Peritonsillar Abscess

download Peritonsillar Abscess

of 12

Transcript of Peritonsillar Abscess

Peritonsilar absess

Disusun oleh: Barnabas I Wayan Tirta /10.2012.178Tutor: dr. Retno Praptaningsih, Sp.THT

fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaRS Panti Wilasa Dr. Cipto

Definisi 1,2Merupakan infeksi yang paling sering terjadi pada leher dan kepala, umumnya didapatkan pada pasien dewasa muda ( usia 20-40 tahun). Sesuai namanya, merupakan abses yang terjadi pada rongga sekitar tonsil. Tonsil yang sering terkena adalah tonsil palatina, berdasarkan kondisi anatomisnya, di sekitar tonsila palatina terdapat space yang memungkinkan sebagai tempat terbentuknya pus. Anatomy 2,3tonsila palatina terletak pada daerah faring tepatnya pada orofaring. Faring merupakan bagian atas dari saluran pernfafasan dan cerna yang terbentuk dari basis tengkorak (basis oksiput dan basis spenoid) ke bawah sampai tulang rawan krikoid laring setinggi os. Cervical 6. Rongga faring dibagi menjadi 3 bagian NasofaringBatas nasofaring : a) Depan : koana (nares posteriror) berhubungan dengan rongga hidungb) Atas: basis tengkorak c) Belakang : vertebra servikal yang dipisahkan oleh fasia prevertebra danM.capitis longus dan M. cervicisd) Kanan kiri (lateral): dinding medial leher e) Bawah : palatum moleBeberapa bangunan yang berada di nasofaring: a) Ostium tuba eustachius , berada di dinding lateral nasofaring, kira-kira 1-1 cm di belakang konka inferior. Muara ini di bagian atas dan belakang dikelilingi tonjolan pars kartilago tuba (torus tubarius)b) Adenoid (tonsila faringeal) terletak di dinding belakang atas nasofaring, merupakan kelenjar limfe sub-mukosa. c) Resessus faring (fossa rosenmulleri), terletak dibaelakang torus tubarius. Merupakan tempat predileksi dari Ca nasofaring. d) Ismus nasofaring, batas antara nasofaring dan orofaring yang menutup waktu menelan karena gerakan elevasi palatum mole ke posterior dan kontraksi spingter palato faring. OrofaringBatas-batas orofaring: a) Atas : nasofaring (palatum mole) b) Depan : rongga mulut dengan lengkung palatum dan uvula c) Belakang: vertebra servikalis 2-3d) Lateral: dinding dalam leher lanjutan nasofaring e) Bawah : tepi atas epiglotis Beberapa bangunan yang terdapat di orofaring : a) Tonsila palatinaTerletak di dinding lateral kanan dan kiri di resessus tonsilaris antara pilar anterior dan posterior. Pilar anterior dibentuk oleh M. Palatoglosus. Pilar posterior dibentuk oleh M. Palatofaring. b) Fossa supratonsilaris Merupakan daerah mukosa di atas tonsil berbentuk segitiga diantara pilar anterior dan pilar posterior.c) Tonsila lingualisTerletak pada basis lidah (sepertiga posterior lidah) LaringofaringBatas-batasnya: a) Atas : orofaring (setinggi tepi atas epiglotis) b) Depan : tepi belakang epiglotis dan berhubungan dengan laring lewat pintu laringc) Belakang: lanjutan dinding belakan orofaring pada C3,4,5,dan 6d) Lateral : lanjutan dinding lateral orofaring. e) Bawah : tepi atas pintu masuk esofagus. Tepi belakang bawah krikoid, batas depan.

gambar 1 faring 3

Pada pertonsilar abses, sering terdapat timbunan pus di fossa supratonsilar yang merupakan space antara tonsil dengan batas-batasnya. Space ini terdiri dari jaringan ikat yang longgar sehingga memungkinkan kuman untuk membentuk pus atau abscess.

gambar 2 fossa supratonsilaris 3Etiologi 1,2,4 Penyebab dari terjadinya peritonsillar abses adalah infeksi dari kuman yang sering disertai dengan mekanisme pembersihan dari kelenjar weber yang terganggu. Megenai mekanisme kelenjar weber akan dijelaskan lebih jauh pada patofisiologi. Kuman yang sering menimbulkan peritonsillar abses adalah golongan kuman aerob dan anaerob gram positif. Berdasarkan hasil kultur, streptococcus beta-hemolitikus mempunyai prevalensi tersering.

gambar 3 kuman penyebab peritonsil abses 2

Patofisiologi2 Patofisiologi sebenarnya kurang diketahui dari peritonsilar absess. Namun ada beberapa teori yang dapat digunakan. Yang pertama adalah terbentuknya exudative tonsilitis yang berkembang menjadi peritonsilitis, selanjutnya menjadi pembentukan abses pada rongga peritonsil. Yang kedua adalah teori mengenai kelenjar weber. Tonsil mempunyai mekanisme sendiri untuk membersihkan permukaannya dari sisa-sisa makanan maupun debris yang berkumpul. Kelenjar weber mempunyai fungsi tersebut. Kelenjar weber terletak pada space di palatum molle, berisi 20-25 kelenjar saliva. Kelenjar ini dihubungkan ke tonsil melalui sebuah ductus. Fungsi kelenjar ini telah dijelaskan di atas. Apabila terjadi inflamasi pada kelenjar ini, maka debris dan infeksi lokal dapat terjadi. pus terbentuk pertama-tama pada bagian palatum mole, daerah kelenjar weber.

Gejala Klinis 2,4,5Pasien dengan peritonsilar abses biasanya datang dengan keluhan tampak sakit, demam, lemas, suara serak,kesulitan menelan(disfagia), halitosis (bau mulut) serta nyeri pada saat menelan. Nyeri pada tenggorokan dirasakan dominan. Karena abses lebih sering terjadi pada satu sisi tonsil saja, nyeri lebih dominan dirasakan pada bagian yang terkena. Pasien juga mengalami kesulitan membuka mulut, gejala ini disebut trismus. Terjadi akibat adanya inflamasi dari otot pterygoid dan dinding lateral dari faring. Akibat pembengkakan ini liur terkumpul dan pasien mengalami drooling. Ketika bersuara pasien mengeluarkan suara yang serak , suara ini khas disebut sebagai hot potato voice. Tidakjarang ditemui adanya gangguan pada pendengaran apabila telah terdapat penutupan tuba. Gangguan pendengaran dapat disertai dengan nyeri telinga (oralgia) pada sisi ipsilateral. Pemeriksaan fisik 1,2 Beberapa pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan : Pemeriksaan faring Dapat dilakukan dengan memakai lampu kepala atau lampu untuk menerangi faring, disertai spatel tongue. Pasien diminta untuk menjurlurkan lidah sambil mengatakan AA. Dengan ini maka tonsil dapat terlihat lebih jelas. Dilihat bentuk tonsil , apakah terdapat perbesaran, pus, abses, pembengkakan pada organ sekitar tonsil. Umunya pada penderita peritonsilar abscess ditemukan pembesaran tonsil yang unilateral. Letak tonsil menjadi inferior medial disertai dengan dislokasi dari uvula dan palatum molle. Pilar anterior berwarna merah dan membesar. Pemeriksaan ini dipersulit dengan kondisi pasien yang tidak jarang mengalami trismus.

gambar 4 pembengkakan palatum molle disertai pembesaran tonsil unilateral 2

Pemeriksaan KGB ( Kelenjar Getah Bening )Pemeriksaan dapat dilakukan dengan meraba dari belakang daerah kelenjar getah bening pada leher dengan kedua tangan. Pada peritonsilar abses biasanya didapatkan pembesaran kelenjar getah bening ipsilateral pada daerah servikal.

Pemeriksaan penunjang CT scan Dapat dipakai untuk dijadikan sarana pembantu diagnosis peritonsilar abses. Pada perjalannya peritonsilar abses perlu dibedakan dengan selulitis peritonsil. 2 bentuk ini mirip, hanya pada selulitis peritonsil belum terbentuk pus atau nanah. Dapat dikatakan pula selulitis peritonsil merupakan perjalanan sebelum menjadi abes peritonsil. Untuk dapat membedakan keduanya dapat dilakukan pemeriksaan CT scan ini. Pada CT scan didapatkan adanya gambaran pus dan pembesaran tonsil.1

gambar 5 CT scan pada pasien peritonsilar abses 2

Ultrasonografi Intraoral ultrasonografi dapat dijadikan salah satu sarana pembantu diagnostik. Pemeriksaan ini simple, noninvasive dan dapat pula membedakan selulitis dan keberadaan abses dengan akurat. Pemeriksaan ini dapat mengarahkan dengan tepat dimana abses tepatnya berada, dengan kata lain pemeriksaan ini membantu tindakan drainage abses. 1

Aspirasi abses

Merupakan tindakan yang dapat dijadikan sarana diagnostik maupun sebagai terapi. Sebelum melakukan insisi atau drainage posisikan kepala pasien dalam posisi menunduk untuk mencegah adanya pus yang teraspirasi. Setelah di insisi, pus dapat dikirim untuk dilakukan kultur. 2Prosedur tindakan drainage abses : a) Sisi yang akan diaspirasi diberikan anestesi. Anestesi dapat berupa campuran antara lidokain dengan epinephrine. Di masukkan dalam 10 cc syringe. Metode infiltrasi anestersi merupakan pilihan terbaik untuk kasus ini. Sebelum melakukan anestesi pastikan terlebih dahulu dimana tepatnya letak dari abses. Bila ragu dapat dilakukan pemeriksaan imaging untuk membantu. b) Kemudian tusukkan jarum pada daerah yang telah dianestesi , lalu lakukan aspirasi.Hasil pus dapat dikirim untuk dikultur.1

Diagnosis Terdapat tiga gejala yang dapat dijadikan acuan untuk mendiagnosis peritonsilar abses: Pembengkakan unilateral dari area peritonsil Pembengkakan unilateral dari palatum mole disertai dengan dispacement dari ipsilateral tonsil Nonresolution dari akut tonsilitis disertai dengan pembengkakan unilateral tonsil yang persisten.1Pada orang dewasa adanya trismus disertai dengan gejala di atas dapat dijadikan salah satu acuan diagnosis. Dari pemeriksaan fisik dan gejala klinik, diagnosis dapat ditegakkan. Bila pada aspirasi dengan jarum halus didapatkan adanya pus pada jaringan sekitar tonsil disertai dengan penampilan yang mendukung ( pembesaran unilateral tonsil disertai dengna deviasi dari uvula) maka diagnosis dapat ditegakkan. bila terdapat keraguan dapat dilakukan pemeriksaan tambahan berupa CT scan ataupun MRI.1,2

Terapi Prinsip pemberian terapi pada peritonsilar abses dapat digunakan medikamentosa ataupun non-medika mentosa. Tindakan medikamentosa dapat diberikan terapi antipiretik dan analgetik. Disebabkan karena pasien biasanya mengalami demam dan nyeri yang hebat pada tenggorokan. Pemberian antibiotik dianjurkan. Beberapa antibiotik serta regimen yang dapat digunakan dapat dilihat pada tabel . gambar 6 regimen antibiotik pada PTA2

Pemberian antibiotik oral diteruskan hingga 10 hari. Selain pemberian antibiotik, kombinasi dengan kortikosteroid pada hasil survey menunjukkan angka kesembuhan yang baik. Dapat diberikan metilprednisolon dengan dosis 2-3 mg/kgBB (maksimal 250 mg) bersama dengan antibiotik. 1Tindakan non medika mentosa dapat dilakukan dengan : Aspirasi dengan jarum Tindakan ini selain sebagai terapi dapat juga dijadikan sebagai sarana diagnostik. Mengenai prosedur melakukannya telah dibahas di atas. 1 Drainage dan insisi Intraoral insisi dan drainage dilakukan dengan melakukan insisi mukosa pada tempat abses. Biasanya dilakukan di lipatan supratonsilar. 1 Tonsilektomi Pada keadaan ini tonsilektomi tidak dianjurkan. Namun apabila sulit dilakukan drainage abses tonsilektomi dapat dijadikan pilihan terapi untuk mengeluarkan abses.1Tonsilektomi juga dapat dilakukan sesudah abses dikeluarkan. Bila dilakukan bersama-sama tindakan drenase abses, disebut tonsilektomi a cahud. Bila tonsilektomi dilakukan 3-4 hari sesudah drenase abses, disebut tonsilektomi a tiede , dan bila tonsilektomi 4-6 minggu sesudah drenase abses, disebut tonsilektomi a froid. 4Untuk mengobati peritonsilar abses, pengobatan dengan antibiotik yang adekuat disertai simptomatik serta perlunya dilakukan drainage abses. Untuk memberikan kesembuhan yang maksimal tindakan ini yang harus dilakukan. Tindakan drainage abses dapat dilakukan salah satu dari tindakan di atas. 1,2

Prognosis Kebanyakan pasien yang telah mendapatkan terapi medikamentosa dengan antibiotik adekuat disertai dengan drainage dalam beberapa hari dapat sembuh. Beberapa membutuhkan tindakan tonsilektomi. 1Prognosis yang disimpulkan adalah ad bonam. Daftar pustaka 1. Gosselin J Benoit, Geibel John, Daley James Brian, Talavera Fransisco, Friedman L Amy. Peritonsillar abscess. Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/194863-overview, 8 Juli 2013. 2. Galioto Nicholas J. Peritonsillar abscess. Diunduh dari : http://intranet.emergency.med.ufl.edu/med_students/peds_rotation/reading_assignment/peritonsillar%20abscess.pdf, 8 juli 2013.3. Anatomi faring. Diunduh dari : http://medicina-islamica-lg.blogspot.com/2012/02/anatomi-fisiologi-faring-pharynx.html, 8 juli 2013. 4. Soepardi efiaty Arsydad, Iskandar Nurbaiti, Bashiruddin Jenny, Restuti Ratna Dwi. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Jakarta ; balai penerbit FKUI; 2010. Hal 226-7.5. Adams Gorge L, Boeis Lawrence C, Hilger Peter A. Beis fundamentals of otolaryngology. Unites States of Ameris; W B Saunders Company; 1989. Pg 345-7.