Praktikum V_crossmatch part 2.docx
-
Upload
yulia-anggreni -
Category
Documents
-
view
890 -
download
70
Transcript of Praktikum V_crossmatch part 2.docx
PRAKTIKUM IV
PEMERIKSAAN UJI SILANG SERASI (CROSSMATCHING)
Tanggal Praktikum : 15 April 2013
I. TUJUAN
I.1 TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM
1) Untuk dapat mengetahui cara melakukan pemeriksaan uji silang serasi
(crossmatching).
I.2 TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
1) Untuk dapat melakukan pemeriksaan uji silang serasi (crossmatching).
2) Untuk dapat mengetahui kecocokan antara darah donor dengan darah OS.
II. METODE
Metode yang digunakan pada praktikum pemeriksaan uji silang serasi (crossmatching)
adalah metode aglutinasi.
III. PRINSIP
Antibodi yang terdapat dalam serum atau plasma, bila direaksikan dengan antigen pada
sel darah merah, melalui inkubasi pada suhu 370C dan dalam waktu tertentu, dan dengan
penambahan anti monoglobulin akan terjadi reaksi aglutinasi.
IV. DASAR TEORI :
Transfusi darah adalah proses mentransfer darah atau darah berbasis produk dari
satu orang ke dalam sistem peredaran darah orang lain. Transfusi darah dapat
menyelamatkan jiwa dalam beberapa situasi, seperti kehilangan darah besar karena
trauma, atau dapat digunakan untuk menggantikan darah yang hilang selama operasi
( Anonim, 2010 ).
Sebelum melakukan transfusi darah perlu dilakukan reaksi silang (crossmatch =
compatibility-test untuk melihat apakah darah penderita sesuai dengan darah donor.
Pengertian crossmatch adalah reaksi silang in vitro antara darah pasien dengan darah
1
donornya yang akan di transfusikan. Reaksi ini dimaksudkan untuk mencari tahu atau
apakah darah donor akan ditranfusikan itu nantinya akan dilawan oleh serum pasien
didalam tubuhnya, atau adakah plasma donor yang turut ditransfusikan akan melawan sel
pasien didalam tubuhnya hingga akan memperberat anemia, disamping kemungkinan
adanya reaksi hemolytic transfusi yang biasanya membahayakan pasien ( Anonim,
2012 ).
Maka dapat disimpulkan tujuan Crossmacth sendiri yaitu mencegah reaksi
hemolitik tranfusi darah bila darah didonorkan dan supaya darah yang ditrafusikan itu
benar-benar ada manfaatnya bagi kesembuhan pasien .Prinsip crossmatch ada dua yaitu
Mayor dan Minor, yang penjelasnya sebagai berikut ( Anonim, 2012 ):
Mayor crossmatch adalah serum penerima dicampur dengan sel donor. Maksudnya
apakah sel donor itu akan dihancurkan oleh antibodi dalam serum pasien.
Minor crossmatch adalah serum donor dicampur dengan sel penerima. Yang dengan
maksud apakah sel pasien akan dihancurkan oleh plasma donor.
Jika pada reaksi tersebut golongan darah A,B dan O penerima dan donor sama,
baik mayor maupun minor test tidak bereaksi berarti cocok. Jika berlainan, misalnya
donor golongan darah O dan penerima golongan darah A maka pada test minor akan
terjadi aglutinasi atau juga bisa sebaliknya berarti tidak cocok ( Anonim, 2012 ).
Mayor Crossmatch merupakan tindakan terakhir untuk melindungi keselamatan
penerima darah dan sebaiknya dilakukan demikian sehingga Complete Antibodies
maupun incomplete Antibodies dapat ditemukan dengan cara tabung saja. Cara dengan
objek glass kurang menjaminkan hasil percobaan. Reaksi silang yang dilakukan hanya
pada suhu kamar saja tidak dapat mengesampingkan aglutinin Rh yang hanya bereaksi
pada suhu 37 derajat Celcius. Lagi pula untuk menentukan anti Rh sebaiknya digunakan
cara Crossmatch dengan high protein methode. Ada beberapa cara untuk menentukan
reaksi silang yaitu reaksi silang dalam larutan garam faal dan reaksi silang pada objek
glass ( Anonim, 2012 ).
Serum antiglobulin meningkatkan sensitivitas pengujian in vitro. Antibodi kelas
IgM yang kuat biasanya menggumpalkan erythrosit yang mengandung antigen yang
relevam secara nyata, tetapi antibodi yang lemah sulit dideteksi. Banyak antibodi kelas
IgG yang tak mampu menggumpalkan eritrosit walaupun antibodi itu kuat. Semua
2
pengujian antibodi termasuk uji silang tahap pertama menggunakan cara sentrifugasi
serum dengan eritrosit. Sel dan serum kemudian diinkubasi selama 15-30 menit untuk
memberi kesempatan antibodi melekat pada permukaan sel, lalu ditambahkan serum
antiglobulin dan bila pendertita mengandung antibodi dengan eritrosit donor maka terjadi
gumpalan. Uji saring terhadap antibodi penting bukan hanya pada transfusi tetapi juga ibu
hamil yang kemungkinan terkena penyakit hemolitik pada bayi baru lahir ( Anonim,
2012 ).
V. ALAT DAN BAHAN:
V.1ALAT
1. Tabung serologis / tabung reaksi uk. 12x75 mm
2. Rak tabung
3. Serofuge
4. Inkbator 370C
5. Labu semprot
6. Tempat Buangan
V.2BAHAN
1. Serum pasien / OS
2. Plasma donor / DN
3. Sel 5% donor
4. Sel 5% OS
5. Reagen
a. Bovine albumin 22%
No. Batch :101112
Expired Date : Nopember 2013
Suhu penyimpanan : 2 – 8oC
b. Coomb’s serum
Expired Date : Agustus 2013
Suhu penyimpanan : 2 – 8oC
c. Coomb’s Control Cell (CCC)
3
Expired Date : April 2013
Suhu penyimpanan : 2 – 8oC
d. Nacl 0,9%
VI. PROSEDUR KERJA :
VI.1 Phase Saline
1. 3 buah tabung serologis disiapkan dan dimasukkan kedalam masing-masing
tabunga:
4
Mayor
Minor
Auto Control
2. Campuran dihomogenkan dan kemudian dicentrifugasi dengan kecepatan 3000
rpm selama 15 detik.
3. Reaksi hemolisis dan aglutinasi dibaca secara makroskopis.
VI.2 Phase Bovine Albumin
1. Kedalam masing-masing tabung ditambahkan 2 tetes bovine albumin 22% lalu
dihomogenkan.
2. Tabung diinkubasi pada suhu 370C selama 15 menit.
3. Setelah selesai inkubasi, tabung dicentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama
15 detik.
4. Reaksi hemolisis dan aglutinasi dibaca secara makroskopis. Bila hasil negatif
dilanjutkan ke phase Coomb’s Serum.
VI.3 Phase Coomb’s Serum
1. Sel darah merah dalam tabung dicuci sebanyak 3 kali dengan saline.
2. Masing-masing tabung ditambahkan 2 tetes Coomb’s Serum.
3. Tabung dicentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 detik.
4. Reaksi hemolisis dan aglutinasi dibaca secara makroskopis. Bila hasil negatif
dilanjutkan ke uji validitas.
VI.4 Uji Validitas
1. Tabung yang memberikan hasil coomb’s test negatif, ditambahkan 1 tetes CCC.
2. Tabung diputar di serofuge dengan kecepatan 3.000rpm selama 15 detik.
3. Reaksi hemolisis dan aglutinasi dibaca secara makroskopis
5
2 tetes serum OS1 tetes sel 5% donor
2 tetes serum donor1 tetes sel 5% OS
2 tetes serum OS1 tetes sel 5% OS
Positif : Reaksi Silang Valid
Negatif : Reaksi Silang Tidak Valid
INTERPRETASI HASIL :
Bila reaksi silang Mayor dan Minor fase 1 sampai fase 3 tidak menunjukkan reaksi
aglutinasi dan atau hemolisis , hasil diinterpretasikan kompatibel (cocok) à darah
dapat keluar
Bila reaksi silang Mayor dan Minor fase 1 sampai fase 3 menunjukkan adanya
reaksi aglutinasi dan atau hemolisis , hasil diinterpretasikan inkompatibel (tidak
cocok) à darah tidak dapat keluar
VII. HASIL PENGAMATAN :
VII.1 Gambar Reagensia
NO
.
GAMBAR KETERANGAN
1. Serum Pasien
Fungsi: untuk dicocokkan dengan
suspensi sel donor pada crossmatching
test Mayor
2. Suspensi Sel pasien 5%
6
Fungsi: untuk dicocokkan dengan
plasma donor pada crossmatching test
minor
3. Plasma Donor
Fungs: untuk dicocokkan dengan sel
pasien pada crossmatching test minorr
4. Suspensi sel sonor 5%
Fungsi: untuk dicocokkan dengan
serum resipien pada crossmatching test
Mayor
5. Biovine Albumine 22%
No Batch : 101112
Expired Date : Nop’13
Suhu Penyimpanan : 2 – 8oC
Fungsi : Digunakan untuk
crossmatching fase II ( Inkubasi 37oC
pada medium Bovine Albumin 22% )
7
6. Coomb’s serum
Expired Date : Agustus 2013
Suhu Penyimpanan : 2 – 8oC
Fungsi : Digunakan untuk
crossmatching fase III ( Indirect
Coomb’s Test )
7. Coomb’s Control Cell
Expired Date : April 2013
Suhu Penyimpanan : 2 – 8oC
Fungsi : Digunakan untuk
crossmatching pada uji validitas
VII.2 Gambar Hasil Pengamatan
Phase I ( Inkubasi suhu ruang dalam medium saline)
- Tabung I ( Mayor ) : Positif ( + ) Terjadi Aglutinasi
- Tabung II ( Minor ) : Negatif ( - ) Tidak Terjadi Aglutinasi
- Tabung III ( Auto Control ) : Negatif ( - ) Tidak Terjadi Aglutinasi
Phase II ( Inkubasi 37oC dalam medium Bovine Albumin 22% )
8
Mayor Minor Auto Control
Setelah dilakukan pengataman secara makroskopis, didapat hasil :
- Tabung I ( Mayor ) : Positif ( + ) Terjadi Aglutinasi
- Tabung II ( Minor ) : Negatif ( - ) Tidak Terjadi Aglutinasi
- Tabung III ( Auto Control ) : Negatif ( - ) Tidak Terjadi Aglutinasi
Phase III ( Indirect Coomb’s Test )
Setelah dilakukan pengataman secara makroskopis, didapat hasil :
- Tabung I ( Mayor ) : Positif ( + ) Terjadi Aglutinasi
- Tabung II ( Minor ) : Negatif ( - ) Tidak Terjadi Aglutinasi
- Tabung III ( Auto Control ) : Negatif ( - ) Tidak Terjadi Aglutinasi
9
Mayor Minor Auto Control
Mayor Minor Auto Control
Uji Validitas
- Tabung II ( Minor ) :
Positif ( + ) Terjadi Aglutinasi, dengan derajat aglutinasi +2
- Tabung III ( Auto Control ) :
Positif ( + ) Terjadi Aglutinasi, dengan derajat aglutinasi +1
VIII. PEMBAHASAN :
Uji silang serasi adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui kecocokan
antara darah donor dengan darah pasien, sebelum darah donor ditransfusikan kepada pasien. Tes
ini sangat penting dilakukan setelah dilakukan pemeriksaan golongan darah dan rhesus. Karena,
walaupun seseorang memiliki golongan darah yang sama, ada faktor – faktor yang lain yang
dapat menyebabkan darah donor tidak cocok / incompatible terhadap darah pasien.
Uji silang serasi (Crossmatch) digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya antibodi, baik
antibodi komplet (IgM) maupun antibodi inkomplet (IgG) yang terdapat dalam serum atau
plasma pasien (resipien) maupun dalam plasma donor, memastikan bahwa transfusi darah yang
diberikan sesuai atau kompatibel dan tidak menimbulkan reaksi apapun pada pasien serta sel-sel
darah dapat mencapai masa hidup maksimum setelah diberikan serta cek akhir uji kecocokan
golongan darah ABO. Pemeriksaan ini dilakukan dalam tiga fase serta dilakukan pula uji
validitas. Fase I ini dapat mendeteksi antibodi komplet (IgM /Antibodi dingin), seperti : anti- A,
10
Minor ( + 2 )
Auto Control ( +1 )
anti-B (ketidakcocokan pada penetapan golongan darah ABO serta adanya antibodi komplet
lain seperti: anti-M,anti-Lewis,anti-N, anti-P1, anti-A1,anti-H, anti-I). Pada fase II, antibodi
inkomplet dapat mengikat sel darah merah ,sehingga pada fase III dengan bantuan penambahan
Coombs serum terjadi reaksi positif, contohnya : anti-D, anti-E, anti-e, anti-C, anti-c, anti-Kell,
anti-Kidd, anti-S. Pada fase III, semua antibodi inkomplet yang terikat pada sel darah merah di
fase II akan beraglutinasi(positip) setelah penambahan Anti Human Globulin (Coomb’s serum),
contoh : anti-Fya , anti-Fyb, anti -Kell, anti- Rhesus.
Uji ini berlangsung secara berkelanjutan, dimana hasil negative dari fase I baik pada test
Mayor maupun minor akan dilanjutkan ke fase II dan begitu terus selanjutnya sampai ke uji
validitas. Untuk tiap uji ini, bila ada hasil yang menunjukkan hasil positif ( terjadi aglutinasi )
pada test mayor maupun minor, maka pemeriksaan pada fase berikutnya tidak dilanjutkan dan
dianjurkan untuk melakukan pengambilan darah terhadap orang lain atau donor yang baru.
Berikut akan dijelaskan pemeriksaan dari masing – maing tahapan crossmatching :
Fase I ( Fase inkubasi suhu kamar dalam medium saline )
Fase inkubasi dalam suhu kamar ini menggunakan media saline / NaCl 0,9 %.
Fase I ini disebut fase saline karena dalam pembuatan suspensi sel darah digunakan
NaCl, 0,9% ( saline ). . Fase ini dapat mendeteksi antibodi komplet yang bersifat IgM
(antibodi dingin), misalnya: Ketidakcocokan pada penetapan golongan darah dan
adanya antibodi komplet seperti: anti-M, anti-Lewis, anti-N, anti-P1, anti-A1, anti-H.
Pada fase ini disiapkan 3 buah tabung yaitu Tabung I ( Mayor Test ) yang berisi 2
tetes serum pasien yang akan menerima darah donor dan 1 tetes suspense sel donor
5%, Tabung II ( minor test ) yang berisi 2 tetes plasma donor dan 1 tetes suspensi sel
pasien / OS 5%, sedangkan tabung III adalah autocontrol yang berisi 2 tetes serum
pasien dan 1 tetes suspensi sel pasien 5 %. Setelah itu dilakukan sentrifugasi dengan
serofuge pada kecepatan 3000 rpm selama 15 detik. Setelah itu dibaca hasilnya.
Untuk pembacaan hasilnya dilakukan dengan 2 cara yaitu mengamati adanya
hemolisis dan aglutinasi. Adanya hemolisis dapat terlihat ketika pada tabung sel darah
tidak ada yg menggumpal setelah centrifugasi atau dengan kata lain sel darah
mengalami lisis sehingga cairan akan berwarna kemerahan. Sedangkan adanya
aglutinasi dapat diamati dengan jalan mengocok tabung secara perlahan sambil
diamati apakah gumpalan yang dihasilkan bercampur atau tidak, jika bercampur maka
11
negatif, jika tidak maka positi. Pembacaan dimulai dari tabung III, yaitu autocontrol.
Ini dimaksudkan untuk mengetahui bahwa kita telah bekerja sesuai dengan prosedur.
Bila hasilnya negative, tidak ada hemolisis atau aglutinasi maka dapat dilanjutkan
dengan membaca mayor test dan minor test. Bila hasilnya positif, maka sebaiknya
dilakukan pemeriksaan ulang.
Dari hasil pemeriksaan didapat bahwa pada pada ketiga tabung tidak terdapat
hemolisis. Sedangkan pada pengamatan ada atau tidaknya aglutinasi didapatkan hasil
Mayor test positif terjadi aglutinasi, sedangkan pada minor test dan autocontrol tidak
terjadi aglutinasi. Bila terdapat hasil positif pada Mayor test maupun minor test, test
masih dapat dilanjutkan pada fase III untuk konfirmasi.
Fase II ( Fase Inkubasi 37oC dalam medium Bovine Albumin 22%)
Pada phase 2 ini dapat mendeteksi beberapa antibodi sistem Rhesus seperti: anti-
D, anti-E, anti-c dan antibodi lainnya seperti anti-Lewis. Pada fase ini antibodi
inkomplet dapat mengikat sel darah merah, sehingga pada fase 3 dengan bantuan
penambahan Coombs serum terjadi reaksi positif . Antibodi inkomplet adalah anti-D,
anti-E, anti-e, anti-C, anti-c, anti-Duffy, anti-Kell, anti-Kidd, anti-S dan lain-lain.
Pada fase ini caranya hampir sama dengan pada fase I, hanya saja medium yang
digunakan adalah medium Bovine Albumin 22% dan dilakukan inkubasi pada suhu
37oC selama 15 menit. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada antibody yang
hangat yang terdapat dalam darah donor maupun pasien. Hal ini mengingat bahwa
darah akan ditransfusikan ke tubuh pasien, sehingga suhu darah akan mengikuti suhu
tubuh yang cenderung hangat ( 37oC ), sehingga bila ada antibody yang hangat yang
kemungkinan menimbulkan aglutinasi dapat segera diketahui.
Pada fase ini didapat hasil bahwa pada Mayor test didapat hasil positif,
sedangakan pada minor test dan autocontrol didapat hasil negative. Namun hasil ini
belum boleh di simpulkan incompatible karena darah donor dan darah pasien harus
melewati 3 phase agar memperoleh hasil yang valid. Selanjutnya dilanjutkan
pemeriksaan ke fase III dengan penambahan Coomb’s serum.
Fase III ( Indirect Coomb’s Test )
Pada fase ini dilakukan pencucian sel darah merah dengan saline. Pencucian ini
dilakukan sebanyak 3 kali. Dan pada saat membuang bagian supernatant dilakukaan
12
secara cepat dan dilakukan hanya sekali penuangan. Pencucian disini sangat
mempengaruhi hasil pemeriksaan sehingga pencucian harus dilakukan dengan baik.
Semua antibodi inkomplet yang terikat pada sel darah merah di fase II akan
beraglutinasi (positip) setelah penambahan coombs serum. Uji silang dapat
memberikan hasil positip (inkompatibel) selain karena adanya antibodi inkomplet juga
dapat terjadi karena auto antibodi dalam serum pasien dan adanya antibodi yang tidak
termasuk dalam sistem golongan darah. setelah ditambahkan coomb serum ,tabung di
centrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm 15 detik. Hasil yang diperoleh menunjukan
bahwa memang benar pada tabung mayor terjadi aglutinasi karena setelah dilakukan
pengocokan yang pelan dan lama tabung mayor tetap menggumpal (aglutinasi).
Sedangkan pada autocontrol dan minor test didapat hasil negative. Dari hasil ini
sebaikanya dilakukan pengambilan darah ulang dengan donor yang baru karena
setelah dilakukan konfirmasi test Mayor tetap menunjukkan hasil yang positif. Ini
menunjukan incompatible, yaitu ketidakcocokan antara darah donor dengan darah
pasien / OS. Namun pada praktikum ini, hasil pemeriksaan kami lanjutlkan ke fase
berikutnya. Jika ada hasil negative dari fase ini dilanjutkan ke uji validitas.
Uji Validitas
Untuk memastikan bahwa hasil yang diperoleh valid atau tidak, dilanjutkan
dengan uji validitas. Uji validitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah reaksi silang
yang kita lakukan valid atau tidak. Bila reaksi silang yang kita lakukan valid, maka
akan terjadi positif aglutinasi, sehingga hasil dari reaksi silang ini benar – benar valid
da dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Pada uji validitas ini dilakukan dengan penambahan Coomb’s Control Cell,
selnjutnya dilakukan sentrifugasi dan dilihat agultinasinya. Untuk melihat
aglutinasinya, dilakukan dengan cara mengocoknya secara perlahan dan hati – hati,
dan cara mengocoknyapun tidak sekuat saat melihat hasil pada fase I, II, III. Hal ini
dikarenakan kekuatan aglutinasinya rendah dan tidak sekuat yang dihasilkan pada tiap
fase. Dan dari hasil uji validitas, didapat bahwa pada minor test didapat hasil positif
aglutinasi ( +2 ) dengan terdapat butiran – butiran sedang yang tersuspensi dan pada
autocontrol didapat hasil positif ( +1 ) dengan terdapat butiran – butiran halud dan
tipis. Hal ini menunjukan bahwa reaksi silang yang kita lakukan valid.
13
Karena pada phase 1 , 2, dan 3 didapatkan hasil Mayor (+) , Minor (-) , dan autocontrol
(-) maka yang perlu dilakukan :
1. Periksa sekali lagi Golongan Darah OS apakah sudah sama dengan donor, apabila
golongan darah OS memang sudah sesuai, maka pemeriksaan dilanjutkan. Lakukan
DCT(Direct Coombs Test) pada sel donor untuk memastikan reaksi positif pada mayor
bukan berasal dari donor, apabila DCT sel donor negatif, artinya ada irregular antibodi
padaserum OS.
2. Ganti darah donor, lakukan crossmatch lagi sampai didapat hasil Cross negatif pada
mayor dan minor.
3. Apabila tidak ditemukan hasil Crossmatch yang kompatibel meskipun darah donor telah
diganti maka harus dilakukan skrining dan identifikasi antibodi pada serum OS dalam hal
ini sampel darah dikirim ke UTD Pembina terdekat.
Dari hasil pemeriksaan uji silang, didapat hasil INCOMPATIBLE / ketidakcocokan
antara darah donor dengan darah pasien. Dikarenakan terdapat hasil positif terjadi aglutinasi
pada Mayor Test. Sehingga darah donor tidak dapat dikeluarkan dan ditransfusikan kepada
pasien. Dalam uji silang serasi dapat memberikan hasil negatif palsu, oleh karena itu harus
diperhatikan yaitu :
NaCl 0,9%(saline) harus jernih, tidak berwarna dan tidak terkontaminasi dengan
serum
Temperature incubator harus 37oC
Waktu inkubasi harus tepat
Pencucian sel darah merah harus bersih
Hasil negative harus dikontrol dengan menggunakan CCC (Combs control cells)
IX. KESIMPULAN :
Dari hasil pemeriksaan uji silang serasi ( crossmatching ), didapat hasil
INCOMPATIBLE / ketidakcocokan antara darah donor dan darah pasien.
14
X. DAFTAR PUSTAKA :
Anonim . 2010 . Transfusi Darah . http://en.wikipedia.org/wiki/Transfusi-darah. Diakses
tanggal 10 April 2013
Anonim . 2012 . Crossmatching. http://en.wikipedia.org/wiki/Cross-matching. Diakses
tanggal 10 April 2013
XI. LEMBAR PENGESAHAN
Denpasar, 20 April 2013
1. Madya Mas Cista Hwardani ( )
2. I Wayan Sritama Satya Nugraha ( )
3. Putu Yulia Anggreni ( )
4. Ni Putu Riski Maya Dewi ( )
5. Pande Agus Jordy Sutanaya ( )
15
LAPORAN PRAKTIKUM
TRANSFUSI DARAH
“ Pemeriksaan Uji Silang Serasi ( Crossmatching ) ”
KELOMPOK 4
1. Madya Mas Cista Hwardani P07134011008
2. I Wayan Sritama Satya Nugraha P07134011016
3. Putu Yulia Anggreni P07134011024
4. Ni Putu Riski Maya Dewi P07134011032
5. Pande Agus Jordy Sutanaya P07134011040
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
16
JURUSAN DIII ANALIS KESEHATAN
2013
17