PERINGATAN...
Transcript of PERINGATAN...
PERINGATAN !!! Bismillaahirrahmaanirraahiim
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan referensi
2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila Anda mengutip dari Dokumen ini
3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan karya ilmiah
4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah
Selamat membaca !!!
Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
UPT PERPUSTAKAAN UNISBA
HUBUNGAN POLA ASUH GIZI DENGAN STATUS GIZI BALITA USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PASIRKALIKI
KECAMATAN CICENDO KOTA BANDUNG
RAFI RIZKI 10100106015
SKRIPSI
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU SYARAT MEMPEROLEH GELAR SARJANA PADA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2010
HUBUNGAN POLA ASUH GIZI DENGAN STATUS GIZI BALITA USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PASIRKALIKI
KECAMATAN CICENDO KOTA BANDUNG
Oleh RAFI RIZKI 10100106015
SKRIPSI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang telah dibuat oleh yang disebutkan di atas telah diperiksa dan direvisi, secara lengkap dan memuaskan
Bandung, Agustus 2010
Pembimbing I
Dr. Gilang Nurdjannah, dr., Dipl. Nutr. NIP: 130 354 276
Pembimbing II
Ismawati, dr. NIP: D.06.0.431
Skripsi ini telah dipertahankan oleh penulis di dalam seminar yang diadakan
oleh Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung
pada Tanggal 3 September 2010
yang dihadiri oleh:
Ketua Sidang : Prof. Suganda Tanuwidjaja, dr., Sp.A(K)
Penguji I : Prof. Suganda Tanuwidjaja, dr., Sp.A(K)
Penguji II : Santun Bhekti Rahimah, dr., M.Kes.
Penguji III : Vini Nilasari, dr.
MOTTO
Al-Quran Surat Al-Insyiroh ayat 5 dan 6:
6(إن مع العسر يسرا ) 5(فإن مع العسر يسرا ) “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”
Skripsi ini ditujukan untuk ayahanda Aunurrofik, ibunda Yani Iryani, adikku Yulia Syifa, nenekku
Animah, kakekku Sarko, dan Emak Arsih yang telah menjadi inspirasi bagi Penulis
iv
ABSTRAK
Salah satu masalah kesehatan dan sosial yang dihadapi Indonesia adalah rendahnya status gizi masyarakat. Pola asuh gizi mempengaruhi status gizi. Balita termasuk ke dalam kelompok rentan gizi. Kecamatan Cicendo merupakan kecamatan rawan gizi. Oleh karena itu permasalahan yang diteliti adalah apakah status gizi balita usia 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pasirkaliki ada hubungannya dengan pola asuh gizi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola asuh gizi dengan status gizi balita usia 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pasirkaliki.
Populasi penelitian ini adalah balita usia 6–24 bulan beserta ibunya yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Pasirkaliki. Sampel berjumlah 77 pasang balita beserta ibunya yang dipilih secara consecutive sampling didapat dari 6 Posyandu binaan Puskesmas Pasirkaliki. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah pola asuh gizi sebagai variabel bebas dan status gizi pada anak balita sebagai variabel terikat. Pola asuh gizi diukur melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner sedangkan status gizi ditentukan dengan menggunakan standar baku WHO-NCHS dengan indeks antropometri BB/U. Metode penelitian menggunakan metode cross-sectional. Analisis data menggunakan analisis statistik korelasi rank Spearman.
Berdasarkan hasil penelitian status gizi baik balita usia 6-24 bulan adalah sebesar 85,7%, pola asuh gizi baik sebesar 81,8%. Terdapat hubungan pola asuh gizi dengan status gizi balita usia 6-24 bulan yang signifikan dan positif (Pvalue = 0.000; value = 0,884). Kata Kunci: Pola Asuh Gizi, Status Gizi
v
ABSTRACT
One of health and social problem in Indonesia is low of nutritional status. Take care pattern of nutrition affect nutritional status. Children under five year is vulnerable to nutrition. Cicendo is one of malnutrition district in Bandung. That is why the problem in this reseach was there any association nutritional status of children 6-24 months old at the work area of Pasirkaliki Public Health Center with take care pattern of nutrition. The aim of this study was to know the association of take care pattern of nutrition with nutrition status of children 6-24 months old at the work area of Pasirkaliki Public Health Center
The population of this study were children 6-24 months old and their mother that life at the work area of Pasirkaliki Public Health Center. The sample were consist of 77 children and their mother that was choosen in concecutive sampling from 6 Posyandu in Pasirkaliki. The variables that studied in this study were take care pattern of nutrition as independent variable and nutritional status at children as dependent variable. Take care pattern of nutrition was measured by interview that use questionnaire. Nutritional status was determined by WHO-NCHS weight for age standard. The methode of this study is cross-sectional. The data analysis was using the statistical correlation of rank-Spearman.
Based on the study result, nutritional status of children 6-24 months old at work area of Pasirkaliki Public Health Center 85,7% was in good nutrition, 81,8% was in good on practical of take care pattern. There was significan and positive correlation (Pvalue = 0.000; value = 0,884) between take care of pattern nutritional and nutritional status of children 6-24 months old. Key word: Take Care Pattern of Nutrition, Nutritional Status.
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas
segala nikmat dan rahmat serta petunjuk-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Pola Asuh Gizi dengan Status
Gizi Balita Usia 6-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Pasirkaliki Kecamatan
Cicendo Kota Bandung”. Skripsi ini disusun untuk melengkapi dan memenuhi
persyaratan program studi mencapai gelar sarjana kedokteran di Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Bandung.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada:
� Prof. Dr. Herri S. Sastramihardja, dr., Sp.FK(K), selaku dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Bandung.
� Dr. Gilang Nurdjannah, dr., Dipl. Nutr dan Ismawati, dr., sebagai
pembimbing I dan pembimbing II dalam penyusunan skripsi ini yang telah
meluangkan waktu, memberikan begitu banyak perhatian, bimbingan, doa,
bantuan, petunjuk, saran, dukungan selama penyusunan skripsi ini.
� Vini Nilasari, dr., selaku dosen wali, atas kata-kata bijaksananya yang telah
membimbing dan mengarahkan penyusun dalam menempuh studi selama 4
tahun ini.
vii
� Ibu Ratna, Pak Ali, dan staf Puskesmas Pasirkaliki lainnya beserta ibu kader.
� Teti Sofia Yanti, Dra., M.Si. yang telah banyak membantu dalam pengerjaan
penelitian ini.
� Para responden yang telah bersedia untuk ikut berpartisipasi.
� Ibunda Yani Iryani, ayahanda Aunurrofik, adikku Yulia Syifa, kakekku
Sarko, nenekku Animah, Emakku Arsih, dan segenap keluarga yang tak
henti-hentinya mencurahkan segala perhatian, doa, dan dukungan.
� Teman-teman terbaikku: Asyifaa Purnamiwulan, Ratih Dewi Triani, Astetin
Eka Pranavita, Sri Wahyuni, Asep Munawir Sidik, Mustari Nurshifa, Nita
Puspitasari, Dety Nur Rachmawati, dan Imas Vivih Faradillah.
� Teman-teman penghunni kosan 17B atas.
� Teman-teman seperjuangan angkatan 2006 yang selalu saling menyemangati
dalam melewati studi di FK yang terasa begitu berat dan juga angkatan lain
yang tak mungkin penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih karena telah
membuat 4 tahun di FK ini begitu menyenangkan dan sangat berarti.
� Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya.
Semoga segala budi baik bapak/ibu/rekan semua dibalas oleh-Nya dengan yang
lebih baik. Amin. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu Kedokteran khususnya
dan pembaca umumnya.
Bandung, Agustus 2010
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................... iv ABSTRACT ...................................................................................................... v KATA PENGANTAR .................................................................................... vi DAFTAR ISI ................................................................................................... viii DAFTAR TABEL ........................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xii DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xiii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Penelitian ......................................................................... 1 1.2 Identifikasi Masalah ................................................................................. 4 1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 4
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................. 4 1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................................ 5
1.4 Kegunaan Penelitian ................................................................................ 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN .................. 6 2.1. Kajian Pustaka ......................................................................................... 6
2.1.1 Zat Gizi ........................................................................................... 6 2.1.2 Pola Asuh Gizi ................................................................................ 7
2.1.2.1 Praktek Penyusuan .............................................................. 8 2.1.2.2 Pemberian MP-ASI ............................................................. 14 2.1.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Gizi ........... 17
2.1.3 Status Gizi ....................................................................................... 18 2.1.3.1 Pengertian Status Gizi ......................................................... 18 2.1.3.2 Penilaian Status Gizi ........................................................... 19 2.1.3.3 Klasifikasi Status Gizi ........................................................ 21 2.1.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita ........ 22
2.1.4 Masalah Gizi ................................................................................... 24 2.2. Kerangka Pemikiran ................................................................................. 25 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 28 3.1. Bahan/Subjek Penelitian .......................................................................... 28
3.1.1 Subjek Penelitian ............................................................................ 28 3.1.2 Alat Ukur Penelitian ....................................................................... 29
3.2. Metode Penelitian .................................................................................... 30 3.2.1 Rancangan Penelitian ..................................................................... 30 3.2.2 Definisi Konsep dan Operasional Variabel .................................... 30
3.2.2.1 Variabel .............................................................................. 30
ix
3.2.2.2 Definisi Operasional ........................................................... 30 3.2.3 Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data .................................... 31 3.2.4 Analisis Data ................................................................................... 33 3.2.5 Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 34
3.3. Implikasi/Aspek Etik Penelitian .............................................................. 34 3.4. Alur Penelitian ......................................................................................... 35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 36 4.1. Hasil Penelitian ........................................................................................ 36
4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian ...................................................... 36 4.1.2 Tingkat Pendidikan Pengasuh/Ibu Balita (Responden) .................. 38 4.1.3 Analisis ........................................................................................... 39
4.1.3.1 Pola Asuh Gizi Balita ......................................................... 39 4.1.3.2 Status Gizi ........................................................................... 39 4.1.3.3 Hubungan Pola Asuh Gizi dengan Status Gizi Balita ........ 40
4.2. Pembahasan .............................................................................................. 42 4.2.1 Pola Asuh Gizi Balita Usia 6-24 Bulan .......................................... 42 4.2.2 Status Gizi Balita Usia 6-24 Bulan ................................................. 44 4.2.3 Hubungan Pola Asuh Gizi dengan Status Gizi Balita Usia 6-24
Bulan ............................................................................................... 45 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 48 5.1. Kesimpulan .............................................................................................. 48 5.2. Saran ........................................................................................................ 48
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 49
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Angka Kecukupan Gizi ................................................................ 15 Tabel 2.2 Pengukuran Antropometri yang Utama ....................................... 20 Tabel 2.3 Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U, TB/U, BB/TB
Standar Baku WHO-NCHS ......................................................... 22 Tabel 4.1 Distribusi Umur Balita Usia 6-24 Bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas Pasirkaliki ................................................................... 36 Tabel 4.2 Distribusi Jenis Kelamin Balita Usia 6-24 Bulan di Wilayah
Kerja Puskesmas Pasirkaliki ........................................................ 37 Tabel 4.3 Distribusi Berat Badan Balita Usia 6-24 Bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas Pasirkaliki .................................................................. 37 Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan .............. 38 Tabel 4.5 Distribusi Pola Asuh Gizi Balita Usia 6-24 Bulan di Wilayah
Kerja Puskesmas Pasirkaliki ........................................................ 39 Tabel 4.6 Distribusi Status Gizi Balita Usia 6-24 Bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas Pasirkaliki ................................................................... 40 Tabel 4.7 Status Gizi Balita Berdasarkan Pola Asuh Gizi ........................... 41
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Alur Kerangka Pemikiran ........................................................... 27 Gambar 3.1 Alur Penelitian ............................................................................ 35 Gambar 4.1 Status Gizi Balita Berdasarkan Pola Asuh Gizi .......................... 40
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Formulir Persetujuan ................................................................... 51 Lampiran 2 Lembar Kuesioner ....................................................................... 52 Lampiran 3 Weight-for-Age Boys Birth to 5 Years (z-scores) ......................... 56 Lampiran 4 Weight-for-Age Girls Birth to 5 Years (z-scores) ......................... 57 Lampiran 5 Data Hasil Kuesioner ................................................................... 58 Lampiran 6 Cross Tab ..................................................................................... 59
xiii
DAFTAR SINGKATAN
ASI : Air Susu Ibu
Balita : Bawah Lima Tahun
BB : Berat Badan
BB/TB : Berat Badan/Tinggi Badan
BB/U : Berat Badan/Umur
BKBPPM : Badan Kesatuan Bangsa, Perlindungan dan Pemberdayaan
Masyarakat
TB/U : Tinggi Badan/Umur
IDD : Iodine Deficiency Disease
ISPA : Infeksi Saluran Pernafasan Akut
KKP : Kurang Kalori dan Protein
MP-ASI : Makanan Pendamping Air Susu Ibu
PASI : Pengganti Air Susu Ibu
PCM : Protein Calorie Malnutrition
PEM : Protein Energy Malnutrition
RS : Rumah Sakit
RSB : Rumah Sakit Bersalin
SDM : Sumber Daya Manusia
SK : Surat Keterangan
SPSS : Statistical Program for Social Sciences
xiv
WHO/NCHS : Wordl Health Organization/National Center for Health Statistics
WHO/Unicef : World Health Organization/United Nations Children`s Fund
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Sejak Dasawarsa 1990-an, kata kunci yang berperan dalam pembangunan
bangsa di negara berkembang, termasuk di Indonesia adalah Sumber Daya
Manusia (SDM). Terciptanya keberhasilan pembangunan suatu bangsa berkaitan
erat dengan kualitas SDM yang baik. Dalam menciptakan SDM yang bermutu,
perlu ditata sejak dini yaitu dengan memperhatikan kesehatan anak, khususnya
balita. Salah satu unsur penting dari kesehatan adalah gizi. Gizi sangat penting
bagi kehidupan. Kekurangan gizi pada anak dapat menimbulkan beberapa efek
negatif seperti lambatnya pertumbuhan badan, rawan terhadap penyakit,
menurunnya tingkat kecerdasan, dan terganggunya mental anak. Kekurangan gizi
yang serius dapat menyebabkan kematian anak.1, 2
Salah satu masalah kesehatan dan sosial yang dihadapi Indonesia adalah
rendahnya status gizi masyarakat. Hal ini mudah dilihat, misalnya dari berbagai
masalah gizi, seperti kurang gizi, anemia gizi besi, gangguan akibat kekurangan
yodium, dan kurang vitamin A. Status gizi menunjukkan keadaan tubuh seseorang
sebagai akibat dari pemakaian, penyerapan, dan penggunaan makanan,
dikelompokkan ke dalam status gizi lebih, status gizi baik, status gizi kurang, dan
status gizi buruk. 3, 4
Status gizi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor langsung dan tidak
langsung. Faktor yang secara langsung mempengaruhi status gizi adalah konsumsi
2
makanan dan penyakit infeksi, sedangkan beberapa faktor yang secara tidak
langsung mempengaruhi status gizi di antaranya yaitu pendapatan keluarga,
tingkat pendidikan orang tua, tingkat pengetahuan ibu akan gizi, pola asuh gizi,
jumlah anggota keluarga, dan lingkungan. Sebagian besar faktor tidak langsung
tersebut mempengaruhi pola asuh gizi yang selanjutnya akan mempengaruhi
konsumsi makanan. Maka pola asuh gizi memberikan kontribusi yang besar
dalam mempengaruhi status gizi seseorang.1, 5
Pola asuh gizi merupakan praktek di rumah tangga yang diwujudkan dengan
tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta sumber lainnya untuk
kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan perkembangan anak.6 Menurut Zeitlin
Marian, salah satu aspek kunci dalam pola asuh gizi balita adalah praktek
penyusuan dan pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). Lebih
lanjut praktek penyusuan meliputi pemberian makanan/minuman prelaktal,
kolostrum, menyusui secara ekslusif, dan praktek penyapihan.
Masalah gangguan tumbuh kembang pada bayi dan anak usia di bawah 2 tahun
merupakan masalah yang perlu ditanggulangi dengan serius. Usia 6-12 bulan
merupakan masa yang amat penting sekaligus masa kritis dalam proses tumbuh
kembang bayi baik fisik maupun kecerdasan. Oleh karena itu setiap bayi pada
masa ini harus memperoleh asupan gizi sesuai dengan kebutuhannya. Hasil survey
menunjukkan bahwa salah satu penyebab terjadinya gangguan tumbuh kembang
bayi dan anak bawah 2 tahun di Indonesia adalah rendahnya mutu MP-ASI
sehingga tidak dapat mencukupi energi dan zat mikro terutama zat besi (Fe) dan
zinc (Zn). Asupan makanan bayi dan baduta berasal dari ASI (Air Susu Ibu) atau
3
PASI (Pengganti Susu Ibu), MP-ASI. Di Indonesia pemberian ASI dianjurkan
sampai usia 2 tahun atau 24 bulan sedangkan pemberian MP-ASI dimulai sejak
usia 6 bulan. 2,6,7,8 Oleh karena itu, penelitian ini tertuju pada balita usia 6-24
bulan.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) tahun 2007 dengan indikator
status gizi balita BB/U, secara umum prevalensi gizi buruk balita di Indonesia
adalah 5,4% dan gizi kurang balita sebesar 13,0%. Prevalensi Provinsi Jawa Barat
untuk gizi buruk dan gizi kurang adalah 14,0% dan prevalensi di Kota Bandung
untuk gizi buruk sebesar 0,72% sedangkan untuk gizi kurang sebesar 8,72%. Pada
tahun 2008 berdasarkan data dari profil kesehatan Kota Bandung, hasil kegiatan
Bulan Penimbangan Balita masih ditemukan balita dengan gizi buruk di Kota
Bandung sebanyak 0,73% dan prevalensi gizi kurang adalah sebesar 9,14%. 9, 10
Di tahun 2008 dari 30 kecamatan yang ada di kota Bandung, baru 10
kecamatan yang bebas rawan gizi (33,34%) sedangkan 20 kecamatan (66,66%)
lainnya masih merupakan kecamatan rawan gizi. Kecamatan bebas rawan gizi
adalah kecamatan dengan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk pada balita <10%
(untuk Jawa Barat) pada kurun waktu tertentu.10 Salah satu kecamatan rawan gizi
tahun 2008 di kota Bandung adalah kecamatan Cicendo. Pusat pelayanan
kesehatan primer kecamatan ini terdapat di Puskesmas Pasirkaliki.
Kecamatan Cicendo memiliki balita dengan jumlah 6.764 balita, merupakan
kecamatan rawan gizi yang memiliki jumlah balita terbanyak dibandingkan
dengan jumlah balita di kecamatan rawan gizi lainnya sehingga penelitian ini
dilakukan di kecamatan Cicendo. Persentasi yang mengalami gizi buruk di
4
kecamatan tersebut adalah sebesar 0,83% dan gizi kurang 9,47% dari balita
sebanyak 6.252 yang dilakukan pengukuran. Sehingga persentase balita yang
mengalami gizi buruk dan kurang adalah 10,30% dan digolongkan ke dalam
kelompok kecamatan rawan gizi. 10
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan
pola asuh gizi dengan status gizi balita usia 6-24 bulan di wilayah kerja
Puskesmas Pasirkaliki, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung.
1.2. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dalam penelitian ini:
1) Bagaimana pola asuh gizi pada balita usia 6-24 bulan di wilayah kerja
Puskesmas Pasirkaliki.
2) Bagaimana gambaran status gizi balita usia 6-24 bulan di wilayah kerja
Puskesmas Pasirkaliki.
3) Bagaimana hubungan pola asuh gizi dengan status gizi balita usia 6-24 bulan
di wilayah kerja Puskesmas Pasirkaliki.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan pola asuh gizi
dengan status gizi balita usia 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pasirkaliki,
Kecamatan Cicendo.
5
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain:
1) Mendeskripsikan pola asuh gizi pada balita usia 6-24 bulan di wilayah kerja
Puskesmas Pasirkaliki.
2) Mendeskripsikan status gizi balita usia 6-24 bulan di wilayah kerja
Puskesmas Pasirkaliki.
3) Mengetahui hubungan pola asuh gizi dengan status gizi balita usia 6-24 bulan
di wilayah kerja Puskesmas Pasirkaliki.
1.4. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini meliputi:
1) Kegunaan Akademis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan pustaka ilmiah dan data dasar untuk
penelitian sejenis lainnya, khususnya mengenai hubungan pola asuh gizi
dengan status gizi bayi.
2) Kegunaan Praktis
Bagi peneliti penelitian ini dapat menambah pengalaman dan wawasan
ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang ilmu gizi, serta dapat
menyampaikan pada masyarakat tentang pengasuhan gizi dalam keluarga
untuk meningkatkan status gizi anak agar lebih baik. Selain itu, bagi petugas
kesehatan di Puskesmas Pasirkaliki hasil penelitian ini dapat menjadi bahan
masukan dan informasi untuk menindaklanjuti penyuluhan sekaligus sebagai
bahan evaluasi dari program upaya peningkatan gizi.
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Kajian Pustaka
2.1.1 Zat Gizi
Gizi adalah ilmu dari makanan, zat gizi, dan substansi lain yang terkandung di
dalamnya, serta prosesnya di dalam tubuh yang meliputi ingesti, digesti, absorpsi,
transport, metabolisme, dan ekskresi. Makanan merupakan produk dari tumbuhan
atau binatang yang dimasukkan ke dalam tubuh untuk menyediakan energi dan zat
nutrisi dalam mempertahankan hidup, pertumbuhan, dan perbaikan jaringan. 2
Zat gizi atau disebut juga zat nutrisi merupakan substansi kimia yang
didapatkan dari makanan dan digunakan dalam tubuh untuk menyediakan energi,
materi-materi struktural, dan agen pengatur untuk pertumbuhan, memelihara, dan
memperbaiki jaringan tubuh. Zat gizi dapat dibagi ke dalam 6 kelompok, yaitu
karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air. 2
Fungsi umum zat gizi antara lain sebagai sumber energi, berperan dalam proses
pertumbuhan, memelihara jaringan tubuh, mengganti sel yang rusak, mengatur
metabolisme dan keseimbangan air dan elektrolit, asam basa di dalam cairan
tubuh, dan berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap penyakit.11
Hubungan nutrisi dengan pertumbuhan dan perkembangan fisik, komposisi
tubuh, dan perkembangan mental dapat dijelaskan sebagai berikut:
7
1) Pertumbuhan dan perkembangan fisik
Secara klinis lambatnya pertumbuhan merupakan salah satu indikator tidak
adekuatnya asupan makanan pada anak.11
2) Komposisi tubuh
Asupan gizi membentuk komposisi tubuh. Komposisi tubuh manusia dapat
dibagi menjadi air (55% berat badan), lipid (15% berat badan), protein (15%
berat badan), karbohidrat (5% berat badan), dan mineral (5% berat badan).11
3) Perkembangan mental
Bayi yang mengalami undernutrition mempunyai sel otak yang lebih kecil
dan sedikit, walaupun hubungan antara intelegensi dengan ukuran dan jumlah
sel otak masih belum diketahui. Beberapa defisiensi nutrisi mungkin
menyebabkan gangguan tetap pada susunan saraf pusat young infant.11
2.1.2 Pola Asuh Gizi
Pola asuh gizi merupakan praktek dalam rumah tangga yang diwujudkan
dengan tersedianya pangan dan pemberian makan dikaitkan dan tertuju pada
perawatan kesehatan serta sumber lainnya untuk kelangsungan hidup,
pertumbuhan, dan perkembangan anak. Menurut Zeitlin Marian (tahun 2000),
aspek kunci dalam pola asuh gizi bayi adalah praktek penyusuan dan pemberian
MP-ASI. Lebih lanjut praktek penyusuan meliputi pemberian makanan prelaktal,
kolostrum, menyusui secara eksklusif, dan praktek penyapihan.6
Pemberian makanan pada bayi dan anak usia 0-24 bulan yang optimal menurut
Global Strategy on Infant and Young Child Feeding (WHO/Unicef, 2002) adalah:
8
menyusui bayi segera setelah lahir; memberikan ASI eksklusif; memberikan MP-
ASI yang tepat dan adekuat sejak usia 6 bulan; dan tetap meneruskan pemberian
ASI sampai usia anak 24 bulan.12
2.1.2.1 Praktek Penyusuan
1) Pemberian Makanan/Minuman Prelaktal
Makanan prelaktal adalah makanan dan minuman yang diberikan kepada bayi
sebelum ASI keluar, misal air kelapa, air tajin, madu, pisang, susu formula, susu
sapi, air gula, dan sebagainya.13
Kebiasaan memberikan makanan prelaktal harus dihindari karena tidak perlu
dan dapat membahayakan bayi maupun ibu bayi. Bahaya pemberian
makanan/minuman prelaktal untuk bayi adalah bayi tidak mau mengisap susu dari
payudara karena pemberian makanan ini menghentikan rasa lapar, diare sering
terjadi, bayi bingung mengisap puting susu ibunya bila pemberian makanan lewat
botol, dan saluran pencernaan bayi belum cukup kuat untuk mencerna makanan
selain ASI. Sedangkan bahaya pemberian makanan/minuman prelaktal untuk ibu
adalah ASI mulai keluar lebih lama karena bayi tidak cukup mengisap, bisa terjadi
bendungan dan mastitis karena payudara tidak mengeluarkan ASI, serta ibu sulit
menyusui dan cenderung berhenti menyusui.14
Dengan adanya bahaya-bahaya tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemberian
makanan/minuman prelaktal akan mempengaruhi asupan/konsumsi makanan bayi
dan peningkatan risiko timbulnya penyakit infeksi yang akan mempengaruhi
status gizi bayi.
9
2) Pemberian Kolostrum
Kolostrum adalah sekresi seperti susu yang keluar dari payudara selama hari-
hari pertama setelah kelahiran atau segera setelah kelahiran sebelum ASI keluar,
mengandung sebagian besar serum dengan antibodi dan sel darah putih.
Kolostrum membantu melindungi bayi yang baru terlahir dari serangan infeksi
karena ibu telah memiliki antibodi. Antibodi maternal ditelan bersama ASI yang
menonaktifkan bakteri penyebab penyakit di dalam saluran cerna sebelum mulai
menginfeksi. Hal ini menjelaskan mengapa bayi yang disusui ASI lebih sedikit
mengalami infeksi saluran cerna daripada bayi yang mendapatkan susu formula.2
Pemberian kolostrum sangat penting untuk meningkatkan daya tahan bayi
terhadap penyakit, namun di masyarakat masih banyak yang tidak memberikan
kolostrum kepada bayinya. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh ketidaktahuan
mereka akan manfaat kolostrum dan tradisi yang mengharuskan kolostrum
dibuang karena dianggap penyakit.13
Pemberian kolostrum dapat mempengaruhi status gizi bayi karena
menyediakan kekebalan terhadap penyakit infeksi yang akan mempengaruhi
status gizi.13
3) Pemberian ASI
Di Amerika Serikat dan Kanada, praktek makan yang paling berpengaruh
terhadap status gizi bayi adalah susu yang diterima bayi dan usia saat makanan
padat mulai diperkenalkan. Pemberian ASI sangat dianjurkan untuk bayi lahir
cukup bulan, terkecuali saat didapatkan kontraindikasi. ASI adalah sumber nutrisi
utama bagi bayi terutama usia 0-6 bulan, memiliki kandungan gizi yang unik dan
10
faktor-faktor pelindung yanng meningkatkan kesehatan bayi dan perkembangan
pada tahun pertama kehidupannya. 2
Zat-zat yang dikandung ASI adalah:
a) Zat energi
Asupan rata-rata ASI menyediakan energi dan protein yang cukup untuk
memenuhi rata-rata kebutuhan pada 6 bulan pertama kehidupan.15
Karbohidrat dalam ASI adalah laktosa disakarida, mudah dicerna, dan dapat
meningkatkan absorpsi kalsium. Lemak yang dikandung ASI merupakan
sumber energi utama bagi bayi. Asam lemak esensial dalam ASI adalah asam
linoleat. Protein utama dalam ASI adalah alpha-lactalbumin yang dapat
dicerna dan diserap secara efisien.2
b) Vitamin
Kandungan vitamin dalam ASI cukup untuk mendukung pertumbuhan
bayi kecuali vitamin D. Bayi yang dipaparkan terhadap cahaya matahari
secara teratur dapat memenuhi kebutuhannya akan vitamin D.2 Kecukupan
vitamin A dan vitamin B6 pada ASI sangat dipengaruhi oleh diet dan status
nutrisi ibu. Pada populasi dengan nutrisi baik, jumlah vitamin A dan B6
mencukupi kebutuhan bayi pada 6 bulan pertama kebidupan.15
c) Mineral
Kandungan kalsium dalam ASI selama laktasi adalah konstan dan tidak
dipengaruhi oleh diet maternal. Berdasarkan asupan kalsium yang didapat
dari penyusuan eksklusif dan efisiensi penyerapan yang mencapai >70%, ASI
memenuhi kebutuhan kalsium pada bayi selama 6 bulan awal kehidupan. ASI
11
mengandung besi dan zinc dalam jumlah kecil dan tidak dapat diubah oleh
suplemen ibu akan kedua nutrisi tersebut.15 Namun, besi dalam ASI memiliki
bioavailabilitas yang tinggi dan zinc pun dapat dengan mudah diserap karena
adanya zinc-binding protein. ASI pun memiliki kandungan sodium yang
sedikit berguna untuk ginjal yang belum matur.2
d) Proteksi imunologis
Proteksi ASI terhadap bayi sangat bermanfaat terutama dalam tahun
pertama kehidupannya saat sistem imun bayi belum disiapkan secara penuh
untuk melawan infeksi. Faktor-faktor pelindung dalam ASI adalah antibodi,
bifidus factor, lactoferrin, lactadherin, growth factor, dan lipase enzyme. 2
WHO merekomendasikan pemberian ASI secara ekslusif sampai bayi umur 6
bulan, kemudian diberikan MP-ASI dan ASI dilanjutkan sampai anak berusia 2
tahun. Surat Keputusa (SK) Menteri Kesehatan No.
450/MENKES/SK/IV/2004 menetapkan pemberian ASI secara eksklusif bagi
bayi di Indonesia sejak lahir sampai dengan berumur enam bulan dan dianjurkan
dilanjutkan sampai anak berusia dua tahun dengan pemberian makanan tambahan
yang sesuai.16
Pola pemberian ASI dibedakan menjadi 2 macam yaitu pola eksklusif dan pola
noneksklusif. ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja kepada bayi sejak lahir
sampai usia 6 bulan tanpa diberi makanan pendamping ataupun makanan
pengganti ASI tapi diperbolehkan untuk minum obat atau suplemen vitamin.16
Berdasarkan hasil penelitian dalam Lancent Medical Journal, dengan diberikan
ASI eksklusif, jumlah angka kematian bayi lebih rendah setengahnya
12
dibandingkan bayi yang hanya mendapatkan susu botol. Kemungkinan terjadinya
penyakit pernapasan pada masa kanak-kanak menurun bila ia memperoleh ASI
eksklusif setidaknya selama 6 bulan. Dari berbagai penelitian lain disimpulkan
bahwa bayi usia 6 bulan telah lebih siap untuk mendapatkan makanan tambahan
dan memiliki angka kejadian yang lebih rendah untuk terkena penyakit-penyakit
infeksi.17
Penyusuan yang optimal dapat memberikan manfaat sebagai berikut:12
a) Menyelamatkan 1-2 juta kehidupan setiap tahunnya.
b) Meningkatkan efektivitas imunisasi secara signifikan.
c) Menurunkan kebutuhan Oral Rehidration Solution hampir lebih dari 50%
untuk penanganan diare.
d) Menurunkan angka rawat anak di rumah sakit dan memperkuat ikatan
protektif antara ibu dan anak.
e) Meningkatkan pertumbuhan dan menyediakan kebutuhan nutrisi bayi secara
umum.12
4) Makanan Pengganti ASI
Adakalanya bayi yang sehat terhalang untuk mendapatkan ASI karena sesuatu
dan lain sebab baik karena faktor ibu atau bayi itu sendiri sehingga pemberian ASI
tidak memungkinkan, akibatnya harus diganti dengan makanan lain pengganti
ASI. Makanan pengganti ini disebut PASI. PASI diformulasi sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan bayi, di antaranya fungsi saluran pencernaan yang masih
terus berkembang, umur, berat badan, ada tidaknya alergi dan lain-lain. Sekarang
13
ini telah ada PASI yang formulanya sangat mirip dengan ASI walaupun tetap
tidak bisa menggantikan ASI dengan segala kelebihannya.2
Ibu yang telah 1 tahun menyusui dapat menyapih anaknya terhadap susu sapi
atau infant formula. Namun, terdapat wanita yang memutuskan untuk
memberikan susu formula dari sejak lahir, atau menyapih anaknya dengan susu
formula dalam periode yang singkat, atau menambahkan susu formula terhadap
pemberian ASI sehingga harus memilih formula yang sesuai dan belajar
bagaimana mempersiapkannya.2
Terdapat berbagai jenis sediaan formula bayi yaitu liquid concentrate (tidak
mahal dan relatif praktis) yang perlu dicampur dengan sebagian air, powdered
formula (paling murah), ready-to-feed (mahal, sangat mudah digunakan) yang
dapat secara langsung diminumkan atau dituangkan ke dalam botol, dan whole
milk (tidak boleh diberikan pada tahun pertama kehidupan).2
Infant formula tidak mengandung antibodi pelindung, tetapi secara umum
vaksinasi, purified water, dan lingkungan yang bersih membantu melindungi bayi
dari infeksi. Pemberian formula bayi berhubungan dengan timbulnya penyakit
yang serius dan kematian yang disebabkan oleh infeksi Enterobacter sakazakii.
Saat produksi, formula bayi dapat terkontaminasi oleh bakteri yang berbahaya
seperti E.sakazakii dan Salmonella enterica. Hal ini disebabkan oleh penggunaan
teknologi produksi saat ini yang tidak memungkinkan untuk memproduksi
formula bayi yang steril. Saat preparasi formula untuk bayi, penanganan yang
tidak sesuai dapat memperburuk masalah. Perlakuan awal untuk menghindari
risiko infeksi E.sakazakii yaitu pada tahap mempersiapkan formula (misal
14
mencampurkannya dengan air dengan suhu tidak kurang dari 70 oC) dan
mengurangi durasi pembuatan dan pemberian makan.18
5) Praktek Penyapihan
Masa penyapihan adalah proses di mana seorang bayi secara perlahan-lahan
memakan makanan keluarga ataupun makanan orang dewasa sehingga secara
bertahap bayi semakin kurang ketergantungannya pada ASI dan perlahan-lahan
proses penyusuan akan berhenti. Kapan bayi harus disapih dari ASI ibunya tidak
diketahui dengan tepat. Tetapi waktu di mana proses menyusui berakhir disebut
waktu menyapih.14 Suatu penelitian menunjukkan (Northstone et al., 2001) masa
penyapihan di bawah usia 10 bulan dapat meningkatkan resiko kesulitan
pemberian makan di kemudian hari.19
Laporan WHO pada tahun 1981 menyebutkan bahwa jumlah ibu di pedesaan
yang mulai penyapihan lebih awal tidak sebanyak di perkotaan. Di daerah semi
perkotaan, ada kecenderungan rendahnya frekuensi menyusui dan ASI dihentikan
terlalu dini karena ibu kembali bekerja. Hal ini menyebabkan kebutuhan zat gizi
bayi/anak kurang terpenuhi terlebih lagi jika pemberian MP-ASI kurang
diperhatikan, sehingga anak menjadi kurus dan pertumbuhannya sangat lambat.13
2.1.2.2 Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
Saat ASI tidak lagi mencukupi kebutuhan nutrisi bayi, MP-ASI harus
ditambahkan terhadap makanan anak. Pemberian MP-ASI harus sesuai pada
waktunya yang berarti semua bayi harus mulai menerima makanan tambahan di
usia 6 bulan. Pemberian MP-ASI harus adekuat yang memenuhi angka kecukupan
15
gizinya (tabel 2.1.) yaitu nilai nutrisinya harus dapat melengkapi atau sejajar
dengan ASI. Makanan harus dipersiapkan dan diberikan secara aman yaitu
meminimalkan adannya kontaminasi patogen. MP-ASI pun harus diberikan secara
tepat yaitu makanan dengan tekstur dan konsistensi yang sesuai dan diberikan
dengan jumlah yang cukup.20
Tabel 2.1. Angka Kecukupan Gizi8
Zat gizi
Rekomendasi per hari 0-6 bulan
(berat=6kg; tinggi=60cm)
6-12 bulan (berat=8,5kg; tinggi=71cm)
Energi (kkal) 550 650 Protein (g) 10 16 Besi (mg) 0,5 7 Mangan (mg) 0,003 0,6 Fluor (mg) 0,01 0,4
Sumber: (FKUI, 2008)
Kecukupan pemberian MP-ASI (waktu yang sesuai, nilai gizi yang adekuat,
aman, dan tepat) tidak hanya bergantung pada ketersediaan ragam makanan dalam
rumah tangga, tetapi juga dalam hal praktek pemberiannya oleh orang yang
mengasuh bayi tersebut. Pemberian makanan pada bayi membutuhkan perhatian
dan stimulasi yang aktif di mana pengasuh mengerti akan tanda-tanda bayi saat
lapar dan juga dapat mendorong bayi untuk makan. Hal ini dinamakan sebagai
pemberian makanan yang aktif atau responsif.20 Berbagai penelitian
menghipotesakan bahwa pemberian makan dengan gaya yang lebih aktif dapat
meningkatkan asupan makanan.
Pada praktisnya, pengasuh tidak akan mengukur kandungan energi makanan
yang akan diberikan. Sehingga pemberian makan harus berdasarkan prinsip-
16
prinsip pemberian makan yang responsif. Pemberian makanan yang responsif dan
aktif secara terperinci adalah sebagai berikut:21
1) Memberikan makan secara langsung pada bayi dan membantu anak yang
lebih tua saat makan oleh dirinya sendiri, harus peka terhadap perasaan lapar
dan kenyang yang ditunjukkan anak.
2) Memberikan makan dengan tenang, sabar, dan membujuknya untuk
menghabiskan makanan tanpa memaksanya.
3) Apabila anak sering menolak banyak makanan, coba dengan kombinasi
makanan, rasa, tekstur, dan metode membujuk yang berbeda.
4) Meminimalkan gangguan saat makan yang dapat menghilangkan ketertarikan
anak.
5) Kontak mata selalu dijaga saat makanan diberikan.21
WHO merekomendasikan bahwa bayi mulai menerima MP-ASI pada usia 6
bulan, berawal dari 2-3 kali dalam sehari saat bayi usia 6-8 bulan, kemudian
ditingkatkan menjadi 3-4 kali dalam sehari di usia 9-11 bulan dan 12-24 bulan
dengan tambahan 1-2 kali pemberian makanan ringan (snack) setiap harinya,
sesuai selera.20 Bagi anak yang tidak disusui ASI frekuensi pemberian makan
harus mencapai 4-5 kali per hari sesuai dengan kepadatan makanan yang
diberikan disertai pemberian makanan ringan (snack) 1-2 kali per hari. Makan
tersebut termasuk pemberian susu saja, makanan lain, serta kombinasi antara susu
dan makanan lainnya. Frekuiensi makan tersebut didapat dari perhitungan
kebutuhan energi, kapasitas lambung 30 g/kg BB/hari, dan kepadatan makanan.
17
Pemberian MP-ASI dimulai dengan pemberian makanan halus pada usia 6-8
bulan seperti: bubur susu, biskuit yang ditambah air atau susu, pisang dan pepaya
yang dilumatkan, dilanjutkan dengan konsistensi yang lebih padat lagi seperti nasi
tim bayi ditambah sedikit demi sedikit sumber zat lemak, yaitu santan atau
minyak kelapa/margarin sampai pada usia 12 bulan anak sudah boleh
diperkenalkan pada makanan keluarga.13
2.1.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Gizi
Faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh gizi antara lain:
1) Tingkat pendapatan keluarga
Keadaan ekonomi keluarga relatif lebih mudah diukur dan berpengaruh
besar pada konsumsi pangan, di mana konsumsi pangan pada balita
ditentukan dari pola asuh gizi. Dua peubah ekonomi yang cukup dominan
sebagai determinan pola asuh gizi adalah pendapatan keluarga dan harga
(baik harga pangan maupun harga komoditas kebutuhan dasar).11
Perubahan pendapatan dapat mempengaruhi perubahan pola asuh gizi dan
konsumsi pangan pada balita. Meningkatnya pendapatan berarti memperbesar
peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik.
Sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan penurunan dalam hal
kualitas dan penurunan kuantitas pangan yang dibeli.11
2) Tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu akan gizi
Pendidikan yang baik menyebabkan orang tua dapat menerima segala
informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik/cara
18
mempraktekkan pola asuh dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana cara
menjaga kesehatan anak, pendidikannya, dan sebagainya.11
3) Jumlah anggota keluarga
Besar kecilnya jumlah anggota keluarga akan berpengaruh terhadap
pembagian pangan pada masing-masing anggota keluarga. Pada keluarga
yang memiliki balita, dengan jumlah anggota keluarga yang besar bila tidak
didukung dengan seimbangnya persediaan makanan di rumah maka akan
berpengaruh terhadap pola asuh yang secara langsung mempengaruhi
konsumsi pangan yang diperoleh masing-masing anggota keluarga terutama
balita yang membutuhkan makanan pendamping ASI.11
4) Budaya pantang makanan tertentu
Pendapat masyarakat tentang konsepsi kesehatan dan gizi sangat
berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan. Salah satu pengaruh yang
sangat dominan terhadap pola konsumsi adalah pantangan makanan tertentu
seperti daging, ikan, dan telur. Larangan ini sering tidak jelas dasarnya, tetapi
mempunyai kesan larangan dari penguasa supernatural, yang akan memberi
hukuman bila larangan tersebut dilanggar.8
2.1.3 Status Gizi
2.1.3.1 Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh seseorang sebagai akibat dari pemakaian,
penyerapan, dan penggunaan makanan. Status gizi ini dapat ditentukan dengan
19
pengukuran salah satu atau dua kombinasi dari ukuran-ukuran antropometri
tertentu.4
2.1.3.2 Penilaian Status Gizi
Definisi penilaian status gizi adalah interpretasi dari data yang didapatkan
dengan menggunakan berbagai metode untuk mengidentifikasi populasi atau
individu yang beresiko atau dengan status gizi buruk.8 Penilaian status gizi dibagi
menjadi 2 yaitu penilaian status gizi secara langsung dan penilaian status gizi
secara tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung antara lain: penilaian
antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Penilaian status gizi secara tidak
langsung dibagi tiga yaitu: survey konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor
ekologi. Dalam penelitian ini menggunakan penilaian antropometri.
Berikut adalah mengenai penilaian antropometri:
1) Penilaian Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh. Antropometri gizi
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan
komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan gizi. Antropometri secara
umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan
energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan
proporsi jaringan tubuh. Antropometri merupakan pengukuran yang paling
sering digunakan sebagai metode penilaian status gizi secara langsung karena
relatif murah, cepat sehingga dapat dilakukan pada populasi yang besar,
objektif, gradable, tidak menimbulakan rasa sakit pada responden.8
20
Macam-macam pengukuran antropometri yang dapat digunakan untuk
melihat pertumbuhan adalah massa tubuh (misal, pengukuran berat badan),
pengukuran linear (misal, pengukuran tinggi badan), dan komposisi tubuh.8
Macam-macam pengukuran antropometri dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2. Pengukuran Antropometri yang Utama
Pengukuran Komponen Jaringan Utama yang Diukur Stature/tinggi badan
Kepala, tulang belakang, tulang panggul, dan kaki
Tulang
Berat Badan Seluruh tubuh Seluruh jaringan: khususnya lemak, otot, tulang, dan air
Lingkar Lengan Lemak bawah kulit Otot, tulang
Otot Lemak
Lipatan Lemak Lemak bawah kulit, kulit Lemak Sumber: (FKUI, 2008)
2) Indeks Antropometri
Indeks antropometri merupakan rasio dari satu pengukuran terhadap satu
atau lebih pengukuran lain atau yang dihubungkan dengan umur.8 Beberapa
indeks antropometri adalah sebagai berikut:
a) Berat badan terhadap umur (BB/U)
Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran
massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan
yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya
nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Dalam
keadaan normal, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan
umur.
21
Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat badan
menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi.
Indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini.8
b) Tinggi badan menurut umur (TB/U)
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan
pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring
dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan relatif kurang
sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam jangka waktu pendek.
Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam
waktu yang relatif lama. Indeks tinggi badan terhadap umur merupakan
indikator status gizi masa lalu.8
c) Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan.
Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan
pertumbuhan berat badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB
merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini.8
Keuntungan indeks ini adalah tidak perlu mengetahui umur.
2.1.3.3 Klasifikasi Status Gizi
Penilaian status gizi dilakukan dengan membandingkan hasil pengukuran
dibandingkan berdasarkan standar (baku) rujukan WHO-NCHS. Standar ini
dipaparkan dalam persentil dan skor simpang baku (standar deviation score=Z).
selanjutnya diklasifikasikan dalam 2 katagori yaitu gizi baik dan gizi buruk
22
berdasarkan skor simpangan baku. Anak-anak yang berada dibawah nilai ambang
(-2 unit Z-skor terletak dibawah nilai rata-rata standar NCHS) merupakan anak
yang kekurangan gizi, anak-anak yang terletak pada atau di atas nilai ambang
tersebut statusnya dapat disebut memiliki gizi yang normal.
Tabel 2.3. Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U, TB/U, BB/TB Standar Baku Antropometeri WHO-NCHS 22
Indeks yang Dipakai Batas Pengelompokan Sebutan Status Gizi BB/U < -3 SD Gizi buruk - 3 s/d <-2 SD Gizi kurang - 2 s/d +2 SD Gizi baik > +2 SD Gizi lebih TB/U < -3 SD Sangat Pendek - 3 s/d <-2 SD Pendek - 2 s/d +2 SD Normal > +2 SD Tinggi BB/TB < -3 SD Sangat Kurus - 3 s/d <-2 SD Kurus
- 2 s/d +2 SD Normal > +2 SD Gemuk
Sumber : http://gizikom.wordpress.com/psg/who2005/
2.1.3.4 Fakor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita
Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang. Faktor-faktor yang
mempengaruhi status gizi dibagi menjadi dua yaitu secara langsung dan tidak
langsung. Penyebab langsung timbulnya gizi kurang pada anak adalah konsumsi
pangan dan penyakit infeksi. Kedua penyebab tersebut saling berpengaruh.3
Dengan demikian timbulnya gizi kurang tidak hanya karena kurang makanan
tetapi juga karena adanya penyakit infeksi, terutama diare dan Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA). Sedangkan faktor yang mempengaruhi status gizi secara
tidak langsung adalah:4
1) Pola asuh gizi
23
2) Pengetahuan ibu akan gizi
3) Pendidikan orang tua
4) Jumlah keluarga
5) Pendapatan keluarga
6) Lingkungan
7) Psikologi
Psikologi seseorang mempengaruhi pola makan. Makanan yang berlebihan
atau kekurangan dapat terjadi sebagai respons terhadap kesepian, berduka,
atau depresi.
8) Genetik
Anak dengan status gizi lebih atau obesitas besar kemungkinan dipengaruhi
oleh orang tuanya (faktor keturunan). Bila salah satu orang tua mengalami
gizi lebih atau obesitas maka peluang anak untuk mengalami gizi lebih dan
menjadi obesitas sebesar 40%, dan apabila kedua orang tua mengalami gizi
lebih atau obesitas maka peluang meningkat menjadi 80%. Selain genetik
atau herediter ada faktor lain yang mempengaruhi yaitu lingkungan.19
9) Pelayanan Kesehatan
Faktor penyebab tidak langsung dari kurang gizi yang lain adalah akses atau
keterjangkauan anak dan keluarga terhadap pelayanan kesehatan. Pelayanan
kesehatan ini meliputi imunisasi, pemeriksaan kehamilan, pertolongan
persalinan, penimbangan anak, dan sarana lain seperti keberadaan Posyandu
dan Puskesmas, praktek bidan, praktek dokter, dan rumah sakit.4
24
2.1.4 Masalah Gizi
Penyakit-penyakit gizi di Indonesia terutama tergolong ke dalam kelompok
defisiensi. Penyakit gizi lebih (overnutrition) dan keracunan pangan (food
intoxication) belum dianggap mencapai tingkat bahaya nasional.
Pada tahun (1988) Departemen Kesehatan Republik Indonesia mengenal empat
jenis penyakit defisiensi gizi yang dianggap sudah mencapai kegawatan nasional
(yang sebelumnya telah terdeteksi sejak tahun 1978) karena kerugian yang
mungkin ditimbulkannya terhadap pembangunan Bangsa Indonesia secara
nasional.
a. Penyakit Kekurangan Kalori dan Protein (KKP)
b. Penyakit Defisiensi Vitamin A
c. Penyakit Defisiensi Yodium (Iodine Deficiency Disease, IDD)
d. Penyakit Anemia Defisiensi Zat Besi (Fe)
Berikut adalah masalah-masalah gizi:
1) Gizi Lebih (overnutrition dalam bentuk overweight dan obesitas)
Penyakit ini berhubungan dengan kelebihan energi di dalam makanan yang
dikonsumsi relatif terhadap kebutuhan atau penggunaanya (energy
expenditure). Tiga zat makanan sumber energi utama, yaitu karbohidrat,
protein dan lemak. Kelebihan energi di dalam tubuh diubah menjadi lemak
dan ditimbun.8
2) Gizi Kurang (undernutrition)
Penyakit gizi kurang berhubungan dengan konsumsi zat gizi yang tidak
mencukupi kebutuhan tubuh. Penyakit ini terutama diderita oleh balita yang
25
sedang tumbuh. Penyakit yang terjadi terutama adalah penyakit KKP atau
Protein Calorie Malnutrition (PCM), namun akhir-akhir ini disebut Protein
Energy Malnutrition (PEM).8
3) Penyakit Metabolisme Bawaan (Inborn Errors of Metabolism)
Penyakit metabolisme bawaan diturunkan dari orang tua kepada anaknya
secara genetik (melalui gen) dan bermanifestasi sebagai kelainan dalam
proses metabolisme zat gizi tertentu. Metabolisme zat gizi diatur oleh sistem
enzim, dan enzim termasuk kelompok protein yang disintesis di dalam tubuh.
Mekanisme sintesis protein diatur oleh gen yang mengatur sintesis protein
tertentu. Jika terjadi gangguan pada sintesis protein ini, maka terbentuk enzim
yang berlainan dengan yang dibutuhkan atau kuantitasnya yang berkurang.
Akibatnya, terjadi proses metabolisme yang berbeda pada zat gizi tertentu.
Perubahan metabolisme ini dapat menyebabkan gejala-gejala klinis
(fungsional) tertentu.8
2.2. Kerangka Pemikiran
Gizi sangat penting bagi kehidupan. Kekurangan gizi pada anak dapat
menimbulkan beberapa efek negatif seperti lambatnya pertumbuhan badan, rawan
terhadap penyakit, menurunnya tingkat kecerdasan, dan terganggunya mental
anak. 1
Keadaan gizi seseorang tersebut dapat diukur berdasarkan status gizi. Status
gizi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor langsung dan tidak langsung. Faktor
yang secara langsung mempengaruhi status gizi adalah konsumsi makanan dan
26
penyakit infeksi. Sedangkan beberapa faktor yang secara tidak langsung
mempengaruhi status gizi di antaranya yaitu pendapatan keluarga, tingkat
pendidikan orang tua, tingkat pengetahuan ibu akan gizi, pola asuh gizi, jumlah
anggota keluarga, dan lingkungan. Sebagian besar faktor tidak langsung tersebut
mempengaruhi pola asuh gizi.5
Pola asuh gizi merupakan praktek di rumah tangga yang diwujudkan dengan
tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta sumber lainnya untuk
kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan perkembangan anak. 6 Pola asuh gizi akan
mempengaruhi status gizi melalui konsumsi makanan.
Uraian di atas dapat menjelaskan gambar 2.1. yang merupakan alur kerangka
pemikiran dalam penelitian ini dan diambil hipotesis sebagai berikut “terdapat
hubungan antara pola asuh gizi terhadap status gizi balita usia 6-24 bulan”.
27
Gambar 2.1 Alur Kerangka Pemikiran Sumber : Modifikasi penulis disesuaikan dari bagan UNICEF (1998). The State of the World`s Children 1998.
Oxford Univ.11
Tingkat pendidikan
Jumlah anggota keluarga
Budaya pantang makanan
Tingkat pendapatan
Tingkat pengetahuan
Pola Asuh Gizi
Akses untuk menjangkau
Pel. Kes
Psikologi
Genetik
infeksi
Status Gizi
Praktek pemberian makanan/minuman
prelaktal
Praktek pemberian kolostrum
Praktek pemberian
ASI
Praktek pemberian MP-ASI
Praktek penyapihan
Konsumsi Makanan
: Hubungan langsung
: Hubungan tidak langsung
Keterangan:
: Secara teoritis ada hubungan dan diteliti
: Secara teoritis ada hubungan tetapi tidak diteliti
28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Bahan/Subjek Penelitian
3.1.1 Subjek Penelitian
1) Populasi
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah balita usia 6-24 bulan
yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Pasirkaliki, Kecamatan Cicendo,
Kota Bandung.
2) Sampel
Sampel yang dipilih harus memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria
inklusi pada penelitian ini adalah:
a) Bayi lahir normal/tidak prematur.
b) Balita dalam keadaan sehat (tidak dalam keadaan sakit).
Kriteria eksklusi:
a) Balita yang tidak didampingi oleh ibunya ke Posyandu.
b) Balita yang diasuh oleh selain ibunya.
c) Subyek tidak bersedia berpartisipasi dalam penelitian.
Untuk menentukan besarnya jumlah sampel pada penelitian ini
menggunakan rumus ukuran sampel minimal untuk korelasi:
29
Dimana:
ln = log-e (natural logarithm)
n = ukuran sampel
ρ = koefisien korelasi yang oleh peneliti diperkirakan kemaknaan untuk
penelitian (ρ = 0,4)
Z1-α/2 = nilai yang diperoleh dari tabel distribusi normal dengan α yang
ditentukan (α = 0,05), maka Z1-α/2 = 1,96
Z1-β = nilai yang diperoleh dari tabel distribusi normal baku dengan kuasa
uji yang dikehendaki (power 1 - β = 0,95), maka Z1-β = 1,645
Setelah mengalami perhitungan ukuran sampel minimal yang diambil dalam
penelitian ini adalah 75 balita.
3.1.2 Alat Ukur Penelitian
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Timbangan dacin untuk mengukur berat badan balita.
2) Kuesioner untuk menilai pola asuh gizi balita dan mengetahui umur balita.
30
3.2. Metode Penelitian
3.2.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif-analitik dengan menggunakan metode cross-
sectional atau potong silang karena penelitian ini akan mencari hubungan antara
dua variabel atau lebih yang diukur secara bersamaan dalam satu waktu. Hasilnya
berupa kesimpulan deskriptif-analitik untuk mengetahui hubungan pola asuh gizi
dengan status gizi pada balita usia 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas
Pasirkaliki.
3.2.2 Definisi Konsep dan Operasional Variabel
3.2.2.1 Variabel
Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini adalah pola asuh gizi balita
sedangkan variabel dependen (terikat) adalah status gizi balita yang diukur dengan
menggunakan indeks BB/U.
3.2.2.2 Definisi Operasional
1) Pola asuh gizi
Pola asuh gizi didefinisikan sebagai tindakan ibu dalam rumah tangga yang
diwujudkan dengan tersedianya pangan dan pemberian makan dikaitkan dan
tertuju pada perawatan kesehatan serta sumber lainnya untuk kelangsungan
hidup, pertumbuhan, dan perkembangan anak. Penilaian pola asuh gizi balita
usia 6-24 bulan merupakan hasil pengolahan data yang dikumpulkan melalui
wawancara terhadap ibu balita dengan menggunakan kuesioner yang
31
mencakup pertanyaan-pertanyaan mengenai praktek penyusuan pada 6 bulan
pertama kehidupan balita (pemberian makan/minuman prelaktal, kolostrum,
ASI eksklusif), pemberian MP-ASI, dan praktek penyapihan. Jumlah soal
adalah 28, apabila responden menjawab pertanyaan dan betul semua maka
diberi nilai 10. Namun apabila jawabannya salah semua maka diberi nilai 0.
Oleh karena itu, jawaban responden harus dikalikan 0.357 yaitu 10/28. Jadi
kurang jika nilai 4-5, cukup jika nilai 6-7, dan baik jika nilai 8-10.
2) Status gizi balita usia 6-24 bulan
Status gizi didefinisikan sebagai keadaan tubuh akibat dari pemakaian,
penyerapan, dan penggunaan makanan. Cara pengukuran dilakukan dengan
membandingkan hasil pengukuran dengan standar (baku) rujukan WHO-
NCHS dengan mengukur indeks antropometri BB/U. BB diukur dengan
timbangan dacin dan umur dihitung dalam bulan. Variabel berskala ordinal
ini dikategorikan berdasarkan skor simpang baku (standar deviation score =
Z) menjadi gizi baik (>-2 SD) dan gizi kurang (<-2 SD).
3.2.3 Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data
Langkah-langkah yang diambil dalam pelaksanaan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1) Perizinan
Penelitian ini diawali dengan permintaan izin untuk melakukan penelitian di
wilayah kerja Puskesmas Pasirkaliki kepada pihak-pihak terkait seperti Badan
32
Kesatuan Bangsa, Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat (BKBPPM),
Dinas Kesehatan Kota Bandung dan Puskesmas Pasirkaliki.
2) Pemilihan subjek penelitian
Pemilihan subjek yang diteliti diawali dengan penentuan besar sampel untuk
dapat mewakili populasi balita usia 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas
Pasirkaliki. Hal tersebut dilakukan karena ketidakmungkinan untuk dilakukan
penelitian terhadap seluruh populasi. Besar sampel yang didapat harus telah
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pengambilan sampel dilakukan
dengan cara consecutive sample, yaitu semua subjek yang datang dan
memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah
subjek yang diperlukan terpenuhi.
3) Pengambilan data
Data yang diambil berupa data primer. Pengambilan data primer ini dilakukan
di Posyandu binaan Puskesmas Pasirkaliki. Posyandu yang didatangi adalah
Posyandu manapun yang melakukan kegiatan pada hari yang telah
dijadwalkan sampai didapatkan jumlah sampel yang dibutuhkan.
Pengambilan data diperoleh melalui:
a) Pengukuran BB balita dengan menggunakan timbangan dacin yang
kemudian dikaitkan dengan data umur balita. Data ini akan diolah untuk
mengklasifikasikan status gizi balita.
b) Wawancara langsung terhadap ibu bayi dengan menggunakan kuesioner
untuk mengetahui data pola asuh gizi dan umur balita. Data yang
dikumpulkan meliputi karakteristik responden (identitas ibu dan anak),
33
praktek pemberian makanan prelaktal, pemberian kolostrum, pemberian
ASI, pemberian PASI, pemberian MP-ASI, dan praktek penyapihan.
4) Pengolahan data
Pengolahan data merupakan bagian dari rangkaian kegiatan penelitian yang
dilakukan setelah seluruh data terkumpul. Data yang diperoleh perlu diolah
sehingga dapat menjawab tujuan penelitian dan menjadi informasi bagi
pembaca.
Kuesioner yang telah diisi dikumpulkan untuk diperiksa kelengkapan,
kejelasan, keterkaitan dengan pertanyaannya dan konsistensinya. Data
tersebut akan diolah secara komputerisasi, dimasukkan ke dalam suatu
perangkat lunak (soft ware).
Pengolahan data mengenai berat badan dan umur akan diolah untuk
pengklasifikasian status gizi berdasarkan Z score BB/U standar baku WHO-
NCHS.
3.2.4 Analisis Data
Data diolah dengan menggunakan program Statistical Program for Social
Sciences (SPSS) versi 16.0. Pengolahan data mengenai hubungan pola asuh gizi
dengan status gizi balita menggunakan analisis korelasi rank Spearman untuk
melihat signifikansi suatu hubungan dan positif atau negatifkah hubungan
tersebut.
34
3.2.5 Tempat dan Waktu Penelitian
1) Tempat Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah Posyandu-posyandu di wilayah kerja Puskesmas
Pasirkaliki, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung.
2) Waktu Penelitian
Rangkaian penelitian ini dilakukan selama bulan Mei-Agustus 2010 dengan
keterangan sebagai berikut:
a) Pengajuan judul: Mei 2010
b) Penelusuran kepustakaan: Mei-Juni 2010
c) Sidang Usulan Penelitian: Juni 2010
d) Pengumpulan data: Juni-Juli 2010
e) Analisis data: Agustus 2010
f) Penulisan laporan hasil penelitian: Agustus 2010
g) Penyajian laporan hasil penelitian: September 2010.
3.3. Implikasi/Aspek Etik Penelitian
Aspek etik yang perlu diperhatikan dalam penelitian ini adalah informed
consent. Hal ini sangat penting untuk dilakukan berkaitan dengan ketersediaan
subjek yang diteliti untuk memberikan informasi yang akan sangat diperlukan
untuk pengolahan data yang diteliti. Data subjek penelitian disajikan secara
rahasia, identitas dari subjek penelitian dirahasiakan.
35
3.4. Alur Penelitian
Gambar 3.1 Alur Penelitian
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian
Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan di 6 Posyandu binaan
Puskesmas Pasirkaliki yang memiliki 6 Kelurahan. Dari 6 Posyandu tersebut
didapatkan 77 balita usia 6-24 bulan yang telah memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi. Ketujuh puluh tujuh balita tersebut adalah 12 balita dari Posyandu RW
07 dan 5 balita dari Posyandu RW 02 Kelurahan Pajajaran, 20 balita dari
Posyandun RW 03 Kelurahan Cipedes, 16 balita dari Posyandu RW 06 Kelurahan
Sukaraja, 11 balita dari 1 Posyandu di Kelurahan Pasirkaliki, dan 13 balita dari 1
Posyandu di Kelurahan Husein.
4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Ketujuh puluh tujuh subjek penelitian yang didapat tersebut memiliki
karakteristik yang digolongkan berdasarkan umur, jenis kelamin, dan berat badan.
1) Umur Balita
Distribusi subjek penelitian berdasarkan umur disajikan dalam tabel 4.1.
Tabel 4.1. Distribusi Umur Balita Usia 6-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Pasirkaliki
No. Umur Jumlah Persentase 1. 6-11 bulan 31 40,3% 2. 12-17 bulan 23 29,9% 3. 18-24 bulan 23 29,9%
Total 77 100,0%
37
Tabel 4.1. menjelaskan bahwa paling banyak responden balita berusia 6-11
bulan yaitu sebanyak 40,3%, sisanya adalah balita berumur 12-17 bulan dan
18-24 bulan dengan jumlah dan persentase yang sama.
2) Jenis Kelamin Balita
Distribusi balita usia 6-24 bulan berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan
Cicendo disajikan dalam tabel 4.2.
Tabel 4.2. Distribusi Jenis Kelamin Balita Usia 6-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Pasirkaliki
No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase 1. Laki-laki 36 46,8% 2. Perempuan 42 53,2%
Total 77 100,0%
Tabel 4.2. memperlihatkan bahwa sebagian besar balita berjenis kelamin
perempuan yaitu dengan persentase 53,2%.
3) Berat Badan Balita
Penilaian berat badan balita dilakukan dengan menggunakan timbangan
dacin yang telah tersedia di setiap Posyandu. Distribusi subjek penelitian
berdasarkan berat badan di Kecaman Cicendo disajikan dalam tabel 4.3.
Tabel 4.3. Distribusi Berat Badan Balita Usia 6-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Pasirkaliki
No. Berat Badan Jumlah Persentase 1. 5,7-8,2 kg 27 35,1% 2. 8,3-10,8 kg 38 49,4% 3. 10,9-13,1 kg 12 15,6%
Total 77 100,0%
38
Tabel 4.3. di atas menunjukkan bahwa sebagian besar balita memiliki berat
badan 8,3-10,8 kg yaitu sebesar 49,4% dan paling sedikit balita dengan berat
badan 10,9-13,1 kg yaitu sebanyak 15,6%.
4.1.2. Tingkat Pendidikan Pengasuh/Ibu Balita (Responden)
Distribusi responden berdasarkan pendidikan di Kecamatan Cicendo disajikan
dalam tabel 4.4.
Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan No. Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase 1. Tidak sekolah 3 3,9% 2. SD/sederajat 17 22,1% 3. SMP/sederajat 10 13,0% 4. SMA/sederajat 37 48,1% 5. D1/D3 7 9,1% 6. S1 3 3,9%
Total 77 100,0%
Tabel 4.4. menunjukkan bahwa tingkat pendidikan pengasuh (ibu) sangat
beragam mulai dari yang tidak bersekolah sampai ibu dengan tingkat
pendidikan S1. Sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan
SMA/sederajat yaitu yaitu mencapai 48,1% dan paling sedikit adalah
pengasuh (ibu) yang tidak bersekolah atau memiliki tingkat pendidikan S1
yaitu sebesar 3,9%.
39
4.1.3 Analisis
4.1.3.1 Pola Asuh Gizi Balita
Penilaian pola asuh gizi balita merupakan hasil pengolahan data yang
dikumpulkan melalui wawancara terhadap responden 2 dengan menggunakan
kuesioner yang mencakup pertanyaan-pertanyaan mengenai praktek penyusuan
pada 6 bulan pertama kehidupan balita (pemberian makan/minuman prelaktal,
kolostrum, ASI eksklusif), pemberian MP-ASI, dan praktek penyapihan. Dari
hasil penelitian, distribusi pola asuh gizi balita usia 6-24 bulan di Kecamatan
Cicendo ditampilkan dalam tabel 4.5.
Tabel 4.5. Distribusi Pola Asuh Gizi Balita Usia 6-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Pasirkaliki
No. Pola Asuh Gizi Jumlah Persentase 1. Kurang 6 7,8% 2. Cukup 8 10,4% 3. Baik 63 81,8%
Total 77 100,0% Keterangan: kurang : 4-5
Cukup : 6-7 Baik : 8-10
Tabel 4.5. menjelaskan bahwa pola asuh gizi balita yang dilakukan pengasuh
(ibu) sebagian besar adalah baik yaitu sebesar 81,8% sedangkan pola asuh gizi
balita yang kurang baik sebesar 7,8%.
4.1.3.2 Status Gizi
Dari hasil penelitian terhadap balita usia 6-24 bulan didapat distribusi status
gizi sebagaimana terlihat pada tabel 4.6.
40
Tabel 4.6. Distribusi Status Gizi Balita Usia 6-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Pasirkaliki
No. Status Gizi Jumlah Persentase 1. Kurang 11 14,3% 3. Baik 66 85,7%
Total 77 100,0%
Tabel 4.6. menjelaskan bahwa sebagian besar balita usia 6-24 bulan di wilayah
kerja Puskesmas Pasirkaliki memiliki status gizi baik yaitu sebesar 85,7% dan
sebagian kecil balita berstatus gizi kurang yaitu sebesar 14,3%.
4.1.3.3 Hubungan Pola Asuh Gizi dengan Status Gizi Balita
Tabulasi silang hubungan pola asuh gizi dengan status gizi balita usia 6-24
bulan di wilayah kerja Puskesmas Pasirkaliki disajikan dalam gambar 4.1 dan
tabel 4.7.
Gambar 4.1. Status Gizi Balita Berdasarkan Pola Asuh Gizi
GIZI KURANG GIZI BAIK
41
Tabel 4.7. Status Gizi Balita Berdasarkan Pola Asuh Gizi
No. Pola Asuh Gizi
Status Gizi Balita Total Kurang Baik jumlah persentase Jumlah Persentaae Jumlah persentase
1. Kurang 6 7,8% 0 0,0% 6 7,8% 2. Cukup 5 6,5% 3 3,9% 8 10,4% 3. Baik 0 0,0% 63 81,8% 63 81,8%
Total 11 14,3% 66 85,7% 77 100,0%
Berdasarkan Gambar 4.1. dan Tabel 4.7. dapat dilihat untuk anak dengan pola
asuh gizi kurang yang berstatus gizi kurang sebesar 7.8% dan yang berstatus gizi
baik tidak ada. Anak dengan pola asuh gizi baik didominasi oleh anak yang
berstatus gizi baik sebesar 81.8% sedangkan yang bergizi kurang tidak ada
seorang pun.
Hasil pengujian hubungan pola asuh gizi dengan status gizi balita usia 6-24
bulan di wilayah kerja Puskesmas Pasirkaliki dengan menggunakan analisis
statistik korelasi rank Spearman didapatkan value 0,884 dan Pvalue 0,000. Hasil
uji tersebut memperlihatkan Pvalue memiliki nilai kurang dari 0.05. Jika kita
menetapkan taraf arti 0.05, maka pengujian tersebut signifikan artinya terdapat
hubungan baik dalam asosiasi mapun perindividu antara pola asuh gizi dengan
status gizi balita, di mana hubungannya positif yang cukup besar yaitu 0.884,
artinya terdapat hubungan searah antara pola asuh ibu terhadap status gizi anak,
sehingga apabila pola asuh meningkat maka status gizi anak meningkat atau
apabila pola asuh anak menurun maka status gizi anak turun.
42
4.2. Pembahasan
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian cross sectional. Keterbatasan
penelitian dengan rancangan cross sectional adalah penelitian ini hanya melihat
status gizi pada suatu waktu saja dan hanya menggunakan indeks antropometri
BB/U.
Seperti yang telah diketahui bahwa status gizi tidak hanya dipengaruhi oleh
pola asuh gizi saja, tetapi dipengaruhi juga oleh faktor lain seperti penyakit
infeksi, genetik, dan keadaan psikologis. Sehingga faktor-faktor tersebut dapat
mempengaruhi hasil penelitian.
Pada saat pengumpulan data, ingatan responden 2 serta keterampilan dan
kemampuan pewawancara dalam mendapatkan atau menggali informasi yang
lengkap sangat dibutuhkan. Pada saat pengumpulan data terdapat pertanyaan
mengenai riwayat kelahirannya dulu untuk memenuhi kriteria inklusi (bayi lahir
sehat dan cukup bulan) dan pola asuh gizi yang dilakukan pengasuh (ibu) terhadap
balitanya dari sejak lahir seperti praktek pemberian makanan/minuman prelaktal
dan pemberian kolostrum sehingga dibutuhkan kemampuan responden untuk
mengingat kembali yang memungkinkan terjadinya recall bias, selain itu mungkin
terdapat kesalahan sewaktu mewawancara.
4.2.1 Pola Asuh Gizi Balita Usia 6-24 Bulan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa di wilayah kerja Puskesmas
Pasirkaliki sebagian besar pola asuh gizi balita adalah baik yaitu sebanyak 66
responden (81,8%).
43
Pola asuh gizi merupakan praktek dalam rumah tangga yang diwujudkan
dengan tersedianya pangan dan pemberian makan dikaitkan dan tertuju pada
perawatan kesehatan serta sumber lainnya untuk kelangsungan hidup,
pertumbuhan, dan perkembangan anak.6 Pola asuh gizi di sini mencakup praktek
penyusuan (pemberian makan/minuman prelaktak, kolostrum, ASI eksklusif, dan
praktek penyapihan) dan pemberian MP-ASI. Pengasuhan anak dapat diartikan
didefinisikan sebagai perilaku yang dipraktikkan oleh pengasuh (ibu, bapak,
nenek, pengasuh) dalam memberikan makanan, pemelihaaraan kesehatan,
memberikan stimulasi serta dukungan emosional yang dibutuhkan anak untuk
tumbuh kembang juga termasuk tentang kasih sayang dan tanggung jawab orang
tua.
Dari hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Pasirkaliki Kecamatan
Cicendo sebagian besar pola asuh gizi adalah baik karena balita diasuh oleh ibu
kandungnya sendiri karena pegasuhan anak terutama peran ibu di dalam
pemberian makanan sangat penting. Interaksi yang baik dan penuh kasih sayang
antara ibu dan anak sangat penting dalam upaya pemberian makanan anak.
Banyaknya porsi yang dapat dihabiskan anak tergantung pada bagaimana ibu
memberikan makan pada anak seperti bagaimana membujuk anak makan,
menciptakan suasana yang nyaman saat makan, berperilaku ramah terhadap anak
saat makan, menghindari pertengkaran/gangguan sewaktu makan. Hal tersebut
sesuai dengan teori bahwa pemberian makan kepada balita harus secara responsif
dan aktif.
44
Dari hasil wawancara sebagian besar pengasuh melakukan penyusuan yang
baik pula, tidak diberikan makan/minuman prelaktal, diberikan kolostrum,
pemberian ASI sebagian besar dilakukan eksklusif, dan penyapihan belum
dilakukan pada usia sebelum 12 bulan. Walaupun praktek penyusuannya dapat
dikatakan kurang baik tetapi pada pemberian MP-ASI selanjutnya dilakukan
dengan baik sesuai teori yang ada, maka pola asuh balita dapat tetap dikategorikan
baik.
Tingkat pendidikan ibu pun cukup berpengaruh dalam pengasuhan gizi untuk
anak. Sebagian besar pengasuh (ibu) memiliki tingkat pendidikan SMA atau
sederajat yaitu sebanyak 37 orang (48,1%) sehingga kemungkinan pengasuh
mengetahui bagaimana pemberian atau pola asuh gizi balita yang seharusnya
dilakukan baik dari segi praktek penyusuan maupun pemberian MP-ASI.
Untuk pola asuh gizi yang kurang baik, sebagian besar disebabkan oleh
pengasuh (ibu) yang kurang memperhatikan frekuensi makan, jenis makanan, dan
ibu yang kurang mengetahui usia berapa balita mulai diberi makanan tambahan,
dan penyapihan yang dilakukan lebih dini sehingga asupan gizi pada balita
kurang.
4.2.2 Status Gizi Balita Usia 6-24 Bulan
Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Pasirkaliki
menunjukkan bahwa sebagian besar balita berstatus gizi baik yaitu sebanyak 66
balita (85,7%) dan status gizi kurang sebanyak 11 balita (14,3%).
45
Status gizi adalah keadaan tubuh seseorang sebagai akibat dari pemakaian,
penyerapan, dan penggunaan makanan. Pada usia 6 bulan pertama kehidupan
sistem pencernaan belum siap untuk menerima makanan selain ASI dan
kebutuhan bayi akan makanan sudah cukup terpenuhi dengan ASI. Namun, pasca
usia tersebut ia memerlukan makanan tambahan yang dapat menunjang tumbuh
kembangnya. Pada usia ini jika hanya diberi ASI, kebutuhan asupan gizi bayi
masih belum terpenuhi seutuhnya. Jika memberikan makanan pendamping terlalu
awal (sebelum 6 bulan) berdampak kurang baik terhadap kesehatannya.
Dari hasil penelitian di Kecamatan Cicendo masih ditemukan balita dengan
status gizi kurang karena masih ditemukan ibu yang kurang memperhatikan
frekuensi makan, jenis makanan, jumlah makanan yang harus diberikan pada
balita, dan ibu yang kurang mengetahui usia berapa balita mulai diberi makanan
tambahan sehingga asupan gizi pada balita kurang. Selain itu, masih didapatkan
ibu yang masih bekerja sehingga harus menyapih anaknya lebih dini.
4.2.3 Hubungan Pola Asuh Gizi dengan Status Gizi Balita Usia 6-24 Bulan
Berdasarkan hasil tabulasi silang pola asuh gizi dengan status gizi balita di
Kecamatan Cicendo diketahui bahwa balita dengan pola asuh gizi kurang
berstatus gizi kurang sebesar 7,8% dan yang berstatus gizi baik tidak ada. Untuk
anak dengan pola asuh gizi baik semuanya memiliki status gizi baik yaitu 81,8%
dan yang berstatus gizi kurang tidak ada.
Hal tersebut di atas sesuai dengan pernyataan Mentri Kesehatan Republik
Indonesia yaitu salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi balita adalah pola
46
asuh gizi/makanan yaitu kemampuan keluarga untuk memberikan makanan
kepada bayi dan anak, khususnya pemberian ASI eksklusif dan pemberian MP-
ASI. Pengasuhan anak dapat didefinisikan sebagai perilaku yang diterapkan oleh
pengasuh dalam memberikan makanan, pemeliharaan kesehatan, memberikan
stimulasi serta dukungan emosional yang dibutuhkan anak untuk tumbuh
kembang juga termasuk di dalamnya tentang kasih sayang dan tanggung jawab
orang tua.20
Teori di atas sesuai dengan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas
Pasirkaliki Kecamaatan Cicendo bahwa pola asuh gizi berhubungan dengan status
gizi balita. Interaksi yang baik dan penuh kasih sayang antara ibu dan anak sangat
penting dalam upaya pemberian makanan karena banyaknya porsi yang dapat
dihabiskan anak tergantung pada bagaimana ibu memberikan makan pada
anaknya. Seorang ibu yang mengerti tentang pentingnya makanan untuk anaknya
akan memberikan efek yang baik terhadap status gizi anak. Ibu yang kurang
memperhatikan frekuensi makan, jenis makanan, jumlah makanan yang harus
diberikan pada balita, mulai usia berapa balita harus diberi makanan tambahan,
dan kesibukan orang tua karena kerja akan mengakibatkan asupan gizi pada balita
kurang.
Pada praktek penyusuan, sebagian besar balita usia 6-24 bulan yang berstatus
gizi baik telah mendapatkan penyusuan yang baik pula mulai dari tidak
diberikannya makanan/minuman prelaktal, diberikannya kolostrum, pemberian
ASI eksklusif, dan sebagian besar balita belum disapih. Meskipun terdapat
beberapa responden yang melakukan praktek penyusuan kurang sempurna namun
47
pengasuh (ibu) mengganti ASI dengan makanan PASI yang sesuai dan dengan
takaran dan frekuensi yang sesuai pula. Sehingga status gizi balita tetap baik.
48
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1) Pola asuh gizi balita usia 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pasirkaliki
sebesar 81,8% adalah baik.
2) Status gizi balita usia 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pasirkaliki
sebesar 85,7% adalah baik.
3) Terdapat hubungan yang signifikan (Pvalue = 0,000) dan positif (value =
0,822) antara pola asuh gizi dengan status gizi balita usia 6-24 bulan di
wilayah kerja Puskesmas Pasirkaliki.
5.2. Saran
1) Perlu diberikan pembinaan dan penyuluhan yang berkesinambungan kepada
ibu balita tentang status gizi anak dan pola asuh gizi anak untuk
mempertahankan status gizi balita yang sudah baik dan meningkatkan status
gizi dari kurang menjadi baik.
2) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pola asuh gizi balita dan
status gizi balita yang lebih memperhatikan distribusi sampel misal dilakukan
di lebih banyak Posyandu dan dengan kuesioner yang lebih disempurnakan.
49
DAFTAR PUSTAKA
1. Santoso S. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: Rineka Cipta; 2004. 2. Whitney EN, Rolfes SR. Understanding Nutrition. 8th ed. United State of
America: Wadsworth Publishing Company; 1999. Page 3-6 and 501-512. 3. Akhmadi. Permasalahan Gizi di Indonesia [dokumen di internet]. Rajawana;
2009 [diakses 15 April 2010]. Tersedia di http://www.rajawana.com/artikel/kesehatan/384-permasalahan-gizi-di-indonesia.html
4. Depkes-RI. Perkembangan Program Perbaikan Gizi Masyarakat [dokumen di internet]. Direktorat Gizi Masyarakat; 2004 [diakses 15 April 2010]. Tersedia di www.gizi.net/.../Penanggulangan%20Gizi%20menkes-1Juni%202005.doc
5. Waspadji S, Suyono S. Pengkajian Status Gizi. Jakarta: Instalasi Gizi RSCM; 2003.
6. Prahesti A. Hubungan Pola Asuh Gizi dengan Gangguan Pertumbuhan (Growth Faltering) pada Anak Usia 0-12 Bulan di Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro; 2001.
7. Departemen Kesehatan RI. Spesifikasi dan Pedoman dan Pengelolaan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Instan untuk Bayi Umur 6-11 Bulan. Jakarta; 2003.
8. Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKUI. Gizi dan Kesehatan Masyarakat Edisi Revisi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada; 2008.
9. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Provinsi Jawa Barat 2007. Bandung: Dinas Kesehatan Provinsi; 2007.
10. Dinas Kesehatan Kota Bandung. Profil Kesehatan Kota Bandung Tahun 2008. 2009.
11. Baliwati, Farida Y, Khomsan A, Dwiriani M. Pengantar Pangan dan Swadaya Gizi. Swadaya, 2004.
12. Unicef. UNICEF and the Global Strategy on Infant and Young Child Feeding (GSIYCF) [dokumen dari internet]. UNICEF; 2002 [diakses 10 Juni 2010]. Tersedia di: www.unicef.org/nutrition/files/FinalReportonDistribution.pdf. diakses 8 Juni 2010.
13. Depkes RI. Makanan Pendamping ASI. Jakarta; 2000. 14. Savage K. Menolong Ibu Menyusui. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 1991. 15. Butte NF, Lopez-Alacron MG, Garza C. Nutrient Adequacy of Exclusive
Breastfeeding for The Term Infant During The First Six Months of Life.. Geneva: WHO; 2002. Page 1-10.
50
16. Depkes RI. Manajemen Laktasi. Jakarta: 2005. 17. WHO. Complementary Feeding of Young Children in Developing Countries:
A Review of Current Scientific Kowledge. 1998. 18. World Organization in Collaboration with Food and Agriculture Organization
of The United Nations. Safe Preparation, Storage and Handling of Powdered Infant Formula. Switzerland: WHO Press; 2007. Page 8-20.
19. WHO. Guiding Principles for Feeding Non-Breastfed Children 6-24 Months of Age. 2005.
20. WHO. Complementary Feeding [dokumen dari internet]. WHO; 2010 [diakses 8 Juni 2010]. Tersedia di: http://www.who.int/nutrition/topics/complementary_feeding/en/index.html.
21. Dewey K. Guiding Principles for Complementary Feeding of The Breastfed Child. WHO; 2004.
22. Usman. Baku Rujukan WHO 2005 [dokumen daari internet]. Wordpress; 2009 [diakses 15 Agustus 2010]. Tersedia di: http://gizikom.wordpress.com/psg/who2005/.
51
LAMPIRAN
Lampiran 1
FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH MENDAPAT PENJELASAN (INFORMED CONSENT)
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama : Umur : Jenis kelamin : Alamat : Pekerjaan :
setelah mendapat keterangan secukupnya serta menyadari manfaat dan risiko penelitian tersebut di bawah ini yang berjudul: “Hubungan Pola Asuh Gizi dengan Status Gizi Balita Usia 6-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Pasirkaliki Kecamatan Cicendo Kota Bandung” dengan sukarela menyetujui diikutsertakan diri saya dan anak saya,
Nama : Umur : Jenis kelamin :
dalam penelitian tersebut, dengan catatan bila suatu waktu merasa dirugikan berhak membatalkan persetujuan ini.
Bandung, .........................2009
Penanggung jawab penelitian Mengetahui: Yang menyetujui: responden
(RAFI RIZKI) (...........................................)
52
Lampiran 2 LEMBAR KUESIONER
Tanggal : ........................... No. Responden : ........................... (diisi oleh peneliti)
A. Identiatas Ibu Nama : ....................................................................... Pendidikan terakhir : ....................................................................... Alamat : ....................................................................... Pekerjaan : .......................................................................
B. Data Anak
1. Identitas Anak Nama anak : ....................................................................... Jenis kelamin : ....................................................................... Tempat/tanggal lahir anak : ....................................................................... Umur anak : .......................................................................
2. Riwayat kelahiran Berat badan lahir : ....................................................................... Waktu lahir : ................................. (cukup
bulan/prematur) 3. Nilai antropometri Berat badan saat ini : ....................................................................... Tinggi badan saat ini : .......................................................................
C. Pola Asuh Gizi
Praktek Penyusuan pada 6 Bulan Pertama setelah Kelahiran 1. Apakah anak anda disusui atau pernah disusui ASI?
a. Ya b. Tidak
2. Di awal setelah kelahirannya apakah bayi anda mendapatkan makanan/minuman selain ASI sebelum disusui ASI (mak/min prelaktal)?
a. Ya b. Tidak
3. Apakah di awal setelah kelahirannya bayi anda diberi ASI yang keluar pertama kali, yang berwarna kekuning-kuningan dan lebih kental dari ASI biasanya (kolostrum)?
a. Ya b. Tidak
4. Sampai usia berapa bayi anda hanya mendapatkan ASI saja tanpa susu formula atau makanan tambahan apapun (ASI eksklusif)?
a. usia 4-5 bulan b. usia 6 bulan
c. sebelum 4 bulan atau setelah 6 bulan
53
Untuk ibu yang memberikan susu formula/makanan pengganti ASI pada bayinya jawablah pertanyaan no. 6-10! 5. Jenis susu pengganti yang anda berikan adalah?
a. Susu bayi/formula b. Susu sapi
6. Apakah makanan pengganti ASI (susu formula) yang anda berikan sesuai takaran dalam kemasan?
a. Ya b. tidak
7. Berapa lama anda pernah menunda pemberian susu formula yang telah anda buat?
a. Kurang dari 2 jam b. 2-3 jam
c. Lebih dari 3 jam
8. Bagaimana cara pembuatan susu untuk bayi anda?
a. Susu diseduh dengan air panas mendidih lalu diamkan agar dingin b. Air panas dicampur dengan air dingin lalu diberi susu c. Susu diseduh air panas mendidih lalu dicampur dengan air dingin
9. Berapa lama anak anda setiap kali menyusu (baik ASI maupun susu
formula)? a. Tidak tentu b. Sekitar 15-30 menit
c. Sampai anak tertidur atau berhenti dengan sendirinya
11. Kapan anda memberikan bayi anda ASI/susu formula?
a. Setiap 4 jam sekali b. Pagi, siang, dan sore/malam
c. Kapan pun jika anak menginginkannya
12. Apakah saat ini anak ibu telah berhenti menyusu ASI (disapih)?
a. Sudah b. Belum
13. Berapa usia anak anda saat berhenti disusui ASI? a. Kurang dari 1 tahun b. Lebih dari 1 tahun
Apa alasan anda pemberian ASI dihentikan? ........................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
Praktek Pemberian MP-ASI 14. Makanan apa yang harus diberikan pada balita berusia 6-8 bulan?
a. ASI b. ASI dan bubur halus c. ASI dan bubur kasar
54
15. Makanan apa yang harus diberikan pada balita usia 9-11 bulan? a. ASI dan bubur halus b. ASI dan bubur kasar c. ASI dan makanan keluarga/dewasa
16. Makanan apa yang harus diberikan pada balita usia 12-24 bulan?
a. ASI dan bubur halus b. ASI dan bubur kasar c. ASI dan makanan keluarga/dewasa
17. Usia berapa anak anda mulai diberi makanan tambahan (makanan selain
ASI)? a. kurang dari usia 4 bulan b. usia 4-5 bulan c. usia 6 bulan atau lebih
18. Berapa kali anda memberikan makanan tambahan pada anak anda dalam
sehari? a. 2-3 kali atau 3-4 kali b. Kurang dari 2 kali atau lebih dari 4 kali c. 4-5 kali
19. Apa yang anda lakukan jika anak anda merasa bosan dengan menu yang
anda berikan? a. Memberikan variasi pada makanan b. Memaksa anak untuk tetap mamakannya c. Membiarkan anak untuk tidak memakannya
20. Bila anak sedang makan apa yang biasa anda lakukan?
a. Menyuruh anak untuk cepat menghabiskannya b. Tidak membuat anak terburu-buru c. Mengajak anak berbicara saat makan
21. Biasanya apa tindakan anda bila anak berhenti makan?
a. Tunggu sebentar dan tawarkan lagi b. Membiarkan dan meninggalkan agar anak mandiri c. Membiarkan saja
22. Apabila anak tidak mau makan biasanya apa yang anda lakukan?
a. Memberikan vitamin dan membiarkannya tidak makan b. Memaksanya agar cepat makan c. Membujuknya agar tetap makan
23. Apa yang anda lakukan jika anda sedang sibuk dan anak anda minta makan?
a. Menyelesaikan pekerjaan kemudian baru memberikan makan
55
b. Membiarkannya dan tidak menghiraukannya c. Segera memberikannya makan
24. Apakah anda marah jika anak anda masih belum mau makan?
a. ya b. tidak
25. Apakah anda memuji jika anak anda mau makan dengan lahap?
a. ya b. tidak
26. Apakah anda menggunakan botol/dot untuk memberikan minum anak
anda? a. Ya b. tidak
27. Apakah anak anda mendapatkan makanan sejenis ikan, daging, telur, atau
makanan yang mengandung lemak/protein hewani seperti santan atau minyak ikan setiap harinya?
a. Ya b. tidak
28. Saat anak anda sakit, apakah anak anda menyusu atau minum lebih
sering? a. Ya b. Tidak
29. Setelah anak anda sembuh, apakah anda memberikan makanan lebih sering dari biasanya dan mendorongnya untuk makan lebih banyak?
a. Ya b. tidak
_Terima Kasih_
56
Lampiran 3
57
Lampiran 4
58
Lampiran 5
DATA HASIL KUESIONER
59
Lampiran 6
Crosstab
POLAASUH
Total 2.00 3.00 4.00
STATUSGIZI 1.00 Count 0 3 63 66
% of Total .0% 3.9% 81.8% 85.7%
2.00 Count 6 5 0 11
% of Total 7.8% 6.5% .0% 14.3%
Total Count 6 8 63 77
% of Total 7.8% 10.4% 81.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 61.688a 2 .000
Likelihood Ratio 52.573 2 .000
Linear-by-Linear Association 60.148 1 .000
N of Valid Cases 77
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is .86.
Symmetric Measures
Value
Asymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Interval by Interval Pearson's R -.890 .037 -16.870 .000c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation -.884 .061 -16.389 .000c
N of Valid Cases 77
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
60
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Rafi Rizki, lahir di Majalengka pada tanggal 23 November 1988 dari pasangan suami istri Aunurrofik dan Yani Iryani. Penulis merupakan anak pertama dari 2 bersaudara.
Penulis telah menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri IV Majalengka Kulon tahun 2000, sekolah menengah pertama di SMP Plus Amanah Muhammadiyah Tasikmalaya tahun 2003, sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Majalengka tahun 2006. Sejak tahun 2006, penulis melanjutkan pendidikan dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung.
Organisasi yang pernah diikuti oleh penulis di antaranya Pramuka SMP Plus Amanah Muhammadiyah Tasikmalaya (2000-2001), Hizbul Wathon SMP Plus Amanah Muhammadiyah Tasikmalaya (2001-2002), ROHIS SMAN 1 Majalengka (2003-2005), Ganesha Pecinta Alam SMAN 1 Majalengka (2003-sekarang), KSR unit Unisba (2007-sekarang), dan BEM Universitas Islam Bandung (2007-2008).
Prestasi yang pernah diraih oleh penulis adalah juara 2 lomba melukis payung geulis se-Tasikmalaya (2000) dan juara 3 Lomba Tingkat IV Jawa Barat (2001).