POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG ......Menurut World Healt Organitation dari 56.400.000 kematian...
Transcript of POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG ......Menurut World Healt Organitation dari 56.400.000 kematian...
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK PADA PASIEN STROKE NON HEMORAGIK DI IRNA C
RSSN BUKIT TINGGI
KARYA TULIS ILMIAH
SUCY APRILLIA ADHA NIM : 143110191
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG TAHUN 2017
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK PADA PASIEN STROKE NON HEMORAGIK DI IRNA C
RSSN BUKIT TINGGI
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan ke Program Studi DIII Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Ahli Madya Keperawatan
SUCY APRILLIA ADHA NIM : 143110191
JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini
dengan judul “Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik Pada Pasien
Stroke Non Hemoragik Tahun 2017”. Peneliti menyadari bahwa, karna bantuan dan
bimbingan Bapak Ns. Suhaimi, S. Kep, M. Kep selaku pembimbing I dan Bapak H.
Sunardi, SKM. M. Kes selaku pembimbing II yang telah menyediakan waktu,
tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan peneliti dalam penyusunan Karya Tulis
Ilmiah ini.Tidak lupa juga peneliti ucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak H. Sunardi, SKM, M. Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kemenkes RI padang
2. Ibu Hj. Murniati Muchtar, SKM, M. Biomed selaku Ka. Jurusan Keperawatan
Politeknik Kesehatan Kemenkes RI padang.
3. Ibu Ns. Idrawati Bahar, S. Kep., M. Kep selaku ketua prodi Poltekkes
Kemenkes RI Padang
4. Bapak dan Ibu Dosen dan Staf Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Padang.
5. Bapak Direktur beserta Staf Rumah Sakit RSSN Bukit Tinggi yang telah
banyak membantu dalam usaha memperoleh data yang peneliti perlukan.
6. Kepada “Kedua Orang Tua” tersayang yang telah memberikan dorongan,
semangat, doa restu dan kasih sayang yang tiada terhingga. Tiada kata yang
dapat Ananda utarakan selain terima kasih dan doa semoga Allah SWT selalu
memberikan kesehatan, rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua.
7. Teman-temanku yang senasib dan seperjuangan Mahasiswa Politeknik
Kesehatan Padang Program Studi D-III Keperawatan Padang Tahun 2014.
Terima kasih atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan.
8. Terima kasih juga untuk sahabat – sahabatku, kakak atau abang dan adik –
adikku yang selalu memberikan semngat dan motivasi untukku.
Akhir kata peneliti berharap Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat khususnya bagi
peneliti sendiri dan pihak yang telah membacanya, serta peneliti mendoakan semoga
segala bantuan dan masukan yang telah diberikan mendapatkan balasan kebaikan dari
Allah SWT. Amin. Penelti menyadari karya tulis ilmiah ini masih terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan tanggapan, kritikan, dan saran
yang membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.
Padang, Juni 2017
Peneliti
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG JURUSAN KEPERAWATAN Karya Tulis Ilmiah, Juni 2016 SUCY APRILLIA ADHA Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik Pada Pasien Stroke Non Hemoragik Di IRNA C RSSN BUKIT TINGGI Tahun 2017 XI + 95 halaman, 4 tabel, 7 lampiran
ABSTRAK
Gangguan mobilitas fisik adalah keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas, dampak gangguan mobilisasi pada pasien stroke yaitu seperti disfungsi neurologi berupa kelemahan pada anggota gerak. Pasien stroke yang mengalami kelemahan anggota gerak yaitu sebayak 25 orang. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan asuhan keperawatan gangguan mobilitas fisik pada pasien stroke non hemoragik di IRNA C RSSN Bukit Tinggi Pada tahun 2017. Jenis penelitian yang digunakan adalah Deskriptif, Desain penelitian dengan pendekatan studi kasus, dilakukan di IRNA C RSSN Bukit Tinggi dari bulan Januari - bulan Juni tahun 2017. Populasi pasien stroke pada saat studi kasus yang mengalami gangguan mobilitas fisik sebanyak 8 orang dan sampel 2 orang. Teknik pengumpulan data diperoleh dari data primer dengan cara observasi, wawancara dan pengukuran. Rencana analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah menganalisis semua temuan pada tahapan proses keperawatan dengan menggunakan konsep dan teori keperawatan pada gangguan mobilitas fisik. Hasil penelitian didapatkan pada 2 kasus mengeluh lemah anggota gerak sebelah kanan dan aktivitas dibantu keluarga. Diagnosa yang diangkat adalah gangguan mobilitas fisik, defisit perawatan diri:mandi, resiko kerusakan integritas kulit dan resiko jatuh. Rencana keperawatan pada kedua kasus sesuai dengan NIC. Evaluasi yang didapatkan selama 5 hari pada 2 kasus dimana gangguan mobilitas fisik teratasi sebagian, diagnosa defisit perawatan diri:mandi belum teratasi, diagnosa resiko kerusakan integritas kulit teratasi sebagian dan diagnosa resiko jatuh teratasi sebagian. Disarankan melalui Direktur Rumah Sakit diharapkan perawat ruangan dapat mempertahankan dan memaksimalkan dalam memberikan asuhan keperawatan secara profesional dan komprehensif khususnya pada mobilisasi pasien dan mengajarkan kepada keluarga tentang latihan ROM aktif dan pasif untuk mengurangi kekauan pada otot pasien yang mengalami kelemahan.
Kata Kunci : Asuhan Keperawatan, Mobilisasi, Stroke Non Hemoragik Daftar Pustaka : 27 (2007-2015)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii KATA PENGANTAR .................................................................................... iii LEMBAR ORISINALITAS ............................................................................ v LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................. vi ABSTRAK ....................................................................................................... vii DAFTAR ISI ................................................................................................... viii DAFTAR TABEL ........................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xi BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................... 6 C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 6 D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 8
A. Konsep Mobilitas dan Imobilitas Fisik Pada Stroke Non Hemoragik . 8 1. Pengertian Mobilisasi ...................................................................... 8 2. Jenis Mobilitas ................................................................................. 8 3. Tujuan Mobilitas ............................................................................. 9 4. Faktor yang mempengaruhi mobilitas ............................................. 9 5. Pengertian gangguan mobilitas ........................................................ 11 6. Penyebab hambatan mobilitas fisik ................................................. 11 7. Faktor -Faktor Yang Berpengaruh Pada Mobilitas Fisik ................ 12 8. Jenis Imobilitas ................................................................................ 15 9. Perubahan Sistem Tubuh Akibat Imobilitas .................................... 15 10. Penatalaksanaan Gangguan Mobilisasi Secara Umum .................... 19 11. Hubungan stroke non hemoragik dengan gangguan mobilitas fisik 27
B. Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik
Pada Pasien Stroke Non Hemoragik .................................................... 29 1. Pengkajian Keperawatan ................................................................. 29 2. Diagnosa Keperawatan .................................................................... 33 3. Intervensi Keperawatan ................................................................... 34
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 38
A. Desain Penelitian ................................................................................. 38 B. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 38
C. Populasi dan Sampel ........................................................................... 38 D. Instrumen Pengumpulan Data ............................................................. 39 E. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 40 F. Jenis – jenis Data .................................................................................. 42 G. Rencana Analisis ................................................................................. 42
BAB 1V DESKRIPSI KASUS DAN PEMBAHASAN ................................ 43
A. Deskripsi Tempat ................................................................................. 43 B. Deskripsi Kasus .................................................................................... 43 C. Pembahasan .......................................................................................... 79
1. Pengkajian Keperawatan ................................................................ 79 2. Diagnosa Keperawatan................................................................... 83 3. Intervensi Keperawatan .................................................................. 86 4. Implementasi Keperawatan ............................................................ 88 5. Evaluasi Keperawatan .................................................................... 91
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 94 B. Saran ..................................................................................................... 95
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kategori tingkat kemampuan aktivitas ................................. 29
Tabel 2.2 Derajat kekuatan otot ............................................................ 32
Tabel 2.3 Intervensi Keperawatan.................................................. ...... 32
Tabel 4.1 Asuhan Keperawatan Pada Kasus 1 dan kasus 2 ................. 42
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Persetujuan (Informed Consent)
Lampiran 2 Surat Izin Penelitian
Lampiran 3 Format Asuhan Keperawatan
Lampiran 4 Surat Telah Selesai Penelitian
Lampiran 5 Absen Daftar Hadir Penelitian
Lampiran 6 Gancath
Lampiran 7 Lembar Konsultasi Bimbingan 1 dan 2 Karya Tulis Ilmiah
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Sucy Aprillia Adha
NIM : 143110191 Tempat / Tanggal Lahir : Jakarta/ 29 Maret 1996 Status Perkawinan : Belum Menikah Agama : Islam Orang Tua : Ayah : Alm
Ibu : Agus Malina Alamat : Ombilin, Kecamatan Rambatan, Kabupaten
Tanah Datar, Provinsi Sumatra Barat Riwayat Pendidikan
No Pendidikan Tahun Ajaran
1 SDN 32 Ombilin 2002-2008
2 MTSN Tsanawiyah Negri Batu Tebal 2008-2011
3 SMAN 1 Batipuah 2011-2014
4 Prodi Keperawatan Padang, Jurusan Keperawatan, Poltekkes Kemenkes RI Padang
2014-2017
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur – unsur yang dibutuhkan oleh
manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis
yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan
(Ernawati, 2012). Teori Handerson mempunyai 14 kebutuhan dasar manusia
yaitu : bernafas secara normal, makan dan minum cukup, eliminasi, bergerak
dan mempertahankan posisi yang dikehendaki (mobilisasi), istirahat dan tidur,
memilih cara berpakaian, mempertahankan temperatur suhu tubuh dalam
rentang normal, menjaga tubuh tetap bersih dan rapi, menghindari bahaya dari
lingkungan, berkomunikasi dengan orang lain, beribidah menurut keyakinan,
menggali dan memuaskan rasa keingintahuan yang mengacu pada
perkembangan dan kesehatan normal (Hidayat, 2009).
Kebutuhan dasar menurut Handerson salah satunya adalah bergerak dan
mempertahankan posisi yang dikehendaki (mobilisasi). Mobilisasi merupakan
kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah, teratur, dan mempunyai
tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Kehilangan kemampuan
untuk bergerak menyebabkan ketergantungan dan ini membutuhkan tindakan
keperawatan (Ambarwati, 2014). Sedangkan gangguan mobilitas fisik adalah
keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi
yang mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma tulang
belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas dan faktor yang
berhubungan dengan hambatan mobilitas (Heriana, 2014).
Faktor yang mempengaruhi mobilisasi yaitu gaya hidup. Mobilitas seseorang
dipengaruhi oleh latar belakang budaya, nilai – nilai yang dianut, serta
lingkungan tempat tinggal. Selanjutnya ketidakmampuan, kelemahan fisik dan
mental akan menghalangi seseorang untuk melakukan aktivitas hidup sehari –
hari. Adapun faktor yang dapat mempengaruhi mobilisasi yaitu tingkat energi
dan usia. Energi dibutuhkan untuk banyak hal, salah satunya mobilisasi dan
usia juga berbengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan
mobilisasi pada individu lansia, kemampuan untuk melakukan aktivitas atau
mobilisasi menurun sejalan dengan penuaan (Ambarwati, 2014).
Dampak dari imobilitas dalam tubuh dapat mempengaruhi sistem tubuh,
seperti perubahan pada metabolisme tubuh, ketidakseimbngan cairan dan
elektrolit, gangguan dalam kebutuhan nutrisi, gangguan fungsi
gastrointestinal, perubahan sistem pernapasan, perubahan sistem
muskuloskletal, perubahan kulit, perubahan eliminasi (buang air besar dan
kecil), dan perubahan prilaku (Hidayat, 2009).
Salah satu dampak imobilitas yang mempengaruhi tubuh yaitu perubahan
pada sistem muskuloskletal adalah osteoporosis (tulang menjadi rapuh dan
mudah rusak), dan penurunan kekuatan otot, karena otot tidak dipergunakan
dalam waktu yang lama. Penurunan kekuatan otot merupakan manifestasi dari
hemiparesis (kelemahan pada salah satu sisi tubuh), (Hidayat, 2009). Penyakit
– penyakit tertentu dan cidera yang berpanguh terhadap mobilitas dan
aktivitas adalah penyaki multiple aklerosis, fraktur, atau cidera pada urat saraf
tulang belakang dan penyakit stroke (Atoilah, 2013).
Stroke merupakan penyakit neurologi yang dapat menyebabkan gangguan
fungsi gerak sehingga seseorang mengalami kelumpuhan (Junaidi, 2011).
Stroke umumnya diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu iskemik dan
hemoragik (perdarahan). Stroke iskemik terjadi akibat adanya sumbatan pada
lumen pembuluh darah yang memunculkan berbagai manifistasi klinis seperti
kesulitan berbicara, kesulitan berjalan dan mengkoordinasikan bagian –
bagian tubuh, sakit kepala, kelemahan otot wajah, gangguan penglihatan,
gangguan sensori, gangguan pada proses berpikir dan hilangnya kontrol
terhadap gerakan motorik yang secara umum dapat dimanifistasikan dengan
disfungsi motorik seperti hemiplegi (paralisis pada salah satu sisi tubuh) atau
hemiparesis (kelemahan yang terjadi pada satu sisi tubuh) (Widagdo, dkk,
2008).
Dampak gangguan mobilisasi pada pasien stroke yaitu seperti disfungsi
neurologi berupa hilangnya seluruh fungsi sensori dan motorik (kelemahan
pada anggota gerak), dan adanya defisit fokal seperti, kelemahan kontralateral
wajah, tangan, lengan dan tungkai, penurunan penglihatan, pelo, disfasia
sementara dan beberapa gangguan sensorik dan juga dapat menyebabkan sakit
kepala (Widagdo, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian Sari, dkk (2015) yang berjudul Batasan
Karakteristik Dan Faktor Yang Berhubungan (Etiologi) Diagnosa
Keperawatan: Hambatan Mobilitas Fisik Pada Pasien Stroke bahwa pada 121
pasien stroke, didapatkan hasil 90% atau 109 orang pasien stroke
menunjukkan masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik . Diagnosis ini
didefinisikan sebagai keterbatasan dalam melakukan pergerakan fisik pada
satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah.
Menurut Saputra, 2013 untuk mencegah hilangnya kemampuan keseimbangan
tubuh dan postur dalam melakukan pergerakan fisik, dapat diterapkan latihan
ROM, dan mengubah posisi pada pasien yang memiliki mobilitas sendi yang
terbatas. Latihan ini dilakukan untuk menjaga fungsi sendi serta memelihara
dan mempertahankan kekuatan otot. Latihan mobilisasi tersebut harus
dilakukan pada pasien dengan hambatan mobilitas, karena jika tidak
dilakukan akan mengakibatkan beberapa otot mengalami atrofi, kehilangan
tonus otot, dan kekakuan sendi (Potter & Perry, 2012).
Berdasarkan peneletian Mawarti dan Farid, 2012 yang berjudul Pengaruh
Latihan Rom (Range Of Motion) Pasif Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot
Pada Pasien Stroke Dengan Hemiparase bahwa ada pengaruh latihan ROM
pasif 2x sehari terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien stroke dengan
hemiparise di paviliun flamboyan RSUD Jombang. Dan peneliti
menganjurkan untuk pemberian latihan ROM pasif 2x karena terbukti efektif
pada masa rehabilitasi. Perlu dilnjutkan untuk penelian selanjutnya dengan
latihan aktif asistif dimana peran kemandirian pasien lebih bagus terutama
dalam meransang koordinasi saraf, otot dan tulang.
Peran perawat pada pasien stroke dengan ganggguan mobilitas fisik adalah
melakukan asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan proses
keperawatan yang meliputi pengkajian, menegakkan diagnosis keperawatan
berdasarkan analisis data, merencanakan intervensi keperawatan berdasarkan
analisis data, merencanakan intervensi keperawatan, melaksanakan tindakan
keperawatan sesuai intervensi atau rencana yang ada, dan melakukan evaluasi
berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang dilakukan
(Vaughans, 2011).
Menurut World Healt Organitation dari 56.400.000 kematian di seluruh dunia
pada tahun 2015, lebih dari setengah (54 %) adalah karena 10 penyakit
didunia. Penyakit stroke ada pada tingkat yang paling tinggi membunuh 15
juta orang pada tahun 2015 - penyakit ini tetap pembunuh terbesar secara
global dalam 15 tahun terakhir. Dengan penderita stroke iskemik yang
meninggal dunia adalah 7,2 juta jiwa (11,1) (WHO, 2015).
Menurut Riskesdas (2013), prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7 per mil dan yang terdiagnosis tenaga
kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil. Prevalensi stroke berdasarkan
diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara (10,8%), diikuti DI Yogyakarta
(10,3%), Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per mil.
Prevalensi stroke berdasarkan terdiagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat
di Sulawesi Selatan (17,9%), DI Yogayakarta (16,9%), Sulawesi Tengah
(16,6%), diikuti Jawa Timur sebesar (16,0%) sedangkan Sumatra Barat
(12,2%).
Menurut Riskesdas Provinsi Sumatera Barat (2013), prevalensi stroke
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7,4 per mil dan yang
terdiagnosis tenaga kesehatan dan gejala sebesar 12,2 per mil. Prevalensi
stroke berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Agam (14,9%), diikuti Kota
Solok (12,7%), Kota Bukittinggi (10,9%) dan Tanah Datar (10,5%).
Prevalensi stroke berdasarkan terdiagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat
di Padang Pariaman (21,0%), diikuti Agam (18,1%), Tanah Datar (16,2%),
dan Sijunjung sebesar 16,1 per mil. Sedangkan untuk Kota Padang prevalensi
stroke berdasarkan diagnosis nakes (5,0%) dan prevalensi stroke berdasarkan
terdiagnosis nakes dan gejala (8,4%).
Sumatera Barat memiliki Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) sebagai
Rumah sakit rujukan bagi penderita Stroke. Rumah sakit ini terletak di kota
Bukittinggi. Berdasarkan data yang diperoleh dari Sub Bagian Rekam Medik
di Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi Tahun 2016 dari bulan
januari – desember dengan kunjungan 3.747 orang, jumlah pasien meninggal
362 orang dengan stroke iskemik sebanyak 3079 orang, meninggal 138 orang,
dan stroke hemoragik 668 orang, meninggal 224 orang. Data ini menunjukkan
bahwa angka stroke di Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi
sangat tinggi.
Berdasarkan survey awal pada saat pengumpulan data yang dilakukan pada
tanggal 20 februari 2017 didapatkan pasien di IRNA C RSSN Bukit Tinggi
dengan jumlah pasien 31 orang yaitu terdapat pasien stroke non hemoragik
sebanyak 25 orang dan stroke hemoragik sebanyak 6 orang dengan keluhan
awal masuk mengeluh anggota gerak lemah sebelah. Berdasarkan pengamatan
yang peneliti lakukan terhadap 4 orang perawat ruangan dan dokumentasi
keperawatan yang dibuat, perawat sudah melakukan pengkajian terhadap
identitas klien, keluhan, riwayat kesehatan pasien, pemeriksaan fisik serta
sudah menegakkan diagnosa keperawatan yaitu hambatan mobilitas fisik
terhadap pasien yang mengalami hambatan mobilitas fisik dan sudah sesuai
dengan dokumentasi yang dibuat oleh perawat.
Tindakan yang sudah diberikan perawat ruangan dengan hambatan mobilitas
fisik pasien sesuai dengan dokumentasi perawat diantaranya pengaturan
posisi kiri dan kanan. Hasil wawancara yang dilakukan kepada responden
dalam pengaturan posisi pasien perawat tidak meletakkan bantal sebagai
pengganjal dibagian tangan, punggung dan kaki, pada pengubahan posisi
pasien setiap 2 jam tidak dilakukan oleh perawat, perawat hanya
mengingatkan kepada keluarga dan mengajarkan sekali kepada keluarga cara
merubah posisi pasien dan peneliti tidak melihat perawat yang melakukan
atau mengajarkan klien mobilisasi dan melatih gerakan seperti ROM pada
pasien yang mengalami hambatan mobilitas fisik, latihan gerakan tersebut
hanya dilakukan oleh bagian fisioterapis yang datang keruangan rawat.
Berdasarkan latar belakang diatas , maka peneliti telah melakukan asuhan
keperawatan gangguan mobilitas fisik pada pasien stroke non hemoragik di
IRNA C RSSN Bukit Tinggi tahun 2017.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan diangkat peneliti adalah “ Bagaimana asuhan
keperawatan gangguan mobilitas fisik pada pasien stroke non hemoragik di
IRNA C RSSN Bukit Tinggi Pada tahun 2017?”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mendeskripsikan asuhan keperawatan gangguan mobilitas fisik pada
pasien stroke non hemoragik di IRNA C RSSN Bukit Tinggi Pada tahun
2017
2. Tujuan Khusus
a. Dideskripsikan hasil pengkajian asuhan keperawatan gangguan
mobilitas fisik pada pasien stroke non hemoragik di IRNA C RSSN
Bukit Tinggi Pada tahun 2017
b. Dideskripsikan hasil diagnosa asuhan keperawatan gangguan mobilitas
fisik pada pasien stroke non hemoragik di IRNA C RSSN Bukit
Tinggi Pada tahun 2017
c. Dideskripsikan hasil perencanaan asuhan keperawatan gangguan
mobilitas fisik pada pasien stroke non hemoragik di IRNA C RSSN
Bukit Tinggi Pada tahun 2017
d. Dideskripsikan hasil tindakan asuhan keperawatan gangguan mobilitas
fisik pada pasien stroke non hemoragik di IRNA C RSSN Bukit
Tinggi Pada tahun 2017
e. Dideskripsikan hasil ipsikan hasil evaluasi asuhan keperawatan
gangguan mobilitas fisik pada pasien stroke non hemoragik di IRNA C
RSSN Bukit Tinggi Pada tahun 2017
f. Dideskripsikan hasil pendokumentasian asuhan keperawatan gangguan
mobilitas fisik pada pasien stroke non hemoragik di IRNA C RSSN
Bukit Tinggi Pada tahun 2017
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Penulisan karya tulis ilmiah (KTI) dapat menambah wawasan dan
pengalaman nyata dalam memberikan asuhan keperawatan gangguan
mobilitas fisik pada pasien stroke non hemoragik di IRNA C RSSN Bukit
Tinggi Tahun 2017
2. Bagi Rumah Sakit
Sebagai masukan bagi petugas kesehatan dalam meningkatkan pelayanan
asuhan keperawatan, terutama dalam asuhan keperawatan gangguan
mobilitas fisik pada pasien stroke non hemoragik di IRNA C RSSN Bukit
Tinggi Tahun 2017
3. Institusi Pendidikan
Penulisan karya tulis ilmiah (KTI) diharapkan dapat memberikan
sumbangan pikiran untuk pengembangan dalam penerapan asuhan
keperawatan gangguan mobilitas fisik pada pasien stroke non hemoragik.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep mobilisasi dan imobilitas pada pasien stroke non hemoragik
1. Pengertian Mobilisasi
Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah,
teratur, dan mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat.
Kehilangan kemampuan untuk bergerak menyebabkan ketergantungan dan ini
membutuhkan tindakan keperawatan (Ambarwati, 2014).
Menurut Hidayat, (2009) Mobilisasi atau mobilitas merupakan kemampuan
individu untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya.
2. Jenis Mobilitas
Menurut Hidayat (2009), ada 2 jenis mobilitas yaitu :
a. Mobilitas Penuh
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas
sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari –
hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunter dan
sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
b. Mobilitas sebagian
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan
tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan
saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada
kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pasien para plegi
dapat mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena
kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi
menjadi dua jenis, yaitu :
a) Mobilitas sebagian temporer
Merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang
sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma
reversibel pada sistem muskuloskletal, contohnya adalah adanya sendi
dan tulang.
b) Mobilitas sebagian permanen
Merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang
sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf
yang reversibel, contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke,
paraplegi karena cedera tulang belakang, poliomielitis karena
terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik.
3. Tujuan Mobilisasi
Menurut Ambarwati, 2014 mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan
kemandirian diri, meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit
khususnya penyakit degeneratif, dan untuk aktualisasi diri (harga diri dan citra
tubuh).
4. Faktor Yang Mempengaruhi Mobilitas
Menurut Hidayat (2009), mobilitas seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya :
a. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan mobilitas
seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan
sehari – hari.
Hal ini terjadi karena adanya perubahan gaya hidup terutama orang muda
perkotaan modern, seperti mengkonsumsi makanan siap saji (fast food)
yang mengandung kadar lemak tinggi, kebiasaan merokok, minuman
beralkohol, kerja berlebihan, kurang berolahraga dan stres (Junaidi,
2011).
b. Proses penyakit / cedera
Proses penyakit dapat memengaruhi kemampuan mobilitas karena dapat
memengaruhi fungsi sistem tubuh.
c. Kebudayaan
Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga dipengaruhi kebudayaan.
Sebagai contoh, orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh
memiliki kemampuan mobilitas yang kuat, sebaliknya ada orang yang
mengalami gangguan mobilitas (sakit) karena adat dan budaya tertentu
dilarang untuk beraktivitas.
d. Tingkat energi
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar seseorang dapat
melakukan mobilitas dengan baik, dibutuhkan energi yang cukup.
e. Usia dan Status Perkembangan
Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang
berbeda. Hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat
gerak sejalan dengan perkembangan usia.
Semakin bertambahnya usia, semakin besar pula risiko terjadinya stroke.
Hal ini terkait dengan proses degenerasi (penuaan) yang terjadi secara
alamiah. Pada orang orang-orang lanjut usia, pembuluh darah lebih kaku
karena banyak penimbunan plak. Penimbunan plak yang berlebih akan
mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke tubuh termasuk otak
(Ambarwati, 2014).
Sedangkan menurut Vaughans, 2011 faktor – faktor yang memengaruhi
mobilitas yaitu :
a. Tahap pertumbuhan
b. Jenis pekerjaan
c. Lingkungan rumah
d. Status kesehatan secara keseluruhan (gizi, olah raga, status mental)
e. Intervensi terapeutik
f. Luka traumatis
g. Penyakit atau cacat (muskuloskletal, neurologis, kardiovaskuler,
pernapasan).
5. Pengertian Gangguan Mobilitas Fisik
Hambatan mobilitas fisik adalah keadaan dimana seseorang tidak dapat
bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan
(aktivitas), misalnya mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat
disertai fraktur pada ekstremitas dan faktor yang berhubungan dengan
hambatan mobilitas (Heriana, 2014).
Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh satu
atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah (Nurafif & Hardi, 2015).
Menurut Nanda, 2011 hambatan mobilitas fisik merupakan keterbatasan pada
pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan
terarah.
Menurut Atoilah, 2013, secara umum ada beberapa macam keadaan imobilitas
antara lain :
a. Imobilitas fisik, yaitu suatu keadaan dimana seseorang mengalami
pembatasan fisik yang disebabkan oleh faktor lingkungan maupun oleh
keadaan orang tersebut.
b. Imobilitas intelektual, disebabkan kurang pengetahuan untuk dapat
berfungsi sebagaimana mestinya. Ini terjadi misalnya pada kerusakan otak
karena proses penyakit atau kecelakaan serta pada pasien tradisi mental.
c. Imobilitas emosional, yang dapat terjadi akibat pembedahan atau
kehilangan seseorang yang dicintai.
d. Imobilitas sosial, yang dapat menyebabkan perubahan interaksi sosial
yang sering terjadi akibat penyakit.
6. Penyebab Hambatan Mobilitas Fisik
Keletihan dan kelemahan menjadi penyebab paling umum yang sering terjadi
dan menjadi keluhan bagi lanjut usia. Sekitar 43% lanjut usia telah
diidentifikasi memiliki gaya hidup kurang gerak yang turut berperan terhadap
intoleransi akivitas fisik dan penyakit, sekitar 50% penurunan fungsional pada
lanjut usia dikaitkan dengan kejadian penyakit sehingga mengakibatkan
mereka menjadi ketergantungan kepada orang lain (Stanley dan Beare, 2007).
Berdasarkan Nursing Outcome Classification and Nursing Intervension
Classification (NOC & NIC) 2015 adalah pasien mengalami kesulitan dalam
membolak-balik posisi, keterbatasan dalam kemampuan melakukan
keterampilan motorik dan keterbatasan rentang pergerakan sendi.
Menurut Mubarak (2014) kehilangan kemampuan untuk bergerak
menyebabkan ketergantungan dan ini membutuhkan tindakan keperawatan
7. Faktor -Faktor Yang Berpengaruh Pada Mobilitas Fisik
Berbagai penyebab dari imobilitasi fisik dapat dihubungkan dengan
lingkungan internal dan eksternal (Stanley dan Beare, 2007)
1) Faktor Internal
Faktor internal yang dapat menyebabkan imobilitas atau gangguan
aktivitas adalah:
a) Penurunan fungsi muskuloskeletal: Otot (adanya atrofi, distrofi, atau
cedera), tulang (adanya infeksi, fraktur, tumor, osteoporosis, atau
osteomalaisa, Sendi (adanya artritis dan tumor)
b) Perubahan fungsi neurologis: misalnya adanya infeksi atau ensefalitis,
tumor, trauma, obat-obatan, penyakit vaskuler seperti stroke, penyakit
demielinasi seperti sklerosis multiple, penyakit degeneratif, terpajan
produk racun, gangguan metabolik atau gangguan nutrisi.
c) Nyeri: dengan penyebab yang multiple dan bervariasi seperti penyakit
kronis dan trauma.
d) Defisit perseptual: berkurangnya kemampuan kognitif
e) Jatuh
f) Perubahan fungsi sosial
g) Aspek psikologis
2) Faktor Eksternal
Banyak faktor eksternal yang mengubah mobilitas pada lansia. Faktor tersebut
adalah:
a) Program terapeutik: Program penanganan medis memiliki pengaruh yang
kuat terhadap kualitas dan kuantitas pergerakan pasien. Misalnya pada
program pembatasan yang meliputi faktor-faktor mekanis dan
farmakologis, tirah baring, dan restrain.
1) Faktor-faktor mekanis dapat mencegah atau pergerakan tubuh atau
bagian tubuh dengan penggunaan peralatan eksternal (misalnya gips
dan traksi) atau alat-alat (misalnya yang dihubungkan dengan
pemberian cairan intravena, pengisapan gaster, kateter urine, dan
pemberian oksigen).
2) Agens farmakologik seperti sedatif, analgesik, transquilizer, dan
anastesi yang digunakan untuk mengubah tingkat kesadaran pasien
dapat mengurangi pergerakan atau menghilangkannya secara
keseluruhan.
3) Tirah baring dapat dianjurkan atau merupakan akibat dari penanganan
penyakit cedera. Sebagai intervensi yang dianjurkan, istirahat dapat
menurunkan kebutuhan metabolik, kebutuhan oksigen, dan beban kerja
jantung. Selain itu, istirahat dapat memberikan kesempatan pada
sistem muskuloskeletal untuk relaksasi menghilangkan nyeri,
mencegah iritasi yang berlebihan dari jaringan yang cedera, dan
meminimalkan efek gravitasi. Tirah baring dapat juga merupakan
akibat dari faktor-faktor fisiologis atau psikologis.
4) Restrain fisik dan pengamanan tempat tidur biasanya digunakan pada
lansia yang diinstitusionalisasi. Alat-alat ini turut berperan secara
langsung terhadap imobilitas dengan membatasi pergerakan ditempat
tidur dan secara tidak langsung terhadap peningkatan resiko cedera
ketika seseorang berusaha untuk memperoleh kebebasan dan
mobilitasnya.
b) Karakteristik tempat tinggal: tingkat mobilitas dan pola perilaku dari
kelompok teman sebaya klien dapat mempengaruhi pola mobilitas dan
perilakunya. Dalam suatu studi tentang status mobilitas pada penghuni
panti jompo, mereka yang dapat berjalan dianjurkan untuk menggunakan
kursi roda karena anggapan para staf untuk penghuni yang pasif.
c) karakteristik staf: Karakteristik dari staf keperawatan yang mempengaruhi
pola mobilitas adalah pengetahuan, komitmen, dan jumlah. Pengetahuan
dan pemahaman tentang konsekuensi fisiologis dari imobilitas dan
tindakan-tindakan keperawatan untuk mencegah atau melawan pengaruh
imobilitas penting untuk mengimplementasikan perawatan untuk
memaksimalkan mobilitas. Jumlah anggota staf yang adekuat dengan
suatu komitmen untuk menolong lansia mempertahankan kemandiriannya
harus tersedia untuk mencegah komplikasi imobilitas.
d) Sistem pemberian asuhan keperawatan: jenis sitem pemberian asuhan
keperawatan yang digunakan dalam institusi dapat mempengaruhi status
mobilitas penghuninya. Alokasi praktik fungsional atau tugas telah
menunjukkan dapat meningkatkan ketergantungan dan komplikasi dari
imobilitas.
e) Hambatan – hambatan: Hambatan fisik dan arsitektur dapat mengganggu
mobilitas. Hambatan fisik termasuk kurangnya alat bantu yang tersedia
untuk mobilitas, pengetahuan dalam menggunakan alat bantu mobilitas
tidak adekuat, lantai yang licin, dan tidak adekuatnya sandaran untuk
kaki. Sering kali, rancangan arsitektur rumah sakit atau panti jompo tidak
memfasilitasi atau memotivasi klien untuk aktif dan tetap dapat bergerak.
f) Kebijakan - kebijakan institusional: faktor lingkungan lain yang penting
untuk lansia adalah kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur institusi.
Praktik pengaturan yang formal dan informal ini mengendalikan
keseimbangan antara perintah institusional dan kebebasan individu.
Semakin ketat kebijakan, semakin besar efeknya pada mobilitas.
Menurut NANDA (2015) kriteria hasil yang diharapkan setelah
melakukan tindakan keperawatan untuk diagnosa mobilitas fisik
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot adalah klien meningkat
dalam aktivitas fisik, mengerti tujuan dari peningkatan mobilisasi,
memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah, memperagakan penggunaan alat bantu untuk
mobilisasi (walker).
8. Jenis Imobilitas
Menurut Hidayat (2009), ada beberapa jenis imobilitas diantaranya, yaitu :
1. Imobilitas fisik
Merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan
mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada
pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan
didaerah paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk
mengurangi tekanan.
2. Imobilitas intelektual
Merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya pikir,
seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak akibat suatu
penyakit.
3. Imobilitas emosional
Keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara emosional
karena adanya perubahan secara tiba – tiba dalam menyesuaikan diri.
Sebagai contoh, keadaan stres berat dapat disebabkan karena bedah
amputasi ketika seseorang mengalami kehilangan bagian anggota tubuh
atau kehilangan sesuatu yang paling dicintai
4. Imobilitas sosial
Keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi
sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat memengaruhi
perannya dalam kehidupan sosial.
9. Perubahan Sistem Tubuh Akibat Imobilitas
Dampak dari imobilitas dalam tubuh dapat memengaruhi sistem tubuh, seperti
perubahan pada metabolisme tubuh, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,
gangguan dalam kebutuhan nutrisi, gangguan fungsi gastrointestinal,
perubahan sistem pernapasan, perubahan kardiovaskuler, perubahan sistem
muskuloskletal, perubahan kulit, perubahan eliminasi (buang air besar dan
kecil), perubahan perilaku (Hidayat, 2009).
a. Perubahan Metabolisme
Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara normal,
mengingat imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan
metabolisme dalam tubuh. Hal tersebut dapat dijumpai pada menurunnya
basal metabolism rate (BMR) yang menyebabkan berkurangnya energi
untuk perbaikan sel – sel tubuh, sehingga dapat memengaruhi gangguan
oksigenasi sel. Perubahan metabolisme imobilitas dapat mengakibatkan
proses anabolisme menurun dan katabolisme meningkat. Keadaan ini
dapat beresiko meningkatkan gangguan metabolisme. Proses imobilitas
dapat juga menyebabkan penurunan eksresi urine dan peningkatan
nitrogen. Hal tersebut dapat ditemukan pada pasien yang mengalami
imobilitas pada hari kelima atau keenam. Beberapa dampak perubahan
metabolisme, diantaranya adalah pengurangan jumlah metabolisme, atropi
kelenjer dan katabolisme protein, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,
demineralisasi tulang, gangguan dalam mengubah zat gizi, dan gangguan
gastrointestinal.
b. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari
imobilitas akan mengakibatkan persendian protein menurun dan
konsentrasi protein serum berkurang sehingga dapat mengganggu
kebutuhan cairan tubuh. Disamping itu, berkurangnya perpindahan cairan
dari intravaskuler ke interstisial dapat menyebabkan edema sehingga
terjadi ketidakseimbngan cairan dan elektrolit. Imobilitas juga dapat
menyebabkan demineralisasi tulang akibat menurunnya aktivitas otot,
sedangkan meningkatnya demineralisasi tulang dapat mengakibatkan
reabsorbsi kalium.
c. Gangguan Pengubahan Zat Gizi
Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya
pemasukan protein dan kalori dapat mengakibatkan pengubahan zat – zat
makanan pada tingkat sel menurun, dimana sel tidak lagi menerima
glukosa, asam amino, lemak, dan oksigen dalam jumlah yang cukup untuk
melaksanakan aktivitas metabolisme.
d. Gangguan Fungsi Gastrointestinal
Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal. Hal ini
disebabkan karena imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang
dicerna, sehingga penurunan jumlah masukan yang cukup dapat
menyebabkan gangguan proses eliminasi.
e. Perubahan Sistem Pernapasan
Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan. Akibat
imobilitas, kadar haemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan
terjadinya lemah otot yang dapat menyebabkan proses metabolisme
terganggu. Terjadinya penurunan kadar haemoglobin dapat menyebabkan
penurunan aliran oksigen dari alveoli ke jaringan, sehingga
mengakibatkan anemia. Penurunan ekspansi paru dapat terjadi karena
tekanan yang meningkat oleh permukaan paru.
f. Perubahan kardiovaskular
Perubahan sistem kardiovaskular akibat imobilitas antara lain dapat
berupa hipotensi ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya
pembentukan trombus. Terjadinya hipotensi ortostatik dapat disebabkan
oleh menurunnya kemampuan saraf otonom. Pada posisi yang tetap dan
lama, refleks neurovaskular akan menurun dan menyebabkan
vasokonstriksi, kemudian darah terkumpul pada vena bagian bawah
sehingga aliran darah ke sistem sirkulasi pusat terhambat. Meningktanya
kerja jantung dapat disebabkan karena imobilitas dengan posisi horizontal.
Dalam keadaan normal, darah yang terkumpul pada ekstremitas bawah
bergerak dan meningkatkan aliran vena kembali kejantung dan akhirnya
jantung akan meningkatkan kerjanya. Terjadinya trombus juga disebabkan
oleh meningktanya vena statis yang merupakan hasil penurunan kontraksi
muskular sehingga meningkatkan arus balik vena.
g. Perubahan Sistem Muskuloskletal
Perubahan yang terjadi dalam sistem muskuloskletal sebagai dampak dari
imobilitas adalah sebagai berikut :
1. Gangguan muskular. Menurunnya massa otot sebagai dampak
imobilitas dapat menyebabkan turunnya kekuatan otot secara
lansung. Menurunnya fungsi kapasitas otot ditandai dengan
menurunnya stabilitas. Kondisi berkurangnya massa otot dapat
menyebabkan atropi pada otot. Sebagai conoh, otot betis seseorang
yang telah dirawat lebih dari enam minggu ukurannya akan lebih
kecil selain menunjukkan tanda lemah atau lesu.
2. Gangguan skletal. Adanya imobilitas juga dapat menyebabkan
gangguan skletal, misalnya akan mudah terjadinya kontraktur sendi
dan osteoporosis. Kontraktur merupakan kondisi yang abnormal
dengan kriteria adanya fleksi dan fiksasi yang disebabkan atropi dan
memendeknya otot. Terjadinya kontraktur dapat menyebabkan sendi
dalam kedudukan yang tidak berfungsi. Osteoporosis terjadi karena
reabsobsi tulang semakin besar, sehingga yang menyebabkan jumlah
kalsium kedalam darah menurun dan jumlah kalsium yang
dikeluarkan melalui urine semakin besar.
h. Perubahan Sistem Integumen
Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas
kulit karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilitas dan terjadinya
iskemia serta nekrosis jaringan superfisial dengan adanya luka dekubitus
sebagai akibat tekanan kulit yang kuat dan sirkulasi yang menurun ke
jaringan.
Menurut Asmadi (2008), imobilisasi yang lama dapat menyebabkan
kerusakan integritas kulit
i. Perubahan Eliminasi
Perubahan dalam eliminasi misalnya penurunan jumlah urine yang
mungkin disebabkan oleh kurangnya asupan dan penurunan curah jantung
sehingga aliran darah renal dan urine berkurang.
j. Perubahan Prilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain timbulnya rasa
bermusuhan, bingung, cemas, emosional tinggi, depresi, perubahan siklus
tidur, dan menurunnya koping mekanisme. Terjadinya perubahan perilaku
tersebut merupakan dampak imobilitas karena selama proses imobilitas
seseorang akan mengalami perubahan peran, konsep diri, kecemasan, dan
lain – lain.
Menurut Tarwoto (2011) pasien dengan gangguan mobilisasi akan
mengalami defisit perawatan diri yang ditandai dengan gangguan
neuromuskular, menurunnya kekuatan otot, menurunnya kontrol otot dan
koordinasi serta gangguan fisik
10. Penatalaksanaan Gangguan Mobilisasi Secara Umum
Menurut Saputra (2013), ada beberapa penatalaksanaan gangguan mobilisasi
secara umum diantaranya, yaitu :
1) Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas dapat
disesuaikan dengan tingkat gangguan, seperti posisi fowler, sim,
trendelenburg, dorsal recumbent, lithotomi, dan genu pectoral.
a. Posisi Fowler
Posisi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk, di mana
bagian kepala tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan. Posisi ini
dilakukan untuk mempertahankan kenyamanan dan memfasilitasi
fungsi pernapasan pasien.
Cara :
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b) Dudukkan pasien
c) Berikan sandaran / bantal pada tempat tidur pasien atau atur tempat
tidur, untuk posisi semifowler (30-45 derajat) dan untuk fowler (90
derajat).
d) Anjurkan pasien untuk tetap berbaring setengah duduk.
b. Posisi Sim
Posisi sim adalah posisi miring ke kanan atau ke kiri. Posisi ini
dilakukan untuk memberi kenyamanan dan memberikan obat per anus
(supositoria).
Cara :
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b) Pasien dalam keadaan berbaring, kemudian miringkan ke kiri
dengan posisi badan setengah telungkup dan kaki kiri lurus lutut.
Paha kanan ditekuk kearah ke dada.
c) Tangan kiri diatas kepala atau dibelakang punggung dan tangan
kanan diatas tempat tidur.
d) Bila pasien miring ke kanan dengan posisi badan setengah
telungkup dan kaki kanan lurus, lutut dan paha kiri ditekuk
diarahkan ke dada.
e) Tangan kanan diatas kepala atau dibelakang punggung dan tangan
kiri diatas tempat tidur.
c. Posisi Trendelenburg
Pada posisi ini pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala
lebih rendah daripada bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk
melancarkan peredaran darah ke otak.
Cara:
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b) Pasien dalam keadaan berbaring telentang, letakkan bantal diantara
kepala dan ujung tempat tidur pasien, dan berikan bantal di bawah
lipatan lutut.
c) Berikan balok penopang pada bagian kaki tempat tidur atau atur
tempat tidur khusus dengan meninggalkan bagian kaki pasien.
d. Posisi Dorsal Recumbent
Pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan kedua lutut fleksi
(ditarik atau direnggangkan) di atas tempat tidur. Posisi ini dilakukan
untuk merawat dan memeriksa genitalia serta pada proses persalinan.
Cara:
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b) Pasien dalam keadaan berbaring telentang, pakai bawah dibuka.
c) Tekuk lutut, renggangkan paha, telapak kaki menghadap ke tempat
tidur, dan renggangkan kedua kaki
d) Pasang selimut
e. Posisi Lithotomi
Pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan mengangkat kedua
kaki dan menariknya ke atas bagian perut. Posisi ini dilakukan untuk
memeriksa genitalia pada proses persalinan, dan memasang alat
kontrasepsi.
Cara:
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b) Pasien dalam keadaan berbaring, telentang, kemudian angkat
kedua pahanya dan tarik ke arah perut.
c) Tungkai bawah membentuk sudut 90 derajat terhadap paha
d) Letakkan bagian lutut/kaki pada tempat tidur khusus untuk posisi
lithotomi
e) Pasang selimut
f. Posisi Genu Pectoral
Pada posisi ini pasien menungging dengan kedua kki ditekuk dan dada
menempel pada bagian alas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk
memeriksa daerah rektum dan sigmoid.
Cara:
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b) Anjurkan pasien untuk posisi menungging dengan kedua kaki
ditekuk dan dada menempel pada kasur tempat tidur.
c) Pasang selimut pada pasien
2) Latihan ROM Pasif dan Aktif
Pasien yang mobilitas sendinya terbatas karena penyakit, diabilitas, atau
trauma memerlukan latihan sendi untuk mengurangi bahaya imobilitas.
Menurut Junaidi (2011) setelah keadaan pasien membaik dan kondisinya
telah stabil baru diperbolehkan dilakukannya mobilisasi.
Latihan berikut dilakukan untuk memelihara dan mempertahankan
kekuatan otot serta memelihara mobilitas persendian.
a. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Tangan
Cara:
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b) Atur posisi lengan pasin dengan menjauhi sisi tubuh dan siku
menekuk dengan lengan
c) Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang lain
memegang pergelangan tangan pasien
d) Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin
e) Catat perubahan yang terjadi
b. Fleksi dan Ekstensi Siku
Cara:
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b) Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dengan
telapak mengrah ke tubuhnya
c) Letakkan tangan diatas siku pasien dan pegang tangannya degan
tangan lainnya
d) Tekuk siku pasien sehingga tangannya mendekat bahu
e) Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya
f) Catat perubahan yang terjadi
c. Pronasi dan Supinasi Lengan Bawah
Cara:
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b) Atur posisi lengan bawah menjauhi tubuh pasien dan pegang
tangan pasien dengan tangan lainnya.
c) Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan pasien dan pegang
tangan pasien dengan tangan lainnya
d) Putar lengan bawah pasien sehingga telapaknya menjauhinya
e) Kembalikan ke posisi semula.
f) Putar lengan bawah pasien sehingga telapak tangannya menghadap
ke arahnya.
g) Kembalikan ke posisi semula
h) Catat perubahan yang terjadi
d. Pronasi Fleksi Bahu
Cara:
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b) Atur posisi tangan pasien di sisi tubuhnya
c) Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang
tangan pasien dengan tangan lainnya
d) Angkat lengan pasien pada posisi semula
e) Catat perubahan yang terjadi
e. Abduksi dan Adduksi
Cara:
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b) Atur posisi lengan pasien disamping badannya
c) Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang
tangan pasien dengan tangan lainnya
d) Gerakan lengan pasien menjauh dari tubuhnya ke arah perawat
e) Kembalikan ke posisi semula
f) Catat perubahan yang terjadi
f. Rotasi Bahu
Cara:
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b) Atur posisi lengan pasien menjauhi tubuh dengan siku menekuk
c) Letakkan satu tangan perawat di lengan ats pasien dekat siku dan
pegang tangan pasien dengan tangan yang lain
d) Gerakkan lengan bawah ke bawah sampai menyentuh tempat tidur,
telapak tangan menghadap ke bawah
e) Kembalikan ke posisi semula
f) Gerakkan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh tempat
tidur, telapak tangan menghadap ke atas
g) Kembalikan lengan ke posisi semula
h) Catat perubahan yang terjadi
g. Fleksi dan Ekstensi Jari – jari
Cara:
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b) Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan sementara tangan
lain memegang kaki
c) Bengkokkan (tekuk) jari-jari kaki ke bawah
d) Luruskan jari-jari kemudian dorong kebelakang
e) Kembalikan ke posisi semula
f) Catat perubahan yang teradi
h. Infersi dan Efersi Kaki
Cara:
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b) Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan satu jari dan
pegang pergelangan kaki dengn tangan satunya
c) Putar kaki ke dalam sehingga telapak kaki menghadap ke kaki
lainnya
d) Kembalikan ke posisi semula
e) Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjauhi kaki yang
lain
f) Kembalikan ke posisi semula
g) Catat perubahan yang terjadi
i. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Kaki
Cara:
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b) Letakkan satu tangan perawat pada telapak kaki pasien dan satu
tangan yang lain diatas pergelangan kaki. Jaga kaki lurus dan
rileks
c) Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari – jari kaki ke arah dada
pasien
d) Kembalikan ke posisi semula
e) Tekuk pergelangan kaki menjauh dada pasien
f) Catat perubahan yang terjadi
j. Fleksi dan Ekstensi Lutut
Cara:
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b) Letakkan atu tangan di bawah lutut pasien dan pegang tumit pasien
dengan tangan yang lain
c) Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha
d) Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada sejauh mungkin
e) Ke bawahkan kaki dan luruskan lutut dengan mengangkat kaki ke
atas
f) Kembalikan ke posisi semula
g) Catat perubahan yang terjadi
k. Rotasi Pangkal Paha
Cara:
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b) Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki dan satu
tangan yang lain di atas lutut
c) Putar kaki menjauhi perawat
d) Putar kaki ke arah perawat
e) Kembalikan ke posisi semula
f) Catat perubahan yang terjadi
l. Abduksi dan Adduksi Pangkal Paha
Cara:
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b) Letakkan satu tangan perawat di bawah lutut pasien dan satu
tangan pada tumit
c) Jaga posisi kaki pasien lurus, angkat kaki kurang lebih 8 cm dari
tempat tidur, gerakkan kaki menjauhi badan pasien
d) Gerakkan kaki mendekati badan pasien
e) Kembalikan ke posisi semula
f) Catat perubahan yang terjadi
3) Latihan Ambulasi
a. Duduk diatas tempat tidur
Prosedur kerja :
a) Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada
pasien
b) Anjurkan pasien untuk meletakkan tangan disamping badannya
dengan telapak tangan menghadap kebawah
c) Berdirilah disamping tempat tidur dan letakkan tangan pada bahu
pasien
d) Bantu pasien untuk duduk dan beri penompang atau bantal
b. Turun dari tempat tidur, berdiri, kemudian duduk dikursi roda
Prosedur kerja :
a) Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada
pasien
b) Pasang kunci kursi roda
c) Berdirilah menghadap pasien dengan kadua kaki merenggang
d) Tekuk sedikit lutut dan pinggang anda
e) Anjurkan pasien untuk meletakkan kedua tangannya dibahu anda
f) Letakkan kedua tangan anda disamping kanan dan kiri pinggang
pasien
g) Ketika kaki pasien menapak dilantai, tahan lutut anda pada lutut
pasien
h) Bantu pasien duduk dikursi roda dan atur posisi agar nyaman
c. Membantu berjalan
Prosedur kerja :
a) Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada
pasien
b) Anjurkan pasien untuk meletakkan tangan disamping badan atau
memegang telapak tangan anda
c) Berdiri disamping pasien dan pegang telapak tangan dan lengan
bahu pasien
d) Bantu pasien berjalan
11. Hubungan stroke non hemoragik dengan gangguan mobilitas fisik
Stroke iskemik merupakan suatu penyakit yang diawali dengan terjadinya
serangkaian perubahan dalam otak yang terserang yang apabila tidak
ditangani dengan segera berakhir dengan kematian batang otak tersebut.
Stroke iskemik terjadi bila suplai darah ke otak terhambat atau terhenti.
Walaupun berat otak hanya sekitar 1400 gram, namun menuntut suplai darah
yang relatif sangat besar yaitu sekitar 20% dari seluruh curah jantung.
Kegagalan dalam memasok darah akan menyebabkan gangguan fungsi bagian
otak atau yang terserang atau terjadi kematian sel saraf (nekrosis) dan
kejadian inilah yang lazim disebut stroke (Junaidi, 2011).
Menurut Bararah, 2013 stroke iskemik merupakan aliran darah ke otak
terhenti karene arterosklerotik atau bekuan darah yang menyumbat pembuluh
darah.
Menurut Widagdo (2008), proses terjadinya hambatan mobilitas fisik pada
pasien stroke non hemoragik adalah sebagai berikut :
Stroke non hemoragic disebabkan oleh thrombosis akibat plak aterosklerosis
yang memberi vakularisasi pada otak atau oleh emboli dari pembuluh darah
diluar otak yang tersangkut diarteri otak yang secara perlahan akan
memperbesar ukuran plak sehingga terbentuk thrombus.
Trhombus dan emboli didalam darah akan terlepas dan terbawa hingga
terperangkap dalam pembuluh darah distal, lalu menyebabkan pengurangan
aliran darah yang menuju ke otak sehingga sel otak akan mengalami
kekurangan nutrisi dan juga oksigen, sel otak yang mengalami kekurangan
oksigen dan glukosa akan menyebabkan asidosis lalu asidosis akan
mengakibatkan natrium, klorida, dan air masuk kedalam sel otak dan kalium
meninggalkan sel otak sehingga terjadi edema setempat. Kemudian kalsium
akan masuk dan memicu serangkaian radikal bebas sehingga terjadi perusakan
membran sel lalu mengkerut dan tubuh mengalami defisit neurologis lalu
mati.
Ketidakefektifan perfusi jaringan yang disebabkan oleh thrombus dan emboli
akan menyebabkan iskemia pada jaringan yang tidak dialiri oleh darah, jika
hal ini berlanjut terus – menerus maka jaringan tersebut akan mengalami
infark. Dan kemudian akan mengganggu sistem persyarafan yang ada ditubuh
seperti : penurunan kontrol volunter yang akan menyebabkan hemiplagia atau
hemiparise sehingga tubuh akan mengalami hambatan mobilitas, karena
hambatan mobilitas fisik, klien hanya tidur ditempat tidur, dan jika tidak
dilakukan pengubahan posisi, lama kelamaan klien akan mengalami resiko
kerusakan integritas kulit, resiko jatuh juga bisa terjadi karena pasien
mengalami hambatan mobiltas fisik. Menurut Wilkinson (2013), resiko jatuh
merupakan peningkatan kerentanan terhadap jatuh yang dapat menyebabkan
bahaya fisik, defisit perawatan diri karena tidak bisa menggerakkan tubuh
untuk merawat diri sendiri. Defisit neurologis juga akan menyebabkan
gangguan pencernaan sehingga mengalami disfungsi kandung kemih dan
saluran pencernaan lalu akan mengalami gangguan eliminasi. Karena ada
penurunan konrol volunter maka kemampuan batuk juga akan berkurang dan
mengakibatkan penumukan sekret sehingga pasien akan mengalami gangguan
jalan napas dan pasien kemungkinan tidak mampu menggerakkan otot –otot
untuk bicara sehingga pasien mengalami gangguan komunikasi verbal berupa
disfungsi bahasa dan komunikasi.
B. Konsep asuhan keperawatan pada pasien stroke non hemoragik dengan
gangguan mobilitas fisik
Menurut Hidayat, 2009 konsep asuhan keperawatan pada pasien stroke non
hemoragik dengan gangguan mobilitas fisik adalah sebagai berikut :
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian pada masalah pemenuhan kebutuhan mobilitas dan imobilitas
pada pasien stroke non hemoragik adalah sebagai berikut :
a. Identitas Klien
Identitas klien yang perlu dikaji meliputi nama, jenis kelamin, tanggal
lahir, nomor register, usia, agama, alamat, status perkawinan, pekerjaan,
dan tanggal masuk rumah sakit.
b. Identitas Penanggungjawab
Identitas penanggungjawab yang perlu dikaji meliputi nama, umur,
pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan klien.
c. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Gejala yang menjadi keluhan utama pada pasien Stroke non
hemoragik adalah lemah sebelah anggota gerak yang timbul
mendadak, dan sakit kepala (Bararah & Jauhar, 2013).
2) Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang muncul pada pasien Stroke non hemoragik dengan
masalah gangguan mobilitas fisik pada saat dikaji adalah adanya
lemah sebelah anggota gerak, bicara kurang jelas, dan nyeri dikepala.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya klien dengan penyakit Stroke non hemoragik memiliki
kebiasan atau pola hidup yang kurang sehat seperti gaya hidup
merokok, memakan makanan yang mengandung garam, makan
makanan yang bersantan dan berminyak, adanya riwayat penyakit
hipertensi, diabetes melitus, anemia, riwayat trauma kepala, riwayat
jatuh, penyakit kardiovaskuler (Widagdo, dkk, 2008).
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu dikaji adanya riwayat keluarga yang memiliki penyakit
keturunan seperti adanya riwayat jantung, hipertensi, DM.
Sesuai dengan etiologi yang dikemukakan dalam Padila (2012), yaitu
salah satu faktor pencetus timbulnya penyakit stroke yaitu faktor
genetik atau keturunan. Faktor pencetus tersebut merupakan faktor
yang tidak dapat diubah oleh pasien.
d. Pola pengkajian ADL menurut Potter & Perry, 2012 sebagai berikut
:
1) Pola Nutrisi
Biasanya mengalami penurunan nafsu makan, mual muntah,
kehilangan sensasi pada lidah
2) Pola aktivitas dan latihan
Biasanya tidak akan mampu melakukan aktivitas dan perawatan diri
secara mandiri karena kelemahan anggota gerak, kekuatan otot
berkurang, mengalami gangguan koordinasi, gangguan keseimbangan
mudah lelah.
Aktivitas fisik yang kurang dapat mempengaruhi frekuensi denyut
jantung menjadi lebih tinggi sehingga otot jantung harus bekerja lebih
keras pada setiap kontraksi. Otot jantung yang bekerja semakin keras
dan sering memompa, maka makin besar tekanan yang dibebankan
pada arteri sehingga dapat menyebabkan tekanan darah meningkat
(Potter & Perry, 2012).
3) Pola tidur dan istirahat
Biasanya lebih banyak tidur dan istirahan karena semua sistem
tubuhnya akan mengalami penurunan kerja dan penurunan kesadaran
sehingga lebih banyak diam.
4) Pola eliminasi
Biasanya terjadi retensi urin dan inkontinensia akibat kurang aktivitas
dan pengontrolan urinasi menurun, biasanya terjadi konstipasi dan
diare akibat impaksi fekal.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : Biasanya pasien sadar, terkadang sedikit
gelisah
2) Tingkat kesadaran : Biasanya Composmentis (dengan GCS 14 –
15)
3) TTV
a) TD : Bisa terjadi hipotensi atau hipertensi
b) N : Biasanya terjadi perubahan denyut nadi
c) RR : Biasanya pasien bisa sesak
d) S : Bisa terjadi hipotermia atau hipertermia
4) Kepala : Normachepal
5) Wajah : Biasanya simetris, wajah pucat.
6) Mata : Biasanya sklera ikhterik, reflek pupil
negatif, konjungtiva anemis, penglihatan
berkurang.
7) Mulut dan bibir : Biasanya sianosis, mukosa bibir kering,
stomatitis, mengalami gangguan
pengecapan, reflek mengunyah dan menelan
buruk, dan bibir tidak simetris.
8) Hidung : Biasanya terjadi gangguan penciuman.
9) Telinga : Biasanya ada gangguan pendengaran.
10) Leher : Biasanya ada gangguan menelan.
11) Thoraks
a) Paru-paru
(1) Inspeksi : Biasanya simetris kiri dan kanan
(2) Palpasi : Biasanya fremitus kiri dan kanan
(3) Perkusi : Biasanya sonor
(4) Auskultasi : Suara napas bisa normal (vesikuler) atau
tidak normal (seperti ronkhi,).
b) Jantung
(1) Inspeksi : Biasanya iktus tidak terlihat
(2) Palpasi : Biasanya iktus teraba di Ric 4
(3) Perkusi : Biasanya batas jantung normal
(4) Auskultasi : biasanya suara vesikuler
12) Abdomen
a) Inspeksi : Biasanya simetris, tidak ada asites
b) Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
c) Perkusi : Biasanya thympani
d) Auskultasi : Biasanya bising usus hiperaktif
13) Genitalia dan anus : Klien dengan Stroke non hemoragik
biasanya akan mengalami masalah dalam
proses eliminasi (BAB dan BAK) sehingga
pasien harus dipasang kateter.
14) Ekstremitas : Lemah anggota gerak dengan kekuatan otot
biasanya 2 sampai 3, akral teraba hangat,
CRT < 2 dtk
f. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Digiulio & Jackson, 2007 pemeriksaan diagnostik yang
dilakukan adalah :
1. CT scan mengidentifikasi area pendarahan
2. MRI (Magnetic Resonance Imaging) mengidentifikasi lokasi ischemic
(lebih lambat dari pada CT scan).
g. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan darah lengkap seperti Hb, Leukosit, Trombosit, Eritrosit.
Hal ini berguna untuk mengetahui apakah pasien menderita anemia.
Sedangkan leukosit untuk melihat sistem imun pasien. Bila kadar
leukosit diatas normal, berarti ada penyakit infeksi yang sedang
menyerang pasien.
b. Test kimia darah
Cek darah ini untuk melihat kandungan gula darah, kolesterol, asam
urat, dll. Apabila kadar gula darah atau kolesterol berlebih, bisa
menjadi pertanda pasien sudah menderita diabetes dan jantung. Kedua
penyakit ini termasuk ke dalam salah satu pemicu stroke
2. Diagnosa Keperawatan / kemungkinan masalah
Berdasarkan Nanda 2015 - 2017
a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
b. Defisit perawatan diri mandi berhubungan dengan kelemahan
c. Resiko kerusakan integritas kulit
d. Resiko Jatuh
3. Rencana Keperawatan
Tabel 2.3 : Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Noc Nic Gangguan mobilitas fisik akibat penurunan tonus otot Definisi: Keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah. Batasan Karakteristik: a. Kesulitan membolak-
balik posisi b. Melakukan aktivitas
lain sebagai pengganti pergerakan (mis.,meningkatkan perhatian pada aktivitas orang lain, mengendalikan perilaku)
c. Perubahan cara berjalan
d. Gerakan bergetar e. Keterbatasan
kemampuan melakukan keterampilan motorik halus
f. Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar
g. Keterbatasan rentang pergerakan sendi
h. Tremor akibat pergerakan
i. Ketidakstabilan postur j. Pergerakan lambat k. Pergerakan tidak
terkoordinasi Faktor yang Berhubungan:
Kriteria Hasil a. Meningkat dalam
aktivitas fisik b. Pasien mengerti
tujuan dari peningkatan mobilisasi
c. Pasien mampu memperagakan penggunaan alat bantu
Exercise therapy: ambulation a. Monitoring vital sign
sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan
b. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
c. Ajarkan pasien tentang teknik mobilisasi
d. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
e. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs pasien
f. Ajarkan klien latihan ROM
g. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
a. Kontraktur b. Fisik tidak bugar c. Penurunan ketahan
tubuh d. Penurunan kendali
otot e. Penurunan masa otot f. Gangguan
muskuloskleletal g. Gangguan
neuromuskular h. Penurunan kekuatan
otot i. Kurang pengetahuan
tentang aktivitas fisik j. Kaku sendi k. Kurang dukungan
lingkungan l. Keengganan memulai
pergerakan Defisit perawatan diri mandi akibat kelemahan Definisi: hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan mandi/aktivitas perawatan diri untuk diri sendiri Batasan Karakteristik: a. Ketidakmampuan
mengakses kamar mandi
b. Ketidakmampuan mengambil perlengkapan mandi
c. Ketidakmampuan menjangkau sumber air
d. Ketidakmampuan mengatur air mandi
e. Ketidakmampuan membasuh tubuh
Faktor yang berhubungan:
Self care deficit hygiene a. Perawatan diri:
Aktivitas kehidupan sehari-hari (ADL) mampu untuk melakukan aktivitas perawatan fisik dan pribadi secara mandiri atau dengan alat bantu
b. Perawatan diri Mandi: mampu untuk membersihkan tubuh sendiri secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu
c. Perawatan diri hygiene: mampu untuk mempertahankan kebersihan dan penampilan yang rapi secara mandiri dengan atau tanpa
Self-Care Assistance: Bathing/Hygiene a. Menyediakan
lingkungan yang terapeutik dengan memastikan hangat, santai, pengalaman pribadi, dan personal.
b. Memfasilitasi pasien menyikat gigi
c. Memfasilitasi pasien mandi
d. Memantau pembersihan kuku pasien
e. Memantau integritas kulit pasien
f. Memberikan bantuan sampai pasien sepenuhnya mampu melakukan perawatan diri.
a. Penurunan motivasi b. Kendala lingkungan c. Ketidakmampuan
merasakan bagian tubuh
d. Gangguan muskoloskletal
e. Gangguan neuromuskular
f. kelemahan
alat bantu d. Perawatan diri
Higiene oral: mampu untuk merawat mulut dan gigi secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu
e. Mampu mempertahankan mobilitas yang diperlukan untuk ke kamar mandi dan menyediakan perlengkapan mandi
f. Mengungkapkan secara verbal kepuasan tentang kebersihan tubuh dan hygiene oral
Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik Definisi: Perubahan/gangguan epidermis dan/ atau dermis Batasan karakteristik: a. Kerusakan lapisan
kulit (dermis) b. Gangguan permukaan
kulit (epidermis) c. kemerahan Faktor yang Berhubungan: a. Eksternal 1) Usia yang ekstrim 2) Kelembapan 3) Faktor mekanik 4) Medikasi 5) Lembab 6) Imobilitas fisik b. Internal 1) Tonjolan tulang 2) Gangguan sensasi
Kriteria hasil : a. Integritas kulit yang
baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)
b. Tidak ada luka/lesi pada kulit
c. Perfusi jaringan baik d. Menunjukkan
pemahan dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang
e. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami
Pressure Management a. Anjurkan pasien untuk
menggunakan pakaian yang longgar
b. Hindari kerutan pada tempat tidur
c. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
d. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
e. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan
f. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
g. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
Resiko jatuh berhubungan dengan imobilitas fisik Definisi: Peningkatan kerentanan untuk jatuh yang dapat menyebabkan bahaya fisik. Faktor-faktor resiko: a) Dewasa 1. Dewasa
a. Usia 65 tahun atau lebih
b. Riwayat jatuh c. Prosthesis ekstremitas
bawah d. Penggunaan kursi roda
2. Kognitif a. Penurunan status
mental 3. Medikasi
a. Agens anti hipertensi b. Obat penenang
4. Fisiologis a. Penurunan kekuatan
ekstermitas bawah b. Kesulitan gaya
berjalan c. Kesulitan mendengar d. Masalah kaki e. Gangguan mobilitas
fisik
Kriteria hasil : a. Gerakan terkoordinasi
kemampuan otot untuk bekerja sama secara volunter untuk melakukan gerakan yang bertujuan
b. Gerakan terkoordinasi c. Pengetahuan:
pemahaman pencegahan jatuh
d. Pengetahuan: keamanan pribadi
Injury risk for a. Perilaku pencegahan
jatuh: tindakan individu atau pemberi asuhan untuk meminimalkan faktor resiko yang dapat memicu jatuh dilingkungan tidak ada kejadian jatuh
Fall Prevention a. Mengidentifikasi
perilaku dan faktor yang mempengaruhi risiko jatuh
b. Sarankan perubahan dalam gaya berjalan kepada pasien
c. Mendorong pasien untuk menggunakan tongkat atau alat bantu berjalan
d. Kunci roda dari kursi roda, tempat tidur, atau brankar selama transfer pasien
e. Gunakan teknik yang tepat untuk mentransfer pasien
f. Gunakan rel sisi panjang yang sesuai dan tinggi untuk mencegah jatuh dari tempat tidur
Sumber : Nursing Interventions Classification (NIC)., Nursing Outcomes Classification (NOC). , NANDA. 2016.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah Deskriptif yaitu suatu metode
penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan (memaparkan) peristiwa –
peristiwa penting yang terjadi atau suatu keadaan secara objektif dengan
pendekatan studi kasus. Studi kasus merupakan rancangan penelitian yang
mencakup pengkajian satu unit penelitian secara intensif (Nursalam, 2011).
Jenis penelitian yang digunakan adalah dengan pendekatan studi kasus
dimana penelitian untuk mendeskripsikan atau menggambarkan bagaimana
asuhan keperawatan pasien dengan masalah gangguan mobilitas fisik pada
pasien stroke non hemoragik di IRNA C RSSN Bukit Tinggi Tahun 2017.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di IRNA C RSSN Bukit Tinggi dari bulan
Januari sampai Juni dan telah dilaksanakan studi kasus dari tanggal 20 – 24
Mei tahun 2017 dengan hari rawatan pasien 5 hari rawatan.
C. Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian (misalnya manusia; klien) yang
memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2011). Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh pasien penyakit stroke non hemoragik yang
mengalami gangguan mobilitas fisik di IRNA C RSSN Bukit Tahun 2017.
Populasi pasien Stroke Non Hemoragik di IRNA C RSSN Bukit Tinggi pada
saat studi kasus tanggal 20 Mei 2017 sebanyak 8 orang dengan stroke non
hemoragik.
Sampel adalah bagian dari jumlah atau karakteristik tertentu yang diambil dari
suatu populasi yang akan diteliti (Nursalam, 2011). Teknik sampling adalah
cara – cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh
sampel yang benar – benar sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian
(Nursalam, 2011). Sampel penelitian ini adalah dua pasien dengan penyakit
stroke non hemoragik yang mengalami gangguan mobilitas fisik di ruangan
IRNA C RSSN Bukit Tinggi secara purpose sampling.
Porpose sampling merupakan suatu teknik penetapan sampel dengan cara
memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti
(tujuan/ masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat mewakili
karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam, 2011).
Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah:
a. Kriteria inklusi
1. Klien bersedia menjadi responden
2. Klien penyakit stroke non hemoragik dengan gangguan mobilitas fisik
3. Klien gangguan mobilitas fisik yang sudah kooperatif dan sudah bisa
berkomunikasi verbal dengan cukup baik
b. Kriteria Eksklusi
1. Klien dengan gangguan mobilitas fisik pada kasus stroke non
hemoragik yang mengalami perubahan kondisi (penurunan kesadaran).
2. Klien dirawat kurang dari 5 hari
Pada saat dilakukan penelitian pasien berjumlah 8 orang, dari 8 orang pasien
tersebut diambil 2 orang yang dijadikan partisipan karena memenuhi kriteria
iklusi, sedangkan 6 orang lagi tidak bisa dijadikan partisipan karena 3 orang
pasien dirawat kurang dari 5 hari, dan 2 orang pasien bisa dijadikan partisipan
namun tidak kooperatif dan belum bisa berkomunikasi verbal dengan cukup
baik sedangkan 1 orang pasien lagi tidak bisa diambil karena tidak bersedia
dijadikan responden peneliti.
D. Instrumen Pengumpulan Data
Alat/ instrument pengumpulan data berupa format pengkajian keperawatan
mulai dari pengkajian sampai evaluasi. Instrumen pengumpulan data berupa
format tahapan proses keperawatan gangguan mobilitas fisik pada stroke non
hemoragik mulai dari pengkajian sampai evaluasi dan alat pemeriksaan fisik
yang terdiri dari tensimeter, stetoskop, termometer, pen light, dll.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik,
observasi langsung, dan studi dokumentasi.
1. Format pengkajian keperawatan terdiri dari : identitas pasien, identitas
penanggung jawab, riwayat kesehatan, keluhan dasar, pemeriksaan fisik, data
psikologis, data ekonomi social, data spiritual, pemeriksaan laboratorium/
pemeriksaan penunjang, dan program pengobatan.
2. Format analisa data terdiri dari : nama pasien, nomor rekam medik, data,
masalah, dan etiologi.
3. Format diagnosa keperawatan terdiri dari : nama pasien, nomor rekam medic,
diagnose keperawatan, tanggal ditemukannya masalah dan paraf, serta tanggal
dan paraf dipecahkannya masalah.
4. Format rencana asuhan keperawatan terdiri dari : nama pasien, nomor rekam
medik, diagnosa keperawatan, intervensi NIC dan NOC.
5. Format catatan perkembangan keperawatan terdiri dari : nama pasien, nomor
rekam medik, hari dan tanggal, jam dan implementasi keperawatan serta paraf
yang melakukan implementasi keperawatan.
E. Cara pengumpulan data
Beberapa cara pengumpulan data
1. Observasi
Observasi adalah cara pengumpulan data penelitian melalui pengamatan
terhadap suatu objek atau proses, baik secara visual maupun alat.
Kelebihan observasi adalah mudah, murah dan langsung. Kekurangan
obeservasi adalah memerlukan pedoman pengamatan.
Dalam observasi ini, peneliti mengobservasi atau melihat kondisi dari
pasien, seperti keadaan umum pasien dan keadaan pasien selain itu juga
mengobservasi tindakan apa saja yang telah dilakukan pada pasien,
misalnya mobilisasi atau merubah posisi.
Pada saat melakukan penelitian, penulis telah melakukan observasi kepada
pasien dengan melihat bagaimana keadaan pasien dan melihat apa saja
yang bisa lakukan mandiri, seperti melihat atau menilai perkembangan
kekuatan otot pasien, apakah pasien sudah bisa melakukan mobilisasi
seperti miring kiri dan kanan.
2. Pengukuran
Pengukuran adalah pengumpulan data penelitian dengan mengukur objek
dengan menggunakan alat ukur tertentu, misalnya berat badan dengan
timbangan berat badan, tensi dengan tensi meter, dan sebagainya.
Dalam penelitian ini, peneliti mengukur menggunakan alat ukur
pemeriksaan, seperti melakukan pengukuran suhu, menghitung frekuensi
napas, dan menghitung frekuensi nadi, mengukur tanda-tanda vital dan
menilai kakuatan otot pasien.
3. Wawancara
Wawancara adalah cara pengumpulan data penelitian melalui pertanyaan
yang diajukan secara lisan kapada responden untuk menjawabnya.
Wawancara bisa dilakukan secara tatap muka antara peneliti dengan
responden atau cara lain.
Pada saat penelitian langkah dan cara penulis mengumpulkan data pada
pasien yaitu pertama penulis memperkenalkan diri dengan baik,
menjelaskan berasal dari institusi mana, setelah itu menjelaskan apa tujuan
melakukan penelitian, setelah selesai penulis menjelaskan semuanya
penulis meminta persetujuan kepada pasien, apakah pasien bersedia untuk
dijadikan responden atau tidak, pada saat itu pasien dan keluarga setuju
untuk dijadikan responden penulis, dan penulis memberikan lembar
persetujuan (inform consend) kepada pasien dan pasien mengisi dan
menandatangani lembar persetujuan tersebut. Setelah pasien dan keluarga
setuju untuk dijadikan responden, penulis meminta izin dan meminta
waktu kepada pasien untuk dilakukan pengkajian terhadap pasien.
4. Dokumentasi
Dokumentasi adalah salah satu teknik pengumpulan data untuk
memperoleh informasi melalui fakta yang tersimpan dalam bentuk data
sekunder, misalnya rekam medik, laporan bulanan, laporan tahunan,
catatan pasien, surat keterangan, arsip foto, hasil rapat, jurnal kegiatan dan
sebagainya.
F. Jenis-Jenis Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari pasien seperti
pengkajian kepada pasien, meliputi: Identitas pasien, riwayat kesehatan
pasien, pola aktifitas sehari-hari dirumah, dan pemeriksaan fisik terhadap
pasien.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang telah tersedia hasil pengumpulan data
untuk keperluan tertentu, yang dapat digunakan sebagian atau seluruhnya
sebagai sumber data penelitian (Saryono, 2013).
Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh langsung dari rekam medis
dan ruang IRNA C RSSN Bukit Tinggi. Data sekunder umumnya berupa
bukti, data penunjang, catatan atau laporan historis yang telah tersusun
dalam arsip yang tidak dipublikasikan.
G. Hasil Analisis
Hasil analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah menganalisis semua
temuan pada tahapan proses keperawatan dengan menggunakan konsep dan
teori keperawatan pada gangguan mobilitas fisik. Data yang telah didapat dari
hasil melakukan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, penegakkan
diagnosa, merencanakan tindakan, melakukan tindakan sampai mengevaluasi
hasil tindakan akan dinarasikan dan dibandingkan dengan teori asuhan
keperawatan gangguan mobilitas fisik pada pasien stroke non hemoragik.
Analisa yang dilakukan adalah untuk menentukan apakah ada kesesuaian
antara teori yang ada dengan kondisi pasrtisipan.
BAB IV DESKRIPSI KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Tempat
Penelitian ini dilakukan di IRNA C Lantai 1 RSSN Bukit Tinggi pada tanggal 20 – 24 Mei 2017
B. Deskripsi Kasus
Penelitian telah dilakukan selama 5 hari dari tanggal 20 – 24 Mei 2017 dengan proses keperawatan yang dimulai
dari pengkajian, analisa dan menegakkan diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi
keperawatan.
Tabel 4.1 : Asuhan Keperawatan Pada Kasus 1 dan kasus 2
Asuhan Keperawatan Kasus 1 Kasus 2
1. Pengkajian
Identitas Pasien Ny. M berumur 47 tahun beragama islam, bekerja sebagai ibu rumah tangga, pendidikan terakhir SD, bertempat tinggal di Pasar bawah Bukit Tinggi, masuk rumah sakit RSSN Bukit Tinggi pada tanggal 19 Mei 2017 dengan diagnosa Stroke Non Hemoragik.
Ny. S berumur 77 tahun beragama islam, bekerja sebagai ibu rumah tangga, pendidikan terakhir SD, bertempat tinggal di Dhamasraya, masuk rumah sakit RSSN Bukit Tinggi pada tanggal 18 Mei 2017 dengan diagnosa Stroke Non Hemoragik
Riwayat Kesehatan Keluhan Utama Ny. M dibawa keluarganya ke RSSN Bukittinggi melalui IGD pada tanggal 19 Mei 2017 pukul 23.45 WIB dengan keluhan anggota gerak
Ny. S dibawa keluarganya ke RSSN Bukittinggi melalui IGD pada tanggal 18 Mei 2017 pukul 22.30 WIB rujukan dari rumah
tiba – tiba lemah sebelah kanan sejak 2 hari yang lalu , terasa berat dan kebas, kepala sakit
sakit dhamasraya dengan keluhan anggota gerak tiba – tiba lemah sebelah kanan setelah shalat sejak 9,5 jam sebelum masuk rumah sakit, kepala sakit
Riwayat Kesehatan
Sekarang
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 20 Mei 2017 pukul 11.00 Ny. M mengatakan anggota gerak sebelah kanan masih lemah, terasa berat dan terasa kebas, kepala masih sakit dan aktivitas seperti mandi dibantu oleh keluarga dan keluarga juga mengatakan klien malas untuk miring kiri dan kanan.
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 20 Mei 2017 pukul 08.30 WIB klien mengatakan anggota gerak sebelah kanan masih lemah, kepala masih sakit, aktifitas seperti mandi dibantu oleh keluarga dan perawat dan keluarga mengatakan klien sedikit gelisah.
Riwayat Kesehatan
Dahulu
Keluarga dan Ny. M mengatakan Ny. M pernah dirawat dirumah sakit RSAM 5 tahun yang lalu dengan diagnosa Diabetes Melitus dan Jantung, klien juga mengatakan juga sering mengkonsumsi makanan yang bersantan dan berminyak.
Keluarga dan Ny. S mengatakan Ny. S pernah menderita penyakit Diabetes melitus pada tahun 2012, dan hipertensi baru diketahui pada saat tes kesehatan naik haji, klien juga mengatakan sering memakan makanan yang berminyak dan bersantan.
Riwayat Kesehatan
Keluarga
Ny. M mengatakan orang tua yaitu ibu juga pernah menderita stroke sejak 6 tahun yang lalu
Ny. S dan keluarga mengatakan
tidak ada anggota keluarga yang
menderita penyakit seperti klien
Aktivitas Sehari - hari a. Makan
b. Minum
a. Makan : Klien mengatakan pada saat sehat klien hanya makan 1x dalam sehari dengan lauk,ayam dan klien mengatakan sering memakan makanan yang bersantan dan berminyak. Pada saat sakit klien diberi diit ML yaitu bubur putih tapi hanya habis ¼ porsi saja.
b. Minum : Jenis minum air putih
dan pada saat sehat klien malas minum hanya minum 5 gelas dalam sehari, pada saat sakit klien juga malas minum hanya 3 gelas air putih.
a. Makan : klien mengatakan pada saat sehat klien makan 3x sehari dengan nasi, lauk, gulai, sayur dan buah, namun juga suka memakan makanan yang bersantan dan berminyak. Pada saat sakit klien diberi diit ML yaitu nasi lunak, ikan,tahu, sayur tapi hanya habis ¼ porsi saja.
b. Minum : Pada saat sehat klien
banyak minum kurang lebih 6 gelas sehari, dan sekali kali minum teh, pada saat sakit klien minum hanya 3 gelas air putih.
Aktivitas Pola aktivitas Ny. M sehari sebagai seorang ibu rumah tangga dan tidak mau berolahraga. Kebutuhan pasien tampak dibantu oleh keluarga dan perawat, dan semua aktifitas pasien dilakukan ditempat tidur
Pola akitivitas pada saat sehat Ny. S jarang berolahraga, klien sebagai ibu rumah tangga, pada saat sakit aktivitas dibantu oleh keluarga. Kebutuhan pasien tampak dibantu oleh keluarga dan perawat, dan semua aktifitas pasien dilakukan ditempat tidur
Tidur Pola tidur pada saat sehat, Ny. M mengatakan bangun pada jam 05.00 subuh, jarang tidur siang, Ny. M
Pola tidur pada saat Ny. S tidur pada jam 21.00 WIB, dan bangun pada jam 04.00 WIB, Ny. S sekali
tidur dimalam hari pada pukul 21.00 WIB. Sedangkan waktu sakit klien sedikit susah tidur.
kali tidur siang, padaa saat sakit klien susah tidur, tidur hanya 5 jam dan sering terbangun.
Eliminasi (BAB dan
BAK)
Pola eliminasi pada saat sehat klien BAB 1x sehari tidak keras bewarna kuning, pada saat sakit klien BAB 2 kali dalam sehari namun berdarah tidak keras bewarna kuning. BAK pada saat sehat, klien BAK tidak terlalu banyak, pada waktu sakit klien hanya BAK sedikit, klien memakai Pempers, dalam sehari pempers diganti 3-4 kali.
Pola eliminasi pada saat sehat klien BAB 2x sehari tidak keras, bewarna kuning, pada saat sakit klien BAB 1 kali dalam sehari tidak keras bewarna kuning. Pada saat sehat klien sering BAK, warna kuning,tidak ada masalah. Pada saat sakit klien memakai pempers, dalam sehari ganti 3-4 kali, warna kuning tidak ada keluhan.
Pemeriksaan Fisik Keadaan umum pasien Compos Mentis (GCS : 14), hasil pengukuran, suhu 370C (normal 36,50C – 37,50C), nadi 99 kali permenit (normal 60-100 kali permenit), pernafasan 22 kali permenit (normal 12-20 kali permenit), tekanan darah 120/70 mmHg (normal sistol (120 – 139) dan diastolik normal (80 – 89),kepala Normal, rambut berwarna hitam , rambut berminyak dan kusam, wajah pucat, mata simetris kiri dan kanan,
Keadaan umum pasien Compos Mentis (GCS : 14), hasil pengukuran suhu 36,80C (normal 36,50C – 37,50C), nadi 63 kali permenit (normal 60-100 kali permenit), pernafasan 22 kali permenit (normal 12-20 kali permenit), tekanan darah 160/90 mmHg (normal sistol (120 – 139) dan diastolik normal (80 – 89),kepala Normal, rambut berwarna putih , beruban, rambut
konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, penglihatan masih baik, reflek pupil baik, mulut kurang bersih, ada plak di gigi, mukosa bibir sedikit kering, reflek menguyah baik, reflek menelan baik, bibir simetris kiri dan kanan, hidung simetris kiri dan kanan, tidak ada pernapasan cuping hidung , penciuman baik bisa membedakan bau, telinga simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen, pendengaran masih baik leher tidak ada pembengkakan kelenjer getah bening, reflek menelan baik. Pada pemeriksaan paru – paru, inspeksi : simetris kiri dan kanan, palpasi : fremitus kiri dan kanan, perkusi : terdengar sonor, auskultasi : vesikuler Pemeriksaan jantung, inspeksi : iktus tidak terlihat, palpasi : iktus teraba di RIC 4, perkusi : batas jantung normal, asukultasi : suara jantung
berminyak dan kusam, wajah pucat, mata simetris kiri dan kanan, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, penglihatan masih baik, reflek pupil baik, mulut kurang bersih, ada plak di gigi, mukosa bibir sedikit kering, reflek menguyah baik, reflek menelan baik, bibir simetris kiri dan kanan, hidung simetris kiri dan kanan, tidak ada pernapasan cuping hidung , penciuman baik bisa membedakan bau, telinga simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen, pendengaran masih baik leher tidak ada pembengkakan kelenjer getah bening, reflek menelan baik. Pada pemeriksaan paru – paru, inspeksi : simetris kiri dan kanan, palpasi : fremitus kiri dan kanan, perkusi : terdengar sonor, auskultasi : vesikuler Pemeriksaan jantung, inspeksi : iktus tidak terlihat, palpasi : iktus teraba di RIC 4, perkusi : batas jantung normal, asukultasi : suara
normal Pemeriksaan abdomen inspeksi : simetris kiri dan kanan, palpasi : tidak ada nyeri tekan, perkusi : thympani, auskultasi : bising usus normal. Pada pemeriksaan genitalia : tidak ada pemasangan kateter, klien memakai pempers Pemeriksaan ekstremitas atas : kekuatan otot anggota gerak sebelah kanan 1 sebelah kiri 5, CRT kembali cepat < 2 detik, teraba hangat, terpasang infus, ekstremitas bawah : kekuatan otot kaki sebelah kanan 1 sebelah kiri 5, CRT kembali cepat < 2 detik, teraba hangat, tidak ada edema.
jantung normal Pemeriksaan abdomen inspeksi : simetris kiri dan kanan, palpasi : tidak ada nyeri tekan, perkusi : thympani, auskultasi : bising usus normal. Pada pemeriksaan genitalia : tidak ada pemasangan kateter, klien memakai pempers Pemeriksaan ekstremitas atas : kekuatan otot anggota gerak sebelah kanan 1 sebelah kiri 5, CRT kembali cepat < 2 detik, teraba dingin, terasang infus, ekstremitas bawah : kekuatan otot kaki sebelah kanan 1 sebelah kiri 5, CRT kembali cepat < 2 detik, teraba dingin, tidak ada edema.
Data Penunjang Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan oleh pasien adalah pemeriksaan CT-Scan dan pemeriksaan laboratorium. Berdasarkan hasil CT-Scan yang dilakukan tanggal 23 Mei 2017 pasien di diagnosa menderita Stroke
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan oleh pasien adalah pemeriksaan CT-Scan dan pemeriksaan laboratorium. Berdasarkan hasil CT-Scan yang dilakukan tanggal 23 Mei 2017 pasien di diagnosa menderita
Non Hemoragik. Hasil pemeriksaan kimia klinik pada tanggal 21 Mei 2017 menunjukkan nilai kolesterol 162 mg/dl (Normal <200), gula darah 143 mg/dl (Normal < 200), asam urat 5,9 mg/dl (2,4 – 5,7), Hb 13,5 mg/dl, leukosit 10,74 mg/dl, eritrosit 5.00 mg/dl.
Stroke Non Hemoragik. Hasil pemeriksaan kimia klinik pada tanggal 20 Mei 2017 menunjukkan nilai kolesterol 197 mg/dl (Normal <200), gula darah 170 mg/dl (Normal <200), asam urat 5,4 mg/dl (2,4 – 5,7), Hb 13,5 mg/dl, leukosit 6,95 mg/dl, eritrosit 4,59 mg/dl.
Program Pengobatan Ny. M mendapat terapi obat oleh dokter pada tanggal 19 Mei 2017 yaitu Oksigen nasal kanul 3 liter, IVFD Nacl 0,9% 10 tetes, Ranitidin 2x1, Paracetamol 2x1200, Neuridex 1x1, Simuastatin 1x20, capcam 2x1, cpg oral 1x1
Ny. S mendapat terapi obat oleh dokter pada tanggal 18 Mei 2017 yaitu Oksigen nasal kanul 3 liter, IVFD Nacl 0,9% 10 tetes, Ranitidin 2x1, Paracetamol 2x1200, Neuridex 1x1, Simuastatin 1x20, capcam 2x1
2. Analisa data dan
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa 1 Gangguan mobilitas fisik berhubungan penurunan kekuatan otot. Data subjektif yang ditemukan yakni pasien mengatakan anggota geraknya lemah sebelah kanan, terasa berat dan terasa kebas. Data objektifnya dinilai dari kekuatan otot pada ekstermitas atas dekstra pasien 1, kekuatan otot ekstermitas bawah dekstra 1, kekuatan otot ekstermitas atas
Gangguan mobilitas fisik berhubungan penurunan kekuatan otot. Data subjektif yang ditemukan yakni pasien mengatakan anggota geraknya lemah sebelah kanan. Data objektifnya dinilai dari kekuatan otot pada ekstermitas atas dekstra pasien 1, kekuatan otot ekstermitas bawah dekstra 1, kekuatan otot ekstermitas atas
sinistra 5, kekuatan otot ekstermitas bawah sinistra 5, kebutuhan pasien tampak dibantu oleh keluarga dan perawat, dan semua aktifitas pasien dilakukan ditempat tidur
sinistra 5, kekuatan otot ekstermitas bawah sinistra 5, kebutuhan pasien tampak dibantu oleh keluarga dan perawat, dan semua aktifitas pasien dilakukan ditempat tidur
Diagnosa 2 Defisit perawatan diri : Mandi berhubungan kelemahan Data subjektif yaitu klien mengatakan aktivitas seperti mandi dan aktivitas lainnya dibantu oleh keluarga dan perawat dan klien mengatakan anggota gerak sebelah kanan masih lemah dan masih terasa berat Data objektif yang didapat yaitu aktivitas sehari hari termasuk mandi tampak dibantu oleh keluarga dan perawat, kekuatan otot pada ekstermitas atas dekstra pasien 1, kekuatan otot ekstermitas bawah dekstra 1, kekuatan otot ekstermitas atas sinistra 5, kekuatan otot ekstermitas bawah sinistra 5
Defisit perawatan diri : Mandi berhubungan kelemahan Data subjektif yaitu klien mengatakan aktivitas seperti mandi dan aktivitas lainnya dibantu oleh keluarga dan perawat dan klien mengatakan anggota gerak sebelah kanan masih lemah Data objektif yang didapat yaitu tampak aktivitas sehari hari termasuk mandi dibantu oleh keluarga dan perawat, kekuatan otot pada ekstermitas atas dekstra pasien 1, kekuatan otot ekstermitas bawah dekstra 1, kekuatan otot ekstermitas atas sinistra 5, kekuatan otot ekstermitas bawah sinistra 5
Diagnosa 3 Resiko kerusakan integritas kulit Data subjektif yaitu klien mengatakan anggota gerak sebelah kanan masih terasa lemah dan masih
Resiko jatuh Data subjektif yaitu klien mengatakan anggota gerak sebelah kanan masih terasa lemah,
terasa berat, keluarga juga mengatakan klien malas untuk miring kiri dan kanan. Data objektif didapatkan kekuatan otot pada ekstermitas atas dekstra pasien 1, kekuatan otot ekstermitas bawah dekstra 1, kekuatan otot ekstermitas atas sinistra 5, kekuatan otot ekstermitas bawah sinistra 5, klien tampak hanya terlentang, tampak merah – merah dipunggung pasien.
keluarga juga mengatakan klien sedikit gelisah. Data objektif didapatkan kekuatan otot pada ekstermitas atas dekstra pasien 1, kekuatan otot ekstermitas bawah dekstra 1, kekuatan otot ekstermitas atas sinistra 5, kekuatan otot ekstermitas bawah sinistra 5, klien tampak sedikit gelisah, tampak terpasang tanda resiko jatuh dibed klien dan terkadang tampak rel tempat tidur tidak terpasang.
3. Intervensi
Keperawatan
Diagnosa 1 Pada masalah utama gangguan mobilitas fisik Rencana tindakan yang akan dilakukan yaitu dengan monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan, konsultasikan dengan terapi fisik sesuai dengan kebutuhan, bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cidera, kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi dan ajarkan pasien tentang teknik mobilisasi, latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan, dampingi dan bantu pasien saat
Pada masalah utama gangguan mobilitas fisik Rencana tindakan yang akan dilakukan yaitu dengan monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan, konsultasikan dengan terapi fisik sesuai dengan kebutuhan, bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cidera, kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi dan ajarkan pasien tentang teknik mobilisasi, latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri
mobilisasi, bantu penuhi kebutuhan ADLs pasien, berikan alat bantu jika klien memerlukan, ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan dan ajarkan klien dan keluarga Latihan ROM.
sesuai kemampuan, dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi, bantu penuhi kebutuhan ADLs pasien, berikan alat bantu jika klien memerlukan, ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan dan ajarkan klien dan keluarga Latihan ROM.
Diagnosa 2 Pada diagnosa keperawatan kedua defisit perawatan diri: Rencana tindakan yang akan dilakukan yaitu dengan menentukan jumlah dan jenis bantuan yang dibutuhkan, menyediakan lingkungan yang terapeutik dengan memastikan hangat, santai, pengalaman pribadi, dan personal, memfasilitasi pasien menyikat gigi, memfasilitasi pasien mandi, memantau pembersihan kuku pasien, memantau integritas kulit pasien, memberikan bantuan sampai pasien sepenuhnya mampu melakukan perawatan diri.
Pada diagnosa keperawatan kedua defisit perawatan diri: Rencana tindakan yang akan dilakukan yaitu dengan menentukan jumlah dan jenis bantuan yang dibutuhkan, menyediakan lingkungan yang terapeutik dengan memastikan hangat, santai, pengalaman pribadi, dan personal, memfasilitasi pasien menyikat gigi, memfasilitasi pasien mandi, memantau pembersihan kuku pasien, memantau integritas kulit pasien, memberikan bantuan sampai pasien sepenuhnya mampu melakukan perawatan diri.
Diagnosa 3 Pada masalah ketiga yaitu resiko kerusakan integritas kulit Rencana tindakan yang akan
Pada diagnosa keperawatan ketiga resiko jatuh Rencana tindakan yang akan
dilakukan yaitu anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar, hindari kerutan pada tempat tidur, jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering, mobilisasi pasien (ubah posisi pasien setiap 2 jam), oleskan baby oli atau lotion pada daerah yang tertekan, memandikan pasien dengan sabun dan air hangat.
dilakukan yaitu dengan mengidentifikasi perilaku dan faktor yang mempengaruhi risiko jatuh, sarankan perubahan dalam gaya berjalan kepada pasien, mendorong pasien untuk menggunakan tongkat atau alat bantu berjalan, kunci roda dari kursi roda, tempat tidur, atau brankar selama transfer pasien, gunakan teknik yang tepat untuk mentransfer pasien, gunakan rel sisi panjang yang sesuai dan tinggi untuk mencegah jatuh dari tempat tidur.
4. Implementasi Keperawatan
Tanggal 20 Mei 2017 Diagnosa 1 Pada diagnosa Gangguan mobilitas fisik tindakan yang dilakukan adalah Mengukur tekanan darah pasien sebelum dilakukanya latihan mobilisasi pukul 11.30 WIB TD: 140/90 mmHg. Mengatur posisi pasien dalam keadaan semi fowler yaitu dengan cara meninggikan bagan kepala pasien 15 – 300 dan meletakkan bantal dibawah kepala, Melakukan ROM aktif dan pasif pada kedua anggota ekstermitas pasien yang lemah yaitu dengan cara
Pada diagnosa Gangguan mobilitas fisik tindakan dilakukan adalah Mengukur tekanan darah pasien sebelum dilakukanya latihan mobilisasi pukul 09.00 WIB TD: 120/80 mmHg. Mengatur posisi pasien dalam keadaan semi fowler yaitu dengan cara meninggikan bagan kepala pasien 15 – 300 dan meletakkan bantal dibawah kepala, Melakukan ROM aktif dan pasif pada kedua anggota
melatih dan menggerakkan anggota gerak yang lemah pertama pada tangan dengan menggerakkan jari – jari tangan dan pergelangan tangan serta mengangkat tangan pasien sejajar dengan kepala dengan hitungan 10 kali, Mengukur tekanan darah pasien setelah melakukan ROM TD: 140/90 mmHg, Mengatur posisi pasien sim kiri yaitu dengan cara memiringkan pasien tangan yang lemah tidak boleh terhimpit maka diletakkan bantal pada tangan sebagai pengganjal seperti memeluk bantal, lalu pada bagian kaki juga diletakkan bantal, serta pada punggung juga diletakkan batal agar pasien merasa nyaman, Mengajarkan kepada keluarga cara merubah posisi pasien setiap 2 jam.
ekstermitas pasien yang lemah yaitu dengan cara melatih dan menggerakkan anggota gerak yang lemah pertama pada tangan dengan menggerakkan jari – jari tangan dan pergelangan tangan serta mengangkat tangan pasien sejajar dengan kepala dengan hitungan 10 kali, Mengukur tekanan darah pasien setelah melakukan ROM TD: 120/80 mmHg, Mengatur posisi pasien sim kiri yaitu dengan cara memiringkan pasien tangan yang lemah tidak boleh terhimpit maka diletakkan bantal pada tangan sebagai pengganjal seperti memeluk bantal, lalu pada bagian kaki juga diletakkan bantal, serta pada punggung juga diletakkan batal agar pasien merasa nyaman, Mengajarkan kepada keluarga cara merubah posisi pasien setiap dua jam.
Diagnosa 2 Pada diagnosa Defisit perawatan diri: mandi tindakan yang dilakukan adalah Membantu pasien bersama keluarga dalam kebutuhan oral
Pada diagnosa Defisit perawatan diri: mandi tindakan yang dilakukan adalah Membantu pasien bersama keluarga dalam
hyigiene yaitu dengan cara membersihkan mulut dan gigi dengan kasa yang telah diberi cairan listerin pelan - pelan, Membantu pasien bersama keluarga dalam kebutuhan mandi pada pasien yaitu dengan menggunakan air hangat dan sabun yang dimulai dari wajah, badan, tangan serta punggung sambil mengoleskan baby oil setelah itu kaki dan genitalia pasien , Memantau integritas kulit pasien yaitu dengan melihat keadaan kulit pasien apakah pada daerah yang tertekan masih tampak kemerahan dan mengoleskan baby oil, Memantau kebersihan kuku pasien yaitu dengan melihat keadaan kuku pasien apakah kuku pasien bersih atau tidak.
kebutuhan oral hyigiene yaitu dengan cara membersihkan mulut dan gigi dengan kasa yang telah diberi cairan listerin pelan - pelan, Membantu pasien bersama keluarga dalam kebutuhan mandi pada pasien yaitu dengan menggunakan air hangat dan sabun yang dimulai dari wajah, badan, tangan serta punggung sambil mengoleskan baby oil setelah itu kaki dan genitalia pasien , Memantau integritas kulit pasien yaitu dengan melihat keadaan kulit pasien apakah pada daerah yang tertekan masih tampak kemerahan dan mengoleskan baby oil, Memantau kebersihan kuku pasien yaitu dengan melihat keadaan kuku pasien apakah kuku pasien bersih atau tidak.
Diagnosa 3 Pada diagnosa Resiko kerusakan integritas kulit tindakan yang dilakukan adalah Menganjurkan banyak minum, Membantu pasien merubah posisi yang nyaman, Membantu pasien miring kanan dan kiri, Mengingatkan pasien merubah
Pada diagnosa Resiko Jatuh tindakan yang dilakukan adalah mengkaji faktor yang dapat mempengaruhi risiko jatuh, gunakan rel sisi panjang (pengaman) untuk mencegah jatuh dari tempat tidur.
posisi miring setiap 2 jam , Melihat keadaan kulit setiap kali kunjugan, Monitor mobilisasi dan aktivitas pasien , Menjaga dan menginformasikan sprei tetap bersih, kering dan tidak kerut kerut, mengoleskan baby oil setiap setelah mandi pada punggung pasien.
Tanggal 21 Mei 2017 Diagnosa 1 Pada diagnosa Gangguan mobilitas fisik tindakan yang dilakukan adalah Mengukur tekanan darah pasien sebelum dilakukanya latihan mobilisasi pukul 11.30 WIB TD: 130/90 mmHg. Mengatur posisi pasien dalam keadaan semi fowler yaitu dengan cara meninggikan bagan kepala pasien 15 – 300 dan meletakkan bantal dibawah kepala, Melakukan ROM aktif dan pasif pada kedua anggota ekstermitas pasien yang lemah yaitu dengan cara melatih dan menggerakkan anggota gerak yang lemah pertama pada tangan dengan menggerakkan jari – jari tangan dan pergelangan tangan serta mengangkat tangan pasien sejajar dengan kepala dengan hitungan 10 kali, Mengukur tekanan
Pada diagnosa Gangguan mobilitas pasien tindakan yang dilakukan adalah Mengukur tekanan darah pasien sebelum dilakukanya latihan mobilisasi pukul 09.00 WIB TD: 140/90 mmHg. Mengatur posisi pasien dalam keadaan semi fowler yaitu dengan cara meninggikan bagan kepala pasien 15 – 300 dan meletakkan bantal dibawah kepala, Melakukan ROM aktif dan pasif pada kedua anggota ekstermitas pasien yang lemah yaitu dengan cara melatih dan menggerakkan anggota gerak yang lemah pertama pada tangan dengan menggerakkan jari – jari tangan dan pergelangan tangan serta mengangkat tangan pasien
darah pasien setelah melakukan ROM TD: 1300/90 mmHg, Mengatur posisi pasien sim kiri yaitu dengan cara memiringkan pasien tangan yang lemah tidak boleh terhimpit maka diletakkan bantal pada tangan sebagai pengganjal seperti memeluk bantal, lalu pada bagian kaki juga diletakkan bantal, serta pada punggung juga diletakkan batal agar pasien merasa nyaman, Mengajarkan kepada keluarga cara merubah posisi pasien setiap 2 jam.
sejajar dengan kepala dengan hitungan 10 kali, Mengukur tekanan darah pasien setelah melakukan ROM TD: 140/90 mmHg, Mengatur posisi pasien sim kiri yaitu dengan cara memiringkan pasien tangan yang lemah tidak boleh terhimpit maka diletakkan bantal pada tangan sebagai pengganjal seperti memeluk bantal, lalu pada bagian kaki juga diletakkan bantal, serta pada punggung juga diletakkan batal agar pasien merasa nyaman, Mengajarkan kepada keluarga cara merubah posisi pasien setiap 2 jam.
Diagnosa 2 Pada diagnosa Defisit Perawatan Diri : Mandi tindakan yang dilakukan adalah Membantu pasien bersama keluarga dalam kebutuhan oral hyigiene yaitu dengan cara membersihkan mulut dan gigi dengan kasa yang telah diberi cairan listerin pelan - pelan, Membantu pasien bersama keluarga dalam kebutuhan mandi pada pasien yaitu dengan menggunakan air hangat dan
Pada diagnosa Defisit Perawatan Diri : Mandi tindakan yang dilakukan adalah Membantu pasien bersama keluarga dalam kebutuhan oral hyigiene yaitu dengan cara membersihkan mulut dan gigi dengan kasa yang telah diberi cairan listerin pelan - pelan, Membantu pasien bersama keluarga dalam kebutuhan mandi pada pasien yaitu dengan
sabun yang dimulai dari wajah, badan, tangan serta punggung sambil mengoleskan baby oil setelah itu kaki dan genitalia pasien , Memantau integritas kulit pasien yaitu dengan melihat keadaan kulit pasien apakah pada daerah yang tertekan masih tampak kemerahan dan mengoleskan baby oil, Memantau kebersihan kuku pasien yaitu dengan melihat keadaan kuku pasien apakah kuku pasien bersih atau tidak.
menggunakan air hangat dan sabun yang dimulai dari wajah, badan, tangan serta punggung sambil mengoleskan baby oil setelah itu kaki dan genitalia pasien , Memantau integritas kulit pasien yaitu dengan melihat keadaan kulit pasien apakah pada daerah yang tertekan masih tampak kemerahan dan mengoleskan baby oil, Memantau kebersihan kuku pasien yaitu dengan melihat keadaan kuku pasien apakah kuku pasien bersih atau tidak.
Diagnosa 3 Pada diagnosa Resiko kerusakan integritas kulit tindakan yang dilakukan adalah Menganjurkan banyak minum, Membantu pasien merubah posisi yang nyaman, Membantu pasien miring kanan dan kiri, Mengingatkan pasien merubah posisi miring setiap 2 jam , Melihat keadaan kulit setiap kali kunjugan, Monitor mobilisasi dan aktivitas pasien , Menjaga dan menginformasikan sprei tetap bersih, kering dan tidak kerut kerut,
Pada diagnosa Resiko Jatuh tindakan yang dilakukan adalah mengkaji faktor yang dapat mempengaruhi risiko jatuh, gunakan rel sisi panjang (pengaman) untuk mencegah jatuh dari tempat tidur.
mengoleskan baby oil setiap setelah mandi pada punggung pasien.
Tanggal 22 Mei 2017 Diagnosa 1 Pada diagnosa Gangguan Mobilitas fisik tindakan yang dilakukan adalah Mengukur tekanan darah pasien sebelum dilakukanya latihan mobilisasi pukul 11.30 WIB TD: 140/80 mmHg. Mengatur posisi pasien dalam keadaan semi fowler yaitu dengan cara meninggikan bagan kepala pasien 15 – 300 dan meletakkan bantal dibawah kepala, Melakukan ROM aktif dan pasif pada kedua anggota ekstermitas pasien yang lemah yaitu dengan cara melatih dan menggerakkan anggota gerak yang lemah pertama pada tangan dengan menggerakkan jari – jari tangan dan pergelangan tangan serta mengangkat tangan pasien sejajar dengan kepala dengan hitungan 10 kali, Mengukur tekanan darah pasien setelah melakukan ROM TD: 140/90 mmHg, Mengatur posisi pasien sim kiri yaitu dengan cara memiringkan pasien tangan yang lemah tidak boleh terhimpit maka diletakkan bantal pada tangan
Pada diagnosa Gangguan Mobilitas fisik tindakan yang dilakukan adalah Mengukur tekanan darah pasien sebelum dilakukanya latihan mobilisasi pukul 09.00 WIB TD: 140/80 mmHg. Mengatur posisi pasien dalam keadaan semi fowler yaitu dengan cara meninggikan bagan kepala pasien 15 – 300 dan meletakkan bantal dibawah kepala, Melakukan ROM aktif dan pasif pada kedua anggota ekstermitas pasien yang lemah yaitu dengan cara melatih dan menggerakkan anggota gerak yang lemah pertama pada tangan dengan menggerakkan jari – jari tangan dan pergelangan tangan serta mengangkat tangan pasien sejajar dengan kepala dengan hitungan 10 kali, Mengukur tekanan darah pasien setelah melakukan ROM TD: 140/80 mmHg, Mengatur posisi pasien sim kiri yaitu dengan cara
sebagai pengganjal seperti memeluk bantal, lalu pada bagian kaki juga diletakkan bantal, serta pada punggung juga diletakkan batal agar pasien merasa nyaman, Mengajarkan kepada keluarga cara merubah posisi pasien setiap 2 jam.
memiringkan pasien tangan yang lemah tidak boleh terhimpit maka diletakkan bantal pada tangan sebagai pengganjal seperti memeluk bantal, lalu pada bagian kaki juga diletakkan bantal, serta pada punggung juga diletakkan batal agar pasien merasa nyaman, Mengajarkan kepada keluarga cara merubah posisi pasien setiap 2 jam.
Diagnosa 2 Pada diagnosa Defisit Perawatan Diri : Mandi tindakan yang dilakukan adalah Membantu pasien bersama keluarga dalam kebutuhan oral hyigiene yaitu dengan cara membersihkan mulut dan gigi dengan kasa yang telah diberi cairan listerin pelan - pelan, Membantu pasien bersama keluarga dalam kebutuhan mandi pada pasien yaitu dengan menggunakan air hangat dan sabun yang dimulai dari wajah, badan, tangan serta punggung sambil mengoleskan baby oil setelah itu kaki dan genitalia pasien , Memantau integritas kulit pasien yaitu dengan melihat keadaan kulit pasien apakah
Pada diagnosa Defisit Perawatan Diri : Mandi tindakan yang dilakukan adalah Membantu pasien bersama keluarga dalam kebutuhan oral hyigiene yaitu dengan cara membersihkan mulut dan gigi dengan kasa yang telah diberi cairan listerin pelan - pelan, Membantu pasien bersama keluarga dalam kebutuhan mandi pada pasien yaitu dengan menggunakan air hangat dan sabun yang dimulai dari wajah, badan, tangan serta punggung sambil mengoleskan baby oil setelah itu kaki dan genitalia pasien , Memantau integritas kulit
pada daerah yang tertekan masih tampak kemerahan dan mengoleskan baby oil, Memantau kebersihan kuku pasien yaitu dengan melihat keadaan kuku pasien apakah kuku pasien bersih atau tidak.
pasien yaitu dengan melihat keadaan kulit pasien apakah pada daerah yang tertekan masih tampak kemerahan dan mengoleskan baby oil, Memantau kebersihan kuku pasien yaitu dengan melihat keadaan kuku pasien apakah kuku pasien bersih atau tidak.
Diagnosa 3 Pada diagnosa Resiko kerusakan integritas kulit tindakan yang dilakukan adalah Menganjurkan banyak minum, Membantu pasien merubah posisi yang nyaman, Membantu pasien miring kanan dan kiri, Mengingatkan pasien merubah posisi miring setiap 2 jam , Melihat keadaan kulit setiap kali kunjugan, Monitor mobilisasi dan aktivitas pasien , Menjaga dan menginformasikan sprei tetap bersih, kering dan tidak kerut kerut, mengoleskan baby oil setiap setelah mandi pada punggung pasien.
Pada diagnosa Resiko Jatuh tindakan yang dilakukan adalah mengkaji faktor yang dapat mempengaruhi risiko jatuh, gunakan rel sisi panjang (pengaman) untuk mencegah jatuh dari tempat tidur.
Tanggal 23 Mei 2017 Diagnosa 1 Pada diagnosa Gangguan Mobilitas fisik tindakan yang dilakukan adalah Mengukur tekanan darah pasien
Pada diagnosa Gangguan Mobilitas fisik tindakan yang dilakukan adalah Mengukur
sebelum dilakukanya latihan mobilisasi pukul 11.30 WIB TD: 140/80 mmHg. Mengatur posisi pasien dalam keadaan semi fowler yaitu dengan cara meninggikan bagan kepala pasien 15 – 300 dan meletakkan bantal dibawah kepala, Melakukan ROM aktif dan pasif pada kedua anggota ekstermitas pasien yang lemah yaitu dengan cara melatih dan menggerakkan anggota gerak yang lemah pertama pada tangan dengan menggerakkan jari – jari tangan dan pergelangan tangan serta mengangkat tangan pasien sejajar dengan kepala dengan hitungan 10 kali, Mengukur tekanan darah pasien setelah melakukan ROM TD: 130/80 mmHg, Mengatur posisi pasien sim kiri yaitu dengan cara memiringkan pasien tangan yang lemah tidak boleh terhimpit maka diletakkan bantal pada tangan sebagai pengganjal seperti memeluk bantal, lalu pada bagian kaki juga diletakkan bantal, serta pada punggung juga diletakkan batal agar pasien merasa nyaman, Mengajarkan kepada keluarga cara merubah posisi
tekanan darah pasien sebelum dilakukanya latihan mobilisasi pukul 09.00 WIB TD: 130/80 mmHg. Mengatur posisi pasien dalam keadaan semi fowler yaitu dengan cara meninggikan bagan kepala pasien 15 – 300 dan meletakkan bantal dibawah kepala, Melakukan ROM aktif dan pasif pada kedua anggota ekstermitas pasien yang lemah yaitu dengan cara melatih dan menggerakkan anggota gerak yang lemah pertama pada tangan dengan menggerakkan jari – jari tangan dan pergelangan tangan serta mengangkat tangan pasien sejajar dengan kepala dengan hitungan 10 kali, Mengukur tekanan darah pasien setelah melakukan ROM TD: 130/80 mmHg, Mengatur posisi pasien sim kiri yaitu dengan cara memiringkan pasien tangan yang lemah tidak boleh terhimpit maka diletakkan bantal pada tangan sebagai pengganjal seperti memeluk bantal, lalu pada bagian kaki juga diletakkan bantal, serta
pasien setiap 2 jam.
pada punggung juga diletakkan batal agar pasien merasa nyaman, Mengajarkan kepada keluarga cara merubah posisi pasien setiap 2 jam.
Diagnosa 2 Pada diagnosa Defisit Perawatan Diri : Mandi tindakan yang dilakukan adalah Membantu pasien bersama keluarga dalam kebutuhan oral hyigiene yaitu dengan cara membersihkan mulut dan gigi dengan kasa yang telah diberi cairan listerin pelan - pelan, Membantu pasien bersama keluarga dalam kebutuhan mandi pada pasien yaitu dengan menggunakan air hangat dan sabun yang dimulai dari wajah, badan, tangan serta punggung sambil mengoleskan baby oil setelah itu kaki dan genitalia pasien , Memantau integritas kulit pasien yaitu dengan melihat keadaan kulit pasien apakah pada daerah yang tertekan masih tampak kemerahan dan mengoleskan baby oil, Memantau kebersihan kuku pasien yaitu dengan melihat keadaan kuku pasien apakah kuku pasien bersih atau tidak.
Pada diagnosa Defisit Perawatan Diri : Mandi tindakan yang dilakukan adalah Membantu pasien bersama keluarga dalam kebutuhan oral hyigiene yaitu dengan cara membersihkan mulut dan gigi dengan kasa yang telah diberi cairan listerin pelan - pelan, Membantu pasien bersama keluarga dalam kebutuhan mandi pada pasien yaitu dengan menggunakan air hangat dan sabun yang dimulai dari wajah, badan, tangan serta punggung sambil mengoleskan baby oil setelah itu kaki dan genitalia pasien , Memantau integritas kulit pasien yaitu dengan melihat keadaan kulit pasien apakah pada daerah yang tertekan masih tampak kemerahan dan mengoleskan baby oil, Memantau kebersihan kuku pasien yaitu
dengan melihat keadaan kuku pasien apakah kuku pasien bersih atau tidak.
Diagnosa 3 Pada diagnosa Resiko kerusakan integritas kulit tindakan yang dilakukan adalah Menganjurkan banyak minum, Membantu pasien merubah posisi yang nyaman, Membantu pasien miring kanan dan kiri, Mengingatkan pasien merubah posisi miring setiap 2 jam , Melihat keadaan kulit setiap kali kunjugan, Monitor mobilisasi dan aktivitas pasien , Menjaga dan menginformasikan sprei tetap bersih, kering dan tidak kerut kerut, mengoleskan baby oil setiap setelah mandi pada punggung pasien.
Pada diagnosa Resiko Jatuh tindakan yang dilakukan adalah mengkaji faktor yang dapat mempengaruhi risiko jatuh, gunakan rel sisi panjang (pengaman) untuk mencegah jatuh dari tempat tidur.
Tanggal 24 Mei 2017 Diagnosa 1 Pada diagnosa Gangguan mobilitas fisik tindakan yang dilakukan adalah Mengukur tekanan darah pasien sebelum dilakukanya latihan mobilisasi pukul 11.30 WIB TD: 130/80 mmHg. Mengatur posisi pasien dalam keadaan semi fowler yaitu dengan cara meninggikan bagan kepala pasien 15 – 300 dan
Pada diagnosa Gangguan Mobilitas fisik tindakan yang dialakukan adalah Mengukur tekanan darah pasien sebelum dilakukanya latihan mobilisasi pukul 09.00 WIB TD: 130/80 mmHg. Mengatur posisi pasien dalam keadaan semi fowler yaitu dengan cara meninggikan bagan
meletakkan bantal dibawah kepala, Melakukan ROM aktif dan pasif pada kedua anggota ekstermitas pasien yang lemah yaitu dengan cara melatih dan menggerakkan anggota gerak yang lemah pertama pada tangan dengan menggerakkan jari – jari tangan dan pergelangan tangan serta mengangkat tangan pasien sejajar dengan kepala dengan hitungan 10 kali, Mengukur tekanan darah pasien setelah melakukan ROM TD: 130/80 mmHg, Mengatur posisi pasien sim kiri yaitu dengan cara memiringkan pasien tangan yang lemah tidak boleh terhimpit maka diletakkan bantal pada tangan sebagai pengganjal seperti memeluk bantal, lalu pada bagian kaki juga diletakkan bantal, serta pada punggung juga diletakkan batal agar pasien merasa nyaman, Mengajarkan kepada keluarga cara merubah posisi pasien setiap 2 jam.
kepala pasien 15 – 300 dan meletakkan bantal dibawah kepala, Melakukan ROM aktif dan pasif pada kedua anggota ekstermitas pasien yang lemah yaitu dengan cara melatih dan menggerakkan anggota gerak yang lemah pertama pada tangan dengan menggerakkan jari – jari tangan dan pergelangan tangan serta mengangkat tangan pasien sejajar dengan kepala dengan hitungan 10 kali, Mengukur tekanan darah pasien setelah melakukan ROM TD: 130/80 mmHg, Mengatur posisi pasien sim kiri yaitu dengan cara memiringkan pasien tangan yang lemah tidak boleh terhimpit maka diletakkan bantal pada tangan sebagai pengganjal seperti memeluk bantal, lalu pada bagian kaki juga diletakkan bantal, serta pada punggung juga diletakkan batal agar pasien merasa nyaman, Mengajarkan kepada keluarga cara merubah posisi pasien setiap 2 jam.
Diagnosa 2 Pada diagnosa Defisit Perawatan Diri : Mandi tindakan yang dilakukan adalah Membantu pasien bersama keluarga dalam kebutuhan oral hyigiene yaitu dengan cara membersihkan mulut dan gigi dengan kasa yang telah diberi cairan listerin pelan - pelan, Membantu pasien bersama keluarga dalam kebutuhan mandi pada pasien yaitu dengan menggunakan air hangat dan sabun yang dimulai dari wajah, badan, tangan serta punggung sambil mengoleskan baby oil setelah itu kaki dan genitalia pasien , Memantau integritas kulit pasien yaitu dengan melihat keadaan kulit pasien apakah pada daerah yang tertekan masih tampak kemerahan dan mengoleskan baby oil, Memantau kebersihan kuku pasien yaitu dengan melihat keadaan kuku pasien apakah kuku pasien bersih atau tidak.
Pada diagnosa Defisit Perawatan Diri : Mandi tindakan yang dilakukan adalah Membantu pasien bersama keluarga dalam kebutuhan oral hyigiene yaitu dengan cara membersihkan mulut dan gigi dengan kasa yang telah diberi cairan listerin pelan - pelan, Membantu pasien bersama keluarga dalam kebutuhan mandi pada pasien yaitu dengan menggunakan air hangat dan sabun yang dimulai dari wajah, badan, tangan serta punggung sambil mengoleskan baby oil setelah itu kaki dan genitalia pasien , Memantau integritas kulit pasien yaitu dengan melihat keadaan kulit pasien apakah pada daerah yang tertekan masih tampak kemerahan dan mengoleskan baby oil, Memantau kebersihan kuku pasien yaitu dengan melihat keadaan kuku pasien apakah kuku pasien bersih atau tidak.
Diagnosa 3 Pada diagnosa Resiko kerusakan integritas kulit tindakan yang
Pada diagnosa Resiko Jatuh tindakan yang dilakukan adalah
dilakukan adalah Menganjurkan banyak minum, Membantu pasien merubah posisi yang nyaman, Membantu pasien miring kanan dan kiri, Mengingatkan pasien merubah posisi miring setiap 2 jam , Melihat keadaan kulit setiap kali kunjugan, Monitor mobilisasi dan aktivitas pasien , Menjaga dan menginformasikan sprei tetap bersih, kering dan tidak kerut kerut, mengoleskan baby oil setiap setelah mandi pada punggung pasien.
mengkaji faktor yang dapat mempengaruhi risiko jatuh, gunakan rel sisi panjang (pengaman) untuk mencegah jatuh dari tempat tidur.
5. Evaluasi Keperawatan
Tanggal 20 Mei 2017 Diagnosa 1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan kepada Ny. M dengan diagnosa gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot didapatkan anggota gerak sebelah kanan klien masih lemah, terasa berat dan kebas, semua aktivitas dilakukan diatas tempat tidur Dan Kekuataan otot sebelah kanan masih 1 Maka masalah belum teratasi yaitu terlihat pada kriteria hasil belum tercapai pada pasien belum
Setelah dilakukan tindakan keperawatan kepada Ny. S dengan diagnosa gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot didapatkan anggota gerak sebelah kanan klien masih lemah, semua aktivitas dilakukan diatas tempat tidur Dan Kekuataan otot sebelah kanan masih 1 Maka masalah belum teratasi yaitu terlihat pada kriteria hasil belum tercapai pada pasien belum
meningkat dalam aktivitas fisik dan kekuatan otot dan pasien belum mampu memperagakan penggunaan alat bantu intervensi dilnjutkan dengan mengajarkan pasien dalam melakukan aktivitas fisik seperti ROM dan mobilisasi dan penggunaan alat bantu
meningkat dalam aktivitas fisik dan kekuatan otot dan pasien belum mampu memperagakan penggunaan alat bantu intervensi dilnjutkan dengan mengajarkan pasien dalam melakukan aktivitas fisik seperti ROM dan mobilisasi dan penggunaan alat bantu
Diagnosa 2 Pada masalah Defisit perawatan diri : Mandi berhubungan dengan kelemahan didapatkan kegiatan mandi dan menggosok gigi masih dibantu oleh keluarga dan perawat, anggota gerak sebelah kanan masih lemah Maka masalah belum teratasi yaitu ditandai dengan belum tercapainya kriteria hasil pasien dalam melakukan aktivitas perawatan fisik secara mandi, belum mampu membersihkan tubuh secara mandiri, belum mampu membersihkan mulut dan gigi secara mandiri, belum mampu kekamar mandi dan menyediakan perlengkapan mandi secara mandiri intervensi dilanjutkan
Pada masalah Defisit perawatan diri : Mandi berhubungan dengan kelemahan didapatkan kegiatan mandi dan menggosok gigi masih dibantu oleh keluarga dan perawat, anggota gerak sebelah kanan masih lemah, maka masalah belum teratasi ditandai dengan belum tercapainya kriteria hasil pasien dalam melakukan aktivitas perawatan fisik secara mandi, belum mampu membersihkan tubuh secara mandiri, belum mampu membersihkan mulut dan gigi secara mandiri, belum mampu kekamar mandi dan menyediakan perlengkapan mandi secara
yaitu dengan mambantu dan mengajarkan pasien membersihkan tubuh secara mandiri, membersihkan mulut dan gigi secara mandiri dan melakukan aktivitas perawatan secara mandiri.
mandiri intervensi dilanjutkan yaitu dengan mambantu dan mengajarkan pasien membersihkan tubuh secara mandiri, membersihkan mulut dan gigi secara mandiri dan melakukan aktivitas perawatan secara mandiri.
Diagnosa 3 Pada masalah Resiko kerusakan integritas kulit didapatkan pasien masih malas untuk miring kiri dan kanan, anggota gerak masih lemah dan tampak merah dipunggung Maka masalah belum teratasi yaitu ditandai dengan belum tercapainya kriteria hasil yaitu integritas kulit belum bisa dipertahankan, masih ada kemerahan dan perfusi jaringan yang belum baik intervensi dilanjutkan dengan memantau integritas kulit apakah masih ada tampak kemerahan dan selalu memberikan atau mengoleskan baby oil pada daerah yang tertekan.
Pada masalah Resiko Jatuh didapatkan anggota gerak sebelah kanan masih lemah, pasien masih gelisah, keluarga terkadang masih lupa untuk memasang rel bed, tanda resiko jatuh masih terpasang dibed Maka masalah belum teratasi yaitu ditandai dengan belum tercapainya kriteria hasil pada gerakan belum terkoordinasi untuk bekerja sama secara volunter intervensi dilanjutkan dengan memantau keadaan pasien gelisah atau tidak, mengingatkan kepada keluarga untuk selalu memasang rel bed.
Tanggal 21 Mei 2017 Diagnosa 1 Pada diagnosa pertama didapatkan Pada diagnosa pertama didapatkan
anggota gerak sebelah kanan klien masih lemah, terasa berat dan kebas, semua aktivitas masih dilakukan diatas tempat tidur Dan Kekuataan otot sebelah kanan masih 1 Maka masalah belum teratasi yaitu terlihat pada kriteria hasil masih belum tercapai pada pasien belum ada peningkatan dalam aktivitas fisik dan kekuatan otot dan pasien belum mampu memperagakan penggunaan alat bantu intervensi dilnjutkan dengan mengajarkan pasien dalam melakukan aktivitas fisik seperti ROM dan mobilisasi dan penggunaan alat bantu
anggota gerak sebelah kanan klien masih lemah semua aktivitas masih dilakukan diatas tempat tidur Dan Kekuataan otot sebelah kanan masih 1 Maka masalah belum teratasi teratasi yaitu terlihat pada kriteria hasil masih belum tercapai pada pasien belum ada peningkatan dalam aktivitas fisik dan kekuatan otot dan pasien belum mampu memperagakan penggunaan alat bantu intervensi dilnjutkan dengan mengajarkan pasien dalam melakukan aktivitas fisik seperti ROM dan mobilisasi dan penggunaan alat bantu
Diagnosa 2 Pada masalah Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan didapatkan kegiatan mandi dan menggosok gigi masih dibantu oleh keluarga dan perawat, anggota gerak sebelah kanan masih lemah Maka masalah belum teratasi ditandai dengan belum tercapainya
Pada masalah Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan didapatkan kegiatan mandi dan menggosok gigi masih dibantu oleh keluarga dan perawat, anggota gerak sebelah kanan masih lemah Maka masalah belum teratasi ditandai dengan belum
kriteria hasil pasien dalam melakukan aktivitas perawatan fisik secara mandi, belum mampu membersihkan tubuh secara mandiri, belum mampu membersihkan mulut dan gigi secara mandiri, belum mampu kekamar mandi dan menyediakan perlengkapan mandi secara mandiri intervensi dilanjutkan yaitu dengan mambantu dan mengajarkan pasien membersihkan tubuh secara mandiri, membersihkan mulut dan gigi secara mandiri dan melakukan aktivitas perawatan secara mandiri.
tercapainya kriteria hasil pasien dalam melakukan aktivitas perawatan fisik secara mandi, belum mampu membersihkan tubuh secara mandiri, belum mampu membersihkan mulut dan gigi secara mandiri, belum mampu kekamar mandi dan menyediakan perlengkapan mandi secara mandiri intervensi dilanjutkan yaitu dengan mambantu dan mengajarkan pasien membersihkan tubuh secara mandiri, membersihkan mulut dan gigi secara mandiri dan melakukan aktivitas perawatan secara mandiri.
Diagnosa 3 Pada masalah Resiko kerusakan integritas kulit didapatakan pasien sudah mulai untuk miring kiri dan kanan, anggota gerak masih lemah dan tampak merah dipunggung Maka masalah belum teratasi yaitu ditandai dengan belum tercapainya kriteria hasil yaitu integritas kulit belum bisa dipertahankan, masih ada kemerahan dan perfusi jaringan yang belum baik
Pada masalah Resiko Jatuh didapatakan anggota gerak sebelah kanan masih lemah, pasien masih gelisah, keluarga terkadang masih lupa untuk memasang rel bed, tanda resiko jatuh masih terpasang dibed Maka masalah belum teratasi yaitu ditandai dengan belum tercapainya kriteria hasil pada gerakan belum terkoordinasi
intervensi dilanjutkan dengan memantau integritas kulit apakah masih ada tampak kemerahan dan selalu memberikan atau mengoleskan baby oil pada daerah yang tertekan.
untuk bekerja sama secara volunter intervensi dilanjutkan dengan memantau keadaan pasien gelisah atau tidak, mengingatkan kepada keluarga untuk selalu memasang rel bed.
Tanggal 22 Mei 2017 Diagnosa 1 Pada diagnosa pertama pasien masih mengatakan anggota gerak sebelah kanan klien masih lemah, terasa berat dan kebas, semua aktivitas masih dilakukan diatas tempat tidur Dan Kekuataan otot sebelah kanan masih 1 Maka masalah belum teratasi teratasi yaitu terlihat pada kriteria hasil masih belum tercapai pada pasien belum ada peningkatan dalam aktivitas fisik dan kekuatan otot dan pasien belum mampu memperagakan penggunaan alat bantu intervensi dilnjutkan dengan mengajarkan pasien dalam melakukan aktivitas fisik seperti ROM dan mobilisasi dan penggunaan alat bantu
Pada diagnosa pertama didapatkan anggota gerak sebelah kanan klien masih lemah semua aktivitas dilakukan diatas tempat tidur Dan Kekuataan otot sebelah kanan masih 1 Maka masalah belum teratasi teratasi yaitu terlihat pada kriteria hasil masih belum tercapai pada pasien belum ada peningkatan dalam aktivitas fisik dan kekuatan otot dan pasien belum mampu memperagakan penggunaan alat bantu intervensi dilnjutkan dengan mengajarkan pasien dalam melakukan aktivitas fisik seperti ROM dan mobilisasi dan penggunaan alat bantu
Diagnosa 2 Pada masalah Defisit perawatan Pada masalah Defisit perawatan
diri berhubungan dengan kelemahan didapatkan kegiatan mandi dan menggosok gigi masih dibantu oleh keluarga dan perawat, anggota gerak sebelah kanan masih lemah Maka masalah belum teratasi ditandai dengan belum tercapainya kriteria hasil pasien dalam melakukan aktivitas perawatan fisik secara mandi, belum mampu membersihkan tubuh secara mandiri, belum mampu membersihkan mulut dan gigi secara mandiri, belum mampu kekamar mandi dan menyediakan perlengkapan mandi secara mandiri intervensi dilanjutkan yaitu dengan mambantu dan mengajarkan pasien membersihkan tubuh secara mandiri, membersihkan mulut dan gigi secara mandiri dan melakukan aktivitas perawatan secara mandiri.
diri berhubungan dengan kelemahan didapatkan kegiatan mandi dan menggosok gigi masih dibantu oleh keluarga dan perawat, anggota gerak sebelah kanan masih lemah Maka masalah belum teratasi ditandai dengan belum tercapainya kriteria hasil pasien dalam melakukan aktivitas perawatan fisik secara mandi, belum mampu membersihkan tubuh secara mandiri, belum mampu membersihkan mulut dan gigi secara mandiri, belum mampu kekamar mandi dan menyediakan perlengkapan mandi secara mandiri intervensi dilanjutkan yaitu dengan mambantu dan mengajarkan pasien membersihkan tubuh secara mandiri, membersihkan mulut dan gigi secara mandiri dan melakukan aktivitas perawatan secara mandiri.
Diagnosa 3 Pada masalah Resiko kerusakan integritas kulit didapatkan pasien sudah mulai untuk miring kiri dan
Pada masalah Resiko Jatuh didapatkan anggota gerak sebelah kanan masih lemah, pasien tidak
kanan, anggota gerak masih lemah dan tampak merah dipunggung masih ada Maka masalah belum teratasi yaitu ditandai dengan belum tercapainya kriteria hasil yaitu integritas kulit belum bisa dipertahankan, masih ada kemerahan dan perfusi jaringan yang belum baik intervensi dilanjutkan dengan memantau integritas kulit apakah masih ada tampak kemerahan dan selalu memberikan atau mengoleskan baby oil pada daerah yang tertekan.
terlalu gelisah, keluarga terkadang masih lupa untuk memasang rel bed, tanda resiko jatuh masih terpasang dibed Maka masalah belum teratasi yaitu ditandai dengan belum tercapainya kriteria hasil pada gerakan belum terkoordinasi untuk bekerja sama secara volunter intervensi dilanjutkan dengan memantau keadaan pasien gelisah atau tidak, mengingatkan kepada keluarga untuk selalu memasang rel bed.
Tanggal 23 Mei 2017 Diagnosa 1 Pada diagnosa pertama didapatkan anggota gerak sebelah kanan klien masih lemah, namun sudah mulai digerakkan Dan Kekuataan otot sebelah kanan masih 1 Maka masalah belum teratasi teratasi yaitu terlihat pada kriteria hasil masih belum tercapai pada pasien belum ada peningkatan dalam aktivitas fisik dan kekuatan otot dan pasien belum mampu memperagakan penggunaan alat bantu
Pada diagnosa pertama didapatkan anggota gerak sebelah kanan klien masih lemah semua aktivitas dilakukan diatas tempat tidur Dan Kekuataan otot sebelah kanan masih 1 Maka masalah belum teratasi teratasi yaitu terlihat pada kriteria hasil masih belum tercapai pada pasien belum ada peningkatan dalam aktivitas fisik dan kekuatan otot dan pasien belum mampu memperagakan penggunaan alat
intervensi dilnjutkan dengan mengajarkan pasien dalam melakukan aktivitas fisik seperti ROM dan mobilisasi dan penggunaan alat bantu
bantu intervensi dilnjutkan dengan mengajarkan pasien dalam melakukan aktivitas fisik seperti ROM dan mobilisasi dan penggunaan alat bantu
Diagnosa 2 Pada masalah Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan didapatkan kegiatan mandi dan menggosok gigi masih dibantu oleh keluarga dan perawat, anggota gerak sebelah kanan masih lemah Maka masalah belum teratasi ditandai dengan belum tercapainya kriteria hasil pasien dalam melakukan aktivitas perawatan fisik secara mandi, belum mampu membersihkan tubuh secara mandiri, belum mampu membersihkan mulut dan gigi secara mandiri, belum mampu kekamar mandi dan menyediakan perlengkapan mandi secara mandiri intervensi dilanjutkan yaitu dengan mambantu dan mengajarkan pasien membersihkan tubuh secara mandiri, membersihkan mulut dan gigi secara mandiri dan
Pada masalah Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan didapatkan kegiatan mandi dan menggosok gigi masih dibantu oleh keluarga dan perawat, anggota gerak sebelah kanan masih lemah Maka masalah belum teratasi ditandai dengan belum tercapainya kriteria hasil pasien dalam melakukan aktivitas perawatan fisik secara mandi, belum mampu membersihkan tubuh secara mandiri, belum mampu membersihkan mulut dan gigi secara mandiri, belum mampu kekamar mandi dan menyediakan perlengkapan mandi secara mandiri intervensi dilanjutkan yaitu dengan mambantu dan mengajarkan pasien membersihkan tubuh
melakukan aktivitas perawatan secara mandiri.
secara mandiri, membersihkan mulut dan gigi secara mandiri dan melakukan aktivitas perawatan secara mandiri.
Diagnosa 3 Pada masalah Resiko kerusakan integritas kulit didapatkan pasien sudah mulai untuk miring kiri dan kanan, anggota gerak masih lemah dan tampak merah dipunggung masih ada tapi sudah mulai berkurang Maka masalah belum teratasi yaitu ditandai dengan belum tercapainya kriteria hasil yaitu integritas kulit belum bisa dipertahankan, masih ada kemerahan dan perfusi jaringan yang belum baik intervensi dilanjutkan dengan memantau integritas kulit apakah masih ada tampak kemerahan dan selalu memberikan atau mengoleskan baby oil pada daerah yang tertekan.
Pada masalah Resiko Jatuh didapatkan anggota gerak sebelah kanan masih lemah, pasien tidak lagi gelisah, keluarga sudah memasang rel bed ketika pasien sendiri, tanda resiko jatuh masih terpasang dibed Maka masalah teratasi sebagian yaitu ditandai dengan sudah mulai tercapainya kriteria hasil pada gerakan sudah mulai terkoordinasi untuk bekerja sama secara volunter intervensi dilanjutkan dengan memantau keadaan pasien gelisah atau tidak, mengingatkan kepada keluarga untuk selalu memasang rel bed.
Tanggal 24 Mei 2017 Diagnosa 1 Pada diagnosa pertama didapatkan anggota gerak sebelah kanan klien masih lemah, namun klien sudah mulai bisa mengangkat anggota gerak yang lemah
Pada diagnosa pertama didapatkan anggota gerak sebelah kanan klien masih lemah Dan Kekuataan otot sebelah kanan masih 1, klien tampak
Dan Kekuataan otot sebelah kanan sudah 2 Maka masalah teratasi sebagian teratasi yaitu terlihat pada kriteria hasil sudah mulai tercapai pada pasien sudah mulai ada peningkatan dalam aktivitas fisik dan kekuatan otot namun pasien belum mampu memperagakan penggunaan alat bantu karena belum bisa berdiri intervensi dilnjutkan dirumah yang dibantu keluarga dengan mengajarkan pasien dalam melakukan aktivitas fisik seperti ROM dan mobilisasi dan penggunaan alat bantu
bersemangat untuk terus latihan menggerakkan anggota gerak yang lemah. Maka masalah belum teratasi yaitu terlihat pada kriteria hasil masih belum tercapai pada pasien belum ada peningkatan dalam aktivitas fisik dan kekuatan otot dan pasien belum mampu memperagakan penggunaan alat bantu intervensi dilnjutkan dirumah dengan bantuan keluarga dengan mengajarkan pasien dalam melakukan aktivitas fisik seperti ROM dan mobilisasi dan penggunaan alat bantu
Diagnosa 2 Pada masalah diagnosa kedua didapatkan kegiatan mandi dan menggosok gigi masih dibantu oleh keluarga dan perawat, anggota gerak sebelah kanan masih lemah Maka masalah belum teratasi ditandai dengan belum tercapainya kriteria hasil pasien dalam melakukan aktivitas perawatan fisik secara mandi, belum mampu
Pada masalah diagnosa kedua didapatakan kegiatan mandi dan menggosok gigi masih dibantu oleh keluarga dan perawat, anggota gerak sebelah kanan masih lemah Maka masalah belum teratasi ditandai dengan belum tercapainya kriteria hasil pasien dalam melakukan aktivitas perawatan fisik secara mandi,
membersihkan tubuh secara mandiri, belum mampu membersihkan mulut dan gigi secara mandiri, belum mampu kekamar mandi dan menyediakan perlengkapan mandi secara mandiri intervensi dilanjutkan yaitu dengan mambantu dan mengajarkan pasien membersihkan tubuh secara mandiri, membersihkan mulut dan gigi secara mandiri dan melakukan aktivitas perawatan secara mandiri.
belum mampu membersihkan tubuh secara mandiri, belum mampu membersihkan mulut dan gigi secara mandiri, belum mampu kekamar mandi dan menyediakan perlengkapan mandi secara mandiri intervensi dilanjutkan yaitu dengan mambantu dan mengajarkan pasien membersihkan tubuh secara mandiri, membersihkan mulut dan gigi secara mandiri dan melakukan aktivitas perawatan secara mandiri.
Diagnosa 3 Pada masalah diagnosa ketiga didapatkan pasien sudah mulai untuk miring kiri dan kanan, anggota gerak masih lemah dan tampak merah dipunggung sudah mulai berkurang Maka masalah teratasi sebagian yaitu ditandai dengan sudah mulai tercapainya kriteria hasil yaitu integritas kulit sudah mulai bisa dipertahankan, kemerahan sudah mulai berkurang dan perfusi jaringan mulai baik intervensi dilanjutkan dirumah dan dibantu oleh keluarga dengan
Pada masalah diagnosa ketiga didapatkan anggota gerak sebelah kanan masih lemah, pasien tidak lagi gelisah, keluarga sudah memasang rel bed ketika pasien sendiri, tanda resiko jatuh masih terpasang dibed Maka masalah teratasi sebagian yaitu ditandai dengan sudah mulai tercapainya kriteria hasil pada gerakan sudah mulai terkoordinasi untuk bekerja sama secara volunter intervensi dilanjutkan dirumah
memantau integritas kulit apakah masih ada tampak kemerahan dan selalu memberikan atau mengoleskan baby oil pada daerah yang tertekan.
dan dibantu oleh keluarga dengan memantau keadaan pasien gelisah atau tidak, mengingatkan kepada keluarga untuk selalu memasang rel bed.
C. Pembahasan
1. Pengkajian
Pada pembahasan kasus ini peneliti akan membahas korelasi antara teori
dengan laporan kasus asuhan keperawatan gangguan mobilisasi pada dua
kasus yaitu pada Kasus 1 dan Kasus 2 yang mana kasus 1 yaitu Ny. M dan
Kasus 2 yaitu Ny. S dengan penyakit stroke non hemoragik yang telah
dilakukan sejak tanggal 20 - 24 Mei 2017 di IRNA C RSSN Bukittinggi.
Kegiatan yang dilakukan meliputi pengkajian, menegakkan diagnosa
keperawatan, membuat rencana intervensi keperawatan, melakukan
implementasi, dan melakukan evaluasi keperawatan.
Identitas Klien Pada pengkajian identitas klien yang meliputi nama, jenis kelamin, umur,
pekerjaan, pendidikan terakhir, agama, dan alamat tempat tinggal.
Dari identitas dua kasus diatas peneliti akan membahas antara perbedaan
umur dua kasus yaitu Kasus 1 dan Kasus 2, pertama yaitu pada kasus 1
berusia 47 tahun sedangkan pada kasus dua berusia 77 tahun.
Semakin bertambahnya usia, semakin besar pula risiko terjadinya stroke.
Hal ini terkait dengan proses degenerasi (penuaan) yang terjadi secara
alamiah. Pada orang orang-orang lanjut usia, pembuluh darah lebih kaku
karena banyak penimbunan plak. Penimbunan plak yang berlebih akan
mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke tubuh termasuk otak
(Ambarwati, 2014).
Berdasarkan analisa peneliti, umur sangat mempengaruhi terjadinya
penyakit stroke, semakin tua usia pasien semakin rentan terjadi stroke.
Terlihat dari kedua kasus diatas, Kasus 1 dan Kasus 2 yang berusia 47
tahun dan 77 tahun sangat rentan untuk terjadinya stroke dari pada usia tua
ini dikarenakan karena proses penuaan atau degenerasi disamping itu
pembuluh darah pada orang usia lanjut juga kaku karena penimbunan plak
yang mengakibatkan aliran darah keotak berkurang.
Riwayat Kesehatan Klien
Pada pengkajian riwayat kesehatan yang meliputi keluhan utama, riwayat
kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu, dan riwayat kesehatan
keluarga, peneliti akan membahas dari keluhan utama antara dua Kasus 1
dan Kasus 2
Pada kasus 1 terjadi dengan keluhan utama begitu juga dengan keluhan
saat dikaji mengeluh anggota gerak tiba – tiba lemah sebelah kanan sejak
2 hari yang lalu , terasa berat dan kebas, kepala sakit. Pada riwayat
kesehatan dahulu kasus 1 pernah dirawat di rumah sakit 5 tahun yang lalu
dengan diagnose Diabetes Melitus dan Jantung. Pada riwayat kesehatan
keluarga, orang tua yaitu ibu kasus 1 juga pernah menderita stroke 6 tahun
yang lalu.
Pada kasus 2 juga terjadi kelemahan utama begitu juga keluhan saat dikaji
mengeluh anggota gerak tiba – tiba lemah sebelah kanan setelah shalat
sejak 9,5 jam sebelum masuk rumah sakit, kepala sakit. Pada riwayat
kesehatan dahulu kasus 2 pernah menderita Diabetes Melitus dan
Hipertensi pada tahun 2012. Namun pada riwayat kesehatan keluarga
kasus 2 tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti kasus
2.
Manifistasi klinis stroke non hemoragik menurut Bararah & Jauhar, 2013
diantaranya adalah lemah sebelah anggota gerak yang timbul secara
mendadak, dan kepala sakit.
Menurut Widagdo, dkk, (2008) bahwa penyakit stroke non hemoragik
dapat disebabkan karena adanya riwayat penyakit hipertensi, diabetes
melitus, dan penyakit kardiovaskuler (jantung). Sesuai dengan etiologi
yang dikemukakan dalam Padila (2012), yaitu salah satu faktor pencetus
timbulnya penyakit stroke yaitu faktor genetik atau keturunan. Faktor
pencetus tersebut merupakan faktor yang tidak dapat diubah oleh pasien.
Menurut analisa peneliti, gejala-gejala yang dirasakan oleh kedua kasus
yaitu Kasus 1 dan Kasus 2 terjadi karena terjadinya perubahan perfusi
pada otak yang dapat menimbulkan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung
lama dapat menyebabkan iskemik otak. Otak yang mengalami kekurangan
oksigen dapat mengganggu fungsi dari otak tersebut dan juga fungsi organ
lainnya. Jadi berdasarkan analisa peneliti, gejala yang dirasakan oleh
Kasus 1 dan Kasus 2 sama dengan teori.
Aktivitas Sehari - hari Pada pengkajian Aktivitas sehari – hari dua kasus yaitu Kasus 1 dan Kasus
2 meliputi Makan dan minum, aktivitas, tidur dan eliminasi. Peneliti akan
membahas kebiasaan makan dan aktivitas sehari – pasien yang dapat
menimbulkan terjadinya stroke.
Pada kasus 1 suka sering memakan makanan yang bersantan dan
berminyak. Namun kasus 2 suka lauk, gulai, sayur dan buah, namun juga
suka memakan makanan yang bersantan dan berminyak.
Menurut widagdo, dkk (2008) bahwa penyakit stroke non hemoragik juga
dapat disebabkan karena memiliki kebiasaan atau pola hidup yang kurang
sehat seperti kebiasaan memakan makanan yang bersantan dan berminyak.
Hasil analisa peneliti bahwa Kasus 1 dan Kasus 2 mempunyai pola makan
yang tidak baik seperti mengkonsumsi makanan bersantan, berminyak
sehingga dapat mengakibatkan kejadian stroke, sebab makanan tersebut
mengandung lemak, yang jika sering dikomsumsi akan terjadi
arterosklerosis, sehingga aliran darah keotak berkurang.
Aktivitas sehari-hari kasus 1 sebagai ibu rumah tangga dan jarang berolah
raga begitu juga pada kasus 2 seorang ibu rumah tangga jarang melakukan
olah raga.
Aktivitas fisik yang kurang dapat mempengaruhi frekuensi denyut jantung
menjadi lebih tinggi sehingga otot jantung harus bekerja lebih keras pada
setiap kontraksi. Otot jantung yang bekerja semakin keras dan sering
memompa, maka makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri
sehingga dapat menyebabkan tekanan darah meningkat (Potter & Perry,
2012).
Aktifitas Fisik yang teratur 3-5 kali dalam satu minggu dapat menaikkan
kadar kolesterol High Density Lipoprotein (HDL), sehingga mencegah
penimbunan lemak (atherosklerosis) pada pembuluh darah. Aterosklerosis
memiliki risiko terjadinya penyakit stroke dan serangan jantung.
Hasil analisis peneliti kebiasaan Kasus 1 dan Kasus 2 sama – sama jarang
melakukan aktivitas seperti olah raga atau aktivitas fisik yang dapat
membuat terjadinya penimbunan lemak pada pembuluh darah sehingga
menyebabkan risiko terjadinya penyakit stroke. Padahala jika aktivitas
fisik dilakukan 3-5 kali dalam satu minggu dapat menaikan kadar
kolesterol HDL dan dapat menurunkan tekanan darah.
Data Penunjang Pada data penunjang laboratorium antara dua kasus yaitu Kasus 1 dan
Kasus 2, peneliti akan membahas hasil labor Kasus 1 dan Kasus 2 yang
mana hasil labor tersebut merupakan data penunjang atau untuk
mengetahui penyakit dari dua kasus tersebut.
Pada kasus 1 hasil laboratorium tanggal 21 Mei 2017 kolesterol 162 mg/dl
(normal <220 mg/dl), gula darah 143 mg/dl, asam urat 5,9 mg/dl, Hb 13,5
mg/dl, leukosit 10,74 mg/dl, eritrosit 5.00 mg/dl. Namun pada kasus 2
kolesterol 197 mg/dl, gula darah 170 mg/dl, asam urat 5,4 mg/dl, Hb 13,5
mg/dl, leukosit 6,95 mg/dl, eritrosit 4,59 mg/dl.
Hal ini terjadi karena adanya perubahan gaya hidup terutama orang muda
perkotaan modern, seperti mengkonsumsi makanan siap saji (fast food)
yang mengandung kadar lemak tinggi, kebiasaan merokok, minuman
beralkohol, kerja berlebihan, kurang berolahraga dan stres (Junaidi, 2011).
Kolesterol merupakan zat di dalam aliran darah di mana semakin tinggi
kolesterol maka semakin besar pula kemungkinan dari kolesterol tersebut
tertimbun pada dinding pembuluh darah. Hal ini menyebabkan saluran
pembuluh darah menjadi lebih sempit sehingga mengganggu suplai darah
ke otak. Inilah yang dapat menyebabkan terjadinya stroke iskemik.
Kolesterol merupakan salah satu faktor risiko yang sangat besar
peranannya pada penyakit jantung dan strokeiskemik (Junaidi, 2011).
Berdasarkan analisa peneliti, stroke yang terjadi pada saat ini pada kasus 1
dapat disebabkan karena penumpukan lemak didalam pembuluh darah
arteri (arterosklerosis) yang menyebabkan terjadinya sumbatan di
pembuluh darah arteri sehingga darah menuju otak berkurang dan
menyebabkan otak kekurangan oksigen. Selain itu kasus 1 juga memiliki
factor resiko lain yaitu riwayat jantung dan riwayat diabetes melitus
dimasa lalu. Begitu juga dengan kasus 2 yang memiliki riwayat hipertensi
dan diabetes melitus.
Namun dari hasil laboratorium dua kasus tersebut menunjukkan hasil
laboratorium yang normal.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajian yang dilakukan pada kedua kasus,
didapatkan tiga diagnosa dari kedua kasus, di dapatkan dua diagnosa yang
sama antara kasus Kasus 1 dan Kasus 2 yaitu hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, Defisit perawatan diri
berhubungan dengan kelemahan dan satu diagnosa berbeda pada kasus 1
Resiko kerusakan integritas kulit sedangkan pada kasus 2 Resiko Jatuh.
Pada diagnosa pertama pada kasus Kasus 1 dan Kasus 2 yaitu Hambatan
mobilitas fisik adalah keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh satu atau
lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah (Nurafif & Hardi, 2015).
Batasan karakteristik diagnosa ini yang ditemukan pada pasien
berdasarkan Nursing Outcome Classification and Nursing Intervension
Classification (NOC & NIC) 2015 adalah pasien mengalami kesulitan
dalam membolak-balik posisi, keterbatasan dalam kemampuan melakukan
keterampilan motorik dan keterbatasan rentang pergerakan sendi. Menurut
Mubarak (2014) kehilangan kemampuan untuk bergerak menyebabkan
ketergantungan dan ini membutuhkan tindakan keperawatan. Berdasarkan
hal ini, peneliti mengangkat hambatan mobilitas fisik sebagai diagnosa
utama karena keterbatasan merupakan faktor utama yang membuat pasien
mengalami berbagai macam gangguan dalam melakukan aktifitas dalam
keadaan normal. Dan berdasarkan patofisiologi yang telah dijelaskan pada
teori bahwa stroke non hemoragik disebabkan oleh trombosis dan emboli
sehingga menyebabkan sumbatan pada pembuluh darah sehingga suplai
darah dan oksigen berkurang keotak terjadi iskemik otak dan
menyebabkan nekrosis dan defisit neurologi yang menyebabkan
penurunan fungsi motorik dan muskuluskeletal terjadi lelemahan pada
anggota gerak sehingga menyebabkan gangguan mobilitas fisik.
Pada diagnosa kedua pada kasus Kasus 1 dan Kasus 2 yaitu defisit
perawatan diri berhubungan dengan kelemahan. Defisit perawatan diri
adalah hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
mandi/aktivitas perawatan diri untuk diri sendiriterarah (Nurafif & Hardi,
2015).Batasan karakteristik defisit perawatan diri: mandi yang ditemukan
pada pasien berdasarkan NOC NIC 2015 antara lain ketidakmampuan
pasien mengakses kamar mandi, ketidakmampuan pasien mengambil
perlengkapan mandi, ketidakmampuan pasien menjangkau sumber air,
ketidakmampuan pasien mengatur air mandi, ketidakmampuan pasien
membasuh tubuh.
Menurut Tarwoto (2011) pasien dengan gangguan mobilisasi akan
mengalami defisit perawatan diri yang ditandai dengan gangguan
neuromuskular, menurunnya kekuatan otot, menurunnya kontrol otot dan
koordinasi serta gangguan fisik. Data yang di temukan adalah
ketidakmampuan pasien dalam melakukan aktifitas sehari-hari dengan
tujuan agar pasien mampu melakukan perawatan diri secara aman,
aktivitas seperti mandi dibantu oleh keluarga dan perawat. Sehingga
penulis mengangkat diagnosa ini sebagai diagnosa kedua karena dengan
keterbatasan/penurunan kekuatan otot yang di alami pasien, pasien akan
membutuhkan pertolongan orang lain dalam pemenuhan kebutuhan
perawatan dirinya.
Sedangkan untuk diagnosa ketiga pada kasus 1 yaitu resiko kerusakan
integritas kulit. Berdasarkan data yang didapatkan yaitu punggung pasien
tampak merah akibat baring terlalu lama dan tidak mau miring kiri dan
kanan. Menurut Asmadi (2008), imobilisasi yang lama dapat
menyebabkan kerusakan integritas kulit. Hal tersebut disebabkan karena
terjadinya gesekan atau tekanan pada area yang tertekan. Dampak lanjut
jika tidak segera ditangani bisa menyebabkan abrasi dan dekubitus.
Sebagaimana gambaran pada WOC, pasien yang mengalami hambatan
dalam mobilitas fisik akan berdampak pada sistem tubuh lain salah
satunya integumen. Dimana elastisitas kulit yang menurun dengan adanya
penekanan akan beresiko menimbulkan kerusakan pada sistem integumen
(Potter dan Perry, 2012).
Sedangkan diagnosa ketiga pada kasus 2 yaitu resiko jatuh. Data objektif
yang tampak pada pasien yaitu terpasangnya dibed pasien tanda resiko
jatuh yang berarti pasien beresiko untuk jatuh. Sesuai dengan teori yang
ada, menurut Wilkinson (2013), resiko jatuh merupakan peningkatan
kerentanan terhadap jatuh yang dapat menyebabkan bahaya fisik. Dan
faktor resiko yang sesuai yaitu adanya riwayat jatuh pada pasien.
Sedangkan dalam WOC yang telah dijabarkan juga ditemukan dengan
terjadinya penurunan kekuatan otot, menjadi salah satu faktor kerentanan
terjadinya resiko jatuh pada pasien (Junaidi, 2011).
Dari analisa penulis, dua diagnosa tersebut sama diangkat dengan ke dua
kasus karena batasan karkeristik dari diagnosa tersebut ada pada keluhan
pada kedua responden yaitu Kasus 1 dan Kasus 2.
Pada patofisiologi dan WOC terdapat 4 diagnosa, namun pada dua kasus
diatas ada beberapa diagnosa yang tidak diangkat, diantaranya pada kasus
1 tidak diangkat diagnosa resiko jatuh dan pada kasus 2 tidak diangkat
diagnosa resiko kerusakan integritas kulit.
Dari analisa penulis, berdasarkan teori tersebut, maka pada kasus Kasus 1
dan Kasus 2 tidak bisa diangkat diagnosa-diagnosa diatas karena tidak
memenuhi syarat pengangkatan diagnosa yang disebabkan oleh tidak
adanya data yang mendukung untuk pengangkatan diagnosa tersebut.
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan merupakan proses penyusunan berbagai intervensi
keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau
mengurangi masalah-masalah pasien. Dalam menentukan tahap
perencanaan bagi perawat diperlukan berbagai pengetahuan dan
keterampilan diantaranya pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan
klien, nilai dan kepercayaan klien, batasan praktek keperawatan, peran
dari tenaga kesehatan lainnya, kemampuan dalam memecahkan masalah,
mengambil keputusan, menulis tujuan, serta memilih dan membuat
strategi keperawatan yang aman dalam memenuhi tujuan, menulis
instruksi keperawatan serta kemampuan dalam melaksanakan kerjasama
dengan tingkat kesehatan lain. Kegiatan perencanaan ini meliputi
memprioritaskan masalah, merumuskan tujuan, kriteria hasil serta
tindakan. (Alimul,2009).
Rencana tindakan yang akan dilakukan pada diagnosa keperawatan 1.
Yaitu dengan monitoring vital sign sebelum atau sesudah latihan. Menurut
Junaidi (2011) setelah keadaan pasien membaik dan kondisinya telah
stabil baru diperbolehkan dilakukannya mobilisasi. Karena, jika dilakukan
mobilisasi pada keadaan pasien tidak stabil maka akan memperburuk
kondisi pasien. Tindakan ke 2. yaitu konsultasikan dengan terapi fisik
sesuai dengan kebutuhan. Hal ini diperlukan untuk memaksimalkan
latihan mobilisasi yang dilakukan pada pasien. Tindakan ke 3. bantu klien
untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cidera agar
perbaikan fungsi dapat diharapkan dengan lebih baik. Tindakan ke 4.
untuk diagosa utama adalah kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi dan
ajarkan pasien tentang teknik mobilisasi seperti miring kanan miring kiri,
latihan ROM untuk memelihara dan mempertahankan kekuatan otot serta
memelihara mobilitas persendian (Alimul, 2009). Tindakan ke 5. adalah
latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
kemampuan agar pasien mampu memenuhi kebutuhan secara mandiri.
Tindakan ke 6. adalah dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi untuk
membantu pasien dalam mobilisasi. Tindakan ke 7. adalah bantu penuhi
kebutuhan ADLs pasien agar kebutuhan pasien terpenuhi. Tindakan ke 8.
adalah berikan alat bantu jika klien memerlukan hal ini untuk membantu
pasien dalam melakukan mobilisasi Tindakan terakhir adalah ajarkan
keluarga dalam melakukan mobilisasi kepada pasien.
Rencana tindakan yang akan dilakukan pada diagnosa keperawatan kedua
defisit perawatan diri: mandi yaitu 1. Dengan menentukan jumlah dan
jenis bantuan yang dibutuhkan dengan mengkaji kemampuan pasien untuk
perawatan diri yang mandiri, untuk menentukan sejauh mana bantuan
yang perlu diberikan kepada pasien. Tindakan ke 2. menyediakan
lingkungan yang terapeutik dengan memastikan hangat, santai,
pengalaman pribadi, dan personal agar pasien merasa nyaman ketika
beraktifitas. Tindakan ke 3. dan ke 4. yaitu memfasilitasi pasien menyikat
gigi dan memfasilitasi pasien mandi. Tindakan ke 5. memantau
pembersihan kuku pasien, tindakan ke 6. memantau integritas kulit pasien,
tindakan terakhir memberikan bantuan sampai pasien sepenuhnya mampu
melakukan perawatan diri. Intervensi ini dilakukan karena seseorang
dengan gangguan mobilisasi membutuhkan bantuan orang lain dalam
memenuhi kebutuhan aktifitasnya guna mempertahankan kesehatannya.
Menurut Alimul (2009) mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk
bergerak secara bebas, untuk memenuhi kebutuhan aktivitas.
Rencana tindakan yang dilakukan pada diagnosa resiko kerusakan
integritas kulit kasus Ny. M yang ke 1. Anjurkan pasien untuk
menggunakan pakaian yang longgar, 2. Hindari kerutan pada tempat tidur,
3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering, 4. Mobilisasi pasien
(ubah posisi pasien setiap 2 jam), 5. Oleskan lotion atau baby oil pada
daerah yang tertekan, 6. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien, serta
monitor area kulit dari area kemerahan, 7. Monitor cairan / elektrolit
pasien.
Sedangkan rencana tindakan pada diagnosa ketiga yaitu resiko jatuh pada
kasus 2 adalah 1. mengidentifikasi perilaku dan faktor yang
mempengaruhi risiko jatuh. Rencana tindakan ke 2. yaitu sarankan
perubahan dalam gaya berjalan kepada pasien. Rencana tindakan ke 3.
mendorong pasien untuk menggunakan tongkat atau alat bantu berjalan.
Rencana tindakan ke 4. kunci roda dari kursi roda, tempat tidur, atau
brankar selama transfer pasien, gunakan teknik yang tepat untuk
mentransfer pasien. Rencana tindakan ke 5. gunakan rel sisi panjang yang
sesuai dan tinggi untuk mencegah jatuh dari tempat tidur. Umumnya
rencana tindakan ini dilakukan untuk mengurangi atau mencegah resiko
jatuh pasien dengan mobilisasi, karena pasien dengan gangguan mobilisasi
terkait kelemahan, penurunan kekuatan otot cenderung beresiko untuk
jatuh.
4. Implementasi Keperawatan
Penulis melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang
telah disusun sebelumnya. Hasil implementasi yang dilakukan pada pasien
dengan gangguan mobilisasi dilakukan dengan menyesuaikan dengan
kondisi pasien tanpa meninggalkan prinsip dan konsep keperawatan. Pada
diagnosa gangguan mobilitas fisik dan defisit perawatan diri pada Kasus 1
dan Kasus 2 dilakukan tindakan keperawatan yang sama sesuai dengan
kondisi pasien.
Pada rencana tindakan masalah hambatan mobilitas fisik tidak semua
dilakukan oleh penulis, tindakan yang dapat dilakukan adalah mengukur
vital sign sebelum dan sesudah latihan mobilisasi, kaji kemampuan pasien
dalam mobilisasi, ajarkan pasien tentang mobilisasi dengan latihan ROM
aktif dan ROM pasif, melatih pasien dalam pemenuhan kebutuhan secara
mandiri sesuai kemampuan pasien, menganjurkan kepada keluarga untuk
mendampingi pasien saat mobilisasi dan membantu dalam pemenuhan
kebutuhannya, mengajarkan pasien dan keluarga bagaimana merubah
posisi dan latihan ROM.
Menurut Saputra, 2013 untuk mencegah hilangnya kemampuan
keseimbangan tubuh dan postur dalam melakukan pergerakan fisik, dapat
diterapkan latihan ROM, dan mengubah posisi pada pasien yang memiliki
mobilitas sendi yang terbatas. Latihan ini dilakukan untuk menjaga fungsi
sendi serta memelihara dan mempertahankan kekuatan otot. Latihan
mobilisasi tersebut harus dilakukan pada pasien dengan hambatan
mobilitas, karena jika tidak dilakukan akan mengakibatkan beberapa otot
mengalami atrofi, kehilangan tonus otot, dan kekakuan sendi (Potter &
Perry, 2012).
Berdasarkan peneletian Mawarti dan Farid, 2012 yang berjudul Pengaruh
Latihan Rom (Range Of Motion) Pasif Terhadap Peningkatan Kekuatan
Otot Pada Pasien Stroke Dengan Hemiparase bahwa ada pengaruh latihan
ROM pasif 2x sehari terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien
stroke dengan hemiparise di paviliun flamboyan RSUD Jombang. Dan
peneliti menganjurkan untuk pemberian latihan ROM pasif 2x karena
terbukti efektif pada masa rehabilitasi. Perlu dilnjutkan untuk penelitian
selanjutnya dengan latihan yang aktif dimana peran kemandirian pasien
lebih bagus terutama dalam meransang koordinasi saraf, otot dan tulang.
Menurut analisa peneliti dengan mengajarkan klien mobilisasi seperti
latihan ROM bertujuan untuk mencegah terjadinya kekakuan pada sendi
dan otot, karena jika sendi dan otot yang lemah tersebut dibiarkan terus
menerus diam tidak digerakkan akan menyebabkan kekakuan dan sulit
untuk digerkkan kembali. Upaya yang dapat dilakukan perawat ruangan
untuk mengurangi kekakuan dan kelemahan pada sendi dan otot pada
pasien stroke non hemoragik yaitu dengan mengajarkan pasien dalam
mobilisasi seperti latihan ROM sehingga perawat dapat memberikan
asuhan keperawatan secara profesional dan komprehensif kepada pasien.
Tindakan yang tidak dapat dilakukan untuk diagnosa utama adalah
konsultasikan dengan terapi fisik sesuai dengan kebutuhan, membantu
pasien untuk menggunakan tongkat saat berjalan, berikan alat bantu jika
pasien memerlukan. Pada saat ditanyakan kepada perawat bahwa
konsultasi dengan terapi fisik tidak dapat dilakukan karena terapi fisik
dilakukan pada pasien apabila kondisi pasien sudah mulai membaik
Intervensi yang tidak dapat dilakukan pada hambtan mobilitas fisik
selanjutnya adalah bantu pasien untuk menggunakan tongkat saat berjalan
dan, berikan alat bantu jika pasien memerlukan. Penulis mengalami
hambatan dalam melakukan intervensi ini karena pasien hanya mampu
duduk di tempat tidur.
Implementasi yang dilakukan pada kedua kasus pasien dengan diagnosa
kedua yaitu defisit perawatan diri, namun tidak semua rencana tindakan
yang akan dilakukan, adapun implementasi yang dilakukan menentukan
jumlah dan jenis bantuan yang dibutuhkan dengan cara mengkaji
kemampuan klien untuk perawatan diri yang mandiri, memfasilitasi pasien
menyikat gigi, memfasilitasi pasien mandi, memantau pembersihan kuku
pasien, memantau integritas kulit pasien, memberikan bantuan sampai
pasien sepenuhnya mampu melakukan perawatan diri.
Tindakan yang tidak dapat dilakukan untuk diagnosa defisit perawatan
diri: mandi adalah menyediakan lingkungan yang terapeutik dengan
memastikan hangat, santai, pengalaman pribadi dan personal Tindakan ini
tidak dapat dilakukan karena keterbatasan penulis dalam membuat kondisi
rumah sakit yang nyaman.
Pada rencana tindakan resiko kerusakan integritas pasien semua tindakan
keperawatan dapat dilakukan oleh penulis yaitu menganjurkan pasien
untuk menggunakan pakaian yang longgar, Hindari kerutan pada tempat
tidur, Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering, Mobilisasi pasien
dan mengingatkan kepada keluarga untuk mengubah posisi pasien setiap 2
jam, mengoleskan lotion dan baby oil pada daerah yang tertekan, Melihat
aktivitas dan mobilisasi pasien, serta melihat area kulit dari area
kemerahan setiap , 7. Monitor cairan / elektrolit pasien.
Pada rencana tindakan resiko jatuh tidak semua dilakukan oleh penulis.
Implementasi yang dapat dilakukan adalah mengkaji faktor yang dapat
mempengaruhi risiko jatuh, gunakan rel sisi panjang (pengaman) untuk
mencegah jatuh dari tempat tidur. Penderita stroke khususnya stroke non
hemoragik akan mengalami kesulitan dalam bergerak sehingga pasien
harus selalu didampingi keluarga atau perawat. Jika tidak penderita bisa
saja jatuh karena kelemahan dari salah satu anggota geraknya yang
menyebabkan tidak maksimal dalam bergerak.
Tindakan yang tidak dapat dilakukan untuk diagnosa resiko jatuh adalah
sarankan perubahan dalam gaya berjalan kepada pasien, mendorong
pasien untuk menggunakan tongkat atau alat bantu berjalan, kunci roda
dari kursi roda, tempat tidur, atau brankar selama transfer pasien, gunakan
teknik yang tepat untuk mentransfer pasien. Tindakan ini tidak dapat
dilakukan penulis karena pasien hanya mampu duduk ditempat tidur.
Pasien belum mampu untuk duduk seperti di kursi, sehingga jika tindakan
ini dilakukan dikhawatirkan akan memperburuk kondisi pasien.
5. Evaluasi Keperawatan
Pada dua kasus yaitu Kasus 1 dan Kasus 2 telah dilakukan implementasi
untuk diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan
kekuatan otot, hasilnya pada kasus 1 masih mengalami kelemahan pada
anggota gerak sebelah kanan, namun kekuatan otot pasien sudah sedikit
meningkat atau mengalami perubahan dari kekuatan otot 1 menjadi 2 pada
anggota gerak yang lemah, keadaan umum pasien baik, aktivitas klien
masih dibantu oleh keluarga dan perawat, klien juga sudah bisa miring kiri
dan kanan. Pada kasus 2 masih mengalami kelemahan pada anggota gerak
yang lemah, namun kondisi pasien sudah membaik, aktivitas masih
dibantu keluarga dan perawat, kekuatan otot masih 1 pada anggota gerak
yang lemah.
Menurut NANDA (2015) kriteria hasil yang diharapkan setelah
melakukan tindakan keperawatan untuk diagnosa mobilitas fisik
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot adalah klien meningkat
dalam aktivitas fisik, mengerti tujuan dari peningkatan mobilisasi,
memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah, memperagakan penggunaan alat bantu untuk
mobilisasi (walker).
Pada dua kasus yaitu Kasus 1 dan Kasus 2 dengan diagnosa gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot telah
dilakukan tindakan, dan tindakan yang dilakukan sama – sama dilakukan
dengan waktu yang berbeda, namun pada saat evaluasi terakhir hari
kelima pada kasus 1 sudah mulai mengalami peningkatan kekuatan otot
dari kekuatan otot 1 menjadi 2, pada kasus 2 tidak mengalami peningkatan
kekuatan otot.
Menurut Ambarwati (2014) usia juga berpengaruh terhadap kemampuan
seseorang dalam melakukan suatu kegiatan dalam mobilisasi pada
individu lansia, dimana ditemukan usia pada pasien yang memiliki usia
lanjut yaitu 77 tahun. Sehinggga kemampuan untuk melakukan aktivitas
dan mobilisasi menurun sejalan dengan penuaan.
Menurut analisa penulis adanya perbedaan dalam peningkatan otot antara
kasus Kasus 1 dan Kasus 2 disebabkan karena adanya perbedaan umur
yang mana kasus 1 berumur 47 tahun sedangkan pada kasus 2 berumur 77
tahun Sehinggga kemampuan untuk melakukan aktivitas dan mobilisasi
menurun sejalan dengan penuaan.
Semakin bertambahnya usia, semakin besar pula risiko terjadinya stroke.
Hal ini terkait dengan proses degenerasi (penuaan) yang terjadi secara
alamiah. Pada orang orang-orang lanjut usia, pembuluh darah lebih kaku
karena banyak penimbunan plak. Penimbunan plak yang berlebih akan
mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke tubuh termasuk otak.
Pada diagnosa kedua defisit perawatan diri berhubungan dengan
kelemahan telah dilakukan implementasi pada kasus Kasus 1 dan Kasus 2
yang hasilnya sama yaitu pasien masih mengalami kelemahan anggota
gerak sebelah kanan, aktivitas mandi dan menggosok gigi masih dibantu
oleh keluarga dan perawat, pasien masih mengalami keterbatasan dalam
bergerak karenan penurunan kekuatan otot yang di alami pasien.
Menurut NANDA (2015) kriteria hasil yang diharapkan setelah
melakukan tindakan keperawatan untuk diagnosa defisit perawatan diri
berhubungan ketidakmampuan mengakses ke kamar mandi adalah
perawatan diri mandi : mampu untuk membersihkan tubuh sendiri secara
mandiri dengan atau tanpa alat bantu, perawatan diri hygiene oral :
mampu untuk merawat mulut dan gigi secara mandiri dengan atau tanpa
alat bantu, membersihkan dan mengeringkan tubuh, mengungkapkan
secara verbal kepuasan tentang kebersihan tubuh dan hygiene oral.
Dari analisa penulis, setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah
pasien dapat teratasi dan pasien bisa terhindar dari stroke berulang.
Pada kasus 1 dengan diagnosa ketiga resiko kerusakan integritas kulit
telah dilakukan implementasi dan hasilnya tampak merah dipunggung
pasien sudah mulai berkurang, pasien sudah bisa miring kiri dan kanan.
Sedangkan pada kasus 2 dengan diagnosa resiko jatuh juga telah
dilakukan implementasi dan hasilnya anggota gerak sebelah kanan masih
lemah, pasien tidak lagi gelisah, keluarga sudah memasang rel bed ketika
pasien sendiri, tanda resiko jatuh masih terpasang dibed, selama dirawat
pasien tidak pernah jatuh, masalah keperawatan ini belum dapat teratasi
hingga hari kelima. Masalah keperawatan ini harus tetap ditegakkan untuk
mencegah resiko jatuh pada pasien.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian asuhan keperawatan gangguan mobilitas fisik
pada pasien stroke non hemoragik di IRNA C Lantai 1 RSSN Bukit Tinggi
tahun 2017, peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil pengkajian yang didapatkan dari kedua kasus menunjukkan adanya
tanda gejala yang sama yang dirasakan oleh kedua kasus. Keluhan yang
dirasakan oleh kasus 1 juga dirasakan oleh kasus 2. Tanda dan gejala yang
muncul yang dirasakan oleh kedua kasus yaitu adanya anggota gerak
lemah sebelah secara tiba – tiba, kepala sakit. Hal ini menjukkan bahwa,
jika seseorang terdiagnosa Stroke Non Hemoragik memiliki kemungkinan
akan muncul masalah dan keluhan yang sama yang dirasakan oleh
penderita.
2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada kedua kasus umumnya sama,
namun ada satu diagnosa yang berbeda antara dua kasus yaitu, ganngguan
mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, defisit
perawatan diri : mandi berhubungan dengan kelemahan dan satu diagnosa
berbeda antara dua pasien yaitu pada kasus Ny. M resiko kerusakan
integritas kulit dan pada kasus Ny. S resiko jatuh. Diagnosa ini muncul
pada kedua kasus disebabkan karena adanya tanda dan gejala serta
keluhan yang sama yang dirasakan oleh kedua kasus, dan perbedaan satu
diagnosa pada kasus tersebut karena disebabkan tidak adanya data untuk
mendukung diangkatnya diagnosa tersebut.
3. Hasil yang diperoleh dari intervensi yang dilakukan oleh peneliti, baik
intervensi yang dilakukan secara mandiri maupun kolaborasi seperti
pengaturan posisi pasien semifowler, mengajarkan latihan ROM,
perubahan posisi setiap 2 jam dan terapi obat-obatan, bertujuan untuk
mengurangi kekakuan pada otot yang lemah. Hal ini bertujuan untuk
mengatasi terjadinya masalah kekakuan sendi dan otot agar aliran darah
lancar.
4. Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan yang
telah peneliti susun. Implementasi keperawatan yang dilakukan pada
kasus seperti pengaturan posisi semi fowler, melatih dan mengajarakan
ROM, mengubah posisi setiap 2 jam. Dalam proses implementasi yang
dilakukan sesuai dengan rencana yang dibuat, dan peneliti tidak
menemukan adanya perbedaan antara intervensi yang dibuat dengan
implementasi yang dilakukan diruangan.
5. Hasil evaluasi yang dilakukan oleh peneliti pada kedua kasus dilakukan
selama 5 hari rawatan oleh peneliti. Hasil evaluasi yang dilakukan oleh
peneliti pada kasus 1 menunjukkan bahwa masalah keperawatan yang
dialami kasus 1 sudah mulai teratasi sebagian walaupun belum sembuh
total, namun dikarenakan kasus 1 harus pulang maka asuhan keperawatan
hanya dilakukan selama 5 hari rawatan dan tindakan yang telah diajarkan
akan terus dilakukan dirumah. Hasil evaluasi keperawatan pada kasus 2
juga menunjukkan perkembangan kesehatan dan masalah keperawatan
yang mulai teratasi sebagiann, namun belum mengalami peningktan
kekuatan otot, namun juga dikarenakan kasus 2 harus pulang maka asuhan
keperawatan juga hanya dilakukan 5 hari rawatan dan kondisi pasien
sudah mulai membaik, sama juga seperti halnya kasus 1 bahwa tindakan
akan tetap dilakukan dirumah oleh pasien dengan bantuan keluarga.
B. Saran
1. Bagi Direktur RSSN Bukit Tinggi
Melalui pimpinan rumah sakit diharapkan dapat memberikan training atau
pelatihan – pelatihan kepada perawat ruangan minimal satu kali dalam
setahun pada pasien stroke agar dapat memberikan asuhan keperawatan
secara optimal dan lebih meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit.
2. Bagi Perawat Ruangan
Studi kasus yang peneliti lakukan tentang asuhan keperawatan gangguan
mobilitas fisik pada pasien stroke non hemoragik di IRNA Lantai 1 RSSN
Bukit Tinggi diharapkan perawat ruangan dapat mempertahankan dan
memaksimalkan dalam memberikan asuhan keperawatan secara
profesional dan komprehensif khususnya pada mobilisasi pasien dan
mengajarkan kepada keluarga tentang latihan ROM aktif dan pasif untuk
mengurangi kekauan pada otot pasien yang mengalami kelemahan.
3. Bagi Mahasiswa dan Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian yang peneliti dapatkan diharapkan dapat menjadi acuan
dan menjadi bahan pembanding pada peneliti selanjutnya dalam
melakukan penelitian pada pasien dengan gangguan mobilitas fisik pada
pasien Stroke Non Hemoragik.
DAFTAR PUSTAKA
Ambawarti, Respati Fitri. 2014. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia. Yogyakarta: Dua Satria Offset
Atoilah, Elang Mohamad & Engkus Kusnadi. 2013. Askep Pada Klien Dengan Gangguan Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: In Media
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika. Diakses pada 5 Juni 2017 https://books.google.co.id/books?id=IJ3P1qiHKMYC&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q&f=false
Bararah, Taqiyyah & Mohammad Jauhar. 2013. Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi Perawat Profesional. Jakarta: Prestasi Pustakaraya
Digiulio, Mary & Jackson, Donna. 2007. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Rapha Publishing
Ernawati. 2012. Buku Ajar Konsep DAN Aplikasi Keperawatan Dalam Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: TIM, 2012
Heriana, Pelapina. 2014. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Tangerang Selatan: Bina Rupa Aksara Publisher
Hidayat A. Azis Alimul. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep Dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Junaidi, Iskandar. 2011. STROKE, Waspadai Ancamannya. Yogyakarta: ANDI
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Pokok-Pokok Hasil Riskesdas Provinsi Sumatera Barat 2013
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Tersedia pada http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil Riskesdas 2013.pdf. Diunduh pada tanggal 19 Januari 2017
Mawarti, Herin dan Farid. 2012. Pengaruh Latihan Rom (Range Of Motion) Pasif Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Dengan Hemiparase. http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=116526. Diakses pada tanggal 14 Maret 2017
NANDA International. 2015. NANDA International Inc. Diagnosa Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017 (Budi Anna Keliat, et al, Penerjemah). Jakarta: EGC
NANDA. 2011. Diagnosis Keperawatan Defenisi dan Klasifikasi 2012 – 2014 . Jakarta : EGC
Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Nurarfif & Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: 2015
Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika
Potter & Perry. 2012. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC
Sari, Selia Harum, dkk. 2015. Batasan Karakteristik Dan Faktor Yang Berhubungan (Etiologi) Diagnosa Keperawatan: Hambatan Mobilitas Fisik Pada Pasien Stroke. http://. www. ppjp.unlam.ac.id journal index.php. Diakses tanggal 13 Maret 2017
Saputra, Lyndon. 2013. Kebutuhan Dasar Manusia. Tangerang Selatan: Binarupa Aksara
Stanley, M.& Beare, P. G. (2007). Buku ajar keperawatan gerontik. Jakarta: EGC
Tarwoto.Wartonah.2011. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika
Vaughans, Bennita W. 2011. Keperawatan Dasar. Yogyakarta: Rapha Publishing
Widagdo, Wahyu, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: TIM
Wilkinson, Judith M., & Nancy R. Ahern. 2013. Buku Diagnosis Keperawatan : Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria hasil NOC. Jakarta : EGCc
World Healt Organitation. 2015. Prevalensi 10 Penyebab Kematian Tertinggi Didunia. Tersedia Pada ://www.who.int/healthinfo/global_burden_disease/GlobalCOD_method_2000_2015.pdf?ua=1 . Diunduh pada tanggal 14 Maret 2017
FORMAT PENGKAJIAN
ASUHAN KEPERAWATAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
A. PENGUMPULAN DATA 1. Identitas Pasien
a. Nama : Ny. M
b. Tempat/ Tanggal Lahir : 08 Juni 1970
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Status Kawin : Sudah Menikah
e. Agama : Islam
f. Pendidikan : Sd
g. Pekerjaan : Ibu Rumah Tanggas
h. Tanggal Masuk : 19 Mei 2017
i. Alamat : Pasar bawah, Bukit Tinggi
j. Tanggal Pengkajian : 20 Mei 2017
k. Diagnosa Medis : Stroke Non Hemoragik
2. Identitas Penanggung Jawab
a. Nama : Nn. N
b. Pekerjaan : Mahasiswa
c. Alamat : Pasar Bawah, Bukit Tinggi
d. Hubungan : Anak
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
1) Keluhan utama :
Pasien dibawa keluarganya ke RSSN Bukit Tinggi melalui IGD
pada tanggal 19 Mei 2017 pukul 23.45 WIB dengan keluhan
anggota gerak tiba – tiba lemah sebelah kanan sejak 2 hari yang
lalu , terasa berat dan kebas, kepala sakit dengan tekanan darah
120/90 mmHg, nadi 99x/ menit, pernapasan 22x/menit, dan suhu
370c.
2) Keluhan saat dikaji :
Pada saat dikaji pada tanggal 20 Mei 2017 pukul 11.00, klien
mengatakan anggota gerak sebelah kanan masih lemah, terasa
berat dan terasa kebas, kepala masih sakit dan aktivitas seperti
mandi dibantu oleh keluarga dan keluarga juga mengatakan klien
malas untuk miring kiri dan kanan.
b. Riwayat kesehatan dahulu :
Keluarga dan klien mengatakan pernah dirawat dirumah sakit RSAM
5 tahun yang lalu dengan diagnosa Diabetes Melitus dan Jantung,
klien juga mengatakan juga sering mengkonsumsi makanan yang
bersantan dan berminyak.
c. Riwayat kesehatan keluarga :
Klien mengatakan orang tua yaitu ibu juga pernah menderita stroke
sejak 6 tahun yang lalu dan sampai sekarang masih belum sembuh.
4. Kebutuhan Dasar
a. Makan
Sehat :
Klien mengatakan pada saat sehat klien hanya makan 1x dalam sehari
dengan lauk,ayam dan klien mengatakan sering memakan makanan
yang bersantan dan berminyak
Sakit :
Pada saat sakit klien diberi diit ML yaitu bubur putih tapi hanya habis
¼ porsi saja.
b. Minum
Sehat :
Jenis minum air putih dan pada saat sehat klien malas minum hanya
minum 5 gelas dalam sehari
Sakit :
pada saat sakit klien juga malas minum hanya 3 gelas air putih.
c. Aktivitas pasien
Pola aktivitas klien sehari sebagai seorang ibu rumah tangga dan tidak
mau berolahraga.
d. Tidur
Sehat :
Pola tidur pada saat sehat, klien mengatakan bangun pada jam 05.00
subuh, jarang tidur siang, klien tidur dimalam hari pada pukul 21.00
WIB.
Sakit :
Sedangkan waktu sakit klien sedikit susah tidur.
e. Eliminasi
Sehat :
Pola eliminasi pada saat sehat klien BAB 1x sehari tidak keras
bewarna kuning. BAK pada saat sehat, klien BAK tidak terlalu
banyak.
Sakit :
pada saat sakit klien BAB 2 kali dalam sehari namun berdarah tidak
keras bewarna kuning. Pada waktu sakit klien hanya BAK sedikit,
klien memakai Pempers, dalam sehari pempers diganti 3-4 kali
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Compos Mentis
b. Tingkat kesadaran : (GCS 14)
c. TTV :
TD : 120/70 mmHg
N : 99 x/menit
RR : 22 x/menit
S : 370c
d. kepala : Normal
e. rambut :
rambut berwarna hitam , rambut berminyak dan kusam
f. wajah : pucat
g. Mata :
Mata simetris kiri dan kanan, konjungtiva anemis, sklera tidak
ikterik, penglihatan masih baik, reflek pupil baik
h. Mulut / bibir :
Mulut kurang bersih, ada plak di gigi, mukosa bibir sedikit kering,
reflek menguyah baik, reflek menelan baik, bibir simetris kiri dan
kanan
i. Hidung :
Hidung simetris kiri dan kanan, tidak ada pernapasan cuping hidung,
penciuman baik bisa membedakan bau
j. Telinga :
simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen, pendengaran masih baik
k. leher :
tidak ada pembengkakan kelenjer getah bening, reflek menelan
baik.
l. Thoraks
1) Paru – Paru
I : simetris kiri dan kanan
Pa : fremitus kiri dan kanan
Per : terdengar sonor
A : vesikuler
2) Jantung
I : iktus tidak terlihat
Pa : iktus teraba di RIC 4
Per : batas jantung normal
A : suara jantung normal
m. Abdomen
I : simetris kiri dan kanaN
Pa : tidak ada nyeri tekan
Pe : thympani
A : bising usus normal
n. Genitalia : tidak ada pemasangan kateter, klien
memakai pempers
o. Ekstremitas / kekuatan otot
1. Atas :
Kekuatan otot anggota gerak sebelah kanan 1 sebelah kiri 5, CRT
kembali cepat < 2 detik, teraba hangat, terpasang infus
2. Bawah :
Kekuatan otot kaki sebelah kanan 1 sebelah kiri 5, CRT kembali
cepat < 2 detik, teraba hangat, tidak ada edema.
6. Pemeriksaan Laboratorium/ Pemeriksaan Penunjang
Berdasarkan hasil CT-Scan yang dilakukan tanggal 23 Mei 2017 pasien di
diagnosa menderita Stroke Non Hemoragik
Hasil pemeriksaan kimia klinik pada tanggal 21 Mei 2017 menunjukkan
nilai kolesterol 162 mg/dl, gula darah 143 mg/dl, asam urat 5,9 mg/dl, Hb
13,5 mg/dl, leukosit 10,74 mg/dl, eritrosit 5.00 mg/dl.
7. Program Pengobatan
1. O2 nasal kanul 2 liter
2. IVFD Nacl 0,9 % 10 tetes
3. Ranitidin 2x1
4. Pct 2x1200
5. Neuridex 1x1
6. Simuastatin 1x20
7. Capcam 2x1
8. Cpg oral 1x1
ANALISA DATA
NAMA PASIEN :
NO. MR :
NO
DATA
PENYEBAB
MASALAH
1. 2.
DS : - pasien mengatakan anggota
geraknya lemah sebelah kanan, terasa berat dan terasa kebas
DO : - kekuatan otot pada ekstermitas
atas dekstra pasien 1, kekuatan otot ekstermitas bawah dekstra 1, kekuatan otot ekstermitas atas sinistra 5, kekuatan otot ekstermitas bawah sinistra 5
- kebutuhan pasien tampak dibantu oleh keluarga dan perawat
- semua aktifitas pasien dilakukan ditempat tidur
DS : - klien mengatakan aktivitas
seperti mandi dan aktivitas lainnya dibantu oleh keluarga dan perawat
- klien mengatakan anggota gerak sebelah kanan masih lemah dan masih terasa berat
DO : - aktivitas sehari hari termasuk
mandi tampak dibantu oleh keluarga dan perawat
- kekuatan otot pada ekstermitas atas dekstra pasien 1, kekuatan otot ekstermitas bawah dekstra 1, kekuatan otot ekstermitas atas sinistra 5, kekuatan otot ekstermitas bawah sinistra 5
DS :
Penurunan kekuatan otot Kelemahan
Gangguan mobilitas fisik Defisit Perawatan Diri : mandi
3.
- klien mengatakan anggota gerak sebelah kanan masih terasa lemah dan masih terasa berat
- keluarga juga mengatakan klien malas untuk miring kiri dan kanan
DO : - kekuatan otot pada ekstermitas
atas dekstra pasien 1, kekuatan otot ekstermitas bawah dekstra 1, kekuatan otot ekstermitas atas sinistra 5, kekuatan otot ekstermitas bawah sinistra 5
- klien tampak hanya terlentang - tampak merah – merah
dipunggung pasien.
Kelemahan
Resiko Kerusakan Integritas Kulit
DIAGNOSA KEPERAWATAN
No DiagnosaKeperawatan
Ditemukan Dipecahkan
Tgl Paraf Tgl Paraf
1. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan
dengan penurunan kekuatan otot
20 Mei
2017
20 Mei
2017
2. Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan
kelemahan
20 Mei
2017
20 Mei
2017
3. Resiko kerusakan integritas kulit 20 Mei
2017
20 Mei
2017
RENCANA KEPERAWATAN
NO Diagnosa keperawatan Intervensi NOC NIC
1.
Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
Kriteria Hasil d. Meningkat dalam
aktivitas fisik e. Pasien mengerti
tujuan dari peningkatan mobilisasi
f. Pasien mampu memperagakan
Exercise therapy: ambulation h. Monitoring vital sign
sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan
i. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
penggunaan alat bantu
j. Ajarkan pasien tentang teknik mobilisasi
k. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
l. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs pasien
m. Ajarkan klien latihan ROM
n. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
2.
Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan kelemahan
Self care deficit hygiene a. Perawatan diri:
Aktivitas kehidupan sehari-hari (ADL) mampu untuk melakukan aktivitas perawatan fisik dan pribadi secara mandiri atau dengan alat bantu
b. Perawatan diri Mandi: mampu untuk membersihkan tubuh sendiri secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu
c. Perawatan diri hygiene: mampu untuk mempertahankan kebersihan dan penampilan yang rapi secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu
d. Perawatan diri Higiene oral: mampu untuk merawat mulut dan gigi secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu
e. Mampu
Self-Care Assistance: Bathing/Hygiene a. Menyediakan
lingkungan yang terapeutik dengan memastikan hangat, santai, pengalaman pribadi, dan personal.
b. Memfasilitasi pasien menyikat gigi
c. Memfasilitasi pasien mandi
d. Memantau pembersihan kuku pasien
e. Memantau integritas kulit pasien
f. Memberikan bantuan sampai pasien sepenuhnya mampu melakukan perawatan diri.
mempertahankan mobilitas yang diperlukan untuk ke kamar mandi dan menyediakan perlengkapan mandi
f. Mengungkapkan secara verbal kepuasan tentang kebersihan tubuh dan hygiene oral
3. Resiko kerusakan integritas kulit
Kriteria hasil : a. Integritas kulit
yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)
b. Tidak ada luka/lesi pada kulit
c. Perfusi jaringan baik
d. Menunjukkan pemahan dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang
e. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami
Pressure Management a. Anjurkan pasien
untuk menggunakan pakaian yang longgar
b. Hindari kerutan pada tempat tidur
c. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
d. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
e. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan
f. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
g. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Tanggal 20 Mei 2017
Diagnosa Keperawatan Tindakan keperawatan Paraf Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
1. Mengukur tekanan darah pasien sebelum dilakukanya latihan mobilisasi pukul 11.30 WIB TD: 140/90 mmHg.
2. Mengatur posisi pasien dalam keadaan semi fowler
3. Melakukan ROM pada kedua anggota ekstermitas pasien yang lemah
4. Mengukur tekanan darah pasien setelah melakukan ROM TD: 140/90 mmHg
5. Mengatur posisi pasien sim kiri 6. Mengajarkan kepada keluarga cara
merubah posisi pasien.
Defisit Perawatan diri : mandi berhungan dengan kelemahan
1. Membantu pasien bersama keluarga dalam kebutuhan oral hyigiene
2. Membantu pasien bersama keluarga dalam kebutuhan mandi pasien
3. Memantau integritas kulit pasien 4. Memantau pemebersihan kuku pasien.
Resiko kerusakan integritas kulit
1. Menganjurkan banyak minum 2. Membantu pasien merubah posisi
yang nyaman 3. Membantu pasien miring kanan dan
kiri 4. Mengingatkan pasien merubah posisi
miring setiap 2 jam 5. Melihat keadaan kulit setiap kali
kunjugan 6. Monitor mobilisasi dan aktivitas
pasien 7. Menjaga dan menginformasikan sprei
tetap bersih, kering dan tidak kerut kerut
8. mengoleskan baby oil setiap setelah mandi pada punggung pasien
Tanggal 21 Mei 2017
Diagnosa Keperawatan Tindakan keperawatan Paraf Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
1. Mengukur tekanan darah pasien sebelum dilakukanya latihan mobilisasi pukul 11.30 WIB TD: 140/90 mmHg.
2. Mengatur posisi pasien dalam keadaan semi fowler
3. Melakukan ROM pada kedua anggota ekstermitas pasien yang lemah
4. Mengukur tekanan darah pasien setelah melakukan ROM TD: 140/90 mmHg
5. Mengatur posisi pasien sim kiri 6. Mengajarkan kepada keluarga cara
merubah posisi pasien.
Defisit Perawatan diri : mandi berhungan dengan kelemahan
1. Membantu pasien bersama keluarga dalam kebutuhan oral hyigiene
2. Membantu pasien bersama keluarga dalam kebutuhan mandi pasien
3. Memantau integritas kulit pasien 4. Memantau pemebersihan kuku pasien.
Resiko kerusakan integritas kulit
1. Menganjurkan banyak minum 2. Membantu pasien merubah posisi
yang nyaman 3. Membantu pasien miring kanan dan
kiri 4. Mengingatkan pasien merubah posisi
miring setiap 2 jam 5. Melihat keadaan kulit setiap kali
kunjugan 6. Monitor mobilisasi dan aktivitas
pasien 7. Menjaga dan menginformasikan sprei
tetap bersih, kering dan tidak kerut kerut
8. mengoleskan baby oil setiap setelah mandi pada punggung pasien
Tanggal 22 Mei 2017
Diagnosa Keperawatan Tindakan keperawatan Paraf Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
1. Mengukur tekanan darah pasien sebelum dilakukanya latihan mobilisasi pukul 11.30 WIB TD: 140/90 mmHg.
2. Mengatur posisi pasien dalam keadaan semi fowler
3. Melakukan ROM pada kedua anggota ekstermitas pasien yang lemah
4. Mengukur tekanan darah pasien setelah melakukan ROM TD: 140/90 mmHg
5. Mengatur posisi pasien sim kiri 6. Mengajarkan kepada keluarga cara
merubah posisi pasien.
Defisit Perawatan diri : mandi berhungan dengan kelemahan
1. Membantu pasien bersama keluarga dalam kebutuhan oral hyigiene
2. Membantu pasien bersama keluarga dalam kebutuhan mandi pasien
3. Memantau integritas kulit pasien 4. Memantau pemebersihan kuku pasien.
Resiko kerusakan integritas kulit
1. Menganjurkan banyak minum 2. Membantu pasien merubah posisi
yang nyaman 3. Membantu pasien miring kanan dan
kiri 4. Mengingatkan pasien merubah posisi
miring setiap 2 jam 5. Melihat keadaan kulit setiap kali
kunjugan 6. Monitor mobilisasi dan aktivitas
pasien 7. Menjaga dan menginformasikan sprei
tetap bersih, kering dan tidak kerut kerut
8. mengoleskan baby oil setiap setelah mandi pada punggung pasien
Tanggal 23 Mei 2017
Diagnosa Keperawatan Tindakan keperawatan Paraf Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
1. Mengukur tekanan darah pasien sebelum dilakukanya latihan mobilisasi pukul 11.30 WIB TD: 140/90 mmHg.
2. Mengatur posisi pasien dalam keadaan semi fowler
3. Melakukan ROM pada kedua anggota ekstermitas pasien yang lemah
4. Mengukur tekanan darah pasien setelah melakukan ROM TD: 140/90 mmHg
5. Mengatur posisi pasien sim kiri 6. Mengajarkan kepada keluarga cara merubah
posisi pasien.
Defisit Perawatan diri : mandi berhungan dengan kelemahan
1. Membantu pasien bersama keluarga dalam kebutuhan oral hyigien
2. Membantu pasien bersama keluarga dalam kebutuhan mandi pasien
3. Memantau integritas kulit pasien 4. Memantau pemebersihan kuku pasien.
Resiko kerusakan integritas kulit
1. Menganjurkan banyak minum 2. Membantu pasien merubah posisi yang nyaman 3. Membantu pasien miring kanan dan kiri 4. Mengingatkan pasien merubah posisi miring
setiap 2 jam 5. Melihat keadaan kulit setiap kali kunjugan 6. Monitor mobilisasi dan aktivitas pasien 7. Menjaga dan menginformasikan sprei tetap
bersih, kering dan tidak kerut kerut 8. mengoleskan baby oil setiap setelah mandi pada
punggung pasien
Tanggal 24 Mei 2017
Diagnosa Keperawatan Tindakan keperawatan Paraf Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
1. Mengukur tekanan darah pasien sebelum dilakukanya latihan mobilisasi pukul 11.30 WIB TD: 140/90 mmHg.
2. Mengatur posisi pasien dalam keadaan semi fowler 3. Melakukan ROM pada kedua anggota ekstermitas
pasien yang lemah 4. Mengukur tekanan darah pasien setelah melakukan
ROM TD: 140/90 mmHg 5. Mengatur posisi pasien sim kiri 6. Mengajarkan kepada keluarga cara merubah posisi
pasien.
Defisit Perawatan diri : mandi berhungan dengan kelemahan
1. Membantu pasien bersama keluarga dalam kebutuhan oral hyigiene
2. Membantu pasien bersama keluarga dalam kebutuhan mandi pasien
3. Memantau integritas kulit pasien 4. Memantau pemebersihan kuku pasien.
Resiko kerusakan integritas kulit
1. Menganjurkan banyak minum 2. Membantu pasien merubah posisi yang nyaman 3. Membantu pasien miring kanan dan kiri 4. Mengingatkan pasien merubah posisi miring setiap
2 jam 5. Melihat keadaan kulit setiap kali kunjugan 6. Monitor mobilisasi dan aktivitas pasien 7. Menjaga dan menginformasikan sprei tetap bersih,
kering dan tidak kerut kerut 8. mengoleskan baby oil setiap setelah mandi pada
punggung pasien
EVALUASI KEPERAWATAN
Tanggal 20 Mei 2017
Diagnosa Keperawatan
Evaluasi Keperawatan
Paraf
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
S : - Klien mengatakan anggota gerak sebelah kanan
klien masih lemah, terasa berat dan kebas, - semua aktivitas dilakukan diatas tempat tidur
O : - Kekuataan otot anggota gerak sebelah kanan
masih 1 A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dan implementasi di lanjutkan
Defisit Perawatan Diri berhubungan kelemahan
S : - Klien mengatakan kegiatan mandi dan menggosok
gigi masih dibantu oleh keluarga dan perawat - anggota gerak sebelah kanan masih lemah
O : - Pasien tampak dimandikan perawat dan keluarga
- Anggota gerak sebelah kanan masih lemah A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dan implementasi di lanjutkan
Resiko Kerusakan integritas kulit
S : - pasien mengatakan masih malas untuk miring kiri
dan kanan O :
- pasien tampak hanya terlentang - tampak masih ada merah dipunggung
A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dan implementasi di lanjutkan
Tanggal 21 Mei 2017
Diagnosa Keperawatan
Evaluasi Keperawatan
Paraf
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
S : - Klien mengatakan anggota gerak sebelah kanan
klien masih lemah, terasa berat dan kebas, - semua aktivitas dilakukan diatas tempat tidur
O : - Kekuataan otot anggota gerak sebelah kanan
masih 1 A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dan implementasi di lanjutkan
Defisit Perawatan Diri berhubungan kelemahan
S : - Klien mengatakan kegiatan mandi dan menggosok
gigi masih dibantu oleh keluarga dan perawat - anggota gerak sebelah kanan masih lemah
O : - Pasien tampak dimandikan perawat dan keluarga - Anggota gerak sebelah kanan masih lemah
A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dan implementasi di lanjutkan
Resiko Kerusakan integritas kulit
S : - pasien mengatakan masih malas untuk miring kiri
dan kanan O :
- pasien tampak hanya terlentang - tampak masih ada merah dipunggung
A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dan implementasi di lanjutkan
Tanggal 22 Mei 2017
Diagnosa Keperawatan
Evaluasi Keperawatan
Paraf
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
S : - Klien mengatakan anggota gerak sebelah
kanan klien masih lemah, terasa berat dan kebas,
- semua aktivitas dilakukan diatas tempat tidur O :
- Kekuataan otot anggota gerak sebelah kanan masih 1
A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dan implementasi di lanjutkan
Defisit Perawatan Diri berhubungan kelemahan
S : - Klien mengatakan kegiatan mandi dan
menggosok gigi masih dibantu oleh keluarga dan perawat
- anggota gerak sebelah kanan masih lemah O :
- Pasien tampak dimandikan perawat dan keluarga
- Anggota gerak sebelah kanan masih lemah A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dan implementasi di lanjutkan
Resiko Kerusakan integritas kulit
S : - pasien mengatakan masih malas untuk
miring kiri dan kanan O :
- pasien tampak hanya terlentang - tampak masih ada merah dipunggung
A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dan implementasi di lanjutkan
Tanggal 23 Mei 2017
Diagnosa Keperawatan
Evaluasi Keperawatan
Paraf
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
S : - Klien mengatakan anggota gerak sebelah
kanan klien masih lemah, namun sudah mulai digerakkan
- semua aktivitas masih dilakukan diatas tempat tidur
O :
- Kekuataan otot anggota gerak sebelah kanan masih 1
A : Masalah teratasi sebagian P : Intervensi dan implementasi di lanjutkan
Defisit Perawatan Diri berhubungan kelemahan
S : - Klien mengatakan kegiatan mandi dan
menggosok gigi masih dibantu oleh keluarga dan perawat
- anggota gerak sebelah kanan masih lemah O :
- Pasien tampak dimandikan perawat dan keluarga
- Anggota gerak sebelah kanan masih lemah A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dan implementasi di lanjutkan
Resiko Kerusakan integritas kulit
S : - pasien mengatakan masih malas untuk
miring kiri dan kanan O :
- pasien tampak hanya terlentang - tampak masih ada merah dipunggung
A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dan implementasi di lanjutkan
Tanggal 24 Mei 2017
Diagnosa Keperawatan
Evaluasi Keperawatan
Paraf
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
S : - Klien mengatakan anggota gerak sebelah
kanan masih lemah, namun klien sudah mulai bisa mengangkat anggota gerak yang lemah sedikit
- semua aktivitas masih dilakukan diatas tempat tidur
O : - Kekuataan otot anggota gerak sebelah kanan
sudah 2 A : Masalah teratasi sebagian P : Intervensi dan implementasi di lanjutkan
Defisit Perawatan Diri berhubungan kelemahan
S : - Klien mengatakan kegiatan mandi dan
menggosok gigi masih dibantu oleh keluarga dan perawat
- anggota gerak sebelah kanan masih lemah O :
- Pasien tampak dimandikan perawat dan keluarga
- Anggota gerak sebelah kanan masih lemah A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dan implementasi di lanjutkan
Resiko Kerusakan integritas kulit
S : - pasien mengatakan masih malas untuk
miring kiri dan kanan O :
- pasien tampak hanya terlentang - tampak masih ada merah dipunggung
A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dan implementasi di lanjutkan
FORMAT PENGKAJIAN
ASUHAN KEPERAWATAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
A. PENGUMPULAN DATA 1. Identitas Pasien
a. Nama : Ny. S
b. Tempat/ Tanggal Lahir : 77 Tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Status Kawin : Sudah Menikah
e. Agama : Islam
f. Pendidikan : Sd
g. Pekerjaan : Ibu Rumah Tanggas
h. Tanggal Masuk : 18 Mei 2017
i. Alamat : Dhamasraya
j. Tanggal Pengkajian : 20 Mei 2017
k. Diagnosa Medis : Stroke Non Hemoragik
2. Identitas Penanggung Jawab
a. Nama : Tn. A
b. Pekerjaan : Wirasuasta
c. Alamat : Dhamasraya
d. Hubungan : Anak
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
1) Keluhan utama :
Pasien dibawa keluarganya ke RSSN Bukittinggi melalui IGD
pada tanggal 18 Mei 2017 pukul 22.30 WIB rujukan dari rumah
sakit dhamasraya dengan keluhan anggota gerak tiba – tiba lemah
sebelah kanan setelah shalat sejak 9,5 jam sebelum masuk rumah
sakit, kepala sakit dengan tekanan darah 160/80 mmHg, nadi 63x/
menit, pernapasan 22x/ menit dan suhu 370c.
2) Keluhan saat dikaji :
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 20 Mei 2017 pukul
08.30 WIB klien mengatakan anggota gerak sebelah kanan masih
lemah, kepala masih sakit, aktifitas seperti mandi dibantu oleh
keluarga dan perawat dan keluarga mengatakan klien sedikit
gelisah.
3) Riwayat kesehatan dahulu :
Keluarga dan Ny. S mengatakan Ny. S pernah menderita penyakit
Diabetes melitus pada tahun 2012, dan hipertensi baru diketahui
pada saat tes kesehatan naik haji, klien juga mengatakan sering
memakan makanan yang berminyak dan bersantan.
4) Riwayat kesehatan keluarga :
Ny. S dan keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang
menderita penyakit seperti klien
4. Kebutuhan Dasar
a. Makan
Sehat :
klien mengatakan pada saat sehat klien makan 3x sehari dengan nasi,
lauk, gulai, sayur dan buah, namun juga suka memakan makanan yang
bersantan dan berminyak
Sakit :
Pada saat sakit klien diberi diit ML yaitu nasi lunak, ikan,tahu, sayur
tapi hanya habis ¼ porsi saja.
b. Minum
Sehat :
Pada saat sehat klien banyak minum kurang lebih 6 gelas sehari, dan
sekali kali minum teh
Sakit :
pada saat sakit klien minum hanya 3 gelas air putih.
c. Aktivitas pasien
Pola akitivitas pada saat sehat Ny. S jarang berolahraga, klien sebagai ibu rumah tangga, pada saat sakit aktivitas dibantu oleh keluarga.
d. Tidur
Sehat :
Pola tidur pada saat Ny. S sehat tidur pada jam 21.00 WIB, dan
bangun pada jam 04.00 WIB, Ny. S sekali kali tidur siang
Sakit :
Pada saat sakit klien susah tidur, tidur hanya 5 jam dan sering
terbangun.
e. Eliminasi
Sehat :
pada saat sehat klien BAB 2x sehari tidak keras, bewarna kuning, pada
saat sehat klien sering BAK, warna kuning,tidak ada masalah.
Sakit :
Pada saat sakit klien BAB 1 kali dalam sehari tidak keras bewarna
kuning, BAK saat sakit klien memakai pempers, dalam sehari ganti 3-
4 kali, warna kuning tidak ada keluhan.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Compos Mentis
b. Tingkat kesadaran : (GCS 14)
c. TTV :
TD : 160/90 mmHg
N : 63 x/menit
RR : 22 x/menit
S : 36.80c
d. kepala : Normal
e. rambut :
Berwarna putih , beruban, rambut berminyak dan kusam
f. wajah : pucat
g. Mata :
mata simetris kiri dan kanan, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik,
penglihatan masih baik, reflek pupil baikh.
h. Mulut / bibir :
Mulut kurang bersih, ada plak di gigi, mukosa bibir sedikit kering,
reflek menguyah baik, reflek menelan baik, bibir simetris kiri dan
kanan
i. hidung :
Hidung simetris kiri dan kanan, tidak ada pernapasan cuping hidung,
penciuman baik bisa membedakan bau
j. telinga :
Telinga simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen, pendengaran
masih baik
k. leher :
leher tidak ada pembengkakan kelenjer getah bening, reflek menelan
baik.
l. Thoraks
1) Paru – Paru
I : simetris kiri dan kanan
Pa : fremitus kiri dan kanan
Per : terdengar sonor
A : vesikuler
2) Jantung
I : iktus tidak terlihat
Pa : iktus teraba di RIC 4
Per : batas jantung normaL
A : suara jantung normal
m. Abdomen
I : simetris kiri dan kanan
Pa : tidak ada nyeri tekan
Pe : thympani
A : bising usus normal
n. Genitalia :
Tidak ada pemasangan kateter, klien memakai pempers
o. Ekstremitas / kekuatan otot
1. Atas :
Kekuatan otot anggota gerak sebelah kanan 1 sebelah kiri 5, CRT
kembali cepat < 2 detik, teraba dingin, terasang infus
2. Bawah :
Kekuatan otot kaki sebelah kanan 1 sebelah kiri 5, CRT kembali
cepat < 2 detik, teraba dingin, tidak ada edema.
6. Pemeriksaan Laboratorium/ Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan oleh pasien adalah
pemeriksaan CT-Scan dan pemeriksaan laboratorium. Berdasarkan hasil
CT-Scan yang dilakukan tanggal 20 Mei 2017 pasien di diagnosa
menderita Stroke Non Hemoragik. Hasil pemeriksaan kimia klinik pada
tanggal 21 Mei 2017 menunjukkan nilai kolesterol 197 mg/dl, gula darah
170 mg/dl, asam urat 5,4 mg/dl, Hb 13,5 mg/dl, leukosit 6,95 mg/dl,
eritrosit 4,59 mg/dl.
7. Program Pengobatan
1. O2 nasal kanul 2 liter
2. IVFD Nacl 0,9 % 10 tetes
3. Ranitidin 2x1
4. Pct 2x1200
5. Neuridex 1x1
6. Simuastatin 1x20
7. Capcam 2x1
ANALISA DATA
NAMA PASIEN :
NO. MR :
NO
DATA
PENYEBAB
MASALAH
1. 2.
DS : - pasien mengatakan anggota
geraknya lemah sebelah kanan.
DO : - kekuatan otot pada
ekstermitas atas dekstra pasien 1, kekuatan otot ekstermitas bawah dekstra 1, kekuatan otot ekstermitas atas sinistra 5, kekuatan otot ekstermitas bawah sinistra 5
- kebutuhan pasien tampak dibantu oleh keluarga dan perawat
- semua aktifitas pasien dilakukan ditempat tidur
DS : - klien mengatakan aktivitas
seperti mandi dan aktivitas lainnya dibantu oleh keluarga dan perawat
- klien mengatakan anggota gerak sebelah kanan masih lemah
DO : - tampak aktivitas sehari hari
termasuk mandi dibantu oleh keluarga dan perawat
- kekuatan otot pada ekstermitas atas dekstra pasien 1, kekuatan otot
Penurunan kekuatan otot Kelemahan
Gangguan mobilitas fisik Defisit Perawatan Diri : mandi
3.
ekstermitas bawah dekstra 1, kekuatan otot ekstermitas atas sinistra 5, kekuatan otot ekstermitas bawah sinistra 5
DS : - klien mengatakan anggota
gerak sebelah kanan masih terasa lemah,
- keluarga juga mengatakan klien sedikit gelisah.
DO : - kekuatan otot pada
ekstermitas atas dekstra pasien 1, kekuatan otot ekstermitas bawah dekstra 1, kekuatan otot ekstermitas atas sinistra 5, kekuatan otot ekstermitas bawah sinistra 5
- klien tampak sedikit gelisah - tampak terpasang tanda
resiko jatuh dibed klien dan terkadang tampak rel tempat tidur tidak terpasang
Kelemahan
Resiko Jatuh
DIAGNOSA KEPERAWATAN
No DiagnosaKeperawatan
Ditemukan Dipecahkan
Tgl Paraf Tgl Paraf
1. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan
dengan penurunan kekuatan otot
20 Mei
2017
20 Mei
2017
2. Defisit Perawatan Diri berhubungan
dengan kelemahan
20 Mei
2017
20 Mei
2017
3. Resiko Jatuh 20 Mei
2017
20 Mei
2017
RENCANA KEPERAWATAN
NO Diagnosa keperawatan
Intervensi NOC NIC
1.
Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
Kriteria Hasil g. Meningkat dalam
aktivitas fisik h. Pasien mengerti
tujuan dari peningkatan mobilisasi
i. Pasien mampu memperagakan penggunaan alat bantu
Exercise therapy: ambulation a. Monitoring vital sign
sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan
b. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
c. Ajarkan pasien tentang teknik mobilisasi
d. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
e. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs pasien
f. Ajarkan klien latihan ROM
g. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
2.
Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan kelemahan
Self care deficit hygiene a. Perawatan diri:
Aktivitas kehidupan sehari-hari (ADL) mampu untuk melakukan aktivitas perawatan fisik dan pribadi secara mandiri atau dengan alat bantu
b. Perawatan diri Mandi: mampu untuk
Self-Care Assistance: Bathing/Hygiene a. Menyediakan lingkungan
yang terapeutik dengan memastikan hangat, santai, pengalaman pribadi, dan personal.
b. Memfasilitasi pasien menyikat gigi
c. Memfasilitasi pasien mandi
d. Memantau pembersihan kuku pasien
e. Memantau integritas kulit pasien
f. Memberikan bantuan sampai pasien sepenuhnya mampu melakukan
membersihkan tubuh sendiri secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu
c. Perawatan diri hygiene: mampu untuk mempertahankan kebersihan dan penampilan yang rapi secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu
d. Perawatan diri Higiene oral: mampu untuk merawat mulut dan gigi secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu
e. Mampu mempertahankan mobilitas yang diperlukan untuk ke kamar mandi dan menyediakan perlengkapan mandi
f. Mengungkapkan secara verbal kepuasan tentang kebersihan tubuh dan hygiene oral
perawatan diri.
3. Resiko Jatuh Kriteria hasil : e. Gerakan
terkoordinasi kemampuan otot untuk bekerja sama secara volunter untuk melakukan gerakan yang bertujuan
f. Gerakan terkoordinasi
g. Pengetahuan: pemahaman pencegahan jatuh
h. Pengetahuan: keamanan pribadi
Injury risk for b. Perilaku
pencegahan jatuh: tindakan individu atau pemberi asuhan untuk meminimalkan faktor resiko yang dapat memicu jatuh dilingkungan tidak ada kejadian jatuh
Fall Prevention g. mengidentifikasi perilaku
dan faktor yang mempengaruhi risiko jatuh
h. Sarankan perubahan dalam gaya berjalan kepada pasien
i. Mendorong pasien untuk menggunakan tongkat atau alat bantu berjalan
j. Kunci roda dari kursi roda, tempat tidur, atau brankar selama transfer pasien
k. Gunakan teknik yang tepat untuk mentransfer pasien
l. Gunakan rel sisi panjang yang sesuai dan tinggi untuk mencegah jatuh dari tempat tidur
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Tanggal 20 Mei 2017
Diagnosa Keperawatan
Tindakan keperawatan Paraf
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
1. Mengukur tekanan darah pasien sebelum dilakukanya latihan mobilisasi pukul 09.00 WIB TD: 120/80 mmHg
2. Mengatur posisi pasien dalam keadaan
semi fowler 3. Melakukan ROM pada kedua anggota
ekstermitas pasien yang lemah 4. Mengukur tekanan darah pasien
setelah melakukan ROM TD: 120/80 mmHg
5. Mengatur posisi pasien sim kiri 6. Mengajarkan kepada keluarga cara
merubah posisi pasien.
Defisit Perawatan diri : mandi berhungan dengan kelemahan
1. Membantu pasien bersama keluarga dalam kebutuhan oral hyigiene
2. Membantu pasien bersama keluarga dalam kebutuhan mandi pasien
3. Memantau integritas kulit pasien 4. Memantau pemebersihan kuku pasien.
Resiko Jatuh 1. mengkaji faktor yang dapat mempengaruhi risiko jatuh
2. gunakan rel sisi panjang (pengaman) untuk mencegah jatuh dari tempat tidur.
Tanggal 21 Mei 2017
Diagnosa Keperawatan
Tindakan keperawatan Paraf
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
1. Mengukur tekanan darah pasien sebelum dilakukanya latihan mobilisasi pukul 09:00 WIB, TD: 140/90 mmHg.
2. Mengatur posisi pasien dalam keadaan semi fowler
3. Melakukan ROM pada kedua anggota ekstermitas pasien yang lemah
4. Mengukur tekanan darah pasien setelah melakukan ROM TD: 140/90 mmHg
5. Mengatur posisi pasien sim kiri 6. Mengajarkan kepada keluarga cara
merubah posisi pasien.
Defisit Perawatan diri : mandi berhungan dengan kelemahan
1. Membantu pasien bersama keluarga dalam kebutuhan oral hyigiene
2. Membantu pasien bersama keluarga
dalam kebutuhan mandi pasien 3. Memantau integritas kulit pasien 4. Memantau pemebersihan kuku pasien.
Resiko Jatuh 1 mengkaji faktor yang dapat mempengaruhi risiko jatuh
2 gunakan rel sisi panjang (pengaman) untuk mencegah jatuh dari tempat tidur.
Tanggal 22 Mei 2017
Diagnosa Keperawatan
Tindakan keperawatan Paraf
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
1. Mengukur tekanan darah pasien sebelum dilakukanya latihan mobilisasi pukul 09:00 WIB, TD: 140/80 mmHg.
2. Mengatur posisi pasien dalam keadaan semi fowler
3. Melakukan ROM pada kedua anggota ekstermitas pasien yang lemah
4. Mengukur tekanan darah pasien setelah ROM, TD: 140/80 mmHg
5. Mengatur posisi pasien sim kiri 6. Mengajarkan kepada keluarga cara
merubah posisi pasien.
Defisit Perawatan diri : mandi berhungan dengan kelemahan
1. Membantu pasien bersama keluarga dalam kebutuhan oral hyigiene
2. Membantu pasien bersama keluarga dalam kebutuhan mandi pasien
3. Memantau integritas kulit pasien 4. Memantau pemebersihan kuku pasien.
Resiko Jatuh 1 mengkaji faktor yang dapat mempengaruhi risiko jatuh
2 gunakan rel sisi panjang (pengaman) untuk mencegah jatuh dari tempat tidur.
Tanggal 23 Mei 2017
Diagnosa Keperawatan
Tindakan keperawatan Paraf
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
1. Mengukur tekanan darah pasien sebelum dilakukanya latihan mobilisasi pukul 09:00 WIB, TD: 130/80 mmHg.
2. Mengatur posisi pasien dalam keadaan semi fowler
3. Melakukan ROM pada kedua anggota ekstermitas pasien yang lemah
4. Mengukur tekanan darah pasien , TD: 130/80 mmHg
5. Mengatur posisi pasien sim kiri 6. Mengajarkan kepada keluarga cara
merubah posisi pasien.
Defisit Perawatan diri : mandi berhungan dengan kelemahan
1. Membantu pasien bersama keluarga dalam kebutuhan oral hyigien
2. Membantu pasien bersama keluarga dalam kebutuhan mandi pasien
3. Memantau integritas kulit pasien 4. Memantau pemebersihan kuku pasien.
Resiko Jatuh 1 mengkaji faktor yang dapat mempengaruhi risiko jatuh
2 gunakan rel sisi panjang (pengaman) untuk mencegah jatuh dari tempat tidur.
Tanggal 24 Mei 2017
Diagnosa Keperawatan
Tindakan keperawatan Paraf
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
1. Mengukur tekanan darah pasien sebelum dilakukanya latihan mobilisasi pukul 09:00 WIB, TD: 130/80 mmHg.
2. Mengatur posisi pasien dalam keadaan semi fowler
3. Melakukan ROM pada kedua anggota ekstermitas pasien yang lemah
4. Mengukur tekanan darah pasien , TD: 130/80 mmHg Mengatur posisi pasien
sim kiri 5. Mengajarkan kepada keluarga cara
merubah posisi pasien.
Defisit Perawatan diri : mandi berhungan dengan kelemahan
1. Membantu pasien bersama keluarga dalam kebutuhan oral hyigiene
2. Membantu pasien bersama keluarga dalam kebutuhan mandi pasien
3. Memantau integritas kulit pasien 4. Memantau pemebersihan kuku pasien.
Resiko Jatuh 1 mengkaji faktor yang dapat mempengaruhi risiko jatuh
2 gunakan rel sisi panjang (pengaman) untuk mencegah jatuh dari tempat tidur.
EVALUASI KEPERAWATAN
Tanggal 20 Mei 2017
Diagnosa Keperawatan
Evaluasi Keperawatan
Paraf
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
S : - Klien mengatakan anggota gerak sebelah
kanan klien masih lemah - Klien mengatakan semua aktivitas masih
dilakukan diatas tempat tidur O :
- Kekuataan otot anggota gerak sebelah kanan masih 1
A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dan implementasi di lanjutkan
Defisit Perawatan Diri berhubungan kelemahan
S : - Klien mengatakan kegiatan mandi dan
menggosok gigi masih dibantu oleh keluarga dan perawat
- Klien mengatakan anggota gerak sebelah kanan masih lemah
O : - Pasien tampak dimandikan perawat dan
keluarga - Anggota gerak sebelah kanan masih lemah
A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dan implementasi di lanjutkan
Resiko Jatuh S : - anggota gerak sebelah kanan masih lemah
O : - pasien tampak masih gelisah - tampak masih ada tanda resiko jatuh dibed
pasien - keluarga terkadang masih lupa untuk
memasang rel bed A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dan implementasi di lanjutkan
Tanggal 21 Mei 2017
Diagnosa Keperawatan
Evaluasi Keperawatan
Paraf
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
S : - pasien mengatakan anggota gerak sebelah
kanan klien masih lemah - klien mengatakan semua aktivitas masih
dilakukan diatas tempat tidur O :
- Kekuataan otot anggota gerak sebelah kanan masih 1
A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dan implementasi di lanjutkan
Tanggal 22 Mei 2017
Diagnosa Keperawatan
Evaluasi Keperawatan
Paraf
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
S : - klien mengatakan anggota gerak sebelah
kanan klien masih lemah - klien mengatakan semua aktivitas dilakukan
diatas tempat tidur O :
- Kekuataan otot anggota gerak sebelah kanan masih 1
A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dan implementasi di lanjutkan
Defisit Perawatan Diri berhubungan kelemahan
S : - Klien mengatakan kegiatan mandi dan
menggosok gigi masih dibantu oleh keluarga dan perawat
O : - Pasien tampak dimandikan perawat dan
keluarga - Anggota gerak sebelah kanan masih lemah
A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dan implementasi di lanjutkan
Resiko Jatuh S : - Klien mengatakan anggota gerak sebelah
kanan masih lemah O :
- Klien tampak tidak terlalu gelisah - keluarga terkadang masih lupa untuk
memasang rel bed - tanda resiko jatuh masih terpasang dibed
A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dan implementasi di lanjutkan
Tanggal 23 Mei 2017
Diagnosa Keperawatan
Evaluasi Keperawatan
Paraf
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
S : - klien mengatakan anggota gerak sebelah
kanan klien masih lemah - klien mengatakan semua aktivitas masih
dilakukan diatas tempat tidur O :
- Kekuataan otot anggota gerak sebelah kanan masih 1
A : Masalah teratasi sebagian P : Intervensi dan implementasi di lanjutkan
Defisit Perawatan Diri berhubungan kelemahan
S : - Klien mengatakan kegiatan mandi dan
menggosok gigi masih dibantu oleh keluarga dan perawat
O : - Klien tampak dimandikan perawat dan
keluarga - Anggota gerak sebelah kanan masih lemah
A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dan implementasi di lanjutkan
Tanggal 24 Mei 2017
Diagnosa Keperawatan
Evaluasi Keperawatan
Paraf
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
S : - Klien mengatakan anggota gerak sebelah
kanan masih lemah, namun klien sudah mulai menggerakkannya
- Klien mengatakan semua aktivitas masih dilakukan diatas tempat tidur
O : - Kekuataan otot anggota gerak sebelah kanan
masih 1 - Klien tampak sudah mulai bisa
menggerakkan anggota gerak yang lemah A : Masalah teratasi sebagian P : Intervensi dan implementasi di lanjutkan
Defisit Perawatan Diri berhubungan kelemahan
S : - Klien mengatakan kegiatan mandi dan
menggosok gigi masih dibantu oleh keluarga dan perawat
O : - Pasien tampak dimandikan perawat dan
keluarga - Anggota gerak sebelah kanan masih lemah
A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dan implementasi di lanjutkan
Resiko Jatuh S : - Klien menngatakan anggota gerak sebelah
kanan masih lemah O :
- pasien tampak tidak lagi gelisah - keluarga sudah memasang rel bed ketika
pasien sendiri - tanda resiko jatuh masih terpasang dibed
A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dan implementasi di lanjutkan