluhan Tambahan : mual (+), muntah (-), perut terasa

penuh, lidah terasa pahit, pusing cekat-cekot, betis terasa sakit, panas

terasa di sore hari, BAB terakhir 2x cair, BAK: urin dirasa sedikit dan

warnanya seperti teh.

C. Riwayat Penyakit Sekarang :

Tujuh hari SMRS OS mengeluh panas mendadak tinggi disertai

menggigil, panas terasa di sore hari, mual (+), muntah (+), muntahan

berupa caian kuning, perut terasa penuh (+), pusing cekot-cekot

diseluruh kepala (+). Betis terasa sakit, terutama dari posisi jongkok

ke berdiri, pinggang juga terasa sakit (+), lidah terasa pahit.

HMRS OS datang sadar ke IGD dengan keluhan utama demam

mengigil, (T 39,0ºC), disertai sakit kepala ‘cekot-cekot’, dan dengkul

terasa sakit. Pasien juga mengeluh badannya menguning.

HMRS (setelah mendapat terapi UGD), OS masih mengeluh panas,

mual (+), muntah (+), nyeri di ulu hati, pusing cekot-cekot, dan

dengkul kanan/kiri terasa nyeri.

BAB terakhir 2x cair lendir/darah (-), BAK: urin dirasa sedikit, warna

seperti teh

3

OS bekerja sebagai petani di sawah dan OS tinggal di pinggir sungai

serta seminggu yang lalu rumahnya kebanjiran dan banyak sampah

bekas banjir di sekitar rumahnya.

D. Riwayat Penyakit Dahulu :

- Pasien belum pernah mengalami sakit yang sama.

- Riwayat operasi tidak ada.

- Riwayat alergi, asma disangkal.

- Riwayat sesak nafas, batuk lama tidak ada.

- Riwayat penyakit gula/DM disangkal.

- Riwayat penyakit ginjal disangkal.

- Riwayat Hipertensi di sangkal.

- Riwayat penyakit jantung disangkal.

E. Riwayat Penyakit Keluarga :

- Riwayat penyakit gula/DM disangkal.

- Riwayat penyakit ginjal disangkal.

- Riwayat Hipertensi di sangkal.

- Riwayat penyakit jantung disangkal.

III. PEMERIKSAAN KLINIS

A. Keadaan Umum : Sedang

B. Kesadaran : Compos Mentis

C. Vital Sign : TD = 160/70 mmHg

Nadi = 82 x/menit

RR = 28 x/menit

Suhu = 39.0º

D. Status Generalis

1. Pemeriksaan Kepala

- Bentuk Kepala : mesochepal, simetris

- Rambut : hitam, tidak mudah dicabut.

- Mata : Palpebra: edem (-/-), Konjunctiva :

anemis (-/-), Konjunctiva Suffusion (+/+), Sklera Ikterik

(+/+), Pupil: reflek cahaya (+/+), isokhor.

4

- Telinga : simetris, , Deformitas (-/-), tidak ada cairan

yang keluar, tidak ada kelainan bentuk..

- Hidung : nafas cuping hidung (-/-), discharge (-/-),

deviasi septum (-/-).

- Mulut dan Faring: bibir sianosis (-), tepi hiperemis (-), bibir

kering (-), lidah kotor (-), tremor (-), tonsil membesar (-).

2. Pemeriksaan Leher : sikatrik (-), perbesaran kelenjar

tiroid (-), perbesaran kelenjar limfonodi (-). JVP tidak

meningkat.

3. Pemeriksaan Dada :

Paru-paru

- Inspeksi : simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi

intercosta (-), bekas luka (-), tidak tampak kelainan

kulit.

- Palpasi : vokal premitus (+/+), nyeri tekan (-).

- Perkusi : sonor seluruh lapangan paru-paru.

- Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), tidak ada

suara tambahan wheezing (-/-), ronki basah (-/-).

Jantung

- Inspeksi : ictus cordis tidak tampak.

- Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V LMC.

- Perkusi : batas jantung

Kanan atas SIC II LPS dextra

Kanan bawah SIC IV LPS dextra

Kiri atas SIC II LMC sinistra

Kiri bawah SIC V LMC sinistra

- Aukultasi : S1 > S2, S1 S2 reguler, bising jantung (-),

gallop (-)

4. Pemeriksaan Abdomen

- Inspeksi : perut datar, jejas/bekas luka (-), simetris

(+), tidak tampak kelainan kulit, tidak tampak massa, darm

contour (-), darm steifung (-).

5

- Auskultasi : peristaltik (+) normal, metalic sound (-).

- Perkusi : tymphani, undulasi (-), pekak beralihh (-).

- Palpasi : supel, nyeri tekan (+), hepar dan lien tidak

teraba,

- + +

- - -

- - -

5. Pemeriksaan Ekstremitas

Ekstremitas atas : edem (-/-), akral hangat (+/+)

Ekstremitas bawah : edem (-/-), akral hangat (+/+),

gastrocnemius pain (+/+).

Kulit : ptekiae (-), ekimosis (-), ruam

kemerahan (-), ikterik (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 21 Januari 2012 adalah

sebagai berikut:

Parameter Hasil Nilai normal

Darah lengkap

Hb 11.5 gr% L:13-17, P:12-16

AL (angka leukosit) 34.6 ribu/ul Dws: 4-10, Ank: 9-12

AE (Angka Eritrosit) 3.87 juta/ul L:4,.5-5.5, P:4.0-5.0

AT (Angka Tromosit) 76 ribuu/ul 150-450

HMT (Hematokrit) 34 % L:42-52, P:36-46

Hitung jenis leukosit

- Eosinofil

- Basofil

- Batang

- Segmen

- Limfosit

- Monosit

0 %

0 %

0 %

92 %

5 %

3 %

2-4

0-1

2-5

52-67

20-35

4-8

6

IgG dan IgM Leptospira

IgG Negatif Negatif

IgM Positif Negatif

SGOT 68 L:<37 P:<31

SGPT 95 L:<41 P:<31

Ureum darah 311 mg/dl 17-43

Kreatinin darah 7.96 mg/dl L:0.9-1.3, P:0.66-1.1

B. Pemeriksaan AT/HMT tiap 24 jam

Tgl 18/01 19/01 20/01 21/01 22/01 23/01 24/01 25/01 26/01

AT 127 86 80 76 90 116 204 235 250

HMT 37.4 32 38 34 34.6 36 31.9 31.8 32

C. Pemeriksaan Radiologi

Rontgen thorax : Paru dan Cor Dalam Batas Normal

USG : -

V. RESUME

1. Anamnesis

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat diambil beberapa

kesimpulan yang penting antara lain: laki-laki usia 43 tahun datang

sadar dengan keluhan demam sejak kamis sore (H-7), mengigil,

disertai sakit kepala ‘cekot-cekot’, mual, perut terasa penuh dan mulas,

betis terasa sakit terutama dari posisi jongkok ke berdiri. BAB cair 2x

hari ini, lendir/darah disangkal, warna kecoklatan. BAK, urin dirasa

sedikit. Pasien bekerja disawah dan di sekitar rumah baru kebanjiran

seminggu yang lalu. Riwayat hipertensi, diabetes melitus, dan nyeri

dada disangkal.

2. Pemeriksaan Fisik

Vital sign: TD = 160/70 mmHg

Nadi = 82 x/menit

7

RR = 28 x/menit

Suhu = 39.0º

Kesadaran: Composmentis.

Pemeriksaan fisik : Mata = Konjungtiva suffusion (+/+), sklera ikterik

(-/-), Leher (Palpasi) = Lnn tak teraba, Paru (auskultasi) = Ronkhi

Basah Basal (-/-), Abdomen = Nyeri tekan (+) di daerah epigastrium,

hepar/lien tak teraba, Ekstremitas = Nyeri gastrocnemius (+/+).

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Hasil laboratorium (18/01/2012 – 24/01/2012)

Tgl 18/01 19/01 20/01 21/01 22/01 23/01 24/01 25/01 26/01

AT 127 86 80 76 90 116 204

HMT 37.4 32 38 34 34.6 36 31.9

Segmen 86 % 51-67%

Ureum Darah 237 mg/dL 17-43

Kreatinin Darah 4.87 mg/dL L=0.9-1.3, P=0.6-1.1

b. IgG dan IgM anti leptospira (18/01/2012)

- IgM anti leptospira = (+)

- IgG anti leptospira = (-)

VI. DAFTAR PERMASALAHAN

- Demam

- Nyeri kepala

- Nyeri otot

- Penurunan angka trombosit

- Peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah

- IgM antileptospira (+)

8

VII. DIAGNOSA KERJA

A. Diagnosa Kerja

Leptospirosis

Shock Septic

B. Diagnosa Banding

- Dengue Fever

- Demam typhoid

- Insuffisiensi Renal

VIII. TERAPI

- Infus Nacl 20 tpm

- Ij Ceftriaxon 1 gr/12 jam

- Ij PPC 4x 2jt unit /24 jam (4 hari)

- HP Pro 3x1

- Ij Ranitidin 2x1

- Ij Ceftazidin 1gr/12 jam

- Ij Diazepam 0.5 Amp

- Ij Dexamethason 1 Amp

IX. LEMBAR EVALUASI PASIEN

(1) Rabu, 20 Januari 2012 Pukul 22.30

Subjektif Objektif Assessment Planning

OS datang dari IGD

dengan keluhan

utama panas 4 hari

yll, menggigil,

disertai pusing

cekot-cekot, mual

(+) dan muntah (-).

Panas mendadak

tinggi.

KU= lemah,

composmentis.

TD = 110/80 mmHg

T:= 37ºC

N = 80 x/menit

R = 20x/menit

Kepala = C.A (-/-), S.I

(-/-), Conj. Suffusion

(+/+).

- Obs. Febris H- 7,

dengan

trombositopenia

dan insuffisiensi

renal.

DD:

- Leptospirosis

- DF/DHF

- Inf RL 10 tpm

- Ij Ceftriaxon

1gr/12j

- Ij Ranitidin

1A/12j

- Ij Metoclorpramid

1A/8j

- Paracetamol 3x1

9

Keluhan lain:

dengkul terasa sakit,

terutama saat

jongkok ke berdiri

dan pinggang terasa

pegal. Perut terasa

penuh.

BAB cair, 2x hari

ini, warna

kecoklatan,

lendir/darah (-).

BAK, jumah urin

dirasakan sedikit

oleh pasien.

RPD: HT (-), DM

(-), sesak nafas (-/-).

Riwayat OS sebagai

petani di sawah.

Leher = Lnn ttb.

Thorax =

Pulmo: vesikuler

(+/+), ronkhi basah

(-/-),

Cor: S1>S2 reguler.

Abdomen = supel,

peristaltik (+),

Hepar/Lien ttb.

NT(+)

- + +

- - -

- - -

Ekstremitas = hangat

(+), udem (-).

Lab =

AT=125, Hmt=36,7

Ureum= 84

Kreatinin= 3,37

PL = AT/HMT

/12jam

(2) Kamis, 19 Januari 2012 Pukul 09.00

Subjektif Objektif Assessment Planning

OS masih mengeluh

panas dingin (+)

dan pusing cekot-

cekot (+), mual (+)

dan muntah (+).

Muntah 3x, berisi

cairan kekuningan.

Lutut masih sakit

dan terasa pegal.

BAB masih diare,

KU= lemah,

composmentis.

TD = 100/60 mmHg

T:= 38.3ºC

N = 80 x/menit

R = 24x/menit

Kepala = C.A (-/-), S.I

(-/-), Conj. Suffusion

(+/+).

Leher = Lnn ttb.

- Obs. Febris H- 5,

dengan

trombositopenia

dan insuffisiensi

renal.

DD:

- Leptospirosis

- DF/DHF

-Infus Nacl 20 tpm

-Ij Ceftriaxon 1

gr/12 jam

- Ij PPC 4x 2jt

unit /24 jam (4 hari)

-HP Pro 3x1

-Ij Ranitidin 2x1

PL = AT/HMT

10

3x, cair, warna

coklat, lendir/darah

(-)

BAK, jumah urin

dirasakan masih

sedikit oleh pasien.

Thorax =

Pulmo: vesikuler

(+/+), ronkhi basah

(-/-),

Cor: S1>S2 reguler.

Abdomen = supel,

peristaltik (+),

Hepar/Lien ttb.

NT(+)

- + -

- - -

- - -

Ekstremitas =

hangat(+), udem(-).

Rumple leed test (-)

Lab =

P: AT=112, Hmt=36

S: AT=100, Hmt=35

/12jam

(3) Jumat, 20 Januari 2012 Pukul 09.00

Subjektif Objektif Assessment Planning

OS masih mengeluh

panas dingin (+)

dan pusing cekot-

cekot, mual (+) dan

muntah (-). Lutut

masih sakit dan

terasa pegal.

BAB sudah tidak

diare (-), kemarin

BAB 2x lembek,

warna biasa.

KU= sedang,

composmentis.

TD = 100/60 mmHg

T:= 37ºC

N = 68 x/menit

R = 24x/menit

Kepala = C.A (-/-), S.I

(-/-), Conj. Suffusion

(+/+).

Leher = Lnn ttb.

Thorax =

- Obs. Febris H- 6,

dengan

trombositopenia

dan insuffisiensi

renal.

(bebas demam

H-1)

- Susp.

Leptospirosis

-Infus Nacl 20 tpm

-Ij Ceftriaxon 1

gr/12 jam

- Ij PPC 4x 2jt

unit /24 jam (4 hari)

-HP Pro 3x1

-Ij Ranitidin 2x1

PL = AT/HMT

/12jam

11

BAK, dirasa sudah

kembali biasa

Pulmo: vesikuler

(+/+), RB (-/-),

Cor: S1>S2 reguler.

Abdomen = supel,

peristaltik (+),

Hepar/Lien ttb.

NT(+)

- + -

- - -

- - -

Ekstremitas =

hangat(+), udem(-).

Lab =

P: AT=100, Hmt=37

S: AT=98, Hmt=35

-

(4) Sabtu, 21 Januari 2012 Pukul 09.00

Subjektif Objektif Assessment Planning

OS merasa panas

berkurang (),

masih pusing cekot-

cekot, mual (+) dan

muntah (+). Muntah

1x, berisi cairan

kekuningan. Setelah

muntah keluar

keringat dingin.

Lutut masih sakit

dan terasa pegal tapi

sudah berkurang

().

OS mengeluh batuk

KU= sedang,

composmentis

TD = 120/70 mmHg

T:= 36.6ºC

N = 72 x/menit

R = 24 x/menit

Kepala = C.A (-/-), S.I

(-/-), Conj. Suffusion

(+/+).

Leher = Lnn ttb.

Thorax =

Pulmo: vesikuler

(+/+), RB (-/-),

Cor: S1>S2 reguler.

- Obs. Febris H- 7,

dengan

trombositopenia

dan insuffisiensi

renal.

(bebas demam

H-2)

- Leptospirosis

-Infus Nacl 20 tpm

-Ij Ceftriaxon 1

gr/12 jam

- Ij PPC 4x 2jt

unit /24 jam (4 hari)

-HP Pro 3x1

-Ij Ranitidin 2x1

PL = AT/HMT

/12jam

- Balance cairan

12

sejak tadi shubuh

sesekali, dahak (-).

BAB dan BAK

dirasakan sudah

biasa (normal) oleh

pasien.

Abdomen = supel,

peristaltik (+),

Hepar/Lien ttb.

NT(+)

- + -

- - -

- - -

Ekstremitas =

hangat(+), udem(-).

Lab =

P: AT=80, Hmt=32

S: AT=84, Hmt=33

- IgM leptospira (+)

- IgG leptopira (-)

(5) Minggu, 22 Januari 2012 Pukul 09.00

Subjektif Objektif Assessment Planning

- - - Obs. Febris H- 8,

dengan

trombositopenia

dan insuffisiensi

renal.

(bebas demam

H-3)

- Leptospirosis

-Infus Nacl 20 tpm

-Ij Ceftriaxon 1

gr/12 jam

- Ceftazidin 1gr/12

jam

-HP Pro 3x1

-Ij Ranitidin 2x1

- Diazepam 0.5

Amp

- Ij dexamethason 1

Amp

PL = AT/HMT

/12jam

13

(6) Senin , 23 Januari 2012 Pukul 09.00

Subjektif Objektif Assessment Planning

OS sudah tidak

panas (-), tidak

pusing cekot-cekot

(-), mual (+) dan

muntah (-).

Badan terasa lemas,

nafsu makan sudah

dirasakan seperti

biasa, batuk (-).

Nyeri lutut sudah

berkurang ().

BAB dan BAK

biasa (normal).

KU= sedang,

composmentis

TD = 130/70 mmHg

T:= 36.3ºC

N = 68 x/menit

R = 20 x/menit

Kepala = C.A (-/-), S.I

(-/-), Conj. Suffusion

(-/-).

Leher = Lnn ttb.

Thorax =

Pulmo: vesikuler

(+/+), RB (-/-),

Cor: S1>S2 reguler.

Abdomen = supel,

peristaltik (+),

Hepar/Lien ttb.

NT(-)

- - -

- - -

- - -

Ekstremitas =

hangat(+), udem(-).

Lab =

P: AT=86, Hmt=32

Balance cairan = 0

(seimbang), urin

- Obs. Febris H- 9,

dengan

trombositopenia

dan insuffisiensi

renal.

(bebas demam

H-4)

- Leptospirosis

-Infus Nacl 20 tpm

-Ij Ceftriaxon 1

gr/12 jam

- Ceftazidin 1gr/12

jam

-HP Pro 3x1

-Ij Ranitidin 2x1

- Diazepam 0.5

Amp

- Ij dexamethason 1

Amp

PL = AT/HMT

/12jam

14

output jam 11.00-

08.00 (21) = 1500 ml.

(7) Selasa, 24 Januari 2012 Pukul 09.00

Subjektif Objektif Assessment Planning

OS sudah merasa

membaik, tidak ada

keluhan, panas (-),

pusing cekot-cekot

(-), mual (-) dan

muntah (-).

Nafsu makan sudah

dirasakan seperti

biasa, batuk (-),

nyeri lutut sudah

berkurang (-).

BAB dan BAK

biasa (lancar).

KU= sedang,

composmentis

TD = 140/80 mmHg

T:= 36.7 ºC

N = 72 x/menit

R = 20 x/menit

Kepala = C.A (-/-), S.I

(-/-), Conj. Suffusion

(-/-).

Leher = Lnn ttb.

Thorax =

Pulmo: vesikuler

(+/+), RB (-/-),

Cor: S1>S2 reguler.

Abdomen = supel,

peristaltik (+),

Hepar/Lien ttb.

NT(-)

- - -

- - -

- - -

Ekstremitas =

hangat(+), udem(-).

Lab =

P: AT=194, Hmt=35

S: AT=198, Hmt=30

- Obs. Febris H-

10, dengan

trombositopenia

dan insuffisiensi

renal.

(bebas demam

H-5)

- Leptospirosis

- Inf RL 10 tpm

- Ij Ceftriaxon

1gr/12j

- Ij Ranitidin

1A/12j

- Ij Metoclorpramid

1A/8j

- Paracetamol 3x1

- Antasyd syr 3xC1

PL = AT/HMT

/12jam

15

(8) Rabu 25 Januari 2012 Pukul 09.00

Subjektif Objektif Assessment Planning

OS sudah merasa

membaik, tidak ada

keluhan, panas (-),

pusing cekot-cekot

(-), mual (-) dan

muntah (-).

Nafsu makan baik,

batuk (-), nyeri lutut

(-), BAB dan BAK

biasa (lancar).

KU= baik,

composmentis

TD = 140/70 mmHg

T:= 36.4 ºC

N = 72 x/menit

R = 20 x/menit

Kepala = C.A (-/-), S.I

(-/-), Conj. Suffusion

(-/-).

Leher = Lnn ttb.

Thorax =

Pulmo: vesikuler

(+/+), RB (-/-),

Cor: S1>S2 reguler.

Abdomen = supel,

peristaltik (+),

Hepar/Lien ttb.

NT(-)

- - -

- - -

- - -

Ekstremitas =

hangat(+), udem(-).

Lab =

P: AT=212, Hmt=34

Ureum= 42

Kreatinin= 1,48

- Obs. Febris H-

11, dengan

trombositopenia

dan insuffisiensi

renal.

(bebas demam

H-6)

- Leptospirosis

- Inf RL 10 tpm

- Ij Ceftriaxon

1gr/12j

- Ij Ranitidin

1A/12j

- Ij Metoclorpramid

1A/8j

- Paracetamol 3x1

- Antasyd syr 3xC1

PL = BLPL

- Cek ureum /

kreatinin dulu.

Obat Pulang:

- Amoxicillin 3x1

- Ranitidin tab 2x1

- Paracetamol 3x1

- Antasyd syr

3xC1.

16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosi yang disebabkan

oleh mikroorganisme Leptospira interogans tanpa memandang bentuk

spesifik serotipenya. (zein,2006)

Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh

spirochaeta dari genus Leptospira.

B. Etiologi

Leptospirosis disebabkan bakteri berbentuk spiral genus

Leptospira, famili leptospraceae dan ordo spirochaetales. Spirochaeta

bebentuk bergulung-gulung tipis, motil, obligat, dan berkembang pelan

anaerob. Genus Leptispira terdiri dari 2 species yaitu L interogans yang

patogen dan L biflexa bersifat saprofitik. (Judarwanto,2009)

Gambar 1: Leptospira

17

Ciri khas organisme ini yaitu berbelit,tipis,fleksibel,

panjangnya 5-15 um, dengan spiral yang sangat halus, lebarnya 0,1-0,2

um. Salah satu ujung organisme sering membengkak, membentuk suatu

kait. Spirochaeta ini demikian halus sehingga dalam mikroskop

lapangan gelap hanya dapat terlihat sebagai rantai kokus kecil-kecil.

Dengan pemeriksaan lapangan redup pada mikroskop biasa dapat

dilihat morfologi lepstospira secara umum. Untuk mengamati lebih

jelas gerakan leptospira digunakan mikroskop lapangan gelap (darkfield

microscope). Dengan medium Fletcher’s dapat tumbuh dengan baik

secara obligat aerob. (zein,2006)

Menurut beberapa peneliti, yang sering menginfeksi manusia

ialah L icterohaemorhagiae dengan reservoir tikus. L canicola dengan

reservoir anjing, dan L pomona dengan reservoir sapi dan babi. (zein,

2006)

C. Epidemiologi

Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, di semua benua kecuali

benua antartika, namun terbanyak di daerah tropis (Zein,2006).

Penyakit ini dikenal pertama kali sebagai penyakit

occupational pada beberapa pekerja pada tahun 1883. Pada tahun 1886

Weil mengungkapkan manifestasi klinis 4 penderita penyakit kuning

berat, desiertai demam, perdarahan dan gangguan ginjal. Sedangkan

18

Inada mengidentifikasikan penyakit ini di Jepang pada tahun 1916.

(Judarwanto, 2009)

Penyakit ini dapat menyerang semua usia, sebagian besar 10-

39 tahun, pada laki-laki usia pertengahan. Angka kejadian penyakit

tergantung musim. Di negara tropis sebagian besar saat musim hujan, di

negara barat terjadi pada saat akhir musim panas atau awal musim

gugur karena tanah lembab dan alkalis. (Judarwanto, 2009)

Angka kejadian Leptospirosis sebenarnya sulit diketahui.

Kasus leptospirosis umumnya underdiagnosed, unreported dan

underreported karena beberapa kasus asimtomatis atau bergejala ringan,

self limited, salah diagnosis dan non fatal. Di Amerika Serikat tercatat

50 sampai 150 kasus leptospirosis setiap tahun. Sekitar 50% terjadi di

Hawaii. Di Indonesia penyakit ini sudah sering dilaporkan di daerah

Jawa Tengah seperti Klaten, Demak atau Boyolali. Beberapa tahun

terakhir juga dilaporkan di daerah banjir seperti Jakarta dan tangerang.

Bakteri Leptospira juga banyak berkembang biak di daerah pesisir

pasang surut seperti Riau, Jambi dan kalimantan. (Judarwanto, 2009)

Berdasarkan data dinas kesehatan kabupaten bantul, kasus

leptospirosis tahun 2009 tercatat 9 kasus, satu orang diantaranya

meninggal dunia. Penyakit yang banyak ditularkan lewat air kencing

tikus ini banyak menyerang warga di kecamatan Sedayu dan Sewon.

(Prihtiyani,2010)

19

D. Penularan

Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan air atau

tanah,lumpur yang terkontaminasi oleh urine binatang yang telah

terinfeksi leptospira. Air yang tergenan atau air mengalir lambat yang

terkontaminasi urine binatang infeksius memainkan peranan dalam

penularan penyakit ni, bahkan air deraspun dapat berperan. Kadang-

kadang penyakit ini terjadi akibat gigitan binatang yang sebelumnya

terinfeksi leptospira.

Resiko penularan Leptospira

Kelompok Pekerjaan Kelompok aktifitas Kelompok Lingkungan

Petani dan peternak

Tukang potong hewan

Penangkap hewan

Dokter hewan

Penebang kayu

Pekerja selokan

Pekerja perkebunan

Berenang di sungai

Bersampan

Kemping

Berburu

Kegiatan di hutan

Anjing piaraan

Ternak

Genagan air hujan

Lingkungan tikus

banjir

Tabel 1: Resiko Penularan Leptospira

20

Gambar 3: Penularan Leptospirosis

E. Patogenesis

Di Indonesia, Penularan paling sering melalui tikus. Air kencing

tikus terbawa banjir kemudian masuk ke tubuh manusia melalui

permukaan kulit yang terluka, selaput lendir mata dan hidung. Bisa juga

melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi urine tikus yang

terinfeksi Leptospira.

Kuman Leptospira masuk kedalam tubuh penjamu melalui luka

iris/ luka abrasi pada kulit, konjungtiva atau mukosa utuh yang melapisi

mulut, faring, osofagus, bronkhus, alveolus dan dapat masuk melalui

inhalasi droplet infeksius dan minuman air yang terkontaminasi. Meski

jarang ditemukan, leptospirosis pernah dilaporkan penetrasi kuman

leptospira melalui kulit utuh yang lama terendam air, saar banjir. Kuman

Leptospira yang tidak virulen gagal bermultiplikasi dan dimusnahkan oleh

21

sisitem kekebalan dari aliran darah setelah 1 atau 2 hari infeksi. Organisme

virulen mengalami multiplikasi di darah dan jaringan, dan kuman

leptospira dapat diisolasi dari darah dan cairan serebrospinal pada hari ke 4

sampai 10 perjalanan penyakit.

Kuman Leptospira merusak dinding pembuluh darah kecil

sehingga menimbulkan vaskulitis disertai kebocoran dan ekstravasasi sel.

Patogenitas kuman leptospira yang paling penting adalah perlekatannya

pada permukaan sel dan toksisitas selluler. Lipopolysakarida (LPS) pada

kuman leptospira mempunyai aktivitas endotoksin yang berbeda dengan

endotoksin bakteri gram negatif, dan aktivitas lainnya yaitu stimulasi

perlengketan netrofil pada sel endotel dan trombosit, sehingga terjadi

aggregasi trombosit disertai trombositopenia. Kuman leptospira

mempunyai fospolipase yaitu hemolisin yang mengakibatkan lisisnya

eritrosit dan membran sel lain yang mengandung fosfolipid. Beberapa

strain serovar Pomona dan Copenhageni mengeluarkan protein sitotoksin.

In vivo, toksin ini mengakibatkan perubahan histopatologik berupa

infiltrasi makrofag dan sel polimorfonuklear. Organ utama yang terinfeksi

kuman leptospira adalah ginjal dan hati. Di dalam ginjal kuman leptospira

bermigrasi ke interstisium, tubulus ginjal, dan lumen tubulus.

Pada lemptospirosis berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi

mikro dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, sehingga menyebabkan

kebocoran cairan dan hipovolemia. Ikterik disebabkan oleh kerusakan sel-

sel hati yang ringan, pelepasan billirubin darah dari jaringan yang

22

mengalami hemolisis intravaskular, kolestasis intrahepatik sampai

berkurangnya sekresi bilirubin.

Conjungtival suffusion khususnya perikorneal terjadi karenan

dilatasi pembuluh darah, kelainan ini sering dijumpai pada patognomonik

pada stadium dini. Komplikasi lain berupa uveitis, iritis dan iridosiklitis

yang sering disertai kekeruhan vitreus dan lentikuler. Keberadaan kuman

leptospira di aqueous humor kadang menimbulkan uveitis kronik berulang.

Kuman leptospira difagosit oleh sel-sel sistem retikuloendotelial

serta mekanisme pertahanan tubuh. Jumlah organisme semakin berkurang

dengan meningkatnya kadar antibodi spesifik dalam darah. Kuman

leptospira akan dieliminasi dari semua organ kecuali mata, tubulus

proksimal ginjal, dan mungkin otak dmana kuman leptospira dapat

menetap selama beberapa minggu atau bulan.

Leptospira dapat dijumpai dalam air kemih sekitar 8 hari sampai

beberapa minggu setelah infeksi dan sampai berbulan-bulan bahkan

bertahun-tahun kemudian. Leptospira dapat dihilangkan dengan fagositosis

dan mekanisme humoral. Kuman ini dengan cepat lenyap dari darah

setelah terbentuknya agglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari,

mikroorganisme hanya dapat ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler.

Leptospiruria berlangsung 1-4 minggu. Tiga mekanisme yang terlibat pada

patogenese leptospirosis : invasi bakteri langsung, factor inflamasi non

spesifik, dan reaksi imunologi.

Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan

toksin yang bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi pada

23

beberapa organ. Lesi yang muncul terjadi karena kerusakan pada lapisan

endotel kapiler. Pada leptospirosis terdapat perbedaan antara derajat

gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara histiologik. Pada

leptospirosis lesi histologis yang ringan ditemukan pada ginjal dan hati

pasien dengan kelainan fungsional yang nyata dari organ tersebut.

Perbedaan ini menunjukkan bahwa kerusakan bukan pada struktur organ.

Lesi inflamasi menunjukkan edema dan infiltrasi sel monosit, limfosit dan

sel plasma. Pada kasus yang berat terjadi kerusakan kapiler dengan

perdarahan yang luas dan disfungsi hepatoseluler dengan retensi bile.

Selain di ginjal leptospira juga dapat bertahan pada otak dan mata.

Leptospira dapat masuk kedalam cairan serebrospinalis pada fase

leptospiremia. Hal ini akan menyebabkan meningitis yang merupakan

gangguan neurologi terbanyak yang terjadi sebagai komplikasi

leptospirosis. Organ-organ yang sering dikenai leptospira adalah ginjal,

hati, otot dan pembuluh darah. Kelainan spesifik pada organ :

1. Ginjal

Interstitial nefritis dengan infiltrasi sel mononuclear merupakan

bentuk lesi pada leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi

ginjal. Gagal ginjal terjadi akibat tubular nekrosis akut. Adanya peranan

nefrotoksin, reaksi imunologis, iskemia ginjal, hemolisis dan invasi

langsung mikroorganisme juga berperan menimbulkan kerusakan ginjal.

2. Hati

Hati menunjukkan nekrosis sentilobuler fokal dengan infiltrasi sel

limfosit fokal dan proliferasi sel kupfer dengan kolestasis. Pada kasus-

24

kasus yang diotopsi, sebagian ditemukan leptospira dalam hepar. Biasanya

organisme ini terdapat diantara sel-sel parenkim.

3. Jantung

Epikardium, endokardium dan miokardium dapat terlibat. Kelainan

miokardium dapat fokal atau difus berupa interstitial edema dengan

infiltrasi sel mononuclear dan plasma. Nekrosis berhubungan dengan

infiltrasi neutrofil. Dapat terjadi perdarahan fokal pada miokardium dan

endokarditis.

4. Otot rangka

Pada otot rangka, terjadi perubahan-perubahan berupa local

nekrotis, vakuolisasi dan kehilangan striata. Nyeri otot yang terjadi pada

leptospira disebabkan invasi langsung leptospira. Dapat juga ditemukan

antigen leptospira pada otot.

5. Mata

Leptospira dapat masuk ruang anterior dari mata selama fase

leptospiremia dan bertahan beberapa bulan walaupun antibody yang

terbentuk cukup tinggi. Hal ini akan menyebabkan uveitis.

6. Pembuluh darah

Terjadi perubahan pada pembuluh darah akibat terjadinya

vaskulitis yang akan menimbulkan perdarahan. Sering ditemukan

perdarahan/pteki pada mukosa, permukaan serosa dan alat-alat viscera dan

perdarahan bawah kulit

25

7. Susunan saraf pusat

Leptospira mudah masuk kedalam cairan cerebrospinal (CSS) dan

dikaitkan dengan terjadinya meningitis. Meningitis terjadi sewaktu

terbentuknya respon antibody, tidak pada saat memasuki CSS. Diduga

bahwa terjadinya meningitis diperantarai oleh mekanisme imunologis.

Terjadi penebalan meninges dengan sedikit peningkatan sel mononuclear

arakhnoid. Meningitis yang terjadi adalah meningitis aseptic, biasanya

paling sering disebabkan oleh L. canicola.

8. Weil Disease

Weil disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan

ikterus, biasanya disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan

kesadaran dan demam tipe kontinua. Penyakit weil ini biasanya terdapat

pada 1-6% kasus dengan leptospirosis. Penyebab weil disease adalah

serotype icterohaemorragica pernah juga dilaporkan oleh serotype

copanhageni dan bataviae. Gambaran klinis bervariasi berupa gangguan

renal, hepatic, atau disfungsi vascular.

F. Gambaran Klinis

Manifestasi klinis dengan masa inkubasi berkisar antara 7-12 hari

dengan rerata 10 hari. Menurut tingkat keparahan penyakit, leptospirosis

dibagi menjadi ringan dan berat, tetapi untuk pendekatan diagnosis klinis

dan penanganannya, para ahli membagi menjadi leptospirosis anikterik

dan leptospirosis ikterik. (WHO,2006)

26

Leptospirosis anikterik:

Manifrstasi klinis sebagian besar leptospirosis adalah anikterik,

diperkirakan mencapai 905 dari seluruh kasus leptospirosis di masyarakat.

Bila ditemukan satu kasus leptospirosis berat, diperkirakan 10 kasus

leptospirosis anikterik atau ringan. Perjalanan penyakit leptospirosis

anikterik maupun yang ikteriks umumnya leptospira bifasik karena

mempunyai dua fase yaitu fase leptospiremia atau fase septicemia dan fase

imun, yang dipisahkan oleh periode asimtomatik. (WHO,2006)

Demam ringan atau tinggi yang umumnya bersifat remiten,nyeri

kepala, menggigil, myalgia, mual, muntah dan anoreksia. Nyeri kepala

dapat dirasakan berat mirip yang terjadi pada infeksi dengue disertai nyeri

retroorbital dan fotopobia. Nyeri otot terutama di daerah betis sehingga

pasien sukar berjalan, punggung dan juga paha. Nyeri ini diduga akibat

kerusakan otot sehingga kreatinin fosfokinase akan meningkat dan

emeriksaan kreatinin fosfokinase dapat membantu diagnosis klinis

leptospirosis.

Adanya conjungtival suffusion dan nyeri tekan di daerah betis.

Limfodenopati, splenomegaly, heptatomegli dan ruam makulopapular

dapat ditemukan meskipun jarang. Kelainan mata berupa uveitis dan

iridosiklitis dapat dijumpai pada pasien leptospirosis anikterik maupun

ikterik.

Manifestasi linis terpenting leptospirosis anikterik adalah

meningitis leptospiraaseptik yang tidak spesifik sehingga sering tidak

terdiagnosis. Pleiositosis pada carian serebrospinal ditemukan pada 80 %

27

pasien, meskipun 50 % yang menunjukkan tanda dan gejala klinik

meningitis aseptic.

Leptospirosis ikterik

Pada leptospirosis ikterik, demam dapat persisten dan fase imun

menajdi tidak jeals atau nampak tumpang tindih dengan fase septikimia.

Keberadaan fase imun dipengaruhi oleh jenis srovar dan jumlah kuman

leptospira yang menginfeksi, status imunologi, status gizi pasien dan

kecepatan memperoleh terapi yang tepat.

Pasien tidak mengalami keruskaan hepatoseluler, bilirubin

meningkat, kadar enzim transaminase serum hanya sedikit meningkat.

Fungsi hati pada lepstospirosis merefleksikan leptospirosis sebagai

penyakit mutisistem. Leptospirosis sering menyebabkan gagal ginjal akut,

ikterik dan manifestasi perdarahan yang merupakan gambaran khas

penyakit weil.

Ada dua fase pada leptospira yaitu :

1. Fase Leptospiremia

Fase ini ditandai dengan adanya leptospira di dalam darah dan

cairan serebrospinal, berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit

kepala biasanya di frontal, rasa sakit pada otot yang hebat terutama pada

paha, betis, dan pinggang disertai nyeri tekan. Mialgia dapat diikuti

dengan hiperestesi kulit, demam tinggi yang disertai mengigil, juga

didapati, mual dengan atau tanpa muntah disertai mencret, bahkan pada

sekitar 25% kasus disertai penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan

keadaaan sakit berat, bradikardi relative, dan ikterus (50%). Pada hari ke

28

3-4 dapat dijumpai adanya konjungtiva suffusion dan fotofobia. Pada kulit

dapat dijumpai rash yang berbentuk macular, makulopapular atau

urtikaria. Kadang-kadang dijumpai splenomegali, hepatomegali, serta

limfadenopati. Fase ini berlangsung 4-7 hari. Jika cepat ditangani pasien

akan membaik, suhu akan kembali normal, penyembuhan organ-organ

yang terlibat dan fungsinya kembali normal 3-6 minggu setelah onset.

Pada keadaaan sakit yang lebih berat, demam turun setelah 7 hari diikuti

oleh bebas demam selam 1-3 hari, setelah itu terjadi demam kembali.

Keadaan ini disebut fase kedua atau fase imun.

2. Fase imun

Fase ini ditandai dengan peningkatan titer antibody, dapat timbul

demam yang mencapai suhu 400C disertai mengigil dan kelemahan

umum. Terdapat rasa sakit yang menyeluruh pada leher, perut dan otot-

otot kaki terutama betis. Terdapat perdarahan berupa epistaksis, gejala

kerusakan pada ginjal dan hati, uremia, ikterik. Perdarahan paling jelas

terlihat pada fase ikterik, purpura, petechiae, epistaksis, perdarahan gusi

merupakan manifestasi perdarahan yang paling sering. Conjungtiva

injection dan conjungtival suffusion dengan ikterus merupakan tanda

patognomosis untuk leptospirosis. Terjadinya meningitis merupakan tanda

fase ini, walaupun hanya 50% gejala dan tanda meningitis, tetapi

pleositosis pada CSS dijumpai pada 50-90% pasien. Tanda-tanda

meningeal dapat menetap dalam beberapa minggu, tetapi biasanya

menghilang setelah 1- 2 hari. Pada fase ini leptospira dapat dijumpai

dalam urin.

29

G. Pemeriksaan

1. Anamnesa

Pada anamnesis identitas pasien, keluhan yang dirasakan dan

data epidemiologis penderita harus jeals karenan berhubungan dengan

lingkungan pasien. Identitas pasien ditanyakan; nama, umur, tempat

tinggal, jenis pekerjaan, dan jangan lupa menanyakan hewan

peliharaan mapun hewan liar di lingkungannya, karenan berhubungan

dengan leptospirosis.

2. Pemeriksaan Fisik

Gejala klinis menonjol yaitu ikterik, demam, myalgia, nyeri

sendi serta conjungtival suffusion. Conjungtival suffusion dan myalgia

merupakan gejala klinis yang paling sering ditemukan. Myalgia dapat

sangat hebat, pemijatan otot betis akan menimbulkan nyeri hebat dan

hiperestesi kulit.

3. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan darah

Pada pemeriksaan darah rutin dijumpai leukositosis, normal

atau menurun, hitung jenis leukosit, terdapat peningkatan jumlah

netrofil. Leukosit dapat mencapai 26.000 per mm3 darah pada

keadaan anikterik.

MOrfologi darah tepi terlihat mielosit yanag menandakan

gambaran pergeseran ke kiri.

Trombositopenia ringan 80.000 per mm3 sampai 150.000 per

mm3 darah terjadi pada 50 % pasien dan berhubung dengan gagal

30

ginjal, dan petanda penyakit berat jika hitung trombositnyansangat

rendah yaitu 5000 per mm3 darah. Laju endap darah meninggi dan

pada kasus berat ditemui anemia hipokrom mikrositik akibat

perdarahan yang biasa terjadi pada stadium lanjut perjalanan penyakit.

b. Pemeriksaan Fungsi Ginjal

Pada pemeriksaan urin terdapat albuminuria dan peningkatan

silinder (hialin, granuler ataupun seluler) pada fase dini kemudian

menghilang dengan cepat. Pada keadaan berat terdapat pula

bilirubinuria, yang dapat mecapai 1gr/hari dengan disertai piuria dan

hematuria. Gagal ginjal kemungkinan besar akan dialamimsemua

pasien ikterik. Ureum darah dapat dipakai sebagai salah satu factor

prognostic, makin tinggi kadarnya makin jelek prognosa. Peningkatan

ureum sampai di atas 400mg/dL. Proses perjalanan gagal ginjal

berlangsung progresif dan selang 3 hari kemudian akan terjadi anuri

total.

c. Pemeriksaan Fungsi hati

Pada umumnya fungsi hati normal jika pada pasien tidak ada

gejala ikteik. Ikterik disebabkan karena bilirubin direk meningkat.

Gangguan fungsi hati ditunjukkan adanya peningkatan serum

transaminase SGOT dan serum glutamic pyruvate transaminase

SGPT. Kerusakan jaringan otot ,emyebabkan kreatinin fosfokinase

juga meningkat. Peningkatan terjadi pada fase-fase awal perjalanan

penyakit, rata-rata mencapai 5 kali nilai normal.

31

H. Diagnosis

Pada umumnya diagnosis awal leptospirosis sulit, karena pasien

biasanya datang dengan meningitis, hepatitis, nefritis, pneumonia,

influenza, syndrome syok toksik, demam yang tidak diketahui asalnya dan

diathesis hemoragik, bahkan beberapa kasus datang sebagai pancreatitis.

Pada anamnesis, penting diketahui tentang riwayat pekerjaan pasien,

apakah termasuk kelompok resiko tinggi. Gejala/keluhan didapati demam

yang muncul mendadak, sakit kepala terutama di bagian frontal, nyeri otot,

mata merah/fotofobia, mual atau muntah. Pada pemeriksaan fisik dijumpai

demam, bradikardi, nyeri tekan otot, hepatomegali dan lain- lain. Pada

pemeriksaan laboratorium darah rutin bisa dijumpai lekositosis, normal

atau sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia dan laju endap darah

yang meninggi. Pada urin dijumpai proteinuria, leukosituria dan torak

(cast). Bila organ hati terlibat, bilirubin direk meningkat tanpa peningkatan

transaminase. BUN, ureum, dan kreatinin juga bisa meninggi bila terjadi

komplikasi pada ginjal. Trombositopeni terdapat pada 50% kasus.

Diagnosis pasti dengan isolasi leptospira dari cairan tubuh dan serologi.

Kultur dengan mengambil specimen dari darah atau CSS selama 10 hari

pertama perjalanan penyakit. Dianjurkan untuk melakukan kultur ganda

dan mengambil specimen pada fase leptospiremia serta belum diberi

antibiotic. Kultur urine diambil setelah 2-4 minggu onset penyakit. Kadng-

kadang kultur urin masih positif selama memerapa bulan atau tahun

setelah sakit. Untuk isolasi leptospira dari cairan atau jaringan tubuh,

digunakan medium Ellinghausen-McCullough-Johnson-Harris; atau

32

medium Fletcher dan medium Korthof. Spesimen dapat dikirim ke

laboratorium untuk dikultur , karena leptospirosis dapat hidup dalam

heparin, EDTA atau sitrat sampai 11 hari. Pada specimen yang

terkontaminasi, inokulasi hewan dapat digunakan. Serologi Jenis uji

serologi dapat dilihat pada table 3 pemeriksaan untuk mendeteksi adanya

leptospira dengan cepat adalah dengan pemeriksaan Polymerase Chain

Reaktion (PCR), silver stain, atau fluroscent antibody stain, dan mikroskop

lapangan gelap.

33

I. Diagnosis Banding

1. Dengue Fever

2. Hepatitis

3. Malaria

4. Meningitis

5. Enteritic fever

6. Rickettsia disease

7. Primary HIV infection

J. Pengobatan

Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan

mengatasi keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat

penting pada leptospirosis. Gangguan fungsi ginjal umumnya dengan

spontan akan membaik dengan membaiknya kondisi pasien. Namun pada

beberapa pasien membutuhkan tindakan hemodialisa temporer.

34

Pemberian antibiotic harus dimulai secepat mungkin, biasanya

pemberian dalam 4 hari setelah onset cukup efektif. Berbagai jenis

antibiotic pilihan dapat dilihat pada table 4. Untuk kasus leptospirosis

berat, pemberian intra vena penicillin G, amoxicillin, ampicillin atau

eritromisin dapat diberikan. Sedangkan untuk kasus-kasus ringan dapat

diberikan antibiotika oral tetrasiklin, doksisiklin, ampisilin atau

amoksisilin maupun sepalosporin.

Sampai saat ini penisilin masih merupakan antibiotika pilihan

utama, namun perlu diingat bahwa antibiotika bermanfaat jika leptospira

masih di darah (fase leptospiremia). Pada pemberian penisilin dapat

muncul reaksi Jarisch – Herxherimer 4 sampai 6 jam setelah pemberian

intra vena, yang menunjukkan adanaya aktifitas anti leptospira. Tindakan

suportif diberikan sesuai dengan keparahan penyakit dan komplikasi yang

timbul. Keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa diatur sebagaimana

padapenanggulangan gagal ginjal secara umum. Kalau terjadi

azotemia/uremia berat sebaiknya dilakukan dialysis.

K. Prognosis

Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan

ikterus, angka kematian 5% pada umur di bawah 30 tahun, dan pada usia

lanjut mencapai 30-40%. Leptospirosis selama kehamilan dapat

meningkatkan mortality fetus.

35

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien datang ke IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul

deangan keadaan sadar dengan keluhan demam dan nyeri pada kedua

betisnya.

36