Plant microbial fuel cell terintegrasi dengan biorock

download Plant microbial fuel cell terintegrasi dengan biorock

of 10

description

Plant microbial fuel cell. Biorock.

Transcript of Plant microbial fuel cell terintegrasi dengan biorock

Pemanfaatan Kawasan Konservasi Mangrove Sebagai Penghasil Listrik dengan Mekanisme Plant Microbial Fuel Cell yang Terintegrasi dengan Mekanisme Biorock untuk Konservasi Terumbu Karang Sebagai Usaha Menciptakan Kawasan Usaha/Bisnis yang Berkelanjutan

Nama: Rusyda SyahidahUniversitas: Universitas Diponegoro

Indonesia merupakan salah satu negara maritim terbesar. Berdasarkan data pokok kelautan dan perikanan yang dikeluarkan oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan, luas laut Indonesia mencapai 5,8 juta km2 dan panjang garis pantai Indonesia mencapai 95.181 km. Jika dibuat persentase, luas laut Indonesia mencakup 75,32% dari luas total wilayah Indonesia. Besarnya wilayah maritim Indonesia juga disertai oleh banyaknya potensi alam yang terkandung di dalamnya. Potensi itu meliputi potensi sumber daya ikan, potensi bioteknologi laut, potensi sumber daya mineral dan energi, dan potensi wisata bahari. Pemanfaatan potensi-potensi tersebut di satu sisi dapat meningkatkan kesejahteraan masyrakat dan negara. Namun, di sisi lain pemanfaatan tersebut sering mengabaikan aspek lingkungan sehingga terjadi penurunan daya dukung laut. Beberapa contoh pemanfaatan potensi maritim yang mengabaikan aspek lingkungan antara lain penangkapan ikan dengan bom, pengerusakan lahan mangrove untuk dijadikan lahan kelapa sawit, penambangan pasir, dan pembuangan sampah ke laut. Data terbaru (2012) Pusat Penelitian Oseanografi LIPI mengungkapkan bahwa 30,45% karang berada dalam kondisi buruk. Bahkan, Burke, dkk. menyebutkan setengah abad terakhir ini degradasi terumbu karang di Indonesia meningkat dari 10% menjadi 50% . Penyebab kerusakan terumbu karang diantaranya adalah pembangunan di kawasan pesisir, pembuangan limbah dari berbagai aktivitas di darat maupun di laut, sedimentasi akibat rusaknya wilayah hulu dan daerah aliran sungai, pertambangan, penangkapan ikan merusak yang menggunakan sianida dan alat tangkap terlarang, pemutihan karang akibat perubahan iklim, serta penambangan terumbu karang. Indonesia sudah kehilangan sebagian besar mangrovenya. Dari 1982 hingga 2000, Indonesia telah kehilangan lebih dari setengah hutan mangrove, dari 4,2 juta hektar hingga 2 juta hektar.Berbagai upaya konservasi sudah dilakukan untuk mengembalikan kondisi maritim Indonesia. Salah satu konservasi yang dilakukan adalah konservasi mangrove. Menurut Mac Nae (1968), kata mangrove digunakan untuk menyebut jenis pohon-pohon atau semak-semak yang tumbuh di antara batas air tertinggi saat air pasang dan batas air terendah sampai di atas rata-rata permukaan laut. Ekosistem mangrove sebagai ekosistem peralihan antara darat dan laut telah diketahui mempunyai berbagai fungsi, yaitu sebagai penghasil bahan organik, tempat berlindung berbagai jenis binatang, tempat memijah berbagai jenis ikan dan udang, sebagai pelindung pantai, mempercepat pembentukan lahan baru, penghasil kayu bangunan, kayu bakar, kayu arang, dan tanin (Soedjarwo, 1979). Ekosistem mangrove hanya didapati di daerah tropik dan sub-tropik. Ekosistem mangrove dapat berkembang dengan baik pada lingkungan dengan ciri-ciri ekologik sebagai berikut:a)Jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir dengan bahan-bahan yang berasal dari lumpur, pasir atau pecahan karang;b)Lahannya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun hanya tergenang pada saat pasang purnama. Frekuensi genangan ini akan menentukan komposisi vegetasi ekosistem mangrove itu sendiri;c)Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat (sungai, mata air atau air tanah) yang berfungsi untuk menurunkan salinitas, menambah pasokan unsur hara dan lumpur;d)Suhu udara dengan fluktuasi musiman tidak lebih dari 5C dan suhu rata-rata di bulan terdingin lebih dari 20C;e)Airnya payau dengan salinitas 2-22 ppt atau asin dengan salinitas mencapai 38 ppt;f)Arus laut tidak terlalu deras;g)Tempat-tempat yang terlindung dari angin kencang dan gempuran ombak yang kuat;h)Topografi pantai yang datar/landai.Mangrove memegang fungsi penting dalam menjaga ekosistem maritim. Secara garis besar fungsi mangrove dalam menjaga ekosistem maritim dibedakan menjadi 3 fungsi, yaitu fungsi fisik, kimia, dan biologi. Fungsi fisik kawasan mangrove adalah menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dari erosi dan abrasi, dan sebagai kawasan penyangga proses intrusi air laut. Fungsi kimia kawasan mangrove adalah sebagai tempat terjadinya proses daur ulang yang menghasilkan oksigen, sebagai penyerap karbondioksida, dan sebagai pengolah bahan-bahan limbah hasil pencemaran industri dan kapal-kapal di lautan. Fungsi biologi kawasan mangrove meliputi sebagai sumber makanan bagi organisme di sekitarnya, sebagai kawasan pemijah bagi udang, kepiting, ikan, dan kerang, sebagai kawasan untuk berlindung berbagai jenis hewan, dan sebagai habitat alami bagi berbagai jenis biota darat dan laut (Arief, 2003)Pentingnya fungsi mangrove belum disadari sepenuhnya oleh masyrarakat. Banyak lahan mangrove yang dirusak untuk kepentingan bisnis seperti dijadikan lahan untuk kelapa sawit, dijadikan lahan untuk pembangunan rumah, dan dijadikan tambak ikan. Sebagai contoh pada tahun 2015 hutan mangrove di daerah Tayu, Kabupaten Pati dirusak dan diubah menjadi tambak. Upaya konservasi yang dilakukan pemerintah atau organisasi lingkungan juga kurang didukung oleh masyarakat karena dianggap tidak menguntungkan bagi masyrakat terutama dalam segi ekonomi. Oleh karena itu dalam melakukan konservasi juga harus juga memperhatikan kondisi ekonomi masyarakat. Kawasan konservasi sebaiknya dapat dimanfaatkan sebagai kawasan bisnis/usaha.Salah satu contoh pemanfaatan kawasan konservasi menjadi kawasan bisnis/usaha adalah memanfaatkan lahan konservasi mangrove sebagai sumber listrik dengan menggunakan mekanisme plant microbial fuel cell (PMFC). Pada kawasan konservasi tersebut dapat dibangun pondok-pondok penginapan yang mendapat pasokan listrik dari mekanisme tersebut. Listrik yang dihasilkan selain digunakan untuk memasok listrik pada pondok-pondok penginapan juga digunakan sebagai sumber listrik pada proses konservasi terumbu karang dengan mekanisme biorock. Terumbu karang yang tumbuh subur dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan sehingga kawasan konservasi ini dapat menjadi tujuan destinasi para wisatawan. Hal ini dapat menciptakan kawasan bisnis/usaha yang berkelanjutan dan juga ramah lingkungan.Plant microbial fuel cell (PMFC) adalah sebuah teknologi baru yang memungkinkan terjadinya konversi energi solar/matahari menjadi listrik melalui mekanisme syntrophy (simbiosis dalam hal nutrisi) antara tanaman dan bakteri (Lu et al., 2015). PMFC adalah teknologi potensial yang tidak terpengaruh cuaca, dapat diaplikasikan di setiap tempat di dunia dimana tanaman bisa tumbuh, tidak menyebabkan persaingan dengan produksi pangan atau pakan, dan biaya investasi yang dibutuhkan relatif rendah (Helder et al., 2012). Secara teoritis, luaran listrik maksimal yang dihasilkan sekitar 278 MWh ha-1 year-1 (3,2 W/m2), dimana setengahnya dapat dipanen dalam kondisi alami (Strik et al., 2011). Beberapa percobaan yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa PMFC dapat menghasilkan listrik dan juga dapat menyisihkan kontaminan yang terdapat di dalam air (Lu et al., 2015).Dr. ir. David Strik dari Universitas Wageningen menemukan bahwa 70 persen hasil fotosintesis tidak terpakai oleh tumbuhan dan dibuang melalui akarnya. Zat buangan yang memiliki struktur kimia C6H12O6 ini, kemudian diurai oleh bakteri menjadi Karbon Dioksida (CO2), Proton (H+), dan Elektron (e-). Memanfaatkan proses alami ini, Plant-e kemudian menaruh perangkat anoda dan katoda yang terbuat dari karbon. Keduanya dipisahkan oleh sekat, sehingga tidak tercampur satu sama lain. Anoda sendiri ditaruh di dekat bakteri. Perangkat ini kemudian menarik elektron (e-) dan merubahnya menjadi energi listrik searah yang mampu memberikan daya bagi perangkat elektronik. Selanjutnya, listrik mengalir menuju katoda. Energi listrik kemudian digunakan oleh katoda untuk menarik proton (H+) dan menggabungkannya dengan Oksigen (O2) dari udara. Lalu, proses di katoda ini menghasilkan air (H2O). Siklus ini berlangsung terus menerus selama 24 jam sehari, dan 7 hari sepekan. Dengan kata lain, produk ini bisa menghasilkan listrik setiap saat, baik pada malam hari, maupun siang hari (Proceeding 2nd International Plantpower Symposium, 2012).

Gambar 1. Skema plant microbial fuel cell (PMFC)Sumber : Proceeding 2nd International Plantpower Symposium, 2012

Sistem PMFC cocok diterapkan pada wilayah magrove karena merupakan lahan basah. Penerapan MFC pada lahan basah dapat menghasilkan listrik yang lebih besar. Dalam penerapannya pada kawasan mangrove, digunakan elektroda karbon berbentuk serabut. Keunggulan dari elektroda dengan bentuk serabut adalah dapat menangkap lebih banyak elektron sehingga dapat menghasilkan lebih banyak listrik. Elektroda ini diletakkan di banyak titik. Karbon yang berperan sebagai anoda diletakkan di bawah akar tanaman mangrove. Karbon yang berperan sebagai katoda diletakkan di permukaan air agar dapat melakukan kontak langsung dengan udara bebas. Anoda dan katoda saling terhubung dengan menggunakan kabel. Lumpur yang berada di dasar perairan memiliki peran seperti membran yang berfungsi memisahkan antara anoda dengan katoda. Anoda menarik elektron yang dihasilkan oleh bakteri sehingga dihasilkan arus listrik searah. Sebagian energi listrik yang dihasilkan kemudian digunakan di katoda untuk menarik proton yang kemudian direaksikan dengan oksigen di udara bebas sehingga menghasilkan air. Listrik yang dihasilkan tidak langsung digunakan melainkan disimpan terlebih dahulu di dalam baterai. Karena listrik yang dihasilkan oleh PMFC adalah listrik dengan arus searah (DC) sedangkan peralatan elektrotik biasanya menggunakan listrik dengan arus bolak balik (AC), maka dibutuhkan inverter. Setelah energi listrik yang disimpan di baterai cukup, energi listrik dikonversi oleh inverter menjadi arus bolak balik kemudian didistribusikan ke pondok-pondok penginapan untuk menyalakan alat-alat elektronik dan sebagian kecil digunakan untuk proses konservasi terumbu karang dengan mekanisme biorock.

Inverter

Penginapan

PMFCBaterai

Gambar 2. Skema pembangkit listrik dengan PMFCSumber : Analisis Penulis, 2015

Teknologi biorock adalah suatu proses deposit elektro mineral yang berlangsung di dalam laut, biasanya disebut juga dengan teknologi akresi mineral. Cara kerja dari metode ini adalah melalui proses elektrolisis air laut dengan meletakkan dua elektroda pada tegangan rendah yang aman sehingga memungkinkan mineral pada air laut mengkristal di atas elektroda. Mekanisme kimiawi terjadi ketika aliran listrik tadi menimbulkan reaksi elektrolit yang medorong pembentukan mineral alami pada air laut, seperti kalsium karbonat dan magnesium hidroksida (Zamani et al., 2008; ). Teknologi biorock untuk mempercepat pertumbuhan karang yang ditransplantasi telah banyak diaplikasikan pada berbagai jenis karang (Syarifuddin et al,. 2011).

Gambar 3. Skema biorockSumber : www.iqdiversgili.com

Untuk pemasangan biorock digunakan anoda yang terbuat dari kumparan kawat berlapis titanium dan katoda terbuat dari kawat ram besi yang juga digunakan sebagai rak penebaran karang. Anoda diletakkan di bawah rak peletakan karang. Pada kabel aliran listrik yang disambungkan ke anoda diberi resin (lapisan) agar kabel dan kawat titanium tidak putus sewaktu dialiri listrik. Katoda dan anoda dihubungkan pada kutub negatif dan kutub positif sumber listrik DC dari mekanisme PMFC. Proses produksi listrik oleh PMFC berlangsung selama 24 jam dan hal ini sesuai dengan biorock yang membutuhkan pasokan listrik secara terus menerus. Dengan diterapkannya sistem yang terpadu ini di suatu kawasan mangrove, kawasan mangrove dapat digunakan sebagai kawasan usaha/bisnis yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Sistem ini ramah lingkungan karena PMFC tidak menghasilkan polusi melainkan dapat mengurangi pencemaran di dalam air. Selain itu, listrik yang dihasilkan sebagian juga diaplikasikan pada biorock untuk mempercepat pertumbuhan karang. Sistem ini berkelanjutan karena produksi listrik oleh PMFC berlangsung selama 24 jam dan tidak terpengaruh oleh keadaan cuaca. Selain itu, alasan lain mengapa sistem ini dapat menciptakan kawasan usaha/bisnis yang berkelanjutan adalah semakin meningkatnya kesadaran manusia untuk menjaga lingkungan juga dapat menjadikan kawasan konservasi ini sebagai tujuan destinasi para wisatawan untuk berlibur atau untuk mempelajari sistem PMFC dan biorock.

ReferensiAnonim. 2009. Data Pokok Kelautan dan Perikanan Tahun 2009. Kementrian Kelautandan Perikanan.Anonim. 2012. Proceeding 2nd International Plantpower Symposium.Arief, Arifin. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Yogyakarta : Kanisius.Burke et al. 2012. Reefs at risk, Revisited in the Coral Triangle. World ResourcesInstitute.Helder, Marjolein. 2012. The Flat-Plate Plant-Microbial Fuel Cell: The Effect of a NewDesign on Internal Resistances. BioMed Central Ltd.Lu, Lu., et al. 2015. Microbial Community StructureAccompanied with ElectricityProduction in a Constructed Wetland Plant Microbial Fuel Cell.Macnae. 1968. A General Account of Fauna of The Mangrove Swamps of InhacaIsland,Mocambique. J. EcolSoedjarwo. 1979. Mengoptimalkan Fungsi-fungsi Hutan Mangrove untuk MenjagaKelestariannya demi Kesejahteraan Manusia. Prosiding Seminar EkosistemEkosistemMangroveSyarifuddin et al,. 2011. Studi Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan KarangAcroporaformosa (Veron & Terrence, 1979) Menggunakan TeknologiBiorock di PulauBarrang Lompo Kota Makassar. Makassar : UniversitasHasanuddinStrik, D.P., et al. 2011. Microbial Solar Cells : Applying Photosynthetic and Electrochemically Active Organisms.Zamani, N., et al. 2008. The Impact of Biorock to Growth Rate and Survival Rate of Coal Transplant in Tanjung Lesung, West Java. Bogor : Bogor Agriculture University.