G5P4A0 Parturien Aterm + Perdarahan Antepartum Suspek Plasenta - Copy
Pneumonia Suspek Bakteri Blok 17
description
Transcript of Pneumonia Suspek Bakteri Blok 17
Pneumonia Suspek Bakteri
Kelompok C6
Eriya Zaetun Anjeli (102012303)
Imanuel Sutopo (102013047)
Mariana Astuti Dam (102013128)
Yovan Mas Agustias (102013253)
Ester Rita (102013284)
Veneranda Venny Grishela (102013383)
Yohana Elviani Jemumu (102013458)
Emmanuel Taguh Anak Lala (102013504)
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara, No. 6, Jakarta Barat 11570, Indonesia
____________________________________________________________________________
Abstrak
Gangguan saluran pernapasan merupakan gangguan yang cukup sering di masyarakat
dan menyebabkan mereka datang ke dokter ataupun rumah sakit. Gangguan yang biasanya
diawali dengan batuk, sesak napas, dan gejala lainnya biasanya hanyalah pertanda awal dari
gangguan paru. Gangguan saluran pernapasan menjadi suatu masalah ketika menjadi sebuah
epidemik ataupun penyakit yang menyebabkan kematian cukup tinggi khususnya di
masyarakat kalangan menengah dan bawah bahkan atas sekalipun. Salah satu gangguan paru
yang bisa ditemui adalah pneumonia. Pneumonia adalah infeksi saluran napas bawah yang
dapat menimbulkan kematian dengan persentase cukup tinggi. Gangguan ini biasa
disebabkan bakteri Str. pneumoniae (tipikal) dan M. pneumoniae (atipikal). Namun pada saat
ini sudah banyak terjadi banyak perkembangan dan cukup banyak bakteri maupun virus yang
menyebabkan gejala yang sama maka dibedakan menjadi pneumonia yang didapati di rumah
sakit dan lingkungan. Pneumonia ini harus segera diberikan tindakan agar tidak terjadi
komplikasi dan prognosis baik.
Kata kunci : Saluran pernapasan, pneumonia, penyakit
Abstract
1
Repiratory tract disesase is one of the disease that commonly in society and cause them
to visit doctor or hospital. The disease usually begun with cough, hard to breathe, and the
other symptoms also the beginning of the repitatory disease. Repiratory tract disease become
a troble when it comes to epidemic or disease that can lead to high risk death especially for
they that not have strong financial or even strong financial also. One of the respiratory tract
disease that commonly found is pneumonia. Pneumonia is an infection of lower repiratory
tract that can lead into severe or even death with high percentage. This disease usually
caused by Str. Pneumoniae (typical) and M. pneumoniae (atypical). But in nowadays there so
many development and causes that have similar symptoms like bacterial, virus so this disease
is also difficult to identify in this case we can separate pneumonia into two causes which is
infected at hospital and the one at his/her society. Pneumonia must be treated as soon as
possible to prevent complication and also get some good prognotion
Keywords : Respiratory tract, pneumonia, disease
Pendahuluan
Pada masa yang lalu pneumonia diklasifikasikan sebagai pneumonia tipikal yang
disebabkan oleh Str. Pneumonia dan M. pneumonia. Kemudia ternyata manifestasi dari
patogen lain juga ada seperti H. Influenza, S. Aureus, dan bakteri patogen Gram negatif
memberikan sindrom klinik yang identik dengan pneumonia oleh Str. Pneumonia dan bakteri
lain serta virus dapat memiliki gambaran yang sama dengan M. pneumonia. Pada
perkembangnya pengelolaan pneumonia telah dikelompokkan pneumonia yang terjadi di
rumah sakit-Pneumonia Nosokomial (PN) kepada mereka yang berhubungan menggunakan
ventilator (PBV) (ventilatior associated pneumonia-VAP) dan yang didapat di pusat
perawatan kesehatan (PPK). Dengan demikian pneumonia saat ini dikenal dengan dua
kelompok utama yaitu pnemonia nosokomial dan pneumonia komunitas (PK) yang didapat di
masyarakat. Disamping itu pneumonia daam bentuk khusus kadang juga dijumpai.1,2
2
Anamnesis
Anamnensis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan wawancara dengan pasien (autoananamnesis), keluarga pasien atau dalam
keadaan tertentu dengan penolong pasien (alloanamnesis). Tujuan utama suatu anamnesis
adalah untuk mengumpulkan semua informasi dasar yang berkaitan dengan penyakit pasien
dan adaptasi pasien dengan penyakitnya. Pada anamnesis, komunikasi adalah kunci untuk
berhasilnya proses ini. Dokter sebagai pewawancara harus dapat menanyakan pertanyaan-
pertanyaan kepada pasien dengan bebas. Pertanyaan-pertanyaaan ini harus selalu mudah
dimengerti dan disesuaikan dengan pengalaman medis pasien. Jika perlu, bahasa pasaran
yang tidak baku yang melukiskan keadaan tertentu dapat dipakai untuk mempermudah
komunikasi dan menghindari kesalahpahaman. Berdasarkan anamnesis yang baik dokter akan
menentukan beberapa hal berikut :
1. Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien (kemungkinan
diagnosis)
2. Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya keluhan
pasien (diagnosis banding)
3. Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersabut (faktor
predisposisi dan faktor resiko)
4. Kemungkinan penyebab lain (kausa/etiologi)
5. Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburruk keluhan pasien (faktor
prognostik, dan faktor resiko)
6. Pemeriksaaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk
menentukan diagnosisnya.
Prinsip utama dalam anamnesis adalah membiarkan pasien mengutarakan riwayat
penyakitnya dalam katanya sendiri. Cara pasien mengutarakan rieayat penyakitnya
mengungkapkan banyak sifat penyakit pasien tersebut. Pengamatan yang cermat mengenai
eksi wajah pasien dan juga gerakan tubuhnya dapat memberikan petunjuk nonverbal yang
berharga. Dokter juga bisa memakai bahasa tubh seperti tersenyum, mengangguk, berdiam
diri serta gerakan lainnya untuk mendorong pasien mengutarakan riwayat penyakitnya.
Mendengarkan tanpa menyela penting dan memerlukan eterampilan. Jika diberikan
kesempatan, pasien seringkali mengungkapkan masalahnya secara spontan. Jika riwayat yang
diberikan samar-samar, dokter dapat memakai pertanyaan langsung. Pertanyaan
3
“bagaimana”, “dimana”, atau “kapan” biasanya lebih efektif dibandingkan pertanyaan seperti
“mengapa”, yang cenderung membuat pasien bersikap defensif.
Pasien juga harus dihargai serta diperlakukan dengan penuh penghargaan sehingga
pasien akan merasa nyaman ketika memberikan informasi kepada dokter. Harus diperhatikan
juga penampilan kita saat mewawancara karena kesan pertama penting dalam proses
anamnesis. Dokter juga harus simpatik serta tertarik dengan riwayat pasien dan menciptakan
suasana yang terbuka serta kondusif.
Anamnesis diawali dengan memberikan salam kepada pasien dan menanyakan identitas
pasien tersebut. Dilanjutkan dengan menanyakan keluhan utama, dan untuk setiap keluhan
waktu muncul gejala, cara perkembangan penyakit, derajat keparahan, hasil pemeriksaan
sebelumnya dan efek pengobatan dapat berhubungan satu sama lain.
Riwayat penyakit sekarang (RPS) berhubungan dengan gejala penyakit , perjalanan
penyakit dan keluhan penyerta pasien. Riwayat penyakit dahulu (RPD) merupakan penyakit
yang pernah di derita pasien di masa lalu. Riwayat sosial adalah kondisi lingkungan sosial,
ekonomi dan kebiasaan sehari-hari pasien. Riwayat penyakit keluarga (RPK) ialah riwayat
penyakit yang pernah dan sedang diderita oleh keluarga pasien.1
Anamnesis epidemiologi haruslah mencakup keadaan lingkungan pasien, tempat yang
dikunjungi dan kontak dengan orang atau binatang yang menderita penyakit serupa.
Pneumonia dihharapkan sembuh dalam waktu 2-3 minggu. Bila lebih lama perlu dicurigai
adanya infeksi kronik oleh bakteri anaerob atau non bakteri seperti oleh jamur,
mikobakterium atau parasit.1,2
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik merupakan salah satu langkah penting setelah anamnesis dimana
pemeriksaan fisik akan memperkuat ataupun menyingkirkan diagnosis yang sudah ada.
Beberapa aspek yang perlu diperhatikan adalah mulai dari inspeksi, palpasi, perkusi serta
asukultasi. Namun selain itu ada beberapa aspek juga yang dapat diperhatikan pada
pemeriksaan fisik toraks dan paru seperti batuk, sputum (dahak), batuk darah, sakit dada,
nyeri pleura, nyeri dinding dada, nyeri mediastinum serta sesak napas dan mengi.
4
Pemeriksaan dada dan paru bagian depan dilakukan dengan pasien dalam posisi
terlentang, sedangkan pemeriksaan dada dan paru belakang pada pasien dengan posisi duduk.
Pada saat pasien duduk kedua tangannya menyilang pada dada sehingga kedua tangan pasien
dapat diletakkan di masing-masing bahu secara kontralateral. Dengan cara ini kedua skapula
akan bergeser ke arah lateral sehingga memperluas lapangan paru yang akan diperiksa.
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik paru maka dilakukan pengamatan awal untuk
mengetahui adanya kelainan diluar dada yang mungkin berkaitan dengan penyakit paru.
Selain itu diamati juga suara-suara tidak abnormal yang langsung terdengar tanpa bantuan
stetoskop.
Beberapa kelainan yang dapat timbul di ekstrimitas yang berhubungan dengan penyakit
paru antara lain, jari tabuh atau clubbing finger pada penyakit paru supuratif dan kanker paru,
sianosis perifer (pada kuku jari tangan) menujukkan hipoksemia, karat nikotin pada perokok
berat, otot-otot tangan dan lengan yang mengecil karena penekanan virus di nervus torakalis I
oleh tumor di apeks paru (sindrom Pancoast). Kelainan pada daerah kepala yang berkaitan
dengan kelainan paru juga ada, yakni sindrom Horner yang memiliki gejala ptosis, miosis,
enoftalmus dan anhidrosis hemifiliasis dan sianosis pada ujung lidah akibat hipoksemia.
Di samping melihat keadaan tersebut kita juga dapat mendengar beberapa suara yang
cukup membantu walaupun tanpa alat stetoskop seperti, mengi (wheezing) dimana suara
seperti musik yang terdengar selama fase inspirasi dan ekspirasi karena penyempitan jalan
udara. Stridor, suara napas yang mendengkur secara teratur, terjadi karena adanya
penyumbatan daerah laring. Terakhir ada suara sesak (hoarseness), terjadi karena
kelumpuhan pada saraf laring atau peradangan pada pita suara.
Inspeksi dilakukan untuk mengetahui adanya lesi pada dinding dada, kelainan pada
bentuk dada, menilai frekuensi, sifat dan pola pernapasan. Kelainan pada dinding dada yang
bisa dilihat pada dinding dada yaitu, parut bekas operasi, pelebaran vena-vena superfisial
akibat bendungan vena, spider naevi, ginekomastia tumor, bekas operasi, retraksi otot-otot
interkostal dan lain-lain.
5
Kelainan pada bentuk dada, pada keadaan normal mempunyai diameter latero-lateral
yang lebih besar dari diameter anteroposterior, bentuk kelainan dada yang bisa dilihat adalah
antara lain dada paralitikum dada kecil dan diameter sagital pendek, dada emfisema (barrel
chest/barrel shape) dimana dada mengembang dan diameter anteroposterior lebih besar dari
diameter laterolateral, kifosis dimana tulang vertebra melengkung ke anterior, skoliosis
dimana kurva vertebra melemgkung berlebihan ke arah lateral, pectum excvavatum dan
pectum carinatum. Frekuensi pernapasan normal adalah sekitar 14-20 kali per menit kurang
dari 14 disebut bradipnea misalnya pada kasus pemakaian narkotika dan apabila lebih dari 20
kali maka disebut takipnea pada kasus seperti pneumnia, asidosis dan ansietas. Jenis
pernafasan juga dilihat apakah torakal atau abdominal yang dominan atau kombinasi pada
kasus pneumonia jenis pernapasannya menggunakan cuping hidung. Pola pernapasan pasien
apakah teratur ataukah lebih cepat lambat ataupun tidak berirama.
Palpasi dapat dilakukan pada saat statis dan dinamis. Pada keadaan statis pemeriksaan
yang dapat dilakukan, yakni pemeriksaan kelenjar getah bening pada daerah supraklavikular
maupun mandibula dan kedua aksila, pemeriksaan mediastinum dengan melakukan
pemeriksaan trakea dan apeks jantung untuk mengetahui apakah terdapat deviasi ataupun
pemendekan jarak antara kartilago krikoid dan suprasternal cotch yang meerupakan tanda
hiperplasi paru. pada pemeriksaan dinamis yang dapat dinilai adalah antara lain untuk menilai
ekspansi paru serta vokal fremitus. Dalam keadaan normal kedua sisi dada harus sama-sama
mengembang selama inspirasi biasa maupun inspirasi maksimal. Pengembangan paru bagian
atas dilakukan dengan mengamati pergerakan kedua klavikula. Berkurangnya gerakan pada
salah satu sisi menunjukkan adanya kelainan pada sisi tersebut. Untuk memeriksa dan
menilai pengembangan paru bagian bawah dilakukan pemeriksaan dengan meletakkan kedua
telapak tangan dan ibu jari secara simetris pada masing-masing tepi iga, sedangkan jari-jari
lainnya menjulur sepanjang sisi lateral lengkung iga. Kedua ibu jari harus saling berdekatan
atau hampir di garis tengah dan sedikit diangkat keatas supaya pasien lebih bebas bernafas.
Pemeriksaan vokal fremitus dilakukan dengan cara meletakkan kedua telapak tangan pada
permukaan dinding dada, kemudian meminta pasien menyebut angka 77 atau 99 dan rasakan
getaran suara dengan seksama. Pada kasus dimana getaran suara mengecil terdapat pada
kasus empiema, hidrotoraks, atelektasis. Fremitus yang mengeras karena adanya infiltrat pada
parenkim paru (misalnya pneumonia, tuberkulosis paru aktif)
6
Perkusi dilakukan dengan meletakkan telapak tangan kiri pada dinding dada dengan
jari-jari sedikit meregang. Jari tengah tangan kiri tersebut ditekan ke dinding dada sejajar
dengan iga pada daerah yang akan diperkusi. Biasanya pada paru akan terdengar suara sonor
namun apabila terdapat perubahan suara seperti redup dan pekak atapun hipersonor maka kita
dapat segera menduga-duga apa yang terdapat di dalam paru. Hipersonor terdengar apabila
terdapat banyak sekali udara dalam paru misalnya pada kasus emfisema, pneumothoraks.
Redup (dull), bila bagian yang padat lebih banyak daripada udara misalnya, adanya
infiltrat/konsolidasi akibat pneumonia, maupun efusi pleura yang sedang. Pekak (flat/ stony
dull) terdapat pada jaringan yang tidak mengandung udara di dalamnya misalnya pada tumor
paru, efusi pleura masif.
Auskultasi merupakan pemeriksaan yang paling penting dalam menilai aliran udara
melalui sistem trakebronkial. Pemeriksaan ini meliptui suara napas pokok, pemeriksaan suara
napas tambahan dan jika didapatkan adanya kelainan maka dilakukan pemeriksaan untuk
mendengarkan suara ucapan atau bisikan pasien yang dihantarkan melalui dada. Suara napas
pokok yang normal terdiri dari, vesikular, bronkovesikuler, bronkial, trakeal dan amforik.
Berikut juga ada beberapa suara tambahan yang dapat ditemui pada keadaan patologis, yakni
ronki basah (crackles atau rales) adalah suara napas yang terputus-putus, bersifat non-
musical dan biasanya terdengar pada saat inspirasi akibat udara yang melewati cairan dalam
saluran napas. Ronki ini dibagi lagi menjadi ronki basah dengan bunyi nyaring (bila ada
infiltrat misalnya pada pneumonia) dan tidak nyaring (pada edema paru). Ronki kering adalah
suara napas kontinyu, yang bersifat musical, dengan frekuensi yang relatif rendah , terjadi
karena udara mengalir melalui saluran napas yang menyempit, misalnya akibat adanya sekret
yang mengental, wheezing adalah ronki kering yang frekuensinya tinggi dan panjang contoh
pada asma. Bunyi gesekan pleura (Pleural friction rub), terjadi karena pleura parietal dan
viseral yang meradang dan saling bergesekan satu sama lain. Hippocrates succusion adalah
suara cairan pada rongga dada yang terdengar bila pasien digoyang-goyangkan, biasanya
ditemukan pada pasien yang menderita pneumotoraks. Pneumothorax click adalah bunyi yanf
bersifat ritmik dan sinkron dengan saat kontraksi jantung.
Tanda vital, tekanan darah, temperatur, frekuensi nadi dan frekuensi napas menentukan
tingkat keparahan penyakit. Seorang pasiensesak dengan tanda-tanda bital normal biasanya
hanya menderita penyakit kronik atau ringan, sementara pasien yang memperlihatkan adanya
perubahan nyata pada tanda-tanda vital biasanya menderita gangguan akut yang memerlukan
evaluasi dan pengobatan segera.2
7
Pemeriskaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan radiologis, laboratorium,
bakteriologis dan khusus. Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran
air bronkhogram (air space disease) misalnya oleh Steptococcus pneumoniae,
bronkopneumonia (segmental disease) oleh antara lain staphylococcus, virus atau
mikoplasma; dan pneumonia intersitisial (interstitial disease) oleh virus dan mikoplasma.
Tampak pula distribusi infiltrat pada segmen apikal lobus bawah atau inferior lobus atas
sugestif untuk kuman untuk kuman aspirasi namun lokasi infiltrat bisa dimana saja
bergantung bakteri penyebab. Tampak juga pembentukan kista dan bentuk lesi berupa
kavitasi dengan air fluid level. Ulangan foto perlu dilakukan untuk melihat adanya
kemungkinan adanya infeksi sekunder/tambahan. Pada pasien yang mengalami oerbaikan
klinis ulangan foto dada dapat ditunda karena resolusi pneumonia berlangsung 4-12 minggu.
Pada pemeriksaan laboratorium didapati leukositosis umumnya menandai adanya
infeksi bakteri; leukosit normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau
pada infeksi berat sehingga tidak terjadi respons leukosit, orang tua atau lemah. Leukopenia
menunjukkan depresi imunitas imunitas. Faal hati mungkin saja terganggu.
Pemeriksaan bakteriologis dengan mengambil bahan dari sputum, darah, aspirasi
nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi jarum trantorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi.
Untuk tujuan terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri Gin, Quellung test dan
Z. Nielsen. Kultur kuman merupakan pemeriksaan utama praterapi dan bermanfaat untuk
evaluasi terapi selanjutnya.
Pemeriksaan khusus dimana antibodi terhadap virus, legionalle, dan mikoplasma. Nilai
diagnostik bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah dilakukan untuk
menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen.2,3
Epidemiologi
Penyakit saluran napas menjadi penyebab kematian dan kecacaatan yang tinggi di
seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan
infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (PK) atau di dalam rumah sakit (PN).
Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran napas bawah akut di parenkim paru yang
sering dijumpai sekitar 15-20%.
8
Kejadian PN di instalasi gawat darurat (ICU) lebih sering daripada PN di ruangan
umum, yaitu dijumpai pada hampir 25% dari semua infeksi di ICU, dan 90% terjadi pada saat
ventilasi mekanik. PBV didapat pada 9-27% dari pasien yang diintubasi. Risiko PBV
tertinggi pada saat awal masuk ke ICU.
Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang jelas. Namun
pada kebanyakan pasien dewasa yang mendeita pneumonia didapati adanya satu atau lebih
penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh.
Pneumonia semakin sering ditemui pada orang kanjut usia (lansia) dan sering terjadi
pada pasien dengan penyakit lain seperti diabetes melitus (DM), payah jantung, penyakit
arteri koroner, keganasan, influensi renal, penyakit syaraf kronik, dan penyakit hati kronik.
Faktor predisposisi antara lain berupa kebiasaan merokok, pasca infeksi virus, diabetes
melitus, keadaan imunodefisiensi, kelainan atau kelemahan struktur organ dada dan
penurunan kesadaran. Juga dikarenakan adanya tindakan invasif seperti infus, intubasi
trakeostomi, pemasangan ventilator. Perlu diperhatikan juga lingkungan sekitar, penggunaan
antibiotik ataupun kebiasaan minum.2,3
Patogenesis
Proses patogenesis pneumoni terkait dengan 3 faktor yaitu keadaan (imunitas) inang,
mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang saling berinteraksi satu sama
lain. Interaksi ini akan menentukan klasifikasi dan bentuk manifestasi dari pneumonia, berat
ringannya penyakit, diagnosis empirik, rencana terapi secara empiris serta prognosis dari
pasien.
Cara terjadinya penularan berkaitan dengan jenis kuman, misalnya infeksi melalui
droplet sering disebabkan Streptococcus pneumonia, melalui slang infus oleh Staphylococcus
aureus sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh P. Aeruginosa dan enterobacter.
Patogeneisis yang terjadi pada lingkungan atau PK dapar dilihat pada tabel 1.
Pneumokokus yang resisten penisilin dan obat lain
Usia > 65 tahun
Pengobatan B-lactam dalam 3 bulan terakhir
Penyakit imunosupresif (termasuk penggunaan kortikosteroid)
Penyakit penyerta yang multipel
Kontak pada klinik lansia
9
Patogen gram negatif
Tinggal di rumah jompo
Penyakit kardiopulmonal penyerta
Penyakit penyerta yang jamak
Baru selesai mendapatkan terapi antibiotika
Pseudomonas aeruginosa
Penyakit paru struktural
Terapi kortikosteroid
Terapi antibiotik luas > 7 hari pada bulan sebelumnya
Malnutrisi
Tabel 1. Faktor Perubah yang Meningkatkan Risiko Infeksi oleh Patogen Tertentu pada
Pneumonia Komunitas2
Patogenesis yang sampai ke trakhea berasal dari aspirasi bahan orofaring, kebocoran
melalui mulut saluran endotrakheal, inhalasi, dan sumber bahan patogen yang mengalami
kolonisasi di pipa endotrakeal. PN terjadi akibat proses infeksi bila patogen yang masuk
saluran napas bagian bawah tersebut mengalami kolonisasi setelah dapat melewati hambatan
mekanisme pertahanan inang berupa daya tahan mekanik (epitel cilia dan mukus), humoral
(antibodi dan komplemen) dan seluler (lekosit, polinuklir, makrofag, limfosit dan sitokinnya).
Kolonisasi terjadi akibat adanya faktor inang dan terapi yang tekah dilakukan yaitu adanya
penyakit penyerta yang berat, tindakan bedah, pemberian antibiotik, obat-obatan lain dan
tindakan invasif pada saluran pernapasan.
Faktor resiko terjadinya PN dapat dikelompokkan menjadi 2 gologngan yaitu tidak bisa
dirubah yaitu berkaitan dengan inang dan terkait tindakan yang diberikan. Pada kasus ini
yang bisa dilakukan adalah melakukan pencegahan. Faktor resiko terjadinya infeksi pada
PBV dapat dilihat pada tabel 2.
Terapi dalam 90 hari sebelumnya
Perawatan rumah sakit dalam 5 hari atau lebih
Frekuensi tinggi kuman resistens antibiotik di rumah sakit atau lingkungan pasien
10
Faktor resiko PPK :
- Rawat di rumah sakit 2 hari atau lebih dalam 90 hari terakhir
- Berdiam di rumah jompo
- Terapi infus dirumah
- Dialisis kronik dalam 30 hari
- Perawatan luka dirumah
- Anggota keluarga terinfeksi patogenmultiresiten
Penyakit imunosupresif
Tabel 2. Faktor Resiko Terinfeksi Patogen Multiresisten yang Menyebabkan Pn, Pbv,
dan PBV2
Etiologi
Cara terjadinya penularan berkaitan pula dengan jenis kuman, misalnya infeksi droplet
sering disebabkan Streptococcus pneumoniae, melalui slang infus oleh Staphylococcus aureus
sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh P. Aeruginosa dan Enterobacter. Etiologi
pneumonia berbeda-beda pada berbagai tipe dari pneumonia, dan hal ini berdampak kepada
obat yang akan diberikan. Mikroorganisme penyebab yang tersering adalah bakteri, yang
jenisnya berbeda antar negara, antara satu daerah dengan daerah lainnya maupun antara
rumah sakit dan rumah sakit lainnya.
Diketahui berbagai patogen yang cenderung dijumpai pada faktor risiko tertentu
misalnya H. Influenza pada pasien perokok, patogen atipikal pada lansia, gram negatif pada
pada pasien di rumah jompo, dengan adanya penyakit paru obstruktif kronis (PPOK),
penyakit penyerta kardiopulmonal/ jamak, pasca antibiotik spektrum luas. Pada PK rawat
jalan jenis patogen tidak diketahui pada 40% kasus. Dilaporkan adanya Str. Pneumoniae pada
kasus (9-20%), M. pneumoniae (13-37%), Chlamydia pneumonia (sp 17%).
Patogen pada PK rawat inap diluar ICU. Pada 20-70% tidak diketahui penyebabnya.
Str. Pneumoniae dijumpai pada 20-60%, H. Influenza (3-10%), dan oleh S. Aureus, gram
negatif enterik, M. pneumoniae, C. Pneumoniae Legionalle dan virus sebesar sp 10%.
Kejadian infeksi kuman atipikal mencapai 40-60%. Infeksi patogen gram negatif bisa
mencapai 10% terutama pada pasien dengan komorbiditas penyakit lain seperti disebut diatas.
Pada pneumonia nosokomial etiologinya begantung dari 3 faktor, yaitu tingkat berat
sakit, adanya resiko, untuk jenis patogen tertentu dan masa menjelang timbul onset
pneumonia. Hal ini dapat dilihat di tabel 3.
11
Patogen Faktor Resiko
Staphylococcus aureus
Methicilin resisten S. Aureus
Ps. Auruginosa
Anaerob
Acinobacter spp.
Koma, cedera kepala, influenza, pemakaian obat intra vena, DM, gagal ginjal
Pernah dapat antibiotik, ventilator >2 hari,
Lama dirawat di ICU, terapi steroid/antibiotik
Kelainan struktur paru (bronkoektasis, kistik fibrosis) malnutrisi
Aspirasi, selesai operasi abdomen
Antibiotik sebelum onset pneumonia dan ventilasi mekanik
Tabel 3. Faktor Resiko Utama untuk Patogen Tertentu pada PN2
Working Diagnosis
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolusrespiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan menyebabkan gangguan pertukaran zat gas setempat. Pada
pemeriksaan histologis terdapat pneumonitis atau reaksi innfalamasi berupa alveolitis dan
pengumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan berlangsung
dalam jangka waktu yang bervariasi. Istilah pneumonia lazim dipakai bila peradangan terjadi
oleh proses infeksi akut yang merupakan penyebabnya tersering , sedangkan istilah
pneumonitis sering dipakai untuk proses non infeksi.
PK adalah pneumonia yang terjadi akibat infeksi diluar RS, sedangkan PN adalah
pneumonia yang terjadi >48 jam atau lebih setelah dirawat di RS, baik di ruang rawat umum
ataupun ICU tetapi sedang tidak menggunakan ventilator. PBV adalah pneumonia yang
terjadi setelah 48-72 jam atau lebih setelah intubasi tracheal. Pada PPK termasuk pasien yang
dirawat oleh perawatan akut di RS sealam 2 hari atau lebih dalam waktu 90 hari dari proses
infeksi, tinggal dirumah perawatan (nursing home atau long-term care facility), mendapatkan
antibiotik intravena, kemoterapi, atau perawatan luka dalam waktu 30 hari proses infeksi
ataupun datang ke klinik RS atau klinik hemodialisa. 4,5
12
Manifestasi Klinik
Gambaran klinis didahului oleh gejala infeksi saluran pernapasan akur bagian atas,
nyeri ketika menelan, kemudian demam dengan suhu sampai diatas 40ºC, menggigil. Batuk
yang disertai dahak yang kental, kadang-kadang bersama pus atau darah (bloodstreak). Pada
pemeriksaan fisik, terlihat ekspansi dada tertinggal pada sisi yang terkena radang, terdapat
bunyi redupnpada perkusi, pada asukultasi terdengar napas bronkial disertai ronkhi.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya leukositosis hingga 30.000/ųL pada infeksi
bakteri. Gejala lain yakni napas cepat dan napas sesak, karena paru meradang secara
mendadak.3
Differential Diagnosis
Bronkitis didefinisikan sebagai adanya sekresi mukus yang berlebihan pada saluran
pernapasan (bronchial tree) secara terus menerus (kronik) dengan diserta batuk. Bronkitisi
dibagi menjadi 2 yakni bronkitis akut dan kronik. Bronkitis akut adalah kondisi umum yang
disebabkan oleh infeksi dan inhalan yang mengakibatkan inflamasi lapisan mukosa
percabangan trakeobronkial. Penyebab paling umum, yakni virus influenza, adenovirus,
rinovirus dan organisme Mycoplasma pneumoniae. Pengertian terus menerus adalah terjadi
sepanjang hari selama tidak kurang dari tiga bulan dalam setahun dan telah berlangsung
selama dua tahun berturut-turut. Bronkitis adalah suatu penyakit yang mempunyai gambaran
histologi berupa hipertrofi kelenjar mukosa bronkial dan peradangan peribronkial yang
menyebabkan kerusakan lumen bronkus berupa metaplasia skuamosa, silia menjadi
abnormal, hiperplasia otot polos salran pernapasan, peradangan dan penebalan mukosa
bronkus. Sel neutrofil banyak ditemukan pada lumen bronkus dan infiltrat neutrofil pada
submokusa. Pada bronkiolus respiratorius terjadi peradangan, banyak ditemukan sel
mononuklear, banyak sumbatan mukus, metaplasia sel goblet, dan hiperplasia otot polos.
Seluruh kelainan ini akan menyebabkan obstruksi saluran pernapasan.
13
Bronkitis memiliki beberapa gejala klinis yakni batuk tarus-menerus yang disertai
dahak dalam jumlah banyak, dengan banyak mukus purulen dan batuk terbanyak terjadi pagi
hari. Sebagian besar penderita bronkitis kronik tidak mengalami obstruksi aliran pernapasan,
namun 10-15% perokok merupakan golongan yang mengalami penurunan aliran napas.
Penderita batuk produktif kronik yang mempunyai aliran napas normal disebut penderita
bronkits kronik simpleks (simplex chronic bronchitis), sedangkan yang disertai dengan
gangguan aliran napas yang progresif disebut penderita bronkitis kronik obstruktif. Pada
pemeriksaan fisik tampak pada saat inspeksi dimana digunakannya otot pernapasan
tambahan.
Inflamasi bronkus kecil dan bronliolus disebut bronkiolitis. Biasanya bronkiolitis
terjadi pada anak-anak sebagai akibat infeksi virus;namun tidak jarang bronkiolitus terjadi
pada orang dewasa. Jika pada akhirnya terjadi pembentukan jaringan parut, penyakit ini
disebut sebagai bronkiolitis obliterans. Penyakit ini bukan hanya disebabkan infeksi namun
juga bisa disebabkan oleh berbagai hal seperti inhalasi gas toksik, karbon tetrahida, asam
klorida, gas klorin, amonia, sulfur dioksida, faktor idiopatik, penyakit jaringan ikat, infeksi
virus. Penyakit ini muncul di 2 tahun pertama kehidupan, gejala pertama adalah pengeluaran
getah dari hidung serta bersin-bersin. Kesukaran dalam bernapas terjadi secara berangsur-
angsur, ditandai dengan batuk yang terengah-engah, dispnea dan mudah terangsang. Anak
mengalami takipnea dan haus akan udara dan sianosis sering dijumpai. Cuping hidung terus
menerus. Aerasi berlebihan dan udara yang terperangkap mendorong hati dan limpa sehingga
dapat diraba. Ronki basah yang tersebar dan halus mungkin terdengar. Fase ekspirasi
memanjang.3,5,6
Komplikasi
Dapat terjadi komplikasi ekstrapulmoner, misalnya pada pneumonia pnemokokkus
dengan bakteremi dijumpai pada 10% kasus berupa meningitis, arthritis, endokarditis,
peritonitis, dan empiema. Terkadang dijumpai komplikasi ekstrapulmonel non infeksius bisa
dijumpai yang memperlambat resolusi gambaran radiologi paru, antara lain gagal ginjal,
gagal jantung, emboli paru atau infark paru, dan infark miokard akut. Dapat juga terjadi
komplilasi lain berupa acute respiratory distress syndrom (ARDS), gagal organ jamak, dan
komplikasi lanjut berupa pneumonia nosokomial.2
Tatalaksana
14
Obat pilihan adalah penisilin (100.000 unit/kg/24 jam). Sebagian besar anak yang lebih
tua dengan pneumonia pnemokokus dapat diobati dirumah, keputusan untuk merawat inap di
rumah sakit tergantung pada keparahan penyakit dan kemampuan keluarga untuk
menyediakan perawatan perawat yang baik. Pneumonia pada bayi muda adalah paling baik
ditangani di rumah sakit, karena cairan dan antibiotik ungkin harus diberikan secara intavena.
Lagipula perjalanan penakit pada bayi muda adalah lebih bervariasi dan lebih sering ada
komplikasi. Penderita dengan pneumonia dengan infeksi efusi pleura atau empiema harus
juga dirawat inap dirumah sakit. Pada prinsipnya terapi utama pneumonia adalah pemberian
antibiotik tertentu terhadap kuman terntentu sambil menunggu hasil dari kultur. Biasanya
terapi yang diberikan adalah secara empiris. Dapat juga diberikan amoksisilin oral atau
makrolid (eritrimisin atau klaritromisin). Pada saat ini sudah banyak terjadi resistensi pada
penisilin. Berikut adalah terapi empiris antibiotik untuk pneumonia lihat tabel 4.
Patogen Potensial Antibiotika yang diberikan
S. pneumoniae
H. influenza
Gram (-) sensitif antibiotik :
Escherichia coli
K. Pneumoniae Enterobacter spp. Serratia marcescens
Seftriakson
Atau
Levofloksasin, moksifloksasin
Atau Ciprofloksasin
Atau
Ampisilin/sulbaktam
Atau Ertapenem
Tabel 4. Terapi empiris pada pneumonia2
Pencegahan
Untuk pencegahan dianjurkan pemberian vaksinasi influenza dan pneumokokus pada
orang dengan resiko tinggi, gangguan imunologis dan lain-lain. Pencegahan yang juga dapat
dilakukan khususnya untuk mencegah penularan dirumah sakit yakni dengan memperketat
pengawasan serta pengontrolan dari alat-alat maupun tehnik para petugas kesehatan yang ada
.
Kesimpulan
15
Anak tersebut menderita pneumonia yang disebabkan oleh bakteri. Pneumonia adalah
peradangan pada parenkim paru yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisme-bakteri,
virus, jamur, parasit dan memiliki gejala demam, mennggigil, sulit bernapas. Prognosis
penyakit ini dubia bonam karena insidens kematia yang cukup tinggi, sangat penting
tatalaksana yang cepat dan tepat sebelum terjadi hal yang tak diinginkan.
Daftar Pustaka
1. Amina Z. Manifestasi klinik dan pendekatan pada pasien dengam kelainan sistem
pernapasan. Dalam: Setiat et al. Buku ajar penyakit dalam. Edisi keenam. Jakarta:
Interna Publishing;2014.h.1583-9
2. Rumende CM. Pemeriksaan toraks dan paru. Dalam: Setiat et al. Buku ajar penyakit
dalam. Edisi keenam. Jakarta: Interna Publishing;2014.h.154-65
3. Dahlan Z. Pneumonia. Dalam: Setiat et al. Buku ajar penyakit dalam. Edisi keenam.
Jakarta: Interna Publishing;2014.h.1609-19
4. Djojodibroto RD. Respirologi (respiratory medicine). Jakarta: EGC;2007.h. 100-60
5. Misnadiarly. Penyakit infeksi saluran napas pneumonia pada anak balita, orang
dewasa, usia lanjut. Edisi 1. Jakarta: Pustaka Obor Populer.h. 11-28
6. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture notes kedokteran klinis. Edisi keenam.
Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007.h. 271-99
16