PERKEMBANGAN MUSIK MAULID HABSYI DI KALIMANTAN …eprints.ulm.ac.id/4108/1/Artikel Maulid...
Transcript of PERKEMBANGAN MUSIK MAULID HABSYI DI KALIMANTAN …eprints.ulm.ac.id/4108/1/Artikel Maulid...
PERKEMBANGAN MUSIK MAULID HABSYI DI
KALIMANTAN SELATAN (Tinjauan Sosiologi Seni)
ABSTRAK Perkembangan Musik Maulid Habsyi
di Kalimantan Selatan (Tinjauan Sosiologi Seni). Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin. 2016.
Maryanto1*, Sulisno,2 Muhammad
Najamudin3 Kata Kunci: Maulid Habsy, KH
Muhammad Zaini abd al-Ghani, Kalimantan Selatan
Maulid al-Habsyi atau Maulid
Simthud Durar sangat terkenal di Kalimantan Selatan. Maulid Habsyi dibacakan saat perayaan maulid Nabi Muhammad SAW di berbagai wilayah Kalimantan Selatan. Maulid Habsy terkenal dan menyebar ke berbagai wilayah Kalimantan Selatan pada tahun 1990an, serta menggeser kitab maulid lain yang sudah popular sebelumnya. Syair Maulid Simtu al-Durar (al-Habsyi) dilantunkan dalam perayaan Maulid Nabi Muhammad di berbagai daerah di Kalimantan Selatan begitu meriah.
Penelitian ini menggunakan data kualitatif. Data diperoleh melalui jalan obeservasi, wawancara, pengumpulan dokumen, serta studi pustaka. Hasil pengolahan data
selanjutnya dipaparkan secara deskriptif analisis.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa Maulid Habsy atau Maulid Simthud Durar terkenal dan menyebar ke berbagai wilayah Kalimantan Selatan, serta menggeser kitab maulid lain yang sudah popular sebelumnya setelah dipopulerkan oleh ulama besar Banjar, yaitu KH Muhammad Zaini abd al-Ghani atau Guru Sekumpul. Maulid Habsy menarik bukan saja pada isi syairnya, melainkan juga cara menyampaikannya, yaitu dengan lantunan seni suara yang diiringi dengan music terbang. Guru Sekumpul selalu melantunkan syair Maulid Simthud Durar dengan suara yang merdu diiringi musik terbang dan suara “koor’ jamaah yang menyertainya.
KH Muhammad Zaini abd al-Ghani melakukan pengembangan dan modifikasi syair maulid Simtu al-Durar (al-Habsyi) bersama murid-muridnya. Guru Sekumpul melakukan pengembangan khususnya pada syair-syair maulid, mengambil syair-syair maulid dari kitab-kitab maulid lainnya, dan melakukan modifikasi dalam amaliah maulid al-Habsyi menjadi bentuk tersendiri. Alat musik rabana atau terbang dalam mengiringi lantunan syair maulid oleh KH Muhammad Zaini abd al-Ghani dikembangkan oleh para murid beliau dan direstui oleh beliau. Namun sepeninggal beliau, terjadi modifikasi terhadap lagu-lagu, aransemen dan alat musik. Alat musik berkembang menjadi beberapa jenis terbang, ada yang berukuran besar (bass), ada yang berukuran kecil (marawis).
2
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Maulid al-Habsyi atau sering
disebut Maulid Habsyi sangat
terkenal di Kalimantan Selatan.
Mayoritas masyarakat Kalimantan
Selatan yang memeluk agama Islam
dan taat menjalankan kegiatan
keagamaan mengenal dan mampu
membawakan Maulid Habsyi dengan
baik. Mereka melafalkan dan
menyanyikan Maulid Habsyi dalam
acara peringatan Maulid Nabi
Muhammad SAW dan berbagai
kesempatan di masjid-masjid, di
rumah, di kantor-kantor, dan lain-
lain.
Ada banyak kelompok
Handil Maulidan al-Habsyi di
Kalimantan Selatan. Di masjid-
masjid di tengah pemukiman warga
pada umumnya ada kelompok
Maulid Habsyi. Ada kelompok
bapak-bapak, kelompok ibu-ibu,
kelompok mahasiswa dan lain-lain.
Maulid Habsyi berasal dari
kitab yang ditulis oleh Habib Ali bin
Muhammad Al-Habsyi, salah
seorang tokoh ulama Alawiyyin
terkemuka abad ke-19 Masehi (abad
ke-13 Hijriyyah) di Hadhramaut.
Nama kitab yang sebenarnya adalah
Simthud Durar. Karena ditulis oleh
Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi
maka orang sering menyebutnya
Maulid Habsyi.
Maulid Habsy berisi pujian
dan ungkapan cinta pada Nabi
Muhammad SAW. Pembacaan kitab
Maulid Habsyi sering diyakini
masyarakat Banjar sebagai sarana
atau pintu untuk berhubungan
dengan Nabi Muhammad SAW.
Maulid Habsy atau Maulid
Simthud Durar terkenal dan
menyebar ke berbagai belahan dunia.
3
Sebelum tersebar luas di Indonesia,
kitab ini telah menyebar di Jazirah
Arab, Afrika, dan beberapa negeri
lain di Asia, dan kini telah mencapai
benua Eropa, Amerika, dan belahan
dunia lainnya. Di Indonesia, daerah
yang paling popular dengan Maulid
Habsy adalah Kalimantan Selatan.
Almarhum K.H. Muhammad Zaini
bin Abdul Gani (Haji Ijai atau Guru
Sekumpul), ulama kharismatik dari
Martapura, Kalimantan Selatan,
mempopulerkan Maulid Habsy
hingga tersebar hingga ke pelosok-
pelosok Kalimantan Selatan.
Maulid Habsyi dibacakan
dengan dinyanyikan dan diiringi alat
musik rebana. Ribuan orang jamaah
mengiringi suara Guru Sekumpul
dengan khidmat, khusuk dan penuh
kesyahduan seperti suara paduan
suara. Maulid Habsyi yang
dipadukan dengan seni suara yang
baik semakin memperkuat fungsi
dakwah. Realitas Maulid Habsyi
sebagai seni dakwah kemudian
menjadi sorotan utama dalam
penelitian ini.
Dakwah mengandung
pengertian menyeru atau ‘mengajak’
orang lain memahami ajaran agama
dan mengamalkannya. Dakwah
Islam dengan demikian adalah
menyeru kepada orang tentang ajaran
dan amalan Islam. Ajaran dan
amalan Islam itu adalah jalan yang
digariskan Allah kepada manusia,
maka dakwah Islam ialah menyeru
manusia kepada jalan Allah
(Gazalba, 1988: 184).
Dakwah dengan media seni
selain bermakna sebagai amar
ma’ruf nahi mungkar ―berlomba-
lomba dalam kebaikan―. Selain itu
juga sebagai aktivitas olah rasa atau
olah qalbu ―hati― baik bagi pelaku
4
maupun pendengarnya. Kegiatan
olah qalbu nantinya menghasilkan
kepekaan dan kualitas hati nurani.
Apabila seseorang mendengar seni
yang kurang baik, maka jiwanya pun
kurang baik pula, demikian halnya
apabila seseorang mendengar seni
yang baik, maka jiwanya baik pula
(Poetra, 2004:21). Hal ini
menegaskan bahwa kepekaan
perasaan, emosi, bahkan tinggi
rendahnya derajat moral masyarakat
juga turut ditentukan oleh sejauh
mana seni difungsikan oleh
kreatornya (Poetra, 2004:10).
Munculya kesadaran
keindahan yang dimiliki oleh
masyarakat muslim di Kalimantan
Selatan dalam mengamalkan ajaran
Islam melalui senandung-senandung
Maulid Habsyi merupakan hal yang
menarik.
Maulid Habsyi menjadi
sarana mengekspresikan rasa
cintanya pada Nabi Muhammad dan
Allah SWT sekaligus sarana
berdakwah. Ajakan di jalan Allah
dengan pendekatan seni bisa sangat
efektif karena dapat menyentuh hati
pendengar maupun pelakunya.
Tersentuhnya hati pendengar atau
pelaku memperlihatkan bahwa seni
―Maulid Habsyi― dan dakwah
yang telah dijelaskan pengertiannya
di atas memperlihatkan keduanya
merupakan satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan. Pernyataan di atas
dapat dijelaskan, bahwa ketika
Maulid Habsyi disenandungkan,
maka kandungan isi seruan kepada
manusia untuk menuju jalan kepada
Allah dapat dihadirkan.
Perkembangan Maulid
Habsyi yang menyebar di wilayah
Kalimantan Selatan dan dipakai
terutama dalam perayaan Maulid
5
Nabi Muhammad SAW
menunjukkan bahwa Maulid Habsyi
merupakan manifestasi seni budaya
Islam yang sangat penting.
Perayaan Maulid Nabi
Muhammad SAW yang merupakan
peringatan hari kelahiran Nabi
Muhammad SAW diselenggarakan
di berbagai daerah dengan bentuk
berbeda-beda dengan melibatkan
unsure seni-budaya daerah setempat.
Di Keraton Solo dan Yogyakarta,
perayaan Maulid Nabi masuk ke
dalam istana yang sarat dengan ritual
adat-istiadat. Sejak masa Kerajaan
Demak, atas usaha Sunan Kalijaga
perayaan Maulid berkembang
dengan istilah grebeg maulud atau
sekaten yang berasal darikata
syahadat tain. Istilah grebeg artinya
“mengeroyok”, ”mengepung”, atau
“mengerumuni”. Hal ini ditandai
dengan dikeluarkannya gunungan
atau nasi tumpeng besar yang
diyakini memberi berkah kepada
siapa saja yang mekakannya, yang
kemudian dikepung dan
diperebutkan banyak orang. Di
Keraton Cirebon, peringatan Maulid
NabiMuhammad SAW diperingati
dengan upacara panjang jimat, yaitu
penyucian pusaka-pusaka keraton.
Di Maluku Utara, masyarakat
Gamkonora menyajikan dabus dalam
perayaan Maulid. Di Takalar
menyebutnya perayaan
maudu’lompoa (maulid besar)
dengan menyajikan pembacaan rate,
sebuah kitab yang ditulis oleh Sayyid
Jalaluddin yang dipercaya sebagai
ajaran tarekat Nur Muhammad.
Di Padang Pariaman,
perayaan maulid berlangsung lama,
bisa mencapai waktu satu setengah
bulan karena perayaan diadakan
secara bergiliran antara satu
6
kampung dengan kampung lainnya.
Acara dimulai dari memasak lamang
sebagai tanda tibanya bulan maulid,
kemudian pembacaan dzikir maulid,
membawa jamba (nasi dengan segala
lauk-pauknya) ke surau dan saling
memberi lamang kepada sanak-
saudara.
Di Madura, sebagaimana
ditulis dalam buku Lebur Seni Musik
dan Pertunjukan dalam Masyarakat
Madura, karya Helene Bouvier,
perayaan maulid Nabi Muhamad
SAW dirayakan secara besar-
besaran. Perayaan Maulid diiringi
kesenian hadrah dan qasidah yang
disertai arak-arakan topeng-topengan
raksasa dan harimau serta tari-tarian.
Di Kalimantan Selatan,
perayaan maulid diperingati dengan
pembacaan syair-syair maulid,
dilanjutkan ceramah agama. Dulu,
syair al-barzandzi, al-Diba’I,
Asyaraf al-Anam sering dibacakan
dalam perayaan maulid diKalimantan
Selatan. Sekarang yang paling sering
dibaca adalah maulid al-Habsyi
B. Rumusan Masalah
Penjabaran latar belakang
masalah di atas selanjutnya
dikerucutkan dalam bentuk rumusan
masalah berikut ini.
1. Bagaimana Kedudukan syair
Maulid al-Habsyi di
Kalimantan Selatan?
2. Bagaimana pembacaan syair
Maulid al-Habsyi di
Kalimantan Selatan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan.
1. Mengetahui proses
persebaran Maulid
Habsyi di Kalimantan
Selatan.
7
2. Manfaat.
1. Bagi kepentingan dunia
akademik, penelitian ini
bermanfaat dan
berkontribusi terhadap
perkembangan seni
Maulid Habsyi.
2. Melalui hasil penelitian
ini diharapkan dapat
digunakan untuk
melengkapi hasil
penelitian lain yang
sejenis mengenai
persolan budaya seni
Islam.
TINJAUAN PUSTAKA
Penulis melakukan tinjauan
pustaka untuk menggali lebih dalam
persoalan-persoalan yang terkait dengan
tema kajian. Teknik yang digunakan
untuk melakukan hal itu adalah dengan
jalan menelusuri berbagai sumber
pustaka atau sumber laporan penelitian
sebelumnya. Beberapa sumber tertulis
dimaksud adalah:
Abdullah Yusof, laporan
penelitian berjudul “Perkembangan Seni
Seni dalam Peradaban Islam di
Nusantara” (1999), Akademi Pengajian
Islam, Universiti Malaya, Kuala
Lumpur. MenurutYusofdi Nusantara,
perkembagan muzik Islam masih terus
berlangsung meski pun tidak seaktif
seni-seni yang dibawa dari Barat. Yusof
menjelaskan para aktivis atau penggiat
seni Islam perlu berhati-hati menghadapi
arus dan gelombang ini dan dalam masa
yang sama para ilmuwan Islam juga
harus memberi bimbingan, pandangan
dan panduan yang tepat agar segala
aktivitas berkaitan seni dalam
masyarakat Islam berlandaskan syariat.
Menurutnya seni dan hiburan pada
dasarnya adalah halal karana ia
merupakan suatu keperluan tabi’i
manusia sebagai makhluk ciptaan Allah.
Penelitian selanjutnya dilakukan
oleh Bagus Susetyo berjudul “Perubahan
8
Seni Rebana menjadi Kasidah Modern
di Semarang sebagai suatu Proses
Dekulturasi dalam Seni
Indonesia”.Penelitian yang diajukan
pada Fakultas Bahasa dan Seni,
Universitas Negeri Semarang tahun
2005 tersebut menyimpulkan bahwa seni
kasidah modern adalah jenis seni yang
bercirikan Islam yang ada di masyarakat
kota Semarang saat ini, dan merupakan
suatu fenomena seni pertunjukan yang
ada di masyarakat seiring dengan
keberadaan seni pertunjukan seni ke-
Islaman yang lain. Menurutnya, jenis
seni ini tidak hadir begitu saja seperti
yang ada sekarang, tetapi mengalami
suatu proses akulturasi, yang
diperkirakan berasal dari bentuk-bentuk
seni Islam yang ada sebelumnya yang
membentuk seni rebana, kemudian
mengalami proses dekulturasi sehingga
terbentuklah seni kasidah modern.
Kaitan antara penelitian Yusof
dan Susetyo ini sama-sama melihat seni
dalam bingkai kebudayaan manusia.
Yusof memaparkan bahwa segala
aktivitas berkaitan seni dalam
masyarakat Islam masih berhubungan
dengan landaskan syariat atau hukum
Islam, sedangkan Susetyo berpijak pada
implementasi syariat, yakni berupa
tahap aktivitas kreatif dalam seni rebana
sehingga dirinya menemukan fakta
bahwa terdapat proses dekulturasi seni
yang menurutnya dihadirkan dalam
bentuk perubahan elemen-elemen
seninya. Susetyo menjelaskan bahwa
pada proses dekulturasi seni rebana
mengalami perubahan budaya seni dan
perubahan elemen-elemen senialnya,
baik pada komposisi seninya maupun
pada bentuk penyajiannya yang
mengakibatkan satu sisi mengalami
kemajuan pada aspek hiburannya dan
pada sisi lain mengalami perubahan
pada nilai-nilai sakral ke-Islamannya.
Manfaat penelitian Yusuf dan
Susetyo adalah memberikan
pengetahuan awal bahwa di dalam seni
Islam terdapat aspek legal ―hukum atau
9
syariat― dalam mengimplementasikan
aktivitas berseni. Bahkan memberi
pengetahuan awal bahwa budaya seni
Islam sebelumnya, turut memberikan
pengaruh atas seni Islam selanjutnya,
yang ini oleh Susetyo dinamakan
dengan dekulturasi seni.
Tinjauan Pustaka di atas
memberikan gambaran mengenai
pembahasan persoalan seni dalam
kebudayaan seni Islam.
E. Landasan Konseptual
Maulid Habsyi sebagai produk
budaya seni Islam, kehadirannya
memperlihatkan bahwa ideseninya
berhubungan dengan kepentingan
penyampaian atau ajakan untuk kembali
menuju jalan Allah. Hal ini
menunjukkan bahwa ide pokok Maulid
Habsyi sebagai seni dakwah adalah
landasan utamanya. Dengan demikian,
unsur-unsur kontekstual seperti norma,
nilai, hingga ajaran keislaman pun tidak
dapat dilepaskan dari Maulid Habsyi.
Secara lebih khusus aspek-aspek
keislaman tersebut melekat pada
kandungan teks Maulid Habsyi,
khususnya pujian kepada
NabiMuhammad SAW.
Maulid Habsyi dengan demikian
adalah cara mengajak umat Islam untuk
mencintai Nabi Muhammad yang telah
menunjukkan jalan menuju Allah.
Maulid Habsyi dalam konteks
kebudayaan mampu memberikan warna
dalam kehidupan manusia, khususnya
adalah umat Islam. Maulid Habsyi
dimainkan untuk menyampaikan makna
agama sekaligus diharapkan mampu
mempengaruhi perasaan pelantuan dan
pendengarnya. Seperti dinyatakan oleh
Sidi Gazalba, bahwa bentuk yang
bermakna itu adalah bentuk daripada
karya seni yang menimbulkan tanggapan
berupa emosi estetik dalam diri
seseorang. Sebaliknya perasaan estetik
adalah perasaan yang digetarkan oleh
bentuk yang bermakna (1988: 93). Seni
10
dakwah dengan demikian adalah hasil
karya seni bunyi dalam bentuk lagu atau
komposisi seni yang di dalamnya berisi
ajakan atau seruan kembali kepada jalan
Allah yang kandungan seninya penuh
makna.
Menurut Dieter Mack dalam
bukunya yang berjudul Seni
Kontemporer dan Persoalan
Interkultural, semua lingkungan
melahirkan berbagai struktur-struktur
dasar yang sangat alami buat setiap
budaya tersebut.Dieter Mack
menegaskan bahwa satu karya seni
memiliki kepentingan mengikat manusia
dari berbagai lingkungan yang berbeda
(2004:100). Pernyataan Mack tersebut
menegaskan bahwa fenomena Maulid
Habsyi sebagai seni dakwah secara
eksplisit memiliki tujuan untuk
mengikat umat dengan kebermaknaan
hidup yang berorientasi pada jalan
Tuhan.
Realitas ini memperlihatkan
seni tidak dapat terlepas dari
kepentingan hidup manusia. Fenomena
ini pula yang turut dilihat dalam
penelitian ini. Seperti dinyatakan Bakdi
Soemanto bahwa kehidupan sebuah
kesenian ―seni―tidak mungkin hanya
diamati sebagai bentuk kesenian
―seni―itu sendiri melainkan harus
didekati dengan melihat bagaimana dan
cara kesenian itu hadir dan bertahan
(2003: 84). Pandangan Soemanto
menjadi dasar dalam melihat bagaimana
sesungguhnya proses hadirnya Maulid
Habsyi sebagai seni dakwah.
Dugaan lain yang diajukan
adalah bahwa hadirnya Maulid Habsyi
yang ditulis oleh Habib Ali bin
Muhammad Alhabsyi tidak terlepas dari
dorongan dalam menyebarkan nilai-nilai
keislaman kepada umat. Nilai-nilai
tersebut terus dihidupi melalui bentuk
seni Maulid Habsyi. Hal ini
menunjukkan bahwa sistem nilai yang
terkandung di dalam Maulid Habsyi
tidak dapat terlepas dari konsepesi
kebaikan yang ada di dalam aturan
11
Islam. Seperti dinyatakan oleh
Koentjaraningrat, menurutnya sistem
nilai kandungannya terdiri dari
konsepsi-konsepsi yang hidup dalam
alam pikiran sebagian besar warga
masyarakat mengenai hal-hal yang harus
mereka anggap amat bernilai dalam
hidup (2000: 25). Hal-hal yang dianggap
baik dalam konteks Maulid Habsyi
adalah segala sesuatu yang tertuang di
dalam aturan hukum Islam, berupa al
Qur’an dan hadis.
Penjelasan di atas turut
ditegaskan oleh Gazalba menurutnya,
segala seni Islam dan khususnya Maulid
Habsyi ialah karya yang mengandung
nilai estetik yang berpadu dengan nilai
etik Islam (1988: 122).Capaian dari
penyampaian sistem nilai yang
kekuatannya ada pada aspek keislaman
adalah terbentuknya akhlak yang islami.
Akhlak adalah sikap rohaniah yang
melahirkan laku perbuatan manusia
terhadap diri sendiri dan makhluk lain,
sesuai dengan seruhan dan larangan
serta petunjuk al Qur’an dan hadis
(Gazalba, 1988: 122).
Munculnya Maulid Habsyi pun
tidak dapat terlepas dari kondisi dan
keadaan umat saat ini yang sudah
dipengaruhi oleh paham materialisme,
yakni paham yang lebih mengedepankan
kehidupan yang berprinsip pada
kesenangan-kesenangan dunia dengan
jalan menggali keuntungan materi
sebanyak-banyaknya.Maulid Habsyi
dalam konteks ini adalah wujud
konsepsi ideal penciptaan karya seni
seni sebagai alternatif hiburan di mana
basiskemunculannya adalah berorientasi
pada dakwah Islam. Seruan dakwah pun
dapat terlihat dalam surat al Qur’an
berikut ini.
“Serulah mereka kepada jalan Allah dengan hikmah, dan nasehat yang baik dan
12
berbicaralah dengan mereka dengan cara yang lebih baik, sesungguhnya Tuhanmu lebih tahu tentang orang yang menyeleweng dari jalan-Nya dan Dia lebih tahu tentang orang-orang yang mendapatkan petunjuk” (Q.S. an Nahl, 16 :125)
Berpijak pada suratan Nahl di
atas Maulid Habsyi berkedudukan
sebagai sarana dakwah, dan hal ini
dipandang sebagai salah satu bentuk
metode dakwah yang memanfaatkan
seni sebagai medianya. Secara intrinsik
Maulid Habsyi pun mengandung
hikmah, nasehat yang baik dan bahkan
pembicaraan yang baik. Dengan
demikian kekuatan Maulid Habsyi
sebagai seni dakwah terletak pada
kandungan-kandungan hikmah yang ada
di dalamnya yang disampaikan kepada
umat.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah
penelitian kualitatif. Kedudukan
peneliti dalam penelitian kualitatif
selain sebagai perencana, peneliti
pun juga berperan sebagai
pengumpul data, analisis, penafsir
data, dan juga menjadi pelapor hasil
penelitiannya (Moleong, 2006:
168).Berdasarkan pandangan
Moleong di atas, peneliti
berkewajiban merencanakan,
mengumpulkan data, menganalisis,
menafsir, dan melaporkan hasilnya
dalam bentuk laporan penelitian.
Untuk tujuan tersebut peneliti
melakukan penyusunan metode
penelitian secara sistematis.Di
antaranya tersusun dalam bentuk
struktur berikut ini.
Peneliti mengambil data di
beberapa wilayah yang memiliki
banyakkelompok maulid habsyi,
serta melaksanakan kegiatan maulid
Nabi Muhammad SAWsecarabesar-
besaran yaitumartapura, Tapin dan
wilayah Hulu Sungai yang terdiri
atas Kabupaten Hulu Sungai Utara,
Hulu Sungai Tengah, dan Hulu
Sungai Selatan.
1. Wawancara
Wawancara adalah langkah
utama dan mendasar dalam
memperoleh data secara langsung di
lapangan. Keterampilan menangkap
informasi yang diberikan narasumber
menjadi hal mutlak yang harus
dilakukan. Wawancara dilakukan
kepada narasumber di antaranya: 1.
Dr. Muhammad Faizal, dosen
Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari
Banjarmasin, tinggal di komplek
Dalam Pagar Martapura, 2. Ahmad
Jayadi, ketua salah satu perkumpulan
kelompok handil maulidan al-Habsyi
14
Desa Telaga Jingah Hilir RT 13,
Kecamatan Labuan Amas Selatan
Pantai Hambawang Kabupaten Hulu
Sungai Tengah, 3) Maskuni, anggota
maulid Habsyi di Kelurahan Kupang,
Tapin, 4. Sukri, anggota maulid
Habsyi di Palajau, Barabai
Dalam penelitian ini
digunakan metode wawancara bebas.
Hal ini dilakukan agar data yang
diperoleh dapat diketahui secara
baik, karena wawancara bersifat
mengalir sehingga kesan formal
dalam berkomunikasi yang mungkin
timbul dapat dihindari. Meskipun
wawancara dilakukan secara bebas,
namun tetap terarah sesuai dengan
fokus penelitian. Adapun alat rekam
yang digunakan untuk wawancara
adalah handpone, seperangkat MP4
digital dan alat tulis.
Adapun di dalam
pengumpulan data wawancara
ditemukan tiga data pokok: (1)
2. Pengamatan
Teknik pengumpulan data
yang lain adalah berupa teknik
pengamatan. Teknik ini dipakai
hampir bersamaan waktunya dengan
wawancara. Pengamatan yang
dilakukan lebih tertuju pada
penggalian data-data yang tidak
terungkap secara lisan tetapi
terinformasikan melalui sikap,
perilaku, tindakan, atau reaksi yang
muncul dari diri pemain seni atau
munsyid.
Pola pengamatan yang
dilakukan ini dipahami turut
membantu dalam memperjelas
bentuk atau wujud dakwah seni.
Pengamatan menjadi alat bantu yang
cukup penting untuk mendapatkan
informasi secara menyeluruh.
15
3. Studi Pustaka
Proses Studi Pustaka ini
dilakukan dengan jalan jelajah buku,
jurnal yang terkait langsung terhadap
objek kajian. Studi ini dilakukan
terhadap berbagai sumber literatur
yang masih memiliki hubungan
dengan data atau informasi yang
menjadi fokus kajian yang sedang
diteliti. Peneliti juga memanfaatkan
perpustakaan digital yang tersebar di
internet untuk mendapatkan sumber
pustaka terkait. Hasil yang diperoleh
cukup membantu peneliti dalam
memetakan perspektif penelitian
sehingga hasilnya dapat digunakan
untuk melakukan analisis.
4. Metode Analisis Data
Data yang diperoleh dan
terkumpul ada kemungkinan sangat
beragam atau bervariasi. Dengan
demikian sebelum dilakukan proses
analisis, data perlu direduksi sesuai
dengan kebutuhan dan terkait dengan
fokus amatan. Proses reduksi yakni
membuang atau mengurangi data
yang diragukan kebenarannya.
Reduksi dilakukan beberapa kali
sampai terkumpul data yang paling
valid dan yang sesuai dengan
kebutuhan analisis.
Penelitian ini menjadikan
seni dakwah sebagai fokus
amatan.Dengan demikian persoalan-
persoalan yang terkait dengan seni
dakwah yang telah dirumuskan
dalam sub-bab rumusan masalah
menjadi batasan dalam analisis.
Dengan demikian untuk melakukan
analisis pembahasan, maka
penelitian ini menggunakan konsep
dakwah dan seni.Konsep dakwah
dipahami sebagai upaya
mengajakkepada
ajaranIslam.Dakwah Islam adalah
16
menyeru kepada ajaran dan amalan
Islam.Ajaran dan amalan Islam itu
adalah jalan yang digariskan Allah
kepada manusia, maka dakwah Islam
ialah menyeru manusia kepada jalan
Allah (Gazalba, 1988: 184).Adapun
seni adalah sebuah bunyi yang
dinamis dan mempunyai makna bagi
manusia, selama bunyi itu
mempunyai makna maka bunyi itu
adalah seni (Eduard, 2001: 37).
Sedangkan menurut Suka Hardjana
bunyi adalah materi yang paling
penting di dalam seni, di sana bunyi
mengalami modifikasi konstruktural
yang artistik dalam bentuk ritme,
melodi, harmoni, dan vitalitas
(Hardjana, 1983: 42).
Adapun untuk menjelaskan
pemahaman seni dakwah peneliti
mengurai terlebih dahulu aspek-
aspek yang turut membentuk
pemahaman dakwah.Setelah
dipahami unsur-unsur yang terlibat
dalam pembentukan konsep dakwah
selanjutnya mengurai aspek-aspek
senial. Di antaranya yang diuraikan
adalah wujud seni, meliputi alat seni
yang digunakan, karya lagu yang
diciptakan, sasaran penonton sebagai
penerima dakwah, serta sajian
pertunjukan yang dilakukan.
PEMBAHASAN
A. Kedudukan syair Maulid al-
Habsyi di Kalimantan Selatan
Kegiatan maulid telah menjadi
tradisi masyarakat muslim sejak lama.
Saat bulan Rabiul Awal umat Islam
secara serempak merayakan Maulid.
Diisi dengan pembacaan perjalanan
hidup Nabi Muhammad SAW dan
ceramah agama seputar kehidupan
beliau yang pada dasarnya bertujuan
untuk memotivasi umat Islam agar
senantiasa mencintai danmengagungkan
Nabi SAW. Untuk membaca sejarah
kehidupan Rasulullah SAW tersebut,
17
ada beberapa kitab maulid yang
dijadikan sebagai rujukan. Kitab-kitab
maulid tersebut umumnya disusun oleh
keturunan Nabi SAW, yang akrab
disebut habib. Ada beberapa kitab
maulid yang sering digunakan, di
antaranya: maulid syarf al-Anam yang
disusun oleh Abd Allah asy-Syarf,
maulid al-Barzanji yang disusun oleh
Jafar Ibn Muhammad al-Barzanji,
maulid ad-Dibai yang disusun Abd ar-
Rahman ad-Diba I, maulid al-Azb yang
disusun Muhammad Abu Abd Allah al-
Azb,dan maulid al-Habsyi (simth ad-
Durar) yang disusun Ali ibn Muhammad
ibn al-Husayn al-Habsyi.
Di Kalimantan Selatan, kitab-
kitab tersebut telah sejak lama beredar
dan sering dibaca ketika peringatan
maulid Nabi Muhammad SAW
berlangsung. Kitab simth ad-Durar yang
dikenal dengan maulid al-Habsyi paling
terkenal di Kalimantan Selatan, karena
dipopulerkan oleh seorang ulama
kharismatik Banjar yaitu KH
Muhammad Zaini bin Abdul Gani
(1948-2005 M) dan menggeser maulid
syarf al-Anam, maulid al-Barzanji, dan
maulid ad-Dibai yang juga pernah
popular pada tempo dulu.
Terdapat tradisi ijazah dalam
mengamalkankitab maulid. Setiap
bacaan yang diambil untuk diamalkan
harus melaluiproses ijazah dari seorang
syekh. Orang pertama yang
memperkenalkan kitab Simtu al-Durar/
al-Habsyi ke Kalimantan
Selatan,khususnya di Martapura,adalah
KH Badaruddin (Guru Ibad). KH
Badaruddin mengambil ijazah kitab al-
Habsyi dari al-Habib Alwi bin Ali al-
Habsyi dari Solo.
Para ulama di Martapura
termasuk KH Muhammad Zaini Abd al-
Ghani atau Guru Sekumpul mengambil
ijazah maulid al-Habsyi dari beliau.
Semasa Guru Sekumpul masih hidup,
banyak murid beliau yang meminta
ijazah kitab al-Habsyi, namun beliau
menyarankan untuk pergi ke Desa
18
Tunggul Irang untuk menemui KH.
Rasyad (Guru Rasyad) dalam meminta
ijazah al-Habsyi, beliau tidak bersedia
memberikan ijazah.
Perbedaan antara KH Badaruddin
dengan KH Muhammad Zaini abd al-
Ghani dalam pengamalan kitab al-
Habsyi adalah pengembangan syair-
syair maulid dalam Simtu al-Durar (al-
Habsyi). KH Badaruddin murni
mengambil dari Simtu al-Durar.
Sementara KH Muhammad Zaini abd al-
Ghani melakukan pengembangan
khususnya pada syair-syair maulid. KH
Muhammad Zaini abd al-Ghani
mengambil syair-syair maulid dari kitab-
kitab maulid lainnya. Selain itu, beliau
juga melakukan modifikasi dalam
amaliah maulid al-Habsyi menjadi
bentuk tersendiri.
Dalam Simtu al-Durar terdapat
bagian-bagian cerita (rawi) yang ditulis
cukup panjang. Rawi-rawi ini
menceritakan peristiwa sejarah hidup
(shirah al-Nabawiyah) yang dimulai
peristiwa menjelang kelahiran, saat
kelahiran, peristiwa isra’ mi’raj, hingga
peristiwa meninggal Nabi Muhammad
SAW.
Oleh KH Muhammad Zaini abd
al-Ghani rawi-rawi tersebut hanya
diambil sebagian saja dari Simtu al-
Durar. Sementara syair-syair banyak
diambil dari berbagai sumber rujukan
dan dikemas menjadi al-Habsyi versi
Sekumpul. Syair-syiar maulid yang
dipopulerkan beliau telah dihimpun oleh
al-Qusyairy.
KH Muhammad Zaini abd al-
Ghani juga dikenal sebagai ulama
kharismatik yang memiliki suara merdu.
Beliau juga piawai membuat lirik lagu
maulid yang diambil dari Simtu al-
Durar dan sumber kitab lainnya.
Alat musik rabana atau terbang
dalam mengiringi lantunan syair maulid
oleh KH Muhammad Zaini abd al-Ghani
dikembangkan oleh para murid beliau
dan direstui oleh beliau. Semasa beliau
masih hidup, alat musik rebana tidak
19
rutin digelar, tergantung situasi.
Pembacaan syair maulid hanya sebagai
pengantar dalam memulai kegiatan
majlis taklim yang beliau pimpin. Alat
musik yang mengiringi pembacaan kitab
maulid hanya terbatas pada alat musik
rebana atau terbang. Namun
sepeninggal beliau, terjadi modifikasi
terhadap lagu-lagu, aransemen dan alat
musik. Alat musik berkembang menjadi
beberapa jenis terbang, ada yang
berukuran besar (bass), ada yang
berukuran kecil (marawis).
Foto: KH Muhammad Zaini abd al-
Ghani
Proses pengembangan dan
modifikasi yang dilakukan KH
Muhammad Zaini abd al-Ghani bersama
murid-muridnya inilah yang membuat
maulid Simtu al-Durar (al-Habsyi)
popular dan menggeser kitab maulid lain
yang sudah popular sebelumnya.
Kepopuleran karya KH Muhammad
Zaini abd al-Ghani tidak hanya di
wilayah Kalimantan Selatan Saja dan
untuk perayaan Maulid Nabi saja.
Dalam industri musik religi,
karya-karya KH Muhammad Zaini abd
al-Ghani juga dilantunkan penyanyi
Hadad Alwi dan Sulis, serta Emha
Ainun Najib (Cak Nun) bersama
kelompok musik Kyai Kanjeng.
Kebesaran KH Muhammad Zaini
abd al-Ghani sebagai ulama sangat
identik dengan amaliyah pembacaan
syair maulid al-Habsyi. Ada murid-
murid beliau dari Martapura, yaitu: KH.
Munawwir dan H. Abdul Hakim yang
menulis syair sebagai penghormatan
kepada KH Muhammad Zaini abd al-
Ghani. Syair berjudul Ya Syaikhana Ya
Zaini Anta Murabbihunidan Ya
Syaikhana Ya Zaini Gani tersebut juga
sering disisipkan dalam pembacaan syair
maulid al-Habsyi.
20
B. Perayaan Maulid Nabi dan
Pembacaan al-Habsyi dalam
Budaya Masyarakat
Kalimantan Selatan.
B.1. Musik Rebana dan
Nyayian Maulid
Dalam perayaan Maulid Nabi,
masyarakat muslim di Kalimantan
Selatan membacakan kitab maulid yang
diiringi dengan musik rebana. Dasar
penggunaan musik ini, di antaranya
adalah ayat dalam Kitab al-Sirat al-
Halabiyyah Juz 3, halaman 99, Zad al-
Ma’aad juz 1halaman 1297, Fath al-
Bari juz 8 halaman 469 tentang kisah
para sahabat pada saat Rasulullah SAW
masih hidup. Saat para sahabat
mendengar kabar bahwa Nabi
Muhammad SAW akan hijrah ke
Madinah, para sahabat yang berada di
Madinah sudah sangat merindukan
kehadiran Nabi. Mereka setiap hari
menanti kedatangan Nabi Muhammad
SAW di batas Kota Madinah. Saat Nabi
Muhammad SAW datang bersama Abu
Bakar al-Shiddiq datang ke Kota
Madinah, para sahabat menyambut
dengan suka cita. Mereka meluapkan
ekspresi kegembiraan yang tidak bisa
digambarkan dengan kata-kata. Mereka
menyanyikan syair dengan diiringi
musik rebana.
Mereka bersyair:
“Telah terbit bulan purnama
menyinarikami dari bukit wada’. Maka
kita wajib bersyukur tibanya sang dai
yang menyeru di jalan Allah”
Masyarakat Madinah juga
menyenandungkan syair yang diiringi
musik rebana untuk menyambut Nabi
Muhammad SAW saat pulang dari
Perang Tabuk. Sepanjang hidupnya,
Rasulullah SAW tidak pernah melarang
senandung syair dan tabuhan rebana,
termasuk senandung syair dan musik
21
rebana yang dimainkan untuk
menyambut beliau. .
Dalil berikutnya yang dipakai
umat Islam untuk memainkan musik
rebana adalah Sunan al- Tirmidzi yang
di dalamnya menyebutkan bahwa ketika
Nabi Muhammad SAW pulang dari
sebuah peperangan, seorang budak
wanita berkulit hitam datang menemui
Nabi Muhammad SAW sambil
membawa rebana dan berkata:
“Wahai Rasulullah SAW, aku
telah bernadzar, jika Allah
mengembalikan dirimu dalam keadaan
selamat, maka aku akan memainkan
rebana dan bernyanyi di hadapanmu. .
Rasulullah SAW menjawab,”jika kau
telah bernadzar maka
tunaikanlah,namun jika tidak bernadzar
maka jangan.”. Wanita itu pun
menunaikan nadzarnya. Ia menyanyi
dan menabuh rebana cukup lama. Satu
per satu sahabat Nabi, yaitu: Abu Bakar,
Utsman, dan Ali datang menemui Nabi
Muhammad. Budak itu tetap memainkan
rebana dan menyanyi. Nabi Muhammad
tetap mendengarkan. Ketika Umar Bin
Khattab tiba, wanita itu berhenti dan
segera menyembunyikan rebananya dan
mendudukinya,sebab ia takut terhadap
Syaidina Umar yang terkenal keras dan
tegas. Setelah keempat sahabat tersebut
berkumpul, Nabi Muhammad SAW
bersabda, “ sesungguhnyasyetan pasti
takut kepadamu,wahai Umar. Ketika aku
duduk,ia tetapmanabuh rebana. Ketika
Abu bakar dan Utsman masuk,ia
tetapmenabuh rebana. Ketika Ali masuk,
ia tetap memainkan rebana. Tetapi saat
engkau masuk,wahaiUmar, wanita itu
segera membuang rebananya (HR
Tirmidzi).
Hadis di atas menunjukkan bahwa
lantunan syair diiringi musik rebana
22
sudah ada sejak jaman Nabi Muhammad
dan beliau tidak melarangnya. Ini
termasuk sunnah taqririyah, suatu
tindakanyang dilakukanpara
sahabat,beliau melihat atau mendengar
tetapi tidak melarangnya.
Sebagian muslim di Kalimantan
Selatan juga ada yang menolak perayaan
Maulid Nabi Muhammad SAW dengan
menggunakan alat musik rebana,
khususnya di dalam masjid. Mereka
menggunakan dalil yang terdapat dalam
kitab al-Bida’ al-Hauliyah yang ditulis
oleh Abdullah bin Abdul Aziz al-
Tuwaijiry. Dalam kitab tersebut
dijelaskan tentang haramnya perayaan
maulid, termasuk hal-hal yang berkaitan
dengan perayaan tersebut seperti
pembacaan syair diiringi musik rebana.
Dalam kitab tersebut disebutkan bahwa
perayaan maulid dan hal-hal yang
berhubungan dengan perayaan tersebut
dikatakan sebagai bid’ah yang tidak
dikerjakan Nabi Muhammad SAW,
sahabat-sahabatnya, tabi’in, dan tabi’it
tabi’in berdasarkan hadis Nabi
Muhammad SAW:
“Barang siapa yang mengerjakan
suatu perbuatan yang tidak kami
perintahkan, maka amalnya itu ditolak”
(diriwayatkan Muslim).
Hadis lain diriwayatkan oleh
Imam Ahmad:
“Sesungguhnya siapa yang akan
hidup di antara kalian sesudahku, kelak
akan melihat ada banyak perbedaan.
Oleh karena itu, hendaklah kalian
berpegang teguh kepada sunnahku dan
sunnah para khulafaurrasyidin yang
mendapat hidayah,maka berpegang
teguhlah kepadanya dan gigitlah ia
dengan gigi geraham. Jauhilah segala
perkara yang baru karena segala perkara
yang baru itu adalah bid’ah dan setiap
bid’ah adalah sesat”
Kesimpulan dalam kitab tersebut
menyebutkan bahwa perayaan maulid
23
dan hal-hal yang berkaitan dengan
perayaan maulid adalah bid’ah yang
tidak semestinya dikerjakan umat Islm.
B.2 Perayaan Maulid Nabi di
Kalimantan Selatan.
Perayaan Maulid Nabi merupakan
peringatan hari kelahiran Nabi
Muhammad SAW yang jatuh pada
tanggal 12 Rabiul Awal tahun Hijriah.
Pada masa Nabi Muhammad SAW
masih hidup belum ada perayaan hari
kelahiran beliau. Perayaan Maulid Nabi
baru dilakukan jauh setelah Nabi
Muhammad SAW wafat.
Di Kalimantan Selatan,
pelaksanaan perayaan Maulid Nabi tidak
diketahui sejak kapan. Tidak ada sumber
tertulis yang menjelaskan sejarah
Maulid Nabi di Kalimantan Selatan
secara jelas. Satu-satunya sumber yang
bisa diperoleh adalah sumber lisan yang
berkembang atau melalui wawancara
dengan tetuha masyarakat.
H.Utuh Tiga (96 tahun), tokoh
masyarakat di Barabai, menyebutkan
bahwa perayaan Maulid Nabi di Hulu
Sungai Tengah sudah ada sejak ia masih
kecil. Waktu itu perayaan Maulid Nabi
sudah menjadi tradisi di Barabai.
Perayaan Maulid Nabi yang awalnya
masih sederhana lambat-laun semakin
berkembang sesuai jamannya.
Dalam perayaan hari kelahiran
Nabi Muhammad SAW tersebut
dibacakanlah dan dinyanyikan tulisan-
tulisan yang berisi pujian kepada Nabi
Muhammad SAW, di antaranya: Kitab
syarf al-Anam yang disusun oleh Abd
Allah asy-Syarf, maulid al-Barzanji
yang disusun oleh Jafar Ibn Muhammad
al-Barzanji, maulid ad-Dibai yang
disusun Abd ar-Rahman ad-Diba I,
maulid al-Azb yang disusun Muhammad
Abu Abd Allah al-Azb dibacakan dalam
perayaan Maulid Nabi dan maulid al-
Habsyi (simth ad-Durar) yang disusun
Ali ibn Muhammad ibn al-Husayn al-
Habsyi. Maulid al-Habsyi (simth ad-
24
Durar) menempati posisi istimewa dan
sering dibacalkan di Kalinantan Selatan
setelah dipopulerkan Guru Sekumpul
Dalam perayaan maulid al-Nabi
berbagai ritual dan perilaku
keberagamaan beraneka warna sebagai
refleksi dari kebesaran dan keutamaan
dari bulan maulid.Berikut ini
digambarkan secara sekilas tentang
pelaksanaan perayaan maulid di
berbagai daerah di Kalimantan Selatan.
B.2.1. Perayaan Maulid di Sekumpul,
Martapura
Martapura dapat dianggap sebagai
pusat penyebaran agama Islam di
Kalimantan Selatan. Di Martapura
pernah hidup ulama besar Syekh
Arsyad al Banjari dan Muhammad
Zaini Abd al-Ghani atau terkenal
dengan sebutan Guru Sekumpul.
Keduanya sangat terkenal dan memiliki
pengaruh besar di wilayah Kalimantan
Selatan. Sampai saat ini kehidupan
keagamaan di Martapura sangat kental.
Banyak ulama dan santri di pondok-
pondok pesantren di Martapura. Bupati
Kabupaten banjar yang berpusat di
Martapura saat penelitian ini dilakukan
juga dijabat seorang ulama, yaitu KH
Khalilurrahman.
Sejak awal tahun 1990-an, KH
Muhammad Zaini Abd al-Ghani mulai
terkenal ke berbagai wilayah. Dalam
majlis taklim yang beliau
selenggarakan, KH Muhammad Zaini
Abd al-Ghani sering membacakan syair
al-Habsyi yang diiringi musik terbang
oleh murid-muridnya. Pembacaan syair
al-Habsyi yang dilakukan KH
Muhammad Zaini Abd al-Ghani ini
kemudian menyebar ke berbagai
wilayah Kalimantan Selatan dan
menjadi kiblat bagi pembacaan al-
Habsyi di tempat lain; cara
membacakan syair al-Habsyi, nada-
nada yang digunakan, cengkok lagunya,
hingga pukulan rebananya meniru Guru
Sekumpul.
25
Foto: Maulid Habsyi di Martapura
Di Langgar Ar Raudhah, langgar
peninggalan KH Muhammad Zaini Abd
al-Ghani, pembacaan syair al-Habsyi
tidak hanya dilakukan saat perayaan
Maulid Nabi Muhammad SAW, tetapi
secara terus-menerus seminggu dua
kali.
Perayaan Maulid Nabi dilakukan
dengan meriah. Ribuan orang dari
berbagai wilayah Kalimantan biasanya
datang ke Martapura pada puncak
perayaan Maulid yang dilaksanakan
pada tanggal 12 Rabiul Awal, Para
pejabat, pengusaha, dan para dermawan
berlomba-lomba dalam acara tersebut,
baik dalam bentuk memberi konsumsi
maupun menyumbangkan uang. Para
warga di kompleks Sekumpul pun
membuka pintu rumahnya untuk para
tamu yang hadir ke Sekumpul.
B.2.2. Perayaan Maulid di Kabupaten
Tapin
Di gerbang masuk Kota Rantau,
Ibukota Kabupaten Tapin ingin, tertulis
kata “Serambi Madinah” yang secara
tidak langsung menunjukkan bahwa
kehidupan agama Islam di Kabupaten
Tapin sangat kuat.
Masyarakat Kabupaten Tapin
merayakan acara maulid Nabi
Muhammad SAW sebulan penuh
selama bulan Rabiul Awal. Kegiatan
dilangsungkan siang dan malam hari.
Perayaan yang paling besar dilakukan
pada tanggal 12 Rabiul Awal.
Foto: Maulid Habsyi di Rantau,
Tapin
26
Perayaan maulid Nabi
berlangsung meriah. Maulid nabi
menjadi perwujudan ekspresi agama,
budaya, sekaligus ajang silatirahmi
besar. Bila acara maulid digelar oleh
satu keluarga, maka keluarga yang lain
wajib datang ke acara itu. Kehadiran
tetangga, keluarga dan tamu dianggap
sebagai bentuk penghargaan bagi
penyelenggara acara itu.
“Bila ada keluarga yang tak hadir
dalam acara itu, maka keluarga tersebut
dianggap kurang harmonis
hubungannya. Nantinya bila keluarga
yang tidak hadir dalam acara itu
menyelenggarakan acara maulid maka
keluarga yang lain tidak datang” kata
Maskuni, warga Kelurahan Kupang,
Kabuapten Tapin.
Hukum sosial di berlakukan.
Seorang warga yang mau mendatangi
undangan orang lain akan didatang
orang lain saat ia menyelenggarakan
acara maulid. Sebaliknya, bila ia tidak
mendatangi undangan orang lain maka
saat ia mengundang orang lain maka
orang lain akan membalasnya dengan
cara tidak datang.
Meskipun tidak tertulis, hukum
sosial ini sangat efektif untuk
merekatkan hubungan masyarakat
melalui silaturahmi dengan cara saling
mengunjungi. Maka bila satu keluarga
menyelenggarakan maulid maka semua
orang yang diundang akan datang.
Peserta tidak hanya berasal dari satu
desa saja. Masyarakat dari desa lain,
bahkan dari luar daerah pun ikut
datang. Undangan tidak hanya bersifat
individu, tetapi juga bersifat kolektif
mewakili desa. Menghadiri maulid
dianggap lebih sakral dibanding
lebaran, baik lebaran Idul Adha
maupun Idul Fitri.
Ada kelompok-kelompok
masyarakat dari kampung lain yang
datang mewakili kampung. Saling
berbalas-balasan menghadiri undangan.
Orang datang berkelompok dengan naik
mobil mapun sepeda motor. Maka
27
selama Rabiul Awal jalan-jalan di
Kabupaten Tapin juga tampak meriah
dengan mobil-mobil pick up yang hilir
mudik mebawa orang-orang berpakaian
putih.
Perayaan Maulid Nabi
Muhammad SAW menjadi acara paling
besar dan meriah di Kabupaten Tapin.
Tidak ada acara lain yang melebihi
meriahnya acara perayaan maulid.
Perayaan dipusatkan di langgar
atau masjid. Semua orang berkumpul di
masjid membacakan syair maulid al-
Habsyi dan ceramah keagamaan.
Setelah seluruh rangkaian acara di
langgar atau masjid selesai warga
kemudian berkeliling mengunjungi
keluarga satu per satu. Sehingga
perayaan maulid bersifat kolektif
sekaligus pribadi.
B.2.3. Perayaan Maulid di Hulu
Sungai
Masyarakat Hulu Sungai
merayakan Maulid Nabi dengan sangat
meriah. Mereka melakukan perayaan
selama sebulan penuh pada bulan
Rabiul Awal, pada siang maupun
malam hari.
Ahmad Jayadi, ketua salah satu
perkumpulan kelompok handil
maulidan al-Habsyi Desa Telaga Jingah
Hilir RT 13, Kecamatan Labuan Amas
Selatan Pantai Hambawang Kabupaten
Hulu Sungai Tengah, menjelaskan
bahwa awal mula semaraknya perayaan
maulid al-Nabi di Hulu Sungai dimulai
pada awal tahun delapan puluhan.
Waktu itu perayaan maulid mulai
dilakukan siang dan malam hari selama
satu bulan Rabiul Awal, terutama oleh
masyarakat Kecamatan Barabai Kota
dan sekitarnya. Saat itu syair-syair yang
dibawakan adalah syair al-Barzanji
atau al-Diba’I dan/atau Syaraf al-Anam
yang waktu itu masih sangat terkenal.
Masyarakat di daerah Hulu Sungai pada
waktu itu belum mengenal syair-syair
28
al-Habsyi/Simtual-Durar. Baru pada
awal tahun sembilan puluhan syair-
syair al-Habsyi mulai sering
dilantunkan dalam perayaan Maulid
Nabi di wilayah Hulu Sungai seiring
dengan terkenalnya seorang ulama
besar atau Tuan Guru KH Muhammad
Zaini Abd al-Ghani atau terkenal
dengan sebutan Guru Sekumpul yang
memopulerkan syair al-Habsyi. Syair
al-Habsyi kemudian menggeser syair
al-Barzanji, al-Diba’I dan Syaraf al-
Anam. Syair Syaraf al-Anam bahkan
sekarang sudah sangat jarang
dilantunkan.
Foto: Maulid Habsyi di Kab Hulu
Sungai Tengah Di Desa Buntu Karau, salah satu
desa di Kecamatan Juai, Kabupaten
Balangan, acara perayaan Maulid Nabi
diselenggarakan di rumah-rumah warga
tetapi pusat kegiatan perayaan
dilaksanakan di masjid. Dana perayaan
dipersiapkan selama setahun
sebelumnya melalui arisan maulid,
yaitu dengan cara mencicil seminggu
sekali. Undangan yang hadir pada saat
upacara perayaan maulid adalah sanak
keluarga, penduduk desa setempat, dan
penduduk desa sekitarnya.
Diawali dengan pembacaan ayat
suci al-Quran oleh qari. Lalu syair
maulid al-Habsyi dibaca oleh
perkumpulan maulid dari desa
setempat. Setelah itu disampaikan
tausyiah (ceramah agama) yang
biasanya disampaikan seorang habaib
(keturunan Nabi Muhammad SAW),
dan doa.
Maulid Habsyi di Kandangan, Hulu
Sungai Selatan
29
Kehadiran habaib atau keturunan
NabiMuhammad SAW ini bagi
masyarakat Hulu Sungai dipandang
memiliki arti tersendiri dalam rangka
memeroleh keberkahan dan syafaat
(pertolongan) dari Rasulullah SAW.
Masyarakat Hulu Sungai bahkan juga
percaya bahwa pada saat acara maulid
ini dilangsungkan ruh Nabi Muhammad
juga datang bertamu memberikan
syafaat.
PENUTUP
A. Simpulan
Maulid Habsy atau Maulid
Simthud Durar terkenal dan menyebar
ke berbagai wilayah Kalimantan
Selatan, serta menggeser kitab maulid
lain yang sudah popular sebelumnya
setelah dipopulerkan oleh ulama besar
Banjar, yaitu KH Muhammad Zaini abd
al-Ghani atau Guru Sekumpul. Maulid
Habsy dipakai dalam perayaan maulid
Nabi Muhammad SAW karena berisi
puji-pujian kepada Nabi Muhammad
SAW. Selain itu, maulid Habsyi juga
dibawakan dengan lantunan seni suara
yang diiringi dengan musik terbang.
Guru Sekumpul selalu melantunkan
syair Maulid Simthud Durar dengan
suara yang merdu diiringi music terbang
dan suara “koor’ jamaah yang
menyertainya.
KH Muhammad Zaini abd al-
Ghani melakukan pengembangan dan
modifikasi syair maulid Simtu al-Durar
(al-Habsyi) bersama murid-muridnya.
Guru Sekumpul melakukan
pengembangan khususnya pada syair-
syair maulid, mengambil syair-syair
maulid dari kitab-kitab maulid lainnya,
dan melakukan modifikasi dalam
amaliah maulid al-Habsyi menjadi
bentuk tersendiri.
Alat musik rabana atau terbang
dalam mengiringi lantunan syair maulid
oleh KH Muhammad Zaini abd al-Ghani
dikembangkan oleh para murid beliau
dan direstui oleh beliau. Namun
sepeninggal beliau, terjadi modifikasi
terhadap lagu-lagu, aransemen dan alat
30
musik. Alat musik berkembang menjadi
beberapa jenis terbang, ada yang
berukuran besar (bass), ada yang
berukuran kecil (marawis).
B. Rekomendasi
1. Seni penting untuk
memperkuat syiar agama.
Para pendakwah sebaiknya
bisa memahami seni serta
memiliki keterampilan seni,
khususnya seni suara untuk
memperkuat dakwahnya atau
melakukan kolaborasi dengan
para seniman.
2. Seniman sebagai bagian dari
masyarakat perlu memahami
persoalan-persoalan
kemasyarakatan, termasuk
soal agama, sehingga bisa
memberikan isi karya seninya
dengan nilai-nilai agama.
DAFTAR PUSTAKA
Daud, Alpani. Islam dan Budaya Banjar. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada. 1997
Eduard, Pieter. Alat Musik Jawa Kuno. Yogyakarta: Mahardika. 2001.
Gazalba, Sidi. Islam danKesenian, Relevansi Islam dan Seni Budaya. Jakarta: Pustaka Alhusna. 1988.
Hardjana, Suka. Estetika Musik. Jakarta: Proyek Pengadaan Buku Pendidikan Menengah Kejuruan. 1983.
Muttaqin, Moh. Seni Musik Klasik Jilid 1 untuk SMK.Jakarta :Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. 2008.
Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2006.
Nugroho, Panji Suryo. “Membongkar Mitos Musik Pop Religi Dalam Mitologi Budaya Massa Islam Di Indonesia: Semiotika Sampul Album Pop Religi Ungu”. Tesis S2 diajukan pada Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang 2008.
Poetra, Adji Esa. Revolusi Nasyid.
31
Bandung: MOS Publishing. 2004
Soemanto, Bakdi. “Kesenian: Tarik Menarik Antara Nasional dan Daerah” Dalam Sal Murgiyanto, Rustopo, Santoso dan Waridi, Mencermati Seni Pertunjukan I Prespektif Kebudayaan, Ritual, Hukum. Surakarta: The Ford Fondation dan Progaram Pasca Sarjana STSI Surakarta. 2003.
Susetyo, Bagus. “Perubahan Musik Rebana menjadi Kasidah Modern Di Semarang sebagai suatu Proses Dekulturasi dalam Musik Indonesia” dalam Jurnal Harmonia: Jurnal Pengetahuan dan Pemikiran Seni Vol. VI No. 2/Mei-Agustus 2005.
Sunarto, Bambang. 2006. “SholawatCampurngaji: Musikalitas, Pertunjukan, dan Maknanya”. Tesis-S2.ISI Surakarta.
Sutrisno, Mudji. “Seni, Cipta dan Politik” dalam Teks-Teks Kunci Estetika: Filsafat Seni. Yogyakarta: Galang Press. 2005.
Sofwan, Risdin. Merumuskan kembali Interelasi Islam-Jawa. Yogyakarta: Gama Media, 2004.
Yusof, Abdullah. “Perkembangan Seni Musik dalam Peradaban
Islam di Nusantara”. Di ajukan pada Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaya, Kuala Lumpur. 1999.