Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh DD MDR (1)

54
PRESENTASI KASUS CAP DAN TB PARU BTA (+) LESI LUAS KASUS KAMBUH DD MDR Diajukan kepada : dr. Indah Rahmawati, Sp.P Disusun oleh : Rizka Khairiza G4A014072 Elena Wandantyas G4A014073 Hesti Putri Anggraeni G4A014089 Zafir Jehan Andika G4A014091 Indrasti Banjaransari G4A014092

description

tb

Transcript of Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh DD MDR (1)

Page 1: Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh  DD MDR (1)

PRESENTASI KASUS

CAP DAN TB PARU BTA (+) LESI LUAS KASUS KAMBUH DD MDR

Diajukan kepada :

dr. Indah Rahmawati, Sp.P

Disusun oleh :

Rizka Khairiza G4A014072

Elena Wandantyas G4A014073

Hesti Putri Anggraeni G4A014089

Zafir Jehan Andika G4A014091

Indrasti Banjaransari G4A014092

SMF ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO

PURWOKERTO

2015

Page 2: Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh  DD MDR (1)

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

TB PARU BTA (+) LESI LUAS KASUS KAMBUH DD MDR

Disusun oleh :

Rizka Khairiza G4A014072

Elena Wandantyas G4A014073

Hesti Putri Anggraeni G4A014089

Zafir Jehan Andika G4A014091

Indrasti Banjaransari G4A014092

Telah dipresentasikan pada

Tanggal, Juli 2015

Pembimbing,

dr. Indah Rahmawati, Sp.P

2

Page 3: Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh  DD MDR (1)

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn. A

Usia : 44 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Status : Menikah

Agama : Islam

Pekerjaan : Pegawai Swasta

Alamat : Kebanggan RT 01/4. Sumbang, Kab.Banyumas,

Prov. Jawa Tengah

Tanggal masuk : 20Juli 2015

Tanggal periksa : 23 Juli 2015

No. CM : 00955662

II. SUBJEKTIF

1. Keluhan Utama

Batuk berdahak

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan batuk berdahak yang dirasakan

pasien makin memberat sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit.

Keluhan dirasakan semakin memberat, batuk berdahak dirasakan terus

menerus setiap hari dan sangat mengganggu aktivitas, dahak bewarna

putih. Batuk semakin bertambah berat pada pagi hari dan saat

beraktivitas, batuk membaik saat pasien beristirahat atau berbaring.

Saat batuk terdengar bunyi ronkhi.

Selain batuk berdahak, pasien mengeluhkan sesak nafas, keringat

dimalam hari, nafsu makan menurun, berat badan menurun 10kg dalam

kurun waktu 2 bulan terakhir, demam, dan bibir sering pecah-pecah.

Dua bulan sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan batuk

berdahakmaka pasien memutuskan untuk minum obat batuk yang di

3

Page 4: Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh  DD MDR (1)

beli di apotik.Setelah meminum obat keluhan dirasakan tidak membaik

melainkan semakin memberat, akhirnya pasien dibawa ke RSMS pada

hari Senin tanggal 20Juli 2015.

Pasien mengakuipernah di diagnosis TB Paru dengan BTA(+) dan

mengkonsumsi OAT sekitar tahun 2005 disalah satu RSU di Jakarta,

pengobatan di jalani hingga tuntas.

Riwayat Penyakit Dahulu

a. Riwayat keluhan serupa : diakui (sekitar tahun 2005)

b. Riwayat mondok : disangkal

c. Riwayat OAT : diakui (Sekitar tahun 2005)

d. Riwayat hipertensi : disangkal

e. Riwayat kencing manis : disangkal

f. Riwayat asma : disangkal

g. Riwayat alergi : disangkal

3. Riwayat Penyakit Keluarga

a. Riwayat keluhan serupa : disangkal

b. Riwayat hipertensi : disangkal

c. Riwayat kencing manis : disangkal

d. Riwayat asma : disangkal

e. Riwayat alergi : disangkal

4. Riwayat Sosial Ekonomi

a. Community

Sebelum sakit pasien bekerja di Jakarta sebagai Pegawai Swasta.

Pasien termasuk orang yang tekun dan giat dengan pekerjaannya.

Pasien pulang tidak menentu, terkadang pasien pulang satu bulan

sekali. Pasien memperhatikan teman atau tetangga pasien di

Jakartaada keluhan yang sama. Anak pertama pasien mengalami

keluhan yang sama dengan pasien. Hubungan antara pasien dengan

tetangga dan keluarga dekat baik.

b. Home

Lantai rumah beralaskan keramik, dan ada beberapa buah jendela

serta ventilasi yang kadang-kadang dibuka.Rumah pasien terdiri

4

Page 5: Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh  DD MDR (1)

dari 4 kamar tidur, satu ruang tamu, satu ruang keluarga, satu dapur,

dan dua kamar mandi, sumber air berasal dari PDAM.Pencahayaan

rumah pasien berasal dari lampu dan sinar matahari yang cukup.

c. Occupational

Pasien bekerja di perusahaan swasta dengan penghasilan

cukup.Pembiayaan rumah sakit ditanggung oleh sendiri.Pembiayaan

kebutuhan sehari-hari dibiayai oleh pasien sendiri.

d. Personal habit

Pasien mengaku makan sehari 2-3 kali sehari, dengan nasi, sayur

dan lauk pauk yang cukup.Pasien mengaku dulu pernah

merokok,pasien mengaku tidak pernah mengkonsumsi alkohol,

ataupun mengkonsumsi obat-obatan terlarang.

III. OBJEKTIF

1. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum :Sedang

b. Kesadaran : Composmentis, GCS E4M6V5 (15)

c. BB : 49 kg

d. TB : 160 cm

e. IMT : 23,43 (Normal)

f. Vital sign

- Tekanan Darah : 100/70 mmHg

- Nadi : 80x/menit

- RR : 24 x/menit

- Suhu : 37,5oC

d. Status Generalis

1) Kepala

- Bentuk : Mesochepal, simetris, venektasi temporal (-)

- Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut,

distribusimerata, tidak rontok

2) Mata

5

Page 6: Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh  DD MDR (1)

- Palpebra : edema (-/-) ptosis (-/-)

- Konjungtiva : anemis (-/-)

- Sclera : ikterik (-/-)

- Pupil : reflek cahaya (+/+) normal,isokor Ø

3 mm

3) Telinga

- otore (-/-)

- deformitas (-/-)

- nyeri tekan (-/-)

- discharge (-/-)

4) Hidung

- nafas cuping hidung (-/-)

- deformitas (-/-)

- discharge (-/-)

- rinorhea (-/-)

5) Mulut

- bibir sianosis (-)

- bibir kering (+ )

- lidah kotor (-)

6) Leher

- Trakhea : deviasi trakhea (-/-)

- Kelenjar lymphoid : tidak membesar, nyeri (-)

- Kelenjar thyroid : tidak membesar

- JVP : nampak,tidak kuat angkat

7) Dada

a) Paru

- Inspeksi : Bentuk dada simetris,ketinggalan gerak(-)

Jejas (-)

Retraksi suprasternalis (-)

Retraksi intercostalis (-)

Retraksi epigastrik (-)

- Palpasi : Vocal fremitus kanan =kiri

6

Page 7: Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh  DD MDR (1)

Ketinggalan gerak (-)

- Perkusi : Hipersonor pada kedua lapang paru

Batas paru – hepar di SIC V LMCD

- Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-)

Ronki basah kasar (+/+), ronki basah halus

(-/-)

b) Jantung

- Inspeksi : Ictus cordis nampak pada SIC V 2 jari medial

LMCS

- Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V 2 jari

medialLMCS,tidak kuat angkat

- Perkusi : Batas jantung kanan atas di SIC II LPSD

Batas jantung kiri atas di SIC II LPSS

Batas jantung kanan bawah di SIC IV LPSD

Batas jantung kiri bawah di SIC V 2 jari

medial LMCS

- Auskultasi : S1>S2, reguler, murmur (-), gallops (-)

8) Abdomen

- Inspeksi : datar

- Auskultasi : bising usus (+) normal

- Perkusi : timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-), nyeri

ketok costovertebrae (-)

- Palpasi : supel, nyeri tekan (-), undulasi (-)

- Hepar : tidak teraba

- Lien : tidak teraba

9) Ekstrimitas

- Superior : edema (-/-), sianosis (-/-)

- Inferior : edema (-/-), sianosis (-/-)

7

Page 8: Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh  DD MDR (1)

2. Pemeriksaan penunjang

a. Laboratorium darah 20Juli 2015

Hb : 10,8 gr/dl L Normal : 14 – 18 gr/dl

Leukosit : 17.410 /ul H Normal : 4.800 – 10.800/ul

Hematokrit : 32 % L Normal : 42 % - 52 %

Eritrosit : 4,0 juta/ul L Normal : 4,7 – 6,1 juta/ul

Trombosit : 478.000/ul H Normal: 150.000 - 450.000/ul

MCV : 73,4 fL N Normal : 79 - 99 fL

MCH : 27,1 pg N Normal : 27 - 31 pg

MCHC : 34,2 gr/dl N Normal : 33 – 37gr/dl

RDW : 15,0 % H Normal : 11,5 - 14.5 %

MPV : 8,2fL N Normal : 7,2 - 11,1 fL

Hitung Jenis

Eosinofil : 0,1% L Normal : 2 – 4 %

Basofil : 0,2 % N Normal : 0 – 1 %

Batang : 0,9 % L Normal : 2 – 5 %

Segmen : 82,0 % H Normal : 40 – 70%

Limfosit : 8,1% L Normal : 25 - 40%

Monosit : 8,7% H Normal : 2 – 8 %

Kimia Klinik 22 Juli 2015

SGOT : 43 H Normal: 15-37 u/L

SGPT : 33 N Normal: 30-65 u/L

Ureum : 16,3 H Normal : 14,98-38,52 mg/dl

Kreatinin : 1,12 L Normal: 0,8-1,3 mg/dl

Asam urat : 3,8 N Normal: 3,5-7,2 mg/dl

GDS : 105 N Normal : < 200 mg/dl

Mikrobiologi

Pewarnaan ZN 1X

BTA I : Negatif

8

Page 9: Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh  DD MDR (1)

Epitel : Positif

Leukosit :Positif

Pewarnaan ZN 2X

BTA II : 3+ (positif 3)

Epitel : Positif

Leukosit :Positif

Pewarnaan ZN 3X

BTA III : 3+ (Positif 3)

Epitel : Positif

Leukosit : Positif

b. Foto thoraks

Foto Thorax 22 Juli 2015 di RSMS

9

Page 10: Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh  DD MDR (1)

Hasil pemeriksaan Foto Thorax

Cor : Bentuk dan Letak normal

Pulmo : Corakan vaskuler meningkat

Tampak bercak pada lapangan atas, tengah paru kanan kiri

disertai fibrotic line pada lapangan tengah paru kanan

Tampak pula konsolidasi dengan air bronkogram pada lapangan

tengah, bawah paru kiri

Hemidiafragma kanan setinggi kosta 9 posterior

Sinus kontofrenikus kanan kiri lancip

Kesan:

Bentuk dan letak jantung normal

Gambaran pneumonia underlying TB

IV. ASSESSMENT

Diagnosis Klinis:

1. CAP

2. TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh dd MDR

3. Anemia

V. PLANNING

1. Diagosis

a. Cek kultur resistensi sputum Mycobacterium Tuberculosisuntuk

mengetahui MDR atau tidak

b. Konsul VCT

2. Terapi

a. Farmakologi

1) Oksigen 4 lpm (nasal kanul)

2) IVFD RL 20 tpm

3) Inj. Ceftriaxon 1x2 gram (IV)

4) Inj. Ranitidin2x1 amp (IV)

5) Po. Ambroxol 3x1 Tab

6) Po. Pamol 3x1 Tab (k/p)

10

Page 11: Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh  DD MDR (1)

7) Po. Azitromicin 1x500mg

8) Po. Metilprednisolon 62,5mg/12 jam

9) 4 FDC 1x III

10) Po. Streptomicin 1x750 mg

b. Non Farmakologi

1) Edukasi pasien dan keluarga pasien mengenaipenyebab,

penularan, pengobatan, efek samping obat dan komplikasi dari

penyakit TB.

2) Edukasi mengenai kebersihan lingkungan rumah, seperti buka

ventilasi setiap hari agar sinar matahari dan udara masuk juga

edukasi untuk selalu membersihkan rumahnya dan edukasi agar

pasien menutup mulut apabila batuk ataumenggunakan masker,

tidak mambuang dahak sembarangan lagi.

3) Makan makanan yang bergizi

4) Screening pada anggota keluarga yang lain apabila ada yang

mengalami gejala yang sama terutama anak kecil dan untuk

tindakan pencegahan juga pengobatan lebih awal jika keluarga

lain sudah tertular.

3. Monitoring

a. Keadaan umum dan kesadaran

b. Tanda vital

c. Evaluasi klinis

- Pasien dievaluasi setiap 2 minggu sampai akhir bulan kedua

pengobatan, selanjutnya tiap 1 bulan mulai bulan ketiga.

- Evaluasi respon pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat

serta ada tidaknya komplikasi

- Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisik

d. Evaluasi radiologi

- Sebelum pengobatan

- Pada akhir pengobatan

e. Evaluasi efek samping

- Periksa fungsi hati (SGOT, SGPT, bilirubin)

11

Page 12: Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh  DD MDR (1)

- Periksa fungsi ginjal (ureum, kreatinin)

- Periksa GDS, G2PP, asam urat

- Pemeriksaan visus

- Pemeriksaan keseimbangan dan pendengaran

f. Evaluasi keteraturan obat

4. Prognosis

Keberhasilan kesembuhan penyakit tuberkulosis tergantung pada:

a. Kepatuhan minum obat

b. Komunikasi dan edukasi serta pengawasan minum obat

c. Umur penderita

d. Penyakit yang menyertai

e. Resistensi obat

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad malam

Ad sanationam : dubia ad malam

12

Page 13: Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh  DD MDR (1)

13

Page 14: Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh  DD MDR (1)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Penegakan Diagnosis

1. Community Acquired Pneumonia

Pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang

disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit).

Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak

termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh non

mikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan

dan lain-lain) disebut pneumonitis (Misnadiarly, 2008). Pneumonia

komuniti adalah pneumonia yang didapat di masyarakat. Diagnosis

pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala klinis

pemeriksaan fisis, foto toraks dan labolatorium. Diagnosis pasti

pneumonia komuniti ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat

baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah

ini (PDPI, 2011):

a. Batuk-batuk bertambah

b. Perubahan karakteristik dahak / purulent

c. Suhu tubuh > 38oC (aksila) / riwayat demam

d. Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas

bronkial dan ronki

e. Leukosit > 10.000 atau < 4500

Pada pasien Tn. A diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

a. Anamnesis : batuk berdahak berwarna putih yang semakin

bertambah, dahak dirasakan semakin banyak, riwayat demam.

b. Pemeriksaan fisik : hipersonor pada kedua lapang paru, pada

auskulatasi terdengar suara tambahan yaitu ronki basah kasar

parahiler (+/+)

c. Pemeriksaan penunjang: hasil pemeriksaan darah lengkap ditemukan

adanya leukositosis

14

Page 15: Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh  DD MDR (1)

2. TB Paru Lesi Luas Kasus Kambuh DD MDR

a. Anamnesis

1) Keluhan utama: batuk berdahak sejak dua bulan sebelum masuk

rumah sakit.

2) Gejala penyerta: sering berkeringat di malam hari, nafsu makan

menurun, berat badan menurun 10 kg dalam kurun waktu 2

bulan terakhir, bibir sering pecah – pecah, serta adanya riwayat

sering demam.

3) Pasien sebelumnya pernah memiliki keluhan yang sama dan

pasien telah menjalani pengobatan OAT selama 6 bulan dan

dinyatakan sembuh.

4) Anak pertama pasien mengalami keluhan yang sama dan sedang

menjalani pengobatan OAT.

5) Pasien mengakui dulu pernah merokok tetapi sekarang sudah

berhenti.

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan paru ditemukan hipersonor pada kedua lapang paru,

pada auskultasi paru terdapat suara tambahan yaitu terdengar ronki

basah kasar parahiler (+/+)

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan mikrobiologi tanggal 22 Juli 2015 (BTA) 3 kali

didapatkan hasil -/+3/+3.

Foto thoraks AP tanggal 22 Juli 2015

Pulmo: corakan vaskuler meningkat, tampak bercak pada lapangan

atas, tengah paru kanan kiri disertai fibrotic line pada lapangan

tengah paru kanan. Tampak pula konsolidasi dengan air bronkogram

pada lapangan tengah, bawah paru kiri menunjukkan gambaran

pneumonia underlying TB.

15

Page 16: Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh  DD MDR (1)

B. Tindak Lanjut Penanganan Pasien

1. Community Acquired Pneumonia

Penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila

keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di rumah.

Penderita pneumonia berat yang datang ke IGD diobservasi tingkat

kegawatannya, bila dapat distabilkan maka penderita dirawat inap di

ruang rawat biasa; bila terjadi respiratory distress maka penderita

dirawat di Ruang Rawat Intensif. Juga diperhatikan ada tidaknya faktor

modifikasi yaitu keadaan yang dapat meningkatkan risiko infeksi dengan

mikroorganisme patogen yang spesifik misalnya S. pneumoniae yang

resisten penisilin. Yang termasuk dalam faktor modifikasis adalah (PDPI,

2003):

a. Pneumokokus resisten terhadap penisilin

1) Umur lebih dari 65 tahun

2) Memakai obat-obat golongan P laktam selama tiga bulan

terakhir

3) Pecandu alcohol

4) Penyakit gangguan kekebalan

5) Penyakit penyerta yang multiple

b. Bakteri enterik Gram negatif

1) Penghuni rumah jompo

2) Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru

3) Mempunyai kelainan penyakit yang multiple

4) Riwayat pengobatan antibiotik

c. Pseudomonas aeruginosa

1) Bronkiektasis

2) Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari

3) Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir

4) Gizi kurang

Penatalaksanaan pneumonia komuniti dibagi menjadi :

a. Penderita rawat jalan

1) Pengobatan suportif / simptomatik

16

Page 17: Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh  DD MDR (1)

2) Istirahat di tempat tidur

3) Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi

4) Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun

panas

5) Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran

6) Pemberian antiblotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari

8 jam

b. Penderita rawat inap di ruang rawat biasa

1) Pengobatan suportif / simptomatik

2) Pemberian terapi oksigen

3) Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan

elektrolit

4) Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik

5) Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang

dari 8 jam

c. Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif

1) Pengobatan suportif / simptomatik

2) Pemberian terapi oksigen

3) Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan

elektrolit Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik,

mukolitik

4) Pengobatan antibiotik (sesuai bagan.) kurang dari 8 jam

5) Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik

17

Page 18: Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh  DD MDR (1)

Tabel 1. Penatalaksanaan CAP (PDPI, 2003)

Bila dengan pengobatan secara empiris tidak ada perbaikan / memburuk

maka pengobatan disesuaikan dengan bakteri penyebab dan uji

sensitiviti.

2. TB Paru Lesi Luas Kasus Kambuh DD MDR

Prinsip pengobatan TB yaitu :

a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat

dengan jumlah cukup dan dosis yang tepat sesuai dengan kategori

pemberian

b. Harus dilakukan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat

(PMO) untuk menjamin agar pasien patuh menelan obat.

18

Page 19: Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh  DD MDR (1)

c. Pengobatan dilakukan dalam 2 tahap, intensif dan lanjutan. Tahap

intensif bertujuan untuk mencegah resistensi obat dan mencegah

penularan. Sedangkan pada tahap lanjutan bertujuan untuk mencegah

kekambuhan, karena itu obat yang diberikan lebih sedikit

dibandingkan pada tahap intensif.

Pada pasien ini adalah kasus kambuh karena pasien sudah pernah

diobati dengan OAT selama 6 bulan, sehingga diberikan OAT kategori

II. OAT kategori II, diberikan untuk pasien dengan:

a. Pasien kambuh

b. Pasien gagal

c. Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Tabel 2. Panduan OAT FDC kategori II

19

Page 20: Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh  DD MDR (1)

Tabel 3. Panduan OAT Kombipak kategori II

Catatan:

1. Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk

streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.

2. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.

3. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambah

aquabidest sebanyak 3,7 ml sehingga menjadi 4 ml (1 ml = 250mg).

Pasien ini memiliki berat badan 49 kg, sehingga OAT yang

diberikan adalah OAT 4FDC kategori II tahap intensif yang diminum

setiap hari sebanyak 3 tablet sekali minum dan injeksi streptomisin 750

mg selama 56 hari. Kemudian dilanjutkan sisipan dengan 3 tablet OAT

4FDC saja untuk 28 hari selanjutnya. Jika setelah sisipan BTA masih (+)

atau foto thorax tidak ada perubahan atau memburuk, tahap lanjutan tetap

diberikan yaitu 3 tablet 2FDC ditambah 3 tablet etambutol. Jika

memungkinkan, dilakukan tes kultur, tes resistensi atau rujuk ke layanan

TB MDR.

Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan

rentang dosis yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang

efektif atau masih termasuk dalam batas dosis terapi dan non toksik.

Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut,

bila mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit /

dokter spesialis paru / fasilitas yang mampu menanganinya.

20

Page 21: Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh  DD MDR (1)

Efek samping obat :

1. Isoniazid (INH)

Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan

tanpa efek samping.Namun sebagian kecil dapat mengalami efek

samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek

samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.

Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek

samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka

pemberian OAT dapat dilanjutkan.

2. Rifampisin

Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan

pengobatan simptomatis ialah :

a) Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang

b) Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan,

muntah kadang-kadang diare

c) Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan

Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :

a. Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT

harus distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada

keadaan khusus

b. Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal.

Bila salah satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera

dihentikan dan jangan diberikan lagi walaupun gejalanya telah

menghilang

c. Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas

Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni,

keringat, air mata dan air liur. Warna merah tersebut terjadi karena

proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus

diberitahukan kepada pasien agar mereka mengerti dan tidak perlu

khawatir.

21

Page 22: Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh  DD MDR (1)

3. Pirazinamid

Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat

(penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri

sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang dapat

menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan

disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat.

Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi

kulit yang lain.

4. Etambutol

Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa

berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan

hijau.Meskipun demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada

dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg

BB perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu.

Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu

setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada

anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi.

5. Streptomisin

Efek samping utama adalah kerusakan syaraf VIII yang

berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek

samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis

yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan meningkat

pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek

samping yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan

kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat

segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan

diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan

menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli).

Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang

timbul tiba-tiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit.

Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti

kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi

22

Page 23: Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh  DD MDR (1)

segera setelah suntikan.Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat

dikurangi 0,25gr. Streptomisin dapat menembus sawar plasenta

sehingga tidak boleh diberikan pada perempuan hamil sebab dapat

merusak syaraf pendengaran janin.

Terdapat beberapa faktor yang sangat penting dalam

mengevaluasi kemungkinan hasil dari TB. Semakin muda usia, semakin

besar bahaya penyebaran hematogeneous penyakit. Semakin lama durasi

semakin besar kemungkinan komplikasi seperti tuberkulosis

endobronkial, tuberkulosis milier, tuberculosis meningitis, dan lain-lain.

Semakin besar ukuran fokus paru dan kelenjar mediastinal, terutama

kelenjar paratrakeal, semakin besar kemungkinan prognosis yang buruk.

Gizi buruk terutama dalam derajat parah (kwashiorkor dan marasmus)

dapat memperparah TB. Keparahan,perluasan dan prognosis buruk dapat

juga dipicu oleh infeksi kambuhan, terutama campak, batuk rejan, infeksi

saluran pernapasan kronis, tindakan pembedahan dan terapi steroid

(Himayatnagar, 2009).

Pengawas Minum Obat (PMO) merupakan kunci dari

keberhasilan DOTS tersebut. PMO memiliki beberapa tugas penting

yaitu:

a. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai

selesai pengobatan (6-9 bulan)

b. Memberi dorongan dan semangat kepada pasien

c. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang

telah ditentukan ataupun bila terdapat indikasi lain

d. Memberi penyuluhan kepada pasien & keluarga pasien mengenai

penyakit TB dan mengawasi keluarga pasien yang mempunyai

gejala-gejala mencurigakan TB agar melakukan pemeriksaan.

Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan

kepada pasien dan keluarganya:

a. TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur.

b. TB bukan penyakit keturunan atau kutukan.

23

Page 24: Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh  DD MDR (1)

c. Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara

pencegahannya.

d. Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan).

e. Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur.

f. Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera

meminta pertolongan ke pelayanan kesehatan.

Deteksi dini melalui screening terhadap orang yang beresiko tertular juga penting

dilakukan. Kemungkinan penularan bakteri tuberkulosis lebih cepat dengan

keadaan rumah yang mendukung seperti lembab, matahari tidak masuk, ventilasi

yang tidak memadai. Kemungkinan penularan pada keluarga pasien sangat besar

sehingga perlu dilakukan skrining TB paru terhadap keluarga pasien yang tinggal

serumah dan kontak erat dengan pasien.

TB MDR (MULTI DRUG RESISTANCE)

Definisi

Resistensi ganda adalah M. tuberkulosis yang resisten minimal terhadap

rifampisin dan INH dengan atau tanpa OAT lainnya.Rifampisin dan INH

merupakan 2 obat yang sangat penting pada pengobatan TB yang diterapkan pada

strategi DOTS. Secara umum resitensi terhadap obat anti tuberkulosis dibagi

menjadi :

1. Resistensi primer ialah apabila pasien sebelumnya tidak pernah mendapat

pengobatan OAT atau telah mendapat pengobatan OAT kurang dari 1

bulan.

2. Resistensi initial ialah apabila kita tidak tahu pasti apakah pasien sudah

ada riwayat pengobatan OAT sebelumnya atau belum pernah.

3. Resistensi sekunder ialah apabila pasien telah mempunyai riwayat

pengobatan OAT minimal 1 bulan.

Pada kasus ini, jika hasil pemeriksaan biakan dan uji kepekaan

menunjukkan resistensi terhadap OAT maka pasien dapat dikategorikan dalam

resistensi sekunder karena sebelumnya mempunyai riwayat pengobatan OAT dan

dinyatakan sembuh.

Ada beberapa penyebab terjadinya resistensi terhadap obat tuberkulosis, yaitu:

24

Page 25: Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh  DD MDR (1)

1. Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberkulosis

2. Penggunaan panduan pengobatan yang tidak memadai, baik karena jenis

obatnya yang tidak tepat misalnya hanya memberikan INH dan Etambutol

pada awal pengobatan, maupun karena lingkungan itu telah tercatat

adanya resistensi yang tinggi terhadap obat yang digunakan, misalnya

Rifampisin dan INH saja pada daerah dengan resistensi terhadap kedua

obat itu sudah cukup tinggi.

3. Fenomena ”addition syndrome” (crofton, 1987), yaitu suatu obat

ditambahkan dalam suatu panduan pengobatan yang tidak berhasil. Bila

kegagalan itu terjadi karena kuma TB telah resisten pada panduan yang

pertama, maka ”penambahan ” (addition) satu macam obat hanya akan

menambah panjangnya daftar obat yang resisten saja.

4. Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara

baik sehingga mengganggu bioavailabilitas obat. Hal ini dilaporkan

terjadinya di India.

5. Penyediaan obat yang tidak reguler, kadang-kadang obat datang ke suatu

daerah dan kadang-kadang terhenti pengirimannya sampai berbulan-

bulan.

6. Pemberian obat TB yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua atau

tiga minggu lalu stop, lalu setelah dua bulan berhenti lalu berpindah

dokter mendapat obat kembali untuk dua atau tiga bulan lalu stop lagi,

dan demikian seterusnya.

Epidemiologi

”WHO Report On Tuberculosis Epidemic 2008” menyatakan bahwa

resisitensi ganda kini menyebar dengan amat cepat di berbagai belahan dunia.

Lebih dari 50 juta orang mungkin telah terinfeksi oleh kuman tuberkulosis yang

resisten terhadap beberapa obat anti tuberkulosis khususunya Rifampisin dan

INH, serta kemungkinan pula ditambah obat lainnya. Pada tahun 2010 WHO

menyatakan infeksi TB-MDR meningkat secara bertahap merata 2% pertahun.

Indonesia menduduki peringkat ke-8 dari 27 negara-negara yang mempunyai

beban tinggi dan prioritas kegiatan untuk MDR.

25

Page 26: Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh  DD MDR (1)

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya TB-MDR

Kegagalan pada pengobatan poliresisten TB atau TB-MDR akan

menyebabkan lebih banyak OAT yang resisten terhadap kuman M. tuberculosis.

Kegagalan ini bukan hanya merugikan pasien tetapi juga meningkatkan penularan

pada masyarakat.TB resistensi obat anti TB (OAT) pada dasarnya adalah suatu

fenomena buatan manusia,Sebagai akibat dari pengobatan pasien TB yang tidak

adekuat yang menyebabkan terjadinya penularan dari pasien TB-MDR ke orang

lain / masyarakat. Faktor penyebab resitensi OATterhadap kuman M. tuberculosis

antara lain :

1. FAKTOR MIKROBIOLOGIK

Resisten yang natural

Resisten yang didapat

Ampli fier effect

Virulensi kuman

Tertular galur kuman –MDR

2. FAKTOR KLINIK

A. Penyelenggara kesehatan

Keterlambatan diagnosis

Pengobatan tidak mengikuti guideline

Penggunaan paduan OAT yang tidak adekuat yaitu karena jenis obatnya

yang kurang atau karena lingkungan tersebut telah terdapat resitensi yang

tinggi terhadap OAT yang digunakan misal rifampisin atau INH

Tidak ada guideline/pedoman

Tidak ada / kurangnya pelatihan TB

Tidak ada pemantauan pengobatan

Fenomena addition syndromeyaitu suatu obat yang ditambahkan pada satu

paduan yang telah gagal. Bila kegagalan ini terjadi karena kuman

tuberkulosis telah resisten pada paduan yang pertama maka ”penambahan”

1 jenis obat tersebut akan menambah panjang daftar obat yang resisten.

Organisasi program nasional TB yang kurang baik

26

Page 27: Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh  DD MDR (1)

B. Obat

Pengobatan TB jangka waktunya lama lebih dari 6 bulan sehingga

membosankan pasien

Obat toksik menyebabkan efek samping sehingga pengobatan kompllit

atau sampai selesai gagal

Obat tidak dapat diserap dengan baik misal rifampisin diminum setelah

makan, atau ada diare

Kualitas obat kurang baik misal penggunaan obat kombinasi dosis tetap

yang mana bioavibiliti rifampisinnya berkurang

Regimen / dosis obat yang tidak tepat

Harga obat yang tidak terjangkau

Pengadaan obat terputus

C. Pasien

Kurangnya informasi atau penyuluhan

Kurang dana untuk obat, pemeriksaan penunjang dll

Efek samping obat

Sarana dan prasarana transportasi sulit / tidak ada

Masalah sosial

Gangguan penyerapan obat

3. FAKTOR PROGRAM

Tidak ada fasilitas untuk biakan dan uji kepekaan

Ampli fier effect

Tidak ada program DOTS-PLUS

Program DOTS belum berjalan dengan baik

Memerlukan biaya yang besar

4. FAKTOR AIDS–HIV

Kemungkinan terjadi TB-MDR lebih besar

Gangguan penyerapan

Kemungkinan terjadi efek samping lebih besar

5. FAKTOR KUMAN

27

Page 28: Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh  DD MDR (1)

Kuman M. tuberculosis super strains

Sangat virulen

Daya tahan hidup lebih tinggi

Berhubungan dengan TB-MDR

Kategori Resistensi M. Tuberculosis Terhadap OAT

Terdapat lima jenis kategori resistensi terhadap obat TB:

1. Mono- resistance : kekebalan terhadap salah satu OAT

2. Poly-resistance : kekebalan terhadap lebih dari satu OAT, selain

kombinasi isoniazid dan rifampisin

3. Multidrug-resistance (MDR): Kekebalan terhadap sekurang-kurangnya

isoniazid dan rifampicin.

4. Extensive drug-resistance (XDR) : TB-MDR ditambah kekebalan

terhadap salah satu obat golongan fluorokuinolon, dan sedikitnya salah

satu dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin, kanamisin, dan amikasin)

5. Total Drug Resistance : resisten baik dengan lini pertama maupun lini

kedua. Pada kondisi ini tidak ada lagi obat yang bisa dipakai

Patofisiologi

Multidrug resistant tuberculosis (MDR Tb) adalah Tb yang disebabkan

oleh Mycobacterium Tuberculosis (M. Tb) resisten in vitro terhadap isoniazid (H)

dan rifampisin (R) dengan atau tanpa resisten obat lainnya. Terdapat 2 jenis kasus

resistensi obat yaitu kasus baru dan kasus telah diobati sebelumnya.Kasus baru

resisten obat Tb yaitu terdapatnya galur M. Tb resisten pada pasien baru

didiagnosis Tb dan sebelumnya tidak pernah diobati obat antituberkulosis (OAT)

atau durasi terapi kurang 1 bulan.Pasien ini terinfeksi galur M. Tb yang telah

resisten obat disebut dengan resistensi primer.Kasus resisten OAT yang telah

diobati sebelumnya yaitu terdapatnya galur M. Tb resisten pada pasien selama

mendapatkan terapi Tb sedikitnya 1 bulan. Kasus ini awalnya terinfeksi galur M

Tb yang masih sensitif obat tetapi selama perjalanan terapi timbul resistensi obat

atau disebut dengan resistensi sekunder (acquired).

28

Page 29: Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh  DD MDR (1)

Secara mikrobiologi resistensi disebabkan oleh mutasi genetik dan hal ini

membuat obat tidak efektif melawan basil mutan.Mutasi terjadi spontan dan

berdiri sendiri menghasilkan resistensi OAT.Sewaktu terapi OAT diberikan galur

M. Tb wild type tidak terpajan.Diantara populasi M. Tb wild type ditemukan

sebagian kecil mutasi resisten OAT.Resisten lebih 1 OAT jarang disebabkan

genetik dan biasanya merupakan hasil penggunaan obat yang tidak adekuat.

Sebelum penggunaan OAT sebaiknya dipastikan M. Tb sensitif terhadap OAT

yang akan diberikan. Sewaktu penggunaan OAT sebelumnya individu telah

terinfeksi dalam jumlah besar populasi M. Tb berisi organisms resisten obat.

Populasi galur M. Tb resisten mutan dalam jumlah kecil dapat dengan mudah

diobati.Terapi Tb yang tidak adekuat menyebabkan proliferasi dan meningkatkan

populasi galur resisten obat.Kemoterapi jangka pendek pasien resistensi obat

menyebabkan galur lebih resisten terhadap obat yang digunakan atau sebagai efek

penguat resistensi.Penularan galur resisten obat pada populasi juga merupakan

sumber kasus resistensi obat baru.Meningkatnya koinfeksi Tb HIV menyebabkan

progresi awal infeksi MDR Tb menjadi penyakit dan peningkatan penularan MDR

Tb.

Pasien yang dicurigai kemungkinan TB-MDR adalah :

1. Kasus TB paru dengan gagal pengobatan pada kategori 2. Dibuktikan

dengan rekam medis sebelumnya dan riwayat penyakit dahulu

2. Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah

sisipan dengan kategori 2

3. Pasien TB yang pernah diobati di fasilitas non DOTS, termasuk yang

mendapat OAT lini kedua seperti kuinolon dan kanamisin

4. Pasien TB paru yang gagal pengobatan kategori 1

5. Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah

sisipan dengan kategori 1

6. TB paru kasus kambuh

7. Pasien TB yang kembali setelah lalai/default pada pengobatan kategori 1

dan atau kategori 2

29

Page 30: Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh  DD MDR (1)

8. Suspek TB dengan keluhan, yang tinggal dekat dengan pasien TB-MDR

konfirmasi, termasuk petugas kesehatan yang bertugas dibangsal TB-MDR

9. TB-HIV

Pasien yang memenuhi ‘kriteria suspek’ harus dirujuk ke laboratorium dengan

jaminan mutu eksternal yang ditunjuk untuk pemeriksaan biakan dan uji kepekaan

obat.

Diagnosis TB-MDR

Diagnosis TB-MDR dipastikan berdasarkan uji kepekaan

Semua suspek TB-MDR diperiksa dahaknya untuk selanjutnya dilakukan

pemeriksaan biakan dan uji kepekaan. Jika hasil uji kepekaaan terdapat

M.tuberculosis yang resisten minimal terhadap rifampisin dan INH maka

dapat ditegakkan diagnosis TB-MDR

Diagnosis dan pengobatan yang cepat dan tepat untuk TB-MDR didukung oleh:

Pengenalan faktor risiko untuk TB-MDR

Pengenalan kegagalan obat secara dini

Uji kepekaan obat di laboratorium yang sudah tersertifikasi

Pengenalan kegagalan pengobatan secara dini:

Batuk tidak membaik yang seharusnya membaik dalam waktu 2 minggu

pertama setelah pengobatan

Tanda kegagalan : sputum tidak konversi, batuk tidak berkurang, demam,

berat badan menurun atau tetap

Hasil uji kepekaan diperlukan:

Untuk diagnosis resistensi

Sebagai acuan pengobatan

Bila kecurigaan resistensi sangat kuat kirim sampel sputum ke

laboratorium untuk uji resitensi kemudian rujuk ke spesialis paru.

Penatalaksanaan TB-MDR

Klasifikasi OAT untuk MDR

Kriteria utama berdasarkan data biologi dibagi menjadi 3 kelompok OAT:

30

Page 31: Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh  DD MDR (1)

1. Obat dengan aktiviti bakterisid : aminoglikosid, tionamid dan pirazinamid

yang bekerja pada pH asam

2. Obat dengan aktiviti bakterisid rendah : fluorokuinolon

3. Obat dengan aktiviti bakteriostatik : etambutol, cycloserin, dan PAS

Fluorokuinolon

Fluorokuinolon (moksifloksasin, levofloksasin, ofloksasin dan siprofloksasin)

dapat digunakan untuk kuman TB yang resisten terhadap lini-1.

Resistensi silang

Pada pengobatan MDR TB harus dipertimbangkan resistensi silang dalam

memilih jenis OAT. Tidak efektif memberikan OAT dari golongan yang sama

atau paduan OAT yang berpotensi terjadi resistensi silang.

* Tionamid dan tiosetason

Etionamid adalah golongan tionamid yang dapat menginduksi terjadinya

resistensi silang dengan proteonamid karena satu golongan. Sering ditemukan

resistensi silang antara tionamid dengan tiosetason, galur yang biasanya resisten

dengan tiosetason biasanya masih sensitif dengan etionamid dan proteonamid.

Galur yang resisten terhadap etionamaid dan proteonamid biasanya juga resisten

terhadap tiosetason pada lebih dari 70% kasus.

* Aminoglikosid

Galur yang resisten terhadap streptomisin biasanya sensitif terhadap

kanamisin dan amikasin. Galur yang resisten terhadap kanamisin dapat

menyebabkan resisten silang terhadap amikasin. Galur yang resisten terhadap

kanamisisn dan amikasin juga menimbulkan resisten terhadap steptomisin. Galur

yang resisten terhadap streptomisin, kanamisin, amikasin biasanya masih sensitif

terhadap kapreomisin.

Kesimpulan :

- Resistensi terhadap streptomisin gunakan kanamisin atau amikasin

- Resisten terhadap kanamisin atau amikain gunakan kapreomisin

* Fluorokuinolon

Ofloksasin dan siprofloksasin dapat menginduksi terjadinya resistensi

silang untuk semua fluorokuinolon. Itulah sebabnya penggunaan ofloksasin harus

31

Page 32: Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh  DD MDR (1)

hati-hati karena beberapa kuinolon yang lebih aktif (levofloksasin dan

moksifloksasin) dapat menggantiakn ofloksasin di masa datang.

* Sikloserin dan terizidon

Terdapat resistensi silang antara dua macam obat ini. Tidak terdapat

resistensi silang dengan obat golongan lain.

Hingga saat ini belum ada panduan pengobatan yang distandarisasi untuk

pasien MDR TB. Pemberian pengobatan pada dasarnya ”tailor mode”, bergantung

dari hasil uji resistensi dengan menggunakan minimal 4 OAT masih sensitif. Obat

lini-2 yang digunakan yaitu golongan fluorokuinolon,aminoglikosida, etionamid,

sikloserin, klofazimin, amoksilin+as klavulanat. Saat ini panduan yang dianjurkan

ialah OAT yang masih sensitif minimal 2-3 OAT lini 1 ditambah dengan obat lini

2, yaitu Siprofloksasin dengan dosis 1000-1500 mg atau ofloksasin 600-800 (obat

dapat diberikan single dose atau 2 kali sehari). Pengobatan terhadap tuberkulosis

resisten ganda sangat sulit dan memerlukan waktu yang lama yaitu minimal 18

bulan. Prioritas yang dianjurkan bukan pengobatan MDR, tetapi pencegahan

MDR TB.

Tabel 3. Tingkatan OAT untuk pengobatan MDR TB

Ting-katan

Obat Dosis Harian Aktiviti antibakteri Rasio kadarPuncak Serum terhadap MIC

1 Aminoglikosida.Streptomisinb. Kanamisin atau amikasinc. Kapreomisin

15 mg/kg Bakterisid menghambat organisme yang multiplikasi aktif

20-305-7,5

10-15

2 Thionamides(etionamidProtinamid)

10-20 mg/kg Bakterisid 4-8

3 Pirazinamid 20-30 mg/kg Bakterisid pada pH asam

7,5-10

4 Ofloksasin 7,5-15 mg/kg Bakterisid mingguan

2,5-5

5 Ethambutol 15-20 mg/kg Bakteriostatik 2-3

6 Sikloserin 10-20 mg/kg Bakteriostatik 2-4

32

Page 33: Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh  DD MDR (1)

7 PAS asam 10-12 g Bakteriostatik 100

Regimen standar TB MDR di Indonesia adalah:

6Z-(E)-Kn-Lfx-Eto-Cs/18Z-(E)-Lfx-Eto-Cs. Dengan penjabaran fase inisial

selama 6 bulan menggunakan 5 atau 6 jenis obat, dan dilanjutkan dengan 18 bulan

menggunakan 4 atau 5 jenis obat (Z: Pirazinamid, E: Etambutol, Kn: Kanamisin,

Lfx: Levofloksasin, Eto: Etionamid, Cs: Sikloserin). Etambutol tidak diberikan

bila terbukti resisten.

Prinsip Pengobatan TB-MDR

1. Setiap rejimen TB MDR terdiri dari paling kurang 4 macam obat dengan

efektifitas yang pasti atau hampir pasti.

2. PAS ditambahkan ketika ada resistensi diperkirakan atau hampir

dipastikan ada pada fluorokuinolon. Kapreomisin diberikan bila terbukti

resisten kanamisin.

3. Dosis obat berdasarkan berat badan.

Obat suntikan (kanamisin atau kapreomisin) digunakan sekurang-

kurangnya selama 6 bulan atau 4 bulan setelah terjadi konversi

biakan.Periode ini dikenal sebagai fase intensif. Lama fase intensif:

Pemberian obat suntik atau fase intensif yang direkomendasikan adalah

berdasarkan kultur konversi. Obat suntik diteruskan sekurang-kurangnya

6 bulan dan minimal 4 bulan setelah hasil sputum atau kultur yang

pertama menjadi negatif. Pendekatan individual termasuk hasil kultur,

sputum, foto thorax dan keadaan klinis pasien juga dapat membantu

memutuskan menghentikan pemakaian obat suntik.

4. Lama pengobatan minimal adalah 18 bulan setelah konversi biakan

5. Definisi konversi dahak: pemeriksaan dahak dan biakan 2 kali berurutan

dengan jarak pemeriksaan 30 hari menunjukkan hasil negatif. `

6. Suntikan diberikan 5x/minggu selama rawat inap dan rawat jalan. Obat

per oral diminum setiap hari. Pada fase intesif obat oral diminum didepas

petugas kesehatan kecuali pada hari libur diminum didepan PMO.

Sedangkan pada fase lanjutan obat oral diberikan maksimum 1 minggu

33

Page 34: Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh  DD MDR (1)

dan diminum didepan PMO. Setiap pemberian suntikan maupun obat oral

dibawah pengawasan selama masa pengobatan.

7. Pada pasien yang mendapat sikloserin harus ditambahkan Piridoxin

(vit.B6), dengan dosis 50 mg untuk setiap 250 mg sikloserin

8. Semua obat sebaiknya diberikan dalam dosis tunggal

Fase-Fase Pengobatan TB MDR

I. Fase Pengobatan intensif

Fase intensif adalah fase pengobatan dengan menggunakan obat injeksi

(kanamisin atau kapreomisin) yang digunakan sekurang-kurangnya selama 6

bulan atau 4 bulan setelah terjadi konversi biakan

a. Fase rawat inap di RS 2-4 minggu

Pada fase ini pengobatan dimulai dan pasien diamati untuk:

Menilai keadaan pasien secara cermat

Tatalaksana secepat mungkin bila terjadi efek samping

Melakukan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang intensif

Dokter menentukan kelayakan pasien untuk rawat jalan berdasarkan:

Tidak ditemukan efek samping

Pasien sudah mengetahui cara minum obat dan suntikan sesuai dengan

pedoman pengobatan TB MDR

b. Fase rawat jalan

Selama fase intensif baik obat injeksi dan obat minum diberikan oleh petugas

kesehatan dengan disaksikan PMO kepada pasien. Pada fase rawat jalan ini obat

oral ditelan di rumah pasien hanya pada libur

II. Fase pengobatan lanjutan

Fase setelah pengobatan injeksi dihentikan

Fase lanjutan minimum 18 bulan setelah konversi biakan

Pasien yang memilih menjalani pengobatan di RS Rujukan TB MDR

mengambil obat setiap minggu dan berkonsultasi dengan dokter setiap 1

bulan

34

Page 35: Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh  DD MDR (1)

Pemantauan dan Hasil Pengobatan

Pasien harus dipantau secara ketat untuk menilai respons terhadap pengobatan dan

mengidentifikasi efek samping pengobatan.Gejala klasik TB seperti batuk,

berdahak, demam dan BB menurun, umumnya membaik dalam beberapa bulan

pertama pengobatan.Penilaian respons pengobatan adalah konversi dahak dan

biakan.Hasil uji kepekaan TB MDR dapat diperoleh setelah 2 bulan.Pemeriksaan

dahak dan biakan dilakukan setiap bulan pada fase intensif dan setiap 2 bulan

pada fase lanjutan. Evaluasi pada pasien TB MDR adalah:

Penilaian klinis termasuk berat badan

Penilaian segera bila ada efek samping

Pemeriksaan dahak setiap bulan pada fase intensif dan setiap 2 bulan pada

fase lanjutan

Pemeriksaan biakan setiap bulan pada fase intensif sampai konversi biakan

Uji kepekaan obat sebelum pengobatan dan pada kasus kecurigaan akan

kegagalan pengobatan

Periksa kadar kalium dan kreatinin sepanjang pasien mendapat suntikan

(Kanamisin dan Kapreomisin)

Pemeriksaan TSH dilakukan setiap 6 bulan dan jika ada tanda-tanda

hipotiroid

Konversi dahak

Definisi konversi dahak : pemeriksaan dahak dan biakan 2 kali berurutan dengan

jarak pemeriksaan 30 hari menunjukkan hasil negatif. `Tanggal set pertama dari

sediaan apus dahak dan kultur yang negatif digunakan sebagai tanggal konversi

(dan tanggal ini digunakan untuk menentukan lamanya pengobatan fase intensif

dan lama pengobatan).

Penyelesaian pengobatan fase intensif

Lama pemberian suntikan atau fase intensif di tentukan oleh hasil konversi

kultur

Anjuran minimal untuk obat suntikan harus dilanjutkan paling kurang 6

bulan dan sekurang-kurangnya 4 bulan setelah pasien menjadi negatif dan

tetap negatif untuk pemeriksaan dahak dan kultur

35

Page 36: Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh  DD MDR (1)

Lama pengobatan

Lama pengobatan yang dianjurkan ditentukan oleh konversi dahak dan

kultur

Anjuran minimal adalah pengobatan harus berlangsung sekurang-

kurangnya 18 bulan setelah konversi kultur sampai ada bukti-bukti lain

untuk memperpendek lama pengobatan

36

Page 37: Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh  DD MDR (1)

BAB III

KESIMPULAN

1. Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi

Mycobacterium tuberculosis.

2. Penegakkan diagnosis penyakit TB didasarkan dari anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan penunjang.

3. Hal-hal yang perlu dievaluasi selama pengobatan TB antara lain: keadaan

klinis, sputum bakterologis, foto radiologis, efek samping obat dan keteraturan

pengobatan.

4. Keberhasilan pengobatan TB berdasarkan pada kepatuhan minum obat, faktor

pencetus, dan penyakit yang menyertai.

37

Page 38: Prescil dr. Indah TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh  DD MDR (1)

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, Tjandra Yoga., et al. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2 Cetakan Pertama. Jakarta.

Himayatnagar. 2009. Achar’s Textbook of Pediatrics Fourth Edition. India: Universities Press (India) Private Limited.

Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak, Orang Dewasa, Usia Lanjut, Pneumonia Atipik dan Pneumonia Atipik Mycobacterium. Jakarta : Pustaka Obor Populer.

Nawas, A. 2010.Penatalaksanaan TB MDR dan Strategi DOTs Plus.Jurnal Tuberculosis Indonesia. Vol 7: 1-7.

PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia). 2003. Pneumonia Komuniti. Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : PDPI.

PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia). 2011. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : PDPI.

PDPI. 2006. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Indah Offset Citra Grafika.

Pedoman Nasional. 2012. Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2009. Tuberculosis Paru dalam IPD’s Compedium of Indonesia Medicine 1st Edition. Jakarta: PT. Medinfocomm Indonesia.

Soepandi, P.Z. 2010.Diagnosis dan Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya TB-MDR. Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UI-RS Persahabatan. Jakarta.

World Health Organization (WHO).Guideline for The Programmatic Management of Drug Resistant Tuberculosis . Emergency Update 2008.

38