Persona Jurnal Psikologi Indonesia Volume 8, No. 1, Juni...
Transcript of Persona Jurnal Psikologi Indonesia Volume 8, No. 1, Juni...
Persona Jurnal Psikologi Indonesia Volume 8, No. 1, Juni 2019
ISSN.2301-5985 (Print), 2615-5168 (Online)
DOI: https://doi.org/10.30996/persona.v8i1.2471
Website: http://jurnal.untag-sby.ac.id/index.php/persona
Psychological Well Being Ditinjau Dari Keberadaan Orang Tua
Pada Remaja Yang Tinggal Di Panti Asuhan
Noormala Rachmawati, Eben Ezer Nainggolan, Amherstia Pasca Rina
Email: [email protected]
Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 2019
Surabaya
Abstract
The purpose of this study was to determine the differences in psychological well being of
adolescent who have and have not parent that live in orphanage. The samples in this study were 64
adolescents who lived in orphanages with ages 14-20 years old using the purposive sampling
technique. This research was conducted in 3 (three) Orphanages in Surabaya, namely Orphanage
Ashabul Kahfi, Orphanage B.J.Habibie, Orphanage Karya Kasih. The data analysis technique used
is the independent sample t-test. The results of the analysis using SPSS Version 23.0, obtained the
results of the Sig. (2-tailed) Psychological Well Being variable above 0.05, so it is concluded that
there is no difference in Psychological Well Being in adolescent who have and have not parent that
live in orphanages. The research hypothesis which states that there are differences in Psychological
Well Being between adolescent have and have not parent that live in an orphanage is not proven
to be correct and is not acceptable.
Keywords: Psychological Well Being, Youth, Orphanage
Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan psychological well being
pada remaja yang memiliki orang tua dan yang tidak memiliki orang tua yang tinggal di panti
asuhan. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 64 remaja yang tinggal di panti asuhan dengan
rentan usia 14-20 tahun dengan menggunakan teknik purposive sampling. Penelitian ini
dilakukan di 3 (tiga) Panti Asuhan di Surabaya, yaitu Panti Asuhan Ashabul Kahfi, Panti Asuhan
B.J.Habibie, Panti Asuhan Karya kasih. Teknik analisis data yang digunakan adalah independent
sample t-test. hasil analisis dengan menggunakan SPSS Versi 23.0.diperoleh hasil nilai Sig. (2-
tailed) variabel Psychological Well Being di atas 0.05, sehingga disimpulkan tidak terdapat
perbedaan Psychological Well Being pada remaja yang memiliki orang tua dan yang tidak
memiliki orang tua yang tinggal di panti asuhan. Hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa
ada perbedaan Psychological Well Being antara remaja yang memiliki orang tua dan yang tidak
memiliki orang tua yang tinggal di panti asuhan adalah tidak terbukti kebenarannya maka tidak
dapat diterima.
Kata Kunci: Psychological Well Being, Remaja, Panti Asuhan.
Persona Jurnal Psikololgi Indonesia [1] Fakultas Psikologi
E-mail:[email protected] Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Noormala Rachmawati, Eben Ezer Nainggolan, Amherstia Pasca Rina Volume 8, No.1, Juni 2019
Pendahuluan
Keluarga adalah kunci utama suatu kehidupan, berawal dari keluarga seseorang dapat
mengenal dirinya sendiri, dapat mengenal lingkungan disekitarnya, keluarga juga berperan
dalam membentuk kepribadian anak melalui interaksi dalam keluarga, anak juga memperlajari
pola-pola tingkah laku, sikap. Sosialiasi pertama kali terjadi dalam lingkungan keluarga melalui
pengasuhan anak yang diberikan oleh orang tuanya, namun tidak semua individu beruntung
dapat tinggal bersama keluarga.
Masa remaja dianggap sebagai masa yang labil yaitu di mana individu berusaha mencari
jati dirinya dan mudah sekali menerima informasi dari luar dirinya tanpa ada pemikiran yang
lebih lanjut ( Hurlock, 1980). Informasi yang baik diharapkan akan mampu membentuk individu
yang baik, Salah satu hal yang diperlukan untuk dimiliki oleh remaja adalah psychological well
being.Saat psychological well being tercipta, maka remaja tersebut akan mampu membentuk
kemandirian dan mampu memiliki arti, mampu menerima dirinya apa adanya, serta mampu
merealisaisikan potensi dirinya, (Ryff dalam Kartika 2010).
Demikian halnya Pinguart & Sorenson, 2000, Psychological well being didefinisikan
merupaakan keadaan yang diperoleh dari lingkungan disekitar individu dengan perasaan yang
menyenangkan. Sedang kebahagiaan juga diartikan bentuk keadaan yang harmonis, sejahtera
(well being) dan kepuasan hati, yaitu kepuasan yang diperoleh apabila kebutuhan yang
diharapkan dapat terpenuhi.
Hasil ini didukung penelitian Ramadhani, et al (2016), siswa yang tinggal bersama saudara,
keluarga angkat sebagai wali pasca perceraian orang tua memiliki kesejahteraan psikologis
tertinggi dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan wali ayah atau ibu. Hal ini serupa
dengan ungkapan Sarwono bahwa apabila terjadi masalah dengan suami-istri (meninggal atau
perceraian) lebih baik anak dipindahkan ke sanak keluarga lain atau kalau perlu dipindahkan ke
keluarga lain yang tidak ada hubungan darah (misalnya tidak ada sanak-keluarga atau harus
kos) perlu dicarikan hubungan antara anggota keluarganya cukup harmonis. Penelitian ini
memiliki novelty pada panti asuhan yang memiliki orang tua dan tidak memiliki orang tua.
Alasan seorang individu tinggal di panti asuhan dikarenakan individu tersebut tidak
memiliki orang tua (meninggal dunia) ataupun orang tua yang tidak mampu membiayai sekolah
dan biaya hidup individu tersebut. Orang tua adalah orang yang paling bertanggung jawab atas
tumbuh kembang anak, mendidik anak membutuhkan kesabaran namun ketika orang tua tidak
sanggup untuk mendidik anaknya karena faktor ekonomi maka anak tersebut dititipkan di panti
asuhan, karena panti asuhan lah merupakan tempat yang tepat bagi masa depan anak.
Remaja yang berusaha menemukan identitas dirinya dihadapkan pada situasi yang
menuntut harus mampu membentuk hubungan yang hangat di dalam lingkungannya dan
mampu menerima diri apa adanya, perasaan bahagia, mempunyai kepuasaan hidup serta
mempunyai tujuan untuk mencapai masa depan yang cerah sehingga dapat berguna bagi nusa
dan bangsa serta dapat menjadikan kebanggaan orang tua.
Pers0na: Jurnal Psikologi Indonesia
ISSN. 2301-5985 (Print), 2615-5168 (Online) Page 2
Pers0na: Jurnal Psikologi Indonesia Volume 8, No.1, Juni 2019
ISSN. 2301-5985 (Print), 2615-5168 (Online)
Menurut Depsos RI (2004), panti asuhan untuk anak-anak merupakan lembaga
pemerintah guna kesejahteraan sosial yang bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan
kesejahteraan sosial pada anak terlantar dengan memberikan santunan pada wali anak dalam
memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial kepada anak asuh sehingga memperoleh
kesempatan yang tepat untuk mengembangkan kepribadiannya.
Remaja cenderung khawatir mengenai masa depannya, sehingga psychological well
being nya rendah (Ni’mah Suseno, 2013). Masa remaja adalah masa yang penuh kebahagiaan
mendapatkan kasih sayang, perhatian dari orang tua dan pengurus panti.
Penelitian yang dilakukan oleh Hartini (dalam Mazaya dan Supradewi, 2011),
menunjukkan bahwa remaja yang tinggal di panti asuhan memiliki gambaran kebutuhan
psikologis seperti kepribadian yang pasif, tidak peduli, menarik diri, mudah putus asa dan
penuh ketakutan.
Penelitian yang dilakukan oleh Jayanti (2015), menyatakan bahwa tinggal di panti
asuhan membuat remaja memperoleh berbagai hal menyenangkan. Hal itulah yang dapat
menggantikan peranan dan kasih sayang orang tua, seperti memiliki banyak teman, dapat
meneruskan sekolah, serta dapat meningkatkan nilai-nilai keagamaan karena adanya
pendisiplinan dari pengasuh panti asuhan yang belum tentu didapatkan pada remaja lain. Berdasarkan wawancara dengan beberapa remaja yang tinggal di panti asuhan Ashabul
Khafi, Jl. Raya Mulyosari No.57, Surabaya. Beberapa remaja tersebut merasa dirinya berbeda
dengan orang lain, perbedaan yang dimaksud adalah status sosial individu sebagai yatim piatu,
masa remaja adalah masa peralihan menuju kedewasaan, individu dikategorikan sebagai remaja
adalah individu yang memasuki usia 11 hingga 20 tahun (Papalia & Feldman, 2014).
Berdasarkan wawancara dengan beberapa remaja yang memiliki orang tua yang thinggal
di panti asuhan Karya Kasih, Jl. Gembong IV No. 26, Surabaya. yaitu masalah ingin pulang ke
kampung halamannya dan ingin bertemu dengan orang tuanya. Sedangkan berdasarkan
wawancara dengan remaja yang tidak mempunyai orang tua, remaja tersebut mengatakan
padatnya kegiatan sehingga kelelahan, hal ini menimbulkan kemarahan pengurus panti
terhadap remaja tersebut karena tugas yang diberikan sebagian tidak dikerjakan.
Berdasarkan wawancara dengan beberapa remaja di panti asuhan BJ. Habibie Jl. Keputih
Tegal I / 25, Surabaya. beberapa remaja mengatakan ingin kabur dari panti karena kurangnya
perhatian pengasuh panti. Contohnya, adanya peraturan melarang menggunakan handphone,
sedangkan remaja tersebut ingin berkomunikasi dengan saudaranya di kampung halaman.
Kesimpulan yang diperoleh peneliti berdasarkan pengamatan dari ke-3 (tiga) panti
asuhan, maka ditemukan adanya psychological well being rendah pada remaja yang tinggal di
panti asuhan dikarenakan remaja tersebut cenderung tidak mematuhi peraturan, selain itu
adanya perasaan tidak bahagia dan tidak bisa memaafkan orang lain selama tinggal di panti
asuhan.
Noormala Rachmawati, Eben Ezer Nainggolan, Amherstia Pasca Rina Page 3
Noormala Rachmawati, Eben Ezer Nainggolan, Amherstia Pasca Rina Volume 8, No.1, Juni 2019
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah penelitian ini
adalah “Apakah ada perbedaan psychological well being pada remaja yang memiliki orang tua
dan yang tidak memiliki orang tua yang tinggal di Panti Asuhan ?”. Tujuannya untuk mengetahui
perbedaan psychological well being pada remaja yang memiliki orang tua dan yang tidak
memiliki orang tua yang tinggal di Panti Asuhan.
Kajian Pustaka
Menurut Ryff & Keyes (1995), psychological well being adalah kemampuan individu dalam
membentuk hubungan yang hangat dengan orang lain, menerima dirinya apa adanya, mandiri
terhadap tekanan sosial, dapat mengontrol lingkungan, memiliki arti dalam hidup serta
merealisasikan potensi dirinya secara berkelanjutan. Menurut Corsini (Solihin, 2006),
psychological well being adalah suatu keadaan individu yang baik termasuk kebahagiaan, self
esteem dan kenyamanan serta kepuasan dalam hidup. Ryff mendefinisikan psychological well
being terdiri dari enam komponen, yaitu penerimaan diri, kemandirian, pertumbuhan pribadi,
penguasaan lingkungan, hubungan positif dengan orang lain, dan tujuan hidup (Snyder &
Lopez, 2007).
Komponen Psychological Well Being terdapat 6 aspek menurut Ryff (dalam Rff dan Singer,
2008) dalam psychological well being yaitu:
a. Penerimaan diri (Self-acceptance), seseorang yang memiliki penerimaan diri ditunjukkan
adanya karakteristik: memiliki sikap positif terhadap dirinya, mengakui dan menerima
berbagai aspek yang ada dalam dirinya baik yang bersifat baik maupun buruk.
Sedangkan seseorang yang tidak memiliki penerimaan diri dapat ditunjukkan dengan
karakteristik: merasa tidak puas dengan dirinya, dan kecewa terhadap apa yang telah
terjadi di masa lalu.
b. Hubungan positif dengan orang lain (positive relation with orthers), individu yang
memiliki hubungan positif dengan orang lain memiliki karakteristik: mempunyai
kehangatan dan kepuasan, sedangkan yang tidak memiliki hubungan positif dengan
orang lain mempunyai karakteristik: memiliki sedikit hubungan yang akrab dan saling
percaya dengan orang lain, sulit terbuka, dan tidak peduli dengan orang lain.
c. Otonomi (autonomy). Individu yang mencerminkan otonomi menunjukkan karakteristik:
mampu mandiri dan tidak menunjukkan ketergantungan Sedangkan individu yang
belum memiliki otonomi ditunjukkan dengan karakteristik: seseorang yang tergantung
pada harapan dan evaluasi orang lain.
d. Penguasaan terhadap lingkungan (environmental mastery). individu yang mampu
menunjukkan penguasaan lingkungan: merasa mampu untuk mengatur lingkungannya.
Sedangkan individu yang belum memiliki penguasaan pada lingkungan memiliki
karakteristik: merasa kesulitan dalam mengatur hidupnya sehari-hari, kurangnya
perhatian akan kesempatan yang ada di sekitarnya.
Pers0na: Jurnal Psikologi Indonesia
ISSN. 2301-5985 (Print), 2615-5168 (Online) Page 4
Pers0na: Jurnal Psikologi Indonesia Volume 8, No.1, Juni 2019
ISSN. 2301-5985 (Print), 2615-5168 (Online)
e. Tujuan hidup (purpose in life). individu yang memiliki tujuan dalam hidup: memiliki tujuan
dan perasaan terarah dalam hidupnya, merasa bahwa terdapat makna di kehidupan
sekarang dan kehidupan yang telah lalu. Sedangkan seseorang yang tidak memiliki
tujuan hidup: merasa kekurangan bermaknaan dalam hidup, tidak memiliki tujuan.
f. Pertumbuhan pribadi (personal growth). Teori perkembangan juga menekankan pada
pentingnya manusia untuk tumbuh dan menghadapi tantangan baru dalam setiap
periode pada tahap perkembangan. Karakteristik yang menggambarkan pertumbuhan
pribadi: memiliki perasaan akan perkembangan yang terus berlanjut, mampu melihat diri
sebagai individu yang tumbuh dan berkembang. Adapun karakter yang tidak mewakili
adanya pertumbuhan pribadi: adanya perasaan yang terhenti (stagnation), kurangnya
keinginan untuk terus tumbuh dan berkembang, merasa bosan. Teori Ryff dalam Rahayu (2008), psychological well being dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu:
1. Usia.
Ryff menjelaskan bahwa dimensi penerimaan diri dan hubungan positif terhadap
sesama tidak menunjukkan adanya perbedaan seiring dengan bertambahnya usia
(Rahayu, 2008).
2. Jenis kelamin.
Ryff (dalam Rahayu. 2008) berpendapat bahwa laki-laki berbeda signifikan dengan
perempuan dalam dimensi hubungan positif terhadap orang lain. Stereotipe gender
telah ditanamkan sejak dini baik dalam diri anak laki-laki maupun perempuan (Papalia,
2009).
3. Status sosial ekonomi.
Individu yang memiliki status sosial ekonomi yang rendah akan cenderung suka
membandingkan dirinya dengan orang lain yang memiliki status sosial ekonomi yang
lebih tinggi dengan dirinya.
4. Stres.
Stres pada seorang individu akan mempengaruhi tinggi rendahnya psychological well
being pada seseorang (Rathi & Rastogi, 2007).
5. Budaya
Dimensi penerimaan diri lebih banyak terdapat pada budaya barat daripada budaya
timur (Rahayu.2008).
6. Dukungan sosial
Seseorang yang memiliki psychological well being yang tinggi dan positif sering dicirikan
dengan sikap seseorang yang penuh kasih sayang, perhatian, rasa nyaman dan
penghargaan diri dari orang lain.
Noormala Rachmawati, Eben Ezer Nainggolan, Amherstia Pasca Rina Page 5
Noormala Rachmawati, Eben Ezer Nainggolan, Amherstia Pasca Rina Volume 8, No.1, Juni 2019
Pengertian Remaja
Hurlock (1997) menyatakan bahwa masa remaja adalah masa kritis identitas Ego remaja.
Identitas diri yang dicari remaja tersebut setidaknya berupa usaha untuk menjelaskan siapa
dirinya dan apa perannya dalam masyarakat. Perkembangan remaja meliputi perubahan fisik,
perubahan emosi dan perubahan sosial.
Santrock (2007) menyatakan bahwa pada masa remaja, perkembangan kognitif remaja
sudah mencapai tahap formal operasional. Remaja dapat memahami dan menghayati
kepentingan keberadaan hidupnya menurut sudut pandang dirinya sendiri.
Pengertian orang tua
Pengertian orang tua adalah dua individu yang berbeda memasuki hidup bersama
dengan membawa pandangan, pendapat dalam mendidik dan mengasuh anak (Gunarsa, 1976).
Anak yang dirawat oleh orang tua kandung akan mendapatkan kasih yang tulus dari orang tua
kandungnya, karena orang tua sangat menyayangi anak-anaknya. Kasih sayang dan aktivitas
anak panti asuhan berbeda dengan anak yang tinggal bersama orang tuanya. Menurut Sahlan
(2002). Orang tua adalah sebuah keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan
sebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat membentuk sebuah keluarga. Orang tua
memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anak untuk mencapai
masa depan anak dan yang menghantarkan anak untuk siap bersosialisasi di kehidupan
bermasyarakat. Menurut Keraf (2004), orang tua mempunyai peran dan tanggung jawab pada
anak orang tua dapat menjadi kakak ataupun teman bagi mereka,agar mereka merasa aman,
juga akan merasa dimengerti dan mendapat dukungan.
Kerangka Berfikir
Penulis mencoba mengangkat model kajian yang berkaitan dengan pokok permasalahan
yang ada. Maka kerangka berfikir yang penulis ajukan adalah sebagai berikut :
Gambar 1.
Kerangka Berfikir
Pers0na: Jurnal Psikologi Indonesia
ISSN. 2301-5985 (Print), 2615-5168 (Online) Page 6
Tidak memiliki Orang Tua
1. Tidak memiliki penerimaan diri (self acceptance) 2. Tidak memiliki hubungan positif dengan orang lain
(positive relations with other) 3. Tidak memiliki Otonomi (autonomy) 4. Tidak memiliki penguasaan lingkungan (environmental
mastery) 5. Tidak memiliki Tujuan Hidup (Purpose in life)
Pers0na: Jurnal Psikologi Indonesia
ISSN. 2301-5985 (Print), 2615-5168 (Online) Volume 8, No.1, Juni 2019
Hipotesis
Berdasarkan kajian pustaka, dan kerangka berpikir, maka hipotesis yang akan diajukan
dalam penelitian ini adalah: Ada perbedaan antara Psychological well being pada remaja yang
memiliki orang tua dan yang tidak memiliki orang tua yang tinggal di panti asuhan.
Metode Penelitian
Populasi adalah sekelompok individu atau obyek yang memiliki karakteristik yang
sama, yang mungkin diselidiki atau diamati (Imron, 2010). Menurut Sugiyono (2013)
mengartikan populasi sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 64 orang, dengan
penelitian remaja yang tinggal di panti asuhan Ashabul Kahfi sebanyak 19 orang, remaja yang
tinggal di panti asuhan Karya Kasih sebanyak 20 orang, remaja yang tinggal di panti asuhan BJ.
Habibie sebanyak 25 orang, jadi total keseluruhannya remaja yang tinggal di 3 (tiga) panti
asuhan ini sebanyak 64 orang.
Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti, jika penelitian hanya
mengambil sebagian dari populasi, maka penelitian tersebut disebut penelitian sampel, dalam
penelitian ini peneliti mengambil subjek dengan memakai penelitian sampel. Sampel pada
penelitian ini total keseluruhan adalah 64 orang remaja yang tinggal di panti asuhan yaitu yang
berusia 14 tahun sampai 20 tahun didasari karena remaja yang tinggal di panti asuhan yang
memiliki orang tua dan tidak memiliki orang tua. Remaja yang memiliki orang tua permasalahan
pada ekonomi, keluarga tidak mempunyai pilihan lain, maka membawa anak untuk dirawat di
panti asuhan adalah jalan terbaik bagi anak untuk melanjutkan kehidupan yang layak.
Permasalahan remaja yang tidak mempunyai orang tua adalah remaja tersebut hanya berharap
belas kasihan dari pengasuh panti, karena pengasuh pantilah yang menjadi orang tua remaja
tersebut.
Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive
sampling yang teknik pengambilan sampelnya dilakukan dengan cara mengambil subyek bukan
didasarkan atas strata, random, atau daerah, tetapi berdasarkan atas adanya tujuan tertentu
serta berdasarkan pada ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang diperkirakan mempunyai sangkut
paut dengan ciri-ciri atau sifat-sifat yang ada dalam populasi yang sudah diketahui sebelumnya
(Arikunto, 2006).
Noormala Rachmawati, Eben Ezer Nainggolan, Amherstia Pasca Rina Page 7
Noormala Rachmawati, Eben Ezer Nainggolan, Amherstia Pasca Rina Volume 8, No.1, Juni 2019
B. Desain Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Menurut Sugiyono (2010), penelitian
kuantitatif merupakan metode penelitian yang digunakan untuk meneliti populasi atau sampel
tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat
kuantitatif atau statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.
Penelitian ini menggunakan penelitian korelasi, yaitu penelitian yang melibatkan dua atau lebih
variabel dengan satu atau lebih variabel lain (Purwanto, 2008). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui apakah terdapat perbedaan Psychological well being antara remaja yang memiliki
orang tua dan yang tidak memiliki orang tua yang tinggal di panti asuhan.
2. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan
berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang dapat diamati (Azwar, 2011).
Adapun definisi operasional penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Psychological well being (Variabel Y)
Psychological well being adalah suatu keadaan individu dapat menerima kekuatandan
kelemahan diri, memiliki hubungan positif dengan orang lain, mampu
mengarahkanperilakunya sendiri, mampu mengembangkan potensi diri secara
berkelanjutan, mampumenguasai lingkungan, seseorang mampu mengevaluasi
kehidupan mereka, mampu memiliki tujuan dalam hidupnya serta memfokuskan pada
realiasi diri (self realizasion), pernyataan diri (personal expressiveness) dan aktualisasi diri
(self actualization).
b. Memiliki orang tua dan tidak memiliki orang tua (Variabel X
Orang tua adalah sebuah keluarga yang sangat penting bagi kehidupan anak, karena
orang tualah yang mendidik, mengajarkan hal-hal yang baik kepada anak, dan harus
menjadikan teladan yang baik dan merawat demi masa depan anak, agar anak dapat
berguna bagi masyarakat dan mampu bersosialisasi didalam kehidupan mereka kelak.
3. Instrumen Pengumpulan Data
Menurut Arikunto (2005), “Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang
digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan tersebut
menjadi sistematis. Instrumen atau alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa
kuesioner. Kuesioner dapat digunakan untuk mengetahui data pribadi seseorang,
pengalaman, pengetahuan yang kita peroleh dari responden. Metode pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode skala atau pernyataan.
Penelitian ini menggunakan satu skala yaitu skala psychological well being.
Pers0na: Jurnal Psikologi Indonesia
ISSN. 2301-5985 (Print), 2615-5168 (Online) Page 8
Pers0na: Jurnal Psikologi Indonesia
ISSN. 2301-5985 (Print), 2615-5168 (Online) Volume 8, No.1, Juni 2019
C. Variabel Penelitian
Variabel diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat menjadi objek penelitian. Variabel
penelitian juga sebagai faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang diteliti.
Variabel-variabel yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Variabel terikat (Y) : Psychological well being
2 .Variabel bebas (X : Remaja yang memiliki orang tua
dan tidak memiliki orang tua
D. Pengembangan alat ukur
Alat pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan skala model
likert. Skala psychological well being disusun berdasarkan menurut Ryff (dalam Ryff dan Singer,
2008) dalam psychological well being yaitu:
1) Penerimaan diri (self acceptance), seperti memiliki sikap positif terhadap dirisendiri,
mengakui dan menerima berbagai aspek diri termasuk kualitas baik dan buruk
dalam dirinya, perasaan positif tentang kehidupan masa lalu.
2) Hubungan positif dengan orang lain (positive relation with others), seperti bersikap
hangat dan percaya dalam berhubungan dengan orang lain.
3) Otonomi (autonomy), seperti, kemampuan individu dalam mengambil keputusan
sendiri dan mandiri, berperilaku sesuai dengan standar nilai individu itu sendiri,
mengevaluasi diri sendiri.
4) Penguasaan terhadap lingkungan (environmental mastery), seperti, mampu dan
berkompetensi mengatur lingkungan, menggunakan secara efektif kesempatan
dalam lingkungan, mampu menghadapi kejadian diluar lingkungan.
5) Tujuan hidup (purpose in life),seperti memiliki tujuan, misi, dan arah yang
membuatnya merasa bahwa hidup ini memiliki makna, mampu merasakan arti
dalam hidup masa kini maupun yang telah dijalan.
6) Pertumbuhan pribadi (personal ground), seperti menyadari potensi yang ada dalam
diri dan terus mengembangkan potensi tersebut, melakukan perbaikan dalam
hidupnya setiap waktu, sesuai dengan kapasitas periode perkembangan.
Skala yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model skala likert yang sudah
dimodifikasi dengan pernyataan-pernyataan lewat 5 alternatif pilihan jawaban, yaitu : Sangat
Setuju (SS), Setuju (S), Netral (N) Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Setiap
pernyataan akan diberi nilai.
Noormala Rachmawati, Eben Ezer Nainggolan, Amherstia Pasca Rina Page 9
Noormala Rachmawati, Eben Ezer Nainggolan, Amherstia Pasca Rina Volume 8, No.1, Juni 2019
Pemberian nilai untuk pernyataan favourable nilainya bergerak dari 1 sampai 5. Bila
jawaban sangat tidak setuju nilainya 1, tidak setuju nilainya 2, netral nilainya 3, setuju nilainya 4,
dan sangat setuju nilainya 5. Pernyataan unfavourable bergerak dari 5 sampai 1. Bila jawaban
sangat tidak setuju nilainya 5, tidak setuju nilainya 4, netral nilainya 3, Setuju nilainya 2, dan
sangat setuju nilainya 1. Pernyataan-pernyataan dalam skala ini dibuat berdasarkan teori-teori
pendukung yang dianggap mewakili indikator variabel penelitian.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 31 Mei -17 Juli 2019, di 3 (tiga) panti asuhan yaitu:
Panti asuhan Ashabul Kahfi, Panti asuhan Karya Kasih, Panti asuhan B.J.Habibie.
Pengambilan data dilakukan dengan mendatangi satu persatu panti asuhan dan meminta
ijin untuk melakukan penelitian, kemudian penyebaran skala dilakukan di 3 (tiga) panti asuhan
yang berada di Surabaya pada remaja yang berusia 14 - 20 tahun.
Tabel.4.1.
Pengambilan Data Partisipan
No.
Hari atau tanggal Pengambilan Data
Waktu Nama Panti Asuhan
Alamat Panti Asuhan
1. Jumat, 31 Mei 2019 Pk.18.00-20.00
Panti Asuhan Ashabul Kahfi
Jl. Raya Mulyosari No.57 Surabaya
2. Senin, 24 Juni 2019 Pk.13.00-14.00
Panti Asuhan Karya Kasih
Jl. Gembong IV/26 Surabaya
4. Senin, 24 Juni 2019 Pk.17.00-18.00
Panti Asuhan B.J.Habibie
Jl. Keputih Tegal I/25 Surabaya
Deskripsi Data
Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan pertanyaan dari hasil data
tanggapan responden pada kuesioner untuk variable psychological well being. Berikut hasil
deskripsi dalam bentuk tabel frekuensi untuk variabel psychological well being yaitu:
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Psychological well being
Kategori Distribusi
Frekuensi Prosentase %
Rendah 10 15.6
Sedang 44 68.8
Tinggi 10 15.6
Total 64 100
Sumber: Lampiran 3
Pers0na: Jurnal Psikologi Indonesia
ISSN. 2301-5985 (Print), 2615-5168 (Online) Page 10
Pers0na: Jurnal Psikologi Indonesia
ISSN. 2301-5985 (Print), 2615-5168 (Online) Volume 8, No.1, Juni 2019
diketahui bahwa sebagian besar remaja yang memiliki orang tua dan yang tidak memiliki
orang tua yang tinggal di panti asuhan mempunyai Psychological well being dalam kategori
sedang sebesar 68.8% atau 44 orang. Dan sebagian kecil remaja yang tinggal di panti asuhan
mempunyai Psychological well being dalam kategori rendah dan tinggi masing-masing sebesar
15.6% atau 10 orang. Sehingga dalam hal ini Psychological well being remaja yang tinggal di panti
asuhan secara umum adalah sedang. Tabulasi silang dilakukan untuk mengetahui hubungan
antara variabel data. Berikut tabulasi silang antara kategori Psychological well being dengan
kelompok responden.
Tabel 4.3
Tabulasi Silang Antara Kategori Psychological well being dengan Kelompok Responden
Kategori Psychological well being
Total Rendah Sedang Tinggi
Kelompo
k remaja
Tidak
memiliki ortu
Count 7 32 8 47
% of Total 10.9% 50.0% 12.5% 73.4%
Memiliki ortu Count 3 12 2 17
% of Total 4.7% 18.8% 3.1% 26.6%
Total
Count 10 44 10 64
% of Total 15.6% 68.8% 15.6% 100.0%
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar remaja yang tidak memiliki orang tua
memiliki Psychological well being sedang (50%), begitu pula dengan remaja yang memiliki orang
tua mayoritas memiliki Psychological well being sedang (18.8%).
Uji Normalitas
Untuk menguji normalitas data digunakan uji statistik One-Sample Kolmogorov-Smirnov
Test. Kriteria pengujian normalitas data dengan membandingkan probabilitas Asymp. Sig (2-
tailed) dengan nilai alpha (α), Kriteria pengujian adalah apabila probabilitas Asymp. Sig (sig 2-
tailed) > alpha (α), maka hasil tes dikatakan berdistribusi normal. Hipotesis pengujian uji
normalitas dengan menggunakan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test adalah sebagai
berikut:
H0: angka signifikan (Sig) < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal
H1: angka signifikan (Sig) > 0,05 maka data berdistribusi normal.
Hasil uji normalitas dengan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test menggunakan software
program SPSS, ditunjukkan pada Tabel sebagai berikut.
Noormala Rachmawati, Eben Ezer Nainggolan, Amherstia Pasca Rina Page 11
Noormala Rachmawati, Eben Ezer Nainggolan, Amherstia Pasca Rina Volume 8, No.1, Juni 2019
Tabel 4.4.
Hasil Uji Normalitas Variabel Psychological well being
Data Asymp. Sig α Keterangan
Psychological well being 0.675 0.05 Normal
Berdasarkan Tabel 4.4 di atas, hasil uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov terlihat bahwa nilai
signifikansi untuk variabel Psychological well being adalah lebih besar dari 0,05, maka data tersebut
berdistribusi normal.
Uji Homogenitas
Langkah selanjutnya adalah melakukan uji homogenitas varians data. Kriteria Uji
homogenitas dilakukan dengan membandingkan angka signifikan Asymp. Sig dengan nilai
alpha (α), dengan ketentuan, jika angka signifikan (Sig) lebih besar dari α (0,05), maka H0
diterima, sebaliknya jika angka signifikan (Sig) lebih kecil dari α (0,05), maka H0 ditolak.
Hipotesis pengujian uji homogenitas adalah sebagai berikut:
H0: Kedua varian populasi adalah homogen
H1: Kedua varian populasi adalah tidak homogen
Dari data skor kelompok remaja yang memiliki orang tua dan yang tidak memiliki orang
tua yang tinggal di panti asuhan, setelah dilakukan uji homogenitas diperoleh output yang
ditunjukkan pada Tabel 4.5 sebagai berikut:
Tabel 4.5
Hasil Uji Homogenitas Varians Variabel Psychological well being
Data Asymp. Sig α Keterangan
Psychological well being 0.788 0.05 Homogen
Berdasarkan Tabel 4.5 di atas, diperoleh angka signifikansi pada data Psychological well
being lebih dari 0,05, maka terima H0 dan tolak H1 dengan kesimpulan data Psychological well
being antara remaja yang memiliki orang tua dan yang tidak memiliki orang tua yang tinggal di
panti asuhan bersifat homgen atau memiliki varians populasi yang sama (equal variances
assumed).
Pers0na: Jurnal Psikologi Indonesia
ISSN. 2301-5985 (Print), 2615-5168 (Online) Page 12
Pers0na: Jurnal Psikologi Indonesia
ISSN. 2301-5985 (Print), 2615-5168 (Online) Volume 8, No.1, Juni 2019
Perbedaan Psychological well being pada remaja yang memiliki orang tua dan yang tidak
memiliki orang tua
Uji beda yang digunakan untuk mengetahui perbedaan Psychological well being antara
remaja yang memiliki orang tua dan yang tidak memiliki orang tua yang tinggal di panti asuhan
adalah Independent t Test karena sebelumnya telah diketahui distribusi data normal. Berikut
langkah-langkah untuk uji beda:
a. Tingkat signifikan = 0.05
b. Daerah kritis : Hipotesis ditolak jika Sig. < (0.05)
Berikut hasil uji beda untuk masing-masing variabel independen:
Tabel 4.6
Uji Beda Psychological well being antara remaja yang memiliki orang tua dan yang tidak
memiliki orang tua
Kelompok Rata-rata
Skor
Sig. (2-
tailed)
Keputusan
Hipotesis
Memiliki orang tua 3.1347 0.472
Hipotesis
ditolak Tidak memiliki orang tua 3.0262
Berdasarkan tabel 4.6, diketahui bahwa nilai Sig. (2-tailed) variabel Psychological well being
mempunyai nilai Sig. (2-tailed) di atas 0.05, maka H0 diterima, sehingga disimpulkan tidak
terdapat perbedaan Psychological well being pada remaja yang memiliki orang tua dan yang
tidak memiliki orang tua yang tinggal di panti asuhan, sehingga hipotesis ditolak.
Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data dalam penelitian ini diperoleh tidak terdapat perbedaan
Psychological well being pada remaja yang memiliki orang tua dan yang tidak memiliki orang tua
yang tinggal di panti asuhan. Hal ini menunjukkan bahwa remaja yang memiliki orang tua dan
yang tidak memiliki orang tua yang tinggal di panti asuhan mempunyai Psychological well being
yang sama. Hasil wawancara peneliti dengan pengasuh yang ada di tiga panti diperoleh data
bahwa remaja yag memiliki orang tua dan tidak memiliki orang tua yang tinggal di panti asuhan
dapat mempunyai psychological well being tinggi dimana remaja tersebut dapat memaafkan
terhadap orang yang telah menyakitinya.
Noormala Rachmawati, Eben Ezer Nainggolan, Amherstia Pasca Rina Page 13
Noormala Rachmawati, Eben Ezer Nainggolan, Amherstia Pasca Rina Volume 8, No.1, Juni 2019
Menurut Enright, Freedman, dan Rique (dalam Shekhar, Jamwal, & Sharma, 2014)
menyatakan bahwa seseorang yang dapat memaafkan dan tidak memiliki rasa dendam dalam
hatinya akan bisa merasakan kebahagiaan, tidak memiliki rasa khawatir dari pada orang yang
tidak dapat memaafkan. Faktor Psychological well being ada dukungan sosial bahwa individu
yang dukungan sosial berupa kasih sayang, perhatian, rasa nyaman dan penghargaan diri dari
orang lain memiliki Psychological well being yang tinggi, budaya barat memiliki skor yang tinggi
dalam penerimaan diri dan dimensi otonomi tidak ketergantungan terhadap orang lain,
sedangkan budaya timur yang menjunjung tinggi nilai budaya, stres merupakan salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya Psychological well being pada diri seseorang
dan
status sosial ekonomi seseorang yang memiliki status sosial ekonomi yang rendah cenderung
membandingkan dirinya dengan orang lain yang memiliki status sosial ekonomi yang lebih baik. hasil temuan ini menunjukkan hal yang berbeda bahwa tidak memiliki orang tua bukan
menjadi pemicu psychological well-being yang buruk. Hal ini dapat dikarenakan oleh fungsi dan
peran panti asuhan mampu menjadi orang tua pendamping yang baik sehingga baik pada anak
yang memiliki orang tua maupun yang tidak memiliki orang tua tetap memiliki psychological
well-being yang baik. Dengan kata lain, peran panti asuhan sebagai pengganti orang tua mampu
dalam membentuk psychological well-being.
Disisi lain, menurut tinjauan teoritis seperti yang dikemukakan oleh Napitupulu (2009)
bahwa pada remaja yang tidak memiliki orang tua tekanan-tekanan yang dialami akan semakin
banyak terkait dengan tidak adanya orang tua sebagai sumber kasih sayang, perlindungan
dan dukungan. Oleh karena itu, keberadaan panti asuhan dapat digunakan untuk
menggantikan peran orang tua, sehingga meskipun mereka tidak memiliki orang tua maka
tetap memiliki psychological well-being yang baik.
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil suatu kesimpulan bahwa
tidak terdapat perbedaan Psychological well being pada remaja yang memiliki orang tua dan
yang tidak memiliki orang tua yang tinggal di panti asuhan. Artinya remaja yang memiliki orang
tua dan yang tidak memiliki orang tua yang tinggal di panti asuhan mempunyai Psychological
well being yang sama. Psychological well being remaja yang memiliki orang tua dan tidak
memiliki orang tua yang tinggal di panti asuhan akan selalu bahagia, nyaman dan bersemangat
dalam menjalani kehidupan sehari – hari, dan remaja yang tidak mempunyai psychological well
being baik remaja yang memiliki orang tua dan yang tidak memiliki orang tua akan mudah putus
asa.
Pers0na: Jurnal Psikologi Indonesia
ISSN. 2301-5985 (Print), 2615-5168 (Online) Page 14
Pers0na: Jurnal Psikologi Indonesia
ISSN. 2301-5985 (Print), 2615-5168 (Online) Volume 8, No.1, Juni 2019
Ketiga panti asuhan yang telah diteliti ternyata remaja yang memiliki orang tua dan
tidak memiliki orang tua yang tinggal di panti asuhan mempunyai psychological well being yang
sedang sehingga remaja yang memiliki orang tua dan tidak memiliki orang tua dapat
memaafkan orang tuanya dan mempunyai hubungan baik dengan lingkungan sekitarnya.
Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh, hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa
“Ada perbedaan Psychological well being antara remaja yang memiliki orang tua dan yang tidak
memiliki orang tua yang tinggal di panti asuhan” tidak terbukti.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, penulis mengemukakan beberapa saran
kepada pihak yang terkait, sebagai berikut:
1. Bagi remaja yang memiliki orang tua, disarankan dapat merespon secara positif solusi
dari kedua orang tuanya yang memiliki keterbatasan secara ekonomi agar remaja mampu
berkembang lebih baik, serta memiliki komunikasi dan hubungan yang baik dengan
orang tua.
2. Bagi remaja yang tidak memiliki orang tua, disarankan menjalin komunikasi yang efektif
dan mulai terbuka dengan pengasuh tentang kebutuhan psikologisnya.
3. Bagi remaja yang memiliki orang tua dan yang tidak memiliki orang tua, disarankan untuk
mulai mencari potensi-potensi dirinya untuk dikembangkan atau untuk mengenal
kelebihan dan kekurangan. 4. Bagi panti asuhan, disarankan pengasuh dapat menjadi orang tua selama dipanti dengan
menjalin kedekatan sebagai upaya memberi dukungan, perhatian dan rasa aman pada
remaja panti, serta memberikan wadah kegiatan positif dengan melihat kemampuan dan
minat remaja panti. 5. Bagi peneliti berikutnya, yang meneliti psychological well being pada remaja yang memiliki
orang tuan dan yang tidak memiliki orang tua yang tinggal di panti asuhan, dapat
meneliti aspek-aspek lain yang mempengaruhi psychological well being, misalnya
penerimaan diri, stress, dan menjalin hubungan positif dengan orang lain yang dapat
dijadikan variabel oleh peneliti selanjutnya.
Noormala Rachmawati, Eben Ezer Nainggolan, Amherstia Pasca Rina Page 15
Noormala Rachmawati, Eben Ezer Nainggolan, Amherstia Pasca Rina Volume 8, No.1, Juni 2019
Daftar Pustaka
Adiputra & Moningka. (2012). Gambaran Psychological well being pada perempuan Dewasa Awal.
Jurnal Psikologi. Vol 05.Jakarta : Universitas Bunda mulia.
etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88427/.../S1-2015-320038- Introduction.pdf.
Cahyanti, Ika Yuniar. (2012), Perbedaan Psychological well being pada penderita diabetes militus
tipe 2 usia dewasa madya ditinjau dari segi coping. Surabaya : Jurnal Klinis dan kesehatan.
Universitas Airlangga. Vol. 1. No.2, Juni 2012.
Daniel Kahneman, Ed Diener & Norbert Schwarz (2003), Well being the Foundation of Hedonic
Psychology , New york 10021.
Fredman. S., & Ma. A. K (2014), Journal of divorce & the impact of forgiveness on adolescent
adjusment to parental divorce, (November 2014), 37-41.
Graham, Helen & Jordan. (2011). Psychological well being dalam Konteks sosial. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Huppert, F. A. (2009), Psychological well being evidence regarding is causes and consequences,
Applied Psychology Health and well being, I (2), 137-164.
Hurlock, Elizabeth. B. (1980). Pendekatan perkembangan: suatu pendekatan sepanjang rentang
kehidupan. Edisi kelima. Alih bahasa : Istiwidayanti & Soedjarwo. Jakarta : Erlangga.
Hurlock. E. B. (2004). Psikologi Perkembangan. Jakarta : PT. Gelora.
James Budiman (2014), Psikologi Praktis Remaja, Surabaya: Penerbit liris, ISBN : 978-602-1526-
255.
Juntika Nurihsan, M.Pd. & Dr. Mubiar Agustin, M.Pd. (2013), Dinamika Perkembangan Anak &
Remaja. Bandung : Bagian Penerbitan PT. Refika Aditama.
Kartika, S.C. (2010) . Psikodrama untuk meningkatkan psychological well- being pada remaja
yang tinggal di panti asuhan. Skripsi, Universitas Muhammadiyah Malang.
Maier, E.H., & Lachman, M. E. (2000), Consequences of early parental loss and separation for
health and well being in Midlife. International Journal of Behavioral Development, 24(2), 183-
189.
Pers0na: Jurnal Psikologi Indonesia
ISSN. 2301-5985 (Print), 2615-5168 (Online) Page 16
Pers0na: Jurnal Psikologi Indonesia
ISSN. 2301-5985 (Print), 2615-5168 (Online) Volume 8, No.1, Juni 2019
Moh. Ali & Moh. Asrori. (2004). Psikologi Remaja. Jakarta : Bumi Aksara.
Ni’mah Suseno, M. (2013). Efektivitas pembentukan karakter spiritual untuk meningkatkan
optimisme terhadap masa depan anak yatim piatu The effect of Spiritual Character
Building to Enhance the optimisn toward the future among orphan Child. Jurnal Intervensi
Psikologi, 5 (1), 1-24
Nina Yunita Kartikasari. (2013). Body dissatisfaction terhadap psychological well being pada
karyawati. Journal Ilmiah Psikologi terapan 2013, Vol. 01,No.02, Agustus 2013.
Ramadhani, T., Djunaedi., A. Sismiati. (2016). “Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-
Being) Siswa yang Orang Tuanya Bercerai (Studi Deskriptif yang Dilakukan pada Siswa di
SMK Negeri 26 Pembangunan Jakarta). Jurnal Bimbingan Konseling, 108-115.
Rianda. E., & Liana. M (2016), Forgiveness ditinjau dari empathy pada pasangan suami istri
dikelurahan binjai kecamatan medan denai. Jurnal Tarbiyah, vol. 23, No. 2, Juli- Desember
2016.
Ryff, Carol. D & Keyes, C.L.M (1995). The structure of psychological well Being revisited. Journal
of Personality and Social Psychology 1995, Vol. 69, No.4,719-727.
Ryff, Carol. D. (1989). Happiness Is Everything, or is it ? Explorations on the Meaning of
Psychological Well Being. Journal of Personality and Social Psychology.
Sarlito Wirawan Sarwono. (2012). Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Savitri, J., Kiswantomo,H., & Ratnawati. (2010). Studi deskriptif mengenal psychological well
being pada remaja sos desa taruna kinderdorf bandung. Fakultas psikologi. Universitas
Kristen Maranatha.
Suryani Hardjo & Eryanti Novita. Hubungan dukungan sosial dengan psychological well being
pada remaja korban sexual Abuse, ISSN : 2085-6601, EISSN : 25 02-4590.
Winilis Wikanestri, Adhyatman Prabowo (2015). Psychological well being pada pelaku wirausaha.
Seminar Psikologi & Kemanusiaan, ISBN: 978-979-796-324-8.
Zulkifli L. (2009). Psikologi Perkembangan. Bandung : Bagian Penerbitan PT. Remaja
Rosdakarya.
Noormala Rachmawati, Eben Ezer Nainggolan, Amherstia Pasca Rina Page 17