ppt uu opi

22
DEFINISI Pasal 1 ayat 1 UU No. 5 Tahun 1997 Pasal 1 ayat 2 Permenkes No 10 tahun 2013 Pasal 1 ayat 2 Permenkes No 3 tahun 2015 Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas

description

ai

Transcript of ppt uu opi

DEFINISI

Pasal 1 ayat 1 UU No. 5 Tahun 1997

Pasal 1 ayat 2 Permenkes No 10

tahun 2013

Pasal 1 ayat 2 Permenkes No 3

tahun 2015

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan prilaku

TUJUAN PENGATURAN TENTANG PSIKOTROPIKA

Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan

mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika;

memberantas peredaran gelap psikotropika

Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1997

PENGGOLONGAN PSIKOTROPIKA

UU No. 5 Tahun 1997 pasal 2 ayat 2

•hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi,

• mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.

Golongan I

•dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan

• mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan

Golongan II

•berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan

•mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan.

Golongan III

•berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan

• mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan

Golongan IV

PENGGOLONGAN PSIKOTROPIKA

UU No. 35 tahun 2009 pasal 153

PSIIKOTROPIKA GOLONGAN I

PSIIKOTROPIKA GOLONGAN Ii

NARKOTIKA GOLONGA

N I

UU No. 35 tahun 2009 pasal 153

Penambahan 1 jenis Psikotropika Golongan IV yaitu ZOLPIDEM

PRODUKSI PSIKTROPIKA

Pasal 5

•Psikotropika hanya dapat diproduksi oleh pabrik obat yang telah memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Pasal 6

•Psikotropika golongan I dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam proses produksi

Pasal 7

•Psikotropika, yang diproduksi untuk diedarkan berupa obat, harus memenuhi standar dan/atau persyaratan farmakope Indonesia atau buku standar lainnya

UU No. 5 Tahun 1997 pasal 5-7

PEREDARAN PSIKOTROPIKA

Pada awalnya diatur oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 pasal 8

sampai pasal 15

Kemudian aturan ini disempurnakan oleh Permenkes

Nomor 3 tahun 2015 tentang peredaran, penyimpanan,

pemusnahan, dan pelaporan narkotika, psikotropika, dan

prekursor farmasi Bab II

PEREDARAN PSIKOTROPIKAPermenkes Nomor 3 tahun 2015

•Peredaran Psikotropika terdiri dari Penyaluran dan Penyerahan

Pasal 3

•Psikotropik yang diedarkan harus memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu

Pasal 4

•Psikotropik dalam bentuk obat jadi hanya dapat diedarkan setelah mendapatkan izin edar dari Menteri.

•Untuk mendapatkan izin edar Psikotropika, dalam bentuk obat jadi harus melalui pendaftaran pada Badan POM

Pasal 5

1. PENYALURAN PSIKOTROPIKA

Permenkes Nomor 3 tahun 2015

Penyaluran Psikotropika wajib memenuhi CPOB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penyaluran Psikotropika hanya dapat dilakukan Berdasarkan: a. surat pesanan;b. Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) untuk pesanan dari Puskesmas

Pasal 8

Pasal 9

Surat pesanan PSIKOTROPIKA

Permenkes Nomor 3 tahun 2015 pasal 9

Hanya dapat berlaku untuk masing-masing

Psikotropika.

hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) atau beberapa jenis Psikotropika

harus terpisah

dari pesanan

barang lai

1A. penyaluran psikotropika dalam bentuk bahan baku

Permenkes Nomor 3 tahun 2015 pasal 12 •hanya

dapat dilakukan oleh PBF yang memiliki izin sebagai IT Psikotropika kepada Industri Farmasi dan/atau Lembaga Ilmu Pengetahuan.

•hanya dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan dari Apoteker penanggung jawab produksi dan/atau Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 2

1B. penyaluran psikotropika dalam bentuk obat jadi hanya dapat dilakukan oleh:

Industri Farmasi kepada PBF dan Instalasi Farmasi Pemerintah

PBF kepada PBF lainnya, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Instalasi Farmasi Pemerintah dan Lembaga Ilmu Pengetahuan;

Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat kepada Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah, Instalasi Farmasi Rumah Sakit milik Pemerintah, dan Instalasi Farmasi Tentara Nasional Indonesia atau Kepolisian

Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah kepada Instalasi Farmasi Rumah Sakit milik Pemerintah Daerah, Instalasi Farmasi Klinik milik Pemerintah Daerah, dan Puskesmas

Permenkes Nomor 3 tahun 2015 pasal 14

1b. penyaluran psikotropika dalam bentuk obat jadi

Permenkes Nomor 3 tahun 2015 pasal 15 & 16

Penyaluran Psikotropika dalam bentuk obat jadi oleh Industri Farmasi kepada PBF hanya dapat dilakukan oleh Industri Farmasi pemilik izin edar

a. Penyaluran Psikotropika dalam bentuk obat jadi hanya dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan dari Apoteker penanggung jawab atau Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan untuk kebutuhan penelitian dan pengembangan, dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 1, Formulir 2 dan Formulir 4 . b. Untuk penyaluran kepada Instalasi Farmasi Pemerintah, surat pesanan dapat ditandatangani oleh Apoteker yang ditunjuk.

1b. penyaluran psikotropika dalam bentuk obat jadi

Permenkes Nomor 3 tahun 2015 pasal 17

• Pengiriman Psikotropika yang dilakukan oleh Industri Farmasi, PBF, atau Instalasi Farmasi Pemerintah harus dilengkapi dengan :

• a. surat pesanan;• b. faktur dan/atau surat

pengantar barang, paling sedikit memuat: nama Psikotropika, bentuk sediaan, kekuatan, kemasan, jumlah, tanggal kadaluarsa, dan nomor batch.

• Pengiriman Psikotropika, dilakukan melalui jasa pengangkutan hanya dapat membawa Psikotropika, sesuai dengan jumlah yang tecantum dalam surat pesanan, faktur, dan/atau surat pengantar barang yang dibawa pada saat pengiriman.

2. PENyerahan PSIKOTROPIKA

Permenkes Nomor 3 tahun 2015 pasal 18

Penyerahan Psikotropika hanya dapat dilakukan dalam bentuk obat jadi.

Penyerahan dilakukan kepada pasien, harus dilaksanakan oleh Apoteker di fasilitas pelayanan kefarmasian.

Penyerahan dilakukan secara langsung sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian

Juga diatur oleh PP 51 tahun 2009 pasal 24 tentang Pekerjaan Kefarmasian

2. PENyerahan PSIKOTROPIKA

Permenkes Nomor 3 tahun 2015 pasal 19

• Penyerahan Narkotika dan/atau Psikotropika hanya dapat dilakukan oleh:

• a. Apotek; • b. Puskesmas; • c. Instalasi Farmasi

Rumah Sakit;• d. Instalasi Farmasi

Klinik; e. dokter.

• Apotek sebagaimana hanya dapat menyerahkan Psikotropika kepada: a. Apotek lainnya

• b. Puskesmas; • c. Instalasi Farmasi

Rumah Sakit;• d. Instalasi Farmasi Klinik;• e. Dokter• f. pasien

2. PENyerahan PSIKOTROPIKA

Permenkes Nomor 3 tahun 2015 pasal 19

• Penyerahan harus berdasarkan surat permintaan tertulis yang ditandatangani oleh Apoteker penanggung jawab dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 5

• Apotek, Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, dan Instalasi Farmasi Klinik hanya dapat menyerahkan Psikotropika kepada pasien berdasarkan resep dokter

2. PENyerahan PSIKOTROPIKA

Permenkes Nomor 3 tahun 2015 pasal 20

Penyerahan Psikotropika oleh Apotek kepada Dokter hanya dapat dilakukan dalam hal: a. dokter menjalankan praktik perorangan dengan memberikan Narkotika dan Psikotropika melalui suntikan; b. dokter menjalankan tugas atau praktik di daerah terpencil yang tidak ada Apotek atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penyerahan harus berdasarkan surat permintaan tertulis yang ditandatangani oleh dokter yang menangani pasien

dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 6 terlampir

2. PENyerahan PSIKOTROPIKA

Permenkes Nomor 3 tahun 2015 pasal 21

Penyerahan Psikotropika oleh dokter kepada pasien hanya dapat dilakukan dalam hal: a. dokter menjalankan praktik perorangan dengan memberikan Narkotika dan Psikotropika melalui suntikan; b. dokter menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan memberikan Narkotika melalui suntikan; c. dokter menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan memberikan Psikotropika; atau d. dokter menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada Apotek berdasarkan surat penugasan dari pejabat yang berwenang.

Surat penugasan termasuk sebagai izin penyimpanan Psikotropika untuk

keperluan pengobatan

KASUS

Apotek Jual 17 Ribu Butir Psikotropika Setiap Bulan.

Sebagaimana temuan BPOM di Apotek Kusuma Nata Jl Kusumanegara Yogyakarta, setidaknya per bulan beredar 170 boks psikotropika, atau setara dengan 17 ribu butir.

Menurut pegawai di apotek tersebut, apotekernya ada namun tidak datang sehingga obat diberikan langsung oleh karyawan. Ini menyalahi aturan praktik kefarmasian.

Pembeli di apotek tersebut memang menggunakan resep dokter. Tetapi, tidak ada medication record` yang dimiliki apotek. Ini menunjukkan tidak ada `screening` resep yang dilakukan apotek.

Pada akhir 2010 atau awal 2011, apoteker di Apotek Kusumanata pernah menjadi saksi di pengadilan untuk kasus peredaran narkoba. Terdakwa kasus tersebut mengaku bahwa ia memperoleh obat-obatan psikotropika dari apotek tersebut.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Tuty Setyowati mengatakan, 95 persen dari obat-obatan yang dijual di Apotek Kusumanata adalah obat-obatan psikotropika.

Sedangkan untuk dokter yang memberikan resep, Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta akan meminta organisasi profesi terkait untuk melakukan penelusuran dan selanjutnya memberikan sanksi apabila dokter yang bersangkutan terbukti melanggar kode etik profesi.

Analisis kasusPelanggaran yang dilakukan oleh

apotek tersebut adalah penyerahan obat golongan psiktropika kepada

pasien tidak dilakukan oleh apoteker penanggung jawab apotek.

Padahal menurut PP Nomor 51 tentang pekerjaan kefarmasian

pasal 24 : salah satu tugas apoteker di tempat pelayanan kefarmasian adalah menyerahkan obat keras,

narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Analisis kasusMenurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1997 Psikotropika pasal 14 penyerahan obat psiktropika oleh apotek kepada pasien

harus disertai dengan resep dokter.

Pada kasus ini memang penyerahan obat psikotropika memang berdasarkan resep dokter, namun karena penyerahan obat

tidak dilakukan apoteker, maka tidak ada skrining resep.

Pihak apotek juga tidak “acuh” terhadap kejanggalan pada resep. Sebab mereka

hanya memikirkan keuntungan yang didapat apotek tanpa menyadari adanya

dampak beredarnya psiktropika secara luas kepada masyarakat