ppok porto ke 2
-
Upload
muthiananda -
Category
Documents
-
view
233 -
download
3
description
Transcript of ppok porto ke 2
Nama Peserta : dr. Muthia Nanda Putri
Nama Wahana : RSUD Kecamatan Mandau
Topik : Diagnosis dan Penatalaksanaan PPOK
Tanggal (Kasus) : 18 Januari 2015
Nama Pasien : Tn. A No. RM : 03.68.81
Tanggal Persentasi : 29 Januari 2015 Nama Pendamping : dr. Ikhwani
Tempat Persentasi : RSUD Kecamatan Mandau
Obyektif Persentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
N Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi :
Seorang laki – laki berumur 72 tahun datang dengan keluhan sesak napas yang semakin memberat sejak 1 hari SMRS. Sesak dirasakan hampir setiap hari tidak berkurang dengan istirahat tidak didahului oleh faktor pencetus, Saat sesak tidak terdapat suara menciut “ngik”. Nyeri dada (-). 4 hari SMRS pasien mengeluhkan batuk berdahak bewarna putih, batuk berdarah (-).Tidak ada keluhan demam dan banyak berkeringat pada malam hari. Tidak ada penurunan berat badan yang signifikan selama pasien sesak dan batuk. Nafsu makan biasa. BAB dan BAK tidak ada keluhan, tidak ada perdarahan. Mual (-), muntah (-), riwayat pengobatan 6 bulan (-).
1
Riwayat merokok 1 bungkus/ hari. Riw HT (-), riw peyakit jantung (-), riw DM (-). 3 hari sebelumnya pasien telah berobat ke poli penyakit dalam dengan keluhan batuk. Pasien memiliki alat nebu sendiri dirumah.
Tinjauan Pustaka
Bahan Bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara Membahas : Diskusi Persentasi dan diskusi Email Pos
Data Pasien : Nama : Tn.A No. Registrasi : 03.68.81
Nama Klinik : RSUD Kecamatan Mandau Telp : - Terdaftar Sejak : -
Data utama untuk bahan diskusi
1. Diagnosis/Gambaran Klinis :1. Sesak napas 2. Batuk berdahak
2. Riwayat Pengobatan : 4,5 jam SMRS pasien telah di nebu dirumah
3. Riwayat kesehatan/penyakit : riwayat sesak nafas sebelumnya (+), riwayat bronkhitis kronis
4. Riwayat Keluarga : tidak ada keluarga dengan keluhan yang sama
2
5. Riwayat pekerjaan : -
6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik : -
7. Lain – lain : ( diberi contoh : Pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, sesuai dengan fasilitas wahana )Pemeriksaan Fisik :Di IGD
KU : tampak sakit sedang Kesadaran : CM TTV : TD: 140/90mmHg N : 102 x/menit S : 36,5 0c RR : 32x/menit
Kepala : Dbn Mata : konjungtiva anemis : -/- Sklera ikterik : -/- Hidung : Dbn Jantung : BJ I dan II regular, tunggal, gallop (-), murmur (-) Paru : suara nafas vesikuler(+/+), ronkhi (+/+), Wheezing (+/+) Abd : tampak datar, supel Ekst : Akral hangat, CRT < 2”
Pemeriksaan Penunjang: Laboratorium:
Hb : 12,2 gr/dl, leukosit: 11.600/ul, Ht 37,7%, trombosit : 316.000/ul, GDS 126Pemeriksaan Radiologi : -Pemeriksaan spirometri : -
3
Daftar Pustaka 1. Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2007. 984-985.
2. Rani AZ, Soegondo S, Nasir AUZ, et al. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2000. 105-107
3. Agustin H, Yunus F. Proses Metabolisme pada Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK). J Respir Indo Vol.28. No.3.
Jakarta : Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Universita Indonesia, 2008. 155-160
4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. 2003. [diakses tanggal 27 Desember 2010]. Dikutip dari:
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf
SubjektifSeorang laki – laki berumur 72 tahun datang dengan keluhan sesak napas yang semakin memberat sejak 1 hari SMRS. Sesak dirasakan hampir setiap hari tidak berkurang dengan istirahat tidak didahului oleh faktor pencetus, Saat sesak tidak terdapat suara menciut “ngik”. Nyeri dada (-). 4 hari SMRS pasien mengeluhkan batuk berdahak bewarna putih, batukberdarah (-).Tidak ada keluhan demam dan banyak berkeringat pada malam hari. Tidak ada penurunan berat badan yang signifikan selama pasien sesak dan batuk. Nafsu makan biasa. BAB dan BAK tidak ada keluhan, tidak ada perdarahan. Mual (-), muntah (-), riwayat pengobatan 6 bulan (-). Riwayat merokok 1 bungkus/ hari. Riw HT (-), riw peyakit jantung (-), riw DM (-). 3 hari sebelumnya pasien telah berobat ke poli penyakit dalam dengan keluhan batuk. Pasien memiliki alat nebu sendiri dirumah.
ObjektifPemeriksaan Fisik :
KU : tampak sakit sedang Kesadaran : CM TTV : TD: 140/90mmHg N : 102 x/menit S : 36,5 0c RR : 32x/menit
Kepala : Dbn 4
Mata : konjungtiva anemis : -/- Sklera ikterik : -/- Hidung : Dbn Jantung : BJ I dan II regular, tunggal, gallop (-), murmur (-) Paru : suara nafas vesikuler(+/+), ronkhi (+/+), Wheezing (+/+) Abd : tampak datar, supel Ekst : Akral hangat, CRT < 2”
Pemeriksaan Penunjang: Laboratorium:
Hb : 12,2 gr/dl, leukosit: 11.600/ul, Ht 37,7%, trombosit : 316.000/ul, GDS 126Pemeriksaan Radiologi : -
AssesmentPPOK eksaserbasi akut
PlanningTerapi di igd O2 3L/menit Nebu combiven + bisolvon 20 tetes + 2 cc Nacl
Observasi paru : vesikuler (+/+), Rh (+/+), Wh (+/-)Planning dr hermadia sp.pd
IVFD RL + 2 amp aminofhilin 10 tetes/menit makroInj dexamethason 3x1 ampInj. Ceftriaxone 2x1grSalbutamol 3x4 mgAmbroxol syr 3x1cFollow up di ruangan Tgl 19 januari 2015
S : sesak berkurang, perut terasa kembung, BAB (-) 2 hari, BAK tidak ada keluhan, batuk berdahak (+) batuk berdarah (-), 5
nafsu makan (-), mual (+), muntah (-) nyeri ulu hati (+)O : kes : CM, TTV TD 130/80, HR 89x/i, RR 24 x/i, T: afebris
Thorax : vesikuler +/+, ronkhi +/+ wh -/- Cor : BJ I dan BJ II reguler Abdomen : nyeri tekan ulu hati (+)
A : PPOK eksaserbasi akut + dispepsia P : diet ML 1500
IVFD RL + 2 amp aminofhilin 10 tetes/menit makro Inj dexamethason 3x1 amp Inj. Ceftriaxone 2x1gr Salbutamol 3x4 mg
Ambroxol syr 3x1c Laxadin 3x1c Inj ranitidin 2x1 amp Antacid 3x1c
Tgl 20 januari 2015S : sesak berkurang, perut terasa kembung, BAB (+), BAK tidak ada keluhan, batuk berdahak (+) berkurang, batuk berdarah (-),
mual (+), muntah (-) O : kes : CM, TTV TD 110/80, HR 80x/i, RR 22 x/i, T: afebris
Thorax : vesikuler +/+, ronkhi +/+ wh -/- Cor : BJ I dan BJ II reguler Abdomen : nyeri tekan ulu hati (+)
A : PPOK eksaserbasi akut + dispepsia P : diet ML 1500
IVFD RL + 2 amp aminofhilin 10 tetes/menit makro Inj dexamethason 3x1 amp Inj. Ceftriaxone 2x1gr
6
Salbutamol 3x4 mg Ambroxol syr 3x1c Laxadin 3x1c Inj ranitidin 2x1 amp Antacid 3x1c
Tgl 21 januari 2015S : sesak berkurang, perut terasa kembung, BAB (-) 2 hari, BAK tidak ada keluhan, batuk berdahak (+) batuk berdarah (-),
nafsu makan (-), mual (+), muntah (-) nyeri ulu hati (-)O : kes : CM, TTV TD 130/80, HR 89x/i, RR 24 x/i, T: afebris
Thorax : vesikuler +/+, ronkhi +/+ wh -/- Cor : BJ I dan BJ II reguler Abdomen : nyeri tekan ulu hati (-)
A : PPOK eksaserbasi akut + dispepsia P : diet ML 1500
IVFD RL + 2 amp aminofhilin 10 tetes/menit makro Inj dexamethason 2x1 amp Inj. Ceftriaxone 2x1gr Salbutamol 3x4 mg
Ambroxol syr 3x1c Laxadin 3x1c Inj ranitidin 2x1 amp Antacid 3x1c
Tgl 22 januari 2015S : sesak berkurang, perut terasa kembung (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan, batuk berdahak berkurang,
mual (-), muntah (-) nyeri ulu hati (-)
7
O : kes : CM, TTV TD 120/80, HR 79x/i, RR 20 x/i, T: afebris Thorax : vesikuler +/+, ronkhi +/+ wh -/- Cor : BJ I dan BJ II reguler Abdomen : nyeri tekan ulu hati (-) , supel
A : PPOK + dispepsia perbaika P : ambroxol syr 3x1c
Salbutamol 2mg, aminofilin 150 mg, metilprednisolon 4mg 2x1 kaps Antacid syr 3x1c Ranitidin 2x150 mg Vitazym 3x1
Acc rawat jalan
PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK)
I. Definisi
8
Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) adalah
penyakit kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Keterbatasan aliran udara ini
berhubungan dengan respon inflamasi paru abnormal dan progresif terhadap gas atau partikel yang berbahaya.
PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik adalah kelainan saluran napas
yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal tiga bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut-turut. Sedangkan
emfisema adalah suatu kelainan anatomis paru yang ditandai dengan pelebaran bagian distal bronkiolus terminal disertai kerusakan
dinding alveoli.
II. Epidemiologi
Pada tahun 2020, The Global Burden of Disease Studies memperkirakan bahwa PPOK akan menduduki peringkat tiga
penyakit penyebab kematian dan peringkat dua belas penyebab penyakit dan juga sebagai peringkat empat penyakit penting yang
menimbulkan kecacatan.1 Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI tahun 1992, PPOK bersama asma
bronkial menduduki peringkat ke enam dan merokok merupakan penyebab PPOK terbanyak di negara berkembang.
Di Indonesia penyakit bronkitis kronik dan emfisema meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah orang yang menghisap
rokok dan pesatnya kemajuan industri. PPOK merupakan masalah kesehatan umum dan menyerang sekitar 10% penduduk usia 40
tahun ke atas.
III. Etiologi
Menurut American Thoracic Society (ATS), faktor risiko terjadinya PPOK adalah4:
9
− Faktor host : faktor genetik, jenis kelamin, dan anatomi saluran napas.
− Faktor exposure : merokok, hiperaktivitas saluran napas, pekerjaan, polusi lingkungan, infeksi bronkopulmoner berulang.
PPOK sering dikaitkan dengan gejala eksaserbasi akut. Pasien PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi
pasien mengalami perburukan yang bersifat akut dari kondisi sebelumnya yang stabil dan dengan variasi gejala harian normal
sehingga pasien memerlukan perubahan pengobatan yang sudah biasa digunakan. Eksaserbasi akut ini biasanya disebabkan oleh
infeksi mukosa trakeobronkial (terutama Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, Moraxella catarrhalis), iritasi kronik
pada saluran nafas seperti rokok (bronkitis kronik, polusi debu), defisiensi alpha 1 antitripsin (emfisema) atau obat golongan sedatif.
Sekitar sepertiga penyebab eksaserbasi akut ini tidak diketahui. Merokok merupakan penyebab PPOK terbanyak (95% kasus) di
negara berkembang.
III. Klasifikasi
Klasifikasi PPOK menurut National Heart, Lung and Blood Institute dan WHO:
Stadium 0
Derajat beresiko PPOK:
− Spirometri normal
− Kelainan kronik (batuk, sputum produktif)
Stadium 1
PPOK ringan:
− VEP1/KVP < 70%
− VEP1 > 80% prediksi
10
Dengan atau tanpa keluhan kronik (batuk, sputum produktif)
Stadium II
PPOK sedang:
− VEP1/KVP < 70%
− 30% < VEP < 80% prediksi
(IIA : 50% < VEP1 < 80% prediksi)
(IIB : 30% < VEP1 < 50% prediksi)
Dengan atau tanpa keluhan kronik (batuk, sputum produktif)
Stadium III
PPOK berat:
− VEP1/KVP < 70%
− VEP1 < 30% prediksi atau VEP < 50% prediksi + gagal napas
IV. Patogenesis
Pada bronkhitis kronis perubahan awal terjadi pada saluran udara yang kecil. Selain itu, terjadi destruksi jaringan paru disertai
dilatasi rongga udara distal (emfisema), yang menyebabkan hilangnya elastic recoil, hiperinflasi, terperangkapnya udara dan
peningkatan usaha untuk bernapas, sehingga terjadi sesak nafas. Pada saluran nafas kecil terjadi penebalan akibat peningkatan
pembentukan folikel limfoid dan penimbunan kolagen di bagian luar saluran nafas, sehingga menghambat pembukaan saluran nafan.
Lumen saluran nafas kecil berkurang karena penebalan mukosa berisi eksudat sel radang yang meningkat sejalan dengan beratnya
11
penyakit. Hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh beberapa derajat penebalan dan hipertofi otot polos pada bronkiolus
respiratorius. Dengan berkembangnya penyakit, kadar CO2 meningkat dan dorongan respirasi bergeser dari CO2 ke hipoksemia,
dorongan pernafasan juga mungkin akan hilang sehingga memicu terjadinya gagal nafas.
Menurut Hipotesis Elastase-Anti Elastase, di dalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan
antielastase untuk mencegah terjadinya kerusakan jaringan. Perubahan keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan elastase
akan menimbulkan kerusakan jaringan elastin paru. Ketidakseimbangan ini dapat dipicu oleh adanya perangsangan pada paru antara
lain oleh asap rokok dan infeksi yang menyebabkan elastase bertambah banyak atau oleh adanya defisiensi alfa-1 antitripsin.
Pada PPOK terjadi penyempitan saluran nafas dan keterbatasan aliran udara karena beberapa mekanisme inflamasi, produksi
mukus yang berlebihan dan vasokontriksi otot polos bronkus, seperti terlihat pada gambar 1.
12
Saluran nafas normal Bronkitis kronis Alveolus normal Emfisema
Gambar 1. Saluran pernafasan pada PPOK dan normal
Saluran nafas normal akan melebar karena perlekatan alveolar selama ekspirasi diikuti oleh proses pengosongan alveolar dan
pengempisan paru. Perlekatan alveolar pada PPOK rusak karena emfisema menyebabkan penutupan jalan nafas ketika ekspirasi dan
menyebabkan air trapping pada alveoli dan hiperinflasi. Saluran nafas perifer mengalami obstruksi dan destruksi karena proses
inflamasi dan fibrosis, lumen saluran nafas tertutup oleh sekresi mukus yang terjebak akibat bersihan mukosilier kurang sempurna.1
Proses pernafasan normal dibandingkan PPOK terlihat pada gambar 2
Ekspirasi Normal PPOK
Ekspirasi mudah karena elastic recoil Ekspirasi sulit karena penurunan
alveolus normal dan bronkus normal elastic recoil alveolus dan penyempitan bronkus
13
Gambar 2. Proses pernafasan normal dan PPOK
V. Gambaran Klinis
Gejala klinis yang dapat ditemukan pada penderita PPOK diantaranya adalah batuk kronik dengan dahak (pada bronkitis
kronik keadaan ini terjadi setiap hari selama ≥ 3 bulan dalam 1 tahun pada sedikitnya 2 tahun berturut-turut. Sesak nafas terutama
melakukan aktivitas, perjalanan penyakit kronik dan progresif, sehingga makin lama keluhan bertambah berat.
Pasien yang mengalami eksaserbasi akut dapat ditandai dengan gejala yang khas seperti :
Gejala eksaserbasi : sesak nafas bertambah, kadang disertai mengi, batuk disertai meningkatnya sputum yang lebih purulen
atau berubah warna.
Gejala nonspesifik : malaise, insomnia, fatigue, depresi.
Spirometri : fungsi paru sangat menurun.
VI. Diagnosis
1. Anamnesis
14
Adanya keluhan sesak nafas, batuk-batuk kronis, sputum yang produktif, faktor risiko (+), PPOK ringan dapat tanpa
keluhan atau gejala, riwayat paparan dengan faktor risiko, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat keluarga PPOK, riwayat
eksaserbasi dan perawatan di RS sebelumnya, komorbiditas, dampak penyakit terhadap aktivitas.5
2. Pemeriksaan Fisik
− Pernafasan pursed lips
− Takipnea
− Dada emfisematous atau barrel chest
− Tampilan fisik pink puffer atau blue bloater
− Bunyi nafas vesikuler melemah
− Ekspirasi memanjang
− Ronki kering atau wheezing
− Bunyi jantung jauh
3. Diagnosis pasti dengan uji spirometri:
− FEV1/FVC, 70%
− Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan): FEV1 pasca bronkodilator, 80% prediksi5
4. Laboratorium
− Rutin: peningkatan kadar Hb dan jumlah eritrosit (polisitemia sekunder)
− Khusus : Defisiensi kadar alpha-1 antitripsin (kongenital)7
5. Foto toraks
15
− Hiperlusen regional dan gambaran bronkovaskuler kasar
− Gambaran jantung mengecil
− Diafragma datar dan lenting (overinflasi)7
6. Analisis gas darah pada:
− Semua pasien dengan VEP1 < 40% presiksi
− Secara klinis diperkirakan gagal nafas atau gagal jantung kanan.5
7. Kultur dan sensitivitas kuman
Diperlukan untuk mengetahui kuman penyebab serta resistensi kuman terhadap antibiotik yang dipakai. Pemeriksaan ini
juga diperlukan jika tidak ada respon terhadap antobiotik yang dipakai sebagai pengobatan pada permulaan penyakit.4
VII. Penatalaksanaan
Pencegahan dapat dilakukan dengan mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan polusi udara. Terapi eksaserbasi akut dilakukan
dengan:8
Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya di sertai dengan Infeksi.
− Infeksi ini biasanya disebabkan oleh H. influenza dan S. pneumonia, maka digunakan ampisilin 4x0,25-0,5 gr/hari atau
eritromicin 4 x 0,5gr/hari
− Augmentin dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. influenza dan B. catarhalis yang memproduksi
beta laktamase
Pemberian antibiotik seperti kotrimoksasol, amoksilin, atau doksisiklin pada pasie yang mengalami eksaserbasi akut
terbukti mempercepat penyembuhan dan mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya 7-10 hari selama
16
periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan atibiotik yang lebih
kuat.
Terapi Oksigen diberikan jika terdapat kegagalan napas karena hiperkapsia dan berkurangya sensitivitas terhadap CO2.
Bronkodilator untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya golongan beta adrenergic dan antikolinergik.
Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan ipratropium bromide 250 ug diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau
aminofilin 0,25-0,5 g iv secara perlahan.
Terapi jangka panjang dilakukan dengan:
Antibiotik untuk kemoterapi preventif, ampisilin 4 x 0,25-0,5 gr dapat menurunkan eksaserbasi akut.
Bronkodilator, tergantung tingkat reversibelitas obstruksi saluran napas tiap pasien, maka sebelum pemberian obat ini
dibutuhkan pemeriksaan objektif dari fungsi faal paru.
Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.
Mukolitik dan ekspektoran.
Algoritme Penanganan PPOK
17
18
19