PERSEPSI JEAN CHARLIER DE GERSON DAN TUHAN YESUS …
Transcript of PERSEPSI JEAN CHARLIER DE GERSON DAN TUHAN YESUS …
MONTESSORI JURNAL PENDIDIKAN KRISTEN ANAK USIA DINI
45
PERSEPSI JEAN CHARLIER DE GERSON DAN TUHAN YESUS KRISTUS
MENGENAI PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN (PAK) ANAK
Alon Mandimpu Nainggolan, Adventrinis Daeli
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menggali informasi mengenai persepsi Jean Charlier De
Gerson dan Tuhan Yesus Kristus mengenai pelayanan anak dan bagaimana informasi tersebut
berguna untuk membangun teori dan praktik Pendidikan Agama Kristen (PAK) bagi Anak di
masa kini dan mendatang. Untuk mencapai tujuan penelitian ini, maka peneliti menggunakan
metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Melalui pengumpulan data terhadap
sumber data primer dan sekunder ditemukan bahwa terdapat kesesuaian persepsi antara Jean C.
D. Gerson dan Tuhan Yesus Kristus mengenai pelayanan anak. Bagi tokoh Pendidikan Agama
Kristen (PAK) tersebut dan Tuhan Yesus Kristus, anak dan orang dewasa memiliki kedudukan
dan nilai yang sama dalam pelayanan. Memfokuskan diri bagi pelayanan anak / Pendidikan
Agama Kristen (PAK) Anak tidak merendahkan martabat seorang guru atau teolog. Sejatinya,
pelayanan kepada anak adalah pelayanan Kristen yang tertinggi. Mendidik anak adalah
kesempatan emas untuk memperoleh generasi unggul di masa mendatang.
Kata kunci : Pendidikan Agama Kristen, Anak, Jean C. D. Gerson, Tuhan Yesus Kristus.
PENDAHULUAN
Masa anak adalah masa emas dan terpenting. Mengapa? Karena masa anak-anak
merupakan fondasi bangunan yang turut menentukan masa mendatang, masa yang paling
diingat, daya menerima informasi tinggi, mencontoh sangat kuat, hati mereka masih polos,
memiliki spontanitas, dan lain-lain. Itulah sebabnya, mereka harus diajar untuk membenci dosa
dan diupayakan agar mengasihi Tuhan dari sejak kecilnya. Yang dimaksud dengan anak di sini
adalah terutama golongan usia di bawah 12 tahun.
Menurut Johanes Calvin (1509-1664), Pendidikan Agama Kristen (PAK) adalah
pendidikan yang bertujuan untuk mendidik semua putra-putri gereja (termasuk anak-anak) agar
mereka terlibat aktif dalam penelaahan Alkitab secara cerdas sebagaimana dengan pimpinan
Roh Kudus; mengambil bagian dalam kebaktian (ibadah) dan memahami keesaan gereja
(oikoumene); diperlengkapi untuk memilih cara-cara mewujudnyatakan pengabdian diri kepada
Allah Bapa dan Allah Anak dalam pekerjaan / aktifitas sehari-hari serta hidup bertanggung-
jawab di bawah kedaulatan Allah demi hormat dan kemuliaan-Nya sebagai bentuk ucapan
syukur mereka yang dipanggil dan dipilih dalam Tuhan Yesus Kristus (Robert, 2009, h 415;
Daniel, 2009, h. 79).
Hal senada diungkapkan oleh John M. Nainggolan bahwa Pendidikan Agama Kristen
(PAK) adalah pendidikan yang sangat penting dan paling utama bagi anak. Melalui Pendidikan
Agama Kristen (PAK), anak akan memiliki spiritualitas yang baik yaitu anak akan memiliki
pengenalan akan Allah yang benar dan utuh. Spiritualitas sangat berperan dalam kehidupan
gereja dan orang-orang percaya. Tanpa spiritualitas iman orang percaya tidak akan bersinar,
Institut Agama Kristen Negeri Manado
MONTESSORI JURNAL PENDIDIKAN KRISTEN ANAK USIA DINI
46
lemah tanpa kekuatan, dan tidak menjadi ciptaan baru (J.M. Nainggolan, 2008, h. 31). Takut
akan Tuhan adalah kunci hikmat dan kesuksesan.
Dalam dunia pendidikan dikenal istilah “pedagogi” yang berarti “pendidikan”. Secara
etimologis kata pedagogi, “paedagogia” (Yunani) memiliki arti “pergaulan dengan anak-anak”.
Paedagogos (paedos: anak; agoge: saya membimbing, memimpin) adalah seorang pelayan pada
masa Yunani kuno yang bertugas untuk mengantar anak-anak ke sekolah dan menjemput
mereka dari sekolah. Selama di rumah, anak-anak tersebut juga senantiasa dalam pengasuhan
(nurture), pengawasan dan penjagaan para paedagogos. Tampak nyata dan jelas bahwa
pendidikan anak-anak dalam zaman Yunani kuno sebagian besar diserahkan kepada paedagogos
(Harianto, 2012, h. 1). Hal ini mengindikasikan bahwa kedudukan dan martabat anak dipandang
sangat penting pada masa Yunani kuno.
Pendidikan anak-anak adalah tanggung jawab yang besar. Setiap orang tua Kristen di
tengah keluarga, hamba Tuhan di konteks gereja, guru di sekolah dan masyarakat di konteks
masyarakat harus tahu bahwa anak-anak adalah pekerjaan rumah yang Tuhan anugerahkan
dalam dunia pendidikan anak. Pendidikan anak tidak semata-mata mengajarkan mengenai cara
membaca, menulis, berhitung, adat-istiadat, teknologi informasi, nilai-nilai kehidupan dan
pengetahuan umum lainnya, namun yang menjadi prioritas adalah bagaimana anak mengenal
Tuhan dan kebenaran-Nya sejak kecil, yang diresponi dengan hidup bersama dengan Tuhan
dalam seantero hidupnya. Pendidikan terhadap anak memperlengkapi mereka mengenai jalan
kehidupan di dunia, jalan yang membawa pada perjumpaan dengan Tuhan Yesus Kristus sang
juru selamat, menunjukkan kebenaran Alkitab, mengenal hikmat, dan pengetahuan yang sejati.
Pendidikan anak harus berdasarkan pada Alkitab yang merupakan sumber kebenaran mutlak
(obyektif). Homrighausen dan Enklaar mengemukakan bahwa semua putra-putri gereja yang
masih tergolong anak-anak (yang masih muda) di segala abad dan tempat perlu dididik dan
diperlengkapi sampai mereka menjadi orang Kristen yang memiliki kedewasaan rohani.
Diimani bahwa Allah dalam anugerah-Nya pasti menghisabkan mereka pada jemaat Kristus
yang agung dan besar itu (am, rasuli dan universal). Tuhan telah menerima mereka sebagai
anak-anak-Nya sendiri, sekaligus sebagai ahli waris kerajaan sorga. Mazmur 127:5 meneguhkan
bahwa sesungguhnya anak berhak memperoleh pendidikan yang berkualitas, karena banyak
manfaat ketika anak memperoleh pendidikan yang berkualitas dari orangtua, pelayan Tuhan,
guru dan lainnya.
Memang sejak dahulu kala anak-anak merupakan suatu golongan yang penting dalam
Gereja Kristen, namun realitanya itu tidak selalu diinsafinya dengan secukupnya. Lama sekali
gereja kurang mencurahkan / memusatkan perhatian dan pemeliharaannya kepada semua putra-
putri gereja yang masih tergolong anak-anak (Homrighausen, 2008, h. 133). Hampir di semua
gereja ada Pendidikan Agama Kristen (PAK) untuk anak-anak; ada yang menamakannya
Kebaktian Anak, ada yang menamakannya Sekolah Minggu (SM), namun pada praktiknya
golongan ini masih disepelekan dan dikesampingkan. Bahkan pembedaan kebaktian dan sekolah
merupakan kekeliruan gereja, sebab dalam pendidikan anak semestinya kebaktian dan sekolah
adalah dua unsur yang menyatu, yang tidak bisa dipisahkan (Andar, 2003, h. 126). Sama halnya
dengan pendekatan Pendidikan Agama Kristen (PAK) dengan cara sosialisasi, tidak bisa
dipisahkan dengan pengajaran. Keduanya saling melengkapi dan memperkaya untuk
mewujudkan tujuan Pendidikan Agama Kristen (PAK) bagi semua golongan usia, khususnya
anak-anak.
Di samping Pendidikan Anak yang masih disepelekan, menurut Stanley Heath anak
harus dilayani karena memiliki masalah yang kompleks baik di masa kini maupun mendatang.
Berikut adalah pelbagai masalah anak yang sering ditemui: (Stanley, 2005, h. 21-22). Pertama,
sekalipun masih kecil, ada anak yang sudah merasa sedih atas kehidupannya yang tidak jelas
tujuan dan maknanya. Kedua, anak yang merasa tidak berdaya menghadapi keluarga atau
MONTESSORI JURNAL PENDIDIKAN KRISTEN ANAK USIA DINI
47
lingkungan yang selalu meremehkan dan mengancamnya. Ketiga, anak yang merasa minder dan
frustasi karena lingkungan, terutama karena kelakuan orangtuanya, lalu mencetuskan protes
untuk mengindikasikan bahwa ia ada dan berhak untuk dikenal dan dihormati. Keempat, anak
yang merasa tidak dikasihi, bahkan dibenci oleh orang tuanya. Kelima, anak yang menghadapi
suasana rumah tangga yang hancur, percekcokan, dan perkelahian antara ayah dan ibunya.
Keenam, anak yang bingung karena menghadapi disiplin yang tanpa aturan.
Hal senada dikemukakan oleh Homrighausen dan Enklaar (2008, h. 118-120) bahwa
ada beragam masalah anak yang harus diatasi antara lain; Pertama, menghadapi masalah rumah
tangga Kristen yang secara nama saja, atau sering disebut dengan Kristen tanpa pertobatan.
Kedua, orang tua Kristen yang kurang mengacuhkan perkembangan batin anak-anak mereka.
Adakalanya orangtua memandang bahwa tugas untuk menanamkan dan menumbuhkan iman
anak adalah tugas guru sekolah minggu, pendeta atau guru agama Kristen, sedangkan orangtua
bertugas untuk memenuhi kebutuhan primer dan sekunder anak. Ketiga, tidak sedikit orang tua
yang bodoh, yang belum insaf betapa pentingnya pengaruh dan bimbingan mereka bagi anak-
anaknya. Keempat, sebagai orang dewasa seakan-akan meracuni udara tempat anak-anak kita
harus bernafas. Laju teknologi informasi yang sangat pesat, pengaruh sekularisme,
materialisme, hedonisme, ateisme dan lainnya bisa menjadi penghambat pertumbuhan dan
perkembangan anak secara positif, jika anak tidak dibantu untuk menyikapinya. Kelima, gereja
yang kurang mampu memahami anak-anak. Menangani anak berbeda dengan menangani
remaja, pemuda, dewasa awal, paruh baya dan lansia karena mereka memiliki tahap-tahap
perkembangan yang berbeda (perkembangan fisik, psikis, moral, kepercayaan, emosi, sosial,
dan lainnya). Keenam, adanya pandangan yang mengemukakan, bahwa anak-anak hanya dilihat
saja, namun bukan untuk didengar. Sejatinya, semua orang bisa menjadi sumber belajar,
termasuk anak-anak. Ketujuh, gedung gereja tidak dikondisikan untuk anak-anak. Artinya
sarana dan prasarana Pendidikan Agama Kristen (PAK) bagi anak kurang mendukung atau
memadai. Kedelapan, gereja kurang memandang penting peranan anak-anak dalam gereja.
Dalam hal ini sebagian gereja belum melibatkan anak-anak dalam pelayanan atau belum
menyertakan mereka dalam persiapan untuk memasuki pelayanan.
Kalau para pendidik di tengah keluarga, gereja, sekolah dan masyarakat betul-betul sadar
betapa bernilainya masa anak-anak dan perlu segera menangkap keberadaannya (eksistensinya),
bagaimana dapat mengembalikan perjalanan hidup mereka pada dimensi masa lalu? Waktu
tidak pernah bisa diputar kembali. (Kalimat ini diucapkan seorang filsuf, teolog, dramawan,
essaist dari Jerman, Gotthold Ephraim Lessing (1729-1781)). Kesadaran ini seyogianya
menjadikan orang Kristen, khususnya yang terlibat dalam dunia pelayanan anak menanamkan
fondasi yang kuat kepada setiap anak yang dipercayakan Tuhan kepada mereka, baik sebagai
(1) orang tua, (2) lingkungan/orang di sekitar, (3) guru-gurunya. (4) pengurus gereja. Demikian
pentingnya seorang anak. Itulah sebabnya, penulis hendak meneliti persepsi Jean C. D. Gerson
dan Tuhan Yesus Kristus mengenai pelayanan anak / Pendidikan Agama Kristen (PAK) Anak
agar keluarga, gereja dan sekolah lebih memerhatikan pelayanan anak.
METODE
Karya ilmiah ini memanfaatkan metode kualitatif lewat pendekatan deskriptif untuk
meneliti, mencermati, memahami dan menganalisis data yang diteliti (Creswell, 2015:45).
Penelitian ini berfokus pada persepsi Jean C. D. Gerson dan Tuhan Yesus Kristus mengenai
Pendidikan Agama Kristen (PAK) bagi Anak atau mengenai pelayanan anak. Melalui penelitian
ini akan ditemukan fondasi pelayanan terhadap anak di masa kini dan mendatang. Penulis
melakukan studi dokumen terhadap sumber primer dan sekunder (Alkitab, buku, jurnal,
majalah, dan lain-lain) mengenai konsep Pendidikan Agama Kristen (PAK) Anak.
MONTESSORI JURNAL PENDIDIKAN KRISTEN ANAK USIA DINI
48
Kemudian data yang telah dikumpulkan akan dianalisis oleh penulis. Konsep-konsep
dianalisis dengan cara mencermati keterhubungan, kemiripan, ketepatan, ketetapan dan
kecocokan dengan topik (Nainggolan, Janis, 2020: 152-163). Analisis data dilaksanakan dengan
cara induktif, melalui beberapa langkah antara lain, reduksi data, penyajian data, verifikasi dan
penarikan kesimpulan (Sugiyono, 2011, h. 339-343). Jean C. D. Gerson dan Tuhan Yesus
Kristus adalah tokoh Pendidikan Agama Kristen (PAK) yang memberikan sumbangsih besar
bagi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi Pendidikan Agama Kristen (PAK) bagi anak.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identitas Jean C. D. Gerson
Jean C. D. Gerson hidup antara tahun 1363-1429, abad ke 6-14. Ia lahir dan bertumbuh
di Gerson-les-Barbey di Champagne. Dia dilahirkan pada tanggal 13 Desember 1363 dan
meninggal pada 12 Juli 1429. Jean C. D. Gerson adalah seorang filsuf Prancis pada abad 14 dari
Lyon (Daniel, 2009, h. 38-39; 7172). Ia memulai studinya di Universitas Paris pada tahun 1377,
menjadi sarjana seni pada tahun 1381 dan doktor teologi pada tahun 1392. Sebagian besar
hidupnya Jean C. D. Gerson adalah seorang teolog, akademisi terkemuka di universitasnya; dia
diangkat menjadi kanselir pada tahun 1395, menggantikan temannya, Pierre d'Ailly, yang
kemudian dengannya dia berbagi kepemimpinan intelektual dari gerakan konsili
(https://www.encyclopedia.com/social-sciences/applied-and-social-sciences-magazines/gerson-
jean-de). Jean C. D. Gerson merupakan seorang tokoh pergerakan mistikus ortodoks yang
berseberangan dengan Scotus dan William Ockam. Jean C. D. Gerson berpihak pada filsafat
yang berorientasi dan bernuansa Pietisme. Speculative Mystic Philosophy merupakan karya
utamanya. Dia juga pernah menjadi kanselir dari Universitas Paris dan juga terlibat dalam
skisma kepausan dan memilih Paus yang baru, Paus Aleksander V (Albert, 1954).
Meskipun ia menulis sejumlah risalah teologis akademis, secara skolastik, Jean C. D.
Gerson terutama memusatkan perhatian pada pelaksanaan aktif tuntutan kehidupan Kristen.
Pengalaman pastoralnya yang cukup banyak diperoleh di Paris dan di Bruges, di mana dia
pernah menjadi dekan Gereja St. Donatien. Sejumlah besar khotbah dan risalah pastoral dan
spiritualnya, termasuk tulisan-tulisan yang berpengaruh tentang mistisisme, bertahan.
Perhatiannya pada masalah bagaimana cara terbaik untuk mengakhiri skandal perpecahan
kepausan tumbuh dari tanggung jawab pastoralnya.
Jean C. D. Gerson lahir dari seorang ayah yang bernama Arnulph Charlier dan ibu
Elizabeth Chardeniere. Uniknya dari lima saudaranya dan tujuh saudarinya, tidak ada seorang
pun yang menikah (selibat). Mereka hidup dalam takut akan Tuhan dan kesalehan hidup. “Jean”
dipakai untuk semua anak laki-laki, sedangkan semua anak yang perempuan menjadi suster.
Kedua belas bersaudara tersebut melakoni hidup dalam kesalehan (pietisme) di biara-biara;
Benediktin, Celestine dan Jean C. D. Gerson juga menjadi Uskup Sekuler yang menghabiskan
hidupnya dalam keprihatinan gereja yang memprioritaskan materi saja. Dapat dikemukakan
bahwa sejatinya Jean C. D. Gerson adalah tokoh reformasi yang lebih awal dibandingkan yang
dilaksanakan pada abad 16, sesudahnya. Maka pada akhirnya Jean C. D. Gerson mengambil
keputusan untuk berpisah (mengambil jalan skisma) sebagai respon ketidakpuasan terhadap
gereja (Louis, 1973).
Persepsi Jean C. D. Gerson Mengenai Pelayanan Anak
Jean C. D. Gerson (1363-1429 M) adalah seorang pendidik pada abad mula-mula yang
memandang bahwa pendidikan bagi anak adalah sangat penting. Ia berasal dari Gerson di
Perancis. Dia adalah seorang pendidik besar. Jean C. D. Gerson adalah seorang pakar
Pendidikan Agama Kristen (PAK) bagi anak-anak yang cukup berperan dalam pelaksanaan
Pendidikan Agama Kristen (PAK) anak-anak. Dari tahun 1377 sampai dengan 1384, beliau
MONTESSORI JURNAL PENDIDIKAN KRISTEN ANAK USIA DINI
49
mempelajari teologi pada kampus Kolegia Navarre (Universitas Paris), di bawah asuhan dan
bimbingan Adipati dari Bergundi. Karirnya terus berkembang. Ketika berumur tiga puluh tahun,
yaitu pada tahun 1395, Jean C. D. Gerson dikukuhkan menjadi Rektor Universitas Paris dan
merangkap kanon, salah seorang anggota staf Katedral Notre Dame (Alon, 2014, h. 21).
Masyarakat tidak menduga bahwa seorang ilmuan yang begitu pandai mau menulis
cerita untuk anak kecil. Jean C. D. Gerson mengarang buku pendidikan Kristen dalam bentuk
cerita untuk anak kecil. Karya ini bukannya dihargai, malah dicemoohkan oleh para teolog lain.
Bahkan ada rekan Jean C. D. Gerson yang gusar, “Jean C. D. Gerson menjatuhkan martabat kita
sebagai teolog mengarang cerita untuk anak kecil”.Gerson berasal dari Perancis. Ia mengarang
serta berkecimpung dalam Pendidikan Agama Kristen (PAK) bagi anak-anak.
Sebuah karya dari Jean C. D. Gerson yang sangat memukau dan mempesona mengenai
Pendidikan Agama Kristen (PAK) terhadap anak, berjudul “On Leading Children To Christ”
(Sekitar Mengantar Anak Kepada Kristus). Rekan-rekannya bukan memuji perbuatan Jean C. D.
Gerson, namun mengejeknya. Mereka mengemukakan bahwa meneliti dan menulis buku cerita
bagi anak merupakan pekerjaan yang mudah, remeh dan merendahkan derajat / martabat
seorang teolog. Jean C. D. Gerson memberikan argumentasi logis terhadap kecaman tersebut
dengan menandaskan bahwa sejatinya pelayanan kepada anak adalah adalah pelayanan Kristen
yang tertinggi (Andar, 1996).
Dalam karyanya menyatakan bahwa apabila sang guru ingin menjadi berguna bagi
anak-anak, maka guru wajib menyesuaikan diri dengan minat, kebiasaan, dan gaya bertindak
anak-anak. Cully berkomentar bahwa karya “On Leading Children to Christ” (Sekitar
Mengantar Anak Didik Kepada Kristus) dinamakan contoh kerendahan hati Kristen yang
sebenarnya. Di samping itu, ia merupakan pandangan sekilas ke dalam dinamika-dinamika
tentang hubungan antara seorang gembala yang berperan sebagai pendidik dan anak-anak yang
dipercayakan kepada Gereja Abad Pertengahan (Boehlke, 1994:247; Alon M. Nainggolan,
2014, h. 21). Artinya,kalau ingin berguna bagi anak-anak, maka harus menyesuaikan diri
dengan kebiasaan mereka, yaitu perlu turun ke bawah agar menaikkan mereka ke tingkat tebih
tinggi. Maksudnya bahwa apabila ingin mendobrak hati anak-anak, maka wajib menyesuaikan
diri dengan minat dan gaya bertindak mereka. Dalam mendidik anak-anak diperlukan hati yang
sungguh-sungguh yang mau melayani dengan kerendahan hati. Rela menjadikan diri seperti
anak-anak demi mencapai suatu kesesuaian antara anak didik dan pengajar.
Tabiat manusia lebih suka bimbingan sabar ketimbang tindakan keras. Anak-anak lebih
dipengaruhi oleh pujian daripada perkataan yang mengancam. Seorang guru tidak akan
meyakinkan anak-anak didik kecuali dia tersenyum dengan sikap sayang terhadap mereka yang
tertawa, mempergiat mereka yang bermain, dan memuji siapa saja yang maju dalam
pelajarannya. Apabila guru harus menegur si anak maka harus menghindari perkataan pahit atau
menghina. Demikianlah anak akan mengetahui bahwa guru mengasihi mereka bukan semata-
mata memarahi (Robert, 2009, h. 248).
Jean C. D. Gerson sangat menghargai anak-anak dan sangat peduli terhadap pendidikan
mereka. Tidak peduli empat kali tuduhan yang negatif terhadap dirinya soal pelayanan
pendidikan anak yang dilakukannya dia tetap semangat dan pantang menyerah melaksanakan
pelayanan kepada anak-anak Sekolah Minggu. Gerson sangat mengecam bahwa gereja tidak
boleh menjadi wadah pendidikan anak-anak (Robert, 2009, 245-251). Tidak mungkin mendapat
tempat yang lebih cocok untuk maksud mendidik anak-anak selain kepada siapa saja dan karena
itu harusnya jauh dari kecurigaan umum. Dengan demikian terhindar dari kebenaran isi pepatah
yang terdapat dalam Injil Yohanes 3:20, “ Barang siapa yang berbuat jahat, membenci
kejahatan” (Robert, 2009, h. 249).
Jean C. D. Gerson tidak setuju bahwa ketinggian martabat seorang imam menuntut
pelayanan yang lebih bermakna daripada mendidik anak-anak. Andar Ismail menuturkan
MONTESSORI JURNAL PENDIDIKAN KRISTEN ANAK USIA DINI
50
banyak orang mengira bahwa mengajar anak kecil atau menulis untuk anak kecil adalah mudah.
Banyak pendeta juga mengira demikian, sehingga pendeta merasa bahwa kedudukannya terlalu
tinggi untuk turut menangani urusan Sekolah Minggu. Pendeta menganggap bahwa mengajar
anak kecil adalah urusan sepele. Padahal Calvin sendiri begitu mementingkan pendidikan anak
kecil dalam gereja sehingga ia menegaskan, “setiap Pendeta mendidik dua gereja, yaitu gereja
dewasa dan gereja anak kecil (Andar, 2014, h. 71-72).
Dalam praktik mendidik anak Jean C. D. Gerson menyatakan“Doa Bapa Kami”
diucapkan pada pagi hari, sedangkan “Salam Maria” dan sedapat mungkin dalam keadaan
berlutut. Doa Bapak Kami dan Salam Maria adalah fondasi spritualitas bagi anak. Nampaklah
dalam diri Jean C. D. Gerson bagaimana dalam jabatan gembala tergabung jabatan guru, dalam
arti Pendidikan Agama Kristen (PAK) merupakan pengalaman rohani dan intelektual. Kata
penutup melambangkan sikap pribadi Jean C. D. Gerson dan argumentasi yang paling
meyakinkan. “Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku” (bnd. Mrk. 10:14b).
Dengan warisan pikiran Jean C. D. Gerson, gereja segala abad dan semua tempat
ditantang menentukan ulang prioritasnya. Apakah pelayanan terhadap anak-anak merupakan
bagian sambilan / sampingan dari tugas pastor/pendeta? Mengapakah biasanya begitu banyak
pelayan Firman menyerahkan pelayanan Pendidikan Agama Kristen (PAK) bagi anak-anak
kepada kaum pemuda? (Robert, 2009, h. 250). Melalui beberapa pertanyaan ini orangtua di
tengah keluarga, hamba Tuhan di konteks gereja, guru di sekolah dan masyarakat di
lingkungannya diajak untuk menemukan hal yang prioritas dalam hidup mereka.
Identitas Tuhan Yesus Kristus
Tuhan Yesus Kristus merupakan tokoh terpenting (sentral) kekristenan. Menurut Injil
Yohanes Tuhan Yesus bukan saja sebagai Mesias yang dijanjikan, namun juga sebagai Sang
Guru Agung (Yoh. 4: 26; Yoh 13:3). Di samping perannya sebagai penebus dan pembebas,
Yesus adalah Guru Agung yang sangat diperhitungkan keahlian-Nya oleh rakyat Yahudi,
sehingga mereka menyebut-Nya sebagai “ Rabi ” yang artinya “ Guru Agung ” (Yoh. 1: 38, 48;
3:2). Panggilan “ Rabi ” yang ditujukan kepada Tuhan Yesus Kristus adalah karena didasari
bahwa Ia adalah sebagai guru, pengajar yang mulia, dan berkedudukan tinggi. Tuhan Yesus
Kristus benar-benar seorang guru yang sempurna, baik dari segi ilahi maupun insani (J. M.
Price, 2011, h. 1).
Dari penjelasan ini nyata bahwa Yesus tidak menolak ketika Dia disapa sebagai “ guru
”. Sapaan itu tidak merendahkan diri-Nya. Yesus mengaku sama dan setara dengan Bapa yang
mengutus-Nya di dunia (Yoh. 5: 17-23), Dia datang untuk melakukan banyak perkara termasuk
menyingkapkan kebenaran hidup (Yoh. 14:6). Namun, rupanya jalan untuk mencapai tujuan itu
adalah Dia menjadi pengajar, berada di sekitar sejumlah orang yang rela belajar. Bahkan Ia
berada di tengah-tengah sebuah komunitas untuk mengerjakan pembaharuan dari diri anggota-
anggotanya.
Persepsi Tuhan Yesus Kristus Mengenai Pelayanan Anak
Untuk memperoleh persepsi Tuhan Yesus Kristus mengenai pelayanan anak, yang
selanjutnya disebut Pendidikan Agama Kristen (PAK) Anak, maka peneliti menggali beberapa
nats secara berturut-turut dalam Injil Sinoptik, yaitu Matius 18:1-14; Lukas, 18:15-26 dan
Matius 19: 14-15. Ketiga nats ini setidaknya dapat digunakan untuk membangun fondasi biblis
pelayanan anak.
Matius 18:2 mengisahkan bahwa Tuhan Yesus Kristus tidak serta merta, langsung
menjawab pertanyaan murid-murid pada Matius 18:1 tentang siapakah yang terbesar pada
Kerajaan Sorga?, namun Tuhan Yesus Kristus memanggil seorang anak kecil. Dalam konteks
MONTESSORI JURNAL PENDIDIKAN KRISTEN ANAK USIA DINI
51
ini Tuhan Yesus Kristus ingin memberikan pelajaran yang sangat penting mengenai tempat dan
kedudukan anak dalam kerajaan-Nya. Anak kecil yang dipanggil oleh Tuhan Yesus Kristus
menjadi alat peraga, contoh dan ilustrasi dari pengajaran yang hendak disampaikan oleh Tuhan
Yesus Kristus.
Dalam Matius 18:3 Tuhan Yesus Kristus menyerukan terhadap murid-murid untuk
bertobat (metanoia) dan menjadi seperti anak kecil ini untuk bisa masuk dalam Kerajaan Sorga.
Dalam perikop tersebut kata bertobat bukan sekedar percaya kepada Tuhan Yesus Kristus (kata:
metanoia), namun percaya dan memercayakan diri sepenuhnya kepada Tuhan (totalitas hidup).
Orang yang mau masuk dalam Kerajaan Tuhan adalah mereka yang mau dan rela menjadi yang
terkecil. Ia memiliki ketergantungan sama seperti seorang anak kecil. Seorang anak kecil merasa
dirinya tidak berdaya, lemah, perlu pertolongan orang tuanya atau sesama. Selain itu, seorang
anak juga perlu percaya kepada orang lain agar dia dapat bertahan di dalam peziarahan
hidupnya di dunia ini.
Matius 18:4 mengajarkan bahwa barangsiapa yang merendahkan diri dan menjadi
seperti anak kecil, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga. Selanjutnya, Matius 18:5
mengemukakan bahwa barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama Tuhan, ia
menyambut Tuhan. Banyak orang tidak menerima dan menghargai anak-anak, anak-anak
dipandang sebagai aset semata. Dari respon murid-murid Tuhan Yesus Kristus, nampak jelas
bahwa mereka juga tidak menerima dan menghargai anak-anak. Dalam pandangan mereka
anak-anak hanyalah pengganggu dan yang berpotensi merepotkan orang dewasa. Namun,
panggilan gereja dan umat-Nya adalah meneladani Tuhan Yesus Kristus yang mau datang dan
mati untuk orang berdosa, termasuk anak-anak. Dalam perjalanan hidup dan pelayanan Dia
begitu menghargai anak-anak.
Dalam ayat 18:6 dikemukakan bahwa siapa yang menyesatkan anak kecil akan
diikatkan batu kilangan di lehernya. Hal ini menegaskan bahwa siapa saja yang merusak
kerohanian (spritualitas) seorang anak membangkitkan kemarahan Tuhan Yesus Kristus yang
paling besar. Dengan kata lain, barangsiapa yang mengombang-ambingkan iman orang percaya
yang masih polos hatinya adalah sesuatu yang tidak berkenan di hadapan Tuhan. Para pendeta,
pengajar dan khususnya orangtua harus secara khusus memperhatikan dan berpegang pada
perkataan Kristus ini dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi Pendidikan Agama Kristen
(PAK) bagi anak, baik melalui pendekatan sosialisasi, sekolah pengajaran, persekutuan,
pembebasan, dan lainnya (Donald, 2013, h. 1540).
Matius 18 : 10. Banyak orang berpandangan bahwa mengajar anak kecil itu mudah.
Bagi mereka anak itu polos, belum berpengalaman, kebergantungan pada orang dewasa, mudah
dibohongi, mudah diperdaya dan lain sebagainya. Padahal yang sesungguhnya tidaklah
demikian. Justru mengajar anak kecil itu harus berhati-hati dan berhikmat, karena apa yang
diajarkan itu yang akan tertanam dalam benaknya sampai mati. Jadi, bila guru, pelayan Tuhan
dan orangtua mengajarkan hal-hal yang salah dan keliru, maka itu akan mempengaruhi seantero
hidup dan dibawa anak-anak secara terus menerus sepanjang hayatnya. Bahkan ketika kelak
anak-anak itu dewasa, maka tidak mudah bagi para pendidik untuk membongkar fondasi yang
telah tertanam tersebut. Ada banyak tokoh Alkitab yang berasal dari seorang anak yang dididik
dengan benar dan akhirnya berpengaruh bagi bangsa, keluarga dan masyarakat seperti Ester,
Daniel, Yusuf, Timotius, dan lain-lain. Ini pun berlaku bagi anak-anak di masa kini. Untuk
menjadi pendidik anak yang berhasil, maka ia harus memahami tahap-tahap pertumbuhan dan
perkembangan anak, baik secara fisik, psikis, moral, sosial, emosi, terutama kepercayaan
(spritual).
Sesungguhnya setiap anak berharga, bernilai di mata Tuhan Yesus Kristus. Mereka juga
penyandang gambar dan rupa Allah (Kej. 1:26-27). Itu sebabnya, Tuhan Yesus Kristus memberi
MONTESSORI JURNAL PENDIDIKAN KRISTEN ANAK USIA DINI
52
peringatan keras terhadap murid-murid-Nya yang tentu juga berlaku bagi orang tua dan
pendidik Kristen pada masa kini agar berupaya dengan sadar, terencana, sungguh-sungguh dan
berkesinambungan menuntun anak mengenal Tuhan dan kebenaran-Nya dan menjadi warga
Kerajaan Sorga. Anak-anak dapat percaya kepada Tuhan Yesus Kristus dan menjadi warga
kerajaan sorga jika diajar dan dididik dengan tepat, baik dan benar. Karena itulah Tuhan Yesus
Kristus secara tegas mengemukakan “Ingatlah, jangan menganggap rendah seorang dari anak-
anak kecil ini. Karena aku berkata kepadamu : Ada malaikat mereka di sorga yang selalu
memandang wajah Bapaku di sorga” (Mat. 18:10).
Bagi Tuhan Yesus Kristus anak sangat bernilai dan berharga sekali, karena Allah Bapa
juga datang untuk menyelamatkan mereka, serta menghendaki agar mereka diajar, dididik dan
diarahkan kepada jalan yang benar (Mat. 18:14; Nehemiah, 2005, h. 136). Karena itulah
tampaknya mengapa Tuhan Yesus Kristus memusatkan perhatian-Nya kepada anak-anak dan
melayani mereka dengan sentuhan kasih, percakapan, kebersamaan bahkan menganugerahkan
mereka berkat.
Tuhan Yesus Kristus sangat peduli dengan anak-anak. Ia menganggap anak-anak sama
pentingnya dengan orang dewasa. Itu sebabnya Tuhan Yesus Kristus tidak ingin anak-anak yang
masih kecil disesatkan imannya. Usia anak-anak adalah usia di mana anak mudah percaya
terhadap apa yang dikatakan, diajarkan. Dalam konteks ini Tuhan Yesus Kristus menghendaki
supaya anak-anak beroleh pengajaran yang benar, bukan yang menyesatkan, sehingga anak
tersebut tetap ada dalam kebenaran firman Tuhan (Mat. 18:14). Tuhan Yesus Kristus
mengingatkan murid-murid agar jangan sampai mereka bertindak sebagai pelaku-pelaku yang
menyesatkan salah satu dari anak-anak yang sudah diterima dalam Kerajaan Sorga (Nehemiah,
2005, h. 136). Dari hal-hal di atas dapat dikatakan bahwa sesungguhnya anak berharga di mata
Tuhan Yesus Kristus. Bukti bahwa anak memiliki peran dan kedudukan dalam Kerajaan-Nya
adalah mengingat Tuhan Yesus Kristus memerintahkan murid-murid-Nya belajar dari anak kecil
yang bergantung sepenuhnya kepada orang tuanya.
Lukas 18:15-26. Untuk menemukan signifikansi dan kedudukan anak dalam
Perjanjian Baru, maka tidak lain adalah dengan melihat sikap penerimaan dan penghargaan
Tuhan Yesus Kristus terhadap anak-anak. Melalui studi kepustakaan yang dilaksanakan oleh
penulis ditemukan bahwa Tuhan Yesus Kristus sangat mengasihi anak-anak, sehingga Ia
menyatakan betapa bernilainya anak-anak sejak dari dalam kandungan ibunya. Ketika Tuhan
Yesus Kristus datang ke dunia ini melalui proses dikandung dalam rahim Maria, kemudian
dilahirkan, itu menunjukkan nilai anak dalam kandungan harus diterima dan dipelihara, supaya
menjadi generasi yang mempermuliakan sang penciptanya, di dalam dan melalui Tuhan Yesus
Kristus (B.S, Sidjabat, 2008, h. 62). Pentingnya masa anak-anak secara umum, pentingnya masa
anak-anak di mata Tuhan, pentingnya anak-anak di mata Kristus, dan pentingnya anak-anak
dalam sejarah Kerajaan Allah harus dipahami seorang pendidik anak (Stephen Tong, 2013, h. 1-
21).
Kitab injil memberikan informasi bahwa Tuhan Yesus Kristus pun memperdulikan
anak-anak kecil. Ketika sejumlah orang tua membawa anak-anak mereka kepada-Nya, Dia
menyambut dan menumpangkan tangan atas mereka (Mat. 19:15). Sebelumnya, murid-murid
melarang orang tua itu, dan mencegah mereka membawa anak-anak kepada Sang Guru. Namun
sebaliknya Yesus menegaskan supaya anak-anak jangan dihalangi untuk datang kepada-Nya
(Mat.19:14). Bandingkan dengan pandangan Stanley Heath dalam bukunya “Teologi
Pendidikan Anak”, menyatakan bahwa rahasia sukses yang terutama dalam pelayanan rohani
adalah sikap dasar pelayanan kita dan Yesus sendiri mengatakannya. Beliau mengutip dari ayat-
ayat ini. Matius 19:14, tetapi Yesus berkata: "Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-
halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya
Kerajaan Sorga." Markus 9:42, "Barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil yang
MONTESSORI JURNAL PENDIDIKAN KRISTEN ANAK USIA DINI
53
percaya ini, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia
dibuang ke dalam laut. Beliau juga berpendapat bahwa setiap anak yang sudah ataupun belum
percaya, sangat berharga di mata Tuhan.
Tuhan Yesus Kristus mengungkapkan hal ini secara lebih sederhana lagi; “Biarkanlah
anak-anak itu, jangan menghalang-halangi mereka mereka datang kepadaKu; sebab orang-
orang yang seperti itulah yang empunya kerajaan sorga” (Mat 19:14). Anak-anak selalu terkait
kepada Tuhan Yesus, dan Ia tidak pernah menyuruh mereka menunggu sampai mereka benar-
benar mengerti dahulu tentang konsep teologi sebelum ataupun menegor mereka. Sebaliknya, “
Ia meletakkan tangannya atas mereka” (Mat 19:15) Ia menjamah mereka dan menasihati orang-
orang dewasa agar bertobat dan menjadi seperti anak kecil”, Matius 18:3 (Judith, h. 10). Sangat
jelas bahwa, anak-anak mempunyai tempat istimewa dalam hati Allah (Judith, h. 10). Itulah
sebabnya Tuhan Yesus sangat perduli dan mementingkan anak-anak. Demikianlah seharusnya
dapat dilakukan oleh gereja pada saat ini bahwa anak-anak sangat perlu untuk diperhatikan baik
secara jasmani maupun secara rohani. Dengan asupan Pendidikan Agama Kristen (PAK) yang
diberikan akan mengantar anak menjadi pribadi yang takut akan Tuhan dan anak akan memiliki
spiritualitas yang baik.
Kalau bagi TuhanYesus Kristus anak-anak sangat bernilai, maka bagi warga gereja atau
sebagai murid-murid-Nya demikianlah sepatutnya. Dia meninggalkan teladan sebagaimana
dilaporkan Kitab Injil supaya meneladaninya (Sidjabat, h. 93). Merupakan kebiasaan bagi ibu-
ibu untuk membawa anak-anak mereka kepada seorang Rabi yang terkenal pada hari ulang
tahun mereka yang pertama, agar Rabi itu dapat memberkati mereka. Itulah juga yang
diharapkan oleh ibu-ibu itu dari Yesus.
Orang Kristen tidak boleh berpikir bahwa para murid itu sulit dan kasar. Adalah
perasaan kasih mereka kepada Tuhan Yesus Kristus yang menjadikan mereka berlaku
sebagaimana adanya. Tuhan Yesus Kristus sedang dalam perjalanan ke Yerusalem untuk mati di
kayu salib. Para murid itu dapat melihat di wajah Yesus ketegangan batin, dan mereka tidak
mau Yesus diganggu lagi dalam keadaan yang seperti itu (William, h. 332). Persepsi yang
berbeda bahwa sesungguhnya murid-murid Tuhan Yesus memandang anak-anak itu sebagai
gangguan. Namun, Tuhan Yesus mengasihi mereka (Handbook, h. 591).
Ajaran dan teladan Tuhan Yesus tentang peran dan kedudukan anak dalam kerajaan-
Nya adalah model bagi keluarga, gereja, sekolah, dan masyarakat dalam merencanakan,
mengembangkan dan melaksanakan Pendidikan Agama Kristen (PAK) terhadap anak. Tuhan
Yesus Kristus memandang anak dan orang dewasa sama-sama bernilai dan berharga di hadapan-
Nya (bnd. Mrk. 10:14; Mat. 19:14; Luk. 18:16). Bahkan, Tuhan Yesus juga datang untuk
menyelamatkan mereka (Mat. 18:14). Oleh karena itu, mereka juga berhak untuk memperoleh
pelayanan pendidikan yang berkualitas. Secara keseluruhan, dari catatan para penginjil tampak
jelas bahwa Yesus bersikap positif dan menilai anak secara tinggi.
Keutamaan Pendidikan Agama Kristen Anak
Paling tidak ada enam alasan mengapa anak-anak perlu dilayani, yaitu (Ukri, http://e-
jurnal.ukrimuniversity.ac.id/file/P112.pdf): Pertama, karena Tuhan mencintai anak-anak. Anak
merupakan berkat yang dianugerahkan Tuhan bagi keluarga dan Tuhan menerima serta
mengasihi mereka. Bahkan, Tuhan tidak hanya mengasihi anak-anak, namun juga bernilai di
mata-Nya (bnd. Kej. 4:1; Mat. 14:21; Mrk. 9; Luk. 9). Kedua, karena anak-anak sangat terbuka
bila diajar tentang Tuhan (bnd. Ef. 6: 4). Ketiga, karena mengajarkan mengenai Tuhan kepada
anak-anak merupakan perintah Tuhan (Ul. 6:4-9). Pengajaran tentang Tuhan terhadap anak-anak
harus dilaksanakan oleh orang tua dengan cara berulang-ulang, berkesinambungan, kapanpun
dan dimanapun. Keempat, karena pengajaran dan pelayanan di awal kehidupan anak-anak (sejak
dini) merupakan nilai kehidupan yang akan bertahan sangat lama. Pengajaran atau pelayanan
MONTESSORI JURNAL PENDIDIKAN KRISTEN ANAK USIA DINI
54
orang tua terhadap anak-anak di awal kehidupan mereka akan berdampak secara signifikan bagi
anak sampai mereka dewasa. Bahkan ketika anak sudah menikah dan memiliki keturunan,
pengajaran dan pelayanan di awal kehidupan anak ini akan terus tersimpan dalam memori dan
dapat diingat. Kelima, karena anak-anak perlu ditolong, baik di dalam kedewasaan psikis,
moral, etis, terutama dalam dimensi spiritual. Keenam, karena nilai-nilai sekuler atau tantangan
zaman pada masa kini terus berkembang dan diperlukan ajaran-ajaran Kristen yang benar untuk
mengevaluasi bahkan menolak nilai-nilai sekuler itu. Sejalan dengan nilai sekuler yang terus
berkembang mau tidak mau nilai tersebut akan mempengaruhi karakter dan keyakinan anak-
anak, apalagi anak-anak yang berumur di bawah dua belas tahun tahun mudah menyerap ajaran
atau nilai yang baru tersebut tanpa mangetahui pengaruh dari ajaran tersebut. Bila fondasi
Alkitabnya kuat atau diimbangi dengan pengajaran Kristen, anak dipersiapkan dan
diperlengkapi untuk mampu menangkal dan mengeliminir ajaran-ajaran sekuler yang mereka
terima di sekolah atau di lingkungan mereka.
Ada beberapa hal yang penting dan sangat berperan dalam pembentukan karakter anak,
yaitu: a) Kebenaran. b) Agama. c) Kesulitan, kesengsaraan dan penganiayaan. d) Pembentukan
Roh Kudus (Stephen, 2013, h. 75). Keempat hal ini harus menjadi pusat perhatian dari para
pendidik Kristen di pelbagai konteks agar pertumbuhan dan perkembangan anak secara utuh
dapat tercipta. Dalam buku Arsitek Jiwa I dan II yang ditulis oleh Stephen Tong, nampak jelas
bahwa anak memiliki tempat dan kedudukan khusus di hati Tuhan Yesus Kristus, yang
sepatutnya juga di hati umat-Nya.
Menurut Homrighausen (2008:126), ada beberapa metode yang sesuai untuk anak-anak:
bercerita, bercakap-cakap, melihat gambar-gambar, menggambar sendiri, membangunkan
gedung gereja dari blok kayu, melakonkan cerita Kitab Suci, memakai papan flanel, berdoa dan
bernyanyi bersama, menghafal ayat-ayat Alkitab, dan kidung-kidung gereja, membuat sesuatu
bagi orang lain, dan turut mengambil bagian dalam segala pernyataan hidup di gereja. Dalam
hal ini, seorang pendidik anak dalam pelbagai konteks terpanggil untuk tidak hanya mengetahui
pelbagai metode secara teoritis, namun harus dapat menerapkannya dalam membelajarkan anak.
Pendidikan Agama Kristen (PAK) Anak tidak lepas daripada Alkitab (Bibliosentris),
sebab pada hakikatnya Pendidikan Agama Kristen (PAK) Anak bersumber pada Alkitab. Baik
pokok pikiran, tujuan, metode, evaluasi dan berbagai hal dalam Pendidikan Agama Kristen
(PAK) Anak tidak dapat dipisahkan dari Alkitab. Firman Tuhan merupakan sumber
keselamatan, kebenaran, hikmat dan pengetahuan (bnd. Kol. 2:3). Alkitab juga melaporkan
bahwa Tuhan tidak hanya sekedar menciptakan langit bumi dan segala isinya, namun segala
sesuatu yang diciptakan untuk hormat dan kemuliaan-Nya. Sebagai Pencipta dan Pemilik segala
sesuatu, Tuhan adalah sumber kebenaran mutlak (absolut). Ketika Fondasi Alkitab ditiadakan
dari proses pendidikan dari jenjang tertinggi sampai terendah, maka pendidikan tersebut
hanyalah kesia-siaan semata. Pendidikan yang direncanakan, dilaksanakan, dievaluasi dan
dikembangkannya akan menjadi praksis yang keliru dan mengingkari Tuhan sebagai sumber
keselamatan, kebaikan, kebenaran, hikmat dan pengetahuan. Apapun yang diajarkan kepada
anak-anak harus berpusat pada Alkitab. Salah satu pendiri Association of Christian Schools
International (ACSI), Roy W. Lorie mengemukakan bahwa, tidak ada satu pelajaran pun dapat
diajarkan kepada peserta didik dengan tuntas dalam kebenarannya jika Sang Pencipta diabaikan
atau disangkal. Pendidikan Agama Kristen (PAK) bagi anak yang harus dikelola dalam pelbagai
konteks adalah pendidikan yang melahirkan anak-anak yang semakin terpesona, kagum, hormat
dan mengasihi Tuhan di seantero hidupnya.
Pendidikan, pemeliharaan dan pengasuhan anak di konteks keluarga, gereja dan sekolah
mengajarkan kebergantungan anak terhadap kebaikan, kasih, dan anugerah Tuhan. Pengenalan
MONTESSORI JURNAL PENDIDIKAN KRISTEN ANAK USIA DINI
55
akan Tuhan memperlengkapi peserta didik untuk mengetahui dan memahami rencana hidupnya
dari perspektif Tuhan. Bagi mereka yang berkecimpung dalam Pendidikan Agama Kristen
(PAK) Anak harus meyakini, bahwa: Alkitab adalah pusat pengajaran Kristen sumber
kebenaran dan pengajaran moral, Alkitab adalah otoritas tertinggi bagi iman dan perbuatan dan
sumber perintah untuk pengajaran (pendidikan) - (2 Tim. 3:16, Ul. 6, Mat. 28).
Dari rangkaian ulasan di atas, nampak jelas bahwa terdapat kesesuaian persepsi antara
Jean C. D. Gerson dengan Tuhan Yesus Kristus mengenai anak. Dari fondasi biblis dan teologis
yang dipergunakan Jean C. D. Gerson mengenai pelayanan anak pada abad pertengahan,
nampak jelas bahwa ia terinspirasi dan termotivasi dari Tuhan Yesus Kristus Sang Guru Agung.
Anak memiliki kedudukan yang sama dengan orang dewasa, maka melayani anak tidak
mengurangi harkat dan martabat seorang teolog. Pendidikan Agama Kristen (PAK) bagi Anak
adalah pelayanan yang sangat bernilai.
Inspirasi dan motivasi dari Jean C. D. Gerson dan Tuhan Yesus Kristus bagi teorikus dan
praktisi Pendidikan Agama Kristen Anak di masa kini dan mendatang antara lain;
1. Seorang yang bergerak di dunia pelayanan anak harus menjadikan ajaran dan teladan
Tuhan Yesus tentang peran dan kedudukan anak dalam kerajaan-Nya sebagai model
bagi keluarga, gereja, sekolah, dan masyarakat dalam merencanakan, mengembangkan
dan melaksanakan Pendidikan Agama Kristen (PAK) terhadap anak;
2. Seorang yang bergerak di dunia pelayanan anak harus menyadari bahwa Alkitab adalah
sumber pertama dan utama dalam membangun teori dan praktik Pendidikan Agama
Kristen (PAK) Anak, di samping fondasi Psikologis, Sosiologis, Filosofis, Teknologi,
Linguistik, dan lain-lain;
3. Seorang yang bergerak di dunia pelayanan anak harus menerima dan menghargai anak
sebagaimana adanya;
4. Seorang yang bergerak di dunia pelayanan anak tidak lebih rendah martabatnya jika
dibandingkan dengan pelayanan orang dewasa;
5. Seorang yang bergerak di dunia pelayanan anak harus menyadari bahwa sejatinya,
pelayanan kepada anak adalah pelayanan Kristen yang tertinggi;
6. Seorang yang bergerak di dunia pelayanan anak harus memahami bahwa anak lebih
mudah dipengaruhi melalui pujian daripada hukuman, pengertian daripada ancaman,
kasih sayang daripada perkataan kotor, senyuman daripada muka yang muram;
7. Seorang yang bergerak di dunia pelayanan anak harus mengetahui bahwa mendidik
anak bukanlah perkara sepele, maka ia haruslah memahami anak secara fisik,
psikologis, sosial, moral, dan iman. Artinya, harus mampu menyesuaikan diri dengan
pertumbuhan dan perkembangan anak-anak;
8. Seorang yang bergerak di dunia pelayanan anak harus menyadari bahwa ada pelbagai
masalah anak yang harus diatasi agar mereka dapat bertumbuh dan berkembang secara
utuh;
9. Seorang yang bergerak di dunia pelayanan anak harus terus belajar dan belajar
mengenai pendekatan dan metode dalam pembelajaran. Diharapkan pendekatan dan
metode yang digunakan sesuai dengan konteksnya.
10. Seorang yang bergerak di dunia pelayanan anak harus mengembangkan kreativitas dan
inovasi media pembelajaran bagi anak agar anak terfasilitasi bertumbuh sesuai dengan
perkembangannya. Misalnya, buku cerita, film animasi, drama, dll.
11. Seorang yang bergerak di dunia pelayanan anak harus menyadari bahwa generasi
unggul akan terbentuk jika Pendidikan Agama Kristen (PAK) bagi Anak dilaksanakan
secara sadar, sungguh-sungguh, terencana dan berkesinambungan.
12. Seorang yang bergerak di dunia pelayanan anak harus menyadari bahwa mendidik anak
adalah tugas semua pihak, walaupun yang menjadi pendidik utama adalah orangtua di
MONTESSORI JURNAL PENDIDIKAN KRISTEN ANAK USIA DINI
56
tengah keluarga. Itu sebabnya, menjalin sinergi antara keluarga, gereja, sekolah dan
masyarakat adalah langkah strategis agar generasi unggul dapat terwujud.
SIMPULAN DAN SARAN
Pendidikan Agama Kristen (PAK) terhadap anak dimaksudkan untuk membawa anak-
anak agar memiliki spiritualitas yang sehat, yang diwujudnyatakan dengan komitmen dan
memiliki pengakuan iman yang teguh bahwa Tuhan Yesus Kristus adalah Mesias Anak Allah,
kecintaan terhadap Alkitab, serta piawai dalam menyikapi pelbagai tantangan hidup di masa
kini dan mendatang. Untuk mencapai hal ini, maka Pendidikan Agama Kristen (PAK) terhadap
anak harus dikelola dengan berpusat pada firman Allah (Alkitab), serta memanfaatkan
sumbangan pemikiran dari disiplin ilmu lain, seperti Psikologi. Jean C. D. Gerson dan Tuhan
Yesus Kristus adalah inspirator dan motivator bagi orangtua di tengah keluarga, hamba Tuhan
di konteks gereja dan guru di sekolah di masa kini dan mendatang. Kedudukan anak sama
dengan orang dewasa. Sejatinya, pelayanan kepada anak adalah pelayanan Kristen yang
tertinggi. Bangga dan bersemangatlah, hai pribadi-pribadi yang berkecimpung dalam dunia
pendidikan anak! Namun, alangkah beratnya tugas ini. Oleh karena itu, bersandarlah hanya
kepada Tuhan Yesus Kristus dan kerjakanlah dengan tulus dan tekun!.
Yang terutama dalam Pendidikan Agama Kristen (PAK) Anak adalah dalam konteks
rumah tangga yaitu ditangani oleh orangtuanya (Ul. 6:4-9). Sikap yang tepat di masa kini dan
mendatang adalah: pertama, iman anak dibentuk dalam konteks keluarga, yaitu diinjili dan
dibina oleh ayah dan ibunya sendiri. Kedua, Gereja, Sekolah Minggu di samping memberikan
bahan tambahan, merupakan tempat melatih iman anak agar berkembang dalam konteks
kebersamaan dengan anak-anak Kristen lainnya. Ketiga, Sekolah, Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) dan Sekolah Dasar (SD), di samping tempat memperoleh ilmu, pengetahuan dan
pelbagai hal, merupakan tempat anak untuk mewakili Yesus dan menghayati Alkitab, sebagai
kesaksian positif di hadapan anak-anak lainnya. Keempat, masyarakat di lingkungannya
haruslah mengkondisikan anak agar bertumbuh dan berkembang secara utuh ke arah yang lebih
baik. Peninjauan terhadap persepsi tokoh Pendidikan Agama Kristen (PAK) seyogianya
memotivasi, menginspirasi dan membangkitkan semangat sebagai seorang pendidik iman bagi
anak di pelbagai konteks.
DAFTAR PUSTAKA
Avey E. Albert E. (1954). Handbook in The History of Philosophy. New York: Barnes & Noble,
Inc.
Barclay, William. (2010). Pemahaman Alkitab Setiap Hari. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Boehlke, Robert R. (2009). Sejarah Perkembangan Pikiran Dan Praktik PAK. Jakarta: BPK
Gunung Mulia.
GP, Harianto. (2012). Pendidikan Agama Kristen Dalam Alkitab Dan Dunia Pendidikan Masa
Kini. Surabaya: ANDI.
________. (2014). Handbook to the Bible. Bandung: Kalam Hidup.
Https://www.encyclopedia.com/social-sciences/applied-and-social-sciences-magazines/gerson-
jean-de.
Heath, Stanley. 2005). Teologi Pendidikan Anak. Bandung: Kalam Hidup.
Homrighausen, E.G. & I.H.Enklaar. (2008) Pendidikan Agama Kristen. Jakarta: BPK Gunung
Mulia.
Ismail, Andar. (1997). Ajarlah Mereka Melakukan. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999.
MONTESSORI JURNAL PENDIDIKAN KRISTEN ANAK USIA DINI
57
________. (2014). Selamat Menabur. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
________. (1996). Dasar-Dasar Teologis Untuk Pelayanan Anak. Jurnal Pelita Zaman,
Vol. 1 No. 1.
Mimery, Nehemiah. (2005). Komentar Praktis Injil Synopsis (Injil Matius, Markus,
Lukas).Jakarta: Mimery Press..
Nainggolan, Mandimpu Alon. (2014). Diktat Sejarah Pendidikan Agama Kristen.
Ciranjang: STTP Shema.
Nainggolan, Mandimpu Alon, Yanice Janis. Etika Guru Agama Kristen Dan
Relevansinya Terhadap Pendidikan Iman Naradidik. Caraka: Jurnal Teologi
Biblika dan Praktika, Vol. 1 No. 2, 2020, h. 152-163. DOI:
https://doi.org/10.46348/car.v1i2.23
Nainggolan, John M. (2008). Strategi Pendidikan Warga Gereja. Bandung: Bina Media
Informasi.
Pascoe B. Louis (1973). Jean Gerson: principles of church reformation. Netherlands: E. Jebril.
Price, J.M. (2011). Jesus the Teacher. Bandung: LLB.
Setiawan, Mary Go. (2000). Menerobos Dunia Anak. Bandung: Yayasan Kalam Hidup.
Sidjabat, B.S. (2008). Membesarkan Anak Dengan Kreatif . Yogyakarta: ANDI, 2008.
Shelly, Judit Allen (2010). Kebutuhan Rohani Anak. Bandung: Yayasan Kalam Hidup.
Stamps, Donald C. (2013). Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Malang: Gandum Mas.
Stefanus, Daniel. (2009). Sejarah PAK . Bandung: BMI.
Sugiyono (2011). Metode Penelitian Kombinasi. Bandung: Alfa Beta.
Tong, Stephen, (2013). Arsitek Jiwa 1. Surabaya: Momentum.
Ukri. PAK Anak. http://e-jurnal.ukrimuniversity.ac.id/file/P112.pdf. Diunduh 31 Oktober 2020.