Petrologi (Diktat)

78
DIKTAT PETROLOGI Program Studi Teknik Geologi Terapan Oleh : Ir. Pudjo Asmoro, M.Sc TEKNIK GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN BANDUNG 2006

Transcript of Petrologi (Diktat)

DIKTAT

PETROLOGI

Program Studi Teknik Geologi

Terapan Oleh :

Ir. Pudjo Asmoro, M.Sc

TEKNIK GEOLOGI DAN

PERTAMBANGAN BANDUNG2006

1

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Pengertian

Petrologi terbentuk dari 2 kata yang berasal bahasa Yunani yaitu Petro

dan Logos. Petro dalam bahasa Yunani berarti batuan sedangkan Logos

berarti ilmu, dengan demikian Petrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang

batuan. Dalam petrologi dipelajari berbagai jenis batuan, karakteristiknya,

sifat- sifatnya serta proses genesa/pembentukannya.

Lalu apakah batuan itu? Batuan didefinisikan sebagai kumpulan

dari satu atau lebih mineral yang terbentuk dialam yang terkompakkan secara

alamiah yang merupakan bagian dari kerak bumi.

Mineral sendiri sebagai penyusun batuan adalah senyawa anorganik

padat yang terdapat di alam, memiliki sistem kristal dan komposisi kimia

tertentu yang terbentuk secara alamiah dialam. Mineral-mineral pembentuk

batuan umumnya adalah mineral silikat (SiO2), karena komposisi unsur Si

adalah 27,72 % dan Oksigen 46,6 % dari seluruh kerak bumi. Unsur-unsur

lainnya adalah Al (8,3 %), Fe (5 %), Ca (3,63 %), Na (2,83 %), K (2,59 %), Mg

(2 %), dan unsur lainnya yang kurang dari 1,5 %. Mineral dapat dikenal

dengan menguji sifat fisik umum yang dimilikinya. Sebagai contoh, garam

dapur (halite) (NaCl) dapat dengan mudah dirasakan. Komposisi kimia

seringkali tidak cukup untuk menentukan jenis mineral, misalnya mineral

grafit (graphite) dan intan (diamond) mempunyai komposisi yang sama yaitu

karbon (C). Mineral-mineral yang lain dapat terlihat dari sifat fisik seperti

bentuk kristal, sifat belahan atau

2

warna, atau dengan peralatan yang sederhana seperti pisau atau

potongan gelas dengan menguji kekerasannya.

1.2. Jenis dan Siklus Pembentukan Batuan

Secara umum ada 3 kelompok besar batuan yang ada dimuka bumi

ini berdasarkan kandungan mineralnya, hubungan atau keadaan mineralnya

satu sama lain (tekstur) dan proses pembentukannya yaitu:

1. Batuan Beku (Igneous Rock) adalah batuan yang terbentuk dari hasil

pendinginan dan kristalisasi magma didalam atau di permukaan

bumi akibat proses pendinginan atau kristalisasi.

2. Batuan Sedimen (Sedimentary Rock) adalah batuan yang terbentuk

dari sedimen hasil rombakan batuan yang telah ada atau akumulasi

dari material organik atau hasil penguapan dari suatu larutan yang

sudah mengalami sedimentasi dan terkompakan secara alamiah

3. Batuan Metamorfik ( Metamorphic Rock) adalah batuan yang terbentuk

dari hasil perubahan dari batuan yang sudah ada dalam kondisi padat

(tanpa melalui fase cair) menjadi batuan yang memiliki komposisi dan

tekstur yang berbeda sebagai akibat dari perubahan panas, tekanan,

kegiatan kimiawi atau perpaduan dari ketiganya.

Adanya sifat dinamik dari kerak bumi menyebabkan terjadinya

berbagai proses dalam kurun waktu yang panjang yang mempengaruhi atau

menyebabkan terbentuknya ketiga kelompok batuan tersebut. Sepanjang

kurun waktu yang panjang tersebut, proses-proses yang ada

menyebabkan

3

perubahan satu jenis batuan menjadi jenis batuan yang lain. Hubungan atara

proses-proses yang ada dikerak bumi dengan ketiga kelompok batuan itu

menimbulkan suatu siklus/jantera pembentukan batuan seperti yang

ditunjukkan oleh Gambar 1 dibawah ini.

Gambar 1. Siklus Batuan

4

BAB II. BATUAN BEKU

2.1. Proses Pembentukan dan Komposisi Batuan Beku

Seperti yang telah diterangkan diatas Batuan Beku (Igneous Rock)

adalah batuan yang terbentuk dari hasil pendinginan dan kristalisasi magma

didalam atau di permukaan bumi akibat proses pendinginan atau

kristalisasi. Batuan beku merupakan kumpulan (aggregate) dari mineral-

mineral yang mengkristal dari bahan yang lebur yang berasal dari selubung

bumi (mantel). Sumber panas yang diperlukan untuk meleburkan bahan ini

berasal dari dalam bumi, dimana temperatur bertambah dengan + 30° C

setiap kilometer kedalaman (geothermal gradient). Bahan yang lebur ini,

atau magma, adalah larutan yang kompleks, terdiri dari silikat dan air, dan

berbagai jenis gas.

Pada dasarnya sebagian besar (99%) batuan beku hanya terdiri dari

unsur-unsur utama yaitu: Oksigen, Silika, Almunium, Besi, Kalsium,

Sodium, Potasium dan Magnesium yang membentuk mineral-mineral

penyusun batuan beku seperti Feldspar, Olivin, Piroksen, Amfibol, Kwarsa dan

Mika.

Komposisi dari magma tergantung pada komposisi batuan yang

dileburkan pada saat pembentukan magma. Jenis batuan beku yang

terbentuk tergantung dari berbagai faktor diantaranya, komposisi asal dari

peleburan, kecepatan pendinginan dan reaksi yang terjadi didalam -

magma ditempat proses pendinginan berlangsung. Pada saat magma

mengalami pendinginan akan terjadi kristalisasi dari berbagai mineral utama

yang mengikuti suatu urutan atau orde, umumnya dikenal sebagai Seri

5

Reaksi Bowen, seperti yang ditunjukkkan oleh Gambar 2 dibawah ini.

6

Discontinuous Series Continuous Series

Gambar 2. Deret Reaksi Bowen

Pada diagram ditunjukkan bahwa mineral pertama yang terbentuk

pada deret tersebut cenderung memiliki kandungan silika yang rendah. Seri

reaksi menerus (continuous) pada mineral plagioklas yang pertama

terbentuk, plagioklas-Ca (anorthite) akan terus bereaksi dengan sisa

larutan magma yang ada selama pendinginan berlangsung sehingga terjadi

reaksi dan membentuk mineral plagioklas yang memiliki kandungan silika yang

lebih tinggi, saat reaksi ini berlangsung terjadi substitusi sodium (Na) terhadap

kalsium (Ca) kejadian ini berlangsung terus hingga mineral plagioklas yang

terbentuk pada ahir proses pendinginan magma memiliki kandungan silika

dan sodium yang tinggi.

Untuk seri tak-menerus (discontinuous) terdiri dari mineral-mineral

feromagnesian (Fe-Mg). Mineral pertama yang terbentuk adalah olivine yang

kemudian mengalami pemisahan akibat adanya gaya gravitasi dan

7

mengendap dibagian bawah dari larutan magma. Dari larutan magma

yang tersisa akan membentuk piroksen (pyroxene ) yang kemudian

akan terendap akibat gaya gravitasi. Proses ini berlanjut hingga

terbentuk biotite.

Samudra Hindia P. Sumatra

Gambar 3. Proses pembentukan magama dan batuan beku

2.2. Jenis dan Bentuk Geometri Batuan Beku

Berdasarkan proses pendinginan, suhu pendinginan, tempat

terbentuknya dan pembentukan kristal batuan dari magma ada 2 tipe dari

batuan beku yaitu Batuan Beku Intrusif dan Batuan Beku Ekstrusif.

Batuan beku ekstrusif terbentuk bila magma pembentuk batuan

mengalami proses pembekuan yang cepat pada suhu relatif rendah dekat

permukaan bumi yang menyebabkan kristal dari batuan tidak tebentuk

secara sempurna. Batuan beku tipe ini biasanya terbentuk pada daerah

daerah yang menjadi batas-batas lempeng dan gunung api bentuknya

antara lain berupa

8

lava (magma yang telah mencapai permukaan) dan produk letusan

gunungapi seperti tuff, abu (ash) dsb.

Batuan beku intrusif adalah batuan beku yang terbentuk apabila magma

pembentukan batuan mengalami proses pembekuan yang lambat pada suhu

tinggi jauh dibawah permukaan bumi sehingga kristal-kristal pembentuk

batuannya terbentuk secara sempurna. Batuan jenis ini umumnya

berkristal kasar (phaneritic), dan berkomposisi granitik. Beberapa bentuk

geometri dari batuan jenis ini adalah antara lain:

1. Batolit (batholith), adalah bentuk geometri dari batuan beku intrusif

yang memiliki dimensi ukuran yang lebih besar dari 100 km.

2. Stok (stock), mempunyai: komposisi yang sama dengan batolit

namun dengan ukuran lebih kecil (< 100 km).

3. Korok (dike) berbentuk memaniang (tabular), memotong arah

struktur tubuh batuan. Bentuk-bentuk ini, didasarkan pada hubungan

kontaknya dengan struktur batuan yang diterobos disebut sebagai

bentuk batuan beku yang diskordan (discordant igneous plutons).

4. Sill berbentuk tabular dan memanjang yang disebut sebagai bentuk

batuan beku yang konkordan (concordant igneous plutons)

5. Lakolit (lacolith) mempunyai bentuk tabular dan membubung dibagian

tengahnya yang memotong sejajar arah umum batuan, termasuk tipe

konkordan (concordant igneous plutons)

6. Lopolit (lapolith) mempunyai bentuk tabular dan cekung dibagian

tengahnya yang memotong sejajar arah umum batuan, termasuk tipe

konkordan (concordant igneous plutons)

9

Gambar 4. dibawah ini menggambarkan beberapa bentuk geometri dari

tubuh batuan beku baik batuan beku Intrusif maupun batuan beku ekstrusif

yang berada dialam

Gambar 4. Bentuk-bentuk geometri batuan beku

2.3. Sifat-sifat dan Tekstur Batuan Beku

Karena tejadi akibat pembekuan magma, maka batuan beku

mempunyai sifat sangat keras dan tahan terhadap erosi, sehingga

membentuk morfologi yang terjal. Tekstur atau ukuran butir dari mineralnya

juga bervariasi dari halus (tidak terlihat dengan mata telanjang/afanitik) hingga

kasar (beberapa cm/faneritik), hal ini tergantung dari kecepatan pembekuan,

semakin cepat membeku akan menghasilkan kristal halus, semakin lambat

10

akan menghasilkan

11

kristal kasar. Komposisi mineral yang dikandungnya tergantung dari sifat

magma yang membentuknya, magma asam akan mengasilkan mineral-

mineral yang bersifat asam (kuarsa, ortoklas, dll), magma basa akan

menghasilkan mineral basa (olivin, piroksen, dll).

Komposisi mineral yang dikandung oleh batuan beku berhubungan

dengan sifat warna dari batuan. Warna batuan beku bervariasi dari cerah

hingga gelap tergantung keasaman magmanya, makin asam akan

berwarna cerah (putih) dan semakin basa akan berwarna gelap. Batuan

yang banyak mengandung mineral silika dan alumina (felsik) akan

cenderung berwarna terang, sedangkan yang banyak mengandung

magnesium, besi dan kalsium umumnya mempunyai warna yang gelap.

Berikut ini pewarnaan batuan beku berdasarkan komposisi unsur pembentuk

mineral dari batuan:

a. Felsik (felsic): didominasi oleh silika dan alumunium (SiAl), umumnya

berwarna cerah, merupakan karakteristik kerak benua. Mineral yang

dikandungnya adalah potassium feldspar, Na-plagioklas feldspar, kuarsa,

biotit. Batuannya adalah Granit dan Rhyolite.

b. Intermediet: warnanya menengah (antara gelap dan terang), kandungan

mineralnya adalah plagioklas feldspar, amphibole, pyroxene, biotit,

kuarsa. Batuannya adalah Diorit dan Andesit.

c. Mafic: didominasi oleh mineral ferromagnesian, umumnya berwarna

gelap dan merupakan karakteristik kerak samudera. Batuannya adalah

Basalt dan Gabro.

d. Ultramafic: hampir seluruhnya adalah mineral ferromagnesian, berwarna

sangat gelap. Mineralnya didominasi oleh olivin. Batuannya adalah Peridotit.

1

Mineral mafik umumnya mengkristal pada suhu yang relatif lebih

tinggi dibandingkan mineral felsik. Mineral yang terbentuk pada temperatur

tinggi merupakan mineral yang sangat labil dan mudah berubah menjadi

mineral lain. Mineral yang dibentuk pada temperatur rendah adalah mineral

yang relatif stabil.

Tekstur dalam batuan beku mengacu pada kenampakan butir-butir

mineral di dalamnya, yang meliputi tingkat kristalisasi, ukuran butir, bentuk butir,

granulitas dan hubungan antar butir. Tekstur juga berhubungan dengan sejarah

pembentukan batuan beku dan keterdapatannya. Didalam pemerian

makroskopik, dikenal tekstur-tekstur yang utama yaitu :

a . F a n e r i t i k ( p h a n e r i t i c )

Terdiri dari mineral yang dapat diamati secara makroskopik, berbutir (kristal)

kasar, umumnya lebih besar dari 1 mm sampai lebih besar dari 5 mm. Pada

pengamatan lebih seksama dibawah mikroskop, dapat dibedakan

bentuk- bentuk kristal yang sempurna dengan dibatasi oleh bidang kristal

yang jelas (e u h e d ra l ), b e n t u k k ri s t a l t i d a k s e m pu rn a d a

n h a n ya se b a gi a n s a j a ya n g d i b a t a s i b i d a n g -b i d a n g

k ri s t a l (s u b h e d ra l ) d a n b a t a s b i d a n g kristal tidak jelas (a n

h e d ra l ).

Tekstur faneritik adalah hasil pembekuan yang lambat, sehingga dapat

terbentuk kristal yang kasar, umumnya terdapat pada batuan plutonik.

b . A f a n i t i k (a p h a n i t i c )

Terdiri dari mineral berbutir (kristal) halus, berukuran mikroskopik, lebih

kecill dari 1 mm (<1 mm), dan tidak dapat diamati dibawah

pengamatan biasa. Tekstur afanitik atau berbutir halus, umumnya terdapat

pada batuan ekstrusif, yang merupakan hasil pembekuan yang sangat

1

cepat.

c . P o r f i r i t i k ( P o r p h y r i t i c )

1

Karakteristik dari tekstur ini memperlihatkan adanya butiran (kristal) yang

tidak seragam ( i n e q u i g ra n u l a r ), dimana butiran yang besar,

disebut sebagai fenokris (p h e n o c ry s t ), berada didalam

masadasar (g ro u n d ma s s ) atau matriks ( ma t r i x ) yang lebih halus.

Tekstur porfiritik adalah pencerminan dari pembekuan yang bertahap,

dari proses pendinginan yang lambat, dan sebelum keseluruhan magma

membeku, kemudian berubah menjadi cepat.

d . V e s i k u l e r ( V e s i c u l a r )

Tekstur yang ditunjukkan oleh adanya rongga (v e s i c l e ) pada batuan,

berbentuk lonjong; oval atau bulat. Rongga-rongga ini adalah bekas

gelembung gas yang terperangkap pada saat pendinginan. Bila lubang-

lubang ini telah diisi mineral disebut A my gd a l o i d a l . Tekstur vesikuler

merupakan ciri aliran lava, dimana terjadi lolosnya gas pada saat lava

masih mencair, menghasilkan rongga-rongga.

e . G e t a s ( g l a s s y )

Tekstur yang menyerupai gelas, tidak mempunyai bentuk kristal (a mo rf

). Tekstur gelas terjadi karena pendinginan yang sangat cepat tanpa

disertai gas, sehingga larutan mineral tidak sempat membentuk kristal

(amorf). Tekstur ini umumnva terdapat pada lava.

Beberapa tekstur karakteristik yang masih dapat diamati secara

makroskopik diantaranya adalah Tekstur ofitik (ophytic) yaitu tekstur

membundar dari partikel-partikel batuan akibat proses pengayaan atau

tekstur diabasik (d i a b a s i c ) d i m a n a k ri s t a l - k r i s t a l p i ro k s

e n ya n g a d a m e n gu ru n g m i n e ra l -m i n e ra l f e l d s p a r (b

i a s a n ya p l a gi o k l a s ) ya n g l e b i h k e c i l d e n ga n p o l a i n t e

rl o c k i n g .

1

Tekstur pada batuan beku merupakan pencerminan mineralogi dan proses

pembekuan magma atau lava pada tempat pembekuannya. Tekstur

batuan beku menunjukkan proses pembekuannya; tekstur halus menunjukkan

pendinginan yang cepat, sedangkan tekstur kasar menunjukkan

pendinginan yang lambat, diantara keduanya disebut tekstur porfiritik

(fragmen-fragmen kasar di antara massa dasar yang halus).

2.4. Klasifikasi Batuan Beku

Dasar untuk mengelompokkan batuan beku yang terutama adalah

kriteria tentang komposisi mineral dan tekstur (Tabel 1). Kriteria ini tidak

saja berguna untuk pemerian batuan, akan tetapi juga untuk menjelaskan

asal kejadian batuan.

Tabel.1 Klasifikasi Batuan Beku

1

Tekstur dan sifatnya yang keras inilah yang menjadi daya tarik

batuan beku untuk dimanfaatkan sebagai bahan bangunan yang lebih

bernilai, seperti penggunaan granit untuk lantai-lantai bangunan mewah. Sifat

batuan beku yang keras ini mengakibatkan lingkungan di sekitarnya akan

tandus (tidak subur), sehingga kurang baik bagi lahan pertanian, perkebunan,

atau permukiman. Selain itu, diperlukan alat-alat berat untuk menambang

dan menghancurkan batuan tersebut yang akan menimbulkan dampak

kebisingan dan polusi udara bagi lingkungan. Dampak lain adalah runtuhan

batuan (rockfall), apabila batuan beku yang ditambang berasal dari intrusi

dengan kemiringan yang curam.

2.5. Singkapan Batuan Beku Di Lapangan

Biasanya berwarna abu-abu, keras, masif, berukuran halus – kasar

(maksimum 2 mm), dijumpai efek bakar, dengan komposisi utama felspar,

membentuk morfologi terjal, soil berwarna coklat – merah, biasanya digali

orang untuk bahan bangunan.

Contoh batuan beku : andesit, diorit, basalt, granit, diabas, dll.

1

Gambar 5. Singkapan dike batuan granit dilapangan

Gambar 6. Megaskopis (kiri) dan mikroskopis (kanan) batuan beku dan mikroskopisnya

1

BAB III. BATUAN SEDIMEN

3.1. Proses Pembentukan dan Komposisi Batuan Sedimen

Batuan Sedimen (Sedimentary Rock) adalah batuan yang terbentuk

dari sedimen hasil rombakan batuan yang telah ada atau akumulasi dari

material organik atau hasil penguapan dari suatu larutan yang sudah

mengalami sedimentasi dan terkompakan secara alamiah. Proses-proses

sedimentasi yang terjadi antara lain adalah proses pelapukan, erosi,

transportasi dan diagenesa seperti yang diperlihatkan oleh Gambar 5

dibawah ini:

Gambar 7. Proses-proses yang terjadi pada pembentukan batuan sedimen

1

Batuan sedimen tersusun atas 3 komponen penyusun, yaitu:

1. Fragmen (litik) adalah butiran dasar penyusun dari batuan

2. Matrix adalah material yang lebih halus dari fragmen yang

mengisi ruang diantara butiran (Fragmen)

3. Semen adalah senyawa yang menjadi perekat antar butiran

(fragmen dan matrix) pada batuan sedimen

Pada dasarnya, kecuali endapan langsung dari gunung api, batuan

sedimen berasal dari rombakan (erosi) daratan yang mengalami transportasi

dan akhirnya terendapkan (sedimentasi) di suatu tempat.

Asal batuan pembentuk sedimen mempengaruhi macam sedimen yang

terbentuk. Batuan asal yang berbutir halus akan menghasilkan batuan

sedimen yang halus atau lebih halus. Sedangkan batuan asal yang berbutir

kasar akan menghasilkan batuan sedimen berbutir kasar maupun yang halus.

Transportasi atau pengangkutan hasil rombakan dapat berlangsung dalam

tiga cara yaitu: cara larutan, cara suspensi dan bed load atau bottom traction

atau cara aliran dasar. Batuan yang sudah terendapkan, sebelum mengalami

diagenesa dapat pula longsor dan bergerak ke bagian yang lebih dalam lagi.

Gerakan longsor ini membentuk suatu sistem arus yang dinamakan arus

pekat atau turbidit.

Proses diagenesa identik dengan proses pembatuan (lithification),

sedangkan definisinya adalah proses setelah sedimentasi sampai menjadi

batu, sebelum terjadi proses metamorfosa. Diagenesa dibagi menjadi

beberapa kelompok yaitu: sementasi, kompaksi dan rekristalisasi. Umumnya

pada sedimen muda tidak terdapat hubungan di antara butiran-butiran

lepas.

1

Dengan terus berlakunya waktu akan terjadi perekatan, dan hasil akhirnya

ada- lah batuan keras. Diagenesa dari sedimen ini biasanya disebabkan oleh:

a) Kompaksi, yaitu pemadatan oleh tekanan yang meningkat, di mana

air akan terdesak ke luar.

b) Sementasi (perekatan). Material baru akan mengendap di antara

butiran- butiran sebagai matriks Si02, CaC03, mineral lempung, oksida

besi dan sebagainya.

c) Pengkristalan kembali, di mana butiran tumbuh jadi satu sebagai

akibat pelarutan dan pengkristalan pada titik-titik lain, misalnya pada

batu kapur atau batu pasir kuarsitik.

d) Pembentukan konkresi, yaitu pemindahan zat dan pemisahan di

tempat lain (misalnya di tempat ditemukannya konsentrasi yang lebih

besar).

Batuan sedimen dibentuk dari material dan mineral batuan lain yang

telah mengalami pelapukan dan stabil dalam kondisi temperatur dan tekanan

permukaan. Batuan sedimen dibentuk oleh 4 material utama yaitu :

a. Kwarsa

Kwarsa adalah salah satu dari mineral-mineral klastik pada batuan

sedimen yang berasal dari batuan granit kerak kontinental, bersifat

keras, stabil dan tahan terhadap pelapukan. Kwarsa tidak mudah lapuk

walaupun telah mengalami transportasi oleh air, malahan sering

terakumulasi seperti endapan pasir fluvial pada lingkungan pantai.

b. Kalsit

Kalsit adalah mineral utama pembentuk batugamping (limestones) yang

juga dapat berfungsi sebagai semen pada batupasir dari batu lempung.

Kalsium (Ca) berasal dari batuan batuan beku, sedangkan karbonat

1

berasal dari air dan karbondioksida. Kalsium diendapkan sebagai

CaCO3 atau diambil dari air laut oleh organisme-organisme dan

dihimpun sebagai material cangkang. Ketika organisme tersebut mati,

fragmen-fragmen cangkangnya biasanya terkumpul sebagai partikel

klastik yang paling kaya membentuk macam-macam batugamping.

c. Lempung

Mineral-mineral lempung berasal dari pelapukan silikat, khususnya

feldspar. Terbentuk sebagai hasil alterasi dari mineral lain. Mereka

sangat halus serta terkumpul dalam lumpur dan serpih. Kelimpahan

feldspar dalam kerak bumi dan bukti bahwa pelapukan secara cepat di

bawah kondisi atmosfer, terlihat dari mineral-mineral lempung pada

batuan-batuan sedimen dalam jumlah yang besar.

Di dunia ini banyak terdapat bentuk mineral lempung, yang masing-

masing berbeda dalam susunan, struktur, dan perilakunya. Semua

mineral lempung tersebut memiliki butiran yang sangat halus (biasanya

lebih kecil dari 2 µm), itulah sebabnya mengapa tanah dengan butiran

yang sangat halus < 2µm kita namakan "lempung". Pada umumnya

lempung terdiri sebagian besar dari mineral lempung, akan tetapi

mineral lain, misalnya kuarsa, juga terdapat dengan butiran yang

sangat halus. Karena mineral lempung memiliki butiran yang sangat

halus, maka mineral ini mempunyai permukaan yang cukup besar per

satuan massa. Molekul-molekul air dapat diserap dalam struktur

lempung, yaitu pada lempung yang membengkak, dan dihilangkan

pada lempung yang memadat. Hanya material-material dengan

2

kealotan (ductility) yang tinggi saja, seperti lempung, akan

menampakkan perilaku plastis pada tekanan-kamar.

Mineral lempung dari kelompok monmorilonit dapat menyebabkan

longsoran dan kerusakan pada bangunan atau jalan, mineral ini

merupakan mineral gemuk yang mempunyai kemampuan untuk

mengembang (volume bertambah dengan masuknya air) 1,5 kali

dari ukuran pada saat kering dengan tekanan dapat melebihi 60 kPa

dan prosentase pengembangan (free swell) lebih dari 30 % (Huergo

dkk, 1987, dalam Rahn, 1996).

d. Fragmen-fragmen batuan

Batuan sumber yang telah mengalami pelapukan membentuk fragmen-

fragmen berbutir kasar dan endapan klastik seperti kerikil. Fragmen-

fragmen batuan adalah juga hadir sebagai butiran dalam beberapa

batupasir. Batuan sumber adalah sering berupa basalt, slate atau

beberapa batuan berukuran halus.

3.2. Karakteristik dan Tekstur Batuan Sedimen

Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk karena proses

diagenesa dari material batuan lain yang sudah mengalami sedimentasi.

Karakteristik dari batuan sedimen sangat bergantung sekali pada kuat arus

pentranspor sedimen dan mekanisme yang terjadi saat proses

pembentukan batuan sedimen itu berlangsung. Semakin kuat arus yang

terjadi saat proses pengendapan sedimen maka semakin besar pula

butiran/fragmen batuan pembentuk batuan sedimen yang terbentuk demikian

pula sebaliknya.

2

Pada umumnya batuan sedimen terbentuk berlapis yang disebabkan

oleh perubahan besarnya arus yang terjadi pada endapan material. Pada

curah hujan yang lebat di daerah hulu, misalnya, sedimen yang ada berupa

massa pasir kasar di tepi pantai di muara sungai, pada hujan kecil hanya

berupa pasir halus, sedangkan pada periode kering yang panjang berupa

lapisan lempung tipis. Sedimen umumnya berupa endapan di dalam laut,

kadang-kadang berupa endapan sungai. Ada kalanya juga berupa endapan

gurun. Lapisan yang paling bawah merupakan yang paling tua, sedangkan

lapisan-lapisan yang lebih muda akan mengendap di atasnya. Sedimentasi

akan berhenti jika permukaan air telah tercapai.

Batuan sedimen mempunyai dua ciri penting yang dibentuk oleh

aturan dan sifat fragmen, matriks dan semen. Kedua ciri itu ialah ciri tekstur

dan ciri struktur. tekstur dari batuan sedimen adalah sebagai berikut:

a. W a r na

Warna batuan sedimen dipengaruhi oleh banyak faktor, namun

demikian dalam prakteknya penamaan harus sederhana. Pertama-tama

harus dibedakan warna batuan itu lapuk atau segar. Warna harus

sederhana, misalnya cokelat, cokelat kekuningan dan sebagainya. Beberapa

warna yang terkenal seperti warna garam-merica, warna tanah, sering

dipakai dalam pemerian batuan.

b. Be s a r bu t i r ( g r a i n s i z e )

Besar butir adalah ukuran (diameter) dari fragmen penyusun dari

batuan. Skala ukuran besar butir yang dipakai sebagai pembatasan

adalah "Skala

2

Wentworth", dibawah ini adalah Tabel 2. Skala Wentworth yang

dipakai sebagai acuan dalam menentukan penamaan batuan

Particle name Particle diameter

Gravel Boulders (bongkah) > 256 mm

Cobbles (berangkal) 64 - 256 mm

Pebbles (kerakal) 2 - 64 mm

Granules (kerikil) 2 - 4 mm

Sand Very coarse sand 1 - 2 mmCoarse sand 1/2 - 1 mm

Medium sand 1/4 – 1/2 mm

Fine sand 1/8 – 1/4 mm

Very fine sand 1/16 -1/8 mm

Silt (lanau) 1/256 - 1/16 mm

Clay (lempung) < 1/256 mm

Tabel 2. Skala Wentworth

Besar butir suatu batuan sedimen sering dibicarakan walaupun pada

dasarnya pengukuran yang tepat sulit dilaksanakan. Ukuran butir

didasarkan pada standar 1 mm, dengan rasio konstant 2 antara kelas-kelas

yang bertautan.

Analisa besar butir:

a. Ukuran butir lebih besar dari 4 mm, umumnya diukur dengan kaliper.

b. Ukuran butir pebbles (kerakal), granules (kerikil) pasir dan lanau kasar,

umumnya diukur degan saringan standar dengan interval 1, ½, ¼ phi

c. Ukuran butir lanau sampai lempung umumnya diukur dengan cara

memakai gelas pipet, atau hydrometer, atau dengan centrifuge (alat

centrifugal).

2

c. P e mil aha n ( So r t i n g )

Pemilahan adalah tingkat keseraganan besar butir. Pemilahan pada

dasarnya menggambarkan urutan dasar butir yang membentuk sedimen.

Secara teori banyak cara untuk mengukur pemilahan, akan tetapi di

lapangan umumnya dipakai cara visual yaitu dengan

membandingkannya terhadap suatu standar. Istilah-istilah yang dipakai

adalah "terpilah baik" (butir-butir sama besar), "terpilah sedang" dan

"terpilah buruk".

Gambar 9. Pemilahan (sorting)

d. K e m a s ( F a b r ic )

Kemas adalah sifat hubungan antar butir di dalam suatu masa dasar atau di

antara semennya. Apabila fragmen kontak satu terhadap yang lain tanpa

ada massa dasar (matrix) yang membatas, kemas demikian dinamakan

kemas tertututp (intact/fragmen supported). Kalau fragmen terpisah satu

dengan lainnya oleh massa dasar dinamakan kemas terbuka (floating/matrix

supported).

Istilah-istilah yang dipakai adalah "kemas terbuka” yang digunakan untuk

butiran yang tidak saling bersentuhan, dan "kemas tertutup" untuk

butiran yang saling bersentuhan.

2

e. Kebunda r a n ( r ou n dne s s )

Kebundaran adalah tingkat kelengkungan dari setiap fragmen/butiran.

Metoda yang digunakan merupakan metoda visual dengan istilah-istilah

yang dipakai adalah: membundar baik (well rounded), membundar

(rounded), membundar tanggung (sub rounded), menyudut tanggung (sub

angular) dan menyudut (angular).

Gambar 9. Tingkat Kebundaran

Tingkat kebundaran menunjukkan jarak perpindahan (transportasi)

batuan dari sumbernya. Semakin membundar maka semakin jauh

perpindahannya.

f. S e m e n da n M asa D asar

Semen adalah bahan yang mengikat butiran. Semen terbentuk pada saat

pembentukan batuan, dapat berupa, silika, karbonat, oksida besi atau

mineral lempung.

Masa dasar (matrix) adalah masa di mana butiran/ fragmen berada

dalam satu kesatuan. Masa dasar terbentuk bersama-sama fragmen pada

saat sedimentasi, dapat berupa bahan semen atau butiran yang lebih halus.

2

g. Po r os i tas - p e r m eab ili tas

Porositas adalah perbandingan antara jumlah volume rongga dan

volume keseluruhan dari satu batuan. Dalam hal ini dapat dipakai istilah-

istilah kualitatif yang merupakan fungsi daya serap batuan terhadap

cairan. Porositas ini dapat diuji deitgan rneneteskan cairan. Istilah-istilah

yang dipakai adalah "porositas sangat baik” (very good), "baik" (good),

"sedang" (fair) dan ”buruk" (poor).

Porositas dan permeabilitas suatu batuan sangat dipengaruhi oleh

berbagai hal, seperti kemas, besar butir, bentuk butir dan diagenesa batuan.

Porositas diukur berdasarkan persentase rongga dibanding volume benda

keseluruhan. Permeabilitas diukur berdasarkan kelaluan fluida melaui benda

tersebut dalam ukuran tertentu. Material yang permeabel (dapat ditembus)

memiliki rongga-rongga yang berhubungan satu dengan yang lain dan

dapat dilalui oleh zat cair. Apabila penembusan tidak dapat dilakukan, maka

material tersebut dinamakan impermeabel.

3. 3. Klasifikasi Batuan Sedimen

Proses-proses pengendapan (sedimentasi) tersebut menghasilkan

beberapa jenis golongan batuan sedimen yang secara praktis dikenal

sebagai berikut :

Golongan klastik kasar, seperti batupasir, breksi, konglomerat dan aglomerat.

a. Breksi : berukuran butir > 2mm, fragmen menyudut.

b. Konglomerat : berukuran butir > 2 mm, fragmen membundar.

c. Batupasir (sandstone) : berukuran butir 1/16 m – 2 mm.

2

Golongan klastik halus, seperti batulempung, batulanau, serpih, napal

dan tuf.

a. Batulanau (silstone) : berukuran butir 1/256 mm – 1/16 mm.

b. Batulempung (claystone) : berukuran butir < 1/256 mm.

c. Serpih (shale) : seperti batulempung, bidang lapisan berlembar.

d. Napal (marl) : batulempung dengan komposisi karbonat tinggi.

Golongan karbonat, seperti batugamping dan dolomit.

Golongan evaporit, seperti batugaram (halit) dan gypsum.

Golongan silikat, seperti tanah diatomae dan radiolaria.

Golongan batubara, seperti antrasit, bitumen dan lignit.

Tabel 3. Klasifikasi Batuan Sedimen

Berbagai jenis batuan sedimen tersebut dapat ditambang dan

dimanfaatkan untuk berbagai keperluan manusia, seperti bahan bangunan

(golongan detritus dan karbonat), bahan bakar (golongan batubara), dan

bahan baku industri (golongan karbonat dan golongan evaporit).

Penambangan

2

batuan sedimen ini relatif lebih mudah dan aman daripada penambangan

batuan beku, tetapi akan menimbulkan kerusakan lingkungan yang cukup

signifikan, seperti pemapasan bukit di daerah Padalarang. Potensi

bencana yang cukup besar dapat terjadi di daerah yang disusun oleh satuan

batugamping, batulempung dan batubara. Daerah batugamping sangat rentan

terhadap amblesan karena sifat batugamping yang mudah bereaksi (larut)

dengan air yang bersifat asam akan membentuk dolina atau rongga-

rongga bawah permukaan yang sukar terdeteksi. Daerah berbatulempung

rawan terhadap bencana longsor dan amblesan, karena memiliki tekstur yang

sangat halus sebagai bidang gelincir dan kandungan mineral lempungnya

dapat memiliki daya kembang cukup tinggi (swelling). Sementara itu,

daerah yang memiliki lapisan batubara akan mudah terbakar dan sulit untuk

dipadamkan.

4.4. Singkapan Batuan Sedimen Di Lapangan

Biasanya berwarna abu-abu, putih, lunak - keras, berlapis,

berukuran halus – kasar (hingga beberapa meter), dijumpai struktur

sedimen, fosil, dll, dengan komposisi utama fragmen, mineral dan fosil,

membentuk morfologi landai hingga terjal, soil berwarna coklat – merah atau

hitam.

Contoh batuan sedimen : batu lempung, batu pasir, breksi, napal,

batugamping, dll.

2

Gambar 10. Singkapan batu pasir dilapangan

Gambar 11. Megaskopis (kiri) dan mikroskopis (kanan) batuan sedimen

2

BAB IV. BATUAN METAMORF

4.1. Proses Pembentukan dan Komposisi Batuan Metamorfik

Batuan Metamorfik ( Metamorphic Rock) adalah batuan yang terbentuk

dari hasil perubahan dari batuan yang sudah ada dalam kondisi padat

(tanpa melalui fase cair) menjadi batuan yang memiliki komposisi dan

tekstur yang berbeda sebagai akibat dari perubahan panas, tekanan,

kegiatan kimiawi atau perpaduan dari ketiganya.

Berdasarkan definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa proses

ubahan yang terjadi berlangsung dalam keadaan padat, akibat pengaruh

peningkatan suhu (T) dan tekanan (P), atau pengaruh kedua-duanya yang

disebut proses metamorfisme dan berlangsung di bawah permukaan.

Proses metamorfosis meliputi :

- Rekristalisasi.

- Reorientasi

- Pembentukan mineral baru dari unsur yang telah ada sebelumnya.

Setelah mengalami diagenesis, batuan sedimen dan batuan beku akan

berubah lebih lanjut di bawah pengaruh temperatur T dan tekanan P yang

tinggi; seringkali kristalisasi kembali berlangsung melalui penambahan atau

penghilangan zat. Berdasarkan cara pembentukannya, kita dapat mengenal

tipe-tipe berikut ini:

2

a. Metamorfosis kontak, terjadi pada kontak sebuah intrusi magma; batuan

yang berada di sampingnya seakan "dibakar"; T tinggi, P rendah.

b. Metamorfosis dinamo, terjadi pada deformasi lokal yang intensif, dimulai

dengan breksi patahan, kemudian milonit; T rendah, P rendah.

c. Metamorfosis regional, terjadi pada daerah-daerah yang lebih luas

dibanding tipe sebelumnya dan berkaitan erat dengan orogenesis dan

deformasi. Di sini tidak terdapat hubungan yang sederhana dengan suatu

intrusi atau kedalaman; T rendah hingga T tinggi, P rendah hingga P tinggi.

Hubungan antara Temperatur dan Tekanan untuk menentukan tipe

metamorfosis diatas dituangkan dalam diagram seperti yang terangkum dalam

Gambar 9 dibawah ini

Gambar 12. Tipe Metamorfosis

Proses metamorfisme membentuk batuan yang sama sekali berbeda

dengan batuan asalnya, baik tekstur maupun komposisi mineral. Mengingat

3

bahwa kenaikan tekanan atau temperatur akan mengubah mineral bila

batas kestabilannya terlampaui, dan juga hubungan antar butiran/kristalnya.

Proses metamorfisme tidak mengubah komposisi kimia batuan. Oleh karena

itu disamping faktor tekanan dan temperatur, pembentukan batuan meramorf

ini juga tergantung pada jenis batuan asalnya.

Pada batuan metamorf terdapat beberapa mineral yang merupakan

mineral khas dari batuan metamorf diantaranya: sillimanit, kyanit,

andalusit, staurolit, garnet, korundum, epidot dan chlorit.

Komposisi dari batuan metamorf tergantung komposisi dari batuan

asal (parent rock) yang berubah akibat dari tekanan dan temperatur ketika

berlangsungnya metomorfosis. Berikut ini mineral-mineral yang sering

dijumpai di batuan metamorf:

a. A m ph i bo l e

Amphibole mengandung silikat cukup banyak. Kristalisasinya dari

magma mengandung komponen air (disebut mineral basah), dan

kemungkinan beralterasi menjadi klorit bila kandungan air cukup banyak.

Mineral ini sangat tidak stabil pada kondisi permukaan. Pada batuan

metamorf dijumpai pada batuan yang batuan asalnya termasuk kepada

batuan basalt.

b. K w a r sa

Mineral ini tidak berwarna (bening), penambahan zat lain akan merubah

warna hingga beragam. Kwarsa bersifat keras, stabil dan tahan terhadap

pelapukan. Kwarsa dijumpai pada batuan metamorf yang batuan

asalnya kaya akan silika dan juga didapat bersama mineral lain, termasuk

bijih.

3

c. M uskov i t

Termasuk kelompok mika yang hampir sama dengan biotit. Umumnya

terdapat pada batuan metamorf yang merupakan hasil ubahan dari

batuan yang banyak mengandung silika.

d. B i ot i t

Merupakan bagian dari kelompok mika yang berwarna gelap. Ikatan

mineralnya sangat lemah dan sangat mudah membelah sepanjang

bidang kristalnya. Mengkristal dari magma yang mengandung air pada

tahap akhir pemadatan.

e. K a l s i t

Mineral kalsit ditemukan pada batuan metamorf yaitu marmer yang

merupakan hasil metamorfosis dari batugamping. Kalsit adalah mineral

utama pembentuk batugamping (limestones) yang juga dapat berfungsi

sebagai semen pada batupasir dari baralempung. Kalsium (Ca) berasa l

dari batuan batuan beku, sedangkan karbonat berasal dari air dan

karbondioksida. Kalsium diendapkan sebagai CaCO3 atau diambil dari air

laut oleh organisme-organisme dan dihimpun sebagai material cangkang.

4.2. Tekstur dan Struktur Batuan Metamorf

Tekstur batuan metamorf ditentukan dari bentuk kristal dan

hubungan antar butiran mineral yaitu:

Homeoblastik, adalah tekstur batuan metamorf dimana butiran

pembentuknya hanya terdiri dari satu macam bentuk:

Lepidoblastik, mineral-mineral pipih dan sejajar

3

Nematoblastik, bentuk menjarum dan sejajar

Granoblastik:, berbentuk butir

Heteroblastik adalah tekstur batuan metamorf dimana

butiran pembentuknya hanya terdiri dari kombinasi

tekstur homeoblastik

Gambar 13. Tekstur Batuan Metamorf

Struktur batuan metamorf adalah hubungan antar tekstur dari

batuan metamorf yang terdiri dari 2 tipe, yaitu:

a. Fo li asi

Foliasi yaitu hubungan tekstur yang memperlihatkan orientasi kesejajaran.

Kadang-kadang foliasi menunjukkan orientasi yang hampir sama dengan

perlapisan batuan asal (bila berasal dari batuan sedimen), akan tetapi

orientasi mineral tersebut tidak ada sama sekali huhungan dengan sifat

perlapisan batuan sedimen. Foliasi juga mencerminkan derajat

metamorfisme.

Jenis-jenis foliasi di antaranya

3

:

3

Gneissic, perlapisan dari mineral-mineral yang membentuk jalur

terputus- putus, dan terdiri dari tekstur-tekstur lepidoblastik dan

granoblastik.

Schistosity, perlapisan mineral-mineral yang menerus dan terdiri

dari selang-seling tekstur lepidoblastik dan granoblastik.

Phyllitic, perlapisan mineral-mineral yang menerus dan terdiri dan

tekstur lepidoblastik.

Slaty, merupakan perlapisan, umumnya terdiri dari mineral yang pipih

dan sangat halus.

b. N on Fo li asi

Beberapa batuan metamorf tidak menunjukkan foliasi, umumnya masih

menunjukkan tekstur "granulose" (penyusunan mineral berbentuk butir,

berukuran relatif sama), atau masif. Ini terjadi pada batuan metamorf hasil

metamorfisme dinamis, teksturnya kadang-kadang harus diamati secara

langsung dilapangan misalnya; "breksi kataklastik" dimana fragmen-

fragmen yang terdiri dari masa dasar yang sama menunjukkan orentasi

arah "jalur milonit", yaitu sifat tergerus yang berupa lembar/ bidang-bidang

penyerpihan pada skala yang sangat kecil yang hanya terlihat di bawah

mikroskop.

4.4. Klasifikasi Batuan Metamorf

Dasar untuk mengelompokkan batuan metamorf yang terutama adalah

kriteria tentang komposisi mineral, batuan asal, struktur dan tekstur (Tabel

4) dari batuan metamorf. Kriteria ini tidak saja berguna untuk pemerian

batuan, akan tetapi juga untuk menjelaskan asal kejadian batuan/ batuan

induk (parent rock).

3

Tabel 4. Klasifikasi Batuan Metamorf

Batuan metamorf dibagi berdasarkan tekstur dan susunan

mineralogisnya. Beberapa contoh batuan metamorf antara lain:

Migmatit : T sangat tinggi, P sangat tinggi, peralihan dari gneis ke

granit (ultra metamorfosis).

Batuan Horn : T tinggi, P rendah, tidak bersifat skis, terdiri dari butiran

yang sama besar, arahnya tak teratur.

4.5. Singkapan batuan metamorf di lapangan

Biasanya berwarna abu-abu, putih, coklat, dll, lunak hingga keras

tergantung komposisi mineralnya, foliasi dan nonfoliasi, berukuran halus –

kasar (beberapa cm), dengan komposisi utama mika, kuarsa, lempung,

membentuk morfologi landai hingga terjal, soil berwarna coklat –

merah,

3

biasanya digali orang untuk bahan ornamen atau banyak mengandung batu

akik.

Contoh batuan metamorf : filit, sekis, gneis, marmer, dll.

Gambar 14. Singkapan Batuan Slate (Batu Sabak) di lapangan

3

BAB V. BATUAN VULKANOKLASTIK

5.1. Proses Pembentukan Batuan Vulkanoklastik

Adanya aktivitas magma didekat permukaan bumi sebagai proses

pembentukan batuan vulkanik tidak hanya menghasilkan batuan vulkanik yang

berbentuk gelas, tetapi juga menghasilkan batuan yang terbentuk dari

partikel- partikel ataupun kristal-kristal akibat proses erupsi gunungapi.

Sebagian ahli geologi memasukkan batuan ini dalam kelompok batuan beku

karena berdasarkan proses pembentukannya yang berasal dari pembekuan

magma yang tiba-tiba, tetapi sebagian lain mengelompokkan batuan ini

dalam kelompok yang berbeda karena mekanismenya pembentukannya

(pasca erupsi) yang mirip dengan batuan sedimen yang melibatkan air dan

udara sebagai media.

Material yang keluar dari hasil aktivitas gunungapi yang terkristalisasi

diudara pada saat proses erupsi terjadi dan terendapkan atau

tersedimentasikan dengan disuatu tempat dinamakan sebagai batuan

vulkanoklastik.

Berdasarkan proses-proses yang dialami saat terbentuknya batuan

ini, batuan ini dapat dibagi menjadi 2 tipe yaitu;

Batuan yang berasal dari proses pengendapan material hasil erupsi

suatu gunungapi yang mengalami proses lithifikasi atau pemadatan

yang dikenal sebagai batuan piroklastik (pyro = api, klastik = butiran)

Batuan yang terbentuk dari hasil proses pelapukan dan sedimentasi

dari material hasil erupsi gunungapi yang telah transportasi ke suatu

tempat yang berbeda dari tempat terbentuknya. Batuan yang terbentuk

dari hasil ini dikenal sebagai batuan sediment epiklastik.

3

Pada beberapa kasus dilapangan kedua jenis batuan ini agak

sukar dibedakan karena bentuk dan material pembentuk dari batuan ini yang

relatif sama. Namun kedua tipe batuan dibedakan dengan melihat material-

material penyusunnya, pada batuan epiklastik material penyusunnya biasanya

akan hadir material-material dari batuan disekitarnya yang dilalui dan ikut

terbawa saat proses transportasi terjadi. Selain itu biasanya pada kelompok

batuan ini material asli hasil proses erupsi gunungapi kondisinya biasanya

hancur dan tidak utuh akibat proses pelapukan dan transportasi yang terjadi.

Struktur sedimen yang terbentuk pada kelompok batuan epiklastik relatif

lebih terlihat dibandingkan dengan pada kelompok batuan piroklastik.

5.2. Klasifikasi Batuan Vulkanoklastik

Fisher (1966) mencoba mengklasifikasikan batuan volkaniklastik ini

dengan mengacu pada klasifikasi batuan sedimen berdasarkan ukuran

butiran penyusun batuan tersebut dengan menggunakan terminologi yang

berbeda. Dibawah ini klasifikasi penamaan butiran material vulkaniklastik

berdasarkan ukuran dan jenisnya.

UKURAN BUTIR PIROKLASTIK EPIKLASTIK

>64mm

Bombs - ejected fluid

Blok - ejected solidagglomerat volcanik

breksia

2mm - 64mm LapilliBatu lapilli

(lapillistone)

0.06mm - 2mm Abu (Ash) Tuf

<0.06mm Debu Tuf

Tabel 5 Klasifikasi batuan vulkanoklastik berdasarkan ukura butir

3

Berdasarkan ukuran butiran material vulkaniklastik tersebut Fisher

mengatakan untuk batuan epiklastik penamaan batuannya mengikuti

terminology batuan sedimen yang telah ada tetapi untuk penamaan batuan

piroklastik dengan menggunakan diagram dibawah ini

Gambar 15. Klasifikasi batuan piroklastik (Fisher, 1966)

5.3.Hasil erupsi gunungapi

a. Lava

Lava adalah leleran magma yang mencapai permukaan bumi.

b. Piroklastik jatuhan

Piroklastik jatuhan adalah hasil letusan gunungapi berupa batuan

lepas jatuhan.

4

c. Piroklastik aliran (awan panas)

Awan panas (glowing clouds, nuee ardente), disebut pula aliran

piroklastik (pyroclastic flows): Aliran batuan lepas (yang dominan)

bercampur dengan gas vulkanik yang dimuntahkan atau dilepaskan bersamaan

dengan letusan atau guguran lava pijar.

d. Lahar

Lahar adalah aliran lumpur yang terjadi karena percampuran bahan letusan

baru dengan air hujan (lahar hujan) atau air danau kawah yang langsung

bercampur dengan bahan letusan (lahar letusan)

Gambar 16. Kenampakan aliran lava

4

Gambar 17. Endapan jatuhan piroklastika

Gambar 18. Endapan awan panas

4

Gambar 19. Endapan lahar

4

DAFTAR PUSTAKA

1. Billing M.P, 1964. Structural Geology, 2th edition, Prentice-

Hall., Englewood Cliffs, N.J.

2. Emmons W.H, Thiel G.A, Stauffer C.R, Allison I.S, 1955. Geology

Principles and Processes, McGrw-Hill Book Company, Inc, New

York Toronto London.

3. Holmes A, 1945. Principal of Physical Geology, The Ronald

Press Company New York.

4. Leet L.D, Judson S, 1960. Physical Geology, 2th edition,

Prentice- Hall.Inc, Englewood Cliffs, New Jersey.

5. Sampurno, 1989, Pengantar Geologi, ITB, Bandung

6. Katili, J.A. and Marks, P, 1966, Geologi, Departemen Urusan

Research Nasional, Jakarta.

7. Longwell C.R, Flint R.R, 1961. Introduction to Physical Geology, 3rd

edition, John Wiley & Sons, Inc., New York London Sydney.

8. Macdonald G.A, 1972. Volcanoes, Prentice-Hall, Inc, Englewood

Cliffs, New Jersey.

9. Putnam, W.C, 1964. Geology, Oxford University Press, New York.

10.Soeriadmadja, Rubini, 1992, Petrologi dan Mineralogi, ITB, Bandung

11. Syafei, Benyamin, 2006, Pedoman Praktikum Geologi Fisik,

Laboratrium Geologi Dinamik, ITB, Bandung

4