PLENO PEMICU 2

37
PLENO PEMICU 2 KELOMPOK DISKUSI 3 Modul Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal

description

forensik

Transcript of PLENO PEMICU 2

Page 1: PLENO PEMICU 2

PLENO PEMICU 2KELOMPOK DISKUSI 3

Modul Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal

Page 2: PLENO PEMICU 2

Anggota Kelompok1. Elok Nur Farida Anggraini I111110412. Citra Kristi Melasari I111100293. Fitrianto Dwi Utomo I111110644. M. Erwan Syuryaja I111110735. Alberikus Kwarta B. I111110686. Furqan Rachman I111120107. Dodi Novriadi I111120148. Siska I111120199. Christover Firstnando Saragih I1111202510. Dwi Lestiana Putri I11112034 11. Woris Christoper I1111205612. David Aron Mampan P. I11112065

Page 3: PLENO PEMICU 2

PemicuSeorang petinju legendaris meninggal dunia di RS.

Hari sebelumnya ia kalah KO ketika berusaha mempertahankan gelar juaranya. Sebelum dibawa ke RS GM ia dibawa dulu ke RS SG. Tapi karena keadaan kritis dan karena minimnya fasilitas RS ia dipindahkan. Menurut dokter yang melakukan operasi, ia meninggal karena perdarahan otak dan edema serebri pada bagian kanan. Operasi berjalan lebih dari 2 jam. Ketika datang, kondisi pasien kritis, sehingga langsung diberi bantuan pernapasan. Cedera otak juga berakibat menurunnya fungsi jantung, paru-paru dan pengaturan suhu tubuh. Dokter menjelaskan edema di otaknya tambah melebar dengan bertambahnya waktu perdarahan otak 60 cc mempengaruhi peredaran, ia menambahkan dengan nada menyesal: “Operasi terlambat dilakukan karena menunggu surat izin operasi dari pihak keluarga penderita.”

Page 4: PLENO PEMICU 2

Surat itu belum ada, jadi anda belum bisa bertindak, padahal operasi telah siap dilaksanakan pada pukul 23.30 WIB. Korban tiba sekitar pukul 23.00 WIB. Pada seorang pasien yang kritis, setiap detik sangat berharga bagi keselamatan jiwanya.tindakan harus dilakukan cepat, sementara karena terikat pada etika dan hukum, kalau anda mengoperasi tanpa izin, anda akan dituntut kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Sedangkan pihak keluarga petinju tersebut mempertanyakan sikap dokter yang tidak cepat tanggap untuk menolong anggota keluarga mereka. Tindakan dokter yang dianggap tidak berupaya secara maksimal menyelamatkan nyawa pasien sehingga, mereka menjadi kehilangan tulang punggungnya. Padahal petinju tersebut mempunyai empat orang anak yang masih kecil-kecil dan sangat membutuhkan perhatian, kasih sayang serta kebutuhan secara materiil. Mereka tetap menganggap dokter telah lalai dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, padahal adalah suatu kewajiban dokter untuk menyelamatkan nyawa seseorang.

Page 5: PLENO PEMICU 2

Klarifikasi dan DefinisiEdema serebri adalah peningkatan kadar air yang abnormal di sistem saraf otak.

Page 6: PLENO PEMICU 2

Kata Kunci1. Minimnya fasilitas rumah sakit2. Surat izin operasi3. Operasi terlambat4. Meninggal akibat pendarahan otak dan

edema serebri5. Keadaan kritis

Page 7: PLENO PEMICU 2

Rumusan MasalahSeorang petinju legendaris dalam keadaan kritis meninggal dunia akibat pendarahan otak dan edema serebri pada bagian kanan, karena terlambat menjalani operasi akibat surat izin operasi belum ada dan keluarga pasien menganggap dokter lalai menjalankan kewajibannya karena tidak dapat menyelamatkan nyawa pasien.

Page 8: PLENO PEMICU 2

Analisis Masalah

Page 9: PLENO PEMICU 2

HipotesisTindakan dokter sesuai dengan kaidah dasar bioetika respect for autonomy.

Page 10: PLENO PEMICU 2

Pertanyaan Diskusi1. Jelaskan tentang kaidah dasar bioetik!2. Kapan suatu tindakan medis memerlukan informed

consent? Kapan tidak memerlukannya? 3. Dalam kondisi gawat darurat, apakah terdapat

aspek bioetik yang lebih diutamakan daripada aspek lainnya?

4. Tindakan apa yang harus dilakukan oleh seorang dokter pada kondisi gawat darurat dari segi prosedur?

5. Apa yang dimaksud risiko medis? 6. Apa yang dimaksud dengan visum et repertum? 7. Apa yang dimaksud dengan cedera kepala? Kapan

harus dilakukan operasi?8. Jelaskan mengenai informed consent! 9. Bagaimana medikolegal dalam kegawatdaruratan?

Page 11: PLENO PEMICU 2

PEMBAHASAN

Page 12: PLENO PEMICU 2

Kaidah Dasar Bioetika1. Autonomy: menghendaki, menyetujui,

membenar-kan, mendukung, membela, membiarkan pasien demi dirinya sendiri sebagai mahluk bermartabat

2. Beneficience: tindakan berbuat baik3. Non-maleficence: risiko paling kecil dan

manfaat paling besar. Pernyataan: First, do no harm

4. Justice: memberi perlakuan sama untuk setiap orang. Pernyataan: Treat similar cases in a similar way = Justice within morality

Bertens, K. Etika. Gramedia. Jakarta. 2004

Page 13: PLENO PEMICU 2

Penggunaan Informed Consent

UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 45 Ayat (1) dan Per. Menkes No 290 tentang Persetujuan tindakan Kedokteran Pasal 2 Ayat (1):“Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.”

Per. Menkes No 290 Tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran Pasal 4 Ayat (1):“Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien dan/atau mencegah kecacatan tidak diperlukan persetujuan tindakan kedokteran.”

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. Visi Media: Jakarta; 2007Per. Menkes No 290 Tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran

Page 14: PLENO PEMICU 2

Aspek Bioetik yang Lebih Diutamakan saat Gawat Darurat

BeneficencePelayanan terhadap pasien gawat darurat harus dilaksanakan sesegera mungkin, mengingat jiwa pasien mungkin saja gagal diselamatkan apabila penanganan terlambat.Berdasarkan KODEKI pasal 13, “Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bersedia dan lebih mampu memberikan.”

Majelis Kehormatan Etika Kedokteran. 2002. Kode Etik Kedokteran Indonesia. Jakarta: Majelis Kehormatan Etika Kedokteran

Page 15: PLENO PEMICU 2

Tindakan yang Dilakukan oleh Dokter

pada Kondisi Gawat Darurat1. Fase pra rumah sakit

Sistem mobilisasi (transportasi) pasien menuju fasilitas pelayanan gawat darurat

2. Fase rumah sakitWaktu tanggap (respon time) yaitu maksimal 10 menit. Waktu tanggap adalah saat pasien tiba di depan pintu rumah sakit sampai mendapat respon dari petugas instalasi gawat darurat dengan waktu pelayanan yang diperlukan pasien sampai selesai proses penanganan gawat darurat (C-A-B)

Herkutanto. Aspek Medikolegal Pelayanan Gawat Darurat. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Maj. Kedokt. Indon., Volume: 57, Nomor: 2, Pebruari 2007 pp. 37-40

Page 16: PLENO PEMICU 2

Risiko Medik• Risiko medik adalah keadaan atau situasi tidak diinginkan

yang mungkin timbul setelah dilakukannya tindakan medik yang berupa tindakan preventif, diagnostik, terapeutik atau rehabilitatif oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien.

1. Risiko relatif bersifat individual dan tidak diperkirakan sebelumnya

2. Risiko mutlak bersifat umum, artinya semua orang yang mendapatkan tindakan medik itu akan mendapatkan risiko yang sama dan sudah diperkirakan sebelumnya.

• Risiko medik ini harus diantisipasi oleh dokter agar tidak muncul gugatan atau tuntutan malpraktik medik. Untuk itulah dibutuhkan Persetujuan Tindakan Kedokteran (informed consent)

Daldiyono, Pasien Pintar dan Dokter Bijak, Buku Wajib Bagi Pasien dan Dokter, Jakarta: Penerbit PT Buana Ilmu Populer, 2007

Page 17: PLENO PEMICU 2

Visum et Repertum• Visum et repertum adalah laporan tertulis untuk

peradilan yang dibuat dokter berdasarkan sumpah / janji yang diucapkan pada waktu menerima jabatan dokter, memuat berita tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti berupa tubuh manusia / benda yang berasal dari tubuh manusia yang diperiksa sesuai pengetahuan dengan sebaik-baiknya atas permintaan penyidik untuk kepentingan peradilan.

• Visum et repertum adalah alat bukti yang sah.Idries AB. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 1. Jakarta: Binarupa Aksara;

1997

Page 18: PLENO PEMICU 2

Cedera KepalaCedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer atau permanent.

PERDOSSI Cabang Pekanbaru. Simposium Trauma Kranio-serebral pada Tanggal 3 November 2007. Pekanbaru

Page 19: PLENO PEMICU 2

Indikasi untuk Tindakan Operatif pada Kasus Cedera Kepala

1. Volume masa hematom mencapai lebih dari 40 ml di daerah supratentorial atau lebih dari 20 cc di daerah infratentorial

2. Kondisi pasien yang semula sadar semakin memburuk secara klinis, serta gejala dan tanda fokal neurologis semakin berat

3. Terjadi gejala sakit kepala, mual, dan muntah yang semakin hebat

4. Pendorongan garis tengah sampai lebih dari 3 mm5. Terjadi kenaikan tekanan intrakranial lebih dari 25 mmHg.6. Terjadi penambahan ukuran hematom pada pemeriksaan

ulang CT scan7. Terjadi gejala akan terjadi herniasi otak8. Terjadi kompresi / obliterasi sisterna basalis

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan. 2005. Cedera Kepala. Jakarta: Delta Citra Grafindo.

Page 20: PLENO PEMICU 2

Informed Consent• Informed Consent terdiri dari dua kata yaitu

“informed” yang berarti telah mendapat penjelasan atau keterangan (informasi), dan “consent” yang berarti persetujuan atau memberi izin. Informed consent mengandung pengertian suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi.

• Dengan demikian, informed consent dapat didefinisikan sebagai persetujuan yang diberikan oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan dengannya.

Idries AB. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 1. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997Wardhani RK. Tinjauan Yuridis Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) di

RSUP dr. Kariadi Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro; 2009

Page 21: PLENO PEMICU 2

Tujuan Informed Consent1. Bagi Pengguna Jasa Tindakan Medis

Melindungi pengguna jasa tindakan medis (pasien) secara hukum dari segala tindakan medis yang dilakukan tanpa sepengetahuannya, maupun tindakan pelaksana jasa tindakan medis yang sewenang-wenang, tindakan malpraktik yang bertentangan dengan hak asasi pasien dan standar profesi medis, serta penyalahgunaan alat canggih yang memerlukan biaya tinggi atau “over utilization” yang sebenarnya tidak perlu dan tidak ada alasan medisnya.Idries AB. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 1. Jakarta: Binarupa Aksara;

1997Wardhani RK. Tinjauan Yuridis Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) di

RSUP dr. Kariadi Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro; 2009

Page 22: PLENO PEMICU 2

2. Bagi Pelaksana Tindakan MedisMemberikan perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakan medis dari tuntutan-tuntutan pihak pasien yang tidak wajar, serta akibat tindakan medis yang tak terduga dan bersifat negatif, misalnya terhadap “risk of treatment” yang tak mungkin dihindarkan walaupun dokter telah bertindak hati-hati dan teliti serta sesuai dengan standar profesi medik.

Idries AB. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 1. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997Wardhani RK. Tinjauan Yuridis Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) di

RSUP dr. Kariadi Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro; 2009

Page 23: PLENO PEMICU 2

Pedoman InternasionalPenyusunan Informed Consent

1. World Medical Association, Helsinki Guidelines, 2003

2. National Bioethics Advisory Committee, 20003. Nuffield Council on Bioethics, 20024. Council for International Organizations of

Medical Sciences, 2003, dan5. European Union Guidelines, 2003

Flight M. Law, Liability, and Ethics: For Medical Office Professional. 5th Edition. Canada: Nelson Education; 2010

World Health Organization. Informed Consent Form Templates [internet]. Diunduh dari: http://www.who.int/rpc/research_ethics/informed_consent/en/

Zulfiqar AB. Beyond Informed Consent. Bulletin Of The World Health Organization. 2004; 82 : 771-7

Page 24: PLENO PEMICU 2

Unsur Informed Consent1. Keterbukaan informasi yang cukup diberikan

oleh dokter2. Kompetensi pasien dalam memberikan per-

setujuan3. Kesukarelaan (tanpa paksaan atau tekanan)

dalam memberikan persetujuan

Idries AB. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 1. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997

Page 25: PLENO PEMICU 2

Komponen-komponenInformed Consent

1. Threshold elements: pemberi consent haruslah seseorang yang kompeten (cakap)

2. Information elements: tenaga medis mem-berikan informasi (disclosure) sedemikian rupa sehingga pasien dapat mencapai pemahaman yang adekuat (understanding)

3. Consent elements: voluntariness (kesukarelaan, kebebasan) dan authorization (persetujuan)

Flight M. Law, Liability, and Ethics: For Medical Office Professional. 5th Edition. Canada: Nelson Education; 2010

World Health Organization. Informed Consent Form Templates [internet]. Diunduh dari: http://www.who.int/rpc/research_ethics/informed_consent/en/

Page 26: PLENO PEMICU 2

Bentuk-bentuk Informed Consent

1. Tersirat (Implied Consent): tanpa pernyataan yang tegas, hanya dengan isyarat yang diterima tenaga kesehatan berdasarkan sikap dan tindakan pasien

2. Dinyatakan (Expressed Consent): dengan lisan atau tulisan.Persetujuan Lisan tindakan medis yang bersifat non-invasif dan tidak mengandung resiko tinggiPersetujuan Tulisan tindakan medis yang mengandung resiko besarIdries AB. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 1. Jakarta: Binarupa Aksara;

1997Wardhani RK. Tinjauan Yuridis Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) di

RSUP dr. Kariadi Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro; 2009Budiayanto A, Widiatama W, Sudiono S, dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997

Page 27: PLENO PEMICU 2

Hak-hak Pasien dalamPemberian Informed Consent

1. Hak atas informasi: diagnosis, tindakan medik yang hendak dilakukan, kemungkinan penyulit sebagai akibat tindakan tersebut dan tindakan untuk mengatasinya, alternatif terapi lainnya, prognosanya, perkiraan biaya pengobatan.

2. Hak atas persetujuan (consent): suatu tindakan yg diberikan tanpa paksaan oleh seseorang yang memiliki pengetahuan cukup tentang keputusan yang ia berikan, dimana orang tersebut secara hukum mampu memberikan consent.Idries AB. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 1. Jakarta: Binarupa Aksara;

1997Wardhani RK. Tinjauan Yuridis Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) di

RSUP dr. Kariadi Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro; 2009Anonim. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan & Undang-

Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. Visi Media: Jakarta; 2007

Page 28: PLENO PEMICU 2

Aspek Hukum Informed Consent

1. KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia)2. Hukum Perdata: pasal 1365 Kitab Undang-

undang Hukum Perdata (KUHPer)3. Hukum Pidana: pasal 351 Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP) Tentang Penganiayaan

4. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Bab VII Pasal 45 mengenai Penyelenggaraan Praktik Kedokteran

Idries AB. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 1. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997Wardhani RK. Tinjauan Yuridis Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) di

RSUP dr. Kariadi Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro; 2009Anonim. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan & Undang-

Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. Visi Media: Jakarta; 2007

Page 29: PLENO PEMICU 2

Informed RefusalPenolakan (informed refusal) dapat

dilakukan oleh pasien karena merupakan hak pasien / keluarga pasien dan tiada satupun tenaga kesehatan yang bisa memaksa sekalipun berbahaya bagi pasien.

Maka sebaiknya pihak rumah sakit / dokter meminta pasien / keluarga pasien menandatangani surat penolakan terhadap anjuran tindakan medik tersebut di lembaran khusus.Idries AB. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 1. Jakarta: Binarupa Aksara;

1997Wardhani RK. Tinjauan Yuridis Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) di

RSUP dr. Kariadi Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro; 2009Anonim. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan & Undang-

Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. Visi Media: Jakarta; 2007

Page 30: PLENO PEMICU 2

Sanksi Hukumterhadap Informed Consent

1. Sanksi pidanaApabila seorang tenaga kesehatan menorehkan benda tajam tanpa persetujuan pasien dipersamakan dengan adanya penganiayaan yang dapat dijerat Pasal 351 KUHP.

2. Sanksi perdataTenaga kesehatan atau sarana kesehatan yang meng-akibatkan kerugian dapat digugat dengan 1365, 1367, 1370, 1371 KUHPer.

3. Sanksi administratifPasal 13 Pertindik mengatur bahwa:“Terhadap dokter yang melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien atau keluarganya dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin praktik.”

Zulfiqar AB. Beyond Informed Consent. Bulletin Of The World Health Organization. 2004; 82: 771-7

Page 31: PLENO PEMICU 2

Medikolegaldalam Kegawatdaruratan

• Apabila seseorang bersedia menolong orang lain dalam keadaan darurat, maka ia harus melakukannya hingga tuntas, dalam arti ada pihak lain yang melanjutkan pertolongan itu atau korban tidak memerlukan pertolongan lagi.

• Dalam hal pertolongan tidak dilakukan dengan tuntas, maka pihak penolong dapat digugat karena dianggap mencampuri / menghalangi kesempatan korban untuk memperoleh pertolongan lain (loss of chance).

Herkutanto. Aspek Medikolegal Pelayanan Gawat Darurat. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Maj. Kedokt. Indon., Volume: 57, Nomor: 2, Pebruari 2007 pp. 37-40

Page 32: PLENO PEMICU 2

Medikolegaldalam Kegawatdaruratan

Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelayanan gawat darurat:

1. UU No.29/2004 tentang Praktik Kedokteran2. UU No 23/1992 tentang Kesehatan3. Peraturan Menteri Kesehatan No.290/2008

tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran4. Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/1988

tentang Rumah Sakit

Herkutanto. Aspek Medikolegal Pelayanan Gawat Darurat. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Maj. Kedokt. Indon., Volume: 57, Nomor: 2, Pebruari 2007 pp. 37-40

Page 33: PLENO PEMICU 2

Medikolegaldalam Kegawatdaruratan

Di USA dikenal penerapan doktrin Good Samaritan.Syarat:1. Kesukarelaan pihak penolong.

tidak ada harapan atau keinginan pihak penolong untuk memperoleh kompensasi dalam bentuk apapun.

2. Itikad baik pihak penolong. dinilai dari tindakan yang dilakukan penolong. Hal yang bertentangan dengan itikad baik misalnya melakukan trakeostomi yang tidak perlu untuk menambah keterampilan penolong.

Herkutanto. Aspek Medikolegal Pelayanan Gawat Darurat. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Maj. Kedokt. Indon., Volume: 57, Nomor: 2, Pebruari 2007 pp. 37-40

Page 34: PLENO PEMICU 2

Medikolegaldalam Kegawatdaruratan

• Bila pihak pasien menggugat tenaga kesehatan karena diduga terdapat kekeliruan dalam penegakan diagnosis atau pemberian terapi maka pihak pasien harus membuktikan bahwa hanya kekeliruan itulah yang menjadi penyebab kerugiannya / cacat (proximate cause).

• Bila tuduhan kelalaian tersebut dilakukan dalam situasi gawat darurat maka perlu dipertimbangkan faktor kondisi dan situasi saat peristiwa tersebut terjadi. Jadi, tepat atau tidaknya tindakan tenaga kesehatan perlu dibandingkan dengan tenaga kesehatan yang berkualifikasi sama, pada pada situasi dan kondisi yang sama pula.Herkutanto. Aspek Medikolegal Pelayanan Gawat Darurat. Bagian Ilmu Kedokteran

Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Maj. Kedokt. Indon., Volume: 57, Nomor: 2, Pebruari 2007 pp. 37-40

Page 35: PLENO PEMICU 2

KesimpulanTindakan Dokter tidak sesuai dengan Per. Menkes No. 290 Tahun 2008 Pasal 4 Ayat (1), sumpah dokter, dan KODEKI BAB 2 Pasal 10.

Page 36: PLENO PEMICU 2

Daftar Pustaka1. Idries AB. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik Edisi 1. Jakarta:

Binarupa Aksara; 19972. Wardhani RK. Tinjauan Yuridis Persetujuan Tindakan Medis (Informed

Consent) di RSUP dr. Kariadi Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro; 2009

3. Anonim. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan & Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. Visi Media: Jakarta; 2007

4. Flight M. Law, Liability, and Ethics: For Medical Office Professional. 5th Edition. Canada: Nelson Education; 2010

5. PERDOSSI Cabang Pekanbaru. Simposium Trauma Kranio-serebral tanggal 3 November 2007

6. Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan. Cedera Kepala. Jakarta : Delta citra Grafindo, 2005

Page 37: PLENO PEMICU 2

7. World Health Organization. Informed Consent Form Template.http://www.who.int/rpc/research_ethics/informed_consent/en/ Diakses pada 06 Juni 2015 Pukul 15.00 WIB

8. Zulfiqar AB. Beyond Informed Consent. Bulletin Of The World Health Organization. 2004; 82 : 771-7

9. Bertens, K. Etika. Gramedia. Jakarta. 200410. Daldiyono. Pasien Pintar dan Dokter Bijak, Buku Wajib Bagi

Pasien dan Dokter, Jakarta: Penerbit PT Buana Ilmu Populer, 2007

11. Wehmeier, Sally (Chief Editor), Oxford Advanced Learner’s Dictionary, 7th edition, New York: Oxford University Press, 2005

12. Majelis Kehormatan Etika Kedokteran. Kode Etik Kedokteran Indonesia. Jakarta: Majelis Kehormatan Etika Kedokteran. 2002

13. Menteri Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 290/ MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran .2008

14. Presiden RI. UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. 2004

15. Herkutanto. Aspek Medikolegal Pelayanan Gawat Darurat. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Maj. Kedokt. Indon., Volume: 57, Nomor: 2, Pebruari 2007 pp. 37-40