Praktikum Fisiologi Penglihatan

19
Laporan Pratikum Fisiologi Penglihatan dan Waktu Reaksi Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510 Kelompok D1 Ketua : Jessicca Susanto (102011032) …………………… Anggota : Agung Ganjar Kurniawan (102010169) …………………… Vionna Nadya Mongan (102011106) …………………… Andre Christian Cundawan (102011110) …………………… Stella Nathania (102011206) …………………… Kevin Rianto Putra (102011294) …………………… Maria Sunvratys (102011313) …………………… Nilasari Wulandari (102011367) …………………… George Christiano (102011421) …………………… 1. MODEL MATA CENCO-INGERSOLL Tujuan : 1. Menyebutkan nama dan fungsi semua bagian model mata Cenco-Ingersoll yang menirukan mata sebagai susunan optik 1

description

mekanisme penglihatan

Transcript of Praktikum Fisiologi Penglihatan

Page 1: Praktikum Fisiologi Penglihatan

Laporan Pratikum Fisiologi Penglihatan dan Waktu Reaksi

Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta

Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510

Kelompok D1

Ketua : Jessicca Susanto (102011032) ……………………

Anggota : Agung Ganjar Kurniawan (102010169) ……………………

Vionna Nadya Mongan (102011106) ……………………

Andre Christian Cundawan (102011110) ……………………

Stella Nathania (102011206) ……………………

Kevin Rianto Putra (102011294) ……………………

Maria Sunvratys (102011313) ……………………

Nilasari Wulandari (102011367) ……………………

George Christiano (102011421) ……………………

1. MODEL MATA CENCO-INGERSOLL

Tujuan :

1. Menyebutkan nama dan fungsi semua bagian model mata Cenco-Ingersoll yang

menirukan mata sebagai susunan optik

2. Mendemonstrasikan pelbagai keadaan di bawah ini dengan menggunakan model

mata Cenco-Ingersoll :

a. Peristiwa aberasi sferis serta tindakan koreksi

b. Mata emetrop tanpa atau dengan akomodasi

c. Mata miop serta tindakan koreksi

d. Mata hipermetrop serta tindakan koreksi

e. Mata astigmat serta tindakan koreksi

f. Mata afakia serta tindakan koreksi

1

Page 2: Praktikum Fisiologi Penglihatan

Alat yang diperlukan :

1. Model mata Cenco-Ingersoll dengan perlengkapannya

2. Optotip Snellen

3. Seperangkat lensa

4. Mistar

5. Gambar kipas Lancaster Regan

6. Keratoskop placido

Cara Kerja :

I. Mata sebagai susunan optic

Pelajari model mata Cenco-Ingersoll dengan perlengkapannya :

1. Sebuah bejana yang terisi air hampir penuh

2. “Kornea”

3. “Retina” yang dapat diletakkan di 3 tempat yang berbeda

4. Benda yang bercahaya (lampu).

Perhatikan arah anak panah.

5. Kotak yang berisi

a. “iris”

b. 4 lensa sferis masing-masing berkekuatan : +2D, +7D, +20D, -1,75D

c. 2 lensa silindris masing-masing berkekuatan : +1,75D dan -5,5D

A. Lebar Pupil dan Aberasi Sferis

1. Pasang lensa sferis +7D di tempat lensa kristaline ( di L ).

2. Pasang retina di R.

3. Arahkan model mata ke sebuah jendela yang jauhnya 7m atau lebih.

Perhatikan bayangan jendela yang teradi pada lempeng retina.

4. Tempatkan sepasang iris di G1 dan perhatikan perubahan bayangan yang terjadi.

B. Hipermetropia

1. Arahkan model mata tetap ke jendela dan tetap gunakan sferis +7D sebagai lensa

kristalina

2. Setelah diperoleh bayangan tegas ( no A ad 4 ) pindahkan retina ke Rh.

2

Page 3: Praktikum Fisiologi Penglihatan

Perhatikan bayangan menjadi kabur lagi.

3. Koreksi kelainan ini dengan meletakkan lensa yang sesuai di S1 atau S2 sebagai

kaca mata sehingga bayangan menjadi tegas kembali.

4. Catat jenis dan kekuatan lensa yang Saudara pasang di S1 atau S2.

C. Miopia

1. Tingkat lensa sferis positif dari S1 atau S2

Kembalikan retika ke R. Perhatikan bayangan yang tetap tegas.

2. Pindahkan retina ke Rm.

Perhatikan bayangan menjadi kabur.

3. Perbaiki kelainan ini dengan meletakkan lensa yang sesuai di S1 atau S2 sebagai

kaca mata sehingga bayangan menjadi tegas.

4. Catat jenis dan kekuatan lensa yang saudara pasang di S1 atau S2.

D. Astigmatisme

1. Angkat lensa sferis negatif dari S1/S2 dan pindahkan retina ke R.

2. Letakkan lensa silindris -5,5D di G2. Perhatikan sebagian bayangan menjadi

kabur.

3. Perbaiki kelainan ini dengan meletakkan lensa yang sesuai di S1 atau S2 dan

mengatur arah sumbunya sehingga seluruh bayangan menjadi tegas.

4. Catat jenis, kekuatan dan arah sumbu lensa yang Saudara pasang di S1 atau S2.

E. Mata Afakia

1. Buat susunan seperti yang didapatkan pada A ad 4

2. Angkat lensa kristalina sehingga terjadi mata afakia, yaitu mata tanpa lensa

kristalina.

3. Perbaiki mata afakia ini dengan salah satu lensa sferis positif yang dipasang

sebagai kaca mata di S1 atau S2 supaya bayangan menjadi lebih tajam.

4. Coba jenis dan kekuatan lensa yang saudara pasang di S1 atau S2.

2. PERIMETRI

Pemeriksaan Luas Lapang Pandang (Perimetri)

Tujuan: 1. Untuk memeriksa luas lapang pandang mata kiri dan mata kanan dari OP.

3

Page 4: Praktikum Fisiologi Penglihatan

2. Mengetahui hubungan antara penglihatan kita dengan warna-warna yang

ada

(terutama warna-warna dasar)

3. Mengetahui batas-batas lapang pandang mata

Cara Kerja :

1. Suruh orang percobaan duduk membelakangi cahaya menghadap alat perimeter.

2. Tutup mata kiri orang percobaan dengan sapu tangan.

3. Letakkan dagu orang percobaan di tempat sandaran dagu yang dapat diatur

tingginya, sehingga tepi bawah mata kanannya terletak setinggi bagian atas batang

vertikal sandaran dagu.

4. Siapkan formulir.

5. Suruh orang percobaan memusatkan penglihatannya pada titik fiksasi di tengah

perimeter. Selama pemeriksaan, penglihatan orang percobaan harus tetap

dipusatkan pada titik fiksasi tersebut.

6. Gunakan benda yang dapat digeser (lidi yang ada bulatan berwarna-warni) pada

busur perimeter untuk pemeriksaan luas lapang pandang. Pilih bulatan berwarna

putih dengan diamter sedang (± 5mm) pada benda tersebut.

7. Gerakkan perlahan-lahan bulatan putih itu untuk menyusuri busur dari tepi kiri

orang percobaan ke tengah. Tepat pada saat orang percobaan melihat bulatan putih

tersebut penggeseran benda dihentikan.

8. Baca tempat penghentian itu pada busur dan catat pada formulir dengan tepat.

9. Ulangi tindakan no. 7 dan 8 pada sisi busur yang berlawanan tanpa mengubah

posisi busur.

10. Ulangi tindakan no. 7, 8 dan 9 setelahh busur tiap kali diputar 30 sesuai arah

jarum jam dari pemeriksa, sampai posisi busur vertikal.

11. Kembalikan busur pada posisi horizaontal seperti semula. Pada posisi ini tidak

perlu dilakukan pencatatan lagi.

12. Ulangi tindakan no. 7, 8 dan 9 setelah memutatr busur tiap kali 30 berlawanan

arah jarum jam dari pemeriksa, sampai tercapai posisi busur 60 dari bidang

horizontal.

13. Periksa juga lapang pandang orang percobaan untuk berbagai warna lain: merah,

hijau, kuning dan biru, dengan cara yang sama seperti di atas.

4

Page 5: Praktikum Fisiologi Penglihatan

14. Lakukan juga pemeriksaan lapang pandang untuk mata kiri hanya dengan bulatan

berwarna putih.

3. PEMERIKSAAN BUTA WARNA

Tujuan:

Mengetahui cara pemeriksaan, jenis buta warna serta ada tidaknya buta warna pada o.p

Alat :

1. Buku pseudoisokromatik Ishihara

Cara Kerja :

1. Suruh orang percobaan mengenali angka atau gambar yang terdapat di dalam buku

pseudoisokromatik Ishihara.

2. Catat hasil pemeriksaan saudara dalam formulir yang tersedia.

4. WAKTU REAKSI

Tujuan:

Untuk mengetahui seberapa besar refleks yang dialami (hubungan antara penglihatan dan

respon yang diberikan.

Cara Kerja :

1. Suruh orang percobaan duduk dan meletakkan lengan bawah dan tangan kanannya

di tepi meja dengan ibu jari dan telunjuk berjarak 1cm siap untuk menjepit.

2. Pemeriksa memegang mistar pengukur waktu reaksi pada titik hitam dengan

menempatkan garis tebal di antara dan setinggi ibu jari dan telunjuk OP tanpa

menyentuh jari-jari OP.

3. Dengan tiba-tiba pemeriksa melepaskan mistar tersebut dan OP harus

menangkapnya selekas-lekasnya. Ulangi percobaan ini sebanyak 5 kali.

Tetapkan waktu reaksi orang percobaan (rata-rata dari ke 5 hasil yang diperoleh).

Hasil pemeriksaan

A. Model Mata Cenco- Ingersoll

5

Page 6: Praktikum Fisiologi Penglihatan

1. Lebar mata pupil dan aberasi sferis

Sebelum model mata ditambahkan iris bayangan benda yang terlihat kurang jelas dan

tajam, yang terlihat bayangan cahaya benda seperti lingkaran tetapi tidak jelas.

Setelah ditambahakan iris terjadi perubahan bayangan benda menjadi lebih tajam dan

tegas daripada sebelum dipakaikan iris. Pada saat diletakkan iris aberasi ditahan.

2. Hipermetrop

Pada percobaan ini lempeng retina dipindahkan ke Rh, terlihat bayangan jatuh

dibelakang retina. Bayangan terlihat kabur lagi, kemudian model mata dikoreksi

dengan lensa sferis (+) dengan kekuatan + 2,00 dioptri yang membuat bayangan

menjadi tegas , dan tajam kembali.

3. Miopi

Pada percobaan ini lempeng retina dipindahkan dari posisi R ke Rm sehingga terlihat

bayangan jatuh didepan retina. Terjadi hamburan atau refraksi sehingga bayangan

benda terlihat kabur dan kurang tajam, kemudian model mata dikoreksi dengan lensa

sferis (-) dengan kekuatan – 1,75 dioptri akan tetapi ketika dikoreksi tidak membuat

ketajaman benda lebih baik. Hal ini dikarenakan lensa mata dan juga model mata

yang kurang baik dan sesuai. Seharusnya bila pada mata miopi, apabila dikoreksi

dengan lensa sferis (-) akan membuat bayangan benda menjadi lebih tajam dan tegas .

4. Astigmatisme

Rentina dikembaliakan ke posisi R, model mata ditambhakan lensa silindris, hal ini

membuat sebagian bayangan menjadikabur. Terlihat jarak anatar garis vertikal dan

horizontalnya berbeda. Terlihat lebih panjang garis yang diarah horizontal kemudian

dikoreksi dengan lensa slindris kekuatan + 1, 75 dioptri , dengan ini membuat seluruh

bayangan menjadi tegas, panjang garis horizontal dan vertikal menjadi sama. Namun,

dengan penambahan lensa sferis (+) tidak lebih baik.

5. Mata Afakia ( tanpa lensa)

Pada percobaan ini model mata tanpa lensa kristalina sehingga terjadi mata afakia,

keadaan ini dapat dikoreksi dengan lensa sferis (+) kekuatan + 2,00 dioptri membuat

6

Page 7: Praktikum Fisiologi Penglihatan

bayangan benda terlihat tajam. Ketika lensa diangkat bayangan benda hanya terlihat

seperti sinar yang mengumpul, tidak terlihat jelas bentuk bayangan bendanya.

B. Luas Lapangan Pandang (Perimetri)

Hasil pemeriksaan Terlampir

C. Pemeriksaan Buta warna

OP dapat menyebutkan angka-angka, dan alur garis X yang terdapat didalam buku

Pseudoisokromatik ishihara dengan benar.

Angka di dalam buku Pseudoisokromatik ishihara Angka yang disebutkan oleh OP

12 12

8 8

5 5

29 29

74 74

7 7

45 45

2 2

- Tidak dapat melihat apa-apa

16 16

7

Page 8: Praktikum Fisiologi Penglihatan

96 96

D. Waktu Reaksi

Pembahasan

Gerakan ke depan suatu gelombang cahaya dalam arah tertentu dikenal sebagai berkas

cahaya. Pembelokan suatu berkas cahaya, refraksi, ketika suatu berkas berpindah dari suatu

medium dengan kepadatan (densitas) tertentu dengan medium yang berbeda. Struktur-

struktur refraksi pada mata harus membawa bayangan cahaya terfokus di retina agar

penglihatan jelas. Apabila suatu bayangan sudah terfokus sebelum mencapai retina atau

belum terfokus sewaktu mencapai retina, bayangan tersebut tampak kabur. Berkas-berkas

cahaya yang berasal dari benda dekat lebih divergen sewaktu mencapai mata, daripada

berkas-berkas dari sumber jauh. Berkas dari sumber sejajar yang terletak lebih dari 6 meter

(20 kaki) dianggap sejajar saat mencapai mata.

Mata normal (emetropi memiliki titik dekat 25 cm dan titik jauh tak terhingga di

depan mata. Mata yang jangkauan penglihatannya tidak terdekat di titik dekat 25 cm dan titik

jauh tak terhingga disebut cacat mata. Cacat mata dapat ditanggulangi dengan menggunakan

kaca mata, lensa kontak, atau operasi.

Ketajaman Penglihatan, Gerakan sakade mata adalah salah satu dari banyak faktor

yang menentukan ketajaman penglihatan. Parameter penglihatan adalah jumlah cahaya

minimum yang dapat memberikan kesan cahaya ( ambang penglihatan). Ketajaman

penglihatan adalah derajat kemampuan menentukan ciri dan bentuk benda. Uji ketajaman

penglihatan biasanya didefinisikan sebagai jarak pisah minimal, yaitu jarak terpendek yang

8

Percobaan Hasil ( waktu reaksi)

1 0,20

2 0,15

3 0,18

4 0,16

5 0,16

Rata-rata 0,17

Page 9: Praktikum Fisiologi Penglihatan

masih memungkinkan dua garis terlihat terpisah dan tetap terlihat sebagai dua garis

(biasanya dengan menggunakan huru-huruf snellen dari jarak 6 meter). Ketajamn

penglihatan adalah fenomena yang kompleks dan di pengaruhi oleh bermacam-macam faktor

yaitu : faktor optik (mekanisme pembentukkan bayangan di mata), faktor retina (keadaan sel

kerucut), dan faktor rangsang termasuk penerangan, terangnya rangsang, kontras antara

rangsang dan latar belakang, dan lama waktu rangsang.1

Pada percobaan dengan model mata tanpa iris, cahaya dapat masuk melalui sebagian

besar permukaan lensa. Cahaya yang memasuki bagian pinggir lensa menyebabkan bayangan

yang terbentuk tidak tajam. Efek ini disebut dengan aberasi sferis. Ketika dipasang iris,

model mata menghasilkan bayangan yang lebih redup namun tajam. Cahaya tidak dapat

memasuki ruangan model mata melalui bagian pinggir lensa. Hanya bagian tengah lensa yang

dapat dilalui cahaya. Oleh karena aberasi sferis dicegah oleh iris, maka terbentuk bayangan

yang tajam

Aberasi sferis, disebabkan oleh kecembungan lensa. Sinar-sinar paraksial atau sinar-

sinar dari pinggir lensa membentuk bayangan di P. Aberasi ini dapat dihilangakan dengan

mempergunakan diafragma yang terletak didepan lensa atau dengan lensa gabungan aplantis

yang terdiri dari dua lensa yang jenis kaca berlainan.2

Hipermetropi, Penderita hipermetropi atau rabun dekat memiliki titik dekat lebih

besar dari 25 cm di depan matanya sehingga tidak dapat melihat benda-benda yang dekat

dengan jelas. Bayangan benda yang dekat pada mata hipermetropi jatuh di belakang retina.

Hal ini disebabkan karena bola mata terlalu pipih (jarak fokus lensa terlalu panjang).

Pada hipermetropi , daya refraksi terlalu lemah untuk panjang bola mata, sehingga

bayangan objek nampak di retina sebelum fokus. Lensa positif (+) yang sesuai yang di

tempatkan di depan mata memberikan daya refraksi tambahan.3

Miopi, Kelainan refraksi pada miopi ialah sistem refraksi terlalu kuat untuk panjang

bola mata, sehingga bayangan dari suatu objek terfokus didepan, dan tidak pada retina. Yang

mana bayangan benda yang jauh pada miopi jatuh di depan retina. Objek hanya akan terfokus

bila didekatkan ke mata. Miopi dapat dikoreksi dengan menempatkan lensa negatif (-) yang

sesuai dengan didepan mata.1

Astigmatisme merupakan masalah optik lainnya yang terjadi apabila kelengkungan

lensa atau kornea lebih besar pada salah satu sumbu atau meridian. Misalnya,bila daya

9

Page 10: Praktikum Fisiologi Penglihatan

refraksi kornea lebih besar daripada sumbu horizontal, maka sinar vertikal akan dibias lebih

banyak dari pada sinar horizontal, dan titik sumbu cahaya akan tampak seperti suatu elips.1,3.

Astigmat dapat diperbaiki dengan lensa silindris, yang sering dikombinasikan dengan lensa

sferis.4

Afakia adalah satu keadaan di mana mata telah kehilangan lensa kristalina asal, sama

ada melalui pembedahan disebabkan oleh katarak (kanta kristalin berkabut) atau trauma.

Lensa memberikan sepertiga kekuatan refraktif mata sehingga setelah ekstraksi katarak

(pengangkatan lensa opak) mata menjadi sangat hipermetropia, suatu kondisi yang

dinamakan afakia. Afakia dapat dikoreksi dengan pemasangan lensa intraocular saat

pembedahan, lensa kontak, kacamata afakia. Pada keadaan afakia, pasien tidak memiliki

lensa sehingga matanya menjadi hipermetropia tinggi. Benda yang dilihat menjadi lebih besar

dibanding normal sebesar 25%. Hipermetropia diatasi dengan pemberian kaca mata sferis

positif terkuat atau lensa positif terbesar yang masih memberikan tajam penglihatan

maksimal, agar mata bisa lebih beristirahat.

Perimetri, digunakan untuk menentukan lapangan pandang. Lapangan pandang

untuk masing- masing mata (lapangan monokular) dipetakan dengan suatu perangkat atau

melalui metode konfrontasi untuk menetukan adanya skotoma atau defek lapangan pandang

lainnya. Untuk sasaran yang sama besar, lapangan pandang untuk putih adalah yang paling

luas, dan ukuran lapangan pandang untuk merah,biru,kuning, dan hijau berkurang menurut

urutan tersebut. Secara normal lapangan pandang bertumpang tindih pada daerah penglihatan

binokular. Peta lapangan pandang, objek putih kecil yang berhadapan 10 di gerakkan secara

perlahan – lahan untuk memetakan lapangan pada perimeter. Semakin kecil objek, semakin

peka tes tersebut(dengan kesalahan refraksiyang kasar, 10 dapat diandalkan). Merah

mempunyai lapangan normal yang paling kecil dan memberikan tes lapangan yang paling

peka.3

Terdapat tiga jenis lapangan pandang; lapangan makular yaitu lapangan pandang yang

paling jelas dilihat oleh kedua mata, lapangan binokular yang dilihat oleh kedua mata secara

umumnya dan lapangan monokular yaitu kawasan yang bisa dilihat oleh salah satu mata

saja. Pada pemeriksaan lapangan pandang, kita menentukan batas perifer dari penglihatan,

yaitu batas sampai mana benda dapat dilihat, jika mata difiksasi pada satu titik. Sinar yang

datang dari tempat fiksasi jatuh di makula, yaitu pusat melihat jelas (tajam), sedangkan yang

datang dari sekitarnya jatuh di bagian perifer retina.

10

Page 11: Praktikum Fisiologi Penglihatan

Defek lapangan pandang dapat mengenai suatu atau kedua lapangan pandang. Bila

lesi terdapat di chiasma opticus atau lebih distal, maka kedua mata akan memperlihatkan

defek lapangan pandang. Lesi chiasmatic yang sering kali di sebabkan oleh suatu tumor

hipofisis yang besar dapat menimbulkan hemianopia bitemporalis. Ditandai dengan kebutaan

pada paruhan lateral atau temporal dari salah satu mata. Lesi yang terletak di belakang

chiasma dapat menyebabkan defek lapangan pandang di paruhan temporal dari salah satu

mata, bersaama – sama dengan defek lapangan pandang di paruhan nasal (medial) mata yang

lain. Akibat dari keadaan ini adalah terjadinya hemianopia homonim, di mana lesi terdapat

pada sisi yang berlawanan dengan defek lapangan pandang.3

Buta Warna, Buta warna adalah penglihatan warna-warna yang tidak sempurna.

Pasien tidak atau kurang dapat membedakan warna yang dapat terjadi kongenital ataupun

didapatkan akibat penyakit tertentu. Hampir 5% laki-laki di negara barat menderita buta

warna yang diturunkan, lebih sering terdapat pada laki-laki dibanding perempuan.

Uji yang paling sering digunakan adalah uji pencocokan benang wol dan

menggunakan buku ishihara. Buku isihara dan gambar-gambar polikromatik sejenisnya yang

mengandung gambar-gambar yang terdiri dari titik-titik berwarna dan berbentuk serupa.

Gambar di buat dengan warna sedemikian sehingga seseorang yang buta warna melihat

warna gambar tersebut sama dengan warna latarnya. Orang yang memiliki penglihatan warna

normal dan orang yang protanomali, deuteroanomali, atau tritanomali disebut trikromat.

Mereka memiliki ketiga sistem sel kerucut, tetapi salah satu mungkin lemah. Dikromat

adalah orang yang hanya memilki dua sistem. Mereka mungkin menderita protanopia,

deuteroanopia atau tritanopia. Monokromat hanya memilki satu sistem sel kerucut. Dikromat

hanya dapat mencocokkan spektrum warna mereka dengan mencampur hanya 2 warna

primer,dan mono kromat mencocokannya dengan intesitas satu warna. Selain itu, kelemahan

penglihatan warna biru-hijau yang bersifat sementara merupakan efek samping pemberian

sildenafil. Buta warna merupakan kelainan herediter pada sekitar 8% pria dan 0,4% wanita

ras kulit puith.1

Buta warna total merupakan keadaan yang jarang. Pada protanomali terdapat

kekurangan kerentanan merah sehingga diperlukan lebih banyak merah untuk bergabung

dengan kuning baku. Sedang yang disebut sebagai protanopia adalah kurangnya sensitifnya

pigmen merah kerucut. Pada deutranomali diperlukan lebih banyak hijau untuk menjadi

kuning baku. Sedang deutranopia merupakan kurangnya pigmen hijau kerucut. Tritanomali

11

Page 12: Praktikum Fisiologi Penglihatan

terdapat kekurangan pada warna biru, pada keadaan ini akan sukar membedakan warna biru

terhadap kuning. Akromatopsia atau monokromat berarti ketidakmampuan membedakan

warna dasar atau warna antara. Pasien hanya mempunyai satu pigmen kerucut (monokromat

rod atau batang). Pada monokromat, sel kerucut hanya dapat membedakan warna dalam arti

intensitasnya saja dan biasanya mempunyai tajam penglihatan 6 / 30.

Waktu Reaksi, Selang waktu antara pemberian rangasang dan timbulnya jawaban

disebut sebagai waktu reaksi. Pada manusia, waktu reaksi untuk refleks renggang misalnya

refleks penjepitan mistar waktu reaksi adalah 0,15-0,22 mdet. Pemberian rangsang lemah

pada saraf sensorik otot yang hanya akan merangsang serat. Ia, akan menimbulkan jawaban

berupa kontraksi dengan waktu yang sama. Bila kecepatan hantar serat aferen dan eferen di

ketahui dan jarak dari otot ke medula spinalis dapat diukur, maka dapat di hitung waktu yang

di butuhkan untuk penghantaran impuls dari dan ke medula spinalis. Bila waktu reaksi

dikurangi waktu penghantaran impuls, hasilnya disebut lambatan pusat, yaitu waktu yang

dibutuhkan suatu refleks untuk melewati sinaps di medula spinalis.1

Kumparan otot juga menimbulkan kontraksi otot melalui jaras polisinaps, dan serat

aferens yang terlibat mungkin berasal dari ujung sekunder. Namun, serat golongan 2 juga

membentuk monosinaps dengan neuron motorik dan mempunyai peranan penting pada

refleks renggang.

Kesimpulan

Mata memiliki kemampuan berefraksi untuk menghasilkan bayangan yang tepat di

retina. Efek aberasi sferis dapat diatasi dengan penempatan iris yang tepat pada model

mata dan kelainan-refraksi seperti miopi, hipermetropi, astigmatisme, dan afaksia

dapat diatasi dengan pemberian lensa sferis yang sesuai dengan mata.

Lapang pandang manusia memiliki batas pada sudut-sudut tertentu, dan pada bagian temporal terdapat area yang tidak terlihat karena adanya bintik buta pada posterior mata.

Selang waktu antara pemberian rangasang dan timbulnya jawaban (waktu reaksi) pada setiap individu berbeda-beda.

Daftar Pustaka

1. Ganong WF. Fisiologi kedokteran. Edisi ke-20 . Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC; 2002.

2. Gabriel J. Fisika kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1996.

12

Page 13: Praktikum Fisiologi Penglihatan

3. deGroot, J. Neuroanatomi korelatif. Edisi ke-21. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC; 1997.

4. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit Buku

kedokteran EGC; 2011.

13