PKn FPIK B Tugas 2 Disa Nirmala 230110140088
-
Upload
dysa-nirmala-afganisme -
Category
Documents
-
view
214 -
download
0
description
Transcript of PKn FPIK B Tugas 2 Disa Nirmala 230110140088
Nama : Disa Nirmala
NPM : 230110140088
Kelas : B
Fakuktas : Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan
I. Keterkaitan Identitas Nasional dengan Globalisasi
Secara harfiah identitas adalah ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri yang
melekat pada sesuatu atau seseorang yang membedakannya dengan yang lain,
baik fisik maupun non fisik. Identitas juga adalah pengenalan atau pengakuan
terhadap seseorang yang termasuk dalam suatu golongan yang dilakukan
berdasarkan atas serangkaian ciri – ciri yang merupakan suatu kesatuan bulat dan
menyeluruh, serta menandainya sehingga dapat dimasukkan dalam golongan
tersebut (Parsudi Suparlan, 1999). Secara teoritis, seperti dikatakan Koento
Wibisono, pengertian identitas pada hakekatnya merupakan manifestasi nilai-nilai
budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu bangsa
dengan ciri-ciri khas, dan dengan ciri-ciri yang khas tersebut maka suatu bangsa
berbeda dengan bangsa lain dalam kehidupannya.
Identitas Nasional adalah identitas yang melekat pada kelompok yang
lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan fisik seperti budaya, agama, dan
bahasa atau yang bersifat non fisik seperti keinginan, cita-cita, dan tujuan. Jadi,
dapat dikatakan Identitas Nasional sebuah bangsa sendiri adalah ciri khas yang
dimiliki suatu bangsa yang membedakannya dari bangsa lainnya.
Sebuah bangsa wajib memiliki identitas sebagai pendirian agar tidak
terombang ambing mengikuti arus perkembangan zaman yang kian hari kian
berubah. Pentingnya identitas adalah sebagai ciri khas suatu bangsa dimana
dengan identitas inilah dunia dapat mengenali suatu bangsa dengan karakter
tertentu. Perlu diketahui bahwa identitas asli bangsa ini adalah kekayaan
budayanya, yaitu beragamnya suku bangsa, dengan bermacam-macam bahasa
daerah, agama, dan adat istiadat yang sebenarnya patut kita banggakan di mata
dunia.
Suku bangsa sendiri adalah golongan sosial yang khusus yang bersifat
askriptif (ada sejak lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis
kelamin di Indonesia terdapat banyak sekali suku bangsa atau kelompok etnis
dengan tidak kurang dari 300 dialeg bahasa.
Bangsa Indonesia di kenal sebagai masyarakat agamis. Agama-agama
yang tumbuh dan berkembang di nusantara adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu,
Buda, dan Kong Hu Cu. Agama Kong Hu Cu pada masa Orde Baru tidak di akui
sebagai agama resmi Negara. Tetapi sejak pemerintahan presiden Abdurrahman
Wahid, istilah agama resmi Negara di hapuskan.
Kebudayaan adalah pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial yang
isinya adalah perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan secara kolektif
di gunakan oleh pendukung-pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami
lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagai rujukan atau pedoman bertindak
(dalam bentuk kelakuan dan bentuk-bentuk kebudayaan) sesuai dengan
lingkungan yang dihadapi. Intinya kebudayaan merupakan patokan nilai-nilai
etika dan moral, baik yang tergolong sebagai edeal atau yang seharusnya (world
view) maupun yang operasional dan actual didalam kehidupan sehari-hari (ethos).
Bahasa merupakan unsur pendukung identitas nasional yang lain. Bisa
dipahami sistem perlambang yang secara arbiter dibentuk atas unsur-unsur bunyi
ucapan manusia dan digunakan sebagai sarana berinteraksi antar manusia. Di
Indonesia terdapat beragam bahasa daerah yang mewakili banyaknya suku-suku
bangsa atau etnis. Setelah kemerdekaan, bahasa Indonesia ditetapkan sebagai
bahasa nasional.
Globalisasi menurut asal katanya, kata “globalisasi” diambil dari kata
global, yang maknanya ialah universal. Achmad Suparman menyatakan
Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai
ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum
memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition),
sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya
sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan
membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain,
mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan
menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung
oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan
negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain
adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat
dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil
makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung
berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap
bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. Theodore Levitte merupakan orang
yang pertama kali menggunakan istilah Globalisasi pada tahun 1985.
Jan Aart Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang
dengan globalisasi:
- Internasionalisasi : Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya
hubungan internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap
mempertahankan identitasnya masing-masing, namun menjadi
semakin tergantung satu sama lain.
- Liberalisasi : Globalisasi juga diartikan dengan semakin
diturunkankan batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor
impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi.
- Universalisasi : Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin
tersebarnya hal material maupun imaterial ke seluruh dunia.
Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia.
- Westernisasi : Westernisasi adalah salah satu bentuk dari
universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari
barat sehingga mengglobal. Hubungan transplanetari dan
suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan keempat definisi di
atas. Pada empat definisi pertama, masing-masing negara masih
mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian yang kelima,
dunia global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar gabungan
negara-negara.
Globalisasi dapat diartikan sebagai era perubahan ke era yang lebih
modern sebagai suatu akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan khususnya dalam
bidang teknologi dan informasi yang saat ini benar-benar membuat segala
interaksi dari luar terasa sangat mudah dan tanpa batas. Tidak dapat dihindari lagi
era ini sudah terlalu banyak mempengaruhi seluruh penjuru dunia termasuk juga
negeri yang kita cintai ini. Sebagian besar dari kita pun sudah terkena imbas dari
era globalisasi yang sebenarnya terdapat baik dan buruknya jika kita mampu
memilah dan memilih dengan baik. Globalisasi sendiri telah menyerang beberapa
aspek yang merupakan pengaruh dari globalisasi ini, yaitu aspek pasar bebas,
industrialisi dan pergeseran budaya.
Dalam aspek pasar bebas sendiri Indonesia jelas mengalami perubahan
yang cukup signifikan dimana terjadinya persaingan perekenomian yang sangat
ketat, yang mengakibatkan adanya kesenjangan sosial dimana-mana. Akhir-akhir
ini pun kita sering mendengar istilah “yang kaya makin kaya, yang miskin makin
melarat”. Itulah contoh gambaran kondisi perekonomian Indonesia yang semakin
tidak peduli dengan bangsanya sendiri karena arus globalisasi ini. Perusahaan
swasta yang semakin mementingkan sendiri, padahal seharusnya perekonomian
Indonesia haruslah dibangun secara merata demi kesejahteraan Indonesia. Yang
notabene Indonesia sendiri menganut asas kekeluargaan, dirasa asas itu sudahlah
semakin terkikis oleh globalisasi. Ironis bukan?
Industrialisasi juga saat ini sudah tidak dapat dibendung lagi, industri
menjamur dimana-mana. Pencemaran dan polusi pun sebagai dampaknya sudah
tidak dapat dihindari lagi. Sebagai negara berkembang Indonesia menjadi salah
satu korban industrialisasi yang sangat terlihat dampaknya, pembangunan
kawasan industri yang tiada henti, belum lagi pembangunan yang tidak terlalu
memperhatikan lingkungan, eksploitasi para buruh dan masih banyak lagi
dampaknya. Lalu bagaimanakah kita seharusnya bersikap? Tentu harus ada
perubahan besar-besaran dalam pembangunan industri ini agar meminimalisir
dampak buruk terhadap bangsa Indonesia.
Aspek lain yang sangat signifikan adanya adalah aspek budaya yang
mengalami pergeseran. Pergeseran budaya di Indonesia kini sangatlah memiliki
dampak perubahan terhadap sikap dan perilaku bangsa yang semakin
memperburuk citra Indonesia. Dimulai dari pergaulan generasi muda yang sudah
melupakan budaya sendiri dan mengikuti budaya barat, akulturasi budaya besar-
besaran dan malah saat ini banyak sekali para generasi muda yang malah lebih
mencintai budaya luar dibandingkan budaya sendiri, dan merasa bangga ketika
menggunakan produk luar negeri. Berperilaku sopan santun, beretika, speduli satu
sama lain, serta berbudi luhur yang dulu merupakan ciri dari masyarakat
Indonesia kini tidaklah seperti itu. Sifat konsumtif pun sudah tidak dapat dihindari
lagi, ketika banyaknya trend dan mode yang masuk ke negeri ini.
Mungkin tadi adalah sedikit banyaknya dampak yang terjadi akibat
globalisasi yang semakin mengikis identitas bangsa ini. Ada baiknya jika
globalisasi seharusnya menjadi acuan atau motivasi untuk memajukan bangsa ini
dengan berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai
pedoman. Dengan berlandaskan keduanya maka perekenomian Indonesia pun
akan merata tentu dengan tidak mementingkan kepentingan pribadi. Kawasan
Industri yang dibangun tanpa memperhatikan lingkungan seharusnya dapat kita
kaji lebih dalam agar tidak semena-mena pada alam. Serta globalisasi yang datang
menghampiri budaya ini yang dilakukan seharusnya adalah menjadi pengaruh
bukan malah terpengaruhi. Globalisasi yang terjadi harusnya menjadi kesempatan
untuk kita memperkenalkan dan mengharumkan bangsa dengan beragam budaya
bangsa di mata dunia.
II. Keterkaitan Identitas Nasional dengan Integritas Nasional
Integrasi nasional adalah usaha dan proses mempersatukan perbedaan-
perbedaan yang ada pada suatu negara sehingga terciptanya keserasian dan
keselarasan secara nasional. Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas mengenai
Identitas Nasional Indonesia tentu memiliki keterkaitan sekali dengan integritas
nasional. Dengan kondisi kemajemukannya Indonesia memilikii banyak suku,
budaya, bahasa dan tentu saja watak serta sifat yang berbeda-beda dalam bersikap.
Mungkin ini hal yang cukup pelik dan sulit bila dibayangkan begitu banyak isi
kepala yang akan disatukan dalam tujuan yang sama. Namun hal ini justru
menjadi tantangan bagi negeri ini guna menciptakan Indonesia yang bersatu.
Indonesia memiliki jumlah pulau kurang lebih 17.504, jumlah suku sekitar
1.340, jumlah bahasa 546 serta ada 5 agama kepercayaan yang dianut
masyarakatnya. Dengan kondisi penduduk yang seperti demikian, Indonesia
membutuhkan pemimpin, pemersatu, yang bisa berlaku adil tidak membedakan
ras, suku, agama dan adat istiadat. Negeri ini mungkin pernah gagal dalam
mempertahankan Timor Timur dulu, namun tidak ada salahnya jika saat ini kita
bangun Persatuan Indonesia sesuai dengan bunyi Sila ke-3. Tentu kita semua
ingin Indonesia maju, bagaimana mungkin sebuah negara bisa maju jika kita
sebagai rakyat tidak bersatu bersama membangun negeri ini. Marilah kita
tunjukan bahwa meskipun kita bangsa dengan suku, bahasa dan budaya yang
berbeda namun kita bisa tetap bersatu padu. Inilah justru yang menjadi identitas
nasional bangsa ini dengan banyak perbedaan namun mampu membangun
integritas nasional dengan baik.
III. Revitalisasi Pancasila sebagai Pemberdayaan Identitas Nasional
Apa kabar Indonesia hari ini? Ya, mungkin akan menjadi pertanyaan
dengan jawaban berbeda di setiap masanya. Jika dulu Indonesia dikenal dengan
bangsa yang memiliki kehalusan budi, penuh kerukunan, toleransi, serta
solidaritas sosial maka lain lagi hari ini. Semua itu sudah hampir bahkan tidak ada
lagi di negeri kita tercinta ini. Semua telah terbawa oleh arus modernisasi dan
globalisasi. Krisis identitas kian hari kian menjadi suatu hal yang di anggap biasa
oleh masyarakat padahal identitas nasional sendiri merupakan manifestasi penting
bagi suatu negara.
Identitas Nasional dapat dimaknai sebagai manifestasi karena nilai-nilai
budaya yang tumbuh dan berkembang dari berbagai aspek kehidupan dari ratusan
suku yang “dihimpun” dalam satu kesatuan Indonesia menjadi kebudayaan
nasional dengan acuan Pancasila dan roh “Bhinneka Tunggal Ika” sebagai dasar
dan arah pengembangannya (Abd. Rasyid Rahman, 2011). Dengan kata lain
hakikat dari Identitas Nasional adalah Pancasila itu sendiri.
Dalam hal ini maka perlu adanya revitalisasi Pancasila guna adanya
pemberdayaan Identitas Nasional yang kian hari kian meluntur di setiap lapisan
kehidupan masyarakat. Selain guna menghidupkan kembali identitas yang ada
sejak dulu, juga guna mengatasi krisis serta disintegrasi di segala segi dan sendi
kehidupan.
Revitalisasi Pancasila dimaksudkan agar berbagai segi kehidupan kita
tercermin dalam nilai-nilai Pancasila yang memiliki persatuan, penyelesaian
dengan bermusyawarah, serta rasa keadilan yang mempunyai nilai kemanusiaan.
Selain itu Pancasila bukanlah suatu hal yang kaku, Pancasila memiliki sifat
fleksibel di segala segi kehidupan dari masa ke masa.
Dengan begitu maka sudah sepatutnya revitalisasi Pancasila dilakukan
guna pemberdayaan Identitas Nasional. Adapun Sila pertama yang bermakna
mengenai bangsa Indonesia yang berkeagamaan dan berketuhanan, maka secara
tidak langsung etika serta moral masyarakat dapat dikontrol sesuai dengan agama
dan kepercayaan masing-masing. Kemudian pada sila kedua dan ketiga mengenai
kemanusiaan dan persatuan bangsa yang mana akan mewujudkan bangsa yang
bersatu serta berperikemanusiaan sesuai dengan identitas yang ada sebelumnya.
Mungkin dengan demikian kita akan mampu mengatasi segala krisis yang
melanda bangsa ini. Revitalisasi Pancasila merupakan salah satu cara guna
menumbuhkan kembali nilai-nilai budaya serta etika sebagai pemersatu bangsa
yang tentunya akan mewujudkan suatu identitas yang selama ini kita miliki.