PRAKTIKUM DSK
-
Upload
achmad-abdul-jabbar -
Category
Documents
-
view
121 -
download
0
description
Transcript of PRAKTIKUM DSK
BAB II
PERCOBAAN 1
MODUL INPUT-OUTPUTON-OFF DISKRIT
2.1 TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan Percobaan Kontrol on-off adalah sebagai berikut. :
1. Mengetahui berbagai jenis input/output on-off diskrit
2. Memahami karakteristik jenis-jenis input/output on-off diskrit
2.2 DASAR TEORI
2.2.1 Indikator LED
LED (Light Emitting Diode) atau dioda pemancar cahaya adalah suatu
bahan padat sejenis dioda yang mengkonversi arus listrik menjadi cahaya.Dalam
penggunannya digunakan sebagai penanda berupa nyala lampu pijar. Strukturnya
juga sama dengan dioda, tetapi elektron yang melewati sambungan P-N juga
melepaskan energi berupa energi panas dan energi cahaya. Untuk mendapatkan
emisi cahaya pada semikonduktor, doping yang dipakai adalah gallium, arsenic,
dan phosporus. Jenis doping yang berbeda menghasilkan warna cahaya yang
berbeda pula.
Gambar 2.1Simbol LED
Pada dasarnya semua warna bisa dihasilkan, namun akan menjadi sangat
mahal dan tidak efisien. Dalam memilih LED selain warna, perlu diperhatikan
tegangan kerja, arus maksimum dan disipasi dayanya.Rumah (chasing) LED dan
bentuknya juga bermacam-macam, ada yang persegi empat, bulat dan lonjong.
Karakteristik LED meyerupai karakteristik dioda pada umumnya, antara lain :
Karakteristik V-I yang sama dengan tegangan bias maju 1,4 volt.
Untuk mengeluarkan emisi cahaya harus diberi bias maju dengan range
arus antara 5-20 mA.
Memiliki tegangan breakdown antara 5-50 volt pada bias mundur.
Kelebihan LED :
- Memiliki efisien yang lebih banyak dibandingkan lampu lain
- Lampu LED tidak menghasilkan panas
- Lebih tahan lama (1 watt mampu LED menghasilkan 100 lumen)
- Hemat listrik
Kekurangan LED :
- Harganya relatif mahal
2.2.1.1 Dioda
Dioda termasuk komponen elektronika yang terbuat dari bahan semi-
konduktor. Dioda memiliki fungsi yang unik yaitu hanya dapat mengalirkan arus
satu arah saja. Struktur dioda merupakan sambungan semikonduktor P dan N.
Satu sisi adalah semikonduktor dengan tipe P dan satu sisinya yang lain adalah
tipe N. Dengan struktur demikian arus hanya akan dapat mengalir dari sisi P
menuju sisi N.
Gambar 2.2 Simbol dan struktur dioda
Gambar di atas menunjukkan sambungan P-N dengan bagian yang disebut
lapisan deplesi (depletion layer), dimana terdapat keseimbangan hole dan
elektron. Pada sisi P banyak terbentuk hole-hole yang siap menerima elektron
sedangkan di sisi N banyak terdapat elektron-elektron yang siap untuk bebas
bergerak ke sisi P. Lalu jika diberi bias positif, atau memberi tegangan potensial
sisi P lebih besar dari sisi N, maka elektron dari sisi N akan bergerak untuk
mengisi hole di sisi P. Tentu kalau elektron mengisi hole disisi P, maka akan
terbentuk hole pada sisi N karena ditinggal elektron. Ini disebut aliran hole dari P
menuju N. Kalau mengunakan terminologi arus listrik, maka dikatakan terjadi
aliran listrik dari sisi P ke sisi N.
Gambar 2.3 Dioda dengan bias maju
Sebaliknya, jika polaritas tegangan dibalik yaitu dengan memberikan bias
negatif (reverse bias). Dalam hal ini, sisi N mendapat polaritas tegangan lebih
besar dari sisi P.Maka tidak akan terjadi perpindahan elektron atau aliran hole dari
P ke N maupun sebaliknya. Karena baik hole dan elektron masing-masing tertarik
ke arah kutup berlawanan. Bahkan lapisan deplesi (depletion layer) semakin besar
dan menghalangi terjadinya arus.
Gambar 2.4 Dioda dengan bias mundur
Dengan tegangan bias maju yang kecil saja (beberapa volt diatas nol)
dioda akan menjadi konduktor. Ini disebabkan karena adanya dinding deplesi
(deplesion layer). Untuk dioda yang terbuat dari bahan Silikon tegangan konduksi
adalah di atas 0.7 volt. Kira-kira 0.2 volt batas minimum untuk dioda yang terbuat
dari bahan Germanium.
Gambar 2.5 Grafik arus dioda
Sebaliknya untuk bias negatif dioda tidak dapat mengalirkan arus, namun
memang ada batasnya. Sampai beberapa puluh bahkan ratusan volt baru terjadi
breakdown, ketika dioda tidak lagi dapat menahan aliran elektron yang terbentuk
di lapisan deplesi.
2.2.1.2 Zener
Fenomena tegangan breakdown dioda ini mengilhami pembuatan
komponen elektronika yang dinamakan Zener. Sebenarnya tidak ada perbedaan
sruktur dasar dari Zenerdengan dioda. Tetapi dengan memberi jumlah doping
yang lebih banyak pada sambungan P dan N, ternyata tegangan breakdown dioda
bisa makin cepat tercapai. Jika pada dioda biasanya baru terjadi breakdown pada
tegangan ratusan volt, pada Zener bisa terjadi pada angka puluhan dan satuan volt.
Di datasheet ada zener yang memiliki tegangan Vz sebesar 1.5 volt, 3.5 volt dan
sebagainya.
Gambar 2.6 Simbol Dioda Zener
Ini adalah karakteristik Zener yang unik. Jika dioda bekerja pada bias maju
maka zener biasanya berguna pada bias negatif (reverse bias).
Fungsi Diode Zener :
a. Membuang daya yang tidak diperlukan pada daerah break down
b. Sebagai acuan tegangan
c. Mengatur operasi rangkaian sehingga arus dan tegangan dapat
seimbang
d. Pada plant percobaan ini, sebagai alat pengaman untuk menghindari
terjadinya polaritas tegangan sumber yang terbalik
2.2.1.3 Dioda Laser
Dioda laser adalah sejenis laserdi mana media aktifnya sebuah
semikonduktor persimpangan P-N yang mirip dengan yang terdapat pada dioda
pemancar cahaya (LED). Dioda laser kadang juga disingkat LD atau ILD. Prinsip
kerja dioda ini sama seperti dioda lainnya yaitu melalui sirkuit dari rangkaian
elektronika, yang terdiri dari jenis P dan N. Pada kedua jenis ini sering dihasilkan
2 tegangan, yaitu:
1. biased forward, arus dihasilkan searah dengan nilai 0,707 untuk
pembagian v puncak, bentuk gelombang di atas ( + ).
2. backforward biased, ini merupakan tegangan berbalik yang dapat
merusak suatu komponen elektronika.
2.2.1.4 Aplikasi
Dioda banyak diaplikasikan pada rangkaian penyerah arus (rectifier)
power suplai atau konverter AC ke DC. Di pasaran banyak ditemukan dioda
seperti 1N4001, 1N4007 dan lain-lain. Masing-masing tipe berbeda tergantung
dari arus maksimum dan juga tegangan breakdown-nya. Zener banyak digunakan
untuk aplikasi regulator tegangan (voltage regulator). Zener yang ada di pasaran
tentu saja banyak jenisnya tergantung dari tegangan breakdown-nya. Di dalam
datasheet biasanya spesifikasi ini disebut Vz (zener voltage) lengkap dengan
toleransinya, dan juga kemampuan disipasi daya.
Gambar 2.7LED array
LED sering dipakai sebagai indikator yang masing-masing warna bisa
memiliki arti yang berbeda. Menyala, padam dan berkedip juga bisa berarti lain.
LED dalam bentuk susunan (array) bisa menjadi display yang besar. Dikenal juga
LED dalam bentuk 7 segment atau ada juga yang 14 segment. Biasanya digunakan
untuk menampilkan angka numerik dan alphabet.
2.2.2 Indikator Akustik (Buzzer)
Gambar 2.8Rangkaian Buzzer
Indikator Akustik atau Buzzer terbuat dari elemen piezoceramic pada suatu
diafragma yang mengubah getaran/vibrasi suara menjadi gelombang suara.Alat ini
menggunakan resonansi untuk memperkuat intensitas suara.
Buzzer atau beeper memiliki dua tipe, yang pertama, resonator sederhana
yang disuplai sumber AC dan kedua melibatkan transistor sebagai micro-
oscillator yang membutuhkan sumber DC.
2.2.3 Relay
Relaymerupakan switch yang dioperasikan secara listrik. Definisi ini tidak
membatasi cakupan antara solid state (semikonduktor) relay dan elektromagnetik
relay atau gabungan keduanya.
Gambar 2.9 Diagram Blok Relay
The National Association of Relay Manufacturers (NARM)
mendefinisikan Relay adalah sebuah alat kontrol listrik untuk membuka dan
menutup kontak-kontak listrik yang mempengaruhi operasi dari suatu alat lain
yang dikontrolnya dalam rangkaian yang sama atau rangkaian lain.
SolidStateRelay(SSR) adalah suatu alat tanpa ada bagian yang bergerak
yang mempunyai fungsi seperti relayatau switch.
Elektromagnetik relay didefinisikan sebagai sebuah relay yang beroperasi
atau reset selama ada pengaruh elektromagnetik yang disebabkan oleh aliran arus
pada coil yang membuat beroperasinya kontak-kontak kontrol.
Pemilihan relay yang sesuai kebutuhan harus memenuhi beberapa kriteria,
antara lain:
Perawatan yang minim
Mempunyari kemampuan untuk disambungkan kebeberapa saluran
secara independen
Mudah adaptasi/disesuaikan dengan tegangan operasi dan tegangan
tinggi
Kecepatan operasi tinggi, misalnya waktu yang diperlukan untuk
menyambungkan saluran singkat.
2.2.3.1 Jenis-jenis relay
Klasifikasi RelayOMRON berdasarkan fungsinya :
1. General Purpose relays
2. Power Relays
3. Special Purpose Relay
4. PCB Relay
Gambar 2.10 Jenis-jenis relay Omron – LY, MKS, G8P, G7L, G5S ,G5PA,
G5NB, G5SB, G2R
Power Relaydigunakan bersama dengan socket, beroperasi pada arus DC
dan AC. Yang termasuk pada jenis ini adalah :
LY 1,2,3,4 (Menunjukkan banyaknya pole)
MK2P, 3P (2 pole dan 3 pole)
G7L (1 pole)
Perbedaan lain selain jumlah pole adalah ukuran (dimensi), bentuk casing,
dan kualitas.Beberapa aplikasi dari relay:
a. Untuk jenis power relaybanyak digunakan pada mesin-mesin industri.
b. Untuk jenis PCB aplikasinya tergantung dari load yang akan digunakan.
c. RelayG5S banyak digunakan pada AC (air conditioner) dan kulkas.
d. RelayG5PA banyak digunakan pada radio dan TV.
e. Relay G8P/G8PT banyak digunakan pada lampu-lampu mobil dan mesin
cuci.
2.2.3.2 Konstruksi Relay
a. Coil
Material coil adalah tembaga yang mempunyai konduktivitas cukup tinggi
yang dilapisi dengan bahan isolator. Maksud dilapisi oleh isolator adalah untuk
menghindari terjadinya kontak antara tembaga karena lilitan coil ini digulung
(winding) satu sama lain.
Bahan coil yang digunakan terdiri dari kelas-kelas dari bahan isolator itu
sendiri (insulation grade).
Tabel 2.1 Kelas-kelas bahan isolator coil
Insulation
grade
Maximum permitted
Temperature
Representative winding material
(code)
A 1050 C Enameled copper wire (EW)
B 1200 C Polyurethane/copper wire (UEW)
C 1300 C
Heat-resistant polyurethane /copper wire
(UEW-B)
Polyester/ copper wire (PEW)
b. Casing
Material dari casing itu sendiri terdiri dari bahan thermoplastik dan
thermosetting. Hal ini tergantung dari pemakaian konsumen, bila relay yang akan
digunakan akan beroperasi pada kondisi temperatur cukup tinggi, maka casing
relayharus dibuat dari material thermosetting yang cenderung mempunyai sifat
lebih tahan panas dari pada bahan thermoplastik.
Gambar 2.11 Casing relay
c. Armature
Armature dibuat dari besi lunak, dan yang sering dipakai dari silicon steel
atau permalloy.
Gambar 2.12 Armature
d. Yoke
Yoke dibuat dari bahan yang sama dengan armature.
Gambar 2.13Yoke
e. Terminal
Terminal pada umumnya dibuat dari copper atau copper alloy.
Gambar 2.14 Terminal yang sudah dimasukan ke base
f. Contact
Untuk kebutuhan umum (general), contact biasa dibuat dari perak atau
perak paduan. Tetapi materialcontactjuga disesuaikan menurut besar kecilnya
load.Berikut ini adalah urutan material contact berdasarkan besarnya kemampuan
menahan beban dari yang paling kecil sampai pada material yang mampu
menahan beban besar
a. PGS alloy (Platinum, gold, silver)
b. AgPd (Silver Palladium)
c. Ag (Silver)
d. (AgCdO) (Silver, Cadmium oxide)
e. AgNi (AglnSn)
f. (Silver, Indium, tin)
g. Core
Core pada umumnya dibuat dari besi lunak. Untuk membuat relay dapat
dialiri arus AC maka core diberi lapisan baja.
Gambar 2.15 Core
h. Socket Relay
Socketrelay adalah tempat meletakkan relay. Terbuat dari plastik dan
berfungsi untuk memudahkan penggantian relay apabila terjadi kerusakan.
Gambar 2.16 Socket Relay
2.2.3.3Prinsip kerja relay
Prinsip dasar relay dalam operasi adalah desain kontaktor dan motor
starter. Terdapat beberapa variasi dari solenoida yang secara prinsip digunakan
untuk pengoperasian relay. Struktur relay paling sederhana ditunjukkan pada
gambar 2.9
Pada dasarnya relay adalah set contact yang dikendalikan oleh coil.
Coilrelaymenggunakan prinsip elektromagnetik seperti pada solenoida. Ketika
relay diberi energi, akan timbul medan magnet yang menyebabkan armature
tertarik ke tengah coil. Dari gambar 2.17 terlihat bahwa armature adalah bagian
relay yang menyebabkan contact bergerak dari posisi open ke posisi close. Begitu
pula jika relay tidak diberi energi, medan elektromagnetik lenyap, dan armature
kembali ke posisi semula yang berarti contact berpindah dari posisi close ke open.
Gambar 2.17 Struktur relay sederhana
Diagram electric relay ditunjukkan oleh gambar di bawah :
Coil circuit for relay
Gambar 2.18Diagram elektrik relay
Hal yang perlu diperhatikan adalah coil disuplai oleh tegangan 12 V DC dan
beban di suplai tegangan 110 V AC. Dalam hal ini coil secara sederhana bertindak
sebagai operator untuk menarik contact ke posisi closed. Coil membutuhkan arus
yang relatif kecil untuk menghidupkan elektromagnet dan menarik contact ke
posisi closed.
Dalam pengunaannya relay mempunyai banyak keuntungan yang
diantaranya sebagai berikut:
1. Tidak mudah terganggu dengan adanya perubahan temperature di
sekitarnya.
2. Mudah mengadaptasi bermacam-macam tegangan operasi.
3. Mempunyai tahanan yang cukup tinggi pada kondisi tidak kontak.
4. Memungkinkan untuk menyambungkan beberapa saluran secara
independen.
Selain itu relay juga mempunyai kerugian diantaranya sebagai berikut.
1. Bila diaktifkan, maka relay akan berberbunyi
2. Relay mempunyai kecepatan menyambung atau memutus saluran
terbatas.
2.2.4 Solenoida
Pada dasarnya solenoide adalah piranti yang digunakan sebagai switch
dalam sistem kontrol, biasanya solenoide digunakan untuk memindahkan beban
secara mekanis. Jadi, alat ini digunakan untuk memindahkan beban secara
mekanis atau mempertahankannya, system yang digunakan adalah medan
magnet,semakin besar arus yang mengalir pada solenoida maka medan magnet
akan semakin besar dan pada batasan tertentu akan menarik switch yang terbuat
dari konduktor dan switch ini yang kemudian di manfaatkan dalam aplikasi
kontrol on-off.
2.2.4.1 Konstruksi solenoida
Suatu solenoida adalah suatu kumparan kawat panjang dengan suatu pola
seperti bentuk sekrup, yang pada umumnya dikelilingi oleh suatu bingkai baja dan
mempunyai suatu inti baja di dalam lilitan.Ketika ada aliran arus litrik solenoida
menjadi alat elektromagnetik, di mana tenaga elektris diubah jadi pekerjaan
mekanis.
Gambar 2.19Pull Type Solenoid
Gambar 2.20 Push Type Solenoid
Inti suatu solenoida pada umumnya dibuat dari dua bagian, suatu penggiat
(pengisap/ spekulan ) yang dapat dipindahkan, dan suatu penghalang/penopang
atau inti akhir yang telah ditetapkan. Efisiensi suatu solenoida adalah suatu faktor
dari kekuatan mekanis alat, ketetapan magnetik dan bentuk wujud inti elektrik
yang meliputi bagian-bagian dari solenoida yang berupa pengisap/spekulan dan
perubahan/sarung.
Pengisapbebas bergerak yang terletak di pusat lilitandipasang dengan arah
linier. Ketika coil diberi tenaga oleh arus listrik, suatu gaya magnetis akan
terbentuk antara pengisap/spekulan dan inti akhir, hal inilah yang menyebabkan
pengisap/spekulan itu dapat bergerak. Untuk memperoleh hasil solenoida yang
lebih baik maka harus digunakan bahan yang baik pula. Hal tersebut penting bagi
suatu solenoida untuk menghilangkan gaya magnetisnya ketika daya listrik
masukan dipindahkan, hal ini untuk memungkinkan pengisap/spekulan tersebut
untuk dapat kembali mulai lagi posisi aslinya ( posisi mula-mula ). Sedangkan
medan magnet sisanya disebut kemagnetan bersifat sisa (residual magnetism).
Material pemandu yang terletak di pusat dan penyepuhan
pengisap/spekulan harus dipilih untuk mendapatkan friksi minimum dan
pengausan rendah. Gelas, kaca, nilon, kuningan untuk pemandu dan nikel electro-
less atau fraksi lainyang mempunyai lapisan tipissangat cocok untuk
pengisap/spekulan.
Desain dan pemilihan suatu solenoida memerlukan pengetahuan dasar
mekanik dan hubungan timbal baliknya dengan bidang elektrik. Dalam banyak
kesempatan hal tersebut penting untuk membuat trade offs antar berbagai
mekanik, elektrik, yang berkenaan dengan panas, akustis, dan sifat fisis. Desain
ini telah diatur untuk membantu kita di dalam pemilihan solenoida yang sesuai
dengan penggunaannya.
2.2.4.2 Jenis-jenis solenoida
Banyak jenis dan macam-macam solenid yang ada, diantaranya :
1. Tubular Solenoids, dapat bekerja pada tegangan AC dan DC.
Gambar 2.21Tubular Solenoid
2. Open Frame, solenoida yang dapat bekerja pada tegangan AC dan DC.
Gambar 2.22Open Frame
3. Low Profil, solenoida yang dapat bekerja pada tegangan AC dan DC.
Gambar 2.23Low Profil
4. Hinged clapper, solenoida yang dapat bekerja pada tegangan AC dan
DC.
Gambar 2.24Hinged clapper
5. Latching, solenoida hasil modifikasi dari jenis solenoida yang lain.
Gambar 2.25Latching
6. Rotary
Gambar 2.26Rotary
Tabel 2.13Keuntungan dan Kerugian Solenoida DC
No. Keuntungan Solenoida DC Kerugian Solenoida DC
1
2
3
4
5
6
Mudah pengoperasiannya.
Usianya lama.
Tenaga untuk mengoperasikan keci.
Perlu peredam percikan api.
Bunyi yang dihasilkan lemah.
Terjadi tegangan tinggi saat pemutusan arus.
Waktu sambung lama
Perlu adaptor bila yang dipakai tegangan
AC.
Bagian yang kontak cepat aus.
2.2.5 Hall-Effect Sensor
Sensor Hall Effect digunakan untuk mendeteksi kedekatan (proximity),
kehadiran atau ketidakhadiran suatu objek magnetis (yang) menggunakan suatu
jarak kritis. Pada dasarnya ada dua tipe Half-Effect Sensor, yaitu tipe linear dan
tipe on-off. Tipe linear digunakan untuk mengukur medan magnet secara linear,
mengukur arus DC dan AC pada konduktordan fungsi-fungsi lainnya. Sedangkan
tipe on-off digunakan sebagai limit switch, sensor keberadaan (presence sensors),
dsb. Sensor ini memberikan logika output sebagai interface gerbang logika secara
langsung atau mengendalikan beban dengan buffer amplifier.
Gambar 2.27 Diagram Hall Effect
Keterangan gambar :
1. Elektron
2. Sensor Hall atau Elemen Hall
3. Magnet
4. Medan Magnet
5. Power Source
Hall Effect tergantung pada beda potensial (tegangan Hall) pada sisi yang
berlawanan dari sebuah lembar tipis material konduktor atau semikonduktor
dimana arus listrik mengalir, dihasilkan oleh medan magnet yang tegak lurus
dengan elemen Hall. Perbandingan tegangan yang dihasilkan oleh jumlah arus
dikenal dengan tahanan Hall, dan tergantung pada karakteristik bahan. Dr. Edwin
Hall menemukan efek ini pada tahun 1879.
Hall Effect dihasilkan oleh arus pada konduktor. Arus terdiri atas banyak
beban kecil yang membawa partikel-partikel (biasanya elektron) dan membawa
gaya Lorentz pada medan magnet. Beberapa beban ini berakhir di sisi – sisi
konduktor. Ini hanya berlaku pada konduktor besar dimana jarak antara dua sisi
cukup besar.
Salah satu yang paling penting dari Hall Effect adalah perbedaan antara
beban positif bergerak dalam satu arah dan beban negatif bergerak pada
kebalikannya. Hall Effect memberikan bukti nyata bahwa arus listrik pada logam
dibawa oleh elektron yang bergerak, bukan oleh proton. Yang cukup menarik,
Hall Effect juga menunjukkan bahwa dalam beberapa substansi (terutama
semikonduktor), lebih cocok bila kita berpikir arus sebagai “holes” positif yang
bergerak daripada elektron.
Gambar 2.28 Pengukuran Tegangan Hall
Dengan mengukur tegangan Hall yang melalui bahan, kita dapat
menentukan kekuatan medan magnet yang ada. Hal ini bisa dirumuskan :
Dimana VH adalah tegangan yang melalui lebar pelat, I adalah arus yang
melalui panjang pelat, B adalah medan magnet, d adalah tebal pelat, e adalah
elektron, dan n adalah kerapatan elektron pembawa. Dalam keberadaan kekuatan
medan magnetik yang besar dan temperatur rendah, kita dapat meneliti quantum
Hall effect, yang dimana adalah kuantisasi tahanan Hall.
Dalam bahan ferromagnetik (dan material paramagnetik dalam medan
magnetik), resistivitas Hall termasuk kontribusi tambahan, dikenal sebagai
Anomalous Hall Effect (Extraordinary Hall Effect), yang bergantung secara
langsung pada magnetisasi bahan, dan sering lebih besar dari Hall Effect biasa.
Walaupun sebagai sebuah fenomena yang dikenal baik, masih ada perdebatan
tentang keberadaannya dalam material yang bervariasi. Anomalous Hall Effect
bisa berupa efek ekstrinsik bergantung pada putaran yang menyebar dari beban
pembawa, atau efek intrinsik yang dapat dijelaskan dengan efek Berry phase
dalam momentum space kristal.
Hall effect menghasilkan level sinyal yang sangat rendah dan
membutuhkan amplifikasi. Amplifier tabung vakum pada abad 20 terlalu mahal,
menghabiskan tenaga dan kurang andal dalam aplikasi sehari-hari. Dengan
pengembangan IC berharga murah maka Hall Effect Sensor menjadi berguna
untuk banyak aplikasi. Alat Hall Effect saat disusun dengan tepat akan tahan
dengan debu, kotoran, lumpur dan air. Sifat ini menyebabkan alat Hall Effect lebih
baik untuk sensor posisi daripada alat alternatif lainnya seperti sensor optik dan
elektromekanik.
Hall effect sensor sering dipakai untuk Split ring clamp-on sensor, Analog
multiplication, Power sensing, Position and motion sensing, Automotive ignition
dan fuel injection serta Wheel rotation sensing. Sensor ini banyak tersedia di
berbagai macam pabrik, dan digunakan untuk sensor-sensor yang bervariasi
seperti sensor aliran cairan, sensor power dan sensor tekanan.
2.2.6 Reflective-Opto Switch
Alat ini terdiri dari pasangan emiter/detektor pada tempat yang sama.
Emiter meradiasikan cahaya UV dan jika tidak ada halangan yang akan
memantulkan cahaya tersebut, maka tidak akan ada cahaya yang diterima oleh
detektor.
Jika objek pemantul (dengan warna/permukaan yang sesuai) dibuat
menghadap alat ini, detektor (photoresistor) mensaturasi output, sehingga
terbentuk sinyal logika.
Emiter dan detektor disesuaikan, di mana detektor mempunyai puncak
sensitivitas yang bersesuaian dengan panjang gelombang emiter.
Seberapa baik pendeteksian suatu objek tergantung pada :
a. Jumlah cahaya yang dipancarkan oleh suatu sumber cahaya.
b. Kepekaan photodetector.
c. Jarak antara switch dari objek.
d. Kondisi cahaya dari lingkungan sekitar.
e. Kedudukan tegak lurus permukaan dari pantulan cahaya dengan
switch.
2.2.7 Proximity Switch Induktif
Alat ini terdiri dari suatu osilator, demodulator, trigger, dan switching
amplifier.Alat ini diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Bersumber daya AC atau DC.
b. 2 terminal, di mana beban dihubungkan antara terminal satu dengan sumber
AC atau DC, sementara terminal lain merupakan GND.
c. 3 terminal, dua terminal di antaranya adalah sumber tegangan dan GND,
sedangkan terminal lainnya adalah output beban yang dihubungkan dengan
sumber tegangan (tipe NPN ) atau ke GND (tipe PNP).
Alat ini terdiri dari suatu osilator, demodulator, trigger, dan switching
amplifier.Alat ini beroperasi dengan prinsip transistor osilator yang operasinya
dumped ketika objek metal mendekati elemen yang beresonansi. Efisiensi
dumping effect ini tergantung dari tipe metal dan jarak.
Jika objek metal memasuki medan magnet kumparan osilator, arus pusar
akan diinduksi pada kumparan yang mengubah amplitudo osilasi. Demodulator
akan mengkonversi perubahan amplitudo menjadi sinyal DC yang akan
mengaktifkan trigger.
a. Keuntungan Penggunaan Proximity Switch induktif :
Tidak perlu ada kontak fisik secara langsung antara pemakai dengan
sistem.
Dapat bekerja di lingkungan dengan kondisi apapun.
Responnya berjalan dengan cepat.
Awet dan tahan lama.
b. Aplikasi
Gambar 2.29 Aplikasi penggunaan Proximity Switch Induktif untuk Tank Level Control
Gambar 2.30 Aplikasi penggunaan Proximity Switch Induktif untuk Grinding Amount Detection
Gambar 2.31 Aplikasi Penggunaan Proximity Switch Induktifuntuk Work Pierce Sorting.
c. Kurva Karakteristik
Gambar 2.32 Karakteristik Proximity Switch Induktif.
Dari gambar 2.32 di atas, terlihat bahwa dengan ukuran objek yang sama,
besi memiliki jarak dari sensor yang paling jauh, kemudian berturut-turut diikuti
oleh baja, kuningan, alumunium, serta tembaga. Dari sini dapat disimpulkan
bahwa besi memiliki kerapatan molekul yang paling besar (paling rapat molekul-
molekulnya) dibandingkan dengan baja, kuningan, alumunium, serta tembaga.
2.3 PENGUJIAN ALAT
2.3.1 Alat dan Bahan
1. Modul input/output ON-OFF diskrit
2. Multimeter digital
3. Konektor/jumper
4. Power Supply DC 0 – 20 V dan 15 V
5. Bahan logam (besi, kuningan, aluminium)
6. Penggaris
2.3.2 Cara Kerja
2.3.2.1 Indikator LED
1 Merangkai alat dan bahan sesuai dengan gambar rangkaian
2 Memberikan tegangan DC 0 sampai 20 volt secara bertahap pada
terminal (+) dan (-) sebanyak 3 variasi tegangan
3 Mengamati nyala lampu LED setiap kenaikan tegangan.
2.3.2.2 Indikator Akustik
1 Merangkai alat dan bahan sesuai dengan gambar rangkaian
2 Memberikan tegangan DC 0 sampai 20 volt secara bertahap pada
terminal (+) dan (-) sebanyak 3 variasi tegangan
3 Mengamati kinerja buzzer setiap kenaikan tegangan.
2.3.2.3Relay
1 Merangkai alat dan bahan sesuai dengan gambar rangkaian
2 Memberikan tegangan DC 0 sampai 20 volt pada terminal kumparan
meningkat secara perlahan sampai relay aktif
3 Mencatat tegangan pada relay
4 Menurunkan tegangan secara perlahan sampai release point
5 Mencatat tegangan pada release point
6 Mengulangi sampai 3 kali
2.3.2.4 Solenoida
1 Merangkai alat dan bahan sesuai dengan gambar rangkaian
2 Memberikan tegangan 0 – 20 volt pada solenoida secara perlahan
sampai solenoida aktif
3 Mencatat tegangan pada solenoida
4 Mengulangi sampai 3 kali
2.3.2.5 Hall effect sensor
1 Membuat pengkoneksian seperti pada gambar
Soket B1 dihubungkan dengan ground
Menghubungkan soket B2 pada tegangan 0-20 V tegangan DC
untuk mengaktifan Hall Sensor
Soket B3 dihubungkan dengan tegangan positif 15 volt
Soket B4 adalah keluaran rangkaian, menhubungkan seperti dalam
modul rangkaian.
2 Mengamati kondisi sensor
3 Menghubungkan soket B2 pada tegangan DC 0 sampai 20 volt
4 Menaikkan tegangan secara perlahan sampai sensor aktif ( hidup / on )
kemudian mencatat tegangannya. Setelah itu, tegangan diturunkan
sampai sensor mati dan mencatat kembali tegangannya
5 Mengulangi sampai 3 kali
2.3.2.6 Reflective Opto-Switch
1 Membuat pengkoneksian seperti pada gambar
Kotak /soket B5 dihubungkan ke GND pada papan
Kontak /soket B6 output yang di puuled up dengan +V
2 Memberikan tegangan suplai sebesar 15 volt.
3 Menutup sensor dengan bahan tertentu yang berwarna hitam.
4 Mengulangi langkah 2-3 dengan menggunakan warna yang berbeda
merah dan biru
5 Mengamati kondisi indikator
2.3.2.7Proximity Switch Induktive
1 Membuat pengkoneksian seperti pada gambar
Kontak B6 dihubungkan dengan suplai tegangan positif
Kontak B8 dihubungkan dengan B7
2 Mengukur tegangan suplai dengan tepat 15 V
3 Memasang material logam yang akan dipakai
4 Memutar modul sedemikian hingga antara sensor dan material meiliki
jarak awal sebesar 5 mm.
5 Memutar modul sedikit demi sedikit hingga sensor mendeteksi logam
tersebut. Pemutaran berhenti pada titik dimana sensor paling sensitif.
6 Mengukur/menghitung jarak logam dari sensor
7 Mengamati kondisi indikator
2.3.3Data Percobaan
2.3.3.1 Indikator LED
Tabel 2.2 Data Percobaan Indikator LED
No. Tegangan (volt) Kondisi LED
1 1,25 Mati
2 2 Redup
3 6 Terang
2.3.3.2 Indikator Akustik
Tabel 2.3 Data Pecobaan Indikator Akustik
No. Tegangan (volt) Kondisi indikator
1 1,25 Mati
2 4,5 Pelan
3 14,85 Keras
2.3.3.3 Relay
Tabel 2.4 Data Percobaan Relay
NoTegangan naik
(volt)
Tegangan turun
(volt)
Kondisi
relay
1 7,35 1,85 ON-OFF
2 7 1,25 ON-OFF
3 7,22 1,75 ON-OFF
2.3.3.4 Solenoida
Tabel2.5 Data Percobaan Solenoida
No Tegangan (volt) Kondisi Solenoida
1 4,85 ON
2 4,84 ON
3 4,15 ON
2.3.3.5 Hall Effect Sensor
Tabel 2.6 Data Percobaan Hall-Effect Sensor
NoTegangan Naik
(volt)
Tegangan Turun
(volt)Kondisi Buzeer
1 13,87 7,4 ON-OFF
2 15,2 7,33 ON-OFF
3 14,3 7,3 ON-OFF
2.3.3.6 Reflective Opto-Switch
Tabel 2.7 Data Percobaan Reflective Opto-Switch
No Bahan
Tegangan
Keluaran
(V)
Jarak BahanKondsi
IndikatorLED
1Benda berwarna
merah13,55 2,5mm ON
2Benda berwarna
biru13,55 2,5mm ON
3Benda berwarna
hitam0 2,5mm OFF
2.3.3.7 Proximity Switch Induktif
Tabel 2.8 Data Percobaan Proximity Switch Indoktif
Bahan Jarak (cm) Kondisi Indikator
Besi 0,4 ON
Kuningan 0,3 ON
Alumunium 0,2 ON
2.4 ANALISA DAN PEMBAHASAN
2.4.1 Indikator LED
Gambar 2.33 rangkaian indikator LED
Indikator adalah variabel yang dapat digunakan untuk mengevaluasi
keadaan atau status dan memungkinkan dilakukannya pengukuran terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu.
Dari gambar dapat dilihat bahwa resistor yang dirangkai seri dengan LED
dipilih sedemikian rupa sehingga dioda zener akan bekerja pada daerah dadal.
Yang dimaksud dengan LED (Light Emitting Diode) atau dioda pemancar cahaya
disini adalah suatu bahan padat sejenis dioda yang mengkonversi arus listrik
menjadi cahaya.
Kemudian yang dimaksud dengan daerah dadal adalah daerah dimana arus
dapat membesar sedang tegangannya tetap. Di sini dioda zener dirangkai pararel
dengan LED sehingga tegangan keduanya adalah sama. Dioda sekarang akan
mengendalikan tegangan beban terhadap perubahan arus beban dan terhadap
perubahan sumber tegangan.
Oleh karena bekerja dalam daerah dadal maka perubahan arus yang besar
dalam dioda hanya mengakibatkan perubahan yang kecil dalam tegangan dioda.
Selanjutnya bila arus beban dan sumber tegangan berubah, arus dioda akan
menyesuaikan diri pada perubahan-perubahan ini untuk mempertahankan
tegangan beban yang hampir tetap. Oleh karena itu pada suatu saat tertentu LED
akan menyala konstan meskipun tegangan terus ditambahkan.
Tabel 2.9 Data Percobaan Indikator LED
No. Tegangan (volt) Kondisi LED
1 1,25 Mati
2 2 Redup
3 6 Terang
Dari tabel 2.9 dapat diperoleh analisa bahwa LED mati pada tegangan
1,25. Pada tegangan 2 LED akan menyala redup. Pada tegangan 6 volt, LED
menyala terang dan akan menyala dengan konstan meskipun tegangan dinaikkan
hingga 15 V. Hal ini dikarenakan adanya dioda zener yang diparalel dengan LED.
2.4.2 Indikator Akustik (Buzzer)
Gambar 2.34 Rangkaian percobaan indikator Buzzer.
Dioda Zener adalah dioda yang didesain dengan kemampuan membuang
daya yang memadai untuk dijalankan di daerah dadal (break down region). Dioda
Zener dapat digunakan sebagai acuan tegangan atau sebagai alat yang
memberikan tegangan tetap. Dioda akan mengendalikan tegangan beban terhadap
perubahan dalam arus beban dan terhadap perubahan sumber tegangan. Oleh
karena di dalam daerah dadal perubahan yang besar dalam arus dioda
mengakibatkan perubahan yang kecil dalam tegangan dioda selanjutnya bila arus
beban dan sumber tegangan berubah arus dioda akan menyesuaikan diri pada
perubahan-perubahan ini untuk mempertahankan tegangan beban yang hampir
tetap.
Indikator Akustik atau Buzzer terbuat dari elemen piezoceramic pada suatu
diafragma yang mengubah getaran/vibrasi suara menjadi gelombang suara. Alat
ini menggunakan resonansi untuk memperkuat intensitas suara.
Tabel 2.10 Data Pecobaan indikator Akustik
No. Tegangan (volt) Kondisi indicator
1 1,25 Mati
2 4,5 Pelan
3 14,85 Keras
Dari tabel 2.10 di atas menunjukkan hubungan searah antara tegangan dan
kondisi indikator akustik atau buzzer. Semakin besar tegangan input yang
diberikan maka mengakibatkan semakin tinggi pula bunyi yang dikeluarkan oleh
indikator buzzer. Bisa kita lihat pada keadaan tegangan 1,25 buzzer tidak
berbunyi, sedangkan pada keadaan tegangan 4,5 buzzer mulai bunyi walaupun
pelan dan pada keadaan tegangan 14,85 buzzer berbunyi keras.
2.4.3 Relay
Gambar 2.35Rangkaian percobaan Relay
Relay mempunyai prinsip kerja apabila pada lilitan dialiri arus listrik maka
arus listrik tadi akan mengalir melalui lilitankawat dan akan timbul medan
magnet( sesuai dengan hukum Oerstad ). Dan juga sesuai dengan hukum Biot-
Savart yang menyatakan bahwa kawat berarus akan menimbulkan induksi medan
magnetik sebesar
dB = k
idl sin θr 2
dimana:
K= Suatu tetapan
μ 04 π
weberAmper . meer
r = jari-jari (meter)
i = Besarnya Arus dl = panjang kawat (meter)
θ = Sudut antara dl dan r B = Induksi magnetic (Weber)
Karena induksi medan magnet yang timbul itulah maka selanjutnya akan
timbul suatu gaya yang ditimbulkan oleh medan magnet tersebut, yang
mengakibatkan pelat yang ada di dekat kumparanakan tertarik ataupun terdorong
sehingga saluran dapat tersambung ataupun terputus. Gaya tersebut dinamakan
dengan gaya Lorentz yang di formulasikan :
F = il x B
dimana;
F = Gaya Lorentz (Newton) l = panjang penghantar
i = Arus (Ampere) B = Induksi magnetic (Weber)
Sekali dioperasikan, relay akan megubah karakteristik geometris
rangkaian magnetiknya (menurunkan kelentingan rangkaian magnetik). Oleh
karena itu, dibutuhkan arus yang lebih rendah untuk menjaga agar relay tetap
bekerja daripada arus yang dibutuhkan untuk membuat relay bekerja.
Gambar 2.36Konstruksi Relai Elektro Mekanik Posisi NC (Normally Close)
Dari konstruksi relai elektro mekanik diatas dapat diuraikan sistem kerja
atau proses relay bekerja. Pada saat elektromagnet tidak diberikan sumber
tegangan maka tidak ada medan magnet yang menarik armature, sehingga skalar
relay tetap terhubung ke terminal NC (Normally Close) seperti terlihat pada
gambar konstruksi diatas. Kemudian pada saat elektromagnet diberikan sumber
tegangan maka terdapat medan magnet yang menarik armature, sehingga saklar
relay terhubung ke terminal NO (Normally Open) seperti terlihat pada gambar
dibawah.
Gambar 2.37Konstruksi Relai Elektro Mekanik Posisi NO (Normally Open)
Tabel 2.11 Data Percobaan Relay
NoTegangan naik
(volt)
Tegangan turun
(volt)
Kondisi
relay
1 7,35 1,85 ON-OFF
2 7 1,25 ON-OFF
3 7,22 1,75 ON-OFF
Perhitungan rata-rata tegangan naik yang digunakan untuk menghidupkan
relay:
V 1+V 2+V 3+. .. ..+Vnn
=V
Dari percobaan diperoleh :
7 ,35+7+7 , 223
=7 , 19
Sehingga rata-rata tegangan naik yang digunakan untuk menghidupkan relay
agar berada dalam posisi close adalah 7,19 volt
Perhitungan rata-rata tegangan turun yang digunakan untuk mematikan
relay:
V 1+V 2+V 3+. .. ..+Vnn
=V
Dari percobaan diperoleh :
1, 85+1 , 25+1 , 753
=1 ,61
Sehingga rata-rata tegangan turun yang digunakan untuk membuat relay
dalam posisi open adalah 1,61 volt.
Dalam percobaan ini ditemukan perbedaan antara tegangan maju dan
tegangan mundur untuk menghidupkan relay hal ini dikarenakan karena adanya
kesalahan dalam relay yang dapat disebabkan kumparan yang ada pada relay.
Pada dasarnya relay adalah set contact yang dikendalikan oleh
coil.Coilrelay menggunakan prinsip elektromagnetik. Ketika relay diberi energi,
akan timbul medan magnet yang menyebabkan armature tertarik ke tengah coil.
Sebaliknya jika energi masukan ke relay dikurangi, maka medan elektromagnetik
yang semula timbul pun perlahan–lahan akan lenyap, dan armature kembali ke
posisi semula yang berarti contact berpindah dari posisi close ke open. Itulah yang
menyebabkan relay membutuhkan waktu yang cukup lama untuk kembali ke
posisi close.
2.4.4 Solenoida
Gambar 2.38Rangkaian percobaan Solenoida
Percobaan ini menggunakan solenoida sebagai sensor. Apabila tegangan
yang digunakan sebagai input sudah cukup memadai maka sensor akan hidup.
Akan tetapi pada dasarnya solenoida digunakan sebagai beban sedang pada
rangkaian ini solenoida digunakan sebagai sensor sehingga kurang efektif dalam
kerjanya.
Di lapangan kita bisa menemukan solenoida dengan arus searah (DC)
ataupun arus bolak balik (AC),sedangkan yang sering digunakan adalah Solenoida
DC.Solenoida DC secara konstruktif mempunyai inti yang pejal dan terbuat dari
besi lunak.Dengan demikian mempunyai bentuk yang simpel dan kokohagar
diperoleh konduktansi optimum pada medan magnet. Bila ada kelonggaran udara,
tidak akanmengakibatkan kenaikan temperatur operasi, karena temperatur operasi
hanya akan tergantungpada besarnya tahanan kumparan serta arus listrik yang
mengalir.
Bila solenoida DC diaktifkan maka arus listrik yang mengalir meningkat
secara perlahan. Ketika arus listrikdialirkan ke dalam kumparan akan terjadi
elektromagnet. Selama terjadinya induksi akan menghasilkan gaya yang
berlawanan dengan tegangan yang digunakan.Bila solenoida dipasifkan maka
medan magnet yang pernah terjadi akan hilangdan dapat mengakibatkan tegangan
induksi yang besarnya bisa beberapa kali lipat dibandingkandengan tegangan yang
ada pada kumparan. Tegangan induksi ini dapat mengakibatkan rusaknya isolasi
pada gulungan koil, selanjutnya bila hal ini terjadi terus akan terjadi percikan api.
Untuk mengatasi hal ini maka harus dibuat rangkaian yang meredam percikan api,
misalnya dengan memasang tahanan yang dihubungkan secara paralel dengan
induktansi. Sehingga bila terjadi pemutusan arus listrik, energi akan tersimpan
dalam bentuk medan magnet dan dapat hilang lewat tahanan yang dipasang tadi.
Tabel 2.12 Data Percobaan Solenoida
No Tegangan (volt) Kondisi Solenoida
1 4,85 ON
2 4,84 ON
3 4,15 ON
Dari tabel di atas dapat kita cari tegangan rata-rata untuk membuat
solenoida dalam keadaan aktif, perhitungannya adalah sebagai berikut :
V 1+V 2+V 3+. .. ..+Vnn
=V
Dari percobaan diperoleh :
4 ,85+4 ,84+4 ,153
=4 , 61
Sehingga rata-rata tegangan yang digunakan untuk mengaktifkan
solenoida adalah 4,61 Volt.
+alasan kenapa solenoida tidak kembali OFF meskipun sumber
tegangannya dikecilkan?
2.4.5 Hall Effect Sensor
Sensor adalah alat untuk mendeteksi/mengukur sesuatu, yang digunakan
untuk mengubah variasi mekanis, magnetis, panas, sinar dan kimia menjadi
tegangan dan arus listrik.Sensor sering digunakan untuk pendeteksian pada saat
melakukan pengukuran atau pengendalian.Dalam lingkungan sistem pengendali
dan robotika, sensor memberikan kesamaan yang menyerupai mata, pendengaran,
hidung, lidah yang kemudian akan diolah oleh kontroler sebagai otaknya
Sensor Efek Hall digunakan untuk mendeteksi kedekatan (proximity),
kehadiran atau ketidakhadirannya suatu obyek magnetis (yang) menggunakan
suatu jarak kritis. Pada dasarnya ada dua tipe Hall-Effect Sensor, yaitu tipe linear
dan tipe ON-OFF. Tipe linear digunakan untuk mengukur medan magnet secara
linear, mengukur arus DC dan AC pada konduktor. Sedangkan tipe ON-OFF
digunakan sebagai limit switch, sensor keberadaan (presence sensors). Sensor ini
memberikan logika output sebagai interface gerbang logika secara langsung atau
mengendalikan beban dengan buffer amplifier.
Gambar 2.39 Rangkaian percobaan Hall-Effect Sensor
Dari gambar rangkaian di atas dapat dijelaskan bahwa Buzzer (indikator
akustik) bekerja sebagai beban. Beban dihubung pararel dengan Hall-
EffectSensor. Kemudian dari sensor menuju langsung ke ground sehingga
besarnya tegangan yang masuk ke beban sama dengan tegangan yang masuk ke
sensor. Dari tegangan yang masuk sensor langsung memberikan respon.
Tegangan dari power supply sebesar 0-20 volt DC kemudian diberi beban
berupa buzzer dan dihubungkan pararel dengan sensor Hall-Effect yang kemudian
memberikan respon terhadap input tegangan yang diterima.
Tabel 2.14 Data Percobaan Hall-Effect Sensor
NoTegangan Naik
(volt)
Tegangan Turun
(volt)Kondisi Buzzer
1 13,87 7,4 ON-OFF
2 15,2 7,33 ON-OFF
3 14,3 7,3 ON-OFF
Perhitungan rata-rata tegangannaik yang digunakan untuk menghidupkan
Hall effect sensor :
V 1+V 2+V 3+. .. ..+Vnn
=V
Dari percobaan diperoleh :
13 , 87+15 ,2+14 , 33
=14 , 45
Sehingga rata-rata tegangan naik yang digunakan untuk menghidupkan
indikator buzzer sebagai beban dari Hall effect sensor adalah 14,45volt. Jadi
dalam percobaan ini Hall effect sensor memiliki tegangan on sebesar 14,45volt.
Perhitungan rata-rata tegangan turun yang digunakan untuk mematikan Hall
effect sensor:
V 1+V 2+V 3+. .. ..+Vnn
=V
Dari percobaan diperoleh :
7,4+7 ,33+7,33
=7 ,34
Sehingga rata-rata tegangan turun yang digunakan untuk mematikan
indikator buzzer sebagai beban dari Hall effect sensoradalah 7,34 volt. Jadi dalam
percobaan ini Hall effect sensor memiliki tegangan off sebesar 7,34volt.
2.4.6 Reflective Opto-Switch
Gambar 2.40 Rangkaian percobaan Reflective Opto-Switch
Dari gambar rangkaian di atas switch yang digunakan adalah Replective
Opto Switch sedangkan bebannya adalah indicator LED. Tegangan masuk ke
dalam input sebesar 15 volt DC. Kemudian dihubungkan ke beban. Maka LED
akan memberikan respon terhadap switch ketika sensor ditutup dengan bahan
yang berbeda warna. Dalam percobaan ini digunakan media hitam, media biru dan
media merah. Sehingga diperoleh respon yang berbeda pula dari indikator LED.
Tabel 2.15 Data Percobaan Reflective Opto-Switch
No Bahan
Tegangan
Keluaran
(V)
Jarak BahanKondsi
IndikatorLED
1Benda berwarna
merah13,55 2,5mm ON
2Benda berwarna
biru13,55 2,5mm ON
3Benda berwarna
hitam0 2,5mm OFF
Dari tabel di atas dapat diperoleh analisa sebagai berikut : untuk tegangan
dan jarak bahan yang sama, benda berwarna merah dan biru memberikan respon
untuk men-switch sensor (dalam percobaan di atas indicator LED). Sedangkan
untuk benda berwarna hitam, switch tidak aktif. Hal ini dikarenakan untuk bahan
berwarna hitam, cahaya UV yang dipancarkan dari emitter tidak terpantul
sehingga detektor tidak menerima cahaya. Akibatnya indikator akustik tidak
memberikan respon.
+ penjelasan, kenapa warna merah dan warna biru tegangan
keluarannya sama?
2.4.7 Proximity Switch induktif
Gambar 2.41 Rangkaian percobaan Proximity Switch Induktif
Pada percobaan di atas solenoida digunakan sebagai beban dan Proximity
Switch sebagai sensor sehingga soleinoida lebih efektif kerjanya. Sedangkan
untuk switch-nya digunakan proximity. Untuk ketelitian sensor, diukur
berdasarkan material yang digunakan dalam proximity dalam percobaan di atas
digunakan besi, kuningan, dan alumunium. Dengan demikian dapat dibedakan
tingkat kesensitivitasan material tersebut. Perbandingan tingkat kesensitivitasan
material-material tersebut dapat kita lihat pada tabel 2.16.
Tabel 2.16 Data Percobaan Proximity Switch Indoktif
Bahan Jarak (cm) Kondisi Solenoida
Besi 0,4 ON
Kuningan 0,3 ON
Alumunium 0,2 ON
Dari tabel di atas dapat kita analisa bahwa untuk ketiga material di atas
(alumunium, kuningan, besi), memerlukan jarak yang berbeda-beda untuk
menyalakan indikator. Semakin dekat jarak yang diperlukan maka semakin rendah
kesensitivitasannya dalam hal ini kuat medan magnet yang dimiliki material
tersebut. Sehingga dari percobaan di atas dapat dilihat bahwa
alumuniummempunyai kuat medan magnet paling kecil di antara ketiga material
di atas. Sedangkan besi mempunyai medan magnetik paling kuat di antara
ketiganya. Hal ini sesuai dengan teori yang dapat dilihat pada grafik berikut:
Gambar 2.42 Karakteristik Proximity Switch induktif.
2.5 PENUTUP
2.5.1 Kesimpulan
1. Pada percobaan dengan indikator LED, LED digunakan sebagai sensor
terhadap input tegangan yang masuk rangkaian, ditandai dengan nyalanya
lampu LED. Pada keadaan tegangan 1,25 volt LED mati, sedangkan pada
tegangan 2 volt LED menyala walaupun redup dan pada tegangan 6 volt
LED menyala terang.
2. Pada percobaan dengan indikator akustik (Buzzer), Buzzer digunakan
sebagai sensor terhadap input tegangan yang masuk rangkaian, ditandai
dengan bunyi yang keluar dari Buzzer.Pada keadaan tegangan 1,25 buzzer
tidak berbunyi, sedangkan pada keadaan tegangan 4,5 buzzer mulai bunyi
walaupun pelan dan pada keadaan tegangan 14,85 buzzer berbunyi keras.
3. Dari percobaan relay, rata-rata tegangan naik yang digunakan untuk
menghidupkan relay adalah 7,19 Volt, sedangkan rata-rata tegangan turun
yang digunakan untuk mematikan relay adalah 1,61 Volt.
4. Pada percobaan solenoida, solenoida digunakan sebagai sensor terhadap
input tegangan yang masuk rangkaian. Prinsip kerjanya menggunakan
elektromagnetik dan dari percobaan solenoida, rata-rata digunakan untuk
mengaktifkan solenoida adalah 4,61 Volt
5. Dari percobaan Hall-Effect sensor rata-rata tegangan naik yang digunakan
untuk menghidupkan indikator led sebagai beban dari Hall effect sensor
adalah 14,45volt. Sedangkan rata-rata tegangan turun yang digunakan untuk
mematikan indikator led sebagai beban dari Hall effect sensor adalah 7,34
volt.
6. Pada percobaan Reflective Opto-Switch digunakan Indikator akustik
(Buzzer) sebagai beban sedangkan untuk pen-switch tegangan digunakan
Reflectine Opto-Switch.Warna yang gelap ( hitam ) tidak dapat
memancarkan sensor karena cahaya UV yang dipancarkan emitter tidak
terpantul sehingga detektor tidak menerima cahaya, tetapi warna yang
terang/cerah dapat memancarkan sensor karena detektor cahaya menerima
pantulan cahaya yang dipancarkan emitter.
7.Pada percobaan Promixity Switch,solenoida digunakan sebagai beban dan
Proximity sebagai sensor. Jarak sensitivitas untuk alumunium 0,2 cm,
kuningan sebesar 0,3 cm dan besi sebesar 0,4 cm
2.5.2 Saran
1. Untuk mendapatkan ketinggian intensitas suara yang diinginkan maka perlu
dilakukan pengaturan resonansi dengan menaikkan/ menurunkan tegangan
pada power supply.
2. Untuk menjaga agar relay tetap bekerja maka arus yang mengalir pada relay
perlu dijaga agar lebih rendah dari arus yang dibutuhkan untuk membuat
relay bekerja.
4. Hall-Effect sensor mempunyai 2 tipe yaitu tipe linear dan tipe on-off. Kedua
tipe tersebut mempunyai fungsi yang berbeda, oleh karena itu perlu
diperhatikan pemilihan tipe-tipe tersebut sesuai penggunaannya.
5. Agar Reflective Opto Switch dapat mendeteksi suatu obyek dengan baik,
maka perlu diperhatikan
a. Jarak switch dan objek yang disampaikan
b. Pantulan cahaya dari objek
c. Kondisi cahaya dari lingkungan sekitar
d. Kedudukan tegak lurus permukaan dari pantulan cahaya dengan switch.
6. Agar solenoida memberi respon terhadap input maka perlu diperhatikan
tegangan yang masuk pada solenoida.