POLA PEMBIAYAAN USAHA (LENDING MODEL PEMBUATAN GULA MERAH …
Transcript of POLA PEMBIAYAAN USAHA (LENDING MODEL PEMBUATAN GULA MERAH …
6
POLA PEMBIAYAAN USAHA (LENDING MODEL)
PEMBUATAN GULA MERAH TEBU DI DESA SLUMBUNG
KECAMATAN NGADILUWIH KABUPATEN KEDIRI
Yudhi Anggoro
Stie Indocakti Malang
ABSTRAK, Tujuan penelitian,menyediakan rujukan bagi perbankan dalam rangka meningkatkan
pembiayaan terhadap UMKM, Menyediakan bahan masukan untuk microsite UMKM di website Bank
Indonesia, dengan menu pola pembiayaan dan menyediakan informasi dan pengetahuan bagi UMKM
yang bermaksud mengembangkan usahanya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan
melalui survei di wilayah yang potensial dalam usaha pembuatan gula merah dari tebu yaitu di Desa
Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kab. Kediri, Propinsi Jawa Timur. Kesimpulannya adalah
permintaan akan produk gula merah tebu pada UMKM gula merah tebu di Desa Slumbung Kecamatan
Ngadiluwih, Kabupaten Kediri. Dalam 1 bulan rata-rata permintaan gula merah tebu mencapai 20
sampai 25 ton untuk setiap pengrajin/pengusaha UMKM gula merah tebu. Permintaan tertinggi terjadi
pada menjelang Ramadhan dan Idul Fitri serta pada pertengahan tahun. Sementara permintaan
terendah terjadi pada saat musim penghujan dimana kadar air dalam tebu lebih tinggi sehingga air nira
tebu yang dihasilkan menjadi lebih sedikit yang berpengaruh pada penurunan kapasitas produksi gula
merah tebu.
Kata kunci : Pola pembiayaan usaha (Lending Model)
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Gula merah sudah dikenal oleh masyarakat
Indonesia sebagai salah satu pemanis makanan
dan minuman yang bisa menjadi substitusi gula
pasir. Produk gula merah ini adalah gula merah
cetak dan gula merah pasir/urai. Gula merah
tebu selama ini menjadi sumber mata
pencaharian penting bagi para
pengrajin/pengusaha UMKM di sentra-sentra
produksinya. Salah satu sentra produksi gula
merah tebu di Kabupaten Kediri adalah di Desa
Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten
Kediri. Sentra industri Gula Merah Tebu di Desa
Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten
Kediri memiliki 34 (tiga puluh) empat
pengusaha/pengrajin UMKM, dengan kapasitas
produksi per tahun mencapai 5.729 ton per
tahun dan menyerap 307 tenaga kerja belum
termasuk untuk tenaga tebang dan angkut tebu.
Gula merah tebu adalah hasil olahan nira
yang berbentuk padat dan berwarna coklat
kemerahan sampai dengan coklat tua. Nira yang
digunakan berasal dari tanaman tebu yang
merupakan campuran dari berbagai komponen.
Komposisi nira tebu tidak akan selalu sama,
tergantung pada jenis tebu, kondisi geografis,
tingkat kematangan, serta cara penanganan
sebelum penebangan dan pengangkutan
(Soerjadi, 1983).
Nira merupakan cairan hasil penggilingan
tebu yang berwarna coklat kehijauan. Nira tebu
dalam keadaan segar akan terasa manis,
berwarna coklat kehijauan dengan pH antara 5,5
sampai dengan 6,0. Nira sangat mudah
mengalami kerusakan sehingga nira menjadi
asam, berbuih dan berlendir. Apabila nira
terlambat dimasak biasanya warna nira akan
berubah menjadi keruh kekuningan, rasanya
asam dan baunya menyengat. Kondisi dan sifat-
sifat nira iniakan menentukan mutu dan sifat
produk yang dihasilkan (Supriyadi, 1992). Gula
merah tebu, selain untuk konsumsi rumah
tangga juga menjadi bahan baku berbagai
industri pangan seperti industri kecap, tauco,
produk cookies, dan berbagai macam panganan
7
tradisional. Gula merah tebu juga mulai
dikonsumsi di berbagai negara baik sebagai
konsumsi akhir maupun sebagai bahan baku dan
bahan tambahan dalam suatu industri. Gula
merah tebu banyak diminati di Jerman dan
Jepang, industri perhotelan, supermarket, pabrik
kecap, ekspor hingga pabrik anggur (Pakpahan.
A, 2000).
Dilihat dari sisi kesehatan, gula merah
memiliki banyak keunggulan dibandingkan
dengan gula pasir (gula putih). Nilai gizi gula
merah ternyata lebih baik dibandingkan dengan
gula pasir yang dikonsumsi manusia saat ini.
Muchtadi, D (1992) menyatakan bahwa
mengkonsumsi gula kristal putih sama saja
dengan mengkonsumsi kalori kosong yang tidak
memiliki manfaat nutrisi, para ahli gizi
biasanya menyebutnya dengan “sumber kalori
kosong”. Departemen Kesehatan menyatakan
bahwa walaupun pada gula pasir nilai kalorinya
cukup tinggi, yaitu 364 per 100 mg, namun
sebenarnya sudah tidak mengandung gizi lagi.
Perbandingan nilai gizi yang terkandung pada
berbagai jenis gula dapat dilihat pada tabel
berikut : Tabel 1.1
Nilai Gizi yang terkandung dalam setiap 100g berbagai jenis
Gula
Nilai Gizi
(mg)
G.
Kelapa
G.
Aren
G
Merah
Tebu
Gula
Pasir
Madu
Kalori 386.0 386.0 356.0 364.0 294
Protein 3.0 0.0 0.4 0.0 0.3
Lemak 10.0 0.0 0.5 0.0 0.0
Hidrat
Arang
76.0 95.0 90.6 94.0 79.5
Kalsium 76.0 75.0 51.0 5.0 5.0
Fosfor 37.0 35.0 44.0 1.0 16.0
Besi 2.6 3.0 4.2 0.1 0.9
Vit A 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Vit B1 0.0 0.0 0.02 0.0 9.0
Vit B2 0.0 0.0 0.03 0.0 0.0
Vit C 0.0 0.0 0.0 0.0 4.0
Air 10.0 9.0 7.4 5.4 20.0
Sumber : Departemen Kesehatan RI (1995)
Bahan baku utama dalam industri gula
merah di Desa Slumbung, Kecamatan
Ngadiluwih, Kabupaten Kediri diperoleh dari
hasil tanam sendiri dan membeli. Tebu yang
berasal dari hasil tanam sendiri terbagi menjadi
2 (dua) kelompok, yaitu tebu yang ditanam di
lahan milik sendiri atau lahan sewa, sementara
tebu yang dibeli berasal dari perkebunan milik
rakyat yang ada di desa-desa sekitar wilayah
Kecamatan Ngadiluwih, Kediri. Pembelian tebu
rakyat bebas umumnya dilakukan antara bulan
Februari sampai dengan Juni dimana tebu masih
berusia 8 sampai dengan 10 bulan. Tebu dipilih
berdasarkan bentuk batang, kondisi perkebunan
dan umur tanaman. Berdasarkan bentuk batang,
tebu yang baik adalah tebu yang memiliki
batang besar dan lurus. Tebu yang bengkok atau
ambruk, belum cukup umur, dan tidak
memenuhi teknis pemeliharaan tanaman tebu
akan menurunkan mutu produk gula merah tebu
yang dihasilkan.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dilakukan penelitian pola pembiayaan
industri gula merah dari tebu ini adalah sebagai
berikut :
1. Menyediakan rujukan bagi perbankan dalam
rangka meningkatkan pembiayaan terhadap
UMKM.
2. Menyediakan bahan masukan untuk
microsite UMKM di website Bank Indonesia
menu pola pembiayaan
(www.bi.go.id/web/id/UMKMBI).
3. Menyediakan informasi dan pengetahuan
bagi UMKM yang bermaksud
mengembangkan usahanya.
RUANG LINGKUP PENELITIAN
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah :
1. Penelitian tentang industri gula merah dari
tebu, mulai dari perolehan bahan baku,
proses produksi, pemasaran sampai
penanganan limbah sisa hasil produksi.
2. Melakukan penelitian pola pembiayaan
komoditi meliputi aspek-aspek :
a. Aspek pemasaran, antara lain kondisi
permintaan, penawaran, harga, proyeksi
permintaan pasar dan rantai pemasaran
produk.
b. Aspek produksi, meliputi gambaran
komoditi, persyaratan teknis produksi, lokasi
usaha, bahan baku, tahap proses produksi
serta tenaga kerja.
c. Aspek keuangan, meliputi penghitungan
kebutuhan biaya investasi dan kelayakan
keuangan menggunakan analisis yang
8
disesuaikan dengan jenis usaha yang meliputi
laba rugi, cash flow, net present value,
payback period, benefit cost ratio dan
internal rate of return termasuk analisis
sensitivitas.
d. Aspek sosial ekonomi, meliputi pengaruh
industri gula merah tebu yang diteliti
terhadap perekonomian, penciptaan lapangan
kerja dan pengaruh terhadap sektor lain.
e. Aspek dampak lingkungan, meliputi efek
negatif limbah hasil produksi terhadap
lingkungan sekitarnya.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan melalui survei di
wilayah yang potensial dalam usaha pembuatan
gula merah dari tebu yaitu di Desa Slumbung,
Kecamatan Ngadiluwih, Kab. Kediri, Propinsi
Jawa Timur. Adapun data yang diperlukan
sebagai berikut :
1) Data primer hasil FGD yang diperoleh antara
lain dari : Para Pengusaha/pengrajin Gula
Merah, Pengepul (Tengkulak) Gula Merah,
Kelompok Pengusaha Gula Merah, Pedagang
Gula Merah, Konsumen Gula Merah, Bagian
Perekonomian Kabupaten Kediri, Dinas
Pertanian Kabupaten Kediri, Dinas Koperasi,
UKM & Indag Kabupaten Kediri, UMKM,
Bank yang telah membiayai usaha dimaksud
dan asosiasi Pengusaha/pengrajin Gula
Merah.
2) Data sekunder dari perbankan umum,
instansi yang terkait (Bagian Perekonomian,
Dinas Pertanian, Disperindag Kabupaten
Kediri, BPS Kabupaten Kediri).
3) Tokoh masyarakat setempat (tokoh formal
dan informal)
Dari hasil pengumpulan data tersebut di
atas selanjutnya dilakukan analisis sebagai
berikut :
1) Analisis usaha, dilakukan untuk mengetahui
bagaimana pengaruh komoditi yang diteliti
dilihat dari aspek-aspek pemasaran,
produksi, sosial ekonomi dan dampak
lingkungan
2) Analisis pembiayaan, dilakukan untuk
mengetahui bagaimana prospek dan
kelayakan usaha dilihat dari aspek
keuangannya dengan tiga skenario
sensitivitas, yaitu:
a) Skenario I : Pendapatan proyek mengalami
penurunan dan biaya operasional dianggap
tetap.
b) Skenario II : Biaya operasional mengalami
kenaikan namun penerimaan proyek tetap.
c) Skenario III : Skenario ini adalah gabungan
dari skenario I dan II yaitu diasumsikan
penerimaan proyek mengalami penurunan
dan biaya operasional mengalami kenaikan.
Untuk kepentingan pengumpulan dan analisis
data tersebut di atas, sampel responden diambil
secara purposive random sampling.
PROFIL USAHA DAN POLA
PEMBIAYAAN
Profil Usaha
Industri gula merah tebu di Desa
Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten
Kediri telah berlangsung secara turun temurun.
Data yang diperoleh dari survey lapangan
menunjukkan saat ini terdapat 34 (tiga puluh
empat) pengrajin/pengusaha UMKM Gula
Merah Tebu di Desa Slumbung, Kecamatan
Ngadiluwih, Kabupaten Kediri.
Usaha gula merah tebu pada umumnya tidak
dilaksanakan sepanjang tahun, mengingat bahan
baku usaha ini yaitu tebu tidak tersedia
sepanjang tahun. Hasil survey lapangan
menunjukkan rata-rata produksi gula merah tebu
di Desa Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih,
Kabupaten Kediri oleh pengrajin/pengusaha
selama 6 sampai dengan 7 bulan dalam setahun.
Usia tanam tanaman tebu antara 8 sampai
dengan 10 bulan dengan ketersediaan bahan
baku tertinggi terjadi pada bulan Februari
sampai dengan Juni pada saat masa giling.
Ketidaktersediaan setiap tahun itulah yang
membuat harga gula merah tebu mempunyai
tingkat fluktuatif yang tinggi seperti terlihat
pada tabel berikut :
Tabel 2.1
Tren Harga Gula Merah Tebu
Harga/kg Keterangan
Rp 6.000,- s/d Rp
8.000,-
Pertengahan tahun,
dan menjelang puasa-
lebaran
9
Rp 4.500,- s/d Rp
5.500,- Musim penghujan
Rp 6.500,- s/d Rp
7.000,- Pasar ekspor
Untuk memenuhi kebutuhan ekspor, salah satu
pengrajin/pengusaha UMKM di Desa
Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kediri
sudah ada yang memproduksi untuk memenuhi
permintaan dari Jepang dengan kapasitas
produksi pesanan tahun ini mencapai 240 ton.
Untuk memenuhi pesanan ekspor ini, gula
merah tebu produksi pengrajin/pengusaha
UMKM di Desa Slumbung, Kecamatan
Ngadiluwih telah memenuhi standar mutu
produksi yang ditetapkan. Produk gula merah
tebu untuk memenuhi pasar ekspor telah
memiliki sertifikat SNI (Standar Nasional
Indonesia) dan telah memiliki merk.
Pemasaran gula merah tebu dari hasil produksi
para
pengrajin/pengusaha
UMKM di Desa
Slumbung,
Kecamatan
Ngadiluwih biasanya
langsung dijual pada
pedagang pengumpul
(pedagang perantara)
yang datang pada waktu-waktu tertentu.
Sebagian besar pengrajin/pengusaha gula merah
tebu (50%) memproduksi gula merah tebu
dalam bentuk gula merah pasir/urai. Sementara
untuk produksi gula merah cetak, sebagian besar
pengrajin/pengusaha (28%) memproduksi gula
merah cetak dalam bentuk gula merah
tempurung. Oleh Para pedagang
pengepul/perantara produk gula merah tebu/urai
dipergunakan untuk memasok industri seperti
industri kecap, industri cookies atau industri
makanan lainnya, sementara untuk pesanan
ekspor, gula merah cetak yang diproduksi adalah
gula merah bata atau gula merah kubus.
Produk yang memiliki kualitas baik
berdasarkan wawancara lapangan adalah produk
gula dengan rasa sangat manis dan berwarna
kekuning-kuningan. Hasil tersebut dapat
diperoleh apabila pH nira berkisar antara 6
sampai dengan 6.5, suhu nira dalam pengolahan
tidak lebih dari 1100 derajat Celcius, tingkat
kemasakan dan kekentalan gula untuk siap
dikeluarkan dari wajan harus mencapai derajat
Brix di atas 85 persen dan untuk mencapai lama
daya tahan tertentu harus memiliki kadar air
tertentu (Purnomo, Edi. 1997).
Proses produksi gula merah tebu di
tingkatan pengrajin/pengusaha UMKM sebagian
besar masih dilakukan dengan peralatan yang
sederhana (manual), hanya sebagian kecil
pengrajin/pengusaha UMKM yang sudah
menggunakan peralatan mekanik. Peralatan
produksi terdiri atas sebuah mesin penggiling
tebu yang digerakkan oleh mesin diesel, sebuah
tungku pengapian yang diatasnya terdapat 7
(tujuh) buah wajan untuk memasak nira, sebuah
bak atau wadah untuk mendinginkan atau
mengkristalkan gula yang sudah masak dan alat
cetak (tempurung kelapa, cetakan batu merah,
bambu atau paralon).
Secara teknis, peralatan yang digunakan
kurang memadai untuk mendapatkan kualitas
produksi yang baik dan standar, peralatan ukur
yang diperlukan untuk pengendalian yang ketat
terhadap tingkat keasaman nira, tingginya suhu
pengapian, tingkat kemasakan gula dan kadar air
gula belum dimiliki oleh para pengrajin dan
perannya digantikan oleh manusia yaitu para
karyawan (pegawai bagian produksi).
Rata-rata jumlah karyawan yang dimiliki
setiap pengusaha/pengrajin UMKM gula merah
tebu adalah sebanyak 8 orang karyawan. Meski
tergolong usaha mikro, kecil dan menengah,
karyawan dari usaha gula merah tebu tersebut
sebagian besar bukan dari anggota keluarga. Hal
ini dikarenakan pengrajin/pengusaha UMKM
gula merah tebu sangat memerlukan tenaga
kerja yang berpengalaman yang memiliki
kemampuan menaksir suhu pengapian, derajat
kekentalan gula yang sudah masak dan kadar air
gula. Untuk pengrajin/pengusaha UMKM gula
merah tebu yang memenuhi pesanan pasar
ekspor jumlah karyawan yang dimiliki sekitar
20 orang, dimana sebagian besar adalah
karyawan tidak tetap di bagian produksi.
Kapasitas produksi setiap pengrajin/
pengusaha UMKM gula merah tebu di Desa
Grafik 2.1 Bentuk Produk Gula
Merah
10
Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kediri rata-
rata sekitar 700-1000 kg/hari (sekitar 62.4% dari
34 pengrajin/pengusaha UMKM) dengan jam
kerja selama 10 jam, sehingga total kapasitas
produksi per tahun mencapai 140-200 ton per
pengusaha/pengrajin gula merah tebu dengan
lama kerja selama 6 sampai 7 bulan. Untuk
tujuan ekspor, kapasitas produksi mencapai
1600 kg per hari atau 288 ton per tahun dengan
lama kerja 6 bulan.
Konsumen produk gula merah tebu
sebagian besar adalah pengumpul/tengkulak
(65%) dan pedagang gula merah besar (35%)
yang menyatakan akan membeli gula merah
tebu dari Desa Slumbung, Kecamatan
Ngadiluwih pada semua tingkat produksi. Hasil
produksi gula merah tebu sebagian besar dijual
di Kediri dan sekitarnya, selebihnya di luar
Kediri (Jawa) dan pasar ekspor (Jepang).
Seperti umumnya daerah sentra usaha,
lokasi usaha gula merah tebu di lokasi penelitian
ini juga terkonsentrasi pada suatu daerah sentra
produksi yang dijalankan diatas tanah yang
cukup luas milik sendiri yang terletak di area
pemukiman pedesaan, hal ini memudahkan
pihak-pihak terkait untuk berkontribusi dalam
membantu dan mengembangkan pelaku usaha,
misalnya bantuan teknis dan peralatan dari
Dinas-Dinas terkait seperti Dinas Kehutanan dan
Perkebunan, Bagian Perekonomian maupun
Dinas Koperasi, Industri dan Perdagangan
Pemerintah Kabupaten Kediri.
PENGENALAN TERHADAP PRODUK
GULA MERAH TEBU
Produk Gula Merah Tebu
Gula adalah suatu istilah umum yang sering
diartikan bagi setiap karbohidrat yang digunakan
sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan
biasanya digunakan untuk menyatakan sukrosa,
yaitu gula yang diperoleh dari bit atau tebu.
Salah satu jenis pemanis alami adalah gula
merah. Jenis gula merah ini mengandung
bermacam-macam gula selain sukrosa (Buckle.
KA, 1987).
Menurut asalnya bahan pemanis dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu bahan
pemanis alami dan bahan pemanis sintetis.
Jenis-jenis bahan pemanis alami di Indonesia
diperoleh dari berbagai tanaman yaitu tebu,
singkong, aren, kelapa, siwalan, jagung, nipah
dan stevia rebaudiana (Aini, 2002). Salah satu
bahan baku yang digunakan dalam industri gula
merah tebu adalah tanaman tebu. Tebu
(saccharum officinarum) merupakan tanaman
perkebunan atau industri berupa rumput
tahunan. Tebu membutuhkan musim dengan
keadaan iklim yang panas, cukup sinar matahari
dan lembab pada fase tumbuhnya. Temperatur
rata-rata adalah sekitar 200 C, intensitas cahaya
lebih dari 1.200 jam/tahun dan penyediaan air
yang cukup merupakan persyaratan tumbuh
yang optimal. Tebu membutuhkan curah hujan
sebanyak lebih dari 1.300 mm/musim
pertumbuhan, sehingga peramalan iklim sangat
penting dilakukan. (Tjokrodirdjo. HS, 1999).
Menurut Goutara dan Wijandi (1975) rendemen
dipengaruhi oleh teknik budidaya tanaman tebu.
Masa kemasakan tebu adalah suatu gejala bahwa
pada akhir dari pertumbuhannya terdapat
timbunan sakarosa di dalam tebu. Tebu masak
untuk dipanen dibutuhkan keadaan kering tanpa
hujan sehingga pertumbuhan terhenti, hujan
terus menerus turun menyebabkan kemasakan
tertunda sehingga rendemen menjadi rendah.
Nira adalah bahan baku dalam pembentukan
gula merah. Nira tebu berupa cairan hasil
ekstraksi batang tebu yang mengandung gula
antara 10 – 20% (b/v). Nira tebu inilah yang
diolah menjadi gula merah tebu dengan
komposisi terdiri dari karbohidrat, protein, air
dan pati. Nira mempunyai rasa manis, berbau
harum dan tidak berwarna (Supriyadi, 1992)
Gula merah merupakan hasil olahan nira dengan
cara menguapkan airnya kemudian dicetak. Gula
merah berbentuk padat dan warnanya bervariasi
dari coklat kemerahan sampai dengan coklat tua.
Mutu Gula Merah Tebu
Menurut Purnomo, Edi (1997) mutu gula merah
ditentukan dari rasa, bentuk, warna dan
kekerasan. Kekerasan dan warna gula merah
sangat ditentukan oleh mutu nira yang telah
terfermentasi. Gula merah memiliki tekstur dan
struktur yang kompak, serta tidak terlalu keras,
sehingga mudah dipatahkan dan memberi kesan
empuk. Namun apabila gula merah disimpan
11
pada tempat yang lembab atau terkena air maka
teksturnya akan menjadi lembek.
a) Warna gula merah
Gula merah yang warnanya lebih cerah
dianggap memiliki kualitas yang baik. Warna
gula merah ditentukan oleh mutu nira yang
digunakan. Nira yang telah terfermentasi
mengandung asam dan gula pereduksi relatif
tinggi, kandungan gula pereduksi berperan
penting dalam pencoklatan pada gula merah. Hal
ini dikarenakan gula yang siap melakukan reaksi
pencoklatan adalah gula pereduksi, sedangkan
gula non pereduksi harus mengalami perubahan
menjadi gula pereduksi terlebih dahulu.
b) Kekerasan gula merah
Kekerasan gula merah dipengaruhi oleh
beberapa faktor, seperti mutu nira, kadar air dan
kadar lemak. Mutu nira berhubungan dengan
jumlah sukrosa yang terdapat di dalamnya.
Semakin baik mutu nira, jumlah sukrosanya
akan semakin tinggi dan gula merah yang
terbentuk akan memiliki tekstur yang baik.
Apabila sukrosa telah terinversi maka gula
merah akan sulit mengeras.
Air dan lemak merupakan komponen yang
berpengaruh terhadap keempukan gula. Semakin
tinggi kadar air maka kekerasan gula merah
akan semakin rendah. Sementara molekul-
molekul lemak di dalam gula merah membentuk
globula-globula yang menyebar diantara kristal
atau butiran gula sehingga kekerasan gula akan
berkurang atau keempukannya akan bertambah.
c) Rasa gula merah
Gula merah memiliki nilai kemanisan 100%
lebih manis dibandingkan dengan gula pasir.
Nilai kemanisan ini terutama disebabkan adanya
fruktosa dalam gula merah yang memiliki nilai
kemanisan lebih tinggi daripada sukrosanya.
Gula merah juga memiliki rasa sedikit asam
karena adanya kandungan asam-asam organik di
dalamnya. Adanya asam-asam ini menyebabkan
gula merah mempunyai aroma yang khas,
sedikit asam dan berbau karamel. Rasa karamel
pada gula merah diduga disebabkan adanya
reaksi karamelisasi akibat panas selama
pemasakan.
d) Adsorpsi Air
Gula merah memiliki sifat kering dan tidak
terlalu kering, karena kadar air mempengaruhi
keempukan gula merah. Kadar air yang terdapat
pada gula merah kurang dari 12%. Kadar air
yang terlalu tinggi menyebabkan gula merah
menjadi lembek dan cepak rusak.
Mutu gula merah tebu secara rinci dituangkan
dalam SNI 01-6237-2000 yang dikeluarkan oleh
Badan Standarisasi Nasional, dapat dilihat pada
tabel berikut: Tabel 2.2
Spesifikasi Persyaratan Mutu Gula Merah Tebu
No Jenis Uji Satua
n
Persyaratan
Mutu 1 Mutu 2
1 Keadaan
bau
rasa
warna
penampakan
-
-
-
-
Khas
Khas
Coklat muda sampai
tua
Tidak berjamur
Khas
Khas
Coklat muda
sampai tua
Tidak
berjamur
2 Bagian yang larut
dalam air, b/b
% Maksimum 1.0 Maksimum
5.0
3 Air, b/b % Maksimum 8.0 Maksimum
10.0
4 Gula (dihitung
sebagai sakarosa),
b/b
% Minimum 65 Minimum 60
5 Gula pereduksi
(dihitung sebagai
glukosa), b/b
% Maksimum 11 Maksimum 14
6 Bahan tambahan
makanan pengawet
residu
benzoat
mg/k
g
mg/k
g
Maksimum
20
Maksimum
200
Maksimum
20
Maksimum
200 7 Cemaran logam
timbal (Pb)
tembaga (Cu)
seng (Zn)
timah (Sn)
raksa (Hg)
mg/k
g
mg/k
g
mg/k
g
mg/k
g
mg/k
g
Maksimum 2.0
Maksimum 2.0
Maksimum 40.0
Maksimum 40.0
Maksimum 0.03
Maksimum
2.0
Maksimum
2.0
Maksimum
40.0
Maksimum
40.0
Maksimum
0.03
8 Cemaran arsen mg/k
g
Maksimum 0.1 Maksimum
0.1
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2000)
Hampir semua spesifikasi persyaratan mutu gula
merah tebu memenuhi persyaratan yang telah
ditetapkan Standart Nasional Indonesia kecuali
kadar abu yang masih belum memenuhi
persyaratan SNI.
POLA PEMBIAYAAN
Sumber pembiayaan produksi gula merah tebu
pada pengrajin/pengusaha UMKM Gula Merah
Tebu sebagian besar berasal dari dana/modal
pribadi (79% dari total 34 pengrajin/pengusaha
UMKM), dan sisanya 21% berasal dari
pinjaman/kredit. Untuk sumber pembiayaan
dari kredit/pinjaman modal, 86% berasal dari
12
pinjaman modal dari lembaga keuangan
(bank/koperasi), sementara sisanya 14% berasal
dari pinjaman pedagang perantara/ pedagang
pengepul.
Pembiayaan modal dari pinjaman/kredit
sebagian besar dipergunakan untuk membeli
bahan baku (54,5% dari total
pengrajin/pengusaha UMKM yang
menggunakan pinjaman/kredit). Sementara itu
36.4% pengrajin/pengusaha UMKM
menggunakan pinjaman/kredit untuk membeli
peralatan produksi dan sisanya 9.1%
menggunakan pinjaman modal/kredit untuk
keperluan konsumsi/kebutuhan sehari-hari.
Untuk pengusaha/pengrajin UMKM gula merah
tebu dengan kapasitas produksi skala kecil
sampai dengan menengah (600 sampai dengan
800 kg per hari) menggunakan pinjaman/kredit
untuk konsumsi/kebutuhan sehari-hari (20%)
dan membeli peralatan baru (80%). Sementara
itu untuk pengrajin/pengusaha UMKM gula
merah tebu dengan kapasitas produksi skala
besar (> 1000 kg per hari) menggunakan
pinjaman/kredit untuk membeli peralatan baru
(33.3%) dan membeli bahan baku (66.7%).
Berdasarkan hasil wawancara dilapangan dapat
diketahui bahwa pengembangian pinjaman
tersebut mempunyai sistem dan jangka waktu
pengembalian yang bervariasi sebagaimana
tergambar pada tabel berikut :
Tabel 2.3 Sistem Pengembalian pembiayaan Produksi Gula Merah Tebu
Sumber Besar Dana Lama
pengembali
an
Dana
Pribadi/perorangan
Rp 15.000.000 – Rp. 250.000.000,- 1 s/d 3 tahun
Kredit s/d Rp 50.000.000,- 1 tahun
Rp.100.000.000,- s/d Rp
300.000.000,-
3 s/d 6 tahun
Pengepul/pedagang
perantara
Sesuai kebutuhan dalam bentuk
hasil produksi
Hasil temuan dilapangan diketahui bahwa pola
pembiayaan UMKM gula merah tebu di Desa
Slumbung, Ngadiluwih, Kediri menunjukkan
penggunaan fasilitas kredit/permodalan dari
bank atau lembaga keuangan lainnya masih
minim, masih banyak UMKM gula merah tebu
di Desa Slumbung, Ngadiluwih, Kediri yang
belum mempergunakan fasilitas kredit dari bank
atau lembaga keuangan lainnya, baik kredit
investasi maupun kredit modal kerja. Dari hasil
wawancara juga diketahui bahwa pengusaha/
pengrajin UMKM gula merah tebu di Desa
Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kediri,
sebagian besar (64% pengusaha/pengrajin
UMKM) menginginkan pola pembiayaan seperti
yang sudah ada saat ini, sementara 36%
pengusaha/pengrajin UMKM menginginkan
adanya perubahan dalam pola pembiayaan
UMKM di masa mendatang. Data survey juga
menunjukkan terdapat 25% pengusaha/pengrajin
UMKM Gula Merah Tebu yang sebelumnya
menggunakan modal sendiri/dana pribadi ke
depan menjajaki kemungkinan mengambil
sumber pembiayaan dari bank/lembaga
keuangan, bahkan pengusaha/pengrajin UMKM
Gula Merah Tebu yang sebelumnya mengambil
pinjaman dari pedagang pengepul/pedagang
perantara ke depan juga menjajaki kemungkinan
mengambil sumber pembiayaan dari
bank/lembaga keuangan dengan syarat mencari
suku bunga yang lebih rendah.
Dari hasil wawancara terhadap
perbankan/lembaga keuangan penyedia
modal/kredit yang ada, persepsi terhadap
UMKM di Desa Slumbung, Kecamatan
Ngadiluwih, Kabupaten Kediri cukup baik,
pihak perbankan menilai usaha gula merah tebu
yang diusahakan pengusaha/pengrajin UMKM
di desa tersebut memiliki prospek dan layak
memperoleh pinjaman modal baik dalam bentuk
kredit investasi maupun kredit modal kerja.
Namun pihak perbankan/lembaga keuangan
belum menunjukkan perannya yang optimal,
karena dari hasil wawancara menunjukkan
bahwa sebagian besar bank/lembaga keuangan
di sekitar wilayah penelitian belum pernah
menyalurkan modal/kredit bagi pengrajin atau
pengusaha UMKM gula merah tebu setempat.
13
Hanya beberapa pengrajin/pengusaha UMKM
gula merah tebu setempat yang pernah
mengajukan kredit/pinjaman ke bank/lembaga
keuangan. Ada beberapa kendala terkait
keengganan pengrajin/pengusaha UMKM di
Desa Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kediri
untuk mengajukan bantuan permodalan kepada
bank/lembaga keuangan antara lain sebagai
berikut: Beberapa bank/lembaga keuangan
belum bisa menerapkan skim kredit
pengembalian pinjaman dengan pola musiman,
sehingga jika ada pengusaha/pengrajin yang
mengajukan pinjaman/kredit dengan sistem
tersebut belum bisa diproses. Sebagian
pengusaha/ pengrajin UMKM lebih suka
meminjam dana dari pribadi dan pedagang
pengepul besar/pedagang perantara karena
prosesnya lebih mudah dan sistem
pengembaliannya sederhana (meminjam dana
dan mengembalikan dalam bentuk produk gula
merah tebu). Beberapa pengrajin/pengusaha
UMKM di Desa Slumbung membutuhkan
pinjaman/kredit dalam jumlah besar dimana
beberapa bank/lembaga keuangan menganggap
plafon yang diajukan melebihi kelayakan usaha.
Pihak perbankan menilai sistem administrasi
keuangan pengrajin/pengusaha UMKM gula
merah tebu di Desa Slumbung belum berjalan
dengan baik (masih sangat sederhana), sehingga
pihak bank/lembaga keuangan mengalami
kesulitan dalam kaitannya dengan penilaian
kelayakan investasi.
Padahal apabila dilihat dari kinerja
pengembalian pinjaman/kredit yang pernah
diajukan, pengrajin/pengusaha UMKM di Desa
Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih selalu
mengembalikan sesuai dengan jangka waktu
yang ditetapkan bank yang bersangkutan serta
tidak pernah ada kendala dalam hal
pengembalian (selalu tepat waktu).
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
ASPEK PASAR
Permintaan
Usaha gula merah tebu di Indonesia
memiliki potensi yang menjanjikan untuk
dikembangkan. Hal ini dapat diketahui dari
tingginya permintaan baik untuk pasar lokal
(dalam negeri) maupun konsumsi ekspor. Hasil
survey lapangan pada UMKM di Desa
Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kediri
menunjukkan bahwa setiap UMKM dalam
sebulan dapat memperoleh pesanan 20 sampai
25 ton per bulan. Permintaan terendah
pengrajin/pengusaha UMKM mencapai 12 ton
dalam sebulan, sementara permintaan tertinggi
pengrajin/pengusaha UMKM mencapai 58 ton
dalam sebulan. Demikian halnya untuk pasar
ekspor dimana dalam 1 tahun ekspor gula merah
tebu dari salah satu pengrajin/pengusaha
UMKM di Desa Slumbung mencapai 240 ton.
Kapasitas produksi seluruh pengrajin/pengusaha
UMKM Desa Slumbung dalam 1 bulan yang
mencapai 894,8 ton ternyata belum mampu
memenuhi permintaan akan produk gula merah
tebu secara keseluruhan. Permintaan produk
gula merah tebu produksi UMKM Desa
Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih dalam 1
bulan diperkirakan mencapai lebih dari 1000
ton. Fakta penelitian yang didapat serta hasil
wawancara dengan pengusaha/pengrajin
UMKM di Desa Slumbung menyebutkan bahwa
berapa pun hasil produksi gula merah dari
UMKM di Desa Slumbung, Ngadiluwih selalu
terserap oleh pasar melalui pedagang gula
merah/pedagang pengumpul sebagai perantara.
Namun fakta dilapangan juga menunjukkan
bahwa konsumen gula merah tebu produksi
UMKM Desa Slumbung adalah pedagang
pengumpul besar dan pedagang perantara gula
merah tebu. Untuk konsumsi pasar lokal (dalam
negeri), area pemasaran pedagang perantara dan
pedagang pengumpul besar sebagian besar
adalah pedagang pasar/pracangan di sekitar
Ngadiluwih dan Kota/Kabupaten Kediri, serta
industri makanan/minuman di Surabaya dan
Jakarta. Selebihnya area pemasaran meliputi
beberapa Kabupaten di Jawa Timur seperti
Nganjuk, Tulungagung, Blitar, Mojokerto,
Sidoarjo dan Surabaya. Sedangkan untuk pasar
ekspor (luar negeri), produk gula merah tebu
salah satu pengrajin/pengusaha UMKM di Desa
Slumbung ditujukan ke pasar Jepang sebagai
bahan baku industri makanan dan minuman.
Permintaan gula merah tebu mengalami
peningkatan pada masa menjelang ramadhan
14
dan Hari Raya Idul Fitri atau pada pertengahan
tahun menjelang tahun ajaran Baru. Permintaan
gula merah tebu pada setiap pengrajin/
pengusaha UMKM gula merah tebu di Desa
Slumbung pada periode peningkatan permintaan
antara 25 sampai 30 ton per bulan. Bahkan ada
beberapa pengrajin/pengusaha UMKM yang
mendapatkan permintaan gula merah tebu diatas
30 ton per bulan.
Sementara untuk pasar ekspor (luar negeri),
permintaan gula merah tebu relatif stabil
sepanjang tahun. Dalam 1 tahun permintaan
ekspor gula merah tebu dari UMKM Slumbung
ke Jepang mencapai 240 ton, atau dalam 1 bulan
rata-rata mencapai 40 ton gula merah tebu.
Penurunan permintaan gula merah tebu terjadi
saat musim penghujan, dimana kondisi
rendemen sangat rendah, sehingga
mengakibatkan produksi gula merah tebu saat
musim penghujan mengalami penurunan.
Permintaan gula merah tebu pada setiap
pengrajin/pengusaha UMKM gula merah tebu di
Desa Slumbung pada periode penurunan
permintaan antara 15 sampai 20 ton per bulan.
Penawaran
Di Indonesia, usaha gula merah tebu
banyak dikembangkan di wilayah dataran
rendah, dimana tebu sebagai bahan baku produk
gula merah tebu dapat tumbuh dengan baik. Di
Pulau Jawa, tebu merupakan komoditas
musiman yang diusahakan dan dikelola dengan
baik. Salah satu pengelolaan tanaman tebu
sebagai komoditas perkebunan yang mempunyai
nilai tambah adalah melalui kegiatan musim
giling pada pabrik-pabrik gula yang mayoritas
tersebar di hampir semua kabupaten di Pulau
Jawa.
Tabel 3.1
Produksi gula di Indonesia tahun 2005-2009
No Tahun Produksi Gula Tebu (dalam ribu
ton)
1 2005 2.241,7
2 2006 2.307,0
3 2007 2.623,8
4 2008 2.668,4
5 2009 2.684,8
Sumber : Departemen Pertanian Indonesia, 2006
Berdasarkan Tabel 3.1 dapat diketahui
bahwa produksi gula tebu relatif meningkat dari
tahun ke tahun selama periode 2005 sampai
dengan 2009. Kondisi ini menunjukkan
produktifitas tanaman tebu sebagai bahan baku
pembuatan gula tebu juga cenderung meningkat
dari tahun ke tahun. Peningkatan produktifitas
tanaman tebu dari tahun ke tahun selama 5 tahun
terakhir mengindikasikan jaminan adanya
pasokan bahan baku. Jaminan pasokan bahan
baku juga ditunjukkan dengan adanya fakta
bahwa tanaman tebu merupakan tanaman
produktif yang selalu ada dari tahun ke tahun.
Hal ini ditunjukkan dengan beroperasinya
pabrik-pabrik gula di Indonesia dalam kurun 2
sampai 3 dekade terakhir ini.
Adapun untuk ketersediaan tanaman tebu
sebagai jaminan adanya pasokan bahan baku
yang dilihat dari luas panen tanaman tebu dan
produksi gula tebu di Kabupaten Kediri periode
2005 sampai dengan 2009, dapat dilihat pada
tabel berikut : Tabel 3.2
Luas Lahan Tebu Dan Produksi Gula Tebu Di Kabupaten
Kediri
No Tahun Luas lahan tebu
(Hektar/ha)
Produksi gula tebu
(ton)
1 2005 19.209,20 123.301,11
2 2006 15.418,01 112.698,36
3 2007 16.774,77 120.586,34
4 2008 15.273,93 109.051,84
5 2009 21.688,46 128.390,25
Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab Kediri, 2010
Tabel 3.2 menunjukkan luas lahan tebu dan
produksi gula tebu di Kabupaten Kediri
cenderung stabil dalam 5 tahun terakhir. Bahkan
pada tahun 2009 luas lahan panen tebu dan
produksi gula tebu cenderung mengalami
peningkatan. Khusus untuk Kecamatan
Ngadiluwih pada tahun 2009, luas lahan panen
tebu mencapai 1.908,30 hektar dengan produksi
gula tebu mencapai 12.636,96 ton. Sehingga
jaminan pasokan bahan baku tebu ini berarti
bahwa usaha gula merah tebu dapat terus
berkelanjutan dan berpeluang untuk
meningkatkan kapasitas produksinya. Dengan
demikian, dari sisi penawaran berpotensi untuk
menaikkan produk gula merah tebu sebagai
upaya untuk memenuhi permintaan yang
cenderung makin tinggi dari tahun ke tahun.
Analisis persaingan dan peluang pasar
15
Gula merah cetak atau gula merah
pasir/urai yang dihasilkan pengrajin/pengusaha
UMKM di Desa Slumbung, Kecamatan
Ngadiluwih, pada umumnya dipasarkan pada
pedagang/pedagang pengumpul yang datang
pada sentra-sentra industri gula merah tebu
tersebut. Oleh pedagang/pedagang pengumpul
gula merah produksi pengrajin/pengusaha di
Desa Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kediri
dipasarkan pada industri-industri pengguna gula
merah. Industri-industri tersebut menggunakan
gula merah (gula merah cetak dan gula merah
pasir/urai) sebagai bahan baku produksinya.
Beberapa industri yang menggunakan gula
merah tebu sebagai bahan baku produksinya
antara lain adalah perusahaan roti atau cookies,
perusahaan kecap, perusahaan permen, industri
penghasil jenang
(dodol), dan
beberapa perusahaan
makanan dan
minuman lainnya.
Hasil wawancara
dengan pedagang
gula merah tebu
sebagai konsumen
langsung UMKM
gula merah tebu di Desa Slumbung,
Ngadiluwih, Kediri menunjukkan bahwa
konsumen utama mereka adalah pedagang
pasar/pracangan (51%), selanjutnya industri
makanan dan minuman (27%) dan rumah
tangga (22%).
Area pasar lokal bagi pedagang gula merah
tebu produksi UMKM Desa Slumbung adalah
Kabupaten/Kota Kediri (57%), sekitar
Kecamatan Ngadiluwih saja (22%) dan
Kabupaten-Kabupaten lain di Jawa Timur
(21%).
Selain kepada pedagang gula merah tebu
sebagai perantara distribusi gula merah tebu,
pengrajin/pengusaha UMKM di Desa Slumbung
menjual produk gula merah tebu kepada
pedagang pengumpul besar. Hasil wawancara
dengan pedagang pengumpul besar
menunjukkan bahwa mereka menjual produk
gula merah tebu produksi UMKM Desa
Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kediri
kepada pedagang pasar/pracangan dan industri
makanan dan minuman. Sementara untuk area
distribusi pedagang pengumpul besar adalah
sekitar Ngadiluwih dan Kediri untuk konsumen
pedagang pasar/pracangan dan Surabaya/Jakarta
untuk konsumen industri makanan dan
minuman. Selain untuk pasar lokal, UMKM
Desa Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kediri
juga menjual produknya untuk pasar ekspor
(luar negeri). Salah satu pengusaha/pengrajin
UMKM di Desa Slumbung dalam beberapa
tahun sudah memenuhi pasar ekspor di Jepang.
Volume ekspor gula merah tebu untuk pasar
Jepang mencapai 240 ton setiap tahunnya.
Persaingan antar usaha gula merah tebu di lokasi
penelitian cenderung tidak terlalu tinggi
mengingat jumlah pengrajin/pengusaha UMKM
gula merah tebu tidak terlalu banyak. Dengan
demikian jumlah penawaran masih di bawah
permintaan pasar, terutama menjelang bulan
Ramadhan dan Idul Fitri serta pertengahan
tahun. Pada bagian sebelumnya juga telah
diuraikan bahwa pengusaha/pengrajin UMKM
gula merah tebu di Desa Slumbung, Kecamatan
Ngadiluwih seringkali tidak mampu memenuhi
permintaan pasar. Hal ini ditunjukkan dengan
berapa pun kapasitas produksi gula merah tebu
yang dihasilkan semuanya dapat terserap oleh
pasar.
ASPEK PEMASARAN
Produk
Konsep Pemasaran yang paling mendasar adalah
konsep 4P, yaitu Product, Price, Placement dan
Promotion. Agar bisa kompetitif dari sisi
produk, maka ada 3 point penting yang sangat
berpengaruh, yaitu Product Quality (Kualitas
Produk), Product Innovation (Inovasi Produk)
dan Product Design and Packaging (Desain dan
Kemasan Produk). Apabila ketiga point tersebut
dapat dipenuhi, maka akan meningkatkan
Product Added Value (Nilai Tambah Produk).
Berbicara tentang kualitas produk, maka
berdasarkan informasi dari Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten Kediri yang pernah
bekerjasama dengan peneliti IPB menyebutkan
bahwa produk gula merah tebu produksi
pengrajin Desa Slumbung Kecamatan
Ngadiluwih Kabupaten Kediri secara umum
16
sudah memenuhi standard kualitas hanya kadar
abu dalam produk yang masih tinggi. Hal ini
yang harus didalami dan diperbaiki oleh
pengrajin gula merah tebu setempat. Selanjutnya
berbicara tentang inovasi produk, terlihat bahwa
sebenarnya sebagian besar pengrajin gula merah
tebu setempat hanya membuat produk
berdasarkan permintaan pedagang atau
pengumpul besar yang menampung produk
mereka dan merasa cukup bisa bertahan dengan
kondisi tersebut sehingga inovasi produkpun
relatif tidak terjadi. Akibatnya dengan relatif
rendahnya inovasi produk yang ada, maka nilai
tambah terhadap produkpun menjadi rendah
sehingga akan sulit meningkatkan harga jual
produk.
Salah satu contoh kongkrit terhadap inovasi
produk ini adalah pembuatan Gula Merah
Semut, dimana produk ini bisa dijual dengan
harga hingga Rp11.000,00 per kilogram hanya
dengan sedikit pengolahan tambahan
dibandingkan dengan produk-produk yang
sekarang sudah ada yang tertinggi hanya bisa
dijual dengan harga Rp8.000,00 perkg. Inovasi
produk seperti ini yang bisa menjadi motivasi
bagi pengrajin gula merah tebu yang ada dan
perlu dikembangkan bersama-sama oleh
pengrajin gula merah tebu di Desa Slumbung
Kecamatan Ngadiluwih Kabupaten Kediri. Satu
lagi yang sering terlupakan atau tidak
diperhatikan oleh UKM secara umum adalah
Desain dan Kemasan Produk.
Pengrajin UKM biasanya menjual
produknya apa adanya tanpa diberi merek dan
dikemas apa adanya bahkan tanpa dikemas,
padahal nilai tambah dengan adanya pemberian
merek dan pengemasan yang baik akan sangat
tinggi. Contoh nyata adalah produk-produk
UKM yang dijual di pasar-pasar modern baik
Minimarket maupun Supermarket, dimana
dengan kualitas produk yang sama dengan
produk yang dijual di pasar tradisional tetapi
harganya bisa sampai 2 (dua) kali lipat
dibanding dengan produk yang ada di pasar
tradisional. Terkait dengan pengembangan
Desain dan Kemasan Produk ini salah satu
Dinas di luar jawa sampai pernah mengadakan
pelatihan khusus tentang Design and Packaging
ini untuk UKM di daerahnya, mungkin Dinas
Perindustrian dan Perdagangan atau Dinas
Koperasi dan UKM di Kabupaten Kediri bisa
memfasilitasi pelatihan seperti ini di Kabupaten
Kediri.
Harga
Secara umum dapat dikatakan bahwa harga
jual produk gula merah tebu di pasar,khususnya
pasar lokal, sangat fluktuatif. Pengrajin gula
merah tebu di Desa Slumbung, Kecamatan
Ngadiluwih, Kabupaten Kediri cenderung lemah
posisi tawarnya di hadapan pedagang gula
merah tebu maupun pedagang pengumpul besar.
Lemahnya posisi tawar ini disebabkan 2
penyebab utama, yaitu keterbatasan akses pasar
dan informasi, serta yang kedua adalah karena
keterbatasan kemampuan keuangan pengrajin
atau pengusaha, apalagi para pengrajin tersebut
cenderung bergerak sendiri-sendiri dan tidak
memiliki asosiasi atau perkumpulan usaha.
Harga jual produk gula merah tebu rata-
rata antara Rp 5.500,00 – Rp 6.500,00 per
kilogram. Pada musim penghujan saat
permintaan gula merah tebu mengalami
penurunan harga jual gula merah tebu di tingkat
pengrajin/pengusaha UMKM turun menjadi Rp
4.500,00 – Rp 5.500,00 per kilogram. Sementara
itu pada saat puncak permintaan (pertengahan
tahun dan menjelang hari raya Idul Fitri) harga
jual gula merah tebu pada kisaran Rp6.000,00-
Rp8.000,00 per kilogram. Sedangkan Harga
gula merah tebu di pasar ekspor (luar negeri)
relatif stabil pada kisaran Rp6.500,00-
Rp7.000,00 per kilogram. Fluktuasi harga jual
gula merah tebu pada umumnya hanya
mengikuti fluktuasi nilai tukar mata uang asing
khususnya USD. Walaupun penetapan harga
gula merah tebu di tingkatan pengrajin atau
pengusaha UMKM ditentukan melalui
mekanisme tawar menawar, namun mengingat
hampir seluruh produksi gula merah tebu dijual
kepada pedagang perantara (pedagang gula
merah tebu) dan pedagang pengumpul besar
serta tidak tersedianya akses pemasaran baru
bagi pengrajin/pengusaha UMKM maka
penetapan harga jual gula merah tebu tetap
berada di tangan pedagang gula merah tebu
maupun pedagang pengumpul besar. Monopoli
17
pedagang perantara dan pedagang pengumpul
besar dalam penetapan harga diperkuat dengan
perilaku para pengrajin/pengusaha UMKM gula
merah tebu di Desa Slumbung, Kecamatan
Ngadiluwih yang cenderung bergerak sendiri-
sendiri dan tidak memiliki asosiasi atau
perkumpulan usaha. Lemahnya posisi tawar
pengrajin/pengusaha UMKM gula merah tebu
dalam menetapkan harga jual produk juga
disebabkan oleh keterbatasan kemampuan
keuangan pengrajin/pengusaha. Kemampuan
modal kerja yang hanya mampu beroperasi 1
hingga 1,5 bulan tidak memungkinkan
pengrajin/pengusaha UMKM gula merah tebu
menyimpan produknya lebih lama menunggu
harga jual gula merah tebu naik. Hasil
wawancara dengan pedagang perantara
(pedagang gula merah tebu) dan pedagang
pengumpul besar menunjukkan bahwa periode
kulakan (pembelian) gula merah tebu pada
pengrajin/pengusaha UMKM gula merah tebu
sebagian besar adalah harian. Dengan demikian,
setiap sore ketika kegiatan produksi hari itu
sudah berakhir, produk gula merah tebu
langsung diambil oleh pedagang gula merah
tebu atau pedagang pengumpul besar. Praktek
seperti ini dianggap lebih menguntungkan
pengrajin karena adanya kepastian pasar. Untuk
meningkatkan harga, selain point-point di atas
juga perlu dipikirkan untuk meningkatkan
Added Value terhadap produk dengan berbagai
macam cara, mulai sekedar memperbaiki Desain
dan Kemasan Produk hingga melakukan Inovasi
Produk.
Jalur Pemasaran Produk
Peran pedagang perantara dalam hal
pedagang gula merah tebu dan pedagang
pengumpul besar dalam jalur pemasaran produk
sangatlah dominan karena mereka mampu
menyerap seluruh hasil produksi pengrajin.
Selanjutnya mereka akan mendistribusikan
produk gula merah tebu kepada konsumen akhir
baik konsumen rumah tangga, pedagang
pasar/pracangan sampai dengan industri.
Secara umum jalur distribusi pemasaran untuk
gula merah cetak maupun gula merah pasir/urai
hampir sama. Jalur distribusi gula merah tebu di
Desa Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih,
Kabupaten Kediri dapat dilihat pada gambar
berikut ini :
Dominasi pedagang gula merah tebu dan
pedagang pengumpul besar dalam jalur
distribusi juga diperkuat dengan kemampuan
mereka sebagai penyedia modal kerja bagi
pengusaha/pengrajin UMKM gula merah tebu di
Desa Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih ketika
para pengrajin mengalami kesulitan permodalan
dalam melanjutkan produksi.
Pedagang perantara awalnya memberikan
uang muka untuk memastikan mendapat
pasokan gula merah tebu dari
pengrajin/pengusaha UMKM. Pinjaman tersebut
selanjutnya dikembalikan dalam bentuk produk
gula merah tebu jadi setelah proses produksi.
Kondisi demikian menyebabkan posisi tawar
pengrajin/pengusaha UMKM lemah di depan
pedagang perantara khususnya dalam penetapan
harga. Konsep Wide Distribution (Distribusi
Luas) tidak berkembang disini sehingga para
pengrajin tidak mengembangkan jalur
distribusinya dan hal ini sangat berbahaya
karena ketergantungan yang tinggi terhadap para
pedagang atau pengumpul besar yang ada
sekarang. Selanjutnya dengan tidak
berkembangnya konsep Wide Distribution ini,
maka rangkaian selanjutnya yaitu konsep Depth
Distribustion (Distribusi Dalam) juga tidak
terjadi karena pengrajin sendiri tidak mengenal
lebih jauh pasarnya sehingga kebutuhan pasar
terhadap produk yang seperti apa juga tidak
terbaca. Hal ini perlu menjadi concern dari para
pengrajin dan perlu support informasi dari Dinas
terkait tentang potensi pasar diluar sana.
Kendala Pemasaran
Kendala pemasaran yang dihadapi oleh
pengrajin/pengusaha gula merah tebu dalam
pemasaran gula merah tebu, antara lain:
Kurangnya concern terhadap pengembangan
produk, baik dalam hal Product Quality
(Kualitas Produk), Product Innovation (Inovasi
Konsumen
Pen
graji
n/P
eng
usah
a
Gula
Mer
ah
Teb
u
Eksport
ir
Pedaga
ng
Retail Industri
/Pabrik
Ped
aga
ng
Pen
gep
ul
Ped
agan
g
Besa
r
18
Produk), hingga Product Design and Packaging
(Desain dan Kemasan Produk).
Kurangnya akses terhadap informasi pasar,
terutama informasi harga dan kebutuhan produk-
produk inovasi yang bisa menaikkan harga,
sehingga pengrajin/pengusaha UMKM sangat
tergantung kepada permintaan dan patokan
harga yang diberikan pedagang pengumpul.
Kurangnya akses pemasaran langsung selain
melalui pedagang pengumpul besar/pedagang
gula merah tebu. Produk gula merah tebu
memiliki pangsa pasar yang potensial dan masih
terbuka lebar, khususnya sebagai bahan baku
industri obat dan makanan. Oleh karena itu, jika
diperoleh akses pemasaran langsung akan
mengurangi ketergantungan kepada pedagang
pengumpul/pedagang gula merah tebu. Selain
itu dengan ketersediaan akses pemasaran
langsung, maka para pengrajin gula merah tebu
dapat membaca peluang dengan lebih cepat dan
tepat.
Pengenalan masyarakat terhadap produk
gula merah tebu sebagai substitusi gula pasir
masih rendah. Selama ini, gula merah tebu lebih
banyak dikenal untuk keperluan industri
dibandingkan untuk keperluan konsumsi rumah
tangga. Padahal, peluang pasar untuk
memenuhi kebutuhan pemanis pada pasar
konsumsi relatif besar. Ditambah produk gula
merah tebu cenderung memiliki keunggulan
dibandingkan dengan produk gula pasir/gula
putih, yakni memiliki kandungan nilai gizi lebih
tinggi dibandingkan dengan gula pasir atau gula
putih.
ASPEK TEKNIK PRODUKSI
LOKASI USAHA
Dalam menjalankan usaha, efisiensi
produksi juga dipengaruhi oleh kedekatan
dengan sumber bahan baku. Pengrajin gula
merah tebu di Desa Slumbung memperoleh
bahan baku utama tanaman tebu dari beberapa
wilayah sekitar di Kecamatan Ngadiluwih.
Sebagian pengrajin memperoleh bahan baku dari
petani sekitar, sebagian lagi memiliki lahan
tanaman tebu tersendiri, meskipun masih belum
mencukupi kebutuhan produksi. Untuk
memenuhi kekurangan pasokan, para pengrajin
juga mendatangkan bahan baku dari Kabupaten
Tulungagung dan Malang yang berjarak lebih
dari 100km sehingga biaya transportasi
meningkat lebih dari 100%.
Mengingat daerah Ngadiluwih dan sekitarnya
merupakan salah satu daerah penghasil tebu
maka kondisi ini sangat mendukung bagi
pertumbuhan sentra gula merah tebu. Salah satu
sentra produksi gula merah tebu yang relatif
berkembang adalah di Desa Slumbung,
Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten Kediri. Di
wilayah tersebut terdapat 34
pengrajin/pengusaha UMKM gula merah tebu
dengan kapasitas produksi 5.729 ton per tahun
gula merah.
FASILITAS PRODUKSI DAN
PERALATAN
Fasilitas Produksi
Bangunan yang disesuaikan dengan skala
usaha, di mana bangunan ini memiliki beberapa
kegunaan seperti tempat penampungan bahan
baku tebu, tempat (gudang) menyimpan hasil
produksi gula merah tebu, tempat menyimpan
bahan bakar (ampas tebu, kayu), dan merupakan
tempat aktivitas produksi meliputi proses
penggilingan tebu, proses pemasakan tebu,
proses pengadukan, proses pencetakan tebu.
• Cerobong asap : Tempat pembuangan sisa-
sisa bahan bakar.
• Pipa besi : Untuk menyalurkan air/sari-sari
tebu ke tempat proses pemasakan
PERALATAN
Peralatan yang dibutuhkan dalam usaha
gula merah tebu relatif sederhana, antara lain
adalah:
• Gilingan : untuk menggiling tanaman tebu
sehingga air/sari-sarinya keluar.
• Tungku
• Wajan/ Kawah : Untuk memasak air/sari-
sari tebu.
• Pengaduk dari kayu
• Tempat adukan/puteran
• Saringan kotoran sari tebu
• Tempurung kelapa : Untuk cetakan gula
tebu bentuk tempurung.
• Pipa paralon : Untuk cetakan gula tebu
bentuk silinder.
19
• Cetakan Kayu (bentuk ceplik, bata)
BAHAN BAKU
Bahan baku utama
Bahan baku utama untuk pengrajin usaha
gula merah tebu adalah tanaman tebu. Di daerah
Slumbung jenis tebu yang umumnya ditanam
masyarakat sekitar ada 3 jenis yaitu Tebu PS
862, BR Merah dan Tebu PSBM. Tanaman tebu
sangat bagus ditanam pada lahan yang memiliki
unsur pasir. Masing-masing jenis tebu diatas
memiliki kualitas yang cukup baik sebagai
bahan baku gula merah tebu. Tebu jenis PS 862
dan PSBM memiliki kualitas yang baik sebagai
bahan baku gula merah tebu karena memiliki
kadar air yang rendah dan kadar gula yang
cukup tinggi, sehingga jika diproses menjadi
gula merah tebu akan menghasilkan kuantitas
gula merah tebu yang lebih banyak. Sementara
itu tebu jenis BR Merah jika dipergunakan
sebagai bahan baku akan menghasilkan kualitas
gula merah yang paling baik. Namun tebu jenis
BR Merah memiliki masa tanam lebih panjang.
Jika tebu jenis PS 862 dan PSBM memiliki
masa tanam rata-rata 8 (delapan) bulan maka
tebu jenis BR Merah memiliki masa tanam
antara 9 sampai dengan 10 bulan. Gambar 4.1
sampai dengan 4.3 menunjukkan varietas jenis
tebu yang menjadi bahan baku produk gula
merah tebu.
a. Bahan baku pendukung
Agar sari-sari tebu yang telah dimasak
dapat keras perlu ditambahkan air
kapur/gamping cair untuk mempercepat proses
pengkristalan (semakin banyak kandungan tetes
semakin lama prosese pengkristalan) dan untuk
menyaring/mengendapkan kotoran tebu
ditambahkan soda.
TENAGA KERJA
Tenaga kerja pada usaha gula merah tebu
umumnya berasal dari anggota keluarga dan
masyarakat di sekitar lokasi usaha. Rata-rata
jumlah tenaga kerja pada setiap
pengrajin/pengusaha UMKM gula merah tebu
adalah 8 orang. Tenaga kerja tersebut dapat
dikategorikan ke dalam tenaga kerja tetap dan
tenaga kerja tidak tetap. Untuk skala menengah,
jumlah tenaga kerja antara 11 sampai dengan 20
orang. Tenaga kerja tetap merupakan tenaga
administratif sementara tenaga kerja tidak tetap
adalah tenaga kerja pengolah atau bagian
produksi gula merah tebu serta tenaga untuk
tebang dan angkut tebu. Tenaga kerja tidak tetap
dibayar harian berdasarkan jumlah produksi gula
merah tebu yang dihasilkan (Rp/kuintal). Dalam
1 hari, produksi gula merah tebu setiap
pengrajin rata-rata mencapai 800 kuintal. Rata-
rata upah pekerja tidak tetap per hari Rp
32.000,00. Rata-rata upah pekerja tidak tetap per
kuintal antara Rp 4.000,00.
TEKNOLOGI
Teknologi usaha gula merah tebu dibagi
menjadi 2 (dua), yaitu:
1. Teknologi tradisional
Teknologi tradisional ini pada umumnya
digunakan pada skala mikro/kecil dengan
menggunakan peralatan yang sangat sederhana.
Penggunaan alat yang sederhana berpengaruh
pada kapasitas produksi dan mutu yang relatif
rendah
2. Teknologi mekanik/modern
Teknologi ini pada umumnya digunakan
pada skala menengah. Teknologi mekanisasi
yang biasanya dipakai adalah pada mesin
penggiling tebu dan teknologi pada proses
pengadukan. Letak perbedaan kedua teknologi
tersebut pada proses pengadukan adalah untuk
teknologi tradisional menggunakan tenaga
manual/manusia, sedangkan teknologi
mekanisasi/modern menggunakan mesin
PROSES PRODUKSI
Secara umum tidak terdapat perbedaan
dalam proses produksi untuk berbagai jenis gula
merah tebu seperti gula merah bata, tempurung,
silinder, urai/pasir dan ceplik. Produk akhir
tersebut hanya bergantung pada cetakan yang
dipergunakan.
Alur proses produksi gula merah tebu secara
garis besar dapat dilihat pada diagram di bawah
ini: Adapun penjelasan dari masing-masing
tahap proses produksi gula merah tebu adalah
sebagai berikut:
Penggilingan tebu
Langkah pertama dalam proses produksi
gula merah tebu adalah proses penggilingan
tebu. Tebu digiling menggunakan mesin giling
sehingga menghasilkan sar-sari tebu.
20
Pengg
ilinga
n
Baha
n
Baku
Pengend
apan
Kotoran
Sari Tebu
Pemasakan
Sari Tebu
menjadi Gula
Merah kental
Pengadu
kan Gula
Merah
Kental
Pencetakan
dan
Pendingina
n Gula
Merah
Gula
Merah
Tebu
Siap
Kemas
Pengendapan Kotoran
Sari-sari tebu hasil penggilingan disalurkan
melalui pipa besi menuju tempat pengendapan
sari-sari tebu tersebut. Di tempat pengendapan
ini kotoran/tanah akan mengendap di bagian
atas.
Proses Pemasakan
Sari-sari tebu setelah proses pengendapan
kotoran kemudian masuk ke tahap utama
pengolahan yaitu proses pemasakan. Sari-sari
tebu dari tempat pengendapan sari tebu
kemudian disalurkan ke tempat proses
pemasakan.
Ada 3 tahap dalam proses pemasakan gula
merah tebu sebagai berikut :
Pembersihan : dari tempat pengendapan
kotoran disalurkan ke wajan pembersihan untuk
dicampur soda.
Pengangkatan kotoran
Dari wajan sari-sari tebu disalurkan ke
wajan dan dicampur air kapur agar kotoran
dapat naik.
Penuaan
Dari wajan yang dicampur air kapur, sari-
sari tebu disalurkan menuju wajan untuk proses
penuaan, di sini juga bisa ditambahkan air kapur
lagi apabila hasil dari wajan sebelumnya kurang
maksimal, selain untuk membersihkan kotoran
air kapur juga berfungsi untuk mempercepat
pengkristalan.
Proses Pengadukan
Setelah proses pemasakan sari-sari tebu
diangkat/dipindahkan ke tempat pengadukan
(cecekan). Dalam proses pengadukan juga
mempengaruhi warna gula hasil produksi.
Proses Pencetakan
Setelah proses pengadukan gula yang masih
kental dicetak sesuai bentuk yang diiginkan
(bata, tempurung, silinder). Setelah dicetak gula
dibiarkan selama 5 s/d 10 menit, kemudian
cetakan dilepas dan siap dikemas.
JENIS, JUMLAH DAN MUTU PRODUKSI
Produksi gula merah tebu pada umumnya
terdiri atas dua jenis produk utama yaitu gula
merah cetak dan gula merah pasir/urai. Gula
merah cetak terdiri atas beberapa jenis yaitu gula
merah bata, tempurung, silinder dan ceplik.
Di bawah ini adalah gambar beberapa bentuk
gula merah cetak mulai dari gula merah bata,
gula merah tempurung, gula merah silinder dan
gula merah ceplik.
Kapasitas produksi gula merah untuk gula
merah cetak dan pasir/urai relatif sama. Rata-
rata kapasitas produksi per hari untuk setiap
pengrajin/pengusaha gula merah tebu mencapai
800 kg. Untuk skala pengrajin mikro, kapasitas
produksi per hari kurang dari 500 kg. Untuk
skala kecil kapasitas produksi per hari antara
500 kg/hari-1.500 kg per hari. Sementara untuk
skala menengah kapasitas produksi lebih dari
1.500 kg per hari. Gula merah pasir/urai
merupakan gula merah yang diproduksi secara
massal karena lebih mudah dijual kepada
pedagang atau pedagang perantara (pengepul)
berapapun kapasitas produksi yang dihasilkan
oleh UMKM di Desa Slumbung, Kecamatan
Ngadiluwih, Kabupaten Kediri. Sementara gula
merah cetak bisa diproduksi secara massal tetapi
juga dapat diproduksi berdasarkan pesanan
pedagang/pedagang perantara.
Kapasitas produksi gula merah tebu juga
tergantung pada musim. Pada musim penghujan
kapasitas produksi lebih rendah dibandingkan
dengan musim kemarau disebabkan peningkatan
kadar air dalam bahan baku tebu, sehingga
produksi gula merah tebu hanya mencapai 5.000
s/d 6.000 kg per hari. Apabila musim kemarau
jumlah produksi gula merah tebu rata-rata dapat
mencapai 800 kg sampai dengan 1.000 kg per
hari. Bahkan ada beberapa pengusaha/pengrajin
yang memiliki kapasitas produksi lebih dari
1.000 kg per hari. Mutu gula merah tebu cetak
ditentukan oleh tekstur, aroma dan warna.
Namun untuk gula merah tebu cetak, tidak
ada perbedaan harga untuk perbedaan mutu
produksi berdasarkan ketiga variabel tersebut.
Sedangkan gula merah tebu bentuk pasir/urai
mutu produksi didasarkan pada warna dan
21
kehalusan serbuk gula merah tebu jenis
pasir/urai. Gula merah pasir/urai dengan
kualitaspaling tinggi pada umumnya memiliki
warna kuning cerah dan serbuk paling halus.
Sementara mutu sedang biasanya memiliki
warna agak kemerah-merahan dengan serbuk
sedikit agak kasar. Sementara untuk tingkatan
kualitas paling rendah biasanya berwarna
kehitaman dan serbuk kasar. Kualitas gula
merah pasir/urai menentukan harga dari
pengrajin/pengusaha UMKM kepada
pembeli/pedagang atau pedagang perantara.
Gula merah pasir/urai dengan warna kuning dan
serbuk paling halus merupakan gula merah
pasir/urai yang paling mahal.
PRODUKSI OPIMUM
Harga gula merah tebu di tingkatan
pengrajin/pengusaha UMKM ditentukan oleh
musim atau ketersediaan bahan baku (tebu).
Pada musim penghujan kapasitas produksi
mengalami penurunan, yakni antara 500-
600kg/hari untuk setiap pengrajin/pengusaha
UMKM gula merah tebu. Sementara pada
musim kemarau, kapasitas produksi rata-rata
antara 800 - 1.000 kg untuk setiap
pengrajin/pengusaha UMKM. Kapasitas
produksi optimum dapat mencapai 1.000 - 2.000
kg (1 sampai dengan 2 ton) per hari untuk setiap
pengrajin atau pengusaha UMKM gula merah
tebu (detail kapasitas produksi gula merah tebu
masing-masing pengraji dapat dilihat pada
lampiran I). Kapasitas produksi optimum
tercapai pada saat permintaan tertinggi yakni
pada pertengahan tahun (bulan Juni atau Juli)
serta saat menjelang Ramadhan dan Idul Fitri.
KENDALA PRODUKSI
Kendala produksi yang paling sering
dihadapi adalah keterbatasan modal (keuangan)
yang dihadapi oleh pengrajin/pengusaha
UMKM (31,3%). Kendala tersebut biasanya
terjadi seiring meningkatnya permintaan
sehingga mereka harus menyediakan bahan baku
dan bahan pendukung lebih besar daripada
biasanya. Kendala yang kedua yang dihadapi
adalah kurangnya tenaga kerja (28,1%). Saat
permintaan mengalami kenaikan pada umumnya
seluruh pengusaha/pengrajin UMKM di Desa
Slumbung secara keseluruhan juga akan
mengalami peningkatan kebutuhan tenaga kerja.
Kendala lainnya yang muncul adalah
sulitnya mencari bahan baku tebu (21,9%).
Kondisi ini pada umumnya terjadi pada awal
masa tanam tebu sehingga pengusaha/pengrajin
UMKM harus mencari alternatif lain dalam
mencari bahan baku (tebu). Kendala umum yang
dihadapi oleh semua pengusaha/pengrajin
UMKM disebabkan karena musim. Pada musim
penghujan, kadar air dalam tebu mengalami
peningkatan sehingga produksi gula merah yang
dihasilkan lebih rendah. Mengingat kadar air
yang tinggi pada bahan baku (tebu) pada musim
penghujan maka proses pengolahan gula merah
tebu menjadi lebih lama khususnya dalam
proses pemasakan gula merah tebu. Kondisi ini
menyebabkan menurunnya kapasitas produksi
pada musim penghujan dibandingkan dengan
musim kemarau serta penghasilan tenaga kerja
tidak tetap (harian) pada produksi gula merah
tebu menjadi lebih rendah dibandingkan dengan
biasanya.Kendala lainnya yang muncul adalah
kendala dalam pemasaran khususnya dalam
perluasan akses pasar (9,4%) sehingga kebijakan
harga jual produk gula merah tebu ditetapkan
oleh pedagang pengepul/pedagang perantara.
PEMILIHAN POLA USAHA
Analisis keuangan ini diharapkan dapat
memberikan gambaran mengenai aspek
keuangan pengrajin/pengusaha UMKM gula
merah tebu di Desa Slumbung, Kecamatan
Ngadiluwih, Kediri. Analisis keuangan ini dapat
dimanfaatkan oleh berbagai pihak, mulai dari
pengusaha/pengrajin UMKM untuk mengetahui
gambaran mengenai kondisi keuangan bisnis
yang sedang dijalankan serta bagi pihak
bank/lembaga keuangan untuk mengetahui
potensi bisnis gula merah tebu di Desa
Grafik 4.1 Kendala Produksi UMKM
Gula Merah Tebu
22
Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih sebagai
dasar kebijakan pemberian kredit investasi dan
kredit modal kerja bagi UMKM Gula Merah
Tebu. Melalui analisis keuangan ini
pengusaha/pengrajin UMKM dipacu agar
mampu mengembalikan kredit yang diberikan
bank/lembaga keuangan lainnya dalam jangka
waktu yang wajar (3 sampai dengan 5 tahun).
Pola pembiayaan yang dianalisis adalah usaha
gula merah tebu skala industri kecil yang
merupakan skala industri rata-rata
pengusaha/pengrajin UMKM gula merah tebu di
Desa Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih,
Kediri. Industri gula merah tebu yang menjadi
contoh adalah usaha gula merah tebu di Desa
Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kediri.
Produk utama yang dihasilkan adalah gula
merah tebu yang diperuntukkan untuk konsumsi
pasar lokal, dimana sebagian besar
pengrajin/pengusaha UMKM di lokasi
penelitian lebih banyak memenuhi konsumsi
pasar lokal (Kediri dan sekitarnya). Kapasitas
produksi per hari rata-rata 800 kg atau 24.000 kg
per bulan. Total hari kerja dalam 1 bulan adalah
30 hari dengan periode produksi rata-rata per
tahun adalah 7 bulan.
ASUMSI DAN PARAMETER TEKNIS
Asumsi dan parameter untuk analisis
keuangan gula merah tebu menjelaskan
gambaran umum variabel-variabel yang
dipergunakan dalam perhitungan analisis
keuangan. Asumsi tersebut diambil berdasarkan
hasil survey lapangan yang dilakukan pada
industri gula merah tebu di Desa Slumbung,
Kecamatan Ngadiluwih, Kediri. Periode proyek
adalah 5 (lima) tahun dimana tahun ke nol
sebagai dasar perhitungan nilai sekarang
(present value) adalah tahun ketika biaya
investasi awal dikeluarkan. Dengan
menggunakan mesin/peralatan, bahan
baku/bahan pendukung serta jumlah tenaga kerja
yang tercantum dalam tabel asumsi, seorang
pengusaha/pengrajin UMKM gula merah tebu
setiap bulan mampu memproduksi 24.000 kg
gula merah tebu (jenis gula merah dianggap
sama karena perbedaan bentuk/cetakan gula
merah tidak mempengaruhi harga jual di
pasaran). Harga gula merah tebu rata-rata di
tingkatan pengrajin/pengusaha UMKM sebesar
Rp. 6.000,- per kilogram. Hari kerja
diasumsikan 30 (tiga puluh) hari per bulan
dengan bulan produksi selama 7 (tujuh) bulan.
Asumsi dan parameter untuk analisis keuangan
gula merah tebu ditabel berikut:
Tabel 5.1
Asumsi dan Parameter Teknis untuk Analisis
Keuangan
No Asumsi Jumlah
(Nilai) Satuan Keterangan
1 Periode Proyek 5 tahun Periode 5
tahun
2 Jumlah hari kerja
per bulan
30 hari
3 Jumlah bulan
kerja per tahun
7 bulan
4 Skala Usaha Untuk 1 hari
a. Bahan baku *) 8.000 kg
b. Output
produksi
800 kg
5 Harga produk **) 6.000 Rp/kg
6 Harga bahan baku
**)
400 Rp/kg
7 Penggunaan bahan
pendukung
Untuk 1 bulan
a. Solar 280 liter
b Kantung
plastik
50 kg
c. Karung 250 buah
d. Gamping 60 kg
e.
Berambut/Sekam
4 rit
8 Penggunaan
tenaga kerja
Untuk 1 bulan
a. Tenaga kerja
administrasi
1 orang
b. Tenaga kerja
tidak tetap
8 orang
(produksi)
9 Biaya
pemeliharaan
5% %/tahu
n
dari nilai
peralatan dan
mobil
10 Discount Factor
(suku bunga)
18% % Tingkat suku
bunga
pinjaman
*) Tanaman Tebu
**) Harga rata-rata sepanjang tahun
KOMPONEN DAN STRUKTUR BIAYA
Biaya Investasi
Biaya investasi adalah biaya tetap yang
besarnya tidak dipengaruhi oleh jumlah produk
yang dihasilkan. Biaya investasi secara garis
besar terdiri dari 4 (empat) komponen, yaitu:
biaya perizinan, tanah dan bangunan, peralatan
23
produksi dan kendaraan. Biaya perijinan
meliputi pengurusan ijin SIUP, SITU, ijin usaha
industri, wajib daftar perusahaan, ijin
Departemen Kesehatan dan NPWP. Untuk
SIUP, SITU, ijin usaha industri dan wajib daftar
perusahaan berlakunya adalah 5 tahun,
sementara untuk ijin Departemen Kesehatan dan
NPWP berlaku selamanya. Jumlah total biaya
perijinan sebesar Rp. 5.300.000,-. Tanah dan
bangunan adalah milik sendiri dan ditaksir
memiliki harga sebesar Rp. 100.000.000,-. Pada
tahun-tahun tertentu dilakukan reinvestasi untuk
pembelian mesin atau peralatan produksi yang
umur ekonomisnya kurang dari 5 tahun. Jumlah
biaya investasi keseluruhan pada tahun ke nol
adalah Rp. 257.935.000,-. Komponen biaya
investasi secara berturutan dari yang terbesar
adalah tanah dan bangunan yaitu 38,8% dari
total biaya investasi pada awal usaha, kemudian
diikuti oleh biaya peralatan produksi yaitu 30%,
biaya kendaraan truk yaitu 27.1% dan sisanya
masing-masing 2% untuk biaya perijinan dan
biaya fasilitas penunjang. Kebutuhan biaya
investasi dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Sedangkan rincian biaya investasi dapat dilihat
pada lampiran 2.
Tabel 5.2
Kebutuhan Biaya Investasi
No Jenis Biaya Nilai (Rp) Penyusutan/th
(Rp)
1 Perizinan
5.300.000
800.000
2 Tanah dan
bangunan
100.000.000
-
3 Peralatan produksi
77.435.000
16.217.500
4 Fasilitas penunjang
5.200.000
540.000
5 Kendaraan
70.000.000
7.000.000
Jumlah biaya
investasi
257.935.000
24.557.500
6 Sumber Investasi dari :
Kredit
150.000.000
Dana sendiri
107.935.000
Biaya Operasional
Biaya operasional adalah biaya variabel
yang besar kecilnya dipengaruhi oleh jumlah
produksi. Beberapa komponen biaya operasional
antara lain bahan baku, bahan pendukung,
pemasaran, biaya tenaga kerja langsung, biaya
overhead serta biaya administrasi umum dan
umum. Biaya operasional selama 1 tahun
dihitung berdasarkan jumlah hari untuk produksi
gula merah tebu. Jumlah hari kerja dalam 1
tahun adalah 210 hari dengan asumsi 30 hari per
bulan dan 7 bulan kerja selama 1 tahun. Hasil
perhitungan biaya operasional untuk produksi
gula merah tebu dalam 1 tahun mencapai Rp
819.301.750,. Komponen biaya operasional
terbesar adalah bahan baku sebesar Rp
672.000.000,- atau sebesar 82,02% dari total
biaya operasional per tahun. Komponen biaya
operasional tahunan selanjutnya adalah biaya
bahan pendukung sebesar Rp 60.970.000,- atau
7,44%, dan biaya tenaga kerja produksi sebesar
Rp 53.760.000,- atau 6,56%. Sisanya 4% adalah
biaya overhead serta biaya administrasi dan
umum. Tenaga kerja yang termasuk dalam biaya
operasional tahunan (biaya variabel) adalah
tenaga kerja tidak tetap dan tenaga kerja tetap.
Tenaga kerja tetap adalah seorang pegawai
administrasi dengan gaji Rp 750.000,- sebulan.
Sedangkan tenaga kerja tidak tetap adalah
tenaga kerja produksi yang dibayar harian.
Tenaga kerja produksi dibayar berdasarkan
jumlah produk gula merah tebu yang dihasilkan
per hari. Rata-rata setiap pengrajin/pengusaha
gula merah tebu di Desa Slumbung, Kecamatan
Ngadiluwih memiliki 8 (delapan) orang pekerja
di bagian produksi.
Setiap 100 kg produksi gula merah tebu
yang dihasilkan, setiap pekerja produksi gula
merah tebu memperoleh upah Rp 4.000,-. Dalam
1 hari produksi gula merah tebu rata-rata
mencapai 800 kg, sehingga rata-rata upah harian
pekerja tidak tetap sebesar Rp. 32.000,- per
orang. Jumlah biaya operasional tahunan untuk
usaha gula merah tebu disajikan pada Tabel 5.3,
sementara secara lengkap dapat dilihat pada
lampiran 3.
Tabel 5.3
Kebutuhan Biaya Operasional Tahunan
No Jenis Biaya Nilai (Rp)
1 Bahan Baku 672.000.000
2 Bahan pendukung 60.970.000
3 Pemasaran -
4 Biaya tenaga kerja 53.760.000
24
5 Biaya Overhead 31.871.750
6 Biaya Administrasi dan
Umum
. 700.000
JUMLAH 819.301.750
Kebutuhan dana investasi dan modal kerja
Besarnya dana modal kerja ditentukan
berdasarkan kebutuhan dana awal dalam 1 siklus
produksi. Usaha gula merah tebu di Desa
Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten
Kediri memiliki siklus produksi (dari
pembuatan sampai memperoleh penerimaan dari
penjualan) kurang lebih selama 30 hari atau 1
bulan. Sehingga kebutuhan dana modal kerja
awal adalah sebesar :
Kebutuhan dana modal kerja = {siklus
produksi/hari kerja 1 tahun} X biaya operasional
setahun
= (30/210) X Rp. 819.301.750,-
= (1/7) X Rp. 819.301.750,-
= Rp. 117.043.107
Dengan demikian total kebutuhan biaya
untuk modal awal usaha gula merah tebu sebesar
Rp. 374.978.107,- yang terdiri atas biaya
investasi sebesar Rp. 257.935.000,- dan modal
kerja untuk 1 siklus produksi gula merah tebu (1
bulan) sebesar 117.043.107,-. Kebutuhan dana
investasi maupun modal kerja tidak harus
dipenuhi sendiri. Salah satu sumber dana yang
dapat dimanfaatkan adalah dana kredit dari
perbankan atau lembaga keuangan lainnya.
Diproyeksikan sebesar Rp. 210.000.000,-
kebutuhan biaya tersebut diperoleh dari kredit
bank/lembaga keuangan lainnya sedangkan
sisanya dari modal sendiri. Kredit bank/lembaga
keuangan tersebut dialokasikan untuk biaya
investasi sebesar Rp. 150.000.000,- dan biaya
modal kerja sebesar Rp. 60.000.000,-. Jangka
waktu kredit untuk kredit investasi adalah 3
tahun, sedangkan kredit modal kerja adalah 1
tahun. Tingkat suku bunga yang diberlakukan
sama sesuai dengan bunga pasar/komersial
sebesar 18% per tahun tanpa masa tenggang.
Sistem perhitungan bunga secara efektif
menurun. Kebutuhan dana usaha gula merah
tebu selengkapnya dapat ditampilkan pada tabel
berikut ini :
Tabel 5.4
Kebutuhan dana investasi dan modal kerja usaha
gula merah tebu
No Rincian Biaya Proyek Total Biaya (Rp)
1 Dana yang bersumber dari
a. Kredit 150.000.000
b. Dana sendiri 107.935.000
Jumlah dana investasi 257.935.000
2 Dana modal kerja yang
bersumber dari
a. Kredit 60.000.000
b. Dana sendiri 57.043.107
Jumlah dana modal kerja 117.043.107
3 Total dana yang bersumber
dari
a. Kredit 210.000.000
b. Dana sendiri 164.978.107
Jumlah dana proyek 374.978.107
Penjelasan tentang kumulatif angsuran
(angsuran pokok dan angsuran bunga) untuk
pembayaran angsuran baik untuk kredit investasi
dan kredit modal kerja dilakukan setiap tahun
dapat dilihat pada lampiran 4.
PRODUKSI DAN PENDAPATAN
Berdasarkan asumsi-asumsi di atas, maka
kapasitas produksi gula merah tebu selama satu
tahun adalah 240.000 kg. Harga jual gula merah
tebu di tingkatan pengrajin/pengusaha UMKM
sebesar Rp 6.000,- per kilogram. Proyeksi
pendapatan 1 tahun dari penjualan gula merah
tebu sebesar Rp 1.008.000.000,-. Perhitungan
produksi dan pendapatan dapat dilihat pada tabel
berikut ini :
Tabel 5.5
Proyeksi produksi dan Penjualan Gula Merah Tebu
No
Uraian Produksi
(kg/bulan)
Prod
uksi
(kg/t
ahun
)
Harga
(Rp/kg
)
Nilai
Rp/ta
hun
1 Gula merah
tebu
24.000 168.
000
6.000 1.008
.000
2 Total
pendapatan
kotor per
tahun
1.008
.000
5PROYEKSI LABA RUGI DAN BREAK
EVENT POINT (BEP)
Tingkat keuntungan dan profitabilitas dari
usaha yang dilakukan merupakan bagian penting
dalam analisis keuangan dari rencana kegiatan
25
investasi dimana keuntungan dihitung dari
selisih antara penerimaan dan pengeluaran tiap
tahunnya. Adapun proyeksi laba rugi selama
periode proyek dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.6
Proyeksi Laba Rugi
No Uraian Rata-Rata (Rp)
1 Pendapatan 1.008.000.000
2 Biaya Operasional Produksi 819.301.750
3 Laba Kotor 188.698.250
Bunga Kredit 9.495.000
4 Laba sebelum pajak 179.203.250
Biaya penyusutan 24.557.500
5 Laba kena pajak 154.645.750
Pajak 21.650.405
6 Laba bersih 132.995.345
7 Profit Margin (%) 13.19
Dari detail perhitungan laba rugi (lampiran
5) menunjukkan bahwa pada tahun pertama
usaha telah menghasilkan keuntungan sebesar
Rp 116.457.545,-. Berkurangnya beban
angsuran bunga kredit/pinjaman baik kredit
investasi maupun kredit modal kerja membuat
laba bersih meningkat pada tahun kedua
mencapai Rp 129.228.545,-. Ketika kredit lunas
pada tahun ketiga, laba bersih perusahaan
kembali meningkat menjadi Rp 136.968.545,-.
Laba bersih rata-rata selama periode proyek (5
tahun) mencapai Rp 132.995.345,- dengan profit
margin rata-rata per tahun mencapai 13.19%.
Dengan memperhitungkan biaya tetap,
biaya variabel dan hasil penjualan gula merah
tebu maka diperoleh BEP rata-rata selama 5
tahun untuk usaha gula merah tebu di Desa
Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kediri
adalah sebesar Rp. 336.029.818,-. Nilai ini sama
dengan BEP rata-rata produksi sebesar 56.005
kg gula merah tebu tiap tahunnya (detail pada
lampiran 6).
PROYEKSI ARUS KAS DAN
KELAYAKAN PROYEK
Untuk aliran kas (cashflow) dalam
perhitungan ini dibagi dalam dua aliran, yaitu
arus kas masuk (cash inflow) dan arus kas
keluar (cash outflow). Arus kas masuk diperoleh
dari nilai penjualan gula merah tebu selama 1
tahun, dimana diperoleh berdasarkan asumsi
kapasitas produksi setiap pengusaha/pengrajin
UMKM dalam 1 tahun dan harga rata-rata
produk gula merah tebu dalam 1 tahun. Untuk
arus keluar meliputi biaya investasi, biaya
modal kerja, biaya operasional termasuk
angsuran pokok dan angsuran bunga
pinjaman/kredit dan besarnya pajak penghasilan
yang harus dibayar oleh pengusaha/pengrajin
UMKM gula merah tebu.
Untuk perhitungan kelayakan rencana
investasi dapat menggunakan beberapa metode
diantaranya adalah penilaian B/C ratio, net B/C
ratio, net present value (NPV), internal rate of
return (IRR) dan payback period (PBP). Sebuah
usaha gula merah tebu berdasarkan kriteria di
atas dikatakan layak jika B/C ratio atau net B/C
ratio > 1, NPV >0, IRR > discount rate dan
payback period lebih pendek dari asumsi waktu
periode proyek yang ditentukan. Perhitungan
kelayakan dapat dilihat pada tabel berikut, yang
secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 7. Tabel 5.7
Analisis Kelayakan Usaha
Indikator Nilai
IRR (%) 38,50
PBP usaha (tahun) 3,13
DF (%) 18,00
PV Benefit (Rp) 3.211.730.263
PV Cost (Rp) 3.006.722.456
B/C Ratio 1,07
NPV (Rp) 205.007.807
Net B/C Ratio
Cashflow (+)
(Rp)
579.985.914
Cashflow (-)
(Rp)
-374.978.107
Net B/C Ratio 1,55
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa B/C
ratio sebesar 1,07 dan net B/C ratio sebesar 1,55
lebih besar dari 1, IRR sebesar 38,5% lebih
besar dari discount rate (18%). Sementara itu
nilai NPV sebesar 205.007.807 > 0. Indikator-
indikator di atas menunjukkan bahwa usaha gula
merah tebu di Desa Slumbung, Kecamatan
Ngadiluwih ini menguntungkan. Dengan IRR
sebesar 38,5% menunjukkan usaha gula merah
tebu di Desa Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih
masih layak dilaksanakan sampai dengan tingkat
bunga 38,5%. Periode pengembalian modal
(payback period) selama 3,13 tahun atau 3 tahun
2 bulan juga menunjukkan tingkat pengembalian
investasi pada bisnis gula merah tebu di lokasi
26
penelitian masih berada di dalam asumsi waktu
periode proyek yang ditetapkan yaitu 5 tahun.
Berdasarkan indikator-indikator kelayakan
investasi di atas dapat disimpulkan bahwa usaha
gula merah tebu di Desa Slumbung layak dan
menguntungkan.
ANALISIS SENSITIVITAS KELAYAKAN
USAHA
Dalam suatu analisis kelayakan
bisnis/usaha, ada 2 indikator utama yang
biasanya menjadi patokan utama untuk
menentukan apakah suatu bisnis/usaha memiliki
kelayakan usaha yang memadai. Kedua
indikator tersebut adalah pendapatan (penjualan)
dan biaya. Kedua hal tersebut merupakan
komponen inti dalam suatu kegiatan usaha.
Dalam penelitian ini kedua komponen tersebut
(biaya dan penjualan/pendapatan dihitung
berdasarkan asumsi teknis yang telah
ditetapkan). Walaupun asumsi teknis yang
ditetapkan untuk biaya (cost) dan
penjualan/pendapatan didasarkan pada data
survey lapangan di lokasi penelitian namun
tingkat ketidakpastiannya juga cukup tinggi.
Untuk mengurangi risiko ini maka diperlukan
analisis sensitivitas yang dipergunakan untuk
menguji tingkat sensitivitas bisnis/usaha gula
merah tebu di Desa Slumbung, Kecamatan
Ngadiluwih terhadap perubahan harga input
maupun output. Dalam pola pembiayaan ini
digunakan tiga skenario sensitivitas, yaitu:
Skenario I : Pendapatan proyek mengalami
penurunan, namun biaya investasi dan biaya
operasional tetap. Penurunan pendapatan bisa
diakibatkan oleh penurunan harga gula merah
tebu, jumlah permintaan yang menurun ataupun
kapasitas produksi/jumlah produksi mengalami
penurunan.
Skenario II : Biaya operasional mengalami
kenaikan, namun biaya investasi dan
penerimaan proyek tetap. Kenaikan biaya
operasional bisa terjadi karena kenaikan harga
input untuk operasional seperti bahan baku,
peralatan produksi dan lain-lain
Skenario III : Skenario ini adalah gabungan
dari skenario I dan II yaitu diasumsikan
pendapatan proyek mengalami penurunan dan
biaya operasional mengalami kenaikan, namun
biaya investasi tetap. (Perhitungan hasil analisis
sensitivitas disajikan secara lengkap dalam
lampiran 8 sampai dengan lampiran 12) Pada
skenario I, dengan penurunan pendapatan
sebesar 6%, usaha gula merah tebu di Desa
Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten
Kediri masih layak untuk dilaksanakan. Hal ini
didasarkan pada hasil perhitungan sejumlah
kriteria kelayakan investasi (pada discount rate
18%) sebagai berikut: net B/C sebesar 1,24
(>1), NPV sebesar Rp. 75.876.505,- (>0), nilai
IRR sebesar 27,04% (>18%, discount rate),
periode pengembalian proyek (payback period)
selama 4,28 tahun atau 4 tahun 3 bulan (berada
di bawah periode proyek 5 tahun yang
ditetapkan). Analisis kelayakan usaha saat
pendapatan menurun 6% dapat dilihat pada
Tabel 5.8 berikut ini :
Tabel 5.8
Analisis kelayakan usaha saat pendapatan turun 6%
Indikator Nilai
IRR (%) 27,04
PBP usaha
(tahun)
4,28
DF (%) 18,00
PV Benefit (Rp) 3.022.598.961
PV Cost (Rp) 2.946.722.456
B/C Ratio 1,03
NPV (Rp) 75.876.505
Net B/C Ratio
Cashflow (+)
(Rp)
390.854.612
Cashflow (-)
(Rp)
-314.978.107
Net B/C Ratio 1,24
Saat pendapatan usaha mengalami
penurunan sebesar 7%, usaha gula merah tebu di
Desa Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih,
Kabupaten Kediri masih layak untuk
dilaksanakan. Hal ini didasarkan pada hasil
perhitungan sejumlah kriteria kelayakan
investasi (pada discount rate 18%) sebagai
berikut: net B/C sebesar 1,14 (>1), NPV sebesar
Rp. 44.354.622,- (>0), nilai IRR sebesar 23,32%
(>18%, discount rate), periode pengembalian
proyek (payback period) selama 4,56 tahun atau
4 tahun 7 bulan (berada di bawah periode
proyek 5 tahun yang ditetapkan). Analisis
27
kelayakan usaha saat pendapatan menurun 7%
dapat dilihat pada Tabel 5.9 berikut ini :
Tabel 5.9
Analisis kelayakan usaha saat pendapatan turun 7%
Indikator Nilai
IRR (%) 23,32
PBP usaha
(tahun)
4,56
DF (%) 18,00
PV Benefit (Rp) 2.991.077.007
PV Cost (Rp) 2.946.722.456
B/C Ratio 1,02
NPV (Rp) 44.354.622
Net B/C Ratio
Cashflow (+)
(Rp)
359.322.729
Cashflow (-)
(Rp)
-314.978.107
Net B/C Ratio 1,14
Pada skenario II, dengan kenaikan biaya
operasional sebesar 7%, usaha gula merah tebu
di Desa Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih,
Kabupaten Kediri masih layak dilaksanakan.
Hal ini didasarkan pada hasil perhitungan
sejumlah kriteria kelayakan investasi (pada
discount rate 18%) sebagai berikut: net B/C
sebesar 1,27 (>1), NPV sebesar Rp.
85.661.039,- (>0), nilai IRR sebesar 28,9%
(>18%, discount rate), periode pengembalian
proyek (payback period) selama 4,2 tahun atau 4
tahun 2 bulan (berada di bawah periode proyek
5 tahun yang ditetapkan). Analisis kelayakan
usaha saat biaya operasional naik 7% dapat
dilihat pada Tabel 5.10 berikut ini :
Tabel 5.10
Analisis Kelayakan Usaha
Saat Biaya Operasional Naik 7%
Indikator Nilai
IRR (%) 28,19
PBP usaha
(tahun)
4,20
DF (%) 18,00
PV Benefit (Rp) 3.211.730.263
PV Cost (Rp) 3.126.069.224
B/C Ratio 1,03
NPV (Rp) 85.661.039
Net B/C Ratio
Cashflow (+)
(Rp)
400.639.146
Cashflow (-)
(Rp)
-314.978.107
Net B/C Ratio 1,27
Ketika kenaikan biaya operasional
mencapai 9%, usaha gula merah tebu di Desa
Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten
Kediri juga masih layak dilaksanakan dan
memberikan keuntungan. Hal ini didasarkan
pada hasil perhitungan sejumlah kriteria
kelayakan investasi (pada discount rate 18%)
sebagai berikut: B/C ratio 1,01 (>1), net B/C
sebesar 1,11 (>1), NPV sebesar Rp.
34.419.107,- (>0), nilai IRR sebesar 22,14%
(>18%, discount rate), periode pengembalian
proyek (payback period) selama 4,65 tahun atau
4 tahun 8 bulan (berada di bawah periode
proyek 5 tahun yang ditetapkan). Analisis
kelayakan usaha saat biaya operasional naik 9%
dapat dilihat pada Tabel 5.11 berikut ini :
Tabel 5.11
Analisis Kelayakan Usaha Saat Biaya Operasional Naik
9%
Indikator Nilai
IRR (%) 22,14
PBP usaha
(tahun)
4,65
DF (%) 18,00
PV Benefit (Rp) 3.211.730.263
PV Cost (Rp) 3.177.311.156
B/C Ratio 1,01
NPV (Rp) 34.419.107
Net B/C Ratio
Cashflow (+)
(Rp)
349.397.214
Cashflow (-)
(Rp)
-314.978.107
Net B/C Ratio 1,11
Pada skenario III, pada saat terjadi
penurunan pendapatan sekaligus kenaikan biaya
operasional masing-masing sebesar 3%, usaha
gula merah tebu di Desa Slumbung, Kecamatan
Ngadiluwih, Kabupaten Kediri masih juga layak
dilaksanakan dan memberikan keuntungan. Hal
ini didasarkan pada hasil perhitungan sejumlah
kriteria kelayakan investasi (pada discount rate
18%) sebagai berikut: B/C ratio 1,03 (>1), net
B/C sebesar 1,30 (>1), NPV sebesar Rp.
93.579.255,- (>0), nilai IRR sebesar 29,11%
(>18%, discount rate), periode pengembalian
proyek (payback period) selama 4,13 tahun atau
4 tahun 2 bulan (berada di bawah periode
proyek 5 tahun yang ditetapkan). Analisis
kelayakan usaha saat terjadi penurunan
28
pendapatan 3% bersamaan dengan kenaikan
biaya operasional sebesar 3% dapat dilihat pada
Tabel 5.12
Tabel 5.12
Analisis kelayakan usaha saatpendapatan turun 3%
dan biaya operasional naik 3%
Indikator Nilai
IRR (%) 29,11
PBP usaha
(tahun)
4,13
DF (%) 18,00
PV Benefit (Rp) 3.117.164.612
PV Cost (Rp) 3.023.585.357
B/C Ratio 1,03
NPV (Rp) 93.579.255
Net B/C Ratio
Cashflow (+)
(Rp)
408.557.362
Cashflow (-)
(Rp)
-314.978.107
Net B/C Ratio 1,30
Hasil analisis sensitivitas di atas
menunjukkan bahwa usaha gula merah tebu di
Desa Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih,
Kabupaten Kediri layak (feasible) dilakukan
pada berbagai kondisi yang memungkinkan
terjadi baik karena penurunan pendapatan
pengrajin/pengusaha UMKM gula merah tebu
(6% sampai 7%) maupun jika terjadi kenaikan
biaya operasional pada tingkatan tertentu (7%
sampai 9%). Usaha gula merah tebu di Desa
Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten
Kediri juga menunjukkan bisnis/usaha ini layak
(feasible) dan memberikan keuntungan saat
terjadi penurunan pendapatan dan kenaikan
biaya operasional secara bersamaan dalam
tingkatan tertentu (masing-masing sebesar 3%).
ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN
DAMPAK LINGKUNGAN
ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL
Usaha atau bisnis gula merah tebu di Desa
Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten
Kediri telah banyak memberikan manfaat bagi
masyarakat sekitar khususnya dari sisi sosial
ekonomi. Pengaruh yang paling utama adalah
penyerapan lapangan kerja. Kebutuhan industri
kecil gula merah tebu di Desa Slumbung,
Kecamatan Ngadiluwih Kediri yang saat ini
berjumlah 34 (tiga puluh empat) pengrajin atau
pengusaha UMKM sedikitnya menyerap lebih
dari 300 (tiga ratus) tenaga kerja baik tenaga
kerja tetap maupun tenaga kerja tidak tetap di
bidang produksi. Tenaga kerja tidak hanya
berasal dari masyarakat Desa Slumbung,
Kecamatan Ngadiluwih saja tetapi juga berasal
dari desa-desa di sekitarnya.
Hasil wawancara dengan dinas-dinas terkait
menyatakan bahwa penyerapan tenaga kerja
pada UMKM gula merah tebu di Desa
Slumbung cukup signifikan. Hal ini dibuktikan
penyerapan jumlah tenaga kerja yang cukup
besar pada sektor ini terutama terjadi pada masa
giling dan menjelang Ramadhan dan Idul Fitri
dimana terjadi peningkatan permintaan gula
merah tebu yang cukup signifikan.
Dampak lainnya yang cukup terlihat adalah
meningkatnya kesejahteraan dan peningkatan
pendapatan (penghasilan) ekonomi masyarakat
Desa Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih. Para
pengrajin/pengusaha UMKM gula merah tebu di
Desa Slumbung secara umum memiliki taraf
hidup dan kesejahteraan yang cukup baik.
Peningkatan kesejahteraan dan pendapatan
secara ekonomi juga diperoleh para pekerja atau
karyawan yang bekerja di UMKM di lokasi
penelitian. Hasil wawancara dengan Kepala
Desa Slumbung menyebutkan bahwa UMKM
gula merah tebu di Desa Slumbung telah
memberikan manfaat dari sisi sosial dan
ekonomi masyarakat Desa Slumbung dan
sekitarnya dalam bentuk peningkatan
kemampuan ekonomi, peningkatan kebutuhan
tenaga kerja sehingga menyerap tenaga kerja
dari desa-desa sekitar.
Kepala Desa Slumbung juga menyebutkan
bahwa saat ini pengrajin/pengusaha UMKM
gula merah tebu di Desa Slumbung sudah
banyak yang melakukan ekspansi dan mencari
lahan-lahan di luar Desa Slumbung mengingat
lahan yang ada saat ini di Desa Slumbung sudah
terbatas. Kondisi ini menunjukkan
berkembangnya UMKM gula merah tebu pada
lokasi penelitian dari waktu ke waktu. Manfaat
sosial ekonomi lainnya dari UMKM gula merah
tebu di Desa Slumbung adalah meningkatnya
29
nilai tambah yang dihasilkan dan diperoleh oleh
pengrajin/pengusaha UMKM gula merah tebu.
Prospek usaha yang demikian baik dari
UMKM gula merah tebu ini telah menarik
berbagai pihak untuk ikut mempelajari
bagaimana pengelolaan usaha gula merah tebu
di lokasi penelitian. Menurut Kepala Desa
Slumbung tempat tersebut banyak didatangi oleh
UMKM dari daerah lainnya, pemerintah daerah
baik setempat maupun luar Kabupaten Kediri
dan Perguruan Tinggi untuk melakukan studi
banding. Beberapa mahasiswa dari Perguruan
Tinggi baik negeri maupun swasta di Jawa
Timur maupun luar Jawa Timur sering
mengambil obyek UMKM gula merah tebu di
Desa Slumbung sebagai bahan penelitian.
Penelitian dan pengembangan teknologi
produksi yang dilakukan beberapa Perguruan
Tinggi di Desa Slumbung, Kecamatan
Ngadiluwih sedikit banyak akan memberikan
kontribusi bagi pengrajin/pengusaha UMKM
dalam meningkatkan kualitas produksi dan
teknik produksi gula merah tebu di masa
mendatang. Hasil lain dicapai dari salah satu
pengrajin/pengusaha UMKM gula merah tebu di
Desa Slumbung telah memenuhi pasar luar
negeri (ekspor) yaitu memenuhi permintaan
pasar di Jepang yang secara tidak langsung akan
meningkatkan devisa bagi negara melalui ekspor
gula merah tebu ke luar negeri.
Kebutuhan atas keberadaan Organisasi
dalam bentuk Koperasi maupun Asosiasi mutlak
dibutuhkan agar pencarian informasi lebih luas
dan penyebaran informasi lebih merata. Selain
itu yang lebih penting adalah bahwa dengan
keberadaan Koperasi atau Asosiasi, maka proses
pemberdayaan sosial dan ekonomi masyarakat
pengrajin gula merah tebu di Desa Slumbung
Kecamatan Ngadiluwih Kabupaten Kediri akan
lebih tepat sasaran dan mudah dilaksanakan,
kerjasama dengan Dinas-Dinas Terkait maupun
dengan Dunia Perbankan akan dapat dikelola
dengan baik.
DAMPAK LINGKUNGAN
Usaha produk gula merah tebu tidak
menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan,
bahkan menciptakan manfaat bagi lingkungan
karena tidak ada limbah berbahaya yang
dihasilkan gula merah tebu. Limbah yang
dihasilkan dari proses pengolahan gula merah
tebu adalah daun tebu, ampas tebu (bagase),
kotoran hasil pemasakan (untuk), abu dan asap
hasil pembakaran bahan bakar bagase dan
sekam. Ampas tebu (bagase) yang dihasilkan
dari proses penggilingan dapat dimanfaatkan
sebagai bahan bakar tungku pemasakan selain
daun tebu kering dan sekam. Ampas tebu
(bagase) yang masih basah disimpan 1-2 hari di
ruang pembakaran sehingga tidak terlalu basah,
kemudian ampas tebu (bagase) tersebut dijemur
lalu dipisahkan dan disimpan dekat tungku
pemasakan untuk dipergunakan sebagai bahan
bakar. Limbah dalam bentuk abu dan untuk
yang dihasilkan pada proses pemasakan gula
merah tebu belum dikelola dan dimanfaatkan
oleh pengusaha/pengrajin UMKM gula merah
tebu. Selama ini limbah abu hanya digunakan
untuk menimbun tanah, sedangkan limbah
hanya dibuang di sekitar lokasi pemasakan.
Keterbatasan pengetahuan dan alasan praktis
menyebabkan pengusaha/pengrajin UMKM gula
merah tebu tidak memanfaatkan limbah abu dan
untuk yang dihasilkan. Peran Aktif dari peneliti
dari Perguruan Tinggi maupun masukan dari
Dinas-Dinas Terkait akan sangat dibutuhkan dan
bermanfaat dalam hal ini.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
KESIMPULAN
a. UMKM gula merah tebu di Desa Slumbung
Kecamatan Ngadiluwih merupakan usaha yang
telah dilakukan sejak lama dan turun temurun.
UMKM gula merah tebu merupakan sumber
penghasilan utama masyarakat di Desa
Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten
Kediri.
b. Jumlah UMKM gula merah tebu di Desa
Slumbung Kecamatan Ngadiluwih berjumlah
34 (tiga puluh empat) UMKM. Kapasitas
produksi mencapai 5.729 ton per tahun, dengan
rata-rata kapasitas produksi per hari untuk setiap
pengrajin/pengusaha UMKM gula merah tebu
mencapai 800 kg - 1.000 kg.
c. Permintaan akan produk gula merah tebu
pada UMKM gula merah tebu di Desa
30
Slumbung Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten
Kediri. Dalam 1 bulan rata-rata permintaan gula
merah tebu mencapai 20 sampai 25 ton untuk
setiap pengrajin/pengusaha UMKM gula merah
tebu. Permintaan tertinggi terjadi pada
menjelang Ramadhan dan Idul Fitri serta pada
pertengahan tahun. Sementara permintaan
terendah terjadi pada saat musim penghujan
dimana kadar air dalam tebu lebih tinggi
sehingga air nira tebu yang dihasilkan menjadi
lebih sedikit yang berpengaruh pada penurunan
kapasitas produksi gula merah tebu. Permintaan
akan UMKM gula merah tebu di Desa
Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih dalam 1
bulan mencapai lebih dari 1000 ton dan saat ini
UMKM di lokasi penelitian belum mampu
memenuhi permintaan tersebut, terbukti dari
berapa pun kapasitas produksi UMKM gula
merah tebu di lokasi penelitian selalu terserap
oleh pasar.
d. Desa Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih,
Kabupaten Kediri merupakan lokasi yang ideal
bagi pengembangan UMKM gula merah tebu
karena pasokan bahan baku dalam hal ini tebu
cukup baik. Keberadaan beberapa pabrik gula di
sekitar lokasi UMKM gula merah tebu
menjamin ketersediaan dan pasokan bahan baku.
e. UMKM gula merah tebu di Desa Slumbung
mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah
yang cukup besar. Hasil penelitian mencatat
penyerapan tenaga kerja pada UMKM gula
merah tebu di lokasi penelitian mencapai lebih
dari 300 orang tenaga kerja.
f. Terkait dengan pola pembiayaan UMKM
gula merah tebu saat ini masih mengandalkan
dana milik pribadi atau pinjaman dari pedagang
pengepul besar atau pedagang perantara gula
merah tebu. Keterlibatan pihak bank/lembaga
keuangan dalam menyediakan kredit/pinjaman
baik kredit investasi maupun kredit modal kerja
masih sangat minim.
g. Jalur distribusi produk gula merah tebu masih
didominasi oleh peran pengepul besar atau
pedagang perantara. Pengusaha/pengrajin
UMKM gula merah tebu di lokasi penelitian
menjual sebagian besar produknya kepada
pedagang pengepul besar dan pedagang
perantara gula merah tebu dengan alasan
kepraktisan mekanisme jual beli. Pedagang
pengepul besar dan pedagang perantara gula
merah tebu juga kadang berperan sebagai
lembaga keuangan dengan meminjamkan modal
kerja kepada pengrajin/pengusaha UMKM
untuk menjamin pasokan produk gula merah
tebu kepada mereka. Pengembalian pinjaman
kepada pedagang pengepul besar dan pedagang
perantara gula merah tebu biasanya dalam
bentuk produk.
h. Berdasarkan hasil analisis kelayakan
finansial terhadap UMKM gula merah tebu di
lokasi penelitian menunjukkan bahwa UMKM
gula merah tebu di lokasi penelitian layak
dilaksanakan dan memberikan kontribusi
keuntungan yang signifikan. Hasil analisis
finansial pada discount rate 18% diperoleh NPV
sebesar RP.205.007.807 (>0), IRR sebesar
38.5% (>18%), B/C ratio 1,07 (>1), net B/C
ratio 1,55 (>1) dengan masa pengembalian
investasi (payback period) selama 3,12 tahun
atau 3 tahun 2 bulan (lebih rendah dari masa
periode proyek = 5 tahun)
i. Analisis sensitivitas terhadap perubahan
penerimaan/penghasilan pada tingkatan sebesar
6% dan 7% serta perubahan yang terjadi pada
kenaikan biaya operasional sebesar 7% dan 9%,
dan perubahan yang terjadi sekaligus bersamaan
antara penurunan penghasilan sebesar 3% dan
peningkatan biaya operasional sebesar 3% tidak
berpengaruh terhadap kelayakan UMKM gula
merah tebu di lokasi penelitian.
j. UMKM gula merah tebu di lokasi penelitian
memberikan dampak sosial ekonomi bagi
masyarakat setempat dalam bentuk peningkatan
penyerapan tenaga kerja, peningkatan
kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat
setempat, meningkatkan nilai tambah bagi
pengrajin/pengusaha UMKM setempat,
meningkatkan optimalisasi potensi daerah
melalui usaha gula merah tebu, meningkatkan
devisa negara serta mendorong adanya
penelitian dan pengembangan teknologi
produksi
k. Usaha produk gula merah tebu tidaklah
memberikan dampak negatif bagi lingkungan
sekitar
31
REKOMENDASI
KEN
DALA
LANGKAH
OPERASION
AL
INDIKATOR
KEBERHASI
LAN
PELAKSANA
Keterbat
asan
kapasitas
produksi.
• Investasi
peralatan
produksi
sebagai
upaya
peningkata
n kapasitas
produksi
• Terjadi
peningkata
n produksi
gula merah
tebu.
• Penambaha
n jumlah
mesin
produksi.
• Dinas
KOPERIND
AG,
DiisHutBun
dan Bappeda
Permoda
la
n.
• Kredit
investasi
yang
diperuntuk
kan pada
perbaikan
mesin atau
pembelian
mesin
produksi
baru.
• Kredit
modal kerja
dibutuhkan
untuk
menambah
luasan
sewa lahan
bahan baku
tebu.
• Semakin
banyaknya
pengrajin
yang
mendapatk
an kredit.
• Penambaha
n jumlah
sewa lahan.
• Jangka
waktu
produksi
gula merah
lebih lama.
• Pinjaman
ke
pengepul
berkurang.
• Bappeda,
DisHutBun
dan
Perbankan
(difasilitasi
BI).
Ketergan
tungan
petani
terhadap
pedagan
g.
• Penguatan
petani atau
kelembagaa
n petani
agar
mampu
bernegosias
i dengan
pedagang.
• Membuka
peluang
akses
pemasaran
baru.
• Harga jual
produk
gula merah
meningkat.
• Terjalinya
kemitraan
atau adanya
aktivitas
jual beli
langsung
dengan
pabrikan.
• Assosiasi
Tani,
DisHutBun,
Koperindag
dan Pabrik
Gula.
Rendahn
ya
Kualitas
produk
Gula
Merah
Tebu.
• Pelatihan
standarisasi
mutu gula
merah.
• Pelatihan
teknik
produksi
pengolahan
gula merah.
• Hasil
produk
gula merah
tebu lebih
bersih dan
sesuai
standar
mutu
produk.
• Koperindag
dan Pabrik
Gula
Inovasi. • Pelatihan
entreprene
ur bagi
pengrajin.
• Diversifik
asi
kemasan
• Model
pengemas
an produk
lebih
bervariasi.
• Koperindag,
DisHutBun
(difasilitasi
BI).
hasil
produk.
DAFTAR RUJUKAN
Aini, 2002 “Manis dan Kaya Kalori” Jawa Pos
Minggu 20 April, pp 24. Badan
Standarisasi Nasional - SNI 01-6237-2000
“Gula Merah Tebu”
http://www.bsn.go.id/sni/sni_detail.php?s
ni_id=6387
Buckle, K.A., R.A. Edward, E.H. Fleets and M.
Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah
Purnomo, H dan Adiono. Penerbit UI
Press. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Daftar
Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia.
Jakarta. Departemen Kesehatan RI.
Departemen Pertanian RI. 2006. Rencana
Pembangunan Pertanian 2005 - 2009.
Jakarta. DepartemenPertanian RI.
Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kab. Kediri
(2010). Kabupaten Kediri dalam Angka
2010. Kediri
Goutara dan Wijandi. 1975. Dasar Pengolahan
Gula. Departemen Teknologi Hasil
Pertanian FATEMETA IPB. Bogor.
Muchtadi, D., M, Astawan dan N.S. Palupi.
1993. Metabolisme Zat Gizi, Sumber,
Fungsi dan Kebutuhan bagi Manusia.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Pakapahan, A, 2000. Membangun Kembali
Industri Gula Indonesia, Direktorat
Jenderal Perkebunan Jakarta
Purnomo, Edi, 1997, Pembuatan Gula Merah
Tebu yang Baik dan Efisien, Pasuruan :
P3GI
Soerjadi, 1982. Dasar-dasar Teknologi Gula.
Yogyakarta : Lembaga Pendidikan
Perkebunan.
Supriyadi, Achmad, 1992, Rendeman Tebu:
Liku-Liku Permasalahannya, Yogyakarta
: Kanisius
Tjokrodirdjo, H.S., L.M. Syafein, dan B.
Subroto. 1999. Industri gula di luar Jawa.
Dalam A.H. Sawit,
P. Suharno, dan A. Rachman (Ed.). Ekonomi
Gula Indonesia, Pusat Penelitian Sosial
Ekonomi Pertanian,