PRESCIL PPOK (1)

33
PRESENTASI KASUS COMMUNITY ACQUIRED PNEUMONIA (CAP) DAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) Diajukan kepada Yth: dr. Indah Rahmawati, Sp. P Disusun oleh: Danny Amanati A. G4A014037 Novita Lusiana G4A014079 Sendyka Rinduwastuty G4A014128 UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN

description

ppok

Transcript of PRESCIL PPOK (1)

Page 1: PRESCIL PPOK (1)

PRESENTASI KASUS

COMMUNITY ACQUIRED PNEUMONIA (CAP) DANPENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

Diajukan kepada Yth:dr. Indah Rahmawati, Sp. P

Disusun oleh:Danny Amanati A. G4A014037Novita Lusiana G4A014079Sendyka Rinduwastuty G4A014128

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS KEDOKTERAN

JURUSAN KEDOKTERAN UMUMSMF ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJOPURWOKERTO

2015

Page 2: PRESCIL PPOK (1)

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUSCOMMUNITY ACQUIRED PNEUMONIA (CAP) DANPENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

Diajukan untuk memenuhi syaratMengikuti Kepaniteraan Klinik Senior

di bagian Ilmu Penyakit DalamRSUD Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto

telah disetujui dan dipresentasikanpada tanggal: November 2015

Disusun oleh:Danny Amanati A. G4A014037Novita Lusiana G4A014079Sendyka Rinduwastuty G4A014128

Purwokerto, November 2015Pembimbing,

dr. Indah Rahmawati, Sp. P19670316 200604 2 001

Page 3: PRESCIL PPOK (1)

I. PRESENTASI KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. N

Usia : 70 tahun

Alamat : Kalimandi RT 01/09 Purwareja Klampok

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Petani

Pendidikan : SD

Tanggal masuk : 5 November 2015 pukul 16.00

Tanggal periksa : 9 November 2015 pukul 11.00

Ruang rawat : Cendana

Nomor RM : 00-74-46-83

B. SUBJEKTIF

1. Keluhan Utama

Sesak napas

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSMS dengan keluhan sesak napas yang

dirasakan memberat sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit. Keluhan

sesak napas sebenarnya sudah dirasakan pasien semenjak 2 bulan sebelum

masuk rumah sakit, akan tetapi 4 hari sebelum masuk rumah sakit keluhan

tersebut mulai mengganggu aktivitas pasien. Awalnya pasien masih bisa

melakukan pekerjaan seperti mencangkul di sawah, akan tetapi apabila

kelelahan pasien mulai merasakan sesak nafas. Namun, saat ini keluhan

dirasakan semakin memberat, pasien mengeluhkan apabila jalan sekitar

100 meter pasien sudah merasakan ngos-ngosan sehingga mengurangi

waktu pasien untuk pergi ke sawah. Sesak napas dirasakan terus-menerus

sepanjang hari, napas yang pendek-pendek, terasa terengah-engah dan

disertai bunyi ngik-ngik. Pasien menceritakan keluhan berkurang saat

pasien beristirahat. Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak sejak 3

minggu tidak disertai darah dengan warna dahak awalnya berwarna putih,

Page 4: PRESCIL PPOK (1)

namun akhir-akhir ini warna dahak tersebut berubah menjadi hijau. Selain

itu, saat masuk ke IGD pasien juga mengeluhkan demam tetapi saat

dilakukan pemeriksaan, pasien sudah tidak demam. Pasien menyangkal

adanya keluhan keringat malam, nafsu makan menurun, serta penurunan

berat badan.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

a. Riwayat keluhan serupa : diakui

b. Riwayat mondok : diakui

c. Riwayat OAT : disangkal

d. Riwayat hipertensi : disangkal

e. Riwayat DM : disangkal

f. Riwayat asma : disangkal

g. Riwayat jantung : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga

a. Riwayat keluhan serupa : disangkal

b. Riwayat hipertensi : diakui

c. Riwayat DM : disangkal

d. Riwayat asma : disangkal

e. Riwayat alergi : disangkal

f. Riwayat jantung : disangkal

5. Riwayat Sosial Ekonomi

a. Community

Pasien tinggal di lingkungan rumah dengan jumlah penduduk yang

cukup padat. Tetangga pasien tidak ada yang mengeluhkan sesak napas

seperti keluhan pasien. Di sekitar rumah pasien, sebagian besar

tetangga pasien merupakan pengkonsumsi rokok.

b. Home

Pasien tinggal bersama 5 orang di rumahnya. Pasien tinggal

bersama istri, 2 anak dan 2 cucu. Anak pasien merupakan perokok

aktif, yang bisa menghabiskan 1 bungkus setiap harinya dan sering

dilakukan di dalam rumah. Rumah pasien berukuran cukup luas sekitar

6x6 meter, lantai keramik, berdinding dan memiliki 4 kamar. Rumah

Page 5: PRESCIL PPOK (1)

memiliki jendela dan ventilasi yang memadai setiap pagi istri pasien

selalu membuka jendela rumah, pencahayaan di rumah pasien cukup.

Untuk memasak pasien menggunakan kompor gas, sekitar 10 tahun

yang lalu istri pasien memasak menggunakan kayu bakar didalam

rumah.

c. Occupational

Pasien saat ini bekerja sebagai petani, tetapi saat sesak napas

pasien tidak bekerja.

d. Personal habit

Pasien meneceritakan suka mengkonsumsi makan-makanan

berlemak dan gorengan. Pasien merupakan perokok aktif sejak pasien

berusia 25 tahun, pasien mulai berhenti merokok 4 tahun SMRS.

Setiap harinya pasien menghabiskan 2 bungkus rokok.

Rumus index Brinkman (IB): jumlah rata-rata rokok yang dihisap

sehari (batang) x lama merokok (tahun).

Gambar 1.1 Klasifikasi Index Brinkman

(Sumber: tobaccoinduceddiseases.com)

Rumus IB pada pasien: 24 x 50 = 1200 perokok berat.

C. OBJEKTIF

1. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum : Sedang, tampak sesak

b. Kesadaran : Compos mentis

c. BB : 62 kg

d. TB : 160 cm

e. Vital sign

1) Tekanan darah: 120/90 mmHg

2) Nadi : 96 x/menit

Page 6: PRESCIL PPOK (1)

3) RR : 28 x/menit

4) Suhu : 36,5°C

f. Status generalis

1) Kepala

- Bentuk : Mesocephal, simetris

- Rambut : Warna putih campur hitam, tidak mudah

dicabut, distribusi merata, tidak rontok

- Nyeri tekan : (-)

2) Mata

- Palpebra : Edema (-/-), ptosis (-/-)

- Konjungtiva : Anemis (-/-)

- Sklera : Ikterik (-/-)

- Pupil : Bulat, isokor, refleks cahaya (+/+)

3) Telinga

- Discharge (-/-)

- Deformitas (-/-)

- Nyeri tekan (-/-)

4) Hidung

- Napas cuping hidung (-/-)

- Deformitas (-/-)

- Discharge (-/-)

5) Mulut

- Bibir sianosis (-)

- Bibir kering (-)

- Lidah sianosis (-)

- Lidah kotor (-)

6) Leher

- Trakhea : Deviasi trakhea (-)

- Kelenjar limfoid : Tidak membesar, nyeri (-)

- Kelenjar tiroid : Tidak membesar

- JVP : Tidak kuat angkat

Page 7: PRESCIL PPOK (1)

7) Dada

a) Paru

Inspeksi : Bentuk dada simetris, ketinggalan gerak (-)

retraksi (-), jejas (-), sela iga melebar

Palpasi : Vokal fremitus lobus superior kanan = kiri

Vokal fremitus lobus inferior kanan = kiri

Perkusi : Sonor pada semua lapang paru

Batas paru hepar SIC V LMCD

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+),

ronki basah kasar (+/+),

ronki basah halus (-/-), wheezing (+/+)

b) Jantung

Inspeksi : Ictus cordis terlihat di SIC V LMCS

Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V LMCS,

kuat angkat (-)

Perkusi : Batas jantung kanan atas : SIC II LPSD

Batas jantung kiri atas : SIC II LPSS

Batas jantung kanan bawah :SIC IV LPSD

Batas jantung kiri atas : SIC V LMCS

Auskultasi : S1>S2, reguler, Murmur (-), Gallop (-)

8) Abdomen

a) Inspeksi : Datar

b) Auskultasi : Bising usus (+) normal

c) Perkusi : Timpani, pekak alih (-), pekak sisi (-)

d) Palpasi : Nyeri tekan (-), undulasi

9) Hepar : Tidak teraba

10) Lien : Tidak teraba

11) Ekstremitas

a) Superior : Deformitas (-/-), jari tabuh (-/-), edema (-/-)

b) Inferior : Deformitas (-/-), jari tabuh (-/-), edema (-/-)

Page 8: PRESCIL PPOK (1)

2. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium (dilakukan di RSMS) 6 November 2015

Darah lengkap

Hemoglobin : 14.1 g/dl Normal: 11.2-17.3 g/dl

Leukosit : 6950 U/L Normal: 3800-10600 U/L

Hematokrit : 45% Normal: 40-52%

Eritrosit : 5.2 10^6/uL Normal: 4.4-5.9 10^6/uL

Trombosit : 126.000/uL (↓) Normal: 150.000-440.000/uL

MCV : 87 fL Normal: 80-100 fL

MCH : 27 pg/cell Normal: 26-34 pg/cell

MCHC : 32% Normal: 32-36%

RDW : 14.0% Normal: 11.5-14.5%

MPV : 11.8 U/L (↓) Normal: 80.0-360.0 U/L

Hitung jenis

Basofil : 0% Normal: 0-1%

Eosinofil : 1% (↓) Normal: 2-4%

Batang : 1% (↓) Normal: 3-5%

Segmen : 71% (↑) Normal: 50-70%

Limfosit : 12% (↓) Normal: 25-40%

Monosit : 15% (↑) Normal: 2-8%

Page 9: PRESCIL PPOK (1)

b. Pemeriksaan foto thorax (dilakukan di RS Emanuel) 1 November 2015

Gambar 1.2 Foto Thorax di RS Emanuel

Kesan:

1) Jantung membesar/kardiomegali (pembesaran ventrikel kiri)

2) Aorta elongatio dengan kalsifikasi pada arkus aorta

3) Paru gambaran kongesti, bronkhiektasis, corakan vaskuler paru

kasar, tampak kongesti, tampak gambaran honeycomb pada

parahiler, parakardial terutama kiri

4) Sinus dan diafragma normal

5) Thorax emfisematous

Page 10: PRESCIL PPOK (1)

c. Pemeriksaan foto thorax (dilakukan di RSMS) 6 November 2015

Gambar 1.3 Foto Thorax di RSMS

Kesan:

1) Bronkhopneumonia

2) Besar cor dalam batas normal dengan elongation aortae dan aorto

sklerosis

3) Sistema tulang yang tervisualisasi baik

D. ASSESSMENT

1. Diagnosis Klinis

Community Acquired Pneumonia (CAP)

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

2. Diagnosis Banding

(-)

Page 11: PRESCIL PPOK (1)

E. PLANNING

1. Diagnosis Kerja

Community Acquired Pneumonia (CAP)

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

2. Terapi

a. Farmakologi

1) O2 5 lpm NK

2) IVFD Asering/8 jam

3) Drip aminofilin 1 amp/8 jam

4) Nebulizer ventolin + flexotid 3x sehari

5) Inj. Ceftriaxon 1x2 gr (tes)

6) Inj. Ranitidin 2x1 amp

7) Terasma 3x1 cth

8) Seritide 2x100

9) Spiriva 1x1

b. Non farmakologi

1) Edukasi pasien dan keluarga tentang CAP dan PPOK. Serta

edukasi mengenai cara dan waktu pemakaian obat.

2) Makan makanan yang bergizi untuk meningkatkan daya tahan

tubuh, serta diberikan vitamin tambahan.

3) Edukasi tentang kebersihan lingkungan rumah, seperti buka

ventilasi sesering mungkin agar sinar matahari dan udara masuk,

serta tidak melakukan aktivitas yang terlalu melelahkan yang dapat

memacu serangan memicu terjadinya CAP.

4) Edukasi mengenai faktor penyebab PPOK, yakni pajanan rokok

saat di rumah, serta menghentikan kebiasaan merokok.

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan spirometri

Page 12: PRESCIL PPOK (1)

4. Monitoring dan Evaluasi

a. Keadaan umum dan kesadaran (per hari)

b. Tanda vital (per hari)

c. Evaluasi klinis

1) Pasien dievaluasi perkembangannya tiap hari, terutama mengenai

keluhan utamanya yang berupa sesak sehingga didapatkan PPOK

stabil.

2) Evaluasi gejala, spirometrik, risiko eksaserbasi, dan komorbiditas.

3) Evaluasi tingkat keparahan penyakit dan respon terhadap terapi

menurut penilaian risiko eksaserbasi dan gejala.

F. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

Page 13: PRESCIL PPOK (1)

II. PEMBAHASAN

A. Penegakan Diagnosis

a. Anamnesis

1) Keluhan utama : Sesak napas memberat sejak 5 jam sebelum masuk

Rumah Sakit.

Sesak napas pada pasien bersifat progresif. Awalnya pasien merasa

sesak napas bila kelelahan. Namun, lama kelamaan pasien merasa

sesak napas saat melakukan aktivitas sehari-hari.

2) RPS

a) Onset : 5 jam sebelum masuk Rumah Sakit.

b) Kualitas : Sesak napas disertai bunyi “ngik-

ngik” semakin memberat dan mengganggu aktivitas pasien.

c) Kuantitas : terus menerus, sepanjang hari

d) Faktor memperberat : kelelahan, aktivitas

e) Faktor memperingan : istirahat

f) Gejala penyerta

- Batuk berdahak dengan perubahan warna dahak

- Demam

Berdasarkan informasi di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

pertimbangan untuk menegakan diagnosis PPOK, yaitu sesak napas

yang sifatnya progresif, bertambah berat ketika aktifitas berlebih,

menetap sepanjang hari, dan disertai dengan bunyi “ngik-ngik”. Serta

CAP (Community Acquired Pneumonia) ditandai dengan adanya

demam sebelum masuk ke rumah sakit, batu yang disertai dahak yang

berubah warna dari putih menjadi hijau.

3) RPD

Memiliki riwayat keluhan yang sama sebelumnya sejak tahun 2013.

4) Riwayat penyakit keluarga

Keluarga tidak ada yang memiliki keluhan yang serupa dengan

keluhan pasien.

Page 14: PRESCIL PPOK (1)

5) Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien tinggal di pemukiman padat penduduk. Pasien merupakan

seorang perokok aktif sejak usia 25 tahun dan berhenti merokok 4

tahun SMRS. Anak pasien merupakan perokok aktif, dan sering

merokok di dalam rumah. Selain itu, dapur pasien sekitar 10 tahun

yang lalu menggunakan kayu bakar yang ada di dalam rumah.

Riwayat merokok merupakan faktor resiko yang paling banyak

ditemui pada pasien penderita PPOK. Asap rokok ,memiliki

prevalensi yang tinggi sebagai penyebab gejala respirasi dan gangguan

fungsi paru. Inhalasi asap rokok menyebabkan inflamasi di saluran

napas dan paru. Respon inflamasi ini menyebabkan obstruksi jalan

napas. Obstruksi jalan napas perifer menyebabkan udara terperangkap

dan hiperinflasi. Hiperinflasi mengurangi kapasitas inspirasi yang

terlihat sebagai sesak napas

b. Pemeriksaan Fisik

1) Vital sign

a. Tekanan darah : 120/90 mmHg

b. Nadi : 96 x/menit

c. RR : 28 x/menit

d. Suhu : 36,5°C

2) Pemeriksaan fisik paru didapatkan suara ronkhi dan juga wheezing

yang diakibatkan oleh obstruksi jalan napas.

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan darah lengkap : dalam batas normal

Pemeriksaan rontgen thorax : terdapat gambaran bronkopneumonia.

B. Tindak Lanjut Penanganan Pasien

Penghentian kebiasaan merokok mempunyai pengaruh yang sangat

besar untuk mempengaruhi riwayat dari PPOK. Konseling dengan seorang

dokter secara signifikan meningkatkan angka berhenti merokok, terapi

Page 15: PRESCIL PPOK (1)

penggantian nikotin (konsumsi permen karet, inhakler, patch transderma,

tabler sublingual atau lozenge) (GOLD, 2011).

Terapi farmakologi digunakan untuk mengurangi gejala,

mengurangi frekuensi dan keparahan eksaserbasi, meningkatkan status

kesehatan dan toleransi beraktivitas. PPOK mendapatkan terapi

bronkodilator tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator.

Bronkodilator adalah obat pilihan pertama untuk menangani gejala PPOK,

terapi inhalasi lebih dipilih dan bronkodilator diresepkan sebagai

pencegahan/ mengurangi gejala yang akan timbul dari PPOK.

Bronkodilator inhalasi kerja lama lebih efektif dalam menangani gejala

daripada bronkodilator kerja cepat. Bentuk obat utama adalah inhalasi,

sedangkan nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.

Pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat berefek panjang

(long acting) digunakan pada kasus PPOK derajat berat. Macam - macam

bronkodilator (GOLD, 2011;PDPI, 2003):

a) Golongan antikolinergik

Golongan ini dipakai pada derajat ringan sampai berat, selain

sebagai bronkodilator juga berfungsi sebagai pengurang sekresi lendir

(maksimal 4 kali perhari). Efek samping obat antikolinergik adalah

mengentalkan dahak, takikardi, mulut kering, obstipasi, sukar berkemih,

dan penglihatan buram akibat gangguan akomodasi. Penggunaanya

sebagai inhalasi meringankan efek samping. Contoh antikolinergik adalah

ipratropium bromide, oxitropium bromide, triotropium.

b) Golongan agonis beta -2 (adrenergik)

Bentuk inhaler dari agonis beta-2 (adrenergik) digunakan untuk

mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor

timbulnya eksaserbasi. Apabila sebagai obat pemeliharaan sebaiknya

digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Nebulizer dapat digunakan

untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan

jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi

eksaserbasi berat. Contoh golongan agonis beta 2 (adrenergik) short acting

adalah femoterol, levalbuterol, salbutamol, terbutaline. Sedangkan untuk

Page 16: PRESCIL PPOK (1)

long acting adalah formoterol, arformoterol, indocaterol, salmeterol,

telobuterol. Agonis β-2 kerja singkat baik yang dipakai secara reguler

maupun saat diperlukan (as needed) dapat memperbaiki FEV1 dan gejala,

walaupun pemakaian pada PPOK tidak dianjurkan apabila dengan dosis

tinggi. Agonis β-2 kerja lama, durasi kerja sekitar 12 jam atau lebih. Saat

ini yang tersedia adalah formoterol dan salmeterol. Obat ini dipakai

sebagai ganti agonis β-2 kerja cepat apabila pemakaiannya memerlukan

dosis tinggi atau dipakai dalam jangka waktu lama. Efek obat ini dapat

memperbaiki FEV1 dan volume paru, mengurangi sesak napas,

memperbaiki kualitas hidup dan menurunkan kejadia eksaserbasi, akan

tetapi tidak dapat mempengaruhi mortaliti dan besar penurunan faal paru.

Agonis β-2 dengan durasi kerja 24 jam , preparat yang ada adalah

indacaterol

c) Golongan Xantin

Golongan ini digunakan sebagai pengobatan pemeliharaan jangka

panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Contoh obat yang

termasuk golongan ini adalah aminofilin dan teofilin. Bentuk tablet biasa

atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus

atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang

diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.

d) Kombinasi antikolinergik dan agonis beta-2

Kedua obat mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu

penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.

Contoh obat kombinasi dalam satu inhaler adalah fernoterol dengan

ipratropium dan salbutamol dengan ipratropium.

Pengobatan lain

Obat tambahan yang dapat diberikan dengan indikasi tertentu pada

pasien PPOK yaitu antiinflamasi. Obat antiinflamasi digunakan bila terjadi

eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, yang berfungsi

menekan inflamasi yang terjadi, pada PPOK dipilih golongan

metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka

Page 17: PRESCIL PPOK (1)

panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat

perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250

mg. Obat antiinflamasi diberikan apabila terjadi eksaserbasi akut yang

berfungsi untuk menekan peradangan yang terjadi. Antibiotik tidak

dianjurkan pada PPOK kecuali untuk perawatan eksaserbasi infeksius dan

infeksi bakteri lain. Mukolitik digunakan jika dahak terlalu kental,

sedangkan antitusif digunakan bila batuk sangat sering dan tidak berdahak.

Edukasi yang dapat diberikan pada pasien PPOK berdasarkan

derajatnya adalah:

Ringan

1) Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel

2) Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus,

antara lain berhenti merokok

3) Segera berobat bila timbul gejala

Sedang

1) Menggunakan obat dengan tepat

2) Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini

3) Program latihan fisik dan pernapasan

Berat

1) Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi

2) Penyesuaian aktivitas dengan keterbatasan

3) Penggunaan oksigen di rumah

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk membedakan asma dan

PPOK adalah pemeriksaan spirometri, pemeriksaan kapasitas difusi (DLCO),

analisis gas darah dan pemeriksaan lain seperti uji reaktivitas/alergi.

Pemeriksaan spirometri digunakan untuk menilai fungsi paru dalam proses

pernapasan. Parameter penilaian spirometri yang digunakan untuk menilai

derajat berat asma dan/atau PPOK adalah arus puncak ekspirasi/APE (peak

flow rate, PFR), volume ekspirasi paksa detik pertama/VEP1 (forced

expiratory volume of first second, FEV1), kapasitas vital paksa/KVP (forced

Page 18: PRESCIL PPOK (1)

vital capacity, FVC) dan arus ekspirasi paksa/AEP (forced expiratory flow,

FEF25-75%). Peningkatan VEP1 sebesar 12% atau 200 mL setelah diberikan

inhalasi bronkodilator menunjukkan suatu reversibilitas yang merupakan

karakteristik asma dan tidak khas ditemukan pada PPOK. Karakteristik

parameter lain yang khas adalah penurunan FEF25-75% lebih tinggi pada

PPOK dibandingkan asma. Analisis gas darah terutama ditemukan

peningkatan tekanan parsial karbondioksida (pCO2) dan penurunan tekanan

parsial oksigen (pCO2) serta saturasi oksigen akibat hipoksia menahun pada

PPOK (Sin BA, 2006; Tzortzaki, 2011)

Tabel 2.1. Penatalaksanaan PPOK (PDPI, 2010)

Page 19: PRESCIL PPOK (1)

Gambar 2.1. Algoritma PPOK (PDPI, 2011)

Diet pada pasien PPOK:

Nutrisi pasien PPOK harus dipertimbangkan. Malnutrisi sering terjadi

pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja

muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni

menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Malnutrisi dapat dievaluasi dengan

mengukur berat badan, kadar albumin darah, antopometri, kekuatan otot dan hasil

metabolisme. Malnutrisi dapat diatasi dengan pemberian diit kalori yang

seimbang, yaitu antara kalori yang masuk dan keluar, bila perlu nutrisi dapat

Page 20: PRESCIL PPOK (1)

diberikan terus menerus atau nocturnal feedings, menggunakan pipa nasogaster.

Komposisi nutrisi berimbang pada psien PPOK dapat berupa tinggi lemak rendah

karbohidrat. Pemberian karbohidrat yang berlebih menimbulkan penumpukan

CO2 sebagai hasil metabolisme karbohidrat. Hal ini menambah keparahan PPOK

karena pada pasien PPOK terdapat kesulitan untuk mengeluarkan CO2.

Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi

semenit konsumsi oksigen dan respon ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni.

Ganguan elektrolit seperti hipofosfatemi, hiperkalemi, hipokalsemi dan

hipomagnesemi kerap terjadi. Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma.

Dianjurkan pemberian komposisi berimbang, porsi kecil tapi sering (PDPI, 2006).

Page 21: PRESCIL PPOK (1)
Page 22: PRESCIL PPOK (1)

Gambar 2.1 Diet pada Pasien PPOK

(Sumber: Anthony, 2009)

Page 23: PRESCIL PPOK (1)

III. KESIMPULAN

1. PPOK merupakan penyakit paru kronik yang dapat dicegah dan ditanggulangi

ditandai dengan adanya hambatan aliran udara pada saluran nafas yang

bersifat progresif nonreversible atau reversible parsial.

2. PPOK biasanya progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi

abnormal paru terhadap partikel berbahaya atau gas beracun disertai efek

ekstra paru yang berkontribusi terhadap tingkat keparahan penyakit.

3. Gejala utama PPOK adalah sesak nafas yang memberat saat aktivitas, batuk

dan prosuksi sputum.

4. Penegakan diagnosis PPOK didasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang faal paru dengan spirometri.

5. Pengobatan utama menggunakan bronkodilator.

Page 24: PRESCIL PPOK (1)

DAFTAR PUSTAKA

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. 2011. Pocket to COPD Diagnosis, Management, and Prevention.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronik, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006. Penyakit Paru Obstruktif Kronik, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011. Penyakit Paru Obstruktif Kronik, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI.

Sin BA, Akkoca Ö, Saryal S, Öner F, Mısırlıgil Z. 2006. Differences between asthma and COPD in the elderly. J Investig Allergol Clin Immunol.;16(1):44-50.

Tzortzaki EG, Proklou A, Siafakas NM. 2011. Asthma in the elderly: can we distinguish it from COPD? Journal of Allergy.;2011:843543 – 9.