Plasenta previa case.doc
-
Upload
melly-chen -
Category
Documents
-
view
62 -
download
2
Transcript of Plasenta previa case.doc
BAB I
REKAM MEDIS
IDENTIFIKASI
Nama : Ny. D
Umur : 26 tahun
Alamat : Jln. Dusun I Desa Burai Kecamatan Tanjung Batu Kabupaten
Ogan Ilir
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
MRS : 3 Desember 2006 (pkl 04.25 WIB).
ANAMNESIS
Anamnesis Umum (3 Desember 2006, pkl 04.25 WIB).
Riwayat Obstetri : G3 P2 A0
No Tempat
Bersalin
Tahun Hasil
Kehamilan
Jenis
Persalinan
ANAK
kelamin Berat Keadaan
1.
2.
3.
Bidan
Dukun
Hamil ini
2001
2003
Aterm
Aterm
Spontan
Spontan
Perempu
an
Perempu
an
3200 gr
3200 gr
Riwayat Kehamilan Lalu
Preeklampsi-eklampsia/hiperemesis : (-)
Perdarahan post partum : (-)
1
Penyakit-penyakit lain : (-)
Trauma : (-)
Operasi yang lalu : (-)
Riwayat kehamilan sekarang
Haid : Teratur, siklus 28 hari
Banyaknya : Biasa
HPHT : Lupa
Taksiran persalinan :
Lama hamil :
Gerakan anak dirasakan : 5 bulan yang lalu
Periksa hamil :
Riwayat Persalinan
Dikirim oleh : Sendiri
His mulai sejak tanggal : -
Darah lendir sejak tanggal : -
Ketuban : -
Riwayat Perkawinan : 1 kali; lama 6 tahun
Riwayat Sosial ekonomi : Sedang
Riwayat gizi : Sedang
Anamnesis Khusus
Keluhan Utama : Perdarahan dari kemaluan
Riwayat Perjalanan Penyakit :
± 4 jam yang lalu os mengeluh keluar darah dari kemaluan, warna merah segar,
banyaknya 1x ganti celana dalam basah. R/ perut mules yang menjalar ke pinggang -,
R/ keluar air-air -, R/ post koital -, R/ keputihan -, R/ minum jamu-jamuan / obat-
obatan -. Os mengaku hamil kurang bulan dan gerakan anak masih dirasakan.
2
PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 120/70 mmHg.
Nadi : 88 x/mnt
Frekuensi pernafasan : 20 x/mnt
Suhu : 37°C
Berat badan : 48 kg
Tinggi badan : 152 cm
Bentuk badan : Asthenikus
Konjungtiva palpebra : Pucat -/-
Sklera : Ikterik -/-
Gizi : Sedang
Payudara hiperpigmentasi : (+/+)
Jantung : Gallop (-), murmur (-)
Paru-paru : Wheezing (-), ronki (-)
Hati dan lien : Sulit dinilai
Edema pretibial : (-/-)
Varices : (-/-)
Refleks fisiologis : (+/+)
Refleks patologis : (-/-)
Status Obstetri
Pemeriksaan Luar:
Tanggal : 3 Desember 2006, pukul 05.10 wib
Palpasi : Leopold I : 4 jari di bawah proccesus xiphoideus (26 cm)
Leopold II : Memanjang, punggung kiri.
Leopold III : Terbawah kepala
3
Leopold IV : Penurunan 5/5
His : 1x/10’/10”
DJJ : 150x/menit
Pemeriksaan Dalam :
Tanggal 3 Desember 2006 pukul 05.10 WIB
Inspekulo :
Portio livide, OUE tertutup, flour (-), fluxus (+) darah tidak aktif, E/L/P (-)
Vaginal Toucher :
tidak dilakukan
Pemeriksaan Panggul:
Tidak dilakukan
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal 30 September 2006
Hb : 9,6 gr/dl Sedimen :
Ht : 29 vol% sel epitel : +
Leukosit : 13.100/mm3 leukosit : 1-2/lpb
LED : 90 mm/jam eritrosit : 0-1/lpb
Trombosit : 240.000/mm3 silinder : -
Hitung jenis : 0/0/2/83/12/3 kristal : -
Protein : -
Glukosa : -
Keton : -
Nitrit : -
DIAGNOSA KERJA
G3 P2 A0 hamil 34-35 minggu dengan HAP e c susp plasenta previa belum inpartu,
Janin Tunggal Hidup Presentasi Kepala.
4
PROGNOSIS
Ibu : dubia
Anak : dubia
PENATALAKSANAAN
Ekspektatif
Observasi DJJ, His, tanda vital ibu dan tanda-tanda perdarahan
Infus RL : NaCl=1:1 gtt xx/m
Tokolitik dengan MgSO4 10% 4 gr i.v boka pelan dilanjutkan MgSO4 40% 1 fls
dalam D5% 500ml gtt xxv/m selama 24 jam.
Injeksi Ampicillin 1 gr i.v (skin test)
Pemeriksaan laboratoris darah rutin, urin rutin, kultur darah dan crossmatch
Pemeriksaan USG konfirmasi
FOLLOW UP
Waktu TD N RR T DJJ His
3/12/06
15.00 wib 120/70 mmhg 80 x/m 20 x/m 36,6oc 150 x/m -
19.00 wib 110/70 mmhg 84 x/m 20 x/m 37oc 148 x/m -
23.00 wib 110/70 mmhg 84 x/m 20 x/m 37oc 148 x/m -
4/12/06
03.00 wib 120/80 mmhg 80 x/m 20 x/m 36,7oc 150 x/m -
07.00 wib 110/70 mmhg 84 x/m 20 x/m 37oc 148 x/m -
11.00 wib 110/70 mmhg 84 x/m 20 x/m 37oc 150 x/m 3x/10’/25’’
5/12/06
19.00 wib 120/80 mmhg 80 x/m 20 x/m 36,7oc 150 x/m
FOLLOW UP
5
04/12/2006 (05.00 wib)
Kel :
Status present : Ku : baik TD : 120/70 RR : 20 x/mnt
Sens : cm N : 80 x/mnt T : 36,3ºC
LAPORAN PERSALINAN
Tanggal 1 Oktober 2006
Pukul 22.50 wib, tampak parturient ingin mengedan kuat, pada pemeriksaan dalam
didapatkan:
- Portio tidak teraba
- Pembukaan lengkap
- Ketuban (-), jernih, bau (-)
- Terbawah kepala
- Penurunan Hordge III +
D/: G1 P0 A0 hamil 33-34 minggu dengan KPSW 4 hari inpartu kala II, janin tunggal
hidup presentasi kepala.
Th/: Pimpin persalinan dan episiotomi mediolateral
Pukul 23.00 wib, lahir spontan hidup neonatus laki-laki, 2100 gram, panjang badan
40 cm, AS 8/9
Pukul 23.05 wib, lahir plasenta lengkap 400 gram, PTP 47 cm, diameter 16 x 17 cm.
Dilakukan eksplorasi, tidak ditemukan perluasan luka episiotomi. Luka episiotomi
dijahit satu-satu dengan menggunakan chrom cat gut 2.0. Keadaan ibu dan bayi baru
lahir baik.
6
BAB II
PERMASALAHAN
1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?
2. Apakah faktor etiologi ketuban pecah sebelum waktunya pada pasien ini?
1. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat?
7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Pada keadaan normal selaput ketuban pecah dalam persalinan. Ketuban pecah
sebelum waktunya (KPSW) adalah pecahnya selaput ketuban yang terjadi sebelum
terjadinya persalinan. KPSW terjadi sekitar 2,7% - 17% kehamilan dan pada
kebanyakan kasus terjadi secara spontan. KPSW merupakan masalah obstetrik, dan
30% terjadi pada kehamilan preterm.5
DEFINISI KETUBAN PECAH SEBELUM WAKTUNYA
8
Ketuban pecah sebelum waktunya (Premature Rupture Of Membranes) adalah
pecahnya selaput ketuban sebelum terjadinya persalinan atau suatu keadaan saat
kehamilan dimana terjadi keluarnya cairan ketuban sebelum memasuki masa
persalinan. Keadaan ini dapat beresiko menimbulkan infeksi pada janin maupun
terjadi kelahiran yang prematur. Apabila ketuban tersebut pecah sebelum usia gestasi
37 minggu, maka disebut preterm ketuban pecah sebelum waktunya (Preterm
Premature Rupture Of Membranes). 1,2,4,5,6,7
ETIOLOGI KETUBAN PECAH SEBELUM WAKTUNYA
Penyebab pasti KPSW belum diketahui secara pasti, namun diduga beberapa
faktor yang dapat menyebabkan KPSW adalah sebagai berikut:1,2,3,4,5,6,7,8
1. Infeksi Traktus Urinarius dan Genital, Termasuk Penyakit Menular Seksual
Mikroorganisme pada mukus servik secara ascenden berkembang mencapai
uterus menimbulkan reaksi inflamasi pada plasenta, selaput ketuban, dan desidua
maternal. Reaksi inflamasi ini mengeluarkan sitokin seperti IL-1 dan IL-6 dari
sel endothelial dan tumor necrosing factor dari makrofag. Hal ini menstimulasi
produksi prostaglandin yang akan menyebabkan pematangan servik dan
kontraksi uterus. Mikroorganisme penyebab yang sering adalah streptococcus,
mikoplasma, basil fusiform.
2. Infeksi Intrauterin
Infeksi intrauterin menjadi predisposisi pecahnya selaput ketuban melalui
beberapa mekanisme, semuanya menyebabkan degradasi dari matriks
ekstraseluler. Beberapa organisme yang termasuk dalam flora vagina
menghasilkan protease yang dapat menurunkan kadar kolagen dan melemahkan
selaput ketuban.19
Infeksi bakteri dan respon inflamasi ibu juga menyebabkan produksi
prostaglandin oleh selaput ketuban yang akhirnya meningkatkan resiko preterm
KPSW yang diakibatkan oleh iritabilitas uterin dan penurunan kolagen selaput
ketuban.
3. Status Sosial Ekonomi yang Rendah.
9
4. Peregangan Uterus dan Saccus Amniotik yang Berlebihan, yang biasanya terjadi
pada kehamilan multipel atau terlalu banyak cairan amnion (hydramnion).
5. Merokok Selama Kehamilan.
6. perdarahan Pervaginam.
7. Riwayat Persalinan Preterm Sebelumnya.
MEKANISME TERJADINYA KETUBAN PECAH SEBELUM
WAKTUNYA
Terjadi perubahan sitoarsitektur membran korioamniotik, kualitas dan
kuantitas dari membran kolagen. Khususnya kolagen tipe III yang dapat berkurang
pada pasien KPSW, serta peningkatan aktifitas kolagenolitik ditemukan pada preterm
KPSW.8
Infeksi diduga berperanan cukup penting dalam menyebabkan persalinan
prematur dan preterm KPSW. Organisme yang paling sering menyebabkan yaitu
bakteri vaginosis, Trichomonas vaginalis, Mycoplasmae, Chlamydia trachomitis,
Neisseria gonnorhea, Streptococcus group B, serta Bacteroides fragilis,
Peptostreptococcus, dan Fusobacterium. Bakteri yang sering ditemukan dari cairan
amnion pada persalinan prematur dan bakteri vagina lainnya termasuk Lactobacillus
dan Staphylococcus epidermidis dapat menyebabkan pengeluaran mediator inflamasi
yang dapat menyebabkan kontraksi uterus. Hal ini dapat menyebabkan perubahan
pada serviks, pemisahan korion dari amnion, dan KPSW.5,7,8
Maternal dan fetal “stress” juga dapat menyebabkan pengeluaran stress
mediator melalui axis hypothalamic-pituitary-adrenal yang menyebabkan
peningkatan produksi placental corticotrophin releasing hormone ( CRH ). Aksi
yang belakangan diketahui sebagai suatu efector parakrin, yang dapat meningkatkan
pengeluaran enzim dan senyawa compound yang dapat menyebabkan preterm
KPSW.8
Gambar dibawah ini menunjukkan mekanisme terjadinya preterm KPSW.3
10
(Sumber: http://www.biolreprod.org/cgi/content/full/63/6/1575/b)
GEJALA KLINIS
Gejala klinis yang dapat timbul pada pasien KPSW antara lain:1,2,4,5,6,8
1. Gejala utama berupa keluarnya cairan dari vagina, yang dapat keluar sebagai
pancaran yang besar dan mendadak atau sebagai suatu tetesan yang konstan
lambat.
2. Keluarnya cairan berupa air-air dari vagina setelah kehamilan 22 minggu
3. Ketuban dinyatakan pecah dini jika terjadi sebelum proses persalinan
berlangsung.
4. Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum
kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm.
DIAGNOSIS
Diagnosa KPSW didasarkan pada anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
laboratorium. Dari anamnesa 90% sudah dapat mendiagnosa KPSW secara benar.
Pengeluaran urin dan cairan vagina yang banyak dapat disalahartikan sebagai KPSW.
11
Maka dari itu pembedaan antara cairan amnion dan urin, atau sekret vagina adalah
penting. Tidak ada satu pemeriksaan pun yang ditemukan untuk dapat mendiagnosa
secara akurat, maka dari itu diperlukan integrasi antara anamnesa, gejala klinis/
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.1,2,3,4,5,6,7,8
1. Anamnesa
Pada umumnya pasien datang dengan keluhan keluarnya cairan dari
kemaluan. Cairan dapat keluar mendadak dan banyak atau perlahan dan sedikit.
Juga perlu ditannyakan adakah kontraksi uterus, perdarahan pervaginam, baru
saja intercourse (berhubungan intim/coitus), atau adakah demam. Penting
memastikan kapan taksiran persalinan sebab informasi ini mempengaruhi
pengobatan selanjutnya.
2. Inspekulo
Pemeriksaan inspekulo secara steril merupakan langkah pemeriksaan
pertama terhadap kecurigaan KPSW. Adanya genangan cairan di forniks
posterior mendukung diagnosa ini.
3. Nitrazin test
Metode diagnostik menggunakan kertas nitrazin (lakmus) dan
pemeriksaan gambaran daun pakis memilki sensitifitas mendekati 90%. Untuk
memastikan cairan tersebut merupakan cairan ketuban dilakukan tes dengan
nitrasin. Cairan ketuban akan mengubah kertas nitrasin menjadi biru karena pH
cairan ketuban diatas 6,0-6,5. Sedangkan pH normal vagina adalah antara 4,5-
6,0. Pemeriksaan dengan kertas nitrasin dapat bersifat positif palsu dengan
adanya kontaminasi darah, semen, dan vaginitis
4. Fern test
Merupakan pemeriksaan apusan terpisah untuk mengambil cairan dari
forniks posterior atau dinding vagina. Sewaktu cairan mengering pada kaca
objek, dapat dilihat adanya gambaran daun pakis (arborisasi) di bawah
mikroskop. Terdapatnya daun pakis ini mengindikasikan adanya KPSW.
5. Ultrasonografi
Pada kasus dimana penderita diduga memiliki riwayat PROM, tetapi
12
pemeriksaan fisik gagal memastikan diagnosis, pemeriksaan USG dapat
membantu.
KOMPLIKASI
1. Neonatal8
a) Peningkatan morbiditas dan mortalitas neonatal yang berhubungan dengan
prematuritas.
b) Komplikasi selama kehamilan dan persalinan yang dapat meningkatkan
resiko resusitasi neoatal.
c) Infeksi.
2. Maternal8
a) Infeksi
Korioamnionitis dan infeksi fetus dapat menyebabkan septicemia,
pneumonia, infeksi traktus urinaria, atau infeksi lokal seperti omphalitis
atau konjunctivitis.
b) Peningkatan resiko seksio sesaria
3. Prematuritas8
a) Respiratory distress syndrome (RDS)
b) Intraventricular hemorrhage (IVH)
c) Enterokolitis nekrosis (NBC)
4. Deformitas fetus sindrom8
a) Retardasi pertumbuhan
b) Anomali muka dan tungkai fetus
c) Hipoplasi pulmonary
d) Imature alveoli
PENGOBATAN
1. Antibiotik1,2,4,5,6,7,8
Pemberian antibiotik pada pasien KPSW dapat menurunkan resiko infeksi pada
perinatal dan maternal serta dapat memperpanjang periode laten. Sebuah
13
metanalisis8 memperlihatkan bahwa penderita yang mendapatkan antibiotik
setelah preterm KPSW dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan antibiotik,
mengurangi kejadian endometritis post partum, chorioamnionitis, sepsis neonatal,
pneumonia neonatal dan hemoragi intravnetrikuler.
2. Tokolitik1,2,4,5,6,7,8
Terapi tokolitik dapat memperpanjang periode laten untuk waktu yang singkat
tetapi tidak memperlihatkan peningkatan luaran janin yang baik. Terapi tokolitik
jangka panjang pada pasien KPSW tidak direkomendasikan dengan pertimbangan
belum ada hasil penelitian lebih lanjut.
3. Kortikosteroid1,2,4,5,6,7,8
Pemberian kortikosteroid dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas perinatal
setelah preterm KPSW33 antara lain resiko RDS, hemoragi intraventrikuler dan
enterokolitis nekrotikan.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan ketuban pecah sebelum waktunya dapat dibedakan atas
penatalaksanaan secara konservatif dan aktif.1,2,4,5,6,7,8
1. Konservatif
Bila tidak didapatkan komplikasi dan usia gestasi 28-37 minggu, diberikan obat-
obatan:
- Tokolitik
- Kortikosteroid untuk pematangan paru
- Vitamin C dosis tinggi
- Antibiotik
Komplikasi :
a) Suhu > 38,2°C
b) Leukosit > 15000/mm3
c) Air ketuban berbau, kental, dan hijau kuning
14
Apabila setelah pengobatan diberikan air ketuban tidak lagi keluar, maka
penderita boleh pulang dengan nasihat :
a) Tidak boleh bersetubuh
b) Vagina tidak boleh diirigasi
c) Tidak memakai celana dalam, pembalut wanita atau semua yang memudahkan
terjadinya infeksi.
2. Penatalaksanaan aktif
Indikasi penatalaksanaan aktif bila :
Didapatkan komplikasi
Usia kehamilan kurang dari 28 minggu atau lebih dari 37 minggu
Janin mati dalam kandungan
Indeks tokolitik > 8
Penatalaksanaan aktif meliputi :
a. Pemberian antibiotik bila :
Terjadinya komplikasi
Inpartu
Ketuban pecah < 12 jam
Adanya rencana terminasi dengan induksi atau akselerasi, seksio sesaria
b. Dilakukan terminasi
Pervaginam bila :
Usia gestasi < 28 minggu
Tidak ada kontraindikasi tetes pitosin
Bukan letak lintang atau presentasi lain yang tak mungkin pervaginam
Janin mati
Skor Bishop > 5
Perabdominam bila :
Kontra indikasi tetes pitosin
Letak lintang
15
Presentasi lain yang tidak memungkinkan pervaginam
Skor Bishop < 5
BAB IV
ANALISA KASUS
Seorang perempuan berusia 17 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan
mau melahirkan anak dengan keluar air-air sejak 4 hari yang lalu. Dari anamnesis,
pemeriksaan fisik-obstetri, dan pemeriksaan penunjang, maka pasien ini di diagnosa
dengan G1 P0 A0 hamil 33-34 minggu dengan KPSW 4 hari belum inpartu, janin
16
tunggal hidup presentasi kepala.
Pasien masuk rumah sakit tanggal 30 September 2006 pada pukul 15.00 wib
dengan keluhan mau melahirkan anak dengan keluar air-air. Berdasarkan anamnesa,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien ini di diagnosa sebagai KPSW.
Pada saat datang pasien belum menunjukkan tanda-tanda inpartu dan usia kehamilan
di perkirakan sekitar 33-34 minggu. Mengingat usia kehamilan yang demikian pada
pasien-pasien KPSW serta indeks tokolitik <5 maka pasien ini ditatalaksana secara
konservatif dengan tokolitik MgSO4 40% 4 gr bolus IV pelan (20’-30’) dilanjutkan
MgSO4 40% 10 gr dalam D5% gtt XXX/menit sampai 24 jam, juga diberikan
antibiotika untuk mencegah infeksi dan steroid untuk pematangan paru janin. Pada
pasien ini juga dilakukan observasi tanda vital ibu, DJJ, dan His setiap 4 jam sekali
untuk mengetahui keberhasilan terapi yang diberikan pada pasien ini. Pada tanggal 1
Oktober 2006, pukul 11.00 wib, pada pemeriksaan didapatkan his 3x/10’/25’’, portio
teraba lunak, pendataran 80%, pembukaan 3 cm, hal ini menunjukkan adanya tanda-
tanda inpartu sehingga pada pasien ini direncakan partus pervaginam dengan
menghentikan pemberian tokolitik.
Dari anamnesa didapatkan adanya riwayat keputihan pada pasien ini maka
diduga penyebab KPSW pada pasien ini adalah infeksi. Berdasarkan teori yang ada
bahwa infeksi adalah penyebab KPSW terbanyak dan dapat menyebabkan pesalinan
prematur. Menurut teori yang ada bahwa penanganan pasien KPSW ditekankan
berdasarkan usia gestasi dan adanya komplikasi. Pada kehamilan preterm dan tidak
adanya komplikasi maka diusahakan untuk dilakukan tindakan konservatif, namun
apabila terjadi kegagalan pada tindakan konservatif maka dapat ditatalaksana dengan
tindakan aktif. Pada pasien ini, mengingat usia kehamilannya maka ditatalaksana
secara konservatif, namun pada pemantauan lebih lanjut didapatkan adanya tanda-
tanda inpartu sehingga pasien ini direncakan untuk melahirkan pervaginam.
Pada pukul 23.00 wib (1 Oktober 2006) lahir hidup seorang bayi laki-laki
dengan berat badan 2100 gram, panjang badan 40 cm, dan AS 8/9. kemudian pada
pukul 23.05 wib plasenta lahir lengkap dengan berat 400 gram, PTP 47 cm, diameter
16 x 17 cm.
17
BAB V
KESIMPULAN
1. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis pasien pada kasus ini
sudah tepat.
2. Etiologi pada pasien ini adalah infeksi. Hal ini berdasarkan hasil anamnesa
dimana didapatkan riwayat keputihan dan pada pemeriksaan laboratorium
18
didapatkan jumlah leukosit lebih dari normal.
3. Penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat, yaitu penatalaksanaan secara
konservatif, pemberian antibiotik dan steroid. Serta dilakukan pemantauan
lebih lanjut terhadap ibu dan janin yang pada akhirnya dilakukan tindakan
aktif berupa terminasi pervaginam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonymous. 1998. Premature Rupture of Membranes. No. 1. American College of Obstetricians and Gynecologists Practice Bulletin: USA. (http:/medical-library/journals/e_publish/secure/log.html, diakses 28 September 2006).
2. Anonymous. 2004. Premature Rupture of Membranes (PROM) / Preterm Premature Rupture of Membranes (PPROM). University of Virginia: USA.
19
(http://www.healthsystem.virginia.edu/uvahealth/peds_hrpregnant/online.cfm, diakses 28 September 2006).
3. Bryant-Greenwood G, Millar L K. 2000. Human Fetal Membranes: Their Preterm Premature Rupture. University of Hawaii, Honolulu: Hawaii. (http://www.biolreprod.org/cgi/content/full/63/6/1575/b, diakses 1 Oktober 2006).
4. Chen P. 2001. Premature Rupture Of Membranes. Obstetrics and Gynecology, University of Pennsylvania School of Medicine: USA. (http://www.umm.edu/medref/index.html, diakses 28 september 2006).
5. Elva J A, Hasibuan S. 2006. Ketuban Pecah Dini Pada Persalinan Preterm. Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RS Dr. Sardjito Jogjakarta: Jogjakarta. (http://obgin-ugm.com/dokumen/KPDPP.pdf, diakses 1 Oktober 2006).
6. Greenwald J. 1993. Premature Rupture of Membranes: Diagnostic and Management Strategies. American Family Physician:USA. (http://www.findarticles.com/p/articles/mi_m3225/is_n2_v48/ai_13280763, diakses 1 Oktober 2006).
7. Moegni E, Ocviyanti D, Wibowo N. 2006. Ketuban Pecah Dini DanInfeksi Intrapartum. Catatan Kuliah Obstetri dan Ginekologi FK UI: Jakarta. (http://www.geocities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklmenu.html, diakses 1 Oktober 2006).
8. Odunsi K, Rinaudo P. 2006. Premature Rupture of the Fetal Membranes. Vol.2. No 4. Yale-New Haven Hospital: England. (http://hygeia.org/poems17.htm, diakses 28 september 2006).
20