PRESCIL PPOK (1)
-
Upload
dannyaisya -
Category
Documents
-
view
39 -
download
0
description
Transcript of PRESCIL PPOK (1)
PRESENTASI KASUS
COMMUNITY ACQUIRED PNEUMONIA (CAP) DANPENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)
Diajukan kepada Yth:dr. Indah Rahmawati, Sp. P
Disusun oleh:Danny Amanati A. G4A014037Novita Lusiana G4A014079Sendyka Rinduwastuty G4A014128
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN UMUMSMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJOPURWOKERTO
2015
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUSCOMMUNITY ACQUIRED PNEUMONIA (CAP) DANPENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)
Diajukan untuk memenuhi syaratMengikuti Kepaniteraan Klinik Senior
di bagian Ilmu Penyakit DalamRSUD Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto
telah disetujui dan dipresentasikanpada tanggal: November 2015
Disusun oleh:Danny Amanati A. G4A014037Novita Lusiana G4A014079Sendyka Rinduwastuty G4A014128
Purwokerto, November 2015Pembimbing,
dr. Indah Rahmawati, Sp. P19670316 200604 2 001
I. PRESENTASI KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. N
Usia : 70 tahun
Alamat : Kalimandi RT 01/09 Purwareja Klampok
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SD
Tanggal masuk : 5 November 2015 pukul 16.00
Tanggal periksa : 9 November 2015 pukul 11.00
Ruang rawat : Cendana
Nomor RM : 00-74-46-83
B. SUBJEKTIF
1. Keluhan Utama
Sesak napas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSMS dengan keluhan sesak napas yang
dirasakan memberat sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit. Keluhan
sesak napas sebenarnya sudah dirasakan pasien semenjak 2 bulan sebelum
masuk rumah sakit, akan tetapi 4 hari sebelum masuk rumah sakit keluhan
tersebut mulai mengganggu aktivitas pasien. Awalnya pasien masih bisa
melakukan pekerjaan seperti mencangkul di sawah, akan tetapi apabila
kelelahan pasien mulai merasakan sesak nafas. Namun, saat ini keluhan
dirasakan semakin memberat, pasien mengeluhkan apabila jalan sekitar
100 meter pasien sudah merasakan ngos-ngosan sehingga mengurangi
waktu pasien untuk pergi ke sawah. Sesak napas dirasakan terus-menerus
sepanjang hari, napas yang pendek-pendek, terasa terengah-engah dan
disertai bunyi ngik-ngik. Pasien menceritakan keluhan berkurang saat
pasien beristirahat. Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak sejak 3
minggu tidak disertai darah dengan warna dahak awalnya berwarna putih,
namun akhir-akhir ini warna dahak tersebut berubah menjadi hijau. Selain
itu, saat masuk ke IGD pasien juga mengeluhkan demam tetapi saat
dilakukan pemeriksaan, pasien sudah tidak demam. Pasien menyangkal
adanya keluhan keringat malam, nafsu makan menurun, serta penurunan
berat badan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat keluhan serupa : diakui
b. Riwayat mondok : diakui
c. Riwayat OAT : disangkal
d. Riwayat hipertensi : disangkal
e. Riwayat DM : disangkal
f. Riwayat asma : disangkal
g. Riwayat jantung : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat keluhan serupa : disangkal
b. Riwayat hipertensi : diakui
c. Riwayat DM : disangkal
d. Riwayat asma : disangkal
e. Riwayat alergi : disangkal
f. Riwayat jantung : disangkal
5. Riwayat Sosial Ekonomi
a. Community
Pasien tinggal di lingkungan rumah dengan jumlah penduduk yang
cukup padat. Tetangga pasien tidak ada yang mengeluhkan sesak napas
seperti keluhan pasien. Di sekitar rumah pasien, sebagian besar
tetangga pasien merupakan pengkonsumsi rokok.
b. Home
Pasien tinggal bersama 5 orang di rumahnya. Pasien tinggal
bersama istri, 2 anak dan 2 cucu. Anak pasien merupakan perokok
aktif, yang bisa menghabiskan 1 bungkus setiap harinya dan sering
dilakukan di dalam rumah. Rumah pasien berukuran cukup luas sekitar
6x6 meter, lantai keramik, berdinding dan memiliki 4 kamar. Rumah
memiliki jendela dan ventilasi yang memadai setiap pagi istri pasien
selalu membuka jendela rumah, pencahayaan di rumah pasien cukup.
Untuk memasak pasien menggunakan kompor gas, sekitar 10 tahun
yang lalu istri pasien memasak menggunakan kayu bakar didalam
rumah.
c. Occupational
Pasien saat ini bekerja sebagai petani, tetapi saat sesak napas
pasien tidak bekerja.
d. Personal habit
Pasien meneceritakan suka mengkonsumsi makan-makanan
berlemak dan gorengan. Pasien merupakan perokok aktif sejak pasien
berusia 25 tahun, pasien mulai berhenti merokok 4 tahun SMRS.
Setiap harinya pasien menghabiskan 2 bungkus rokok.
Rumus index Brinkman (IB): jumlah rata-rata rokok yang dihisap
sehari (batang) x lama merokok (tahun).
Gambar 1.1 Klasifikasi Index Brinkman
(Sumber: tobaccoinduceddiseases.com)
Rumus IB pada pasien: 24 x 50 = 1200 perokok berat.
C. OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Sedang, tampak sesak
b. Kesadaran : Compos mentis
c. BB : 62 kg
d. TB : 160 cm
e. Vital sign
1) Tekanan darah: 120/90 mmHg
2) Nadi : 96 x/menit
3) RR : 28 x/menit
4) Suhu : 36,5°C
f. Status generalis
1) Kepala
- Bentuk : Mesocephal, simetris
- Rambut : Warna putih campur hitam, tidak mudah
dicabut, distribusi merata, tidak rontok
- Nyeri tekan : (-)
2) Mata
- Palpebra : Edema (-/-), ptosis (-/-)
- Konjungtiva : Anemis (-/-)
- Sklera : Ikterik (-/-)
- Pupil : Bulat, isokor, refleks cahaya (+/+)
3) Telinga
- Discharge (-/-)
- Deformitas (-/-)
- Nyeri tekan (-/-)
4) Hidung
- Napas cuping hidung (-/-)
- Deformitas (-/-)
- Discharge (-/-)
5) Mulut
- Bibir sianosis (-)
- Bibir kering (-)
- Lidah sianosis (-)
- Lidah kotor (-)
6) Leher
- Trakhea : Deviasi trakhea (-)
- Kelenjar limfoid : Tidak membesar, nyeri (-)
- Kelenjar tiroid : Tidak membesar
- JVP : Tidak kuat angkat
7) Dada
a) Paru
Inspeksi : Bentuk dada simetris, ketinggalan gerak (-)
retraksi (-), jejas (-), sela iga melebar
Palpasi : Vokal fremitus lobus superior kanan = kiri
Vokal fremitus lobus inferior kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada semua lapang paru
Batas paru hepar SIC V LMCD
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+),
ronki basah kasar (+/+),
ronki basah halus (-/-), wheezing (+/+)
b) Jantung
Inspeksi : Ictus cordis terlihat di SIC V LMCS
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V LMCS,
kuat angkat (-)
Perkusi : Batas jantung kanan atas : SIC II LPSD
Batas jantung kiri atas : SIC II LPSS
Batas jantung kanan bawah :SIC IV LPSD
Batas jantung kiri atas : SIC V LMCS
Auskultasi : S1>S2, reguler, Murmur (-), Gallop (-)
8) Abdomen
a) Inspeksi : Datar
b) Auskultasi : Bising usus (+) normal
c) Perkusi : Timpani, pekak alih (-), pekak sisi (-)
d) Palpasi : Nyeri tekan (-), undulasi
9) Hepar : Tidak teraba
10) Lien : Tidak teraba
11) Ekstremitas
a) Superior : Deformitas (-/-), jari tabuh (-/-), edema (-/-)
b) Inferior : Deformitas (-/-), jari tabuh (-/-), edema (-/-)
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium (dilakukan di RSMS) 6 November 2015
Darah lengkap
Hemoglobin : 14.1 g/dl Normal: 11.2-17.3 g/dl
Leukosit : 6950 U/L Normal: 3800-10600 U/L
Hematokrit : 45% Normal: 40-52%
Eritrosit : 5.2 10^6/uL Normal: 4.4-5.9 10^6/uL
Trombosit : 126.000/uL (↓) Normal: 150.000-440.000/uL
MCV : 87 fL Normal: 80-100 fL
MCH : 27 pg/cell Normal: 26-34 pg/cell
MCHC : 32% Normal: 32-36%
RDW : 14.0% Normal: 11.5-14.5%
MPV : 11.8 U/L (↓) Normal: 80.0-360.0 U/L
Hitung jenis
Basofil : 0% Normal: 0-1%
Eosinofil : 1% (↓) Normal: 2-4%
Batang : 1% (↓) Normal: 3-5%
Segmen : 71% (↑) Normal: 50-70%
Limfosit : 12% (↓) Normal: 25-40%
Monosit : 15% (↑) Normal: 2-8%
b. Pemeriksaan foto thorax (dilakukan di RS Emanuel) 1 November 2015
Gambar 1.2 Foto Thorax di RS Emanuel
Kesan:
1) Jantung membesar/kardiomegali (pembesaran ventrikel kiri)
2) Aorta elongatio dengan kalsifikasi pada arkus aorta
3) Paru gambaran kongesti, bronkhiektasis, corakan vaskuler paru
kasar, tampak kongesti, tampak gambaran honeycomb pada
parahiler, parakardial terutama kiri
4) Sinus dan diafragma normal
5) Thorax emfisematous
c. Pemeriksaan foto thorax (dilakukan di RSMS) 6 November 2015
Gambar 1.3 Foto Thorax di RSMS
Kesan:
1) Bronkhopneumonia
2) Besar cor dalam batas normal dengan elongation aortae dan aorto
sklerosis
3) Sistema tulang yang tervisualisasi baik
D. ASSESSMENT
1. Diagnosis Klinis
Community Acquired Pneumonia (CAP)
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
2. Diagnosis Banding
(-)
E. PLANNING
1. Diagnosis Kerja
Community Acquired Pneumonia (CAP)
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
2. Terapi
a. Farmakologi
1) O2 5 lpm NK
2) IVFD Asering/8 jam
3) Drip aminofilin 1 amp/8 jam
4) Nebulizer ventolin + flexotid 3x sehari
5) Inj. Ceftriaxon 1x2 gr (tes)
6) Inj. Ranitidin 2x1 amp
7) Terasma 3x1 cth
8) Seritide 2x100
9) Spiriva 1x1
b. Non farmakologi
1) Edukasi pasien dan keluarga tentang CAP dan PPOK. Serta
edukasi mengenai cara dan waktu pemakaian obat.
2) Makan makanan yang bergizi untuk meningkatkan daya tahan
tubuh, serta diberikan vitamin tambahan.
3) Edukasi tentang kebersihan lingkungan rumah, seperti buka
ventilasi sesering mungkin agar sinar matahari dan udara masuk,
serta tidak melakukan aktivitas yang terlalu melelahkan yang dapat
memacu serangan memicu terjadinya CAP.
4) Edukasi mengenai faktor penyebab PPOK, yakni pajanan rokok
saat di rumah, serta menghentikan kebiasaan merokok.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan spirometri
4. Monitoring dan Evaluasi
a. Keadaan umum dan kesadaran (per hari)
b. Tanda vital (per hari)
c. Evaluasi klinis
1) Pasien dievaluasi perkembangannya tiap hari, terutama mengenai
keluhan utamanya yang berupa sesak sehingga didapatkan PPOK
stabil.
2) Evaluasi gejala, spirometrik, risiko eksaserbasi, dan komorbiditas.
3) Evaluasi tingkat keparahan penyakit dan respon terhadap terapi
menurut penilaian risiko eksaserbasi dan gejala.
F. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
II. PEMBAHASAN
A. Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis
1) Keluhan utama : Sesak napas memberat sejak 5 jam sebelum masuk
Rumah Sakit.
Sesak napas pada pasien bersifat progresif. Awalnya pasien merasa
sesak napas bila kelelahan. Namun, lama kelamaan pasien merasa
sesak napas saat melakukan aktivitas sehari-hari.
2) RPS
a) Onset : 5 jam sebelum masuk Rumah Sakit.
b) Kualitas : Sesak napas disertai bunyi “ngik-
ngik” semakin memberat dan mengganggu aktivitas pasien.
c) Kuantitas : terus menerus, sepanjang hari
d) Faktor memperberat : kelelahan, aktivitas
e) Faktor memperingan : istirahat
f) Gejala penyerta
- Batuk berdahak dengan perubahan warna dahak
- Demam
Berdasarkan informasi di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
pertimbangan untuk menegakan diagnosis PPOK, yaitu sesak napas
yang sifatnya progresif, bertambah berat ketika aktifitas berlebih,
menetap sepanjang hari, dan disertai dengan bunyi “ngik-ngik”. Serta
CAP (Community Acquired Pneumonia) ditandai dengan adanya
demam sebelum masuk ke rumah sakit, batu yang disertai dahak yang
berubah warna dari putih menjadi hijau.
3) RPD
Memiliki riwayat keluhan yang sama sebelumnya sejak tahun 2013.
4) Riwayat penyakit keluarga
Keluarga tidak ada yang memiliki keluhan yang serupa dengan
keluhan pasien.
5) Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal di pemukiman padat penduduk. Pasien merupakan
seorang perokok aktif sejak usia 25 tahun dan berhenti merokok 4
tahun SMRS. Anak pasien merupakan perokok aktif, dan sering
merokok di dalam rumah. Selain itu, dapur pasien sekitar 10 tahun
yang lalu menggunakan kayu bakar yang ada di dalam rumah.
Riwayat merokok merupakan faktor resiko yang paling banyak
ditemui pada pasien penderita PPOK. Asap rokok ,memiliki
prevalensi yang tinggi sebagai penyebab gejala respirasi dan gangguan
fungsi paru. Inhalasi asap rokok menyebabkan inflamasi di saluran
napas dan paru. Respon inflamasi ini menyebabkan obstruksi jalan
napas. Obstruksi jalan napas perifer menyebabkan udara terperangkap
dan hiperinflasi. Hiperinflasi mengurangi kapasitas inspirasi yang
terlihat sebagai sesak napas
b. Pemeriksaan Fisik
1) Vital sign
a. Tekanan darah : 120/90 mmHg
b. Nadi : 96 x/menit
c. RR : 28 x/menit
d. Suhu : 36,5°C
2) Pemeriksaan fisik paru didapatkan suara ronkhi dan juga wheezing
yang diakibatkan oleh obstruksi jalan napas.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah lengkap : dalam batas normal
Pemeriksaan rontgen thorax : terdapat gambaran bronkopneumonia.
B. Tindak Lanjut Penanganan Pasien
Penghentian kebiasaan merokok mempunyai pengaruh yang sangat
besar untuk mempengaruhi riwayat dari PPOK. Konseling dengan seorang
dokter secara signifikan meningkatkan angka berhenti merokok, terapi
penggantian nikotin (konsumsi permen karet, inhakler, patch transderma,
tabler sublingual atau lozenge) (GOLD, 2011).
Terapi farmakologi digunakan untuk mengurangi gejala,
mengurangi frekuensi dan keparahan eksaserbasi, meningkatkan status
kesehatan dan toleransi beraktivitas. PPOK mendapatkan terapi
bronkodilator tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator.
Bronkodilator adalah obat pilihan pertama untuk menangani gejala PPOK,
terapi inhalasi lebih dipilih dan bronkodilator diresepkan sebagai
pencegahan/ mengurangi gejala yang akan timbul dari PPOK.
Bronkodilator inhalasi kerja lama lebih efektif dalam menangani gejala
daripada bronkodilator kerja cepat. Bentuk obat utama adalah inhalasi,
sedangkan nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.
Pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat berefek panjang
(long acting) digunakan pada kasus PPOK derajat berat. Macam - macam
bronkodilator (GOLD, 2011;PDPI, 2003):
a) Golongan antikolinergik
Golongan ini dipakai pada derajat ringan sampai berat, selain
sebagai bronkodilator juga berfungsi sebagai pengurang sekresi lendir
(maksimal 4 kali perhari). Efek samping obat antikolinergik adalah
mengentalkan dahak, takikardi, mulut kering, obstipasi, sukar berkemih,
dan penglihatan buram akibat gangguan akomodasi. Penggunaanya
sebagai inhalasi meringankan efek samping. Contoh antikolinergik adalah
ipratropium bromide, oxitropium bromide, triotropium.
b) Golongan agonis beta -2 (adrenergik)
Bentuk inhaler dari agonis beta-2 (adrenergik) digunakan untuk
mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor
timbulnya eksaserbasi. Apabila sebagai obat pemeliharaan sebaiknya
digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Nebulizer dapat digunakan
untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan
jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi berat. Contoh golongan agonis beta 2 (adrenergik) short acting
adalah femoterol, levalbuterol, salbutamol, terbutaline. Sedangkan untuk
long acting adalah formoterol, arformoterol, indocaterol, salmeterol,
telobuterol. Agonis β-2 kerja singkat baik yang dipakai secara reguler
maupun saat diperlukan (as needed) dapat memperbaiki FEV1 dan gejala,
walaupun pemakaian pada PPOK tidak dianjurkan apabila dengan dosis
tinggi. Agonis β-2 kerja lama, durasi kerja sekitar 12 jam atau lebih. Saat
ini yang tersedia adalah formoterol dan salmeterol. Obat ini dipakai
sebagai ganti agonis β-2 kerja cepat apabila pemakaiannya memerlukan
dosis tinggi atau dipakai dalam jangka waktu lama. Efek obat ini dapat
memperbaiki FEV1 dan volume paru, mengurangi sesak napas,
memperbaiki kualitas hidup dan menurunkan kejadia eksaserbasi, akan
tetapi tidak dapat mempengaruhi mortaliti dan besar penurunan faal paru.
Agonis β-2 dengan durasi kerja 24 jam , preparat yang ada adalah
indacaterol
c) Golongan Xantin
Golongan ini digunakan sebagai pengobatan pemeliharaan jangka
panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Contoh obat yang
termasuk golongan ini adalah aminofilin dan teofilin. Bentuk tablet biasa
atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus
atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang
diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.
d) Kombinasi antikolinergik dan agonis beta-2
Kedua obat mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu
penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
Contoh obat kombinasi dalam satu inhaler adalah fernoterol dengan
ipratropium dan salbutamol dengan ipratropium.
Pengobatan lain
Obat tambahan yang dapat diberikan dengan indikasi tertentu pada
pasien PPOK yaitu antiinflamasi. Obat antiinflamasi digunakan bila terjadi
eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, yang berfungsi
menekan inflamasi yang terjadi, pada PPOK dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka
panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat
perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250
mg. Obat antiinflamasi diberikan apabila terjadi eksaserbasi akut yang
berfungsi untuk menekan peradangan yang terjadi. Antibiotik tidak
dianjurkan pada PPOK kecuali untuk perawatan eksaserbasi infeksius dan
infeksi bakteri lain. Mukolitik digunakan jika dahak terlalu kental,
sedangkan antitusif digunakan bila batuk sangat sering dan tidak berdahak.
Edukasi yang dapat diberikan pada pasien PPOK berdasarkan
derajatnya adalah:
Ringan
1) Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel
2) Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus,
antara lain berhenti merokok
3) Segera berobat bila timbul gejala
Sedang
1) Menggunakan obat dengan tepat
2) Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini
3) Program latihan fisik dan pernapasan
Berat
1) Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi
2) Penyesuaian aktivitas dengan keterbatasan
3) Penggunaan oksigen di rumah
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk membedakan asma dan
PPOK adalah pemeriksaan spirometri, pemeriksaan kapasitas difusi (DLCO),
analisis gas darah dan pemeriksaan lain seperti uji reaktivitas/alergi.
Pemeriksaan spirometri digunakan untuk menilai fungsi paru dalam proses
pernapasan. Parameter penilaian spirometri yang digunakan untuk menilai
derajat berat asma dan/atau PPOK adalah arus puncak ekspirasi/APE (peak
flow rate, PFR), volume ekspirasi paksa detik pertama/VEP1 (forced
expiratory volume of first second, FEV1), kapasitas vital paksa/KVP (forced
vital capacity, FVC) dan arus ekspirasi paksa/AEP (forced expiratory flow,
FEF25-75%). Peningkatan VEP1 sebesar 12% atau 200 mL setelah diberikan
inhalasi bronkodilator menunjukkan suatu reversibilitas yang merupakan
karakteristik asma dan tidak khas ditemukan pada PPOK. Karakteristik
parameter lain yang khas adalah penurunan FEF25-75% lebih tinggi pada
PPOK dibandingkan asma. Analisis gas darah terutama ditemukan
peningkatan tekanan parsial karbondioksida (pCO2) dan penurunan tekanan
parsial oksigen (pCO2) serta saturasi oksigen akibat hipoksia menahun pada
PPOK (Sin BA, 2006; Tzortzaki, 2011)
Tabel 2.1. Penatalaksanaan PPOK (PDPI, 2010)
Gambar 2.1. Algoritma PPOK (PDPI, 2011)
Diet pada pasien PPOK:
Nutrisi pasien PPOK harus dipertimbangkan. Malnutrisi sering terjadi
pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja
muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni
menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Malnutrisi dapat dievaluasi dengan
mengukur berat badan, kadar albumin darah, antopometri, kekuatan otot dan hasil
metabolisme. Malnutrisi dapat diatasi dengan pemberian diit kalori yang
seimbang, yaitu antara kalori yang masuk dan keluar, bila perlu nutrisi dapat
diberikan terus menerus atau nocturnal feedings, menggunakan pipa nasogaster.
Komposisi nutrisi berimbang pada psien PPOK dapat berupa tinggi lemak rendah
karbohidrat. Pemberian karbohidrat yang berlebih menimbulkan penumpukan
CO2 sebagai hasil metabolisme karbohidrat. Hal ini menambah keparahan PPOK
karena pada pasien PPOK terdapat kesulitan untuk mengeluarkan CO2.
Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi
semenit konsumsi oksigen dan respon ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni.
Ganguan elektrolit seperti hipofosfatemi, hiperkalemi, hipokalsemi dan
hipomagnesemi kerap terjadi. Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma.
Dianjurkan pemberian komposisi berimbang, porsi kecil tapi sering (PDPI, 2006).
Gambar 2.1 Diet pada Pasien PPOK
(Sumber: Anthony, 2009)
III. KESIMPULAN
1. PPOK merupakan penyakit paru kronik yang dapat dicegah dan ditanggulangi
ditandai dengan adanya hambatan aliran udara pada saluran nafas yang
bersifat progresif nonreversible atau reversible parsial.
2. PPOK biasanya progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi
abnormal paru terhadap partikel berbahaya atau gas beracun disertai efek
ekstra paru yang berkontribusi terhadap tingkat keparahan penyakit.
3. Gejala utama PPOK adalah sesak nafas yang memberat saat aktivitas, batuk
dan prosuksi sputum.
4. Penegakan diagnosis PPOK didasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang faal paru dengan spirometri.
5. Pengobatan utama menggunakan bronkodilator.
DAFTAR PUSTAKA
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. 2011. Pocket to COPD Diagnosis, Management, and Prevention.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronik, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006. Penyakit Paru Obstruktif Kronik, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011. Penyakit Paru Obstruktif Kronik, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI.
Sin BA, Akkoca Ö, Saryal S, Öner F, Mısırlıgil Z. 2006. Differences between asthma and COPD in the elderly. J Investig Allergol Clin Immunol.;16(1):44-50.
Tzortzaki EG, Proklou A, Siafakas NM. 2011. Asthma in the elderly: can we distinguish it from COPD? Journal of Allergy.;2011:843543 – 9.