Prescil Dr Indah (TB Millier-DIH) Kel B

32
PRESENTASI KASUS TB MILIER DENGAN DRUG INDUCED HEPATITIS (DIH) e.c OBAT ANTITUBERKULOSIS (OAT) SENSITIF OFLOXACIN Diajukan kepada : dr. Indah Rahmawati, Sp.P Disusun oleh : Rifka Fathnina (G1A212032) Shella S. Jamilah (G1A212035) Galih Rakasiwi (G1A212038) SMF ILMU PENYAKIT DALAM 1

description

xxxxx

Transcript of Prescil Dr Indah (TB Millier-DIH) Kel B

Page 1: Prescil Dr Indah (TB Millier-DIH) Kel B

PRESENTASI KASUS

TB MILIER DENGAN DRUG INDUCED HEPATITIS (DIH) e.c OBAT

ANTITUBERKULOSIS (OAT)

SENSITIF OFLOXACIN

Diajukan kepada :

dr. Indah Rahmawati, Sp.P

Disusun oleh :

Rifka Fathnina (G1A212032)

Shella S. Jamilah (G1A212035)

Galih Rakasiwi (G1A212038)

SMF ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO

PURWOKERTO

2014

1

Page 2: Prescil Dr Indah (TB Millier-DIH) Kel B

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

TB MILIER DENGAN DRUG INDUCED HEPATITIS (DIH) e.c OBAT

ANTITUBERKULOSIS (OAT)

SENSITIF OFLOXACIN

Disusun oleh :

Rifka Fathnina (G1A212032)

Shella S. Jamilah (G1A212035)

Galih Rakasiwi (G1A212038)

Telah dipresentasikan pada

Tanggal, Juni 2014

Pembimbing,

dr. Indah Rahmawati, Sp.P

2

Page 3: Prescil Dr Indah (TB Millier-DIH) Kel B

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. Andria

Usia : 26 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Status : Menikah

Agama : Islam

Pekerjaan : Perawat

Alamat : Kroya RT 08/RW 05, Kroya, Cilacap

Tanggal masuk : 09 Juni 2014

Tanggal periksa : 10 Juni 2014

No. CM : 011732

II. SUBJEKTIF

1. Keluhan Utama

Muntah

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien Ny. A usia 26 tahun datang ke IGD RSMS pada hari Senin,

9 Juni 2014 pukul 15.10 WIB. Keluhan utama muntah yang dirasakan

sejak 5 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Muntah disertai mual, berisi

makanan, tanpa disetai darah . Muntah sebanyak sekitar 3 sendok

makan setiap kali muntah dan muntah mencapai 10 kali dalam sehari.

Muntah mulai dirasakan dan semakin memberat dirasakan pasien

setelah mengonsumsi obat Rifampicin dari dokter. Muntah dirasakan

berkurang ketika pasien menghentikan konsumsi obat tersebut. Selain

muntah, pasien juga mengeluh lemas, nyeri kepala, dan mengaku

penurunan berat badan sejak 1 bulan yang lalu.

Tanggal 7 Mei 2014, pasien mengaku berobat ke dokter di RS

Cilacap dengan keluhan nyeri kepala hebat dan demam selama 7 hari.

Pasien dirawat di RS Cilacap kemudian dilakukan pemeriksaan foto

3

Page 4: Prescil Dr Indah (TB Millier-DIH) Kel B

dada, namun pasien menyangkal dilakukan pemeriksaan dahak. Pasien

mengaku oleh dokter dinyatakan menderita Tuberkulosis (TB) dan

sejak saat itu pasien memulai pengobatan TB dengan mengonsumsi

obat antituberkulosis (OAT) 1 kali dalam sehari sejumlah 3 tablet.

Pasien dirawat selama 7 hari di RS Cilacap, kemudian pasien

diperbolehkan pulang oleh dokter.

Selama di rumah, pasien teratur minum OAT, namun pada hari ke-

7 di rumah, pasien mengaku mengeluh muntah-muntah dan mual.

Muntah-muntah hebat sehingga pasien langsung ke IGD RSMS dan

dirawat di Ruang Supardjo Roestam (RSR). Selama dirawat di RSR,

pasien didiagnosis dengan gastritis dan didapatkan hasil pemeriksaan

enzim hati yang meningkat, sehingga pasien didiagnosis dengan Drug

Induced Hepatitis (DIH) oleh dokter spesialis penyakit dalam saat itu.

Setelah 7 hari dirawat di RSR, pasien diperbolehkan pulang dan

diberikan OAT untuk diminum di rumah. OAT yang diberikan adalah

yang diminum 1 kali sehari sejumlah 2 tablet. Selama 5 hari di rumah,

pasien mengaku keluhan muntah-muntah, mual, serta gatal-gatal.

Tanggal 3 Juni 2014 pasien berobat ke dokter spesialis paru di klinik

Omnia dan diberikan 4 jenis obat. Pasien mengonsumsi obat-obat

tesebut selama 1 hari, namun mengaku muntah-muntah dan mual lagi,

sehingga keluarga pasien konsultasi dengan dokter spesialis paru di

klinik Omnia dan diinstruksikan agar salah satu obat diganti dengan

obat yang baru. Keesokan harinya keluhan muntah-muntah pasien

justru bertambah berat sehingga pasien kembali ke IGD RSMS dan

dirawat di bangsal Dahlia.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

a. Riwayat keluhan serupa : disangkal

b. Riwayat mondok : diakui, Mei 2014 di RS Cilacap dan

RSMS (bangsal RSR)

c. Riwayat OAT : diakui pada Mei 2014 dari RS

Cilacap selama 2 minggu, namun sempat berhenti minum OAT

4

Page 5: Prescil Dr Indah (TB Millier-DIH) Kel B

selama 1 minggu, dan dilanjutkan kembali pengobatan hingga

sekarang.

d. Riwayat hipertensi : disangkal

e. Riwayat kencing manis : disangkal

f. Riwayat asma : disangkal

g. Riwayat alergi : diakui, alergi ranitidin

4. Riwayat Penyakit Keluarga

a. Riwayat keluhan serupa : disangkal

b. Riwayat mondok : disangkal

c. Riwayat hipertensi : diakui, ibu pasien

d. Riwayat kencing manis : disangkal

e. Riwayat asma : disangkal

f. Riwayat alergi : diakui, ibu pasien (alergi debu)

5. Riwayat Sosial Ekonomi

a. Community

Pasien tinggal di Jakarta bersama suami di lingkungan padat

penduduk. Rumah satu dengan yang lain berdekatan. Hubungan

antara pasien dengan tetangga dan keluarga dekat baik. Di

lingkungan rumah pasien tidak ada yang memiliki keluhan batuk

lama atau keluhan yang sama dengan pasien.

b. Home

Pasien tinggal di rumah di Jakarta bersama suami selama 2 tahun.

Pasien tinggal di rumah dengan ukuran 20 x 15 m2 dan dihuni 3

orang, yaitu pasien, suami, dan anak yang berusia 20 bulan. Lantai

rumah beralaskan keramik, dan ada beberapa buah jendela serta

ventilasi yang kadang-kadang dibuka. Rumah pasien terdiri dari 2

kamar tidur, satu ruang tamu, satu ruang keluarga, satu dapur, dan

dua kamar mandi dalam, yang masing-masing memiliki jendela dan

ventilasi. Pasien mengaku memasak menggunakan kompor gas.

Lantai kamar mandi beralaskan keramik dan sumber air berasal dari

PAM. Pencahayaan rumah pasien berasal dari lampu dan sinar

matahari yang cukup. Pasien menyangkal suami pasien menderita

5

Page 6: Prescil Dr Indah (TB Millier-DIH) Kel B

batuk-batuk. Semenjak sakit, pasien tinggal di rumah bersama orang

tuanya di Cilacap, namun suami dan anaknya tetap tinggal di

Jakarta.

c. Occupational

Pasien adalah seorang perawat dengan penghasilan yang

berkecukupan. Sebelum menikah, pasien sempat bekeja di RS

Ananda Purwokerto selama 2 tahun. Setelah menikah, pasien ikut

suami ke Jakarta dan tinggal di Jakarta. Setelah melahirkan, pasien

bekerja sebagai perawat di RS Rawamangun, Jakarta, departemen

Interna, selama 1 tahun. Pasien mengaku selama bekerja di

departemen Interna, pasien sering kontak dengan penderita TB.

Namun pasien menyangkal adanya riwayat batuk-batuk pada

dirinya dan teman-teman kerjanya. Pembiayaan rumah sakit

ditanggung olah BPJS Non PBI. Pembiayaan kebutuhan sehari-hari

dibiayai oleh pasien sendiri dan suami.

d. Personal habit

Pasien mengaku makan sehari 1-2 kali sehari, dengan nasi sebagai

sumber karbohidrat utama, dan lauk daging atau ikan. Pasien

mengaku jarang mengonsumsi sayur-sayuran dan lebih memilih

lauk daging atau goreng-gorengan. Pasien mengaku pola makannya

tidak teratur sehingga pasien sering mengeluh nyeri ulu hati. Pasien

mengaku tidak pernah merokok.

III. OBJEKTIF

1. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum : tampak sakit sedang

b. Kesadaran : composmentis, GCS E4M6V5 (15)

c. BB : 39 kg

d. TB : 155 cm

e. IMT : 16.23 (underweight)

f. Vital sign

- Tekanan Darah : 110/70 mmHg

- Nadi : 92x/menit

6

Page 7: Prescil Dr Indah (TB Millier-DIH) Kel B

- RR : 24x/menit

- Suhu : 36,0 oC

d. Status Generalis

1) Kepala

- Bentuk : mesochepal, simetris, venektasi temporal (-)

- Rambut : warna hitam, tidak mudah dicabut, distribusi

merata, tidak rontok

2) Mata

- Palpebra : edema (-/-) ptosis (-/-)

- Konjungtiva : anemis (+/+)

- Sclera : ikterik (+/+)

- Pupil : reflek cahaya (+/+) normal, isokor

Ø 3 mm

3) Telinga

- otore (-/-)

- deformitas (-/-)

- nyeri tekan (-/-)

- discharge (-/-)

4) Hidung

- nafas cuping hidung (-/-)

- deformitas (-/-)

- discharge (-/-)

- rinorhea (-/-)

5) Mulut

- bibir sianosis (-)

- bibir kering (-)

- lidah kotor (-)

6) Leher

- Trakhea : deviasi trakhea (-/-)

- Kelenjar lymphoid : tidak membesar, nyeri (-)

- Kelenjar thyroid : tidak membesar

- JVP : nampak, tidak kuat angkat

7

Page 8: Prescil Dr Indah (TB Millier-DIH) Kel B

7) Dada

a) Paru

- Inspeksi : bentuk dada simetris, ketinggalan gerak (-),

Jejas (-)

Retraksi suprasternalis (-)

Retraksi intercostalis (-)

Retraksi epigastrik (-)

- Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri

ketinggalan gerak (-)

- Perkusi : sonor pada lapang paru kiri dan kanan

Batas paru – hepar di SIC V LMCD

- Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-)

Ronki basah kasar (-/-), ronki basah halus

(-/-)

b) Jantung

- Inspeksi : ictus cordis nampak pada SIC V 2 jari medial

LMCS

- Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V 2 jari medial

LMCS,

tidak kuat angkat

- Perkusi : batas jantung kanan atas : SIC II LPSD

Batas jantung kiri atas : SIC II LPSS

Batas jantung kanan bawah :SIC IV LPSD

Batas jantung kiri bawah : SIC V 2 jari

medial LMCS

- Auskultasi : S1>S2, reguler, murmur (-), gallops (-)

8) Abdomen

- Inspeksi : datar, striae (-)

- Auskultasi : bising usus (+) normal

- Perkusi : timpani, pekak sisi (-),

pekak alih (-), nyeri ketok costovertebrae (-)

8

Page 9: Prescil Dr Indah (TB Millier-DIH) Kel B

- Palpasi : supel, nyeri tekan (+) regio

epigastrium, nyeri tekan costovertebrae (-),

undulasi (-)

- Hepar : tidak teraba

- Lien : tidak teraba

9) Ekstrimitas

- Superior : deformitas (-), jari tubuh (-/-), edema

(-/-), sianosis (-/-)

- Inferior : deformitas (-), jari tubuh (-/-), edema

(-/-), sianosis (-/)

2. Pemeriksaan penunjang

a. Foto rontgen thoraks 7 Mei 2014 (dilakukan di RS Cilacap)

9

Page 10: Prescil Dr Indah (TB Millier-DIH) Kel B

10

Page 11: Prescil Dr Indah (TB Millier-DIH) Kel B

b. Darah lengkap

Hemoglobin : 10,3 g/dl (L)

Leukosit : 6480 µL

Hematokrit : 34% (L)

Eritrosit : 4.9 x 106/ µL

Trombosit : 481.000/ µL

MCV : 68.6 Fl (L)

MCH : 21.0 pg (L)

MCHC : 30.6% (L)

RDW : 23.4% (H)

MPV : 10.80fL

HitungJenis

Basofil : 0.6%

Eosinofil : 2.0%

Batang : 0.8% (L)

Segmen : 71.4% (H)

Limfosit : 14.5% (L)

Monosit : 10.7 % (H)

Kimia Klinik

Bilirubin indirek: 0.27 mg/dL

Bilirubin direk : 0.19 mg/dL

Bilirubin total : 0.46 mg/dL

SGOT : 26 U/L

SGPT : 19 U/L (L)

Ureum Darah : 10.3 mg/dL

Kreatinin Darah: 0.54 mg/dL (L)

GDS : 71 mg/dL

Natrium : 135 mmol/L (L)

Kalium : 3,7 mmol/L

Klorida : 97 mmol/L (L)

11

Page 12: Prescil Dr Indah (TB Millier-DIH) Kel B

IV. DIAGNOSIS

1. TB Milier dengan Drug Induced Hepatitis (DIH) et causa Obat Anti-

Tuberculosis (OAT)

2. Sensitif Ofloxacin

3. AnemiaRingan

V. PLANNING

1. Terapi

a. Farmakologi

1) IVFD RL 20 tpm

2) Inj. Ceftriaxon 1x2 gram (IV)

3) Inj. Ondansentron 1x1 amp (IV)

4) Po. Etambutol 1x750 mg tab

5) Po. Binemia 1x1 tab

6) P.o Hepamax 3x1 tab

7) Po. Impepsa syr 3x1 cth

b. Non Farmakologi

1) Edukasi pasien dan keluarga pasien mengenai penyakit TB,

penyebab, penularan, pengobatan, efek samping obat dan

komplikasinya.

2) Edukasi mengenai kebersihan lingkungan rumah, seperti buka

ventilasi setiap hari agar sinar matahari dan udara masuk juga

edukasi untuk selalu membersihkan rumahnya dan edukasi agar

pasien tidak mambuang dahak sembarangan lagi.

3) Makan makanan yang bergizi

4) Screening pada anggota keluarga yang lain apabila ada yang

mengalami gejala yang sama dan untuk tindakan pencegahan

juga pengobatan lebih awal jika keluarga lain sudah tertular.

2. Monitoring

a. Keadaan umum dan kesadaran

b. Tanda vital

c. Evaluasi klinis

12

Page 13: Prescil Dr Indah (TB Millier-DIH) Kel B

- Pasien dievaluasi setiap 2 minggu sampai akhir bulan kedua

pengobatan, selanjutnya tiap 1 bulan mulai bulan ketiga.

- Evaluasi respon pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat

serta ada tidaknya komplikasi

- Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisik

d. Evaluasi radiologi

- Sebelum pengobatan

- Setelah 2 bulan pengobatan

- Pada akhir pengobatan

e. Evaluasi efek samping

- Periksa fungsi hati (SGOT, SGPT, bilirubin)

- Periksa fungsi ginjal ( ureum, kreatinin)

- Periksa GDS, G2PP, asam urat

- Pemeriksaan visus

- Pemeriksaan keseimbangan dan pendengaran

f. Evaluasi keteraturan obat

3. Prognosis

Keberhasilan kesembuhan penyakit tuberkulosis tergantung pada:

a. Kepatuhan minum obat

b. Komunikasi dan edukasi serta pengawasan minum obat

c. Umur penderita

d. Penyakit yang menyertai

e. Resistensi obat

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

13

Page 14: Prescil Dr Indah (TB Millier-DIH) Kel B

BAB II

PEMBAHASAN

1. Penegakan Diagnosis

TB Milier dengan Drug Induced Hepatitis e.c Obat Anti Tuberkulosis

(OAT)

a. Anamnesis

Pada pasien ini, keluhan utama berupa muntah yang disertai mual

sejak mengkonsumsi Obat Anti-Tuberculosis (OAT) yang diperoleh dari

dokter. Keluhan mual dan muntah tersebut dapat terjadi karena efek

samping dari pemberian OAT yang mulai dikonsumsi pasien sejak 1 bulan

sebelum datang ke IGD RSMS (9/6/14). Dari anamnesis yang telah

dilakukan, pasien mengaku pertama kali mendapatkan OAT pada bulan

Mei 2014 dan sempat dikonsumsi selama 2 minggu (14 hari). OAT yang

pertama kali dikonsumsi pasien diduga merupakan OAT kombinasi dosis

tetap (Fixed Dose Combination—FDC) yang terdiri dari Rifampisin,

Isoniazid, Pirazinamid dan Etambutol. Setelah mengonsumsi OAT selama

2 minggu, pasien mulai merasakan mual dan muntah yang semakin

memberat. Kemungkinan mual dan muntah ini disebabkan oleh efek

samping dari OAT tersebut, karena sebelum mengonsumsi OAT pasien

mengaku tidak pernah mengalami muntah dan mual maupun gejala

gastrointestinal lainnya .

Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan

tanpa efek samping, namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping.

Rifampisin (R), Isoniazid (H) dan Pirazinamid (Z) merupakan OAT yang

memiliki sifat hepatotoksik. Efek samping berupa Drug Induced Hepatitis

(DIH) paling potensial disebabkan oleh Pirazinamid. Pirazinamid (Z)

merupakan salah satu obat yang memiliki efek samping utama berupa

kerusakan hepar (hepatotoksik) yang ditandai dengan adanya keluhan

mual dan muntah serta keluhan kuning pada mata (sklera) maupun kulit

pasien. Pirazinamid dimetabolisme secara hepatal, dihidrolisir menjadi

pyrazininoic acid (bentuk aktif) lalu dihidroksilasi menjadi 5-

14

Page 15: Prescil Dr Indah (TB Millier-DIH) Kel B

hydroxypyrazinoic acid. Hepatotoksisitas dapat terjadi sesuai dosis terkait

dan dapat terjadi setiap saat selama terapi (Kishore, 2010; Hussain, 2003).

Isoniazid (H) memiliki efek samping ringan berupa tanda

keracunan pada saraf tepi, kesemutan, dan rasa terbakar di kaki dan nyeri

otot. Namun efek samping berat yang dapat ditimbulkan oleh Isoniazid

adalah hepatitis yang ternyata dapat muncul kurang lebih pada 0,5%

penderita. Asetil hidrazin, suatu metabolit dari Isoniazid bertanggung

jawab atas kerusakan hati (Kishore, 2010; Hussain, 2003).

Rifampisin (R) pada umumnya hanya memberikan efek samping

ringan yang hanya memerlukan pengobatan simptomatik. Efek samping

ringan tersebut diantaranya adalah mual, muntah dan tidak nafsu makan.

Selain itu, efek samping berat juga dapat ditimbulkan oleh rifampisin,

diantaranya dalah Drug Induced Hepatitis (DIH). Insiden hepatotoksisitas

yang lebih tinggi dilaporkan terjadi pada pasien yang menerima

Rifampisin dengan OAT lain terutama Pirazinamid, dan diperkirakan

sebanyak 4% dari seluruh penderita TB yang mengkomsi kombinasi obat

tersebut mengalami efek hepatotoksik (Kishore, 2010; Hussain, 2003).

Keluhan tambahan yang dirasakan pasien adalah lemas, sakit

kepala, dan berat badan menurun. Keluhan tersebut dapat terjadi karena

gambaran klinik yang ditimbulkan oleh infeksi tuberculosis, gejala malaise

ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

Lemas juga dapat terjadi karena pasien terus menerus mengalami mual dan

muntah, banyaknya cairan yang keluar melalui muntah dapat mengurangi

volume cairan tubuh, sehingga pasien dapat menderita dehidrasi dan

merasa lemas. Menurunnya nafsu makan juga dapat menyebabkan

kurangnya asupan nutrisi bagi pasien, sehingga dapat menyebabkan

berbagai hal seperti anemia defisiensi, menurunnya sistem kekebalan

tubuh sehingga dapat mempermudah terjadinya efek samping yang

ditimbulkan oleh OAT maupun komplikasi TB yang dapat terjadi

(Kishore, 2010; Hussain, 2003).

Pekerjaan pasien yang merupakan seorang perawat di bangsal

penyakit dalam salah satu rumah sakit di Jakarta sejak 1 tahun terakhir

15

Page 16: Prescil Dr Indah (TB Millier-DIH) Kel B

dapat menjadi sebuah faktor risiko pasien menderita TB, karena seringnya

pasien menjalin kontak dengan orang yang mungkin telah menderita TB.

Penularan tersebut dapat terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan

keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Bila partikel infeksi ini

terinhalasi oleh orang sehat, maka orang tersebut dapat tertular infeksi TB.

b. Pemeriksaan Fisik

1) Antropometri

BB : 39 Kg

TB : 155 cm

IMT: 16.23 (underweight)

2) Vital Sign

-Tekanan Darah : 110/70 mmHg

- Nadi : 92x/menit

- RR : 24x/menit

- Suhu : 36,0 oC

Pemeriksaan mata

- Konjungtiva : anemis (+/+)

- Sclera : ikterik (+/+)

Pemeriksaan Pulmo

- Inspeksi : bentuk dada simetris, ketinggalan gerak (-),

Jejas (-)

Retraksi suprasternalis (-)

Retraksi intercostalis (-)

Retraksi epigastrik (-)

- Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri

ketinggalan gerak (-)

- Perkusi : sonor pada lapang paru kiri dan kanan

Batas paru – hepar di SIC V LMCD

- Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-)

Ronki basah kasar (-/-), ronki basah halus (-/-)

Dari pemeriksaan fisik pasien ini, tidak menunjukkan adanya

kelainan yang mengarah ke diagnosis TB milier. Secara klinis, pasien

16

Page 17: Prescil Dr Indah (TB Millier-DIH) Kel B

menujukkan klinis berupa anemis, ikterik, mual dan muntah setelah

mengkonsumsi obat OAT serta peningkatan kadar enzim hati mengarah

pada diagnosis Drug Induced Hepatitis (DIH) yang disebabkan oleh OAT.

c. Pemeriksaaan Penunjang

Foto Thoraks AP tanggal 7 Mei 2014

Cor: cor tampak normal, CTR < 50%

Pulmo: corakan vaskuler meningkat, tampak bercak infiltrat pada lapang

paru kanan dan paru kiri, tampak bercak-bercak halus yang tersebar merata

pada lapang paru kanan dan kiri.

2. Tindak Lanjut Penanganan Pasien

a. Terapi

Pasien merupakan pasien TB milier, maka panduan obat untuk

tuberculosis milier seperti gambaran radiologi pasien yaitu 2RHZE/4RH.

Setelah mengkonsumsi obat selama seminggu, pasien menunjukkan

gejala yang mengarah ke efek samping pemberian OAT yaitu mual,

muntah, ikterik, serta peningkatan kadar enzim hati sehingga pasien

dinyatakan Drug Induced Hepatitis (DIH) oleh dokter spesialis penyakit

dalam (PDPI, 2011).

Karena pasien mengalami DIH, maka pengobatan OAT

dihentikan segera, terutama OAT yang bersifat hepatotoksik yaitu RHZ

dengan memonitor klinis dan laboratorium. Pada pasien ini, kadar

bilirubin, SGOT, dan SGPT kembali normal sehingga pasien dicoba

desensitisasi rifampisin dan isoniazid agar panduan menjadi RHES.

Namun pasien mengalami mual muntah kembali. Oleh karena itu,

pengobatan yang sangat dianjurkan untuk pasien ini yaitu Streptomicin

dan Etambutol maksimal 3 bulan sampai hepatitis menyembuh dan

dilanjutkan dengan 6RH (PDPI, 2011).

b. Monitoring

Mencegah terjadinya perburukan pada pasien dan menilai

keberhasilan terapi, maka perlu dilakukan evaluasi klinis meliputi

17

Page 18: Prescil Dr Indah (TB Millier-DIH) Kel B

keluhan, berat badan, dan pemeriksaan fisik. Pasien dievaluasi setiap 2

minggu pada 1 bulan pertama pengobatan. Selain itu, evaluasi berupa

respon pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta komplikasi

penyakit. Hal ini disebabkan obat-obat yang termasuk dalam OAT

memiliki banyak efek samping. Evaluasi dapat dilihat dari keadaan klinis

pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium seperti tes fungsi hati, fungsi

ginjal, gula darah, asam urat, tes visus dan uji buta warna, dan tes

pendengaran dan keseimbangan. Monitoring pasien dilakukan juga

berdasarkan radiologi (roentgen thorax), yaitu sebelum pengobatan,

setelah 2 bulan pengobatan, dan di akhir pengobatan (PDPI, 2011).

Kemungkinan penularan pada keluarga pasien sangat besar,

sehingga perlu dilakukan edukasi dan motivasi skrining TB paru terhadap

anggota keluarga yang lain dan tetangga sekitar. Perlu juga dijelaskan

bahwa TB dinyatakan sembuh apabila memenuhi kriteria BTA

mikroskopis negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir

pengobatan), telah mendapatkan pengobatan yang adekuat, pada foto

thorak dan gambaran radiologi serial tetap sama/terdapat perbaikan dan

bila ada fasilitas biakan, maka kriteria sembuh ditambah hasil biakan

negatif. Dalam menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang

Pengawas Minum Obat (PMO). Syarat-syarat PMO antara lain (PDPI,

2011):

a. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas

kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh

pasien.

b. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan

pasien. Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di

Desa, Perawat, Pekarya, Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain lain.

Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat

berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh

masyarakat lainnya.

PMO berperan penting dari keberhasilan pengobatan pasien TB.

PMO memiliki beberapa tugas, yaitu (PDPI, 2011):

18

Page 19: Prescil Dr Indah (TB Millier-DIH) Kel B

a. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai

pengobatan (6 – 9 bulan)

b. Memberi dorongan dan semangat kepada pasien berupa nasehat –

nasehat

c. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang

telah ditentukan ataupun bila terdapat indikasi lain

d. Memberi penyuluhan kepada pasien & keluarga pasien mengenai

penyakit TB dan mengawasi keluarga pasien yang mempunyai gejala-

gejala mencurigakan TB agar melakukan pemeriksaan.

Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan

kepada pasien dan keluarganya (PDPI, 2011):

a. TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur.

b. TB bukan penyakit keturunan atau kutukan.

c. Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara

pencegahannya.

d. Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan).

e. Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur.

f. Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera

meminta pertolongan ke pelayanan kesehatan.

Selain itu, penularan bakteri tuberkulosis harus diperhatikan.

Pasien tinggal bersama seoarang suami dan seorang anak yang masih

berusia 20 bulan. Kemungkinan penularan pada keluarga pasien sangat

besar sehingga perlu dilakukan skrining TB paru terhadap anggota

keluarga yang satu rumah. Setelah dinyatakan sembuh, pasien tetap perlu

dilakukan evaluasi minimal dalam 2 tahun pertama setelah sembuh, untuk

mengetahui ada tidaknya kekambuhan. Hal yang dievaluasi adalah

sputum BTA dan foto toraks. Sputum BTA dilakukan pada 3, 6, 12, 24

bulan setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks dilakukan 6, 12, 24

bulan setelah dinyatakan sembuh (PDPI, 2011).

19

Page 20: Prescil Dr Indah (TB Millier-DIH) Kel B

BAB III

KESIMPULAN

1. Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi

Mycobacterium tuberculosis.

2. Penegakan diagnosis penyakit TB berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan penunjang.

3. Klasifikasi penyakit TB menentukan jenis terapi yang akan diberikan

kepada pasien.

4. Pengobatan TB menggunakan obat anti tuberkulosis (OAT) dapat

menimbulkan efek samping, salah satunya adalah Drug Induced Hepatitis

(DIH)

5. Monitoring dan evaluasi selama pengobatan TB yaitu dari keadaan klinis,

sputum bakterilogis, foto radilogis, efek samping obat dan keteraturan

pengobatan

6. Efek samping dari OAT harus dievaluasi serta diedukasikan kepada pasien

dan keluarga agar mengerti dan waspada.

7. Jika terjadi efek samping seperti DIH, maka pengobatan TB harus sesuai

dengan pedoman TB pada keadaan khusus.

8. Keberhasilan pengobatan TB tergantung pada kepatuhan minum obat,

pengawasan yang ketat, serta penyakit yang menyertai.

20

Page 21: Prescil Dr Indah (TB Millier-DIH) Kel B

DAFTAR PUSTAKA

1. Hussain, Z., P. Kar., S. A. Husain. Antituberculosis drug-induced

hepatitis: Risk factors, prevention, and management. Dalam: Indian

Journal of Experimental Biology. 2003;41:1226-1232.

2. Kishore, P. V., Palain S., Paudel R., Mishra P., Prabhu M., Shankar P. R.

Drug Induced Hepatitis with Anti-tubercular Chemotherapy: Challenges

and Difficulties in Treatment. Dalam: Kathmandu University Medical

Journal. 2007;2 (18): 256-260.

3. Lessnau, Klaus-Dieter, Cynthia de Luise, Joseph Richard Masci. 2013.

Miliary Tuberculosis. Dalam: Medscape. Diakses dari:

http://emedicine.medscape.com/article/221777-overview#aw2aab6b9 pada

10 Juni 2014.

4. PDPI. 2011. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di

Indonesia. Jakarta: Indah Offset Citra Grafika

21