PERILAKU ORGANISASI

222

Transcript of PERILAKU ORGANISASI

Page 1: PERILAKU ORGANISASI
Page 2: PERILAKU ORGANISASI

PERILAKU ORGANISASIEdisi Revisi

Penulis : Dr. As’ad, M.Pd Dr. Fridiyanto, M.Pd.I

ISBN : 978-623-329-290-0 Copyright © Juli 2021Ukuran: 15.5 cm X 23 cm; Hal: xvi + 206

Hak Cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak baik sebagian ataupun keseluruhan isi buku dengan cara apa pun tanpa izin tertulis dari penerbit.

Penata Isi : Ahmad AriyantoDesainer Sampul : Rosyiful AqliEditor : Dr. M. Kholis Amrullah, M.Pd.I

Cetakan I, Juli 2021

Diterbitkan pertama kali oleh Literasi Nusantara Perum Paradiso Kav. A1 Junrejo - BatuTelp : +6285887254603, +6285841411519Email: [email protected]: www.penerbitlitnus.co.idAnggota IKAPI No. 209/JTI/2018

Didistribusikan oleh CV. Literasi Nusantara AbadiPerumahan Puncak Joyo Agung Regency Kav. B11 MerjosariKecamatan Lowokwaru Kota MalangTelepon: +62822 3399 2061Email: [email protected]

Page 3: PERILAKU ORGANISASI

iii

Kata Pengantar Edisi Revisi

Alhamdulilahirabbil’alamin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberi kesehatan, waktu, dan kesempatan kepada penulis. Serta shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW yang telah melakukan transformasi kepada umat manusia untuk menjadi lebih baik, dan merupakan sosok yang setiap perilakunya selalu ingin diikuti oleh umat Muslim khususnya.

Buku Ajar “Perilaku Organisasi” ini merupakan edisi revisi dari buku sebelumnya dengan judul yang sama. Dalam edisi revisi ini penulis mencoba untuk lebih menyederhanakan, mengurangi, dan menambahkan hal yang diperlukan terkait materi perilaku organisasi sehingga dapat mudah dipahami oleh para mahasiswa S1. Oleh sebab itu, saran dari para pembaca sangat berguna bagi penulis dalam menyempurnakan buku ini.

Semoga Buku Ajar “Perilaku Organisasi” ini dapat membantu mahasiswa yang sedang mempelajari perilaku organisasi, dan dapat bermanfaat bagi para pembaca umum yang memiliki minat dengan kajian perilaku organisasi.

Wassalamualaikum, wr, wb

Jambi, 13 Juli 2021

Penulis

Page 4: PERILAKU ORGANISASI

iv

Page 5: PERILAKU ORGANISASI

v

Kata Pengantar Penulis

Assalamualaikum, wr, wb,Alhamdulilahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang

telah memberi kesehatan, pengetahuan dan waktu kepada penulis hingga dapat menyelesaikan Buku Ajar “Perilaku Organisasi”. Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada Rasulullah saw yang merupakan seorang organisatoris handal dalam sejarah umat manusia, dan dapat menjadi inspirasi bagi pengkaji perilaku organisasi di era moderen.

Organisasi sebagai tempat berkumpulnya manusia yang terdiri dari individu, kelompok tentu akan juga memiliki berbagai macam sikap dan perilaku yang bisa menciptakan suasana sehat dan produktif bagi organisasi, namun jika tidak dikelola dengan baik, maka beragam perilaku organisasi tersebut akan membuat organisasi dipenuhi konflik sehingga keberlangsungan serta berbagai aktivitas menjadi tidak efektif bahkan bisa berdampak pada kepunahan organisasi.

Perilaku organisasi merupakan sebuah mata kuliah yang harus dilewati oleh mahasiswa di bidang manajemen karena dalam kajian perilaku organisasi seorang manajer atau pemimpin organisasi dapat memahami berbagai dinamika manusia dengan perilaku yang beragam. Dengan memahami perilaku anggota organisasi maka organisasi akan dapat dikelola secara lebih efektif dan akan lebih produktif. Dalam ilmu perilaku organisasi akan ditemukan pembahasan individu, kelompok, dan struktur serta berbagai dinamika lainnya seperti konflik, komunikasi, politik, motivasi yang menjadi pembahasan perilaku organisasi.

Page 6: PERILAKU ORGANISASI

vi

Pentingnya mempelajari perilaku organisasi membuat penulis merasa perlu menyusun sebuah buku ajar yang diolah dari berbagai teori dan hasil-hasil penelitian terbaru mengenai interaksi sosial di organisasi.

Penulis menyadari buku ajar Perilaku Organisasi masih perlu banyak perbaikan, maka saran dari para pembaca agar dapat diperbaiki dalam edisi revisi. Akhir kata, penulis berharap semoga buku ajar perilaku organisasi ini dapat menambah wawasan, dan konsep peminat kajian organisasi dan manajemen. Penulis mengucapkan terimakasih kepada editor Dr. M. Kholis Amrullah, M.Pd.I dan Muhammad Rafi’i, M.Ag yang telah membaca ulang dan memperbaiki naskah buku dan dapat mengurangi typo.

Wassalamualaikum, wr, wb

Jambi, 1 Januari 2021

Penulis

Page 7: PERILAKU ORGANISASI

vii

Kata Pengantar Editor

Salah satu komponen terjadinya suatu pembelajaran yaitu adanya materi ajar. Materi ajar adalah sekumpulan informasi yang digunakan oleh pengajar dalam situasi belajar mengajar untuk mencapai tujuan dan kompetensi belajar yang diinginkan. Sedangkan instrumen yang eksis sebagai kumpulan informasi adalah buku ajar. Buku Ajar “Perilaku Organisasi “ yang ditulis oleh Dr. As’ad, M.Pd dan Dr. Fridiyanto, M.Pd.I ini merupakan buku ajar yang komprehensif, di dalamnya terdapat standar kompetensi; materi; serta latihan yang berfungsi sebagai tindak lanjut terhadap penerimaan pengetahuan oleh peserta didik.

Perilaku organisasi adalah sub-disiplin ilmu dari keilmuan manajemen yang mempelajari perilaku yang dimunculkan oleh individu atau kelompok dan berimplikasi terhadap kinerja organisasi. Berdasarkan pengertian ini memungkinkan para pembaca untuk melakukan analisis pada tingkat individu dalam organisasi, kelompok dalam organisasi, serta organisasi itu sendiri. Penulis menyajikan materi-materi dalam buku ajar ini dimulai dari pengetahuan mendasar yaitu filsafat manajemen, karena perilaku organisasi adalah bagian dari disiplin ilmu manajemen. Latihan-latihan yang disajikan pada buku ini disusun dengan memperhatikan tingkat pengetahuan pada tatanan High Order Thinking Skill (HOTS). Tatanan berfikir HOTS mengarahkan kognitif siswa dari hal termudah menuju hal tersulit, sehingga konsep berfikir seperti ini memudahkan peserta didik untuk memperoleh pengetahuan dan menerapkannya pada praktik kehidupan pergaulan organisasi yang sangat dinamis.

Page 8: PERILAKU ORGANISASI

viii

Buku ajar ini sangat direkomendasikan bagi mata kuliah ke-manajamen-an pada tingkatan perguruan tinggi. Referensi yang digunakan pun memiliki kredibilitas tinggi dalam bidang manajemen, sehingga Buku Ajar Perilaku Organisasi ini dapat digunakan untuk berbagai strata di perguruan tinggi.

Metro Lampung, 10 Januari 2020,Editor,

Dr. M. Kholis Amrullah, M.Pd.I

Page 9: PERILAKU ORGANISASI

ix

Daftar Isi

Kata Pengantar Edisi Revisi .................................................. iiiKata Pengantar Penulis .......................................................... vKata Pengantar Editor ............................................................ viiDaftar Isi ................................................................................... ixDaftar Tabel ............................................................................. xiiiDaftar Gambar ......................................................................... xv

Bab 1 Filsafat Manajemen ........................... 1Mengapa mempelajari manajemen? .................................... 3Sejarah manajemen ................................................................. 3Manajemen sebagai ilmu yang filosofis dan sistemik ....... 6Mazhab filsafat manajemen ................................................... 7Manajemen klasik dan kontemporer ................................... 9Lingkungan manajemen kontemporer ................................ 13Manajemen dalam Islam ........................................................ 15Ringkasan ................................................................................. 15Pertanyaan untuk evaluasi dan diskusi ............................... 16

Bab 2 Konsep Perilaku Organisasi ................. 17Definisi organisasi ................................................................... 18Perilaku organisasi .................................................................. 21Multi disiplin dalam perilaku organisasi ............................ 22Landasan memahami perilaku organisasi .......................... 24Objek kajian perilaku organisasi ........................................... 27Sistem organisasi ..................................................................... 35

Page 10: PERILAKU ORGANISASI

x

Budaya organisasi ................................................................... 36Pentingnya mempelajari perilaku organisasi ..................... 38Perilaku organisasi ................................................................. 39Ringkasan ................................................................................. 40Pertanyaan untuk evaluasi dan diskusi ............................... 41

Bab 3 Keberagaman dalam Organisasi ............ 43Perbedaan sebuah Keniscayaan ............................................ 44Perbedaan Usia ........................................................................ 45Perbedaan gender ................................................................... 46Perbedaan etnis ....................................................................... 46Perbedaan agama .................................................................... 47Perbedaan intelektual ............................................................. 47Perbedaan kemampuan fisik ................................................. 47Perbedaan antar individu ...................................................... 47Keberagaman Organisasi dan Diskriminasi ....................... 50Ringkasan ................................................................................. 51Pertanyaan untuk evaluasi dan diskusi ............................... 52

Bab 4 Motivasi dalam Organisasi ................... 53Teori motivasi .......................................................................... 54Motivasi kerja .......................................................................... 58Strategi meningkatkan motivasi kerja ................................. 59Ringkasan ................................................................................. 61Pertanyaan untuk evaluasi dan diskusi ............................... 62

Bab 5 Emosi, Sikap, dan Nilai dalam Organisasi 63Emosi......................................................................................... 64Sikap dan perilaku .................................................................. 65Nilai dan sistem ....................................................................... 67Pola-pola nilai dalam menjalankan manajemen ................ 70Emosi, Sikap, dan Nilai dalam Perspektif Islam ................ 73Ringkasan ................................................................................. 74Pertanyaan untuk evaluasi dan diskusi ............................... 74

Bab 6 Kepuasan Kerja ................................ 75Definisi kepuasan kerja .......................................................... 76Sikap dan kepuasan kerja ...................................................... 77Konsep kepuasan kerja .......................................................... 78

Page 11: PERILAKU ORGANISASI

xi

Dampak kepuasan kerja bagi organisasi ............................. 80Kepuasan Kerja dalam Perspektif Islam .............................. 82Ringkasan ................................................................................. 83Pertanyaan untuk evaluasi dan diskusi ............................... 83

Bab 7 Pengambilan Keputusan ...................... 85Definisi pengambilan keputusan .......................................... 86Proses pengambilan keputusan ............................................ 88Fase keputusan ........................................................................ 92Pengambilan keputusan individu ........................................ 93Pengambilan keputusan kelompok ...................................... 94Pengambilan Keputusan Perspektif Islam .......................... 96Ringkasan ................................................................................. 97Pertanyaan untuk evaluasi dan diskusi ............................... 98

Bab 8 Tim dalam Organisasi ......................... 99Konsep grup dalam tim ......................................................... 100Memahami tim kerja ............................................................... 103Tipe-tipe tim ............................................................................ 104Membentuk tim efektif ........................................................... 105Merubah perilaku organisasi ................................................ 106Perbedaan Kelompok dalam Tim ......................................... 107Tim dalam Perspektif Islam ................................................... 108Ringkasan ................................................................................. 109Pertanyaan untuk evaluasi dan diskusi ............................... 109

Bab 9 Komunikasi dalam Organisasi .............. 111Fungsi komunikasi .................................................................. 112Komponen komunikasi .......................................................... 114Mengelola komunikasi organisasi efektif ............................ 116Komunikasi Nabi Muhammad ............................................. 121Ringkasan ................................................................................. 122Pertanyaan untuk evaluasi dan diskusi ............................... 122

Bab 10 Manajemen Konflik .......................... 123Konflik dalam Islam ............................................................... 124Konflik dalam Ilmu manajemen ........................................... 126Sumber konflik ........................................................................ 129Konflik dan negosiasi ............................................................. 131

Page 12: PERILAKU ORGANISASI

xii

Resolusi Konflik ..................................................................... 134Ringkasan ................................................................................. 136Pertanyaan untuk evaluasi dan diskusi ............................... 136

Bab 11 Kepemimpinan dan Pengelolaan Organisasi ............................... 137Hakikat pemimpin .................................................................. 138Pemimpin dan kepemimpinan menurut filsuf Islam ........ 139Nabi Muhammad SAW sebagai Model Pemimpin dan Kepemimpinan ................................................................ 141Gaya Kepemimpinan .............................................................. 141Pentingnya Kepemimpinan ................................................... 143Ringkasan ................................................................................. 144Pertanyaan untuk evaluasi dan diskusi ............................... 145

Bab 12 Kekuasaan dan Politik Organisasi ........ 147Kekuasaan dan politik organisasi dalam Islam .................. 148Kepemimpinan, kekuasaan dan politik ............................... 149Kekuasaan dan politik ............................................................ 151Sumber kekuasaan .................................................................. 152Politik organisasi ..................................................................... 155Kasus kepemimpinan ............................................................. 157Ringkasan ................................................................................. 161Pertanyaan untuk evaluasi diri dan diskusi ....................... 162

Bab 13 Struktur dan Desain Organisasi ........... 163Pengertian struktur dan desain organisasi ......................... 164Pembagian tugas ..................................................................... 167Departementalisasi ................................................................. 168Rentang kendali....................................................................... 169Delegasi wewenang ................................................................ 169Ringkasan ................................................................................. 172Pertanyaan untuk evaluasi dan diskusi ............................... 172

Bab 14 Perubahan dalam Organisasi ............... 175Definisi manajemen perubahan ............................................ 176Proses perubahan .................................................................... 178Perubahan penting dalam Filsafat Manajemen .................. 181

Page 13: PERILAKU ORGANISASI

xiii

Perubahan Sosial sebagai Pembelajaran Perubahan Organisasi ............................................................ 184Proses Perubahan Sosial ......................................................... 184Bentuk Perubahan Sosial ....................................................... 186Agen Perubahan Sosial .......................................................... 187Peran Agama dan Perubahan Sosial .................................... 188Perubahan dalam perspektif Islam....................................... 190Ringkasan ................................................................................. 191Pertanyaan untuk evaluasi dan diskusi ............................... 191

Daftar Pustaka ......................................................................... 193Biografi Penulis ....................................................................... 205

Page 14: PERILAKU ORGANISASI

xiv

Daftar Tabel

Tabel 1. Pemikir Islam klasik dan manajemen ................ Tabel 2. Mazhab filsafat dan pemikiran manajemen ..... Tabel 3. Kontribusi berbagai ilmu terhadap studi perilaku organisasi ..................................... Tabel 4. Enam belas sifat kepribadian utama .................. Tabel 5. Sistematika kelompok dalam struktur sosial ... Tabel 6. Mengapa orang berkelompok ............................. Tabel 7. Dimensi keragaman organisasi .......................... Tabel 8. Manfaat keragaman di organisasi ...................... Tabel 9. Emosi, mood, dan temperamen.......................... Tabel 10. Pola nilai Kaizen dalam manajemen Jepang .... Tabel 11. Perbandingan nilai manajemem Amerika dan Jepang ............................................................. Tabel 12. Keunggulan dan kekurangan keputusan kelompok ............................................................... Tabel 13. Tahap terbentuknya grup.................................... Tabel 14. Pandangan terhadap konflik .............................. Tabel 15. Perbandingan pandangan konflik...................... Tabel 16. Panduan tahap konflik ......................................... Tabel 17. Pendekatan dalam manajemen konflik ............. Tabel 18. Tindakan penyelesaian konflik........................... Tabel 19. Desain organisasi organik dan mekanik ........... Tabel 20. Target dan metode pembuatan organisasi ....... Tabel 21. Keterlibatan dalam proses perubahan .............. Tabel 22. Pendukung dan penghambat perubahan ......... Tabel 23. Pemimpin reaktif dan proaktif ...........................

Page 15: PERILAKU ORGANISASI

xv

Daftar Gambar

Gambar 1. Organisasi dan Persoalan Eksternal ............... Gambar 2. Kategori Keragaman ......................................... Gambar 3. Diagram Kepuasan Kerja ................................. Gambar 4. Tahap Perkembangan Grup ............................

Page 16: PERILAKU ORGANISASI

xvi

Page 17: PERILAKU ORGANISASI

1Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

BAB 1FILSAFAT MANAJEMEN

Tujuan Pembelajaran:1. Mengetahui dan memahami definisi manajemen.2. Mengetahui dan memahami sejarah manajemen.3. Mengetahui dan memahami konsep manajemen sebagai ilmu.4. Mengetahui dan memahami madzhab filsafat manajemen.5. Mengetahui dan memahami manajemen klasik dan manajemen

kontemporer.6. Mengetahui dan memahami lingkungan manajemen kontem-

porer.

Kompetensi yang diharapkan:1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi manajemen.2. Mahasiswa mampu menjelaskan sejarah manajemen.3. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep manajemen sebagai

ilmu.4. Mahasiswa mampu menjelaskan madzhab filsafat manajemen.5. Mahasiswa mampu menjelaskan manajemen klasik dan mana-

jemen kontemporer.6. Mahasiswa mampu menjelaskan lingkungan manajemen

kontemporer.

A. PENDAHULUAN Inggris: philosophy, Yunani: philosophia yang dapat diartikan sebagai mencintak kebijaksanaan, sedangkan philos memiliki makna cinta dan bisa juga berarti cinta dan persahabatan. Sedangkan kata sophos maknanya yaitu kebijaksanaan (Bagus, 2002; 242). Dalam aktivitas berfilsafat bukanlah untuk mencari kebenaran, karena bagaimana pun manusia tidak akan mendapatkan kebenaran dengan meng-gunakan pemikiran, dalam perspektif filsafat manusia hanya akan

Page 18: PERILAKU ORGANISASI

2 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

dapat mencapai puncak kebijaksanaan, bukan kebenaran. Maka filsafat lebih sering dimaknai sebagai mencintai kebijaksanaan.

Berfilsafat merupakan cara berpikir selalu bersifat ilmiah, maka tidak semua aktivitas berpikir bisa dikatakan berfilsafat (Suhartono, 1995; 37). Beberapa definisi pokok filsafat: Sistematis; Berupaya menggambarkan hakikat realitas; Menentukan sumber, batas, dan nilai; Pengkajian kritis; Membantu mengatakan apa yang dilihat. Berfilsafat akan membantu penjelasan pengetahuan (Suhartono, 1995; 242). Filsafat memiliki titik tolak pada manusia.

Asumsi filosofis umumnya menyangkut empat keyakinan, yaitu Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Metodologi (Suhartono, 1995; 242). Dalam filsafat, asumsi ontologis selalu mendapat urutan pertama, hal ini dikarenakan ontologis mengkaji dibalik fisika, yaitu mencari hakikat segala sesuatu. Filsafat juga merupakan kerja reflek-tif yang mencari prinsip dasar dalam banyak hal (Kaelan, 2015). Dalam asumsi ontologis ini dirumuskan pertanyaan-pertanyaan fundamental mengenai berbagai hal. Misalnya seperti apa yang pernah dipertanyakan oleh Plato: apa itu keadilan, kesucian, ruang, waktu, dan kebaikan. Melalui pertanyaan-pertanyaan mendasar tersebut maka akan diperoleh eksplanasi mengenai hakikat segala sesuatu untuk kemudian menjadi ilmu pengetahuan.

Sumantri mengatakan pada proses ontologis yaitu ketika manu-sia terperangkap oleh kekuatan yang berasal dari dirinya. Sedangkan epistemologi merupakan sumber mengenai pengetahuan manusia (Qomar, 2013; 5). Melalui asumsi epistemologi maka akan diperoleh bagaimana melakukan sebuah penelitian atau memperoleh sebuah pengetahuan (Creswell, 2014). Dalam asumsi epistemologi ini fakta-fakta subjektif disusun berdasarkan pada pandangan individual, hingga akhirnya sebuah pengetahuan diketahui. Epistemologi sering dikenal sebagai filsafat ilmu pengetahuan. Karena melalui asumsi filosofis inilah ditelusuri bagaimana proses terbentuknya sebuah pengetahuan. Dengan memahami epistemologi akan dapat dengan mudah mengembangkan konsep-konsep pengetahuan dan mengkonstruksi sebuah teori.

Aksiologi merupakan asumsi bagaimana sebuah ilmu penge-tahuan dapat dipraktikkan dalam dunia sesungguhnya (Creswell, 2014). Dalam aksiologi dikaji bagaimana nilai-nilai dari pengeta-huan benar-benar bermanfaat bagi kehidupan manusia. Melalui aksiologi ini akan dapat dilihat apakah sebuah hasil dari ilmu akan membahayakan kehidupan manusia atau tidak. Dari kajian aksiol-ogis ini diharapkan bahwa manusia tidak akan tercerabut dari jati

Page 19: PERILAKU ORGANISASI

3Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

dirinya sebagai manusia yang memiliki citra rasa seni, budaya, dan kemanusiaan.

Manajemen sebagai ilmu yang mengelola manusia, maka dalam tahap dasar perlu juga mempelajari manusia dengan pendekatan filsafat. Sehingga akan diperoleh konsep yang mendalam dan radi-kal yang mempertanyakan dan menjawab hakikat dari mahluk yang bernama manusia.

B. PEMBAHASAN Mengapa Mempelajari Manajemen?Ilmu manajemen pada dasarnya dipraktikkan dalam setiap aktivi-tas manusia, mulai dari level individu, masyarakat, dan kehidupan bernegara, mengisyaratkan ilmu manajemen belum terlihat aplikatif. Pertanyaan-pertanyaan sederhana yang dapat membuktikan bahwa Ilmu Manajemen itu penting: Mengapa masih banyak masyarakat Indonesia yang pra sejahtera? Mengapa masih banyak sekolah yang bobrok? Mengapa sumber daya alam Indonesia banyak dikelola oleh asing? Mengapa Indonesia terus berada dalam grup negara berkembang. Mengapa? Jika dilihat dari perspektif manajemen adalah bahwa semuanya tidak menerapkan prinsip dan fungsi manajemen. Apa itu manajemen? Pertanyaan ini pun masih sering dijawab secara mekanis dan dangkal, sehingga Ilmu Manajemen sering dianggap hanya ilmu tata surat.

Pentingnya mempelajari manajemen, di antaranya: 1) tuntutan masyarakat akan spesialisasi; 2) pengelolaan produktivitas. Di negara maju, manajemen adalah salah satu pendukung kesuk-sesan dalam mengelola negara dalam berbagai persoalan (Gibson dkk,1997; 5). Melalui manajemen maka manusia dapat mewujudkan tujuan organisasi secara efektif dan efisien dengan prinsip mengerja-kan sesuatu yang benar dan dengan cara yang benar pula (Saefullah, 2008; 7).

Sejarah ManajemenPraktik manajemen yang merupakan aktivitas orang-orang di organisasi dalam merencanakan, mengorganisasi, kepemimpinan, dan pengawasan, yang pada dasarnya sudah diterapkan dalam sejarah manusia (Robbins dan Coulter, 2012; 30). Salah satu contoh penerapan ilmu manajemen dapat dilihat dari bangunan-bangunan monumental seperti di Mesir dengan Piramida dan di Cina dengan Tembo Cina, Borobudur di Indonesia merupakan contoh sebuah

Page 20: PERILAKU ORGANISASI

4 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

proyek besar manusia yang tidak mungkin bisa diwujudkan tanpa adanya praktik manajemen dalam proses mengerjakannya.

Jika merujuk dalam khasanah Islam, praktik manajemen masa Nabi dan khalifah Ar-Rasyidin dan begitu juga generasi Khalifah berikutnya, seperti Umayyah, Abbasiyah, Fatimiyah, Turki Osmani sebagai contoh. Ketika wilyah kekuasaan Islam begitu luas, tentunya kerja-kerja manajemen harus dilakukan. Pada masa Rasulullah telah ada pendelegasian tugas, demokratisasi, keadilan, dan pembagian wewenang. Tidak hanya itu, masa klasik juga terdapat pemikir Islam yang memikirkan manajemen, sebagaimana ditampilkan dalam tabel berikut.

Tabel 1. Pemikir Islam Klasik dan Manajemen

No Nama Pakar Nama Kitab1 Abu Yusuf (789 M) Kitab al-Kharaj2 Qudamah Kitab al-Kharaj3 Ibnu Qutaibah (889 M) ‘Uyun al-Akhbar dan Kitab al-Shira wa

al-Syu’ara4 Al-Jahsyayri (942) Kitab al-Wuzara’ wa al-Kuttab5 Ibnu al-Isfahani (967 M) Kitab al-Ghani6 Al-Baghdadi (994 M) Kitab al-Fihrist7 Al-Mawardi (1054 M) Kitab al-Ahkam al Sulthaniyah8 Ibnu al-Tiqtaqa (1087) Kitab al-Fakhri9 Ibnu al-Kahatib Al-Ikhatah fi Tarikh al-Ghanatah10 Ibnu Khaldun Kitab A’mal al-A’lam al-Thani11 Al-Maghribi Azhar al-Riyad fi al-Akhba al-Iyad12 Ibnu Haris al-Khusyahni

(971 M)Kitab al-Qudhat bi Qurthubah

13 Ibnu al-Bassam Al-Dhakirah fi Mahasin al-Jazirah14 Ibnu ‘Abdun Kitab al-Hishbah15 Al_maqrizi Kitab al-Khitat16 Al-Juwaini Al-Nujum al-zakhirah fi Muluk Mishr

al-Qahirah17 Al-Sayuthi Tarikh al-Khulafa dan Husnah al-Mu-

hadarah(Arsyad, 2003; 13-14)

Page 21: PERILAKU ORGANISASI

5Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

Tabel di atas menampilkan bahwa sebenarnya secara filosofis dan praktik, konsep manajemen telah ada dan dipraktikkan, jauh sebelum Barat mulai memikirkan manajemen menjadi kajian akade-mis, yang menurut Robbins baru dimulai tahu 1900-an. Sementara menurut Azhar bahwa di abad 20-an beberapa ilmuwan Islam yang banyak meneliti dan menulis tentang manajemen di antara-nya Mu’in al-Din, Zahid Ali, Jurji Zaidan, Khuda Bukhsh, Husaini, Imamuddin, Ali al-Nadwi, Syed Othman Al-habshi.

Di Barat, seorang tokoh pemikir ekonomi liberal, Adam Smith dalam bukunya “the Wealth Nations” di tahun 1776 telah memperkenalkan doktrin ekonomi mengenai spesialisasi. Adam Smith mengambil contoh dari sebuah pabrik peniti, bahwa sebuah produktivitas dapat dicapai jika setiap spek pekerjaan ditangani secara khusus oleh unit atau individu, misalnya mulai dari mengo-lah besi sampai menjadi jarum-jarum, kemudian diberi mata peniti, diberi kepala peniti, ada yang membuat kotak, hingga sampai proses packing dikerjakan secara khusus dan hanya mengerjakan satu aspek saja dari proses panjang sebuah produk peneliti yang berkualitas.

Ilmu manajemen semakin berkembang ketika di Abad ke-18 sebuah peristiwa yang dikenal dengan nama Revolusi Industri, yang membuat terjadinya peran teknologi dan membutuhkan sumber daya manusia yang dapat mengoperasikan teknologi, sehingga produksi dapat berjalan dengan baik. Namun teori formal manajemen belum muncul, karena pemikiran-pemikiran mana-jemen muncul pada awal tahun 1900-an (Arsyad, 2003; 31). Pada masa berikutnya menurut Robbins muncullah pemikiran-pemikiran manajemen, di antaranya: Manajemen Ilmiah, Perilaku Organisasi dan lain sebagainya.

Perlu dikemukakan kembali beberapa definisi manajemen dari para pakar, sebagai berikut: George Terry menjelaskan bahwa manajemen yaitu upaya untuk menggunakan pemikiran dan tenaga manusia untuk mencapai sebuah tujuan organisasi, Koonts menjelaskan bahwa manajemen melalui tahap perencanaan dan kepemimpinan dalam mengerjakan program untuk memenuhi tujuan keberadaan sebuah organisasi. Follet mengatakan dengan ilmu manajemen maka kita dapat melakukan pekerjaan dengan tenaga orang lain dalam melakukan sebuah aktivitas yang diperlu-kan. Sementara Mee mengutarakan dengan ilmu manajemen maka akan dapat dicapai kesejahteraan bagi anggota dan dalam upaya memberikan servis kepada konsumen atau masyarakat.

Page 22: PERILAKU ORGANISASI

6 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Stephen P. Robbins membuat sebuah pertanyaan dalam salah satu bab bukunya “Apakah Manajemen Itu?”( Arsyad, 2003; 8). Robbins menjawab bahwa dengan manajemen maka akan dapat dilakukan sebuah koordinasi berbagai unit kerja dalam menjalankan aktivitas keorganisasian sehingga apa yang dicita-citakan oleh organisasi dapat terwujud, dan semua pekerjaan ini dikerjakan oleh orang lain.

Secara sederhana, pendapat para ahli manajemen sebagaimana yang disarikan di atas, dapat dilihat kata kunci dalam ilmu mana-jemen adalah “pencapaian tujuan”, setiap upaya atau berbagai pengembangan ilmu manajemen dengan berbagai cabang seperti Manajemen Sumber Daya Manusia, Manajemen Konflik, Manajemen Operasional, dan berbagai tema manajemen lainnya, pada hakikat-nya untuk mewujudkan cita-cita sebuah organisasi didirikan.

Manajemen sebagai Ilmu yang Filosofis dan SistemikDapat dikatakan bahwa ilmu manajemen merupakan sebuah tempat bertemunya berbagai disiplin ilmu. Di ilmu manajemen, setiap ilmu yang mulai dari filosofis sampai teknis dapat diterapkan dan digunakan bagi organisasi. ilmu manajemen dapat memanfaat-kan konsep filsafat, agama, Ilmu sosial hingga ilmu teknis, seperti komputer dan teknik industri. Oleh sebab itu seorang manajer dituntut untuk mengetahui secara filosofis sampai teknis agar dapat mengelola organisasi secara sistematis.

Dalam konsep pemikiran sistemik di ilmu manajemen terdapat aplikasi konsep interdisipliner (Winardi, 2005; 20). Ketika konsep sistematis diterapkan, maka dalam manajemen akan dapat diter-apkan kesatupaduan tanpa ada satu elemen pun yang ditinggalkan (Winardi, 2005; 22). Koontz menilai bahwa ketika anggota indi-vidu menyadari peran di sebuah organisasi, maka untuk mencapai sebuah tujuan organisasi akan lebih mudah dijalankan. Organisasi sebagai sumber karir; Organisasi menumbuhkan kesempatan kerja; Dalam tatanan bernegara organisasi membantu pemerintah dalam mengendalikan masyarakat (Rais, 1994; 7-8).

Robbins menyatakan bahwa tujuan organisasi adalah mewujud-kan kepuasan masyarakat dan kesejahteraan sosial, sedangkan untuk tujuan internal organisasi adalah: Mendapatkan keuntungan dan kelangsungan hidup organisasi; Pertumbuhan anggaran biaya, keun-tungan, jumlah karyawan, bangunan, dan kantor; Mengadakan perlu-asan pasar, dan meningkatkan pendapatan pasar; Kepemimpinan yang cakap (Soenyoto Rais, 1994; 9).

Page 23: PERILAKU ORGANISASI

7Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

Setelah memahami pentingnya organisasi, maka muncul-lah pertanyaan bagaimana mengelola organisasi dengan baik dan mengapa fungsi manajemen menjadi sangat penting? Terdapat lima alasan, di antaranya: Sadar peran para anggota organisasi, Tugas yang jelas, Koordinasi aktivitas, Pembagian kewenangan, Optimalisasi sumber daya manusia (Rais, 1994; 12). Dapat dilihat bahwa organisasi membutuhkan manajemen agar dapat mencapai nilai ekonomis atau profitabilitas.

Mazhab Filsafat ManajemenSebelum lebih luas mendiskusikan filsafat manajemen, tentunya harus diketahui siapa-siapa saja para filosuf manajemen yang memengaruhi konsep dan praktik manajemen. Gibson mengemuka-kan tiga pendekatan pokok terhadap pemikiran manajemen, yaitu Pendekatan Klasik, Pendekatan Perilaku, dan Pendekatan Ilmu Manajemen (Gibson dkk, 1997; 7). Jika merujuk Winardi terdapat lima mazhab pemikiran manajemen (Winardi, 2005; 49).

Mazhab Manajemen Ilmiah (1890-1916)Pandangan manajemen ilmiah bahwa setiap aktivitas untuk menuju produktivitas organisasi dapat dilakukan dengan pendekatan ilmiah. Setiap tindakan dapat diukur dan dievaluasi secara ilmiah, sebagaimana layaknya sebuah prosedur ilmiah dilakukan.

Mazhab Manajemen Administratif (1910-1930)Mazhab administratif menjelaskan bahwa setiap aktivitas organisasi harus koordinatif, dan dapat dilakukan dengan desai pekerjaan dan desain organisasi. Prinsip ini didasarkan pada pertimbangan-per-timbangan: proses, tujuan, tempat dan waktu.

Mazhab Hubungan Manusia (1930-1950)Marry Follet dan Elton Mayo merupakan tokoh penting mazhab hubungan manusia. Masalah pokok yang dibahas adalah bagaimana masyarakat dapat melampaui batas-batas yang ditentukan oleh sumber-sumber daya fisiknya dan kemampuan-kemampuan indi-vidual? Mazhab ini berkeyakinan bahwa faktor fisikal yang memen-garuhi determinan tunggal produktifitas, melainkan sangat dipen-garuhi oleh dimensi sosio emosional kelompok sosial.

Page 24: PERILAKU ORGANISASI

8 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Mazhab Ilmu Tentang Perilaku (1950)Prinsip utama mazhab filsafat ini adalah bidang manajemen yang berhubungan dengan: perilaku individual, perilaku kelompok, perilaku organisasi-organisasi. Pijakan filosofisnya adalah bahwa manusia di dalam organisasi hanya dapat dipahami apabila hal tersebut diamati, dilukiskan, dan diterangkan atas dasar ilmiah (induktif). Mazhab ini lebih menekankan pada deskripsi perilaku manusia.

Ilmu Manajemen (Management Science) (1950)Management science berbeda dengan Scientific Management sebagaimana dinomor satu. Ilmu manajemen merupakan cabang dalam bidang manajemen yang menggunakan pendekatan rasional, logika, sistematik dan ilmiah dalam menganalisis permasalahan manajemen. Mazhab ini berpandangan bahwa setiap masalah manajemen semestinya dipelajari berdasarkan orientasi sistem. Praktiknya mazhab ini sering mengembangkan model-model ilmiah yang memproyeksikan alternatif tindakan dalam membaca resiko dan rumusan kebijakan yang optimal.

Tabel 2. Mazhab Filsafat dan Pemikiran Manajemen

Mazhab Tokoh Ciri PokokManajemen Ilmiah

F.TaylorF.GilberthH. Gantt

• Mempelajari secara ilmiah setiap masalah produksi.

• Mempelajari segala hal terkait waktu.

• Mempelajari persoalan terkait pergerakan.

• Organisasi fungsional.Manajemen Administratif

H. FayolL. UrwickJ. MooneyA. Riley

• Prinsip-prinsip manajemen.• Orientasi makro untuk desain

administratif.• Lebih mengutamakan praktik

empirik dan intuitif.Hubungan Manusia

Mary ParkerFolletElton Mayo

• Motivasi manusia dalam bekerja perlu dipelajari.

• Perlunya eksperimen terhadap persoalan-persoalan terkait manu-sia.

Page 25: PERILAKU ORGANISASI

9Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

Ilmu tentang Perilaku

Chris ArgyrisRensis LikertHerbert SimonJames March

• Konsep-konsep ilmiah dapat diter-apkan dalam mempelajari perilaku organisasi.

• Titik berat atas ilmu jiwa, sosiologi dan antropologi untuk riset dalam teori organisasi.

Ilmu tentang Manajemen

P.M. BlackettGeorge DantzigRussel AckoffRichard Bellman

• Model-model matematik tentang problem manajemen.

• Metode ilmiah.• Penggunaan tim interdisipliner.• Pendekatan sistem

(Winardi, 2005; 49)

Manajemen Klasik dan Manajemen KontemporerUntuk melihat bagaimana pemikiran-pemikiran filosofis yang memengaruhi ilmu manajemen, maka dalam sub bab ini akan diba-has singkat beberapa buku manajemen yang sudah dianggap klasik. Buku-buku inilah yang banyak menjadi landasan filosofis bagi peneliti dan praktisi manajemen kontemporer. John L. Pierce menga-takan ada lima buku manajemen klasik yang terlaris (Newstrom, 2005; 53), sebagai berikut:

Peters dan Waterman, “Menciptakan Keunggulan”. Dalam buku ini awalnya mengemukakan pertanyaan, apa yang menghasil-kan kesuksesan perusahaan? apakah teknik yang canggih? Apakah manajemen berbasis sasaran? Apakah penggunaan komputer yang lebih banyak untuk mengkoordinasikan beragamnya aktivi-tas? Ataukah kecanggihan dalam perencanaan strategis? Untuk menjawab ini penulis melakukan riset di tiga puluh tujuh peru-sahaan. Hasilnya mengatakan bahwa di antara perusahaan yang sukses tidak satu pun di antaranya yang membutuhkan (mengandal-kan) teknologi tinggi. Satu-satunya yang dibutuhkan adalah waktu, energi, dan kesediaan pihak manajemen berpikir ketimbang meng-gunakan rumus-rumus manajemen.

Buku ini menjelaskan bahwa perusahaan-perusahaan yang tampil luar biasa, berupaya keras untuk menjalankan segala sesuatu secara sederhana. Perusahaan ini mengandalkan struktur organisasi yang sederhana, tujuan dan komunikasi yang sederhana. Dari buku ini ditampilkan delapan ciri khas manajemen “sederhana”: Tindakan

Page 26: PERILAKU ORGANISASI

10 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

yang jelas, Struktur yang ramping, Komunikasi, Orang meningkat-kan produktivitas, Entrepreneurship, Core bussiness, Mengerjakan yang paling dikuasai, Kendali yang dinamis.

W. Edwards Deming “Keluar dari Krisis”. Deming terke-nal setelah pada tahun 1980 mempublikasi buku putih NBC yang berjudul “If Japan Can, Why Can’t We?”. Deming adalah salah satu tokoh terpenting dalam transformasi Jepang yang dimulainya dari tahun 1950. Buku berjudul “Out of the Crisis” merupakan konsep Deming yang telah diaplikasikan, sehingga dalam ilmu manaje-men terkenal dengan Teori Deming. Deming dengan sangat ambi-sius manyatakan tujuannya: “Tujuan buku ini adalah transformasi gaya Amerika. Transformasi gaya manajemen Amerika bukanlah peker-jaan melakukan rekonstruksi, pun bukan perbaikan. Hal itu membutuh-kan bangunan yang seluruhnya baru, dari fondasi hingga ke atas. Mutasi, mungkin adalah kata yang tepat, kecuali bahwa mutasi menyiarkan sponta-nitas yang tidak teratur. Transformasi harus terjadi dengan upaya terarah.” (Deming, 1986).

Deming tidak hanya membicarakan produktivitas dan kendali mutu namun secara filosofis dan radikal mengupas tentang haki-kat organisasi dan bagaimana organisasi sebaiknya diubah. Deming mendeteksi bahwa kemandekan organisasi dikarenakan tidak adanya satu tujuan pendorong, manajemen yang hanya didasar-kan pada angka-angka yang terlihat, karyawan yang tidak aktif dan tidak setia, dan asumsi-asumsi pribadi manajer yang menghamba, dan kegagalan untuk menyelaraskan pelaku manusia dengan komputer untuk mengendalikan.

Teori Deming didasarkan pada variabilitas dimana-mana dalam segala hal. Hanya melalui studi dan analisis variabilitas dengan menggunakan statistik, suatu fenomena dapat dipahami cukup baik untuk memanipulasi dan mengubahnya. Bagi Deming, dunia statis-tik bukan hanya ranah dan wewenang akademis belaka, melainkan statistik adalah gaya dan cara hidup. Deming mengajukan empat belas langkah yang harus ditempuh oleh manajemen, sebagai beri-kut:

Pertama, Ciptakan ketetapan tekad demi perbaikan produk dan jasa, yang bertujuan agar mampu bersaing, tetap bertahan dalam bisnis, dan menyediakan pekerjaan. Kedua, Anutlah filosofi yang baru karena kita berada dalam zaman ekonomi yang baru. Manajemen Barat harus bersiap menghadapi tantangan, mempe-lajari tanggung jawabnya, dan harus mampu mengambil kepemi-mpinan untuk melakukan perubahan.

Page 27: PERILAKU ORGANISASI

11Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

Ketiga, Hentikan ketergantungan pada pengawasan untuk mencapai kualitas, dan hilangkan pengawasan besar-besaran. Keempat, Akhiri praktik memberi ganjaran kepada perusahaan lain berdasarkan harga jual. Sebaliknya minimalkan biaya total, dan gunakan satu pemasok setiap kurun waktu tertentu dan kembang-kanlah kesetiaan dengan pemasok tersebut.

Kelima, Perbaiki terus menerus dan selamanya sistem produksi dan jasa untuk memperbaiki kualitas dan produktivitas. Keenam, Ciptakan pelatihan langsung di tempat. Ketujuh, Ciptakanlah kepemimpinan yang mampu membantu personil bekerja lebih baik. Kedelapan, Hilangkanlah ketakutan sehingga setiap orang boleh bekerja dengan efektif bagi perusahaan tersebut.

Kesembilan, Hapuskanlah penghambat di perusahaan, untuk itu diperlukan sinergitas dan kerja tim. Kesepuluh, Buanglah slogan, desakan, dan target yang menuntut kesalahan nol dan tingkat produktivitas yag baru. Kesebelas, Hilangkanlah standar kerja (kuota), gantilah kepemimpinan. Kedua belas, Hilangkanlah mana-jemen berdasarkan tujuan, hilangkanlah manajemen berdasarkan numerik.

Ketiga belas, Hapuskanlah penghambatan terhadap hak-hak karyawan untuk membanggakan hasil karyanya. Artinya perlu dihapus penilaian tahunan, penilaian berdasarkan jasa, dan manaje-men berdasarkan tujuan. Keempat belas, Ciptakanlah suatu program pendidikan dan pengembangan diri yang ketat. Kelima belas, Mintalah setiap orang dalam organisasi berupaya mencapai trans-formasi.

Dalam buku keluar dari krisis ini, Deming mengingatkan revolusi terhadap praktik manajemen di Amerika. Deming menawarkan paradigma baru bagi praktik-praktik manajemen yang menuntut pemikiran ulang. Sebagaimana disampaikan Deming: ”Diperlukan keberanian untuk mengakui bahwa anda telah melakukan sesuatu yang salah, untuk mengakui bahwa anda mempunyai sesuatu yang salah, untuk mengakui bahwa anda mempunyai sesuatu untuk dipelajari, bahwa ada suatu cara yang lebih baik.”

Kenneth Blanchard dan Spencer Johnson dalam buku “Manajer Satu Menit” mengajukan premis mendasar buku “The One Minute Manager” adalah: 1) kualitas waktu yang dihabiskan bersama bawahan lebih penting daripada kuantitasnya; 2) akhirnya bawa-han harus benar-benar mengelola diri sendiri. Blanchard mengusul-kan hal-hal sebagai berikut: Tujuan satu menit, Pujian satu menit, Teguran satu menit, dan masalah lain terkait teknik manajemen.

Page 28: PERILAKU ORGANISASI

12 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Jika dilihat apa yang disampaikan di buku ini sangat sederhana, jauh dari kesan akademis yang ketat dan bahasa yang berat. Secara sederhana konsep ini bahwa, seorang pemimpin perlu untuk memi-liki sikap sangat peduli terhadap unit kerja dan individu yang ada di bawah kendalinya.

Jika mengkaji filsafat manajemen, menurut penulis perlu diperhatikan beberapa hal: a) setiap Negara/organisasi memiliki kekhasan nilai dan budaya yang memengaruhi praktik manajemen-nya; b) setiap organisasi juga memiliki karakteristik masing-mas-ing yang bisa saja menjalankan filsafat dan praktik manajemen yang berbeda. Namun untuk melihat proses perubahan filsafat dan pemikiran manajemen, dapat dilihat dalam pembahasan sebelum-nya mengenai mazhab manajemen.

Randall B. Dunham dalam buku “Management” yang ditulis tahun 1989 mengemukakan empat pemikiran manajemen kontem-porer, sebagai berikut: the systems perspective, Contingency Perspectives, the McKinsey 7-S Framework,the Theory Z Perspective (Pierce, 1989; 151). Pierce berpandangan bahwa teori klasik dan teori perilaku telah melahirkan sebuah sintesis pemikiran manajemen baru.

The systems perspective, teori sistem merupakan cara berpikir organisasi. Para teorikus sistem melihat organisasi sebagai jarin-gan yang kompleks dengan lingkungan eksternal. Manajer dari departemen yang berbeda perlu untuk berkomunikasi satu sama lainnya, dan perlu memahami derajat aktivitas departemen mereka dan menyadari pengaruh dan dipengaruhi oleh departemen lain. Hubungan di antara internal sistem organisasi juga perlu dilengkapi dengan lingkungan luar. Maka manajer diharapkan sensitif terha-dap kebutuhan lingkungan. Teori sistem ini akan memengaruhi Teori Kontingensi dan Teori McKinsey.

Contingency Perspectives, perspektif kontingensi bahwa seorang manajer bergantung pada situasi. Walaupun manajer selalu membu-tuhkan perencanaan, mengorganisasi, mengarahkan, dan menga-wasi, namun manajer perlu untuk memahami situasi. Konsekuensi dari keragaman situasi, maka seorang manajer dituntut memiliki kecakapan sebagai berikut: Pertama, manajer harus mengembang-kan kecakapan diagnostik terhadap berbagai karakter keadaan; Kedua, manajer harus mengidentifikasi ketepatan pendekatan gaya dari situasi yang diidentifikasi; Ketiga, manajer harus mengembang-kan fleksibilitas untuk merubah gaya manajerial.

The McKinsey 7-S, Teori McKinsey merupakan produksi dua peneliti: Thomas Peters dan Robert Waterman, Richard Pascale,

Page 29: PERILAKU ORGANISASI

13Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

dan Anthony Athos yang bekerjasama dengan McKinsey, sebuah organisasi konsultan manajemen besar. Penelitian mereka meny-impulkan bahwa organisasi yang efektif terkait dengan interdepen-densi tujuh faktor di organisasi yang harus harmonis. Tujuh faktor tersebut, yaitu: 1) Strategi. Rencana tindakan yang dialokasikan organisasi memiliki sumber daya dan komitmen terhadap rencana spesifik; 2) Struktur. Sebuah desain organisasi yang di dalamnya terdapat hirarki, dan lokasi wewenang; 3) Sistem. Prosedur laporan dan proses rutin, seperti standar operasi prosedur; 3) Staf. Penting adanya organisasi personil; 4) Gaya. Gaya manajer dalam berper-ilaku untuk mencapai tujuan organisasi mengacu pada budaya organisasi; 5) Kecakapan. Dibutuhkan personil yang cakap; 5) Tujuan sub ordinat. Memberikan peluang bagi anggota untuk berani bereks-perimen dengan metode baru.

The Theory Z Perspective, sepanjang tahun 1970-an dan 1980-an bisnis Amerika dipengaruhi oleh kompetitor asal Jepang dan Amerika sedang mengalami krisis produktivitas. Perusahaan Jepang masuk ke pasar Amerika dengan produk kualitas tinggi namun dengan harga yang murah. Sehingga masa itu Jepang telah maju selangkah daripada Amerika.

Para ilmuwan manajemen mengidentifikasi sejumlah praktik manajemen di perusahaan asal Jepang yang dianggap efektif. Pada tahun 1981 seorang Profesor Manajemen, William Ouchi menawar-kan Teori Z untuk mengintegrasikan meritokrasi Jepang dengan gaya Amerika. Teori Z menekankan pada pengambilan keputusan, tanggung jawab, evaluasi dan promosi, pengawasan, jalur karir, dan konsen pada pekerja. Beberapa perusahaan Amerika yang sukses menerapkan Teori Z adalah: Eastman Kodak, Hewlett-Packard, IBM, dan Procter&Gamble. Meurut Randall bahwa Teori Z merupa-kan kembalinya pemikiran manajemen perilaku dengan cara terbai-knya.

Lingkungan Manajemen KontemporerLingkungan adalah hal yang di luar organisasi (Robbins, 1994; 226). Robbins mengatakan lingkungan terdiri dari: lingkungan umum, lingkungan spesifik, dan lingkungan yang persepsi. Lingkungan pasti akan memengaruhi organisasi dalam ketidakpastian (Robbins, 1994; 392). Ketidakpastian karena ketidakmampuan organisasi dalam sumber daya, dan organisasi pasti akan mengalami ketidak-pastian (Chowdhury, 2005).

Page 30: PERILAKU ORGANISASI

14 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Dalam artikel berjudul “Kepemimpinan Global, dari A sampai Z” ditulis Manfred F.R. Kets de Vries dan Elizabeth Florent Treay ( Chowdhury, 2005) membahas bahwa di era kontemporer dibu-tuhkan kepemimpinan global. Kepemimpinan global yaitu sebuah kepemimpinan yang tidak hanya terbatas budaya ataupun karakter-istik kepemimpinan yang tidak tergantung dalam konteks budaya yang terbatas. Tentunya ide ini sangat menarik, karena dalam kajian budaya organisasi, seorang pemimpin merupakan sang ideolog yang merancang dan menerapkan budaya seperti apa yang dikehen-dakinya untuk diterapkan di organisasi. Tentu sangat kontradiktif, ketika Manfred menyarankan bahwa seorang pemimpin kedepan-nya tidak perlu lagi terbelenggu kultur terbatas.

Konsep kepemimpinan global yang dirumuskan oleh Manfred tersebut sebenarnya untuk mempersiapkan diri agar organisasi harus mampu mempersiapkan manajemen yang diterapkan dalam sebuah organisasi global. Organisasi global di sini maksudnya ketika organisasi berupaya menyeimbangkan diri antara keunggu-lan ekonomi, maka diperlukan integrasi global yang diiringi kesepa-katan politis dengan stakeholders asing.

Sebuah organisasi harus dapat menyesuaikan setiap apa saja yang terjadi di dalam atau di luar organisasi dengan konsep pengem-bangan organisasi atau manajemen perubahan. Jika teori-teori lama manajemen lebih menekankan pada proses dan kegiatan organisasi. Maka dalam teori-teori kontemporer lebih fokus pada kesehatan dan keberlangsungan organisasi (Wisnu dan Nurhasanah,2005; 120). Manajemen harus mampu mengatasi setiap dinamika yang terjadi di internal maupun eksternal organisasi. Kondisi ketidakpas-tian akan selalu dihadapi organisasi, hingga bagaimana organisasi menyikapinya akankah menjadi penghalang atau akan dijadikan peluang.

Untuk mengakhiri bab pembahasan ini, penulis ingin menyam-paikan sebuah prediksi menarik, bahwa suatu saat mesin akan memimpin manusia yang disampaikan oleh Herbert A. Simmon dalam bukunya yang berjudul “The Corporation: Will it Be Managed by Machines?”bahwa para manajer akan bekerja dalam sebuah sistem berpikir. Mereka akan membutuhkan kerja efektif untuk memahami organisasi mereka dengan sistem dinamis yang meliputi interaksi manusia dan mesin, serta mesin dan mesin. Maka perlu peningka-tan kapasitas sumber daya manusia (Davis, 1963; 417).

Page 31: PERILAKU ORGANISASI

15Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

Manajemen dalam Islam Secara filosofis dapat dikatakan Islam merupakan agama yang sangat menerapkan prinsip-prinsip manajemen. Tidak ada yang tidak diatur dalam kehidupan manusia dalam perspektif ajaran manusia. Mulai dari tidur, masuk ke kamar mandi hingga persoa-lan-persoalan besar terdapat aturan yang tertuang dalam al-Qur’an, hadis, maupun dalam sejarah sosial Islam. Bahkan dapat dikatakan bahwa Nabi merupakan seorang manajer handal, yang pada masa hidupnya dapat mengatur secara baik kehidupan manusia tidak hanya untuk kaum Muslim tapi juga untuk umat beragama lain, sebagaimana tercermin dalam Negara Medinah yang dibentuk oleh Nabi. Agama Islam merupakan agama yang visioner, tidak hanya untuk kepentingan hidup dunia, namun juga untuk yang lebih jauh, yaitu hidup setelah kehidupan di dunia, hal ini di dalam organisasi disebut sebagai visi, sebagaimana tergambar dalam Q.S. 51: 56, yang menyatakan bahwa hidup dan mati seorang Muslim adalah untuk Allah pemiliki semesta alam. Allah menciptakan alam semesta beserta isinya, bukan tanpa rencana, seperti termaktub dalam dalam Q.S. 51: 56 bahwa Allah merencanakan penciptaan jin dan manu-sia adalah agar mengabdi kepada-Nya, dalam konteks manaje-men hal ini merupakan sebuah konsep perencanaan. Banyak aspek lain dalam manajemen dapat digali dari prinsip ajaran Islam dan sebagaimana dipraktikkan oleh Nabi dan para sahabat di kemudian pasca Nabi wafat.

C. RINGKASANManusia sebagai kumpulan individu manusia, maka perlu mema-hami manusia secara filosofis, mendalam dan radikal hingga ke akar-akar hakikat manusia dengan memunculkan pertanyaan-per-tanyaan mengenai hakikat manusia, Mengapa manusia bekerja? Mengapa manusia terlibat dalam organisasi? dalam kondisi apa manusia mau bekerja sama? dan pertanyaan-pertanyaan lainnya yang kemudian bisa menjadi rumusan pertanyaan dalam peneli-tian manajemen dan khususnya perilaku organisasi. Manajer dan pemimpin organisasi perlu memahami filsafat manajemen karena mereka yang akan menghadapi individu-individu manusia yang sangat dinamis secara pemikiran, sikap dan tindakan. Secara prak-tis, pertanyaan-pertanyaan filosofis akan dijawab dan dijelaskan dalam ilmu perilaku organisasi.

Page 32: PERILAKU ORGANISASI

16 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

D. PERTANYAAN UNTUK EVALUASI DAN DISKUSI 1. Narasikan definisi manajemen secara umum menurut anda dan

sertakan contohnya !2. Bagaimana perjalanan historis keilmuan manajemen?3. Apa opini anda tentang manajemen yang merupakan sebuah

ilmu ?4. Uraikan madzhab-madzhab manajemen menurut ahli !5. Buatlah narasi komparatif mengenai manajemen klasik dan

manajemen kontemporer, dan sertakan contoh manajemen yang berada di sekitar anda !

6. Bagaimana pemahaman anda tentang lingkungan manajemen kontemporer?

Page 33: PERILAKU ORGANISASI

17Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

BAB 2KONSEP PERILAKU ORGANISASI

Tujuan Pembelajaran:1. Mengetahui dan memahami definisi organisasi.2. Mengetahui dan memahami definisi perilaku organisasi.3. Mengetahui dan memahami multi disiplin dalam perilaku

organisasi.4. Mengetahui dan memahami objek kajian perilaku organisasi.5. Mengetahui dan memahami sistem organisasi.6. Mengetahui dan memahami budaya organisasi.7. Mengetahui dan memahami pentingnya perilaku organisasi.8. Mengetahui dan memahami perilaku organisasi dalam Islam.

Kompetensi yang diharapkan:1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi organisasi.2. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi perilaku organisasi.3. Mahasiswa mampu menjelaskan multi disiplin dalam perilaku

organisasi.4. Mahasiswa mampu menjelaskan objek kajian perilaku organisasi.5. Mahasiswa mampu menjelaskan sistem organisasi.6. Mahasiswa mampu menjelaskan budaya organisasi.7. Mahasiswa mampu menjelaskan pentingnya perilaku organisasi.8. Mahasiswa mampu menjelaskan perilaku organisasi dalam

Islam.

A. PENDAHULUAN Organisasi merupakan kumpulan individu yang kemudian masuk ke dalam kelompok-kelompok yang berada dalam satu organisasi. Terdapat banyak latar belakang anggota organisasi dan kelompok yang akan melahirkan pemikiran dan tindakan sosial yang berbeda pula, sehinggga organisasi menjadi sangat dinamis. Keragaman

Page 34: PERILAKU ORGANISASI

18 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

dalam organisasi tentu saja konsekuensinya adalah keragaman perilaku yang akan nampak dalam perilaku organisasi. Masalahnya apakah perilaku yang terjadi dalam organisasi dan berdampak kepada efektivitas organisasi mencapai tujuan atau tidak. Oleh karena itu diperlukan sebuah kajian mengenai perilaku organi-sasi, sehingga manajer dan pemimpin organisasi dapat memetakan watak organisasi dengan individu-individu di dalamnya, serta dapat memberikan tindakan dan intervensi yang bisa dilakukan sebagai pemilik otoritas di organisasi. Namun demikian dalam menjalankan tugas mendinamisir organisasi perlu banyak data mengenai orang-orang yang ada dalam organisasi. Jika gagal dalam mengelola perilaku organisasi, maka akan sangat rawan dan sulit mencapai cita-cita organisasi dan produktivitas organisasi. Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep-konsep dasar perilaku organisasi.

B. PEMBAHASANDefinisi OrganisasiOrganisasi merupakan sebuah alat atau sarana yang dipakai oleh manusia untuk mengkoordinasi tindakan-tindakan mereka untuk mencapai tujuan yang diharapkan (Jones dan George, 2003; 208). Di dalam sebuah organisasi agar dapat efektif, maka perlu dilakukan klasifikasi atau pengelompokan individu dengan sebuah pertim-bangan ilmiah, yang tujuan nya adalah untuk terwujudnya tujuan organisasi (Parsons, 1960; 17). Setiap individu dalam sebuah desain organisasi, benar-benar melalui pertimbangan yang didasarkan data sehingga dapat diambil sebuah keputusan yang cermat (Etzioni, 1982; 5). Organisasi diciptakan agar dapat kesatupaduan dalam gerak dan aktivitas untuk mencapai kesuksesan dan meraih keun-tungan bagi organisasi.

Sebuah organisasi merupakan tindakan kolektif untuk menca-pai sebuah kesejahteraan individu manusia. Untuk mencapai tujuan, maka diperlukan sebuah pembagian kerja dan dikonstruksi sebuah koordinasi (Hery, 2014; 11). Sedangkan unsur-unsur dasar organi-sasi meliputi:1. Organisasi bersifat sistemik, satu bagian memiliki kaitan dengan

bagian lainnya. Jika diibaratkan sebuah mesin, tidak ada satu elemen yang dianggap kecil perannya termasuk sebuah baut, atau sebuah gerigi kecil, tanpa elemen kecil tersebut maka sebuah mesin tidak dapat digerakkan. Begitu juga organisasi setiap elemen harus mendapat perhatian, karena merupakan

Page 35: PERILAKU ORGANISASI

19Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

bagian dari sistem, tidak ada yang memiliki peran kecil di organisasi, termasuk seorang bagian cleaning service sama pent-ingnya dengan manajer, tanpa kerja divisi kebersihan, sebuah kantor akan menjadi tempat yang tidak nyaman

2. Di organisasi terdapat aktivitas kelompok yang mengerjakan sebuah kerja tertentu, setiap kelompok individu ini memiliki target kerja yang jelas, mereka bukanlah kumpulan manusia yang tidak memiliki visi dan tindakan terukur.

3. Setiap organisasi memiliki sebuah konsensu, visi, misi yang sudah disepakati untuk diwujudkan. Maka, setiap orang yang membangun kerja sama, dan pasti memiliki sebuah tujuan yang sama dan telah disepakati.

4. Setiap unit, individu dan divisi-divisi yang ada dalam organi-sasi terkoordinasi dalam satu standar. Jika dalam sebuah kerja sama organisasi gagal dilakukan maka kegiatan akan gagal bahkan akan saling berlawanan.

5. Dalam sebuah organisasi terdapat sebuah kepemimpinan yang berwenang dan bertanggungjawab mengarahkan organisasi. (Hardjana, 2016; 11-12).

Organisasi memiliki karakteristik pembagian kerja, terdapat sebuah kekuasaan dengan adanya struktur organisasi yang akan membawa arah organisasi ke arah mana, jika terdapat anggota yang tidak memberi kontribusi maka dapat dilakukan penggan-tian (Etzioni, 1982; 4). Mintzberg mengemukakan bahwa organisasi memiliki lima elemen, sebagai berikut: Pertama, adanya anggota yang melakukan aktivitas produksi yang menjadi dasar keberadaan sebuah organisasi; Kedua, adanya manajer puncak yang memiliki tanggung jawab terhadap organisasi secara menyeluruh; Ketiga, adanya manajer tengah yang menjadi sarana komunikasi antara anggota produksi dengan manajemen puncak; Keempat, adanya ketersediaan para ahli yang menganalisis setiap kebutuhan organ-isasi; dan Kelima, ketersediaan individu yang mengisi jabatan dan posisi pekerjaan.

Setiap kegiatan yang berlangsung di organisasi dan menggu-nakan sumber daya dan pembiayaan organisasi harus selalu diusa-hakan untuk dicapai dan diwujudkan. Tujuan organisasi akan menimbulkan sebuah pedoman sebagai landasan dan legitimasi bagi anggota untuk melakukan tindakan (Etzioni, 1982; 7). Robbins menjelaskan sepuluh konsep organisasi sebagai berikut.

Page 36: PERILAKU ORGANISASI

20 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

1. Kesatuan rasional dalam mencapai tujuan. Keberadaan organisasi adalah untuk mencapai sebuah tujuan. Maka keberadaan indi-vidu sebagai anggota organisasi, setiap perilakunya harus dapat dirasionalisasi dengan kepentingan organisasi.

2. Koalisi dari pendukung yang kuat. Keberadaan organisasi karena adanya kelompok-kelompok yang sedang berupaya memenuhi kepuasan dan kebutuhannya masing-masing. Setiap kelompok akan berupaya mendapatkan alokasi sumber daya. Oleh karena itu diperlukan koalisi yang kuat agar organisasi dapat stabil dalam menjalankan program.

3. Sistem terbuka. Organisasi merupakan sebuah sistem yang tidak dapat terlepas dari kondisi sebuah lingkungan.

4. Sistem yang memproduksi arti. Organisasi merupakan kesatuan yang dibuat secara artifisial. Maka tujuan dan maksud dari pelaku organisasi diartikulasikan dalam bentuk-bentuk simbo-lilsasi.

5. Sistem yang digabungkan secara longgar. Dalam organisasi terdapat kelompok dan unit yang relatif berdiri sendiri. Maka sangat wajar jika di organisasi akan terdapat saling pertentangan.

6. Sistem politik. Dalam organisasi terdapat tarik menarik kepent-ingan dan ingin merebut pengaruh agar dapat memutuskan sebuah persoalan dan mengendalikan apa yang ada di organ-isasi.

7. Alat dominasi. Organisasi menempatkan individu sebagai anggota ke dalam tugas-tugas yang diberikan oleh pimpinan. Sehingga individu anggota tidak dapat secara bebas tanpa batas di dalam organisasi, melainkan harus taat dengan apa yang telah didelegasikan kepada mereka.

8. Unit pemrosesan informasi. Dalam organisasi terdapat proses informasi yang digunakan secara horisontal, vertikal, yang bergerak secara struktural. Dari informasi ini kemudian kepu-tusan dan organisasi dapat digerakkan.

9. Penjara psikis. Organisasi membatasi ruang gerak individu anggota dengan adanya deskripsi kerja, departemen, dan divisi. Sehingga menjadi batasan-batasan pilihan bagi anggota dalam berperilaku.

10. Kontrak sosial. Organisasi terdiri dari sejumlah konsensus dimana para anggota secara tidak tertulis maupun tertulis melakukan perbuatan yang sesuai dengan harapan organisasi (Robbins, 1994; 12-13).

Page 37: PERILAKU ORGANISASI

21Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

Sepuluh poin dari penjelasan Robbin di atas jika diambil inti dari konsep organisasi, bahwa ketika individu bergabung dalam sebuah organisasi, maka perilaku individunya tidak bisa lagi secara bebas dijalankan, melainkan harus disesuaikan dengan perilaku yang diinginkan oleh organisasi.

Perilaku Organisasi Perilaku organisasi merupakan kajian mengenai dinamika tingkah laku manusia dalam sebuah kelompok, dampak organisasi kepada manusia. Serta aspek dampak perilaku manusia terhadap organi-sasi. Dengan mempelajari perilaku manusia, maka untuk menca-pai tujuan organisasi dapat dilakukan dengan mudah (Rivai dan Mulyadi, 2003; 171). Perilaku organisasi mempelajari banyak aspek manusia mulai dari kognisi hingga bagaimana anggota merasa, berpikir, dan persepsi mereka dalam bertindak di organisasi (Amir, 2017; 23). Perilaku organisasi mengkaji tentang sikap, dan kinerja dalam organisasi. Ilmu yang digunakan bisa Sosiologi, Psikologi, dan Antropologi untuk menganalisis dampaknya bagi organisasi (Ivancevich dan Konopaske, 2005; 10).

Dari definisi ini dapat dilihat bahwa dalam kajian perilaku organisasi terlibat beragam disiplin ilmu untuk membantu penge-lola organisasi dalam menyelesaikan permasalahan, terutama terkait manusia yang merupakan kumpulan individu, kelompok-kelompok yang telah mendinamisir berbagai keadaan di organisasi. Sehingga tidak tertutup kemungkinan tindakan individu atau suatu kelom-pok di organisasi akan melakukan tindakan tidak sesuai dengan visi atau budaya organisasi, dan dapat menjadi masalah bagi organisasi mencapai tujuan. Dalam konteks ini, seorang pemimpin sangat dibu-tuhkan untuk membaca perilaku organisasi lalu mempersiapkan intervensi atau tindakan organisasional untuk mengendalikannya.

Perilaku organisasi dapat mempelajari aspek tingkah laku indi-vidu atau kelompok bagaimana hal tersebut berdampak kepada organisasi, begitu juga bagaimana perlakuan organisasi berdampak pada sikap individu di organisasi (Sedarmayanti, 2014; 41). Pada dasarnya organisasi sebagai sebuah sistem sosial memiliki karakter-istik berbeda yang memerlukan perlakuan berbeda pula, oleh sebab itu bidang sumber daya harus memahami bagaimana karakter indi-vidu dan unit di organisasi yang memiliki berbagai problematika yang kompleks.

Manajemen sumber daya manusia yang baik akan dapat mengendalikan perilaku sehingga organisasi menjadi efektif.

Page 38: PERILAKU ORGANISASI

22 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Di organisasi perlu aktivitas motivasi, penghargaan yang dapat meningkatkan prestasi atau kinerja anggota. Pemimpin perlu mengorkestrasi perilaku anggotanya agar dapat berpikir dan bertin-dak secara efektif. Seorang pemimpin organisasi ia akan melakukan pengamatan bagaimana anggotanya bertindak, keunikan-keunikan individu atau divisi kerja untuk kemudian memberikan respon. Agar dapat memahami perilaku organisasi perlu diidentifikasi mengenai bagaimana teknologi, struktur, serta lingkungan yang akan saling mempengaruhi.

Terdapat tokoh-tokoh yang menjadi pedoman awal dalam kajian perilaku organisasi, di antaranya: 1) Adam Smith, memberi sumbangsih tentang begitu pentingnya spesialisasi tugas anggota yang nantinya akan berdampak pada produktivitas organisasi; 2) Charles Babbage, seoarang ahli Matematika yang mengembangkan konsep Smith dengan salah satu caranya yaitu pentingnya efisiensi waktu dalam melakukan tugas dan pekerjaan.

3) Robert Owen, menyumbangkan mengenai dunia industri jangan sampai menganggap tidak penting pekerja sebagai manu-sia. Pekerja harus dihargai sebagai manusia. Maka pembagian tugas harus benar-benar manusiawi serta tidak diberikan di luar batas kemampuan, misalnya anggota tidak diberi waktu istirahat yang cukup, dan bagi perempuan terdapat persoalan biologis seperti menstruasi, hamil, melahirkan, dan menyusui anak. Hal ini dalam isu dunia kerja kontemporer sudah menjadi perhatian banyak organisasi, bahkan bagi perusahaan atau organisasi yang tidak memenuhi hak anggota atau pekerja akan dianggap melanggar hak azazi manusia; 4) Andrew Ure mengemukakan pentingnya mekanik di manufaktur tanpa mengabaikan peran manusia. Sehingga pabrik yang mekanis tetap memperhatikan manusia yang membutuhkan ventilasi, perawatan kesehatan, kopi atau teh, dan pelayanan kese-hatan bagi pekerja yang bekerja dengan mesin.

Multi Disiplin dalam Perilaku OrganisasiBisa dikatakan bahwa ilmu manajemen merupakan ilmu yang tidak bisa berdiri sendiri, dikarenakan karakteristik setiap kajian yang ada dalam ilmu manajemen, pada dasarnya adalah kajian dari ilmu-ilmu lain. Ilmu manajemen merupakan sebuah ilmu terapan yang memanfaatkan hasil-hasil riset ilmu yang ada agar dapat berman-faat dalam organisasi. Dalam konteks perilaku organisasi, ilmu-ilmu berikut penting dipelajari oleh seorang manajer dan pemimpin organisasi, agar lebih dapat memahami dinamika keorganisasian.

Page 39: PERILAKU ORGANISASI

23Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

Psikologi. Dengan mempelajari Psikologi maka akan dapat mempelajari keunikan individu dalam sebuah organisasi. Setelah memahami karakter individu tersebut, maka seorang manajer dapat mengambil langkah-langkah yang tepat terhadap individu atau sebuah kelompok di organisasi.

Sosiologi. Ilmu Sosiologi yang mempelajari interaksi manu-sia dalam suatu sistem sosial sangatlah penting diterapkan dalam sebuah organisasi yang juga merupakan sebuah sistem. Dengan mempelajari Sosiologi, maka akan dapat diketahui desain, birokrasi, perubahan sosial, konflik, dan sebagainya. Tanpa mempelajari Sosiologi, seorang manajer akan sulit memetakan permasalahan keorganisasian.

Antropologi. Ilmu Antroplogi merupakan ilmu tentang manu-sia dan bagaimana manusia berinteraksi dengan lingkungan-nya. Dengan mempelajari Antropologi maka akan dapat diketa-hui mengenai kebudayaan sebuah komunitas. Antropologi akan membantu manajer mengetahui nilai, norma, ideologi yang kemu-dian menjadi identitas dan budaya keorganisasian.

Ilmu Politik. Manusia tidak dapat dihindari pasti memiliki tinda-kan sosial yang politis yang memperjuangkan kepentingan individu atau kelompok. Melalui berpolitiklah individu dapat memenuhi kepentingan individu, atau kelompoknya dalam sebuah organi-sasi. Dengan mempelajari Ilmu Politik maka akan dapat dipahami perilaku politik dan perilaku kelompok, sehingga dapat menganti-sipasi berbagai kemungkinan dalam aktivitas politik yang merupa-kan hal wajar tersebut. Ilmu politik akan membantu memengaruhi individu atau kelompok, membagi sumber daya dan wewenang, serta mengatasi konflik.

Kajian perilaku organisasi meliputi ilmu-ilmu: Psikologi, Sosiologi, Psikologi Sosial, Antropologi, dan Ilmu Politik. Berikut tabel ilmu dan kontribusi konsep ilmu-ilmu yang telah diadaptasi (Robbins, 1994; 4).

Page 40: PERILAKU ORGANISASI

24 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Tabel 3 Kontribusi berbagai Ilmu terhadapStudi Perilaku Organisasi

Perilaku Kontribusi konsepPsikologi Dengan psikologi maka organisasi dapat mendesain

organisasi yang memiliki kinerja, produktif dengan landasan watak manusia secara individu maupun secara umum. Sehingga akan mendapatkan anggota yang baik, serta dapat mengurangi konflik keorganisasian dan mengatasi stres di tempat kerja.

Sosiologi Sosiologi dapat memberi kontribusi bagi organisasi dengan memahami berbagai tindakan sosial yang dilakukan individu, kenapa konflik terjadi, kenapa terjadi komunikasi yang tidak baik, dan bagaimana dapat menyatupadukan kelompok agar dapat saling beker-jasama dalam kohesivitas organisasi.

Psikologi Sosial

Psikologi sosial akan dapat membantu dalam pengambi-lan keputusan, serta bagaimana dapat melakukan komu-nikasi efektif bagi keseluruhan anggota organisasi.

Antropologi Dengan antropologi maka akan dapat merumuskan nilai, norma, dan peraturan organisasi yang kemudian disebut sebagai budaya organisasi yang menjadi identitas bagi setiap orang di dalam organisasi.

Ilmu politik Dengan adanya ilmu politik, maka setiap aktivisme yang bernuansa politis dihanggap sebagai hal wajar, karena pada dasarnya setiap individu atau kelompok memiliki cita-cita,ilmu politik akan menawarkan cara dengan koal-isi, aliansi, joint venture, serta bagaimana menggunakan sebuah kekuatan politik.

Landasan Memahami Perilaku Organisasi Martelli (2016) menjelaskan bahwa perilaku organisasi sebagai ilmu yaitu kajian sistematis penyebab bagaimana individu dan kelompok dalam bertindak di sebuah lembaga. Kajian perilaku organisasi memiliki akar dalam kajian, psikologi sosial, psikologi kognitif, sosiologi organisasi, ekonomi, administrasi publik, indus-tri, sosial. Perilaku mengkaji populasi organisasi dalam berper-ilaku. Objek kajian adalah segala sesuatu dari individu, kelompok, dalam menjalin hubungan terhadap struktur lebih besar. Sedangkan tujuan utamanya adalah memahami perilaku dalam konteks

Page 41: PERILAKU ORGANISASI

25Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

keorganisasian. Kajian perilaku organisasi bisa dilakukan dengan survey kajian laboratorium, wawancara terstruktur, observasi dan etnografi.

Dalam organisasi perlu memperhatikan aspek: individu, psikologi, dan keorganisasian (Winardi, 2004; 196). Perilaku di organisasi dilakukan karena suatu atau tujuan tertentu dan perilaku dapat diintervensi (Winardi, 2004; 199). Pada dasarnya dalam studi perilaku organisasi berupaya memahami hakikat manusia dan organisasi, mengenai bagaimana perbedaan karakter, martabat manusia, motivasi bekerja, tujuan hidup manusia dan motif beror-ganisasi (Davis, 1963; 9). Berikut rincian mengenai Hakikat Manusia.

Perbedaan individu, seorang pemimpin organisasi tidak dapat menggeneralisir anggotanya yang beragam latar belakang. Setiap individu memiliki perbedaan satu sama lain itu sebuah keniscayaan, oleh karena itu dalam sebuah organisasi akan banyak tindakan sosial yang memiliki beragam motif, bisa ekonomi, kepuasan kerja, eksistensi diri, kesejahteraan, pergaulan sosial, atau mungkin akan terdapat anggota yang bekerja karena motif beribadah. Inilah yang dinamakan oleh Erwin S. Tanton sebagai teori hukum perbedaan individu.

Manusia seutuhnya, setiap anggota organisasi memiliki nalar atau epistemologi masing-masing. Karakter individu anggota organisasi akan dipengaruhi latar belakang keluarga, suku, geografis, bahkan agama yang dianutnya. Maka, seorang pemimpin organisasi tidak dapat menyeragamkan individu, karena anggota memiliki keunikan masing-masing.

Perilaku termotivasi, sebuah gerakan pada dasarnya merupa-kan akibat dari motif individu melakukan sebuah perbuatan. Oleh karena itu teori motivasi sangat berguna dalam mempelajari perilaku organisasi. Sehingga sebagaimana konsep kepemimpinan yaitu seni menggerakkan orang lain dapat difungsikan, karena seorang pemi-mpin telah memahami motif individu bergerak.

Martabat manusia, karyawan atau anggota organisasi adalah manusia, mereka bukan benda atau mesin yang tidak perlu diper-hatikan aspek psikologis dan psikisnya. Dalam konsep Islam, manu-sia adalah mahluk sempurna,demikian juga dalam konsep Barat dengan pandangan humanisme-nya. Maka dalam organisasi, aspek martabat manusia sangat perlu diperhatikan.

Sistem sosial, sebagai kajian yang menggunakan Sosiologi, maka dapat dipahami bahwa dalam organisasi perlu memahami bagaimana perilaku organisasi sangat ditentukan oleh perilaku

Page 42: PERILAKU ORGANISASI

26 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

kelompok dan individu. Oleh karena itu sebuah organisasi tidak bisa terlepas dari sistem sosial dan psikologi sosial.

Kepentingan bersama, organisasi merupakan kumpulan manu-sia yang terdiri dari beragam individu, kelompok, terdapat hubun-gan timbal balik, organisasi membutuhkan anggota, dan anggota membutuhkan organisasi. Dalam pencapaian tujuan organisasi sebetulnya juga mencapai tujuan individu anggota.

Perilaku holistik, dalam organisasi tidak dapat dipandang secara parsial. Terdapat keterkaitan elemen kecil dengan elemen besar, dari yang terendah secara struktur hingga yang tertinggi di struktur. Perlu pemahaman bagaimana organisasi dalam perilaku keseluruhan individu dan kelompok.

Organisasi tidak bisa terlepas dari persoalan eksternal di luar organisasi. Jika dalam perspektif bisnis, sebuah perusahaan dipen-garuhi oleh: pesaing, konsumen, budaya sub lingkungan, pemilik saham, material, pemerintah, konsumen (Wexley dan Yukl, 1992; 17).

Gambar 1. Organisasi dan Persoalan Eksternal

Gambar di atas merupakan deskripsi sebuah organisasi peru-sahaan yang sangat ditentukan, misalnya jika pabrik bagaimana serikat buruh akan menjadi alat pemersatu kaum buruh dalam memperjuangkan hak dan melakukan bargaining position di sebuah

Page 43: PERILAKU ORGANISASI

27Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

perusahaan mengenai upah kerja, jam kerja, hak demonstrasi, hak libur dan lain sebagainya. Tentunya gambar di atas akan berubah faktor-faktor eksternalnya jika dalam bentuk organisasi lain, misal-nya organisasi pendidikan, posisi orang tua, masyarakat, dunia kerja juga akan memengaruhi perilaku organisasi.

Objek Kajian Perilaku OrganisasiIndividu dalam Organisasi

Organisasi adalah kumpulan dari individu/orang sebagai bagian dari sebuah oragnisasi. Setiap individu dari organisasi mendapatkan manfaat dari menjadi anggota organisasi. Setiap individu organisasi memiliki perbedaan karakter, talenta yang jika saling bekerja sama akan saling mengisi kekurangan (Silalahi, 2013; 407). Robbins menjelaskan empat poin untuk memahami individu dalam organisasi. 1) Sikap, individu akan menampakkan sikap suka atau tidak suka dengan berbagai hal di organisasi. Sikap ini mencerminkan mengenai bagaimana anggota sebagai individu dalam merasakan sesuatu. 2) Kepribadian, anggota sebagai individu memiliki beragam karakteristik yang akan memengaruhi tindakan-nya dalam organisasi. Tabel berikut merupakan kepribadian yang akan ditemui dalam organisasi.

Tabel 4. Enam Belas Sifat Kepribadian Utama

PenyendiriKecerdasan rendahDipengaruhi oleh perasaanPengikutSeriusBerani mengambil resikoPemaluKeras hatiMudah percayaPraktisBlak-blakanPercaya diriKonservatifTergantung pada kelompokTidak terkendaliRileks

PeramahKecerdasan tinggiStabil secara emosionalDominanSantaiBijaksana/penuh pertimbanganPetualangPekaPencurigaImajinatifTersembunyiMudah cemasSuka mencobaMandiriTerkendaliTegang

Page 44: PERILAKU ORGANISASI

28 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

3) Persepsi, merupakan proses individu memaknai, menafsir-kan, dan memberi makna terhadap relasi dirinya dengan organisasi. Setiap individu akan memiliki penafsiran beragam. 4) dalam organ-isasi individu antar individu kelompok antar kelompok akan berin-teraksi sehingga terjadi proses belajar dan saling berbagi informasi, pengetahuan, dan keahlian teknis. Maka dalam organisasi adalah proses belajar yang tiada henti.

McShane menyatakan secara garis besar perilaku individu dapat dikelompokkan sebagai berikut (Amir, 2017; 37). 1. Task performance. Bahwa di dalam organisasi terdapat individu

yang mendukung capaian organisasi dengan pelayanan dan komitmen yang diberikan individu, misalnya memberikan pelayanan yang ramah kepada konsumen.

2. Organizational citizenship behavior. Terdapat individu yang suka dan gampang bekerja sama sesama anggota dan antar divisi kerja.

3. Counter productive behavior. Karakter individu yang lebih cend-erung membuat gangguan bagi individu atau divisi lain di dalam organisasi. Misalnya dengan melakukan penggela-pan sumber daya organisasi atau sering melakukan kelalaian prosedural sehingga merusak kinerja organisasi.

4. Perilaku yang betah di dalam organisasi. Karakter individu yang sangat menikmati bekerja dan beraktivitas di organisasi.

Individu berperilaku di antara individu lainnya di organi-sasi sangat tergantung dengan karakter personal dan kelompok yang beperilaku sangat tergantung pada posisi dan kontribusinya di organisasi (Syam, 2012; 147). Ketika individu melakukan tinda-kan interaksi antar individu, atau individu dengan kelompok, atau mungkin antar kelompok dengan kelompok maka akan terjadi sebuah proses adaptasi, dan sosialisasi dari pihak-pihak yang berin-teraksi (Rakhmat, 2005; 10).

Sangat menarik apa yang disarankan Kasali berikut untuk memahami tipe individu di dalam organisasi (Kasali, 2017; 179-183).1. Para penjaga pintu. Perlu dipilih orang yang berkompeten

untuk menjalankan tugas ini, karena ia berada di posisi terde-pan dan gerbang untuk masuk ke dalam organisasi. Siapa saja akan melewatinya, dan individu yang menjaga akan melakukan menyapa dan berdialog, jika tidak memiliki integritas individu penjaga gerbang akan berbahaya bagi organisasi.

Page 45: PERILAKU ORGANISASI

29Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

2. Penghubung. Tipe penghubung sangat dibutuhkan organisasi namun sulit diperoleh. Individu penghubung memiliki karakter ekstrovert, gampang menjalin komunikasi dengan banyak orang, individu ini tidak sungkan didatangi dan mendatangi dengan keinginan membantu, sehingga akan sangat mendukung kinerja organisasi.

3. Pencemas banyak bicara. Perlu kewaspadaan dengan individu seperti ini. Individu tipe ini suka menghibur dirinya sendiri yang mudah cemas dengan cara kasak kusuk berbicara dan mengabarkan ke banyak orang yang belum tentu benar info yang disampaikannya. Individu ini akan bisa sangat destruk-tif bagi organisasi, ia akan dengan sangat mudah menyebarkan rumor, gosip, bahkan hasutan.

4. Spesialisasi informasi. Individu tipe ini sangat dibutuhkan organisasi. Ia merupakan tempat bertanya, sekaligus memberi informasi, baik diminta atau tidak diminta. Sehingga individu ini merupakan orang yang multi talenta. Namun tetap harus hati-hati, apakah individu tersebut tau lebih banyak tentang suatu hal, atau hanya tau sedikit mengenai banyak hal.

5. Salesman yang selalu beruntung. Individu salesman ini dibu-tuhkan karena memiliki keterampilan membujuk dan menim-bulkan kepatuhan. Individu salesman ini merupakan orang yang sangat penting bagi organisasi, karena tugas yang mereka lakukan akan dapat membuat organisasi menjadi produktif dan meraih profitabilitas.

Dari lima poin tipe individu dalam organisasi sebagaimana dikemukakan oleh Kasali di atas dapat dilihat bahwa di dalam organisasi akan ditemukan tipe anggota yang konstruktif dan dapat memberikan nilai tambah dan keuntungan bagi organisasi dalam mewujudkan visi dan misi. Namun demikian pasti akan ditemu-kan tipe anggota yang destruktif, dimana setiap sikap dan tindakan anggota tersebut akan bermanfaat buruk bahkan bisa menghancur-kan organisasi.

Individu sebagai anggota kelompok memiliki peranan dalam menjalankan program kerja yang sudah dirumuskan dalam peren-canaan, persoalan emosional sangat penting agar relasi antar indi-vidu bisa saling mendukung untuk menjalankan peran di organisasi dan juga dalam menjaga atau memperbaiki organisasi (Rakhmat, 2005; 171). Lebih lanjut Rakhmat (2005) menjelaskan peran individu sebagai anggota sebagai berikut.

Page 46: PERILAKU ORGANISASI

30 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

1. Peranan tugas kelompok. Yaitu memecahkan masalah atau melahirkan gagasan baru. Peran tugas berkaitan dengan upaya memudahkan dan koordinasi kegiatan yang mendukung terca-painya tujuan kelompok.a. Initiator – contributor. Mengusulkan gagasan kepada kelom-

pok bagaimana mengatasi masalah.b. Information-seeker. Pendukung informasi, data dan fakta

mengenai masalah yang sedang dibicarakan.c. Opinion seeker. Memberi penjelasan mengenai nilai terhadap

alteranatif yang akan diambil tindakan oleh kelompok.d. Information – giver. Memberi fakta otoritatif terkait masalah

organisasi.e. Opinion – giver. Menyatakan keyakinan atas sebuah solusi.f. Elaborator. Menguraikan saran-saran yang ada dengan contoh.g. Summarizer. Menentukan dimana posisi kelompok.h. Coordinator – integrator. Berupaya memadukan gagasan-ga-

gasan yang muncul dan mengkoordinasi.i. Orienter. Mengarahkan pembicaraan ke orientasi kelompok.j. Disagreer. Memberi pandangan berbeda terhadap gagasan

dan solusi yang ada.k. Evaluator – critic. Sebuah tindakan ketika memberikan

penilaian kinerja di organisasi.l. Energizer. Mendorong individu atau unit kerja agar bergerak

lebih baik.m. Procedural – technician. Melayani tugas kelompok dalam

menjalankan tugas rutin.n. Recorder. Merekam saran setiap hal yang penting terjadi di

dalam organisasi.2. Peranan pemeliharaan kelompok.

a. Encourager. Memberi apresiasi anggota lain sehingga kelom-pok menjadi hangat dan menampakkan kesetiakawanan.

b. Harmonizer. Mendamaikan konflik antar individu anggota organisasi.

c. Compromiser. Menawarkan kompromi di tengah suasana konflik keorganisasian.

d. Gatekeeper and expediter. Membangun komunikasi dan berje-jaring dengan tindakan yang partisipatoris.

e. Standard setter. Melakukan tindakan untuk menetapkan sebuah standar yang dianggap berharga di organisasi.

f. Group and commentator. Memberi komentar didasarkan data dan fakta.

Page 47: PERILAKU ORGANISASI

31Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

g. Follower. Mengikuti gerak gerak kelompok secara pasif dan menerima apa yang terjadi.

3. Peranan individual. Yaitu sebuah kondisi dimana individu anggota kelompok lebih mementingkan kepentingan sendiri dan mengabaikan relevansi dengan kelompok.a. Aggresor. Melakukan tindakan merendahkan, menyerang,

rasa iri terhadap kontribusi anggota lain.b. Blocker. Tindakan yang menolak, menentang tanpa alasan,

dan berupaya menolak apa saja yang dijadikan kebijakan organisasi.

c. Recognition seeker. Berupaya mencari perhatian dengan berbagai cara misalnya berbohong, bertindak dengan cara tidak biasa berupaya menampilkan kehebatan dirinya.

d. Cuek. Manampakkan sikap yang tidak peduli, sinis, bermain-main.

e. Dominator. Berusaha menguasai secara superior terhadap anggota atau kelompok tertentu dan merendahkan kontri-busi yang lain.

f. Help seeker. Berupaya menarik perhatian anggota lain dengan manampilkan ketidaknyamanan, ketidakmam-puan, kebingungan dan ketidaktahuan.

g. Special interest pleader. Berbicara dengan mengatasna-makan kelompok tertentu yang sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya.

Kelompok dalam OrganisasiPerilaku seseorang akan berbeda jika ia sudah berada dalam

sebuah kelompok (Syam, 2012; 152). Baron dan Byrne (1975) menjelas-kan bahwa ketika individu sudah berada di dalam kelompok maka harus memiliki rasa saling memiliki organisasi, dan untuk memun-culkan sikap tersebut dibutuhkan rasa seperjuangan, dan memiliki cita-cita yang sama untuk diwujudkan (Rakhmat, 2005; 141-142).

Keberadaan kelompok adalah untuk memberi kerangka kerja di mana individu anggota dapat berkontribusi pada usaha bersama dengan harapan akan mendapatkan imbalan dari prestasi yang dicapai jika dibanding individu bekerja individual (Daft, 2004; 3). Individu akan secara alamiah masuk ke dalam kelompok dengan beragam motif, bisa secara divisi kerja, namun bisa juga dengan kecocokan yang lebih personal, misal sesama agama, memiliki hobi yang sama. Persoalan kelompok ini jika tidak dikelola secara baik akan menjadi masalah bagi efektivitas organisasi.

Page 48: PERILAKU ORGANISASI

32 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Dalam tabel di bawah diuraikan bahwa kelompok sosial (masyarakat/komunitas) dimulai dari bentuk terkecil dari satu orang (monad) kemudian terdiri dua atau tiga orang (dyad dan triad) (Soekanto, 2003; 148). Ukuran masyarakat juga bisa didasarkan atas wilayah, asosiasi, bahkan sebuah kerumunan (massa) (Soekanto, 2003; 148). Dalam konsep ini maka organisasi bisa dimulai dari level keluarga hingga ke level negara.

Tabel 5. Sistematika Kelompok dalam Struktur Sosial

1 Kategori utama: Kesatuan wilayah.Tipe umum: komunitiTipe khusus: suku, bangsa, daerah, kota, desa, rukun tetangga.

Kriteria utama:• Kepentingan• Bertempat tinggal di suatu

wilayah tertentu

2 Kategori utama: kesatuan-ke-satuan atas dasar kepentingan yang sama, tanpa organisasi yang tetap.

Tipe umum: kelasTipe khsusu: kasta, elit, kelas dasar persaingan, kelas atas dasar kerja sama.

Tipe umum : kelompok etnis dan rasTipe khusus: kelompok atas dasar perbedaan warna kulit, kelompok imigran, kelompok nasional.

Tipe umum: kerumunanTipe khusus: kerumunan dengan kepentingan yang sama dan dengan kepentingan umum

Keriteria utama:• Sikap yang sama dari anggota

kelompok bersangkutan.• Organisasi sosial temporer.

Kriteria tambahan untuk tipe-tipe khusus:

• Kemampuan mobilitas perpinda-han kelompok.

• Perbedaan dalam kedudukan, prestise, kesempatan, dan tingkat ekonomis.

Kriteria tambahan untuk tipe khusus:

• Kepentingan-kepentingan semen-tara.

• Sifat kelompok sementara.

Page 49: PERILAKU ORGANISASI

33Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

3 Kategori utama : kesatuan-ke-satuan atas dasar kepentingan yang sama dengan organisasi yang tetap.

Tipe umum: kelompok primer.Tipe khusus: keluarga, kelom-pok permainan, club.

Tipe umum: Asosiasi dasarTipe khusus: Negara, gereja, perkumpulan atas dasar ekonomi, persatuan buruh dan sebagainya.

Kriteria utama:• Kepentingan-kepentingan yang

terbatas.• Organisasi sosial tertentu.

Kriteria tambahan tipe khusus:• Jumlah keanggotaan terbatas,• Organisasi sosial yang formal,• Pentingnya hubungan yang tidak

bersifat pribadi.

Kriteria tambahan tipe khusus:• Jumlah anggota relatif terbatas.• Organisasi sosial yang formal.• Pentingnya hubungan tidak

bersifat pribadi.• Jenis kepentingan yang dikejar.

(Soekanto, 2003; 119-121)

Ketika individu sudah masuk ke dalam kelompok maka akan mengubah tindakannya sebagai individu (Robbins, 1994; 106). Kelompok merupakan saling ketergantungan antara satu sama lain, secara kolektif ingin mencapai tujuan organisasi (Robbins and Coulter, 2012; 107). Pengelompokan dalam organisasi bisa dalam bentuk resmi dan tidak resmi, jika dikategorikan, yaitu: kelompok perintah, kelompok tugas, kelompok kepentingan, kelompok persa-habatan.

Tabel 6. Mengapa Orang Berkelompok

Alasan ManfaatKeamanan Individu cenderung mencari aman, sehingga kelompok

akan membuat anggota merasa terlindungi.Status Dengan masuk ke dalam kelompok, individu akan

merasa lebih memiliki pengakuan dan identitas.Harga Diri Individu akan merasa mendapatkan harga dirinya ketika

terlibat dalam salah satu kelompok.Afiliasi Anggota yang berafiliasi akan dapat memenuhi kebutu-

han sosial.

Page 50: PERILAKU ORGANISASI

34 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Kekuasaan Kekuatan atau pengaruh sebuah kelompok, akan berdampak dalam politik dan kekuasaan dalam organi-sasi.

( Robbins, 1994; 107)

Setiap kelompok memiliki peran, nilai, soliditas, susunan, dan status, sehingga merupakan sebuah bentuk teroganisir. Ivancevich menjelaskan terdapat langkah-langkah pembentukan kelompok, yaitu: 1) Tahap pembentukan, sebuah tahap awal dimana terjadi keti-dakpastian dalam banyak aspek, misalnya tujuan, struktur, dan lain sebagainya. Di tahap ini masih bersifat trial and error belum ada sebuah ketetapan. 2) Tahap konflik, di tahap ini banyak terjadi ketida-kcocokan sehingga muncul persaingan, pertarungan dalam merebut sebuah struktur. 3) Tahap norma, di langkah ini mulai nampak kese-pakatan yang memunculkan norma-norma baru yang disepakati. 3) Tahap penunjukan kinerja, di tahap ini setiap kelompok mulai menam-pakkan kreativitas, usaha-usaha dan sumber daya yang menampa-kkan kinerja. 4) Tahap pembubaran, sebuah langkah akhir, dimana dinilai bahwa tujuan organisasi telah tercapai. Namun demikian di tahap ini terdapat sebuah konflik dimana kelompok-kelompok mengalami gagal bertahan, dan kebangkrutan.

Teori Ivancevich di atas tentunya tidak secara umum berlaku di semua organisasi. Banyak peristiwa, fenomena, persoalan yang akan muncul dalam dinamika organisasi. Terdapat organisasi yang mau bubar namun segera melakukan manajemen perubahan lalu dapat bangkit dan besar, sebaliknya terdapat organisasi yang besar namun tiba-tiba bangkrut dan bubar. Terutama di era disrupsi digi-tal yang penuh dengan tidakpastian saat ini, organisasi tradisional perlu mengantisipasi kemungkinan bentuk organisasi virtual. Terbukti dengan adanya konsep work from home yang dilakukan di masa pandemi Covid-19.

Efektif atau tidaknya sebuah organisasi dapat dinilai dari ting-kat kinerja dan nampak pada kepuasan pihalk di luar organisasi terhadap sebuah produk atau jasa (Rakhmat, 2005; 160). Maka, ketika sebuah kelompok, misalnya bertujuan untuk pemasaran, dapat dilihat seberapa banyak konsumen menanyakan informasi hingga memutuskan membeli sebuah produk.

Sifat fungsi kelompok terdapat dua standar sebagai berikut: Pertama, Kebutuhan yang nyata dan dinyatakan anggota kelompok tidak selalu kebutuhan sebenarnya dan karenanya fungsi kelompok

Page 51: PERILAKU ORGANISASI

35Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

yang nyata dan dinyatakan tidak selalu fungsi yang sebenarnya. Kedua, Kebutuhan yang dilayani oleh anggota kelompok akan berbeda dengan kebutuhan yang dilayani kelompok pada waktu lalu (Syam, 2012; 152).

Sedangkan karakteristik fungsi sifat kelompok yaitu: Pertama, Kelompok melayani kebutuhan dominan anggotanya; Kedua, Kelompok dapat terlihat memiliki fungsi tambahan dan unit; Ketiga, Kelompok melayani kebutuhan dominan dan saling memi-liki; Keempat, Kelompok menghasilkan kebutuhan baru di antara anggotanya (Syam, 2012; 152). Ciri-ciri moral yang tinggi sebuah kelompok yaitu:1. Kecenderungan kelompok dipertahankan bersama melalui

kepaduan internal dibandingkan dengan melalui tekanan eksternal;

2. Nilai minimal perpecahan yang memecah belah;3. Penyesuaian diri kelompok terhadap lingkungan yang berubah,

sehingga kelompok mampu mengatasi konflik internal dengan menghasilkan pengaturan kembali sifat interpersonal;

4. Jumlah substansial hubungan antar kelompok;5. Kolektivisme tujuan anggota individual;6. Sikap positif para anggota kelompok terkait objektivitas dan

kepemimpinan kelompok;7. Keinginan anggota kelompok untuk memelihara kelompok dan

perhatian terhadapnya sebagai nilai positif (Syam, 2012; 162).

Sistem OrganisasiOrganisasi merupakan sebuah sistem, jika diibaratkan sebuah pabrik, maka di dalam pabrik terdapat mesin-mesin besar namun mesin besar tersebut tidak dapat beroperasi jika ada salah satu roda gerigi mesin yang tidak dapat berputar, atau ada baut yang lepas sehingga menganggu kinerja mesin. Dampaknya sangat fatal, yaitu pabrik tidak akan dapat memproduksi dan bisa berdampak pada kebangkrutan dan pemecatan sejumlah tenaga kerja atau buruh. Dalam sistem organisasi terdapat sistem sebagai berikut.

Struktur organisasi, di sini dijelaskan bagaimana organi-sasi bekerja dan saling berkoordinasi, siapa mengendalikan apa, semuanya sangat jelas, hanya persoalan apakah di lapangan dapat bekerja secara efektif sesuai tugas masing-masing. Spesialisasi pekerjaan, bahwa di organisasi harus jelas siapa mengerjakan apa, dan harus sesuai dengan keahlian anggota. Departementalisasi, sebuah pembagian dan pengelompokan kegiatan organisasi yang

Page 52: PERILAKU ORGANISASI

36 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

didasarkan atas fungsi masing-masing.Rantai perintah, sebuah garis otoritas yang dimulai dari puncak

sampai ke bawah, siapa melapor dan harus berkonsultasi kepada siapa, juga siapa boleh memerintah siapa. Rentang kendali, merupa-kan jumlah angota atau unit yang berada di bawah koordinasi dan tanggung jawab seorang manajer (Wexley dan Yukl, 1992; 19). Sebuah organisasi yang besar butuh sistem kendali yang baik.

Sentralisasi dan desentralisasi, dalam organisasi terdapat posisi seseorang yang hanya dia dapat memutuskan, dikenal dengan sentralisasi. Sementara desentralisasi bahwa keputusan dapat meli-batkan struktur di bawahnya. Formalisasi, sebuah teknik mengatur perilaku anggota (Wexley dan Yukl, 1992; 25). Teknologi dan desain kerja, saat ini teknologi menjadi penentu sebuah kemajuan organi-sasi, sehingga di organisasi sebuah keharusan divisi terkait teknologi informasi khususnya. Mutu, organisasi terus berupaya meningkat-kan mutu. Rekayasa ulang, organisasi terus melakukan rekayasa dalam mengelola perilaku anggotanya.

Sistem penilaian kinerja, dalam organisasi harus ada sebuah sistem penilaian kinerja anggota. Robbins mengatakan tujuan penilaian kinerja, yaitu: Pendukung keputusan, Proyeksi pelati-han, Alat seleksi, Umpan balik kinerja, Menentukan penghargaan (Robbins dan Coulter, 2012; 259).

Budaya OrganisasiBudaya organisasi menggambarkan bagaimana individu bekerja dan bertindak sesuai dengan pola, asumsi, nilai, sikap, dan perilaku yang membantu sebuah organisasi untuk membangun lingkungan yang dapat mendukung pencapaian tujuan organisasi (Farrell, 2018). Budaya organisasi berfungsi sebagai alat pembeda dengan organ-isasi lain (Coulter, 2009; 279). Robbins mengajukan tujuan elemen penting budaya organisasi. 1) Inovasi dan pengambilan risiko, perlu ada daya kreativitas dalam mengambil risiko; 2) Perhatian terhadap detail, perlu dilakukan analisis dan perhatian yang detail. 3) Orientasi hasil, tuntutan akan meningkatkan hasil. 4) Orientasi terhadap indi-vidu, dalam berbagai kebijakan terdapat efek yang berpengharuh terhadap individu, maka perlu menimbang kepada aspek individu. 5) Orientasi terhadap tim, kerja tim tidak menonjolkan seseorang, tetapi memenuhi aturan tim. 6) Agresivitas, anggota memiliki naluri bersaing, tidak pasif. 7) Stabilitas, adanya kecenderungan pelam-batan laju perubahan karena adanya kelompok yang bertahan.

Page 53: PERILAKU ORGANISASI

37Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

Fungsi budaya organisasi yaitu untuk menciptakan kohesi sosial, motivasi, pencipta rasa sense making, dan sebagai mekanisme kontrol (Winangsih et al., 2017). Sebuah organisasi harus mencip-takan asumsi, dan nilai yang membangun sistim kepercayaan di organisasi sehingga dapat membangun sebuah budaya positif yang akan menciptakan efisiensi, kesabaran, dan merasa bangga dalam menjalankan pekerjaan organisasi (Lukich, 2020). Pengelolaan budaya organisasi yang positif akan dapat meningkatkan kinerja anggota organisasi menjadi lebih baik (Kesek et al., 2021). Budaya organisasi juga diasosiasikan sebagai strategi organisasi dalam mencapai keunggulan kompetitif (Mahajan, 2019)

Budaya organisasi dapat membatasi etika manajer, serta memberi nilai bagaimana anggota organisasi berperilaku (Jermsittiparsert & Srihirun, 2019). Budaya organisasi memiliki peran yaitu: Pertama, dapat memberikan rasa cinta dan kebanggaan terhadap organisasi justru karena adanya perbedaan identitas dibanding organisasi lainnya; Kedua, dapat memunculkan komitmen, loyalitas anggota terhadap organisasi dan organisasi cenderung lebih mudah memu-nculkan sikap loyal anggota; Ketiga, dapat mendukung kualitas pelayanan kepada pelanggan; Keempat, bisa menjadi alat untuk menyesuaikan diri dengan berbagai lingkungan dan keadaan; Kelima, dapat membangun koordinasi dan pengendalian secara satu padu organisasi (Poerwanto dan Sukirno, 2016; 63).

Ketika akan melakukan sebuah agenda perubahan organi-sasi dibutuhkan sebuah kepemimpinan efektif yang memiliki visi jangka panjang dan memahami strategi dalam agenda perubahan budaya (Farrell, 2018). Pemimpin organisasi sangat berperan dalam pengembangan budaya organisasi dengan menekankan pada nilai dan keyakinan (Mahajan, 2019). Perubahan budaya juga sangat didukung dengan kecakapan soft skills dan psikologis (Pavlova, 2020)consequences can be crucial. Organizational culture nowadays includes more supporting disciplines, and one of them is Human Resources Management (HRM. Perubahan budaya menurut Robbins dapat dilakukan apabila: Terdapat krisis yang dramatis, keadaan kritis akan menggeser posisi status quo. Pergantian kepemimpinan, pemi-mpin baru akan menawarkan hal-hal baru yang memberikan hara-pan nilai alternatif. Sebuah organisasi baru, perubahan dapat dan gampang dilakukan dalam sebuah organisasi baru dan organisasi kecil. Karena nilai-nilai yang ada baru muncul dan tidak mengakar.

Page 54: PERILAKU ORGANISASI

38 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Pentingnya Mempelajari Perilaku OrganisasiTerdapat enam poin penting yang diajukan oleh Ivanevich menge-nai pentingnya mempelajari perilaku organisasi, yaitu: 1) Perilaku sebagai cara berpikir, dalam melakukan analisis perilaku organisasi maka harus berada di level individu, kelompok, dan organisasi karena perilaku beroperasi di wilayah tersebut. 2) Perilaku organisasi adalah multidisiplin, dalam melakukan analisis perilaku organisasi akan menggunakan beragam ilmu sesuai yang dibutuhkan dalam upaya mencapai ketepatan analisis. 3) Orientasi humanistik, bahwa dalam organisasi yang berinteraksi adalah manusia, maka tidak dapat diabaikan prinsip kemanusiaan. 4) Orientasi kinerja, pengka-jian terhadap perilaku individu dan kelompok adalah sebuah upaya untuk meningkatkan kinerja. 5) Pendekatan ilmiah, sebagaimana dijelaskan bahwa dalam kajian perilaku organisasi akan banyak melibatkan disiplin ilmu. Maka laporan hasil analisis adalah hasil kajian ilmiah yang layak menjadi pertimbangan. 6) Orientasi penge-lolaan organisasi, dilakukannya kajian perilaku secara sederhananya adalah bagaimana pemimpin dan para timnya dapat mengatur organisasi secara baik.

Kajian perilaku organisasi juga bermanfaat untuk: Prediksi, organisasi diharapkan dapat memperkirakan apa yang akan terjadi jika dengan perilaku sedemikian rupa yang sedang berupa, dan juga perilaku seperti apa pula yang dapat mewujudkan tujuan organi-sasi. Prediksi, setiap fenomena yang terjadi di internal organisasi harus dapat dijelaskan untuk dicarikan solusi praktis dan taktis. Misalnya, kenapa banyak karyawan yang bermain game di jam kerja yang berdampak pada produktivitas, maka artinya terdapat sebuah peraturan kerja yang dilanggar dan harus segera diantisi-pasi. Pengendalian, setelah mengetahui perilaku di organisasinya, maka seorang pemimpin dapat melakukan pengendalian sehingga ia menjalankan organisasi dapat secara efektif.

Dalam melakukan pengkajian perilaku organisasi tersedia kesempatan dan tantangan sebagai berikut: 1) Meningkatkan kualitas dan produktivitas, bahwa tanpa keterlibatan berbagai divisi di organi-sasi maka tidak akan ada produktivitas; 2) Meningkatkan keterampilan anggota, manajer harus merancang program peningkatan kapabilitas para anggotanya dengan berbagai kecakapan teknis yang dibutuhkan organisasi; 3) Mengelola keragaman, dalam organisasi terdapat kerag-aman yang harus dikelola jika tidak akan menghambat komunikasi dan menimbulkan konflik tidak produktif; 4) Menanggapi globalisasi,

Page 55: PERILAKU ORGANISASI

39Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

saat ini organisasi dituntut untuk saling terkoneksi dengan berb-agai pihak, tidak ada lagi batasan geografis. Maka manajer harus mempersiapkan anggota yang cakap dan dapat beradaptasi dengan beragam budaya; 5) Memberdayakan anggota, tidak boleh mengab-aikan keterlibatan anggota, karena akan membuat anggota merasa tidak diperlukan. Maka manajer sebaiknya memberikan otonomi kepada divisi atau individu, sehingga anggota dapat mengoptimal-kan potensi dan keahliannya. 6) Stimulus perubahan, anggota harus responsif terhadap berbagai perubahan yang sangat cepat, maka perilaku kerja mereka harus dapat disesuaikan dengan perubahan. 7) Mengatasi kekinian, organisasi dari berbagai level harus siap dan tanggap terhadap perkembangan terkini yang serba chaotic, acak dan tidak teratur serta dapat diprediksi. Organisasi perlu memper-siapkan perilaku baru. 8) Memotivasi, terdapat kinerja rendah dan motivasi bekerja yang buruk, maka perlu diberikan motivasi dengan berbagai program ataupun pembinaan. 9) Perilaku etis, terdapat sebuah etika yang baik di organisasi.

Perilaku organisasi bukan puncak dan penyelesaian utama masalah keorganisasian. Terdapat banyak keterbatasan selain hanya mendinamisir manusia dengan orang-orang di organisasi. Perilaku organisasi hanya bagian kecil dalam upaya memperbaiki organi-sasi dan bukan satu-satunya solusi. Perilaku organisasi tidak dapat menggantikan kepemimpinan yang lemah, perencanaan yang gagal merencanakan (Davis, 1963; 230).

Perilaku Organisasi dalam Islam Dalam Islam, perilaku manusia banyak mendapat perhatian dalam Al-Qur’an, hadis Nabi, dan juga dapat dilihat dalam sejarah sosial Islam. Namun demikian, dalam sub bab ini hanya diambil beberapa poin mengenai perilaku organisasi.

Harmonis Dalam Q.S: 43 bahwa aktivitas shalat, membayar zakat, dan

shalat merupakan tindakan yang dapat membangun keharmoni-san.Ayat ini menjelaskan bahwa setelah mengajak memeluk Islam, maka perintah utama adalah mengerjakan shalat dan menunaikan zakat. Terdapat hubungan harmonis dengan aktivitas shalat, dimana manusia yang baik bersama-sama mengerjakan rukuk mencer-minkan ketundukan (Shihab, 2009). Spirit yang dapat diambil dari ayat ini bahwa diperlukan sebuah keharmonisan antar anggota, juga mencerminkan kepaduan antara spiritual dan gerak jasmani,

Page 56: PERILAKU ORGANISASI

40 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

antara semangat dan tindakan-tindakan untuk organisasi.

Berbangsa-bangsaDalam Q.S.49, Allah menyampaikan tentang hakikat penciptaan

manusia yang memang beragam dari suku bangsa dan berbagai perbedaan, terdapat perempuan dan laki-laki, suku-suku bangsa. Hal ini merupakan cerminan bahwa manusia dapat saling berko-munikasi dan saling mendayagunakan setiap perbedaan menjadi kerjasama yang produktif.

Ayat ini mencerminkan prinsip dasar keragaman antar manu-sia. Dalam ayat ini menegaskan bagaimana posisi manusia dalam pandangan Allah, bahwa yang mulia di sisi Allah adalah orang yang bertaqwa, bukan atas perbedaan suku bangsa (Shihab, 2009). Dengan keragaman perbedaan, manusia dapat saling belajar dan saling mengisi. Sehingga perbedaan bukan sebagai sumber konflik. Dalam organisasi, perbedaan tidak dapat dihindari, maka pemi-mpin organisasi harus dapat menjadikannya sebagai aset.

Tolong Menolong dan Kerja samaDalam Q.S. 08; 74 menggambarkan pentingnya tindakan saling

tolong menolong ketika dalam usaha mencapai sebuah perjuangan, dalam ayat ini Allah akan memberikan rezeki kepada orang-orang yang memberi pertolongan kepada orang-orang Muhajirin yang sedang melakukan jihad.

Ayat ini menyampaikan adanya ganjaran bagi yang melakukan kerja sama dalam kebaikan (Shihab, 2009; 622). Dalam organisasi konsep tolong menolong dapat diterapkan dengan adanya tim kerja yang baik dan efektif, misalnya kolaborasi antar divisi yang kerjanya saling membutuhkan. Budaya kerja sama dan tolong menolong harus menjadi perilaku yang sudah membudaya.

C. RINGKASANPembahasan di atas, setidaknya dapat disimpulkan bahwa: Kajian perilaku organisasi dibutuhkan agar seorang manajer atau pimpinan organisasi dapat memahami individu (orang-orang), kelompok (kelompok orang-orang) yang ada dalam organisasi agar dapat mempelajari karakter mereka, dan motif mereka untuk berada dalam sebuah organisasi. Namun untuk mempelajari karakter dan keunikan anggota dan kelompok tersebut seorang manajer membu-tuhkan pendekatan berbagai ilmu, di antaranya: Psikologi, Sosiologi,

Page 57: PERILAKU ORGANISASI

41Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

Antropologi, dan Politik, dikarenakan kajian perilaku organisasi belum merupakan kajian yang bisa berdiri sendiri dalam merumus-kan teori-teorinya. Praktik kajian perilaku organisasi dapat diterap-kan dengan membangun struktur organisasi, penghargaan, sanksi, motivasi, tim kerja, job description, manajemen konflik dan berbagai sub bahasan ilmu manajemen lainnya. Bisa dikatakan kajian perilaku organisasi harus memahami terlebih dahulu berbagai kajian dalam organisasi (ilmu manajemen) dalam berbagai aspeknya.

Dalam Al-Qur’an banyak terdapat kisah, pesan, sejarah menge-nai perilaku individu, perilaku kelompok, dan perilaku keorgani-sasian (suku, negara). Namun jika diambil beberapa poin penting konsep Islam dalam masalah keorganisasian adalah bahwa kerag-aman dan pluralisme adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa dipungkiri. Manusia diciptakan berpasang-pasangan, bersuku bangsa. Keragaman tidak dimaknai sebagai jalan berkonflik, namun harus saling dapat kerja tim, saling bantu. Persatuan ummat manu-sia juga dapat dilihat jelas dalam Pesan Haji Wada’ (perpisahan) Nabi. Bahwa tidak boleh ada satu individu merasa paling mulia atas individu yang lain. Manusia harus dimuliakan nilai-nilai kema-nusiaannya karena manusia berasal dari satu asal. Implikasi bagi kehidupan keorganisasian bahwa di dalam organisasi yang terdiri dari keberagaman individu organisasi adalah sebuah modal untuk saling belajar dan mengisi kekurangan satu pihak untuk mencapai tujuan organisasi.

D. PERTANYAAN UNTUK EVALUASI DAN DISKUSI 1. Jelaskan definisi dari organisasi !2. Bagaimana pemahaman anda tentang perilaku organisasi ?3. Bagaimana pemahaman anda tentang multi disiplin dalam

perilaku organisasi ?4. Apa objek kajian dari perilaku organisasi, jelaskan !5. Bagaimana sistem dari sebuah organisasi ?6. Coba anda bayangkan dan ingat kembali, budaya organisasi

apa yang anda temukan di sekitar anda ?7. Jelaskan mengenai pentingnya perilaku organisasi !8. Bagaimana konsep perilaku organisasi dalam Islam ?

Page 58: PERILAKU ORGANISASI

42 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Page 59: PERILAKU ORGANISASI

43Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

BAB 3KEBERAGAMAN DALAM ORGANISASI

Tujuan Pembelajaran:Mengetahui dan memahami keberagaman dalam organisasi.

Kompetensi yang diharapkan:Mahasiswa mampu menjelaskan keberagaman dalam organisasi

A. PENDAHULUANPerbedaan merupakan sebuah hukum alam, dan bahkan di dalam Islam diajarkan bahwa perbedaan merupakan rahmat. Dalam Islam telah disampaikan bahwa manusia diciptakan berbangsa-bangsa namun kemudian agar dapat bekerja sama. Dalam sebuah organ-isasi pasti akan ditemukan keragaman budaya, kepercayaan, latar belakang pendidikan, keahlian, dan kepribadian. Namun demikian perbedaan yang ada di organisasi bukanlah menjadi sebuah alasan kegagalan dalam mewujudkan visi, misi, dan program organisasi, justru harus menjadi sumber kekuatan. Dalam filosofi Minangkabau terdapat ungkapan “tigo tungku sejerangan” atau juga ada ungkapan,”tungku hidup karena kayu yang besilang”. Dua ungkapan ini merupakan filosofi yang menyadari bahwa kerag-aman justru membuat “api hidup”, perbedaan-perbedaanlah yang akan menggerakkan roda organisasi. Oleh karena itu, dalam ilmu perilaku organisasi perbedaan sangat penting mendapat perhatian bagi para manajer dan pemimpin organisasi agar dapat mengelola keragaman menjadi sebuah daya dorong, bukan menjadi pemecah belah yang akan berdampak pada kegagalan organisasi. Dalam bab keragaman organisasi ini, pembaca akan mempelajari bagaimana di dalam organisasi terdapat perbedaan, misalnya jenis kelamin, keter-ampilan, dan latar budaya.

Page 60: PERILAKU ORGANISASI

44 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

B. PEMBAHASANPerbedaan sebuah KeniscayaanSebuah organisasi dibangun dari individu-individu yang memiliki karakter dan identitas sosial yang berbeda. Keragaman organisasi dibagi dua, Dimensi Primer yang didasarkan identitas, gender, etnisitas, ras, orientasi sexual, umur, serta mental dan fisik. Kedua, Dimensi Sekunder yang kurang nampak, misalnya latar belakang pendidikan, geografis, agama, bahasa pertama, status keluarga, pengalaman kerja, dan gaya kerja (Mazur, 2010; 6). Perbedaan di sebuah organisasi bahwa perlunya kesadaran terhadap setiap karak-ter antara individu (Robbins dan Judge, 2015; 44). Dalam kerag-aman organisasi penulis menggunakan konsep yang dijelaskan oleh Stephen P. Robbins sebagai berikut.

Keragaman meliputi kategori dan karakteristik. Terdapat kate-gori primer, karakter genetik yang memengaruhi citra diri dan sosialisasi. Kategori kedua, mempelajari karakteristik yang individu membutuhkan motif. Di dalam gambar berikut bahwa tanda panah bukan kategori independen. Misal, seorang perempuan yang memi-liki anak akan menghadapi pilihan anak atau pekerjaan, sementara di dalam organisasi muncul pernyataan, misalnya.”Pekerjaan anda adalah hal utama jika anda ada dalam organisasi ini.”

Gambar 2. Kategori Keragaman (Hellriegel dan Slocum, 2008; 15)

Page 61: PERILAKU ORGANISASI

45Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

Kategori primer. Individu relatif memiliki sedikit pengaruh meliputi karakter berikut. Pertama, umur, kelahiran seseorang merupakan sebuah fase perkembangan zaman, misal zaman babby boomers lahir tahun 1946, generasi X lahir 1965 sampai 1981, gener-asi Y, yang dikenal sebagai generasi milenial lahir dari tahun 1982 hingga 2000. Kedua, Ras, pengelompokan biologis merepresenta-sikan perbedaan fisik, seperti warna kulit. Ketiga, Etnisitas, identi-fikasi dengan kelompok kultural yang berbagi tradisi dan warisan, meliputi bahasa, agama, makanan dan kebiasaan. Keempat, biologis sex yang dibatasi perempuan dan laki laki. Kelima, kemampuan dan kualitas fisikis, sebuah keragaman karakteristik, meliputi bentuk tubuh, ukuran tubuh, bentuk wajah, kemampuan dan ketidakmam-puan spesifik, keterbatasan mental. Keenam, orientasi sexual yang ketertarikan terhadap heterosexual, homosexual, atau bisexual.

Kategori sekunder, individu memiliki lebih banyak pengaruh dengan pengalaman hidup yang menjadi pilihan individu. Pendidikan, pelatihan formal dan informal yang dilalui. Pengalaman kerja, individu mengalami keragaman organisasi dimana ia pernah bekerja. Pendapatan, kondisi ekonomi yang menumbuhkan status ekonomi individu. Status pernikahan, status pernikahan individu apakah tidak pernah menikah, menikah, janda, duda, atau berce-rai. Lokasi geografis, dimana individu menghabiskan bagian pent-ing hidupnya dalam sebuah lokasi geografis, misal di area urban atau area pedesaan. Status orang tua, memiliki atau tidak memiliki anak, orang tuan single atau bersama suami atau istri. Gaya perilaku, kecenderungan individu untuk berpikir, merasa, atau bertindak di sebuah waktu tertentu.

Perbedaan UsiaSemakin tua usia seseorang maka kecenderungan untuk merasakan emosi yang bersifat negatif semakin tinggi (Hanggraini, 2011; 58). Hubungan antar umur dan kinerja merupakan sebuah isu pent-ing di dunia kerja dan organisasi. Terdapat anggapan bahwa usia yang menua akan berdampak pada menurunnya kinerja seorang anggota organisasi. Namun terdapat anggapan lain, bahwa justru semakin matang usia anggota maka akan semakin berpotensi dalam meningkatkan produktivitas organisasi. Umur yang tua akan menampilkan komitmen, pengalaman, dan berkomitmen terhadap kualitas. Namun terdapat juga penilaian bahwa umur yang tua akan berdampak terhadap kepekaan dan tanggap perubahan teknologi yang begitu cepat dan dibutuhkan organisasi.

Page 62: PERILAKU ORGANISASI

46 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Isu umur di dunia organisasi tidak hanya persoalan kompetensi dan produktivitas saja. Namun juga akan berdampak pada persoa-lan koordinasi dan psikologis individu. Misalnya, terdapat seorang pimpinan yang berusia lebih muda agak merasa sungkan memerin-tah bawahannya yang lebih tua, terutama di dalam budaya Timur, walau pada dasarnya ia memiliki otoritas di organisasinya. Masih banyak lagi, persoalan umur akan memengaruhi perilaku organi-sasi.

Perbedaan GenderTerdapat sebuah pandangan bahwa perempuan lebih bersikap emosional dan lebih peka terhadap lawan bicara baik secara verbal atau pun non verbal (Hanggraini, 2011; 58). Isu gender selalu muncul dalam pergaulan sosial politik. Misalnya terdapat kelompok feminis yang memperjuangkan hak-hak kaum perempuan secara ekstrim. Hal ini terjadi karena dalam organisasi dan dunia kerja sering terjadi bias gender dalam menjalankan profesionalitas. Masih terdapat anggapan bahwa seorang perempuan sebaiknya jangan memimpin organisasi, namun teori ini sudah banyak dibatalkan, khususnya di Indonesia, telah banyak perempuan Indonesia duduk di posisi strategis, misalnya Megawati Soekarnoputri yang menjadi Presiden Indonesia dari kaum perempuan untuk pertama kalinya. Namun demikian, terkadang ditemukan persoalan ketika hak-hak perem-puan karena biologisnya sering dilanggar, misalnya persoalan ketika hamil, melahirkan, hingga semacam ruang memeras air susu ibu yang sangat diperlukan oleh seorang ibu yang bekerja.

Perbedaan EtnisIndonesia memiliki beragam etnis, namun terdapat prinsip bahwa perbedaan adalah rahmat dan walau berbeda namun satu. Namun dalam faktanya, di dunia kerja dan dunia organisasi, perbedaan etnis masih mengalami banyak persoalan, masih terdapat praduga bahwa misalnya salah satu etnis tidak dapat diajak bekerja sama, dan diberi stereotype negatif. Pada dasarnya, dalam Islam diajarkan perbedaan merupakan sebuah keniscayaan, manusia dianjurkan untuk saling mengenal dan kemudian bekerja sama. Dalam konteks dunia yang sudah serba digital, saat ini persoalan etnis mulai dapat melebur dan menjadi energi dan dinamika bagi organisasi. Oleh karena itu, di organisasi tidak boleh melakukan diskriminasi karena didasarkan atas etnis tertentu. Keragaman etnis, merupakan cermi-nan sebuah organisasi yang sehat.

Page 63: PERILAKU ORGANISASI

47Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

Perbedaan AgamaPersoalan agama merupakan masalah paling sensitif di dalam organisasi, dan dunia kerja, khsususnya di Indonesia. Banyak kasus konflik dan sulitnya koordinasi karena terdapat persoalan keyak-inan beragama, bahkan walau sesama agama namun jika terdapat perbedaan pemahaman dan organisasi keagamaan juga akan menjadi perdebatan di dalam organisasi. Dalam konteks Indonesia, khususnya kalangan pegawai negeri, bahwa mereka bekerja tidak boleh melakukan diskriminasi dan harus dapat bekerja sama dengan pegawai lain yang berbeda agama. Perbedaan agama jangan sampai menghambat kinerja organisasi dalam mencapai tujuan.

Perbedaan IntelektualSetiap individu anggota memiliki kemampuan intelektual berbeda. Namun demikian kecerdasan intelektual bukanlah satu solusi untuk mencapai tujuan organisasi. Individu sebagai mahluk yang unik, maka ukuran yang diperlukan adalah sejauhmana anggota memi-liki komitmen dan dapat bekerja dalam tim. Akan menjadi sia-sia jika ada anggota memiliki intelektual yang baik, namun tidak dapat bekerja sama, maka organisasi tidak akan mendapatkan manfaat-nya.

Perbedaan Kemampuan FisikSetiap anggota memiliki perbedaan kemampuan fisik, terdapat anggota memiliki fisik yang kuat namun juga ada memiliki kondisi yang lemah. Dalam kondisi ini, maka perlu diantisipasi ketika dalam proses perekrutan anggota, tim sumber daya manusia harus menilai apakah kendala fisik tidak akan menganggu kinerja seorang calon anggota organisasi, namun demikian bukan berarti harus ada diskriminasi, misalnya jika dikaitkan dengan hak disabilitas dalam meraih hak kerja.

Perbedaan antar IndividuSub bab ini hanya menegaskan kembali, sebagaimana disampaikan di atas bahwa setiap individu anggota organisasi pasti berbeda. Oleh karena itu di dalam organisasi tidak boleh ada perlakuan diskriminatif dalam menjalankan tugas dan mendapatkan hak serta kewajiban organisasi. Organisasi akan mendapatkan dinamika yang sangat baik, jika sebuah organisasi memiliki budaya yang hetero-gen, sehingga bisa akan saling mengisi dan melengkapi.

Page 64: PERILAKU ORGANISASI

48 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Dalam kajian perilaku organisasi, dengan melihat kategori kerag-aman dapat dipahami bahwa dalam sebuah organisasi diperlu-kan sebuah kompetensi keragaman, menebarkan nilai-nilai positif, dan bersikap konstruktif dalam menyikapi keragaman organisasi. Sehingga tidak perlu terjadi di organisasi adanya ketidakadilan gender, pelecehan sexual, pandangan rasis, dan pembedaan berdasarkan umur. Sebuah organisasi yang beragam perlu memba-ngun budaya yang inklusif. Keragaman artinya menciptakan sebuah lingkungan dimana seluruh anggota dapat menggali dan mendorong kompetensi individu anggota organisasi. Keragaman merupakan sebuah kunci kesuksesan. Dalam banyak pengala-man dan hasil penelitian secara jelas disampaikan bahwa semakin beragam perusahaan, adanya keragaman: ras, umur, suku, dan latar belakang merupakan sebuah kekuatan. Keragaman akan memanc-ing kreativitas karena setiap individu menyadari adanya keragaman sehingga tidak dapat berpikir monoton dan konvensional.

Keragaman organisasi memiliki berbagai dimensi, namun demikian di dalam sebuah organisasi anggota akan memiliki perbe-daan dan persamaan. Satu sama lain keragaman akan saling memen-garuhi sebuah kondisi, misalnya kergaman ras akan memunculkan situasi sosial tertentu dalam sebuah keadaan organisasi (Mazur, 2010; 6).

Tabel 7. Dimensi Keragaman Organisasi

Dimensi Primer Dimensi Sekunder Dimensi TertiaryRasEtnisitasGenderUmurDisabilitas

AgamaBudayaOrientasi sexualGaya berpikirAsal geografisStatus keluargaGaya hidupStatus ekonomiOrientasi politikPengalaman kerjaPendidikanBahasaNasionalitas

KepercayaanAsumsiPersepsiSikapPerasaanNilai-nilaiNorma kelompok

(Rijamampinina, 2005; 109)

Page 65: PERILAKU ORGANISASI

49Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

Keragaman dan perbedaan individu akan bermanfaat bagi organisasi yang akan memunculkan semangat kompetitif dan meningkatkan produktivitas kerja. Namun demikian perlu ada manajemen keragaman agar tercipta sebuah kondisi yang aman dan nyaman setiap orang yang ada di organisasi. Sebuah peraturan diperlukan agar secara lebih tegas agar tidak terjadi praktik diskrim-inasi di organisasi dalam setiap aspek mulai dari perekrutan sampai peluang-peluang kerja, jabatan, dan setiap sistem kompensasi yang dibangun di organisasi (Mazur, 2010). Sedangkan manfaat kerag-aman dalam organisasi dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 8. Manfaat Keragaman di Organisasi

Manajemen orang1. Penggunaan talenta individu lebih baik2. Meningkatkan kualitas tim pemecah masalah3. Kemampuan untuk menarik latar belakang individu

Kinerja organisasi1. Mengurangi biaya asosiasi dengan kaitan seperti hukum, keti-

dakpedulian2. Memperkuat kemampuan pemecahan masalah3. Memperbaiki fleksibilitas sistem

Strategi1. Meningkatkan pemahaman market place, yang memperbaiki

kemampuan untuk lebih baik terhadap keragaman konsumen2. Potensial untuk memperbaiki pertumbuhan penjualan dan

meningkatkan market share3. Sumber potensial keunggulan kompetitif karena memper-

baiki inovasi4. Menampilkan moral dan etika mengenai “benar” dan “salah”

(Coulter, 2009; 100)

Mazur (2010; 9) mengemukakan bahwa keragaman di organi-sasi memiliki dampak positif dan negatif, keuntungan serta keru-gian bagi fungsi organisasi. Jika dilihat keuntungan dari kergaman organisasi, yaitu: Pertama, organisasi multikultural bermanfaat dalam menarik bakat-bakat terbaik dari anggota. Organisasi harus dapat mengakomodir minoritas yang berbakat, sehingga memu-nculkan persaingan sehat di dalam organisasi. Kedua, organisasi

Page 66: PERILAKU ORGANISASI

50 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

multikultural memberi daya adaptasi dengan pergaulan global. Ketiga, keberagaman memicu daya kreatifitas. Keempat, organi-sasi multikultural lebih efektif dalam memecahkan masalah karena terbiasa dengan beragam perspektif dan interpretasi dengan berb-agai isu kompleks. Kelima, organisasi multikultural cenderung lebih fleksibel dan lebih adaptif menghadapi perubahan.

Keberagaman dan Diskriminasi dalam OrganisasiKeberagaman odalam kehidupan organisasi sebagaimana dijelas-kan di atas akan memunculkan sebuah perlakuan diskriminatif. Tindakan diskriminasi harus dihindari dalam kehidupan organisasi. Apakah yang dimaksud tindakan diskriminasi dalam kehidupan organisasi?

Banton menjelaskan diskriminasi yaitu sebuah jarak sosial yang sengaja diciptakan dalam berbagai bentuk perilaku dan tinda-kan. Rasnford (1980) mengatakan bahwa praktik diskriminasi bisa berbentuk individu dimana diberikan sebuah stigma dan prasangka yang diberikan kepada individu atau kelompok. Sementara prak-tik diskriminasi institusional lebih kepada proses perumusan dan produk kebijakan yang dibuat memang untuk mengkonstruksi sebuah pembedaan setiap individu dan kelompok yang ada di organisasi.

Theodorson menjelaskan bahwa biasanya tindakan diskrimi-natif dilakukan dengan membangun sebuah identitas yang melekat pada individu dan kelompok, yang bisa dibangun melalui identitas suku, agama yang dianut, ataupun sebuah kelas sosial. Sebuah tinda-kan diskriminatif akan lebih mudah dan sering dilakukan sebuah komunitas mayoritas yang lebih dapat menggunakan kekuasaan, dan kekuatannya untuk menghegemoni atau memaksakan sebuah tindakan tertentu kepada individu atau kelompok lain yang diang-gap memiliki budaya berbeda (Supartiningsih, 2007). Doob (1995) mengatakn bahwa sebuah tindakan diskriminasi dilakukan agar dapat membatasi individu atau kelompok terhadap akses sumber daya yang ada di organisasi. Abdullah ( 2018; 31) mangatakan bahwa terdapat sebuah kompleksitas paradigma sehingga terjadi prak-tik diskriminatif di sebuah organisasi, bagaimana sesama anggota memandang etnis, agama, dalam menjalankan roda organisasi.

Berdasarkan penjelasan konsep diskriminasi di atas, bahwa sebenarnya tindakan diskriminasi sering dilakukan berbagai bentuk organisasi. misalnya, terdapat organisasi yang tidak menerima pega-wai dengan etnis tertentu, atau perlakuan berbeda terhadap anggota

Page 67: PERILAKU ORGANISASI

51Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

organisasi yang berbeda agama, atau mungkin berbeda paham dan organisasi keagamaan. Semua konsep keberagaman yang dikemu-kakan sebelumnya, suku, agama, ras, folongan, umur, gender, keter-batasan fisik, adalah faktor-faktor yang sering dapat dilihat dalam tindakan keorganisasian. Tidak jarang, misalnya banyak kaum perempuan yang mengalami perilaku diskriminatif dengan tidak dapat ditempatkan dalam sebuah posisi strategis, dengan alasan bahwa ia adalah wanita, atau bisa juga perlakuan diskriminasi dengan tidak diberikannya hak perempuan ketika harus mengha-dapi hamil, menyusui anak, dan faktor bilogis lainnya. Perbedaan jenis kelamin tidak dapat dijadikan alasan bagi kaum perempuan untuk dibatasi untuk mengaktualisasikan potensi diri. Di, Indonesia, persoalan yang paling sering muncul adalah persoalan keyakinan dan agama, yang bisa mempengaruhi karir dan bahkan seseorang yang sangat berbakat, potensial harus stagnan tidak dapat promosi hanya karena perbedaan keyakinan dan perbedaan agama.

C. RINGKASANPerbedaan dan keragaman merupakan hal yang pasti ditemukan dalam setiap organisasi. Terdapat perbedaan primer berupa kerag-aman ras, gender, etnis, status sosial, dan etnisitas yang sangat nampak dalam interaksi sosial di organisasi dan sering memicu konflik, misalnya perbedaan ras yang akan bisa memunculkan sensitif terhadap sebuah ras dan berdampak pada diskriminasi dalam mengakses berbagai aspek organisasi. Kemudian, perbedaan sekunder yang bisa dilihat dari keragaman pendidikan yang ditem-puh, kerja yang pernah dijalani, pendapatan, gaya bekerja, status orang tua dan sebagainya yang tidak terlampau nampak dalam interaksi keorganisasian. Manajer harus memiliki pengelolaan keragaman yang baik agar dapat menjadikan keragaman organi-sasi justru menjadi sebuah kekuatan daya saing dan saling mengisi kekurangan individu di dalam organisasi. Keragaman organisasi adalah modal budaya dan sosial yang memerlukan pengelolaan dengan tidak adanya perlakuan diskriminatif tapi justru menjad-ikannya sebagai modal kompetitif organisasi.

Keberagaman dalam IslamDalam ajaran Islam bahwa sebuah perbedaan merupakan rahmat, maka tidak perlu dipertentangkan, bahkan dalam persoalan keya-kinan sekali pun umat Islam dianjurkan untuk memegang prinsip

Page 68: PERILAKU ORGANISASI

52 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

bagimu agamamu dan bagiku agamaku, hal mendasar menge-nai perbedaan ini menjadi dasar terbangunnya sebuah kehidupan yang harmonis sesama manusia. Dalam Surat al-Hujurat: 13 , Allah telah mengatakan bahwa perbedaan merupakan sunatullah, manu-sia memang diciptakan bersuku bangsa , dan adanya laki-laki dan perempuan. Manusia harus melakukan pertemuan-pertemuan, melakukan pergaulan sosial, dan saling bekerja sama untuk memba-ngun peradaban yang manusiawi, dan menghindari segala macam peperangan melainkan menciptakan perdamaian dan memakmur-kan bumi. Dalam Surat al-Rum: 22, sangat jelas dinyatakan bahwa Allah menciptakan langit dan bumi bersamaan dengan mencip-takan keberagaman dalam bahasa, serta warna kulit manusia. Bahwa orang-orang yang berilmu harus memahami keniscayaan perbedaan ini. Dari dua ayat ini sangat jelas, bahwa keberagaman organisasi dalam perspektif Islam merupakan kewajaran dan bukan menjadi sebuah alasan untuk tidak dapat bekerjasama, namun harus saling bersinergi.

D. PERTANYAAN UNTUK EVALUASI DAN DISKUSI1. Sampaikan pendapat anda mengenai keterlibatan keragamaan

di organisasi !2. Sebutkan dan jelaskan perbedaan apa saja yang ada di dalam

sebuah organisasi ?3. Apakah beberapa perbedaan organisasi itu memiliki kesinam-

bungan atau tidak ?

Page 69: PERILAKU ORGANISASI

53Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

BAB 4MOTIVASI DALAM ORGANISASI

Tujuan Pembelajaran:1. Mengetahui dan memahami definisi motivasi.2. Mengetahui dan memahami teori-teori motivasi.3. Mengetahui dan memahami motivasi kerja.4. Mengetahui dan memahami strategi meningkatkan motivasi

kerja.

Kompetensi yang diharapkan:1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi motivasi.2. Mahasiswa mampu menjelaskan teori-teori motivasi.3. Mahasiswa mampu menjelaskan motivasi kerja.4. Mahasiswa mampu menjelaskan strategi meningkatkan moti-

vasi kerja.

A. PENDAHULUAN Kata “motivasi” merupakan kata yang sangat sering muncul ketika mendiskusikan persoalan organisasi, misanya, “karyawan yang memiliki motivasi tinggi”, “dia tidak memiliki motivasi dalam bekerja”, atau ketika seorang manajer, atau pimpinan organisasi menyampaikan pengarahan yang memberikan motivasi bagi staf atau anggota organisasi. Motivasi bukan hanya persoalan “kata-kata motivasi”, lebih dari itu, motivasi yang dibahas dalam ilmu perilaku organisasi yaitu mempelajari motif dan faktor apa yang membuat individu dalam organisasi melakukan tindakan atau sebuah pekerjaan. Jika menggunakan teori hirarki Maslow, individu bergerak dimulai dari sebuah motif dasar, fisiologis hingga mewu-judkan aktualisasi diri. Sedangkan di dalam Islam, persoalan moti-vasi manusia bergerak, atau beribadah termasuk melakukan sebuah pekerjaan tidak semata-mata hanya karena persoalan material,

Page 70: PERILAKU ORGANISASI

54 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

namun adalah karena Allah SWT. begitu kompleksnya motivasi manusia dalam bertindak, maka kajian motivasi menjadi sebuah pembahasan tersendiri dalam perilaku organisasi.

B. PEMBAHASANTeori MotivasiMotivasi merupakan proses individu yang menstimulasi perilaku dan menggerakkannya dengan sebuah cara yang seharusnya bermanfaat bagi organisasi secara menyeluruh. Kekuatan berasal dari dalam seseorang yang menjadi bagian untuk bergerak menca-pai sebuah tujuan khusus. Motivasi juga bermakna tiga hal yaitu orang yang bekerja keras, orang yang menjaga kerjanya, dan meng-arahkan sebuah tindakan untuk tujuan tertentu (Lunenburg & Ornstein, 2021). Motivasi merupakan kemauan untuk berbuat bagi organisasi dan ini dilakukan dan dipenuhi oleh organisasi kepada setiap anggota (Sedarmayanti, 2009; 233).

Motivasi merupakan keinginan untuk melakukan sesuatu dan dikondisikan oleh kemampuan bertindak untuk memenuhi kebu-tuhan individual. Kebutuhan dapat dimaknai sebagai kebutuhan fisik dan fsikis yang dapat menghasilkan sebuah tindakan atrak-tif (Robbins, 2003; 43) Terry menyatakan bahwa motivasi adalah kemauan individu yang didorong oleh sesuatu sehingga ia melaku-kan tindakan tersebut. Porter dan Lawler mengatakan motivasi sebagai proses membangkitkan perilaku, dapat diarahkan dan dipertahankan. Steers mengatakan motivasi sebagai kecenderun-gan individu melibatkan diri dalam aktivitas pekerjaan keorganisa-sian. Dalam motivasi Steers menekankan pentingnya kesediaan dan kerelaan bertindak.

Motif dapat didefinisikan sebagai berikut: Pertama, sebuah dasar tindakan yang membuat individu tergerak untuk melakukan sebuah tindakan; Kedua, energi yang dimiliki dan kesiapan dalam melaku-kan berbagai rangkaian kegiatan untuk organisasi; Ketiga, upaya yang dilakukan agar individu dapat melakukan sebuah tindakan yang diinginkan oleh organisasi; Keempat, adanya gerakan dari individu untuk melakukan sebuah tindakan; Kelima, motif merupakan sumber yang sangat diperlukan sebagai dasar sebuah tindakan untuk berbuat bagi organisasi (Engkoswara dan Komariah, 2012; 210).

Teori motivasi Maslow sering digunakan dalam mempela-jari motivasi di organisasi. Konsep hirarkis Maslow secara ringkas dapat dikemukakan sebagai berikut: Pertama, Fisiologis, bahwa

Page 71: PERILAKU ORGANISASI

55Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

manusia termotivasi melakukan sebuah tindakan, atau pekerjaan karena adanya keinginan memenuhi kebutuhan mendasar seperti makan dan minum, serta kebutuhan akan tempat berlindung, dan bahkan kebutuhan biologis seperti aktivitas sexual; Kedua, Keamanan, bahwa individu dalam bertindak membutuhkan rasa akan keamanan dan perlindungan fisik maupun psikis; Ketiga, sosial, bahwa manusia dalam bertindak karena keinginan rasa cinta, disayangi, serta dapat diterima dalam pergaulan sosial; Keempat, Penghargaan, bahwa individu dalam berbuat karena ingin dihargai dan diakui eksistensi dengan prestasi-prestasi yang dimilikinya di organisasi (Sedarmayanti, 2009; 235). Hingga saat ini teori kebu-tuhan Maslow masih mendapatkan tempat yang penting di dunia organisasi dan diterapkan para manajer, dengan memahami teori Maslow setidaknya organisasi akan dapat menerapkan strategi untuk membangun motivasi para personil (Robbins, 2003; 44).

Maslow mengajukan asumsi-asumsi bahwa manusia memiliki potensi dan kematangan emosional; berani dan mampu menga-lahkan rasa takut; Manusia memiliki; Dorongan mencapai tujuan; Kemampuan bersikap objektif tentang diri sendiri dan orang lain; Kemampuan untuk dipercayai hingga batas tertentu; Kehendak yang kuat untuk tumbuh, bereksperimen, dan melaksanakan gagasannya; Kemampuan menikmati kerja sama tim yang baik; Kemampuan untuk dikembangkan hingga batas tertentu; Kemampuan menye-suaikan diri dengan tujuan bersama; Hati nurani dan perasaan.

Maslow juga menguraikan bahwa setiap manusia lebih suka: Mencintai dan menghormati bosnya; Menjadi penggerak utama ketimbang pembantu pasif; Menggunakan keseluruhan kemam-puannya; Bekerja ketimbang bermalas-malasan; Mempunyai peker-jaan bermakna; Dihargai dengan adil dan sepantasnya, terutama di depan orang banyak; Merasa penting, dibutuhkan, berguna, bangga, dan dihormati; Mempunyai tanggung jawab; Mempunyai keprib-adian, identitas, dan keunikan individu; Menciptakan ketimbang merusak; Tertarik ketimbang bosan; Meningkatkan segala sesuatu, membenahi segala sesuatu, dan melakukan hal-hal baik.

Asumsi Maslow tersebut memiliki konsekuensi, sebagai beri-kut: Manajer yang otoriter tidak berfungsi bagi mereka; Orang dapat memperoleh manfaat dengan dibebani, dipaksa, dan ditan-tang; Setiap orang seharusnya diberi informasi selengkap mungkin; Tipe-tipe manusia ini akan tampil dengan sangat baik dalam sesuatu yang telah mereka pilih berdasarkan yang disukai; Setiap orang mutlak merasa jelas dengan tujuan, arah, dan maksud organisasi.

Page 72: PERILAKU ORGANISASI

56 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Kemudian terdapat Teori Y dan Teori X yang dikemukakan oleh McGregor yang memiliki asumsi sisi-sisi manusiawi di dalam industri. Asumsi X Gregor bahwa: Pertama, manusia pada dasarnya tidak menyukai bekerja dan pekerjaan, sebisa mungkin setiap tinda-kan pekerjaan sebaiknya dihindari; Kedua, karena manusia tidak menyukai pekerjaan, maka mereka perlu dipaksa untuk menjalank-annya; Ketiga, bahwa pada prinsipnya manusia menyukai diper-intah dan tidak terlampau ingin berprestasi dan memiliki ambisi dalam kinerja (Robbins, 2003; 44). Robbins mengatakan bahwa Teori Gregor ini masih relevan di konteks isu perilaku organisasi saat ini.

Sedangkan asumsi Y bahwa: Pertama, bahwa manusia mengang-gap pekerjaan tidak ada bedanya dengan tindakan istirahat; Kedua, manusia lebih menyukai kesadaran dalam mengarahkan dirinya dalam menyelesaikan pekerjaan; Ketiga, manusia memiliki komit-men terhadap kinerja dan ingin mewujudkan hal terbaik; Keempat, manusia selalu ingin belajar dalam menjalankan pekerjaan dan tanggung jawab yang dipegangnya; Kelima, manusia selalu kretif dan inovatif untuk menciptakan hala baru dan produktif; Keenam, bagaimanapun potensi yang digunakan manusia masih belum secara optimal digunakan.

Selanjutnya McClelland’s Theory of Needs menjelaskan bahwa individu memiliki motivasi karena: 1) keinginan berprestasi, indi-vidu ingin melakukan standar tinggi dan mencapai kesuksesan; 2) kebutuhan akan kekuasaan, individu melakukan tindakan karena ingin orang lain bertindak atas keinginan yang individu idealkan; 3) kebutuhan akan afiliasi, individu sebagai mahluk sosial meng-inginkan kehadirannya diskusi, diperlakukan secara bersahabat di lingkungan ia berada (Robbins, 2003; 47). Dengan teori McClelland ini didapat konsp bahwa pada dasarnya individu ingin melakukan kerja secara efektif, produktif dan ingin mencapai kesuksesan serta menghindari kegagalan dalam bekerja, teori ini sangat bertentan-gan dengan konsep McGregor.

Berikutnya Goal Setting Theory (GST) sebuah konsep motivasi yang intens mencapai tujuan sebagai basis tindakan menjalankan pekerjaan. Individu akan berupaya mengatasi kendala, dan mengu-sahakan mencapai tujuan walau menghadapi berbagai kesulitan (Robbins, 2003; 48). GST mengemukakan konsep motivasi yang lebih optimis bahwa individu akan melakukan hal terbaik untuk menca-pai kinerjanya di organisasi, hal ini karena individu menginginkan sebuah kepuasan kerja, sebuah kesulitan dalam mencapai tujuan justru akan menghasilkan sebuah kinerja yang tinggi pula. Robbins

Page 73: PERILAKU ORGANISASI

57Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

(2003; 54) menyatakan bahwa dengan adanya teori-teori tentang motivasi ini, maka akan membuat organisasi atau manajer menyadari bahwa: 1) perlunya menghargai perbedaan individu personil; 2) perlu menempatkan seseorang di sebuah pekerjaan yang tepat; 3) menggunakan tujuan; 4) menjamin tujuan akan dapat dicapai; 5) penghargaan terhadap individu; 6) penghargaan terhadap kinerja; 7) memeriksa sistem untuk menjamin kesetaraan. Diperlukan beragam cara dan teknik memotivasi untuk individu di organisasi, yang dapat dijalankan dengan beragam program di organisasi.

Motivasi diberikan agar individu memiliki semangat dalam bekerja untuk organisasi yang nanti akan berdampak balik kepada manfaat individu. Oleh sebab itu dengan adanya motivasi maka indi-vidu akan lebih secara sadar melakukan tindakan daripada dikenda-likan dan harus menjalankan perintah saja. Dengan motivasi dihara-pkan akan muncul sikap positif seperti ingin berprestasi, disiplin, dan memiliki semangat dan penuh kecintaan dalam menjalankan kerja yang diberikan (Engkoswara dan Komariah, 2012; 210-211).

Dalam menjalankan motivasi kerja terdapat prinsip-prinsip sebagai berikut:1. Prinsip kompetisi. Melalui kompetisi diharapkan dapat memberi

rangsangan terhadap anggota organisasi untuk menampilkan seluruh potensi yang dimilikinya.

2. Prinsip ganjaran dan hukuman. Bagi anggota yang berprestasi maka harus diberikan penghargaan, sebaliknya yang melaku-kan pelanggaran maka harus mendapatkan hukuman.

3. Kejelasan dan kedekatan tujuan. Sebuah pekerjaan harus dipa-hami sehingga terdapat kedekatan untuk mencapainya.

4. Pemahaman hasil. Dengan adanya hasil yang baik akan lebih dapat memberikan keinginan motivasi memiliki kinerja yang akan memberikan profitabilitas bagi organisasi.

5. Pengembangan minat. Perlu diidentifikasi individu anggota yang memiliki minat dan keahlian serta ia memiliki prestasi dan produk yang baik dan diberikan untuk organisasi, maka ia perlu mengikuti program pengembangan, terutama ketika ia menekuni sebuah bidang tertentu yang dibutuhkan organisasi.

6. Lingkungan kondusif. Suasana kerja yang nyaman sangat menentukan motivasi karyawan.

7. Keteladanan. Sosok pemimpin perlu memberikan contoh dan teladan yang baik, sehingga dapat menginspirasi dan anggota untuk mengikuti (Engkoswara dan Komariah, 2012; 211-212).

Page 74: PERILAKU ORGANISASI

58 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Engkoswara (2012) menguraikan bahwa motivasi jika dilihat dari aspek jenis meliputi proses psikologis yang direfleksikan dalam tindakan interaksi di dalam kelompok dan organisasi. oleh sebab itu dala interaksi ini sangat dipengaruhi latar belakang personal terkait karakter yang dimilikinya yang bisa diperoleh dari proses pendidikan atau lingkungan. Sedangkan faktor dari luar diri ditim-bulkan oleh berbagai sumber, misalnya dari pemimpin, rekan kerja, dan faktor lain yang sangat kompleks. Motivasi yang muncul dari dalam diri individu lebih cenderung lebih baik daripada motivasi yang disebabkan faktor ekstrinsik (Engkoswara dan Komariah, 2012; 213). Apa yang dikemukakan disini dapat mengkonfirmasi apa yang dikemukakan oleh McGregor tentang asumsi X dan Y yang telah dijelaskan di atas.

Motivasi KerjaDalam rangka memotivasi kerja anggota, tidak bisa terlepas dari teori motivasi yang dikemukakan di atas. Oleh karena itu untuk memotivasi sangat terkait dengan persoalan stimuli perilaku manu-sia dengan berbagai pendekatan (Sulaksana, 2004).

Dalam psikologi Gestalt bahwa dijelaskan tindakan atau perilaku bukan hanya karena adanya rangsangan eksternal, namun juga bisa dipelajari, sehingga dapat mengubah perilaku individu. Maka dalam organisasi, anggota organisasi dikondisikan oleh konsekuensi yang diharapkan. Maslow berusaha menyatukan kedua pandangan intrinsik dan ekstrinsik ini yang dikenal dengan human relations. Jika merujuk dengan relasi manusia ini, maka secara teknis sangat penting dalam organisasi membangun sistem motivasi kerja manusiawi, yang dapat dikerjakan pemimpin dan para mana-jer di setiap divisi.

Dalam pandangan Mazhab Dinamika Kelompok. Mazhab dina-mika kelompok fokus pada kerja sama kelompok daripada individu. Lewin mengatakan bahwa anggota dalam organisasi pada dasarnya bekerja dalam kelompok, sedangkan individu perilakunya dilaku-kan rekayasa untuk dapat dinamis dengan kelompok. French dan Bell mengatakan bahwa rekayasa individu dalam kelompok adalah dengan melakukan kegiatan yang dapat menyatukan kelompok, perlu adanya relasi, menganalisa cara bekerja sesuatu dalam kelom-pok, dan terus meningkatkan strategi. Merujuk konsep dinamika kelompok, maka untuk memotivasi kerja di organisasi diperlukan adanya kesatuan tim.

Page 75: PERILAKU ORGANISASI

59Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

Dalam Mazhab Sistem Terbuka. Mazhab ini berpandangan secara keseluruhan mengenai organisasi, tidak seperti pandangan sebel-umnya yang parsial. Mazhab sistem terbuka berpandangan bahwa organisasi terdiri dari berbagai sub sistem yang berkaitan, lalu bera-khir pada kinerja keseluruhan. Mazhab ini menggunakan metode deskripsi dan evaluasi untuk kemudian menentukan bagaimana cara mengubah fungsi keseluruhan organisasi. Miller mengungkap-kan empat sub sistem utama organisasi untuk meningkatkan kinerja secara keseluruhan, yaitu: Sub sistem tujuan dan nilai organisasi; Sub sistem teknis; Sub sistem psikologi; Sub sistem manajerial.

Motivasi kerja sangat ditentukan oleh penghargaan yang diberikan organisasi kepada anggotanya. Namun demikian dalam pemberian penghargaan sangat penting untuk memperhatikan kinerja anggota, kompetensi atau didasarkan kerja tertentu (Amir, 2017; 74). Namun demikian, untuk memotivasi anggota jangan hanya memberikan harapan kepada anggota untuk bekerja dengan semata-mata adanya imbalan material saja, dibutuhkan sentuhan oleh pemimpin organisasi kepada anggota misalnya memaknai kerja sebagai ibadah, pengabdian, dan perbuatan baik yang berman-faat bagi orang banyak. Dalam perspektif Islam, keikhlasan bekerja bukan berarti mengabaikan aspek material, namun juga penting untuk memaknainya sebagai amal saleh. Dalam konteks organi-sasi modern, kerja yang hanya dimaknai untuk mendapatkan uang menyebabkan anggota menjadi sangat transaksional, ada insentif uang mereka loyal, namun ketika organisasi membutuhkan kerja ekstra dengan kondisi keuangan yang tidak memadai mereka tidak menampakkan kinerja dan loyalitas. Maka perlu seni untuk memo-tivasi dengan tidak hanya berpedoman pada kepuasan akan reward material yang diberikan oleh organisasi.

Strategi Meningkatkan Motivasi KerjaDalam melakukan motivasi, strategi yang penting dilakukan yaitu mengetahui mengetahui motif individu berada di organisasi sehingga mau melakukan tindakan untuk organisasi (Jain et al., 2019)Strategi dalam meningkatkan motivasi kerja menurut Iverson dan Zatzick, di antaranya dapat dilakukan dengan. Pertama, Keterlibatan anggota, organisasi melibatkan anggota dalam kepu-tusan. Kedua, Otonomi, diberikan kewenangan dalam menjalankan tugas. Ketiga, Kompetensi, anggota diberikan pelatihan untuk meningkatkan soft skills dan hard skills, Keempat, Human capital, memandang bahwa anggota organisasi merupakan aset organisasi

Page 76: PERILAKU ORGANISASI

60 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

yang harus dijaga dan diberikan kepuasan kerja (Amir, 2017; 21). Hellriegel menawarkan strategi yang dapat dilakukan untuk memo-tivasi anggota organisasi, sebagai berikut.1. Pendekatan manajerial. Pendekatan ini meyakini bahwa moti-

vasi anggota sebenarnya dapat dikelola oleh pimpinan dengan adanya sistem penghargaan dan sanksi. Pihak manajer dapat memberikan penghargaan berupa materi atau non materi sehingga anggota tergerak melakukan sebuah kerja dengan sangat baik.

2. Pendekatan organisasi dan pekerjaan. Pendekatan ini menyadari pentingnya porsi kerja yang harus didistribusikan secara adil dengan juga memperhatikan remunerasi bagi anggota. Maka dalam strategi ini desain struktur organisasi sangat penting, sehingga terdapat garis koordinasi dan tugas yang jelas di setiap divisi dan apa yang harus dikerjakan oleh anggoita.

3. Pendekatan individu. Dalam strategi ini diyakini bahwa individu adalah unik, mereka memiliki nilai, ideologi, latar belakang yang beragam. Seorang manajer tidak dapat menggunakan formula yang seragam untuk diterapkan ke semua anggota, maka diper-lukan sebuah tindakan khusus bagi setiap individu. Perlu kerja ekstra untuk menerapkan strategi individu ini ( Amir, 2017; 74).

Strategi dalam memotivasi kerja anggota juga perlu memperha-tikan integrasi sebagai berikut (Sedarmayanti, 2009; 87).1. Integrasi vertikal. Menyatukan antara sasaran bisnis dengan

berbagai elemen dan unit kerja di organisasi.2. Integrasi fungsional. Mengaitkan dengan berbagai fungsi yang

berbeda dalam organisasi.3. Integrasi sumber daya manusia. Menyatupadukan setiap kerja

dengan manajemen sumber daya manusia, sehingga lebih gampang berkoordinasi.

4. Mengintegrasikan kebutuhan. Perlu menghubungkan antara kebutuhan individu dengan kebutuhan organisasi.

Memotivasi kerja juga dapat dilakukan dengan strategi sebagai berikut (Sedarmayanti, 2009; 88).1. Agar dapat mencapai tujuan organisasi maka roda organisasi

harus berjalan efektif.2. Strategi pengembangan anggota. Anggota merupakan aset,

maka organisasi harus membuat perencanaan dan sistem yang mendukung pengembangan diri anggota. Semakin memi-liki kompetensi dan keahlian maka anggota akan semakin

Page 77: PERILAKU ORGANISASI

61Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

termotivasi bekerja dan berprestasi.3. Pemuasan kebutuhan dan harapan banyak pihak, organisasi,

pelanggan, anggota dan berbagai elemen lain terkait organisasi.4. Komunikasi keterlibatan. Bahwa memotivasi salah satu cara

yang dapat dilakukan adalah komunikasi secara humanis untuk dapat dan menawarkan keterlibatan individu dan kelompok dalam kerja keorganisasian.

Dalam melakukan motivasi Nitisemito (1992) menganjurkan perlunya membangun sistem kompensasi yang baik dan adil serta perlunya budaya organisasi yang humanis dan menghargai setiap elemen individu dan kelompok yang bekerja bagi organisasi. selain itu perlu menciptakan manajemen yang partisipatif (Engkoswara dan Komariah, 2012; 218). Selain itu perlu juga menjalankan kepemimpinan yang ideal dan menjalankan tindakan supervisi untuk menjamin apakah semua yang berlangsung di organisasi benar sesuai perencanaan dan target organisasi (Engkoswara dan Komariah, 2012).

C. RINGKASANMotivasi merupakan kemauan individu di dalam organisasi sehingga ia mau melakukan tindakan-tindakan, atau pekerjaan yang diberikan atau didelegasikan kepadanya sebagai anggota organisasi. dalam melakukan tindakan individu anggota organisasi memiliki landasan, dan motif mengapa ia harus melakukan sebuah pekerjaan? jawabannya bisa dimotivasi oleh materi, kepuasan kerja, harga diri, dan berbagai tujuan sebagaimana telah diungkapkan dalam teori-teori seperti yang disampaikan oleh Maslow dan para pakar lainnya. Dalam memotivasi anggota organisasi, maka seorang manajer dan pemimpin organisasi harus benar-benar memahami konsep motivasi ini, sehingga dapat secara efisien melibatkan anggota dalam menjalankan kerja dan program organisasi.

Motivasi dalam Perspektif IslamBerbeda dengan teori motivasi yang dikemukakan secara sekuleristik, atau mengabaikan kehidupan spiritual dan tujuan kehidupan manu-sia setelah hidup, dalam ajaran manusia bahwa tujuan kehidupan adalah semata-mata untuk mengabdi kepada Allah (Q.S. 51: 56), oleh karena itu maka manusia harus berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan, dan memberikan kualitas terbaik dalam menjalankan pekerjaan sebagai ibadah dan praktik ritual keagamaan. Dalam

Page 78: PERILAKU ORGANISASI

62 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Islam setiap aspek kehidupan, mulai dari mencari ilmu, bekerja, dan menjalankan aktivitas semasa hidupnya di atas dunia merupa-kan sebuah jembatan, maka kualitas kehidupan di muka bumi juga harus berjalan baik, harus sejahtera agar dapat menjalankan kewajiban sebagai Muslim misalnya orang menjadi sejahtera agar dapat menunaikan ibadah haji, memperoleh kekayaan agar dapat bersedekah dan seterusnya, artinya setiap tindak tanduk kehidupan manusia tidak hanya terhenti pada tujuan duniawi namun lebih tinggi dari itu adalah penghambaan kepada Allah, inilah yang menjadi landasan motivasi umat Islam untuk melakukan hal terbaik di setiap tindakan yang dilakukannya dimana saja. D. PERTANYAAN UNTUK EVALUASI DAN DISKUSI 1. Apa definisi motivasi menurut ahli dan menurut anda sendiri ?2. Jelaskan teori-teori dari motivasi ?3. Sebuah kegiatan atau pekerjaan, di dalamnya terdapat motivasi.

Bagaimana pendapat anda tentang pernyataan ini ?4. Deskripsikan strategi-strategi meningkatkan motivasi kerja

yang pernah anda lakukan !

Page 79: PERILAKU ORGANISASI

63Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

BAB 5EMOSI, SIKAP DAN NILAI DALAM ORGANISASI

Tujuan Pembelajaran:1. Mengetahui dan memahami definisi emosi.2. Mengetahui dan memahami sikap dan perilaku.3. Mengetahui dan memahami nilai dan sistem nilai, serta relas-

inya dengan organisasi.4. Mengetahui dan memahami pola-pola nilai dalam menjalankan

manajemen.

Kompetensi yang diharapkan:1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi emosi.2. Mahasiswa mampu menjelaskan sikap dan perilaku.3. Mahasiswa mampu menjelaskan nilai dan sistem nilai, serta

relasinya dengan organisasi.4. Mahasiswa mampu menjelaskan pola-pola nilai dalam

menjalankan manajemen.

A. PENDAHULUANSebuah organisasi membutuhkan iklim kerja yang nyaman, cerah, suasana kerja yang riang gembira, bukan sebuah suasana yang muram dimana individu anggotanya dipenuhi dengan ketida-kramahan atau mungkin kemarahan. Kondisi psikologis individu anggota dapat juga memengaruhi individu anggota organisasi lainnya yang bisa berdampak pada efektivitas kinerja organisasi. Selanjutnya isu penting lainnya di organisasi adalah persoalan sikap dan nilai yang dianut individu. Dalam melakukan sebuah sikap individu merupakan sebuah pilihan untuk bertindak yang dipilih dengan penuh kesadaran, ketika individu bersikap menolak pera-turan dan kerja dalam organisasi, maka hal tersebut sengaja dilaku-kan dengan tujuan tertentu. Sedangkan nilai, sebagai sesuatu yang

Page 80: PERILAKU ORGANISASI

64 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

dianggap berharga oleh individu juga menentukan interaksi sosial dan kerja di organisasi. Tiga tema ini akan dibahas dalam bab ini, agar dalam mengelola organisasi juga sampai kepada hal yang tidak tampak tersebut.

B. PEMBAHASANEmosiEmosi atau “emovere”, artinya “bergerak menjauh”, diambil dari bahasa Yunani. Arti memiliki kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi (Hanggraini, 2011; 55). Emosi merupakan kesiapan fisik dan fsikis terhadap sebuah objek atau manusia (Amir, 2017; 27). Emosi sangat terkait dengan persoalan dasar biologis dan fisiologis (Payne dan Cooper, 2011; 2001). Emosi diarahkan kepada sebuah peristiwa yang mencerminkan kondisi fisiologis, misalnya kapan individu merasa bahagia, marah, sedih yang akan memen-garuhinya bertindak dalam organisasi. Misalnya bisa sampai terjadi kontak fisik, membanting benda, dan lain sebagainya. Shane menga-takan bahwa emosi akan bisa berdampak baik yang sifatnya memo-tivasi namun juga bisa memberi dampak buruk yang bisa destruktif.

Emosi merupakan bagian alamiah individu, seorang manajer yang memahami individu organisasi maka secara signifikan dapat memperbaiki kemampuan dan memprediksi perilaku personil (Robbins, 2003; 41). Emosi muncul bersamaan dengan fisiologis manusia yang memunculkan perilaku dan kesadaran tindakan. Misalnya, ketika individu dihina oleh orang lain, maka akan dire-spon dengan secara sadar bahwa individu sedang dihina, kemudian jantung akan berdetak lebih kencang, nafas terengah (fisiologis), dan sangat mungkin membalasnya dengan perkataan keras bahkan bisa berbentuk kontak fisik (keperilakuan) (Rakhmat, 2005; 40).

Emosi merupakan salah satu afeksi yang didefinisikan sebagai perasaan yang intens ditujukan kepada seseorang atau sesuatu. Sedangkan mood adalah bentuk perasaan yang kurang menda-lam dan biasanya tidak memerlukan rangsangan untuk muncul (Hanggraini, 2011; 55). Emosi dan mood cenderung dikendalikan oleh proses yang sama, dan terdapat banyak kesamaan. Emosi dan mood lebih mengacu pada aspek psikologis mengenai yang dirasakan seseorang baik atau buruk, namun terdapat perbedaan sebagaimana dijelaskan di dalam tabel di atas.

Page 81: PERILAKU ORGANISASI

65Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

Tabel 9. Emosi, Mood, dan Temperamen

Emosi Mood TemperamenDurasi Singkat, jangka

pendek, spontanWaktu lama, mengubah pikiran

Jangka lama, stabil dalam peri-ode bulan dan tahun

Objek Fokus pada objek khusus atau peristiwa, sistem respon

Tidak fokus Diterapkan pada situasi atau waktu tertentu

Intensitas Intensitas tinggi Intensitas rendah -Frekwensi Tidak sering Sering, berlanjut StabilFungsi Adaptif, memberi

informasiMengubah keter-libatan dengan lingkungan

Mempengaruhi emosi, reaksi, pengetahuan dan perilaku

(Payne dan Cooper, 2011; 25)

Sikap dan PerilakuSikap merupakan pernyataan evaluatif apakah hal tersebut disu-kai atau pun tidak disukai oleh individu terhadap objek, peristiwa, orang dan lain sebagainya, hal ini mencerminkan apa yang dira-sakan mengenai sesuatu. Seorang personil organisasi bisa memi-liki beragam sikap (Robbins, 2003). Terdapat beragam pandangan mengenai sikap, ada yang mengatakan bahwa sikap diperoleh melalui proses belajar namun juga ada yang mengatakan sebagai proses neural (Rakhmat, 2005; 39). Selanjutnya Rakhmat (2005) menyimpulkan bahwa sikap merupakan pilihan bertindak dengan cara-cara tertentu terhadap sebuah objek dan semua ini tergan-tung dengan sistem nilai individual. Dalam bersikap individu pada akhirnya akan memutuskan untuk mendukung atau menentang sebuah masalah. Sikap juga akan lebih cenderung membuat indi-vidu untuk lebih bertahan terhadap pilihannya, namun juga bisa dapat dirubah karena ia juga merupakan proses sosial dan proses belajar. Melalui sikap inilah individu dapat menentukan sikap dia akan berada di posisi yang mana, apakah memilih menyukai atau membenci sesuatu.

Sikap merupakan bagian dari keyakinan yang dipegang oleh seseorang, perasaan serta perilaku yang sengaja dilakukan atas

Page 82: PERILAKU ORGANISASI

66 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

seseorang, objek dan peristiwa. Di tahap sikap sudah terdapat nilai terhadap sesuatu (Amir, 2017; 28). Dalam bertindak, individu dalam organisasi didasarkan dorongan, motif yang menuju pada sebuah tujuan yang ingin dicapai. Ketika individu melakukan sikap tertentu, maka pasti ada tujuan di baliknya, bisa saja yang diharapkan adalah pujian, jabatan, penghargaan, serta perhatian lebih (Hariandja, 2006; 3). Sikap merupakan pandangan evaluatif yang sangat menentu-kan tindakan konkret individu di organisasi, sikap bersifat sangat personal yang dilatarbelakangi banyak faktor (Azwar, 2013).

Teori Alasan Tindakan menjelaskan bahwa sikap merupakan pusat sebuah tindakan manusia. Dalam memilih sebuah tindakan, manusia sangat dipengaruhi keyakinan pribadi dan keyakinan kelompok. Ada tiga komponen sikap,sebagai berikut: pengetahuan, sikap dan konatif. Kognitif yaitu berupa persepsi dan keyakinan. Afektif meliputi aspek emosional dan mendasar dalam sebuah kepribadian individu. Konatif, yaitu kecenderungan bertindak (Zuchdi, 1995). Selanjutnya Zuchdi menjelaskan bahwa sikap sangat signifikan terhadap kebutuhan individu akan fisiologis, aktual-isasi diri. Sikap terbentuk sangat dipengaruhi oleh pengalaman, kebudayaan, emosi individu, perkembangan sosial dan teknologi. Namun demikian sikap tidak hanya bisa dibentuk individu, namun juga bisa dibentuk secara bersama-sama di organisasi.

Sikap individu sangat menentukan perilaku di organisasi, Suharyat (2009) menjelaskan bahwa individu memutuskan atas sebuah perilaku karena adanya alasan sebagai berikut: 1) perilaku bukan ditentukan karena persoalan yang general, namun karena faktor khusus terhadap sesuatu; 2) sebuah perilaku juga atas pertim-bangan apa yang diinginkan oleh orang lain untuk dilakukan; 3) sebuah perilaku dilandasi sebuah niat kenapa perilaku dilakukan secara berulang-ulang.

Perilaku mencerminkan motivasi untuk melibatkan diri kepada tindakan tertentu di dalam organisasi (Amir, 2017; 28). Misalnya individu yang merasa tidak suka terhadap peraturan baru menge-nai disiplin kerja, atau kebahagiaan dengan menampakkan kerja yang baik karena adanya keputusan untuk memberikan reward bagi individu anggota yang mencapai prestasi terbaik.

Kreitner dan Kinicki (2010) menjelaskan dalam Teori Atribusi bahwa manusia atau individu memiliki cara dalam melakukan penilaian terhadap orang lain. Terdapat faktor internal dan ekster-nal yang memengaruhi individu berperilaku. Dalam perilaku internal sangat dipengaruhi dari dalam diri individu misalnya

Page 83: PERILAKU ORGANISASI

67Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

bagaimana kepribadian, emosi, kendali diri, motivasi dan kemam-puan yang dimilikinya. Sedangkan faktor eksternal bahwa terdapat faktor di luar individu yang bisa bersumber dalam organisasi atau-pun pengaruh lingkungan sosial. Rakhmat (2005; 15-16) ketika ingin memunculkan tindakan dibutuhkan sebuah jalinan komuni-kasi terlebih dahulu sehingga dapat mengubah sikap individu atau kelompok yang diajak berubah.

Nilai dan Sistem Nilai Relasinya dengan OrganisasiNilai merupakan modal dasar yang menjadi pengarah keberadaan personal di sebuah organisasi. Nilai akan membuat personil menge-nai baik atau buruk sebuah tindakan. Di sebuah organisasi akan terdapat nilai-nilai universal yang diharapkan secara personal, misal-nya nilai kebebasan, kebahagiaan, harga diri, kejujuran, pengabdian, dan kesetaraan (Robbins, 2003). Sistem nilai sangat penting dalam organisasi, bahwa orang yang memiliki nilai inti yang didesain oleh organisasi akan lebih otentik dalam menjalankan pekerjaan organi-sasi (Kasali, 2012; 48). “What is value?” Rowe Mason dalam bukunya yang berjudul “Strategic Management: a Methodological Approach.” Rowe mendefinisikan nilai lebih menekankan pada kontribusi terhadap organisasi, produk, dan stakeholders (Mockler, 1994; 7). Nilai yang ada di organisasi dapat menjadi energi pendorong bagi anggota bekerja bagi kepentingan organisasi (Kasali, 2017). Melalui nilai maka setiap anggota dapat memaknainya dalam tindakan sehari-hari dalam organisasi, dimana anggota memunculkan pertanyaan,”kita berdiri untuk apa” dalam keadaan seperti apapun. Nilai-nilai yang dianut organisasi dan kemudian diikuti anggota dianggap akan berkontribusi bagi kemajuan organisasi (Kasali, 2012; 288-290).

Dalam organisasi kebutuhan akan nilai tidak bisa dihindari, Laswell mengatakan bahwa nilai-nilai seperti penghargaan, keju-juran, kekayaan, kasih sayang akan dapat menggerakkan anggota organisasi (Budiardjo, 2010; 47). Nilai dapat berupa end values, yang diucapkan dalam bentuk kata-kata seperti: sejahtera, adil, makmur, berprestasi, menguntungkan, atau tumbuh, atau dapat berupa means values yang diungkapkan dalam bentuk kata-kata seperti: jujur, integritas, bersih, melayani (Kasali, 2012; 49).

Sebuah filosofi dapat diperoleh dari dalam atau luar organisasi (Terry, 2006; 22). Terry menjelaskan falsafah manajemen adalah salah satu cara berpikir mengenai konsep keyakinan. Jika merujuk pendapat Tery tersebut, untuk itulah diperlukan seorang manajer

Page 84: PERILAKU ORGANISASI

68 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

untuk mengkonstruksi falsafah, nilai yang relasinya adalah suasana ekonomis yang diinginkan.

Kesesuaian nilai individu dengan kelompok dapat meningkat-kan kinerja (Litwin, 1992; 532-545). Dalam tesis Burke ini bahwa dalam sebuah organisasi seorang pemimpin harus memiliki kesa-maan nilai individu mereka dengan yang dimiliki organisasi. Kesesuaian ini penting untuk mempermudah organisasi mengha-dapi berbagai perubahan.

Relasi nilai dan praktik manajemen, menurut Terry, seorang manajer akan memperoleh tiga keuntungan utama dengan adanya falsafah dan nilai dalam organisasi, yaitu: Pertama, Manajer akan mendapat dukungan penuh dari personil. Anggota organisasi perlu mengetahui falsafah dan nilai yang dianut organisasi dan pemimp-innya agar kemudian anggota dapat cenderung menaruh keper-cayaan kepada manajer karena telah mengetahui tindakan yang mungkin akan diambil.

Kedua, Terdapat suatu landasan untuk berpikir secara manaje-rial. Adanya falsafah dan nilai yang dianut organisasi maka terdapat sebuah pedoman untuk menghadapi situasi yang berubah-ubah; Ketiga, menyediakan kerangka yang dapat dimanfaatkan oleh manajer untuk mengembangkan pikiran. Menurut Terry manajer dapat saja merubah falsafah manajemen mengingat begitu derasnya perkembangan hasil penelitian tentang manajemen, perkembangan sosial, teknologi, dan lingkungan.

Nilai yang dianut oleh organisasi dan manajer juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang oleh Terry disimpulkannya bahwa kebudayaan dan lembaga-lembaga menunjukkan dan memengaruhi cara hidup dan cara menyelenggarakan manajemen. Kasali memberikan tips bagaimana cara internalisasi nilai kepada anggota organisasi. 1. Apresiasi. Pimpinan perlu memberi umpan balik positif, mulai

dari hal sederhana, misalnya dengan memberikan pujian secara individu maupun di depan anggota organisasi lainnya. Bahkan, budaya di Indonesia sebuah tepukan bahu dari seorang pemi-mpin kepada anggotanya, bisa dimaknai sebagai apresiasi terh-adap anggota. Seorang pemimpin yang baik bukan mencari kesalahan-kesalahan anggotanya, tetapi mencari prestasinya untuk kemudian menyampaikan apresiasi yang hangat secara personal.

2. Harapan dan optimisme. Seorang pemimpin organisasi selayak-nya memiliki sikap optimis yang kemudian ditularkan kepada

Page 85: PERILAKU ORGANISASI

69Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

seluruh anggotanya. Sehingga anggota akan merasakan sebuah harapan di masa mendatang yang akan lebih baik.

3. Mengajarkan hal baru dan cara-cara kerja baru. Pemimpin perlu menyampaikan hal baru yang ia ketahui, apakah itu bersifat pengetahuan ataupun yang sifatnya keahlian. Sehingga terjadi transmisi pengetahuan dan keahlian yang akan membantu organisasi yang berkinerja baik, karena anggota organisasi akan dapat menyelesaikan masalah-masalah yang ia hadapi dalam bekerja.

4. Keteladanan. Seorang pemimpin tidak perlu arogan, sebaliknya ia perlu menampilkan sosok yang ramah, low profile. Sehingga ia menjadi teladan bagi anggota organisasinya, dan menghormati bukan karena rasa takut, tapi karena pemimpin menampilkan sosok yang humanis dan dialogis.

5. Inspirasi. Menjadi pemimpin yang inspiratif tidak bisa dilaku-kan oleh setiap orang. Tidak banyak pemimpin yang dapat menggerakkan anggotanya hanya karena mereka sangat terin-spirasi dari pimpinannya.

6. Ketenaran. Poin yang satu ini mungkin agak janggal, namun ketenaran seorang pemimpin organisasi yang dikenal publik karena keahlian dan prestasinya akan menjadi nilai tersendiri bagi anggotanya. Anggota akan merasa bangga karena memi-liki pemimpin yang dikenal publik karena prestasinya dan karya-karyanya (Kasali, 2006; 265).

Berdasarkan tips yang dikemukakan oleh Kasali mengenai internalisasi nilai dari pemimpin ke anggota organisasi di atas, dapat disimpulkan bahwa organisasi merupakan kumpulan indi-vidu manusia yang akan lebih efektif jika seorang pemimpin organisasi lebih menggunakan pendekatan yang humanis. Sangat alamiah, jika orang yang bisa mengapresiasi, memiliki sikap opti-mis, dan memberikan keteladanan yang baik akan lebih diterima, jika dibandingkan dengan pemimpin yang otoriter dan arogan akan cenderung direspon dengan sikap resisten dan perlawanan.

Nilai-nilai terbaik, sangat terkait dengan prinsip orang, proses, dan kinerja yang penjelasannya sebagai berikut: Pertama, Orang merupakan bagaimana orang-orang apakah itu dari internal atau eksternal organisasi memaknai sebuah tindakan; Kedua, Proses, bagaimana setiap program dan kebijakan yang diambil di organi-sasi dalam menghasilkan produk atau pelayanan; Ketiga, Kinerja, adanya harapan terhadap kerja yang menghasilkan produk dan

Page 86: PERILAKU ORGANISASI

70 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

layanan (Gaspersz, 2007; 126).Contoh pernyataan nilai-nilai organisasi yaitu: 1) karyawan,

memiliki kepedulian terhadap kualitas produk atau pelayanan yang diberikan oleh organisasi; 2) pelanggan, berorientasi pada mutu yang diberikan pada pihak eksternal; 3) kualitas, selalu memiliki perhatian dan komitmen jangka panjang untuk mempertahankan dan memperbaiki kualitas; 4) peningkatan, melakukan setiap peker-jaan secara benar; 5) integritas, adanya komitmen dan etika terhadap standar yang ditetapkan oleh organisasi; 6) kerjasama, menyadari pentingnya kerja tim dalam menjalankan kerja keorganisasian; 7) kepemimpinan, adanya motivasi, dukungan yang diberikan pemi-mpin organisasi di setiap unit; 8) manajemen, mengelola organisasi secara transparan; dan 9) pengukuran, bahwa pentingnya kuali-tas, biaya, pelayanan, keselamatan, penyerahan tepat waktu, dan semangat (Gaspersz, 2007; 126-127).

Poin-poin yang dikemukakan oleh Gasperz di atas ketika nilai-nilai diterapkan dalan dunia bisnis. Bentuk nilai-nilai dapat berbeda dalam penerapannya, tergantung dengan jenis dan karakter organ-isasi.

Pola-pola Nilai dalam Menjalankan ManajemenContoh paling praktis untuk melihat penerapan nilai-nilai dalam manajemen yaitu bisa dengan membandingkan manajemen versi Barat dan manajemen versi Jepang. Implikasi perbedaan nilai adalah adanya konsep dan implementasi yang berbeda dalam dunia mana-jemen Jepang dan Barat. Di Barat model yang paling banyak digu-nakan dalam manajemen adalah model yang dikembangkan oleh Louis Allen (1965) (Nugroho, 2010; 2). Allen memahami manajemen sebagai proses yang berurutan, yaitu: Planning, Organizing, Leading (ada juga yang menggunakan actuating, implementing, Controlling. Di Jepang lebih banyak menggunakan urutan: Plan, Do, Check, Action (Nugroho, 2010; 2).

Menurut Nugroho bahwa model yang digunakan Barat lebih universal dan mudah diadopsi di berbagai lembaga. Sementara model yang lebih banyak digunakan di Jepang dalam menerap-kannya dibutuhkan penguasaan budaya organisasi dan kapasitas manusia yang setara dengan budaya perusahaan di Jepang dan manusianya, yang setara dengan karakter kompetensi. Kunci perbe-daan antara pandangan Barat dan Jepang dalam manajemen terletak pada Kaizen (Imai, 1996; 3). Di Barat tidak ada tempat untuk konsep Kaizen (Imai, 1996; 7).

Page 87: PERILAKU ORGANISASI

71Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

Tabel 10. Pola Nilai Kaizen dalam Manajemen Jepang

Manajemen Puncak

Manajemen Madya dan Staf Penyelia Karyawan

Komitmen menginternalisasi Kaizen.

Menjalankan Kaizen.

Menggunakan Kaizen secara fungsional.

Melibatkan diri.

Mengalokasikan sumber daya.

Kaizen dalam kapabilitas fungsional.

Membimbing karyawan.

Disiplin di tempat kerja.

Menentukan kebijakan.

Memelihara standar.

Memperbaiki komunikasi.

Pengembangan diri.

Audit sasaran Program pela-tihan

Sosialisasi budaya disiplin.

Menjadi pemecah masalah

Membangun sistem

Membantu karyawan meningkatkan keahlian

Berikan saran Kaizen

Meningkatkan kinerja

(Imai, 1996; 8)

Jika dibandingkan nilai-nilai manajemen di Amerika dan di Jepang, maka dapat dilihat sebagaimana di tabel berikut.

Tabel 11. Perbandingan Nilai Manajemen Amerika dan Jepang

Amerika JepangShort term employement Lifetime employementPengambilan keputusan individu Pengambilan keputusan kolektifTanggung jawab individu Tanggung jawab kolektifEvaluasi cepat dan promosi Evaluasi yang lambat dan promosiMekanisme pengawasan eksplisit Mekanisme pengawasan implisitJalur karir spesialisasi Jalur karir non spesialisasiKonsen terbatas bagi individu sebagai person

Konsen menyeluruh bagi pekerja sebagai person

(Pierce, 1989; 155)

Jika dilihat perbedaan nilai antara Amerika dan Jepang dalam manajemen di dalam tabel 4 dapat dipahami bahwa konsep mana-jemen tidak bisa dihindari dari nilai-nilai yang dianut sebuah

Page 88: PERILAKU ORGANISASI

72 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

masyarakat suatu negara. Di Amerika masyarakatnya yang individ-ualis dan menganut liberalisme lebih cenderung menuntut kompe-tisi dan kecakapan individu. Sementara di Jepang, dimana nilai-nilai tradisional masih dijaga dan diaplikasikan, sehingga lebih menam-pakkan kolektifitas dalam praktik manajemennya.

Penjelasan di dalam tabel tersebut, sering disebut dengan corpo-rate values yaitu tuntunan untuk berperilaku dan mengambil kepu-tusan (Kasali, 2012; 148). Knowledge solutions mendefinisikan nilai sebagai pemandu internal organisasi dengan dunia di luar organi-sasi dan dapat mendorong inovasi, produktivitas dan kredibilitas, serta keberlanjutan perusahaan. Corporate values atau nilai korporasi tidak bisa langsung nampak dapat dirasakan , ia bekerja dalam bentuk inspirasi bagi anggota dan akhirnya dapat bergerak dengan memberikan kinerja terbaik di level organisasinya. Namun Kasali mengingatkan, banyak corporate values yang dibuat perusahaan melanggar prinsip-prinsip sebagai berikut.1. Nilai-nilai yang berlangsung bukan meneruskan apa yang diba-

ngun para pemimpin atau para pendahulu untuk mencapai keberhasilan.

2. Nilai-nilai perusahaan hanya dirangkai agar mudah diingat dalam bentuk sebuah singkatan.

3. Nilai-nilai perusahaan terlalu dipaksakan, berasal dari atas struktur organisasi ke bawah dan tidak diikat ke dalam sebuah sistem yang mewarnai pengambilan keputusan.

4. Nilai-nilai organisasi hanya menjadi hiasan.5. Nilai-nilai perusahaan tidak dijadikan budaya (Kasali, 2012;

18-19).

Penjelasan Kasali mengenai kenapa nilai korporat gagal dapat dilihat poin utamanya banyak nilai hanya menjadi aksesoris, tidak hidup dalam interaksi kehidupan sosial dalam organisasi. banyak organisasi memiliki filosofi, nilai-nilai namun dalam praktinya sangat sulit dijalankan, hal ini karena internalisasi nilai yang dianut organisasi tidak dijalankan dengan baik. Tugas pemimpin organisasi adalah bagaimana nilai yang dianut dalam organisasi dapat sampai ke seluruh anggota dan diimplementasikan dalam setiap gerak akti-vitas organisasi, misalnya, jika ada lembaga pendidikan Islam, maka nilai-nilai Islam harus dijalankan dalam setiap aspek, mulai dari disiplin, budaya kerja, kebersihan, kesejahteraan, kepemimpinan humanis dan seterusnya, sehingga nilai-nilai tidak terhenti dalam konsep dan teori.

Page 89: PERILAKU ORGANISASI

73Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

Emosi, Sikap, dan Nilai dalam Perspektif IslamPerspektif ajaran Islam bahwa dalam menyikapi sesuatu yang tidak disukai atau sering disebut dengan emosi harus selalu dengan cara tidak berlebih-lebihan, sebagaimana dipraktikkan dan diajari oleh Nabi yang selalu menampakkan kesabaran dalam melakukan dakwah walau dirinya dihina, diancam, bahkan terancam nyawanya untuk menyampaikan ajaran Islam, Nabi selalu menampilkan sosok yang ramah, senyum, sehingga Islam merupakan cerminan apa yang ditampilkan Nabi yaitu keramahan dan penuh perdamaian. Ketika seorang Muslim dilanda sebuah emosi dan kemarahan, Nabi menga-jarkan untuk bersabar dan mengucapkan jauhilah dari godaan setan, dalam sebuah hadis riwayat Bukhari terdapat seorang sahabat yang meminta nasihat kepada Nabi, namun dijawab untuk selalu “jangan marah”, dalam kontek perilaku organisasi, idealnya seorang Muslim dapat mengendalikan emosi dengan cara yang tidak berlebih-lebi-han. Sedangkan dalam bersikap, seorang Muslim memiliki aturan yang tegas, kapan harus tegas, kapan harus berdamai, kapan harus berperang, dan berbagai pilihan sikap lainnya, artinya selama sikap tersebut memiliki tujuan kemaslahatan dalam menjaga kehidupan, agama, harta, keturunan, dan kemanusiaan maka harus ditentukan sebuah pilihan untuk bersikap. Misalnya, dalam ajaran Islam bahwa mengutamakan perdamaian lebih utama, namun jika berperang untuk membela diri dan menjaga agama maka hal tersebut dapat dilakukan, sebagaimana disampaikan dalam Q.S. 22: 39.

Sedangkan jika dilihat prakti masa kehidupan Nabi, ia selalu memiliki sikap yang tegas ketika menjawab dan menyelesaikan permasalahan yang muncul, hal ini mencerminkan dalam perilaku keorganisasian, sikap yang jelas sangat penting, sebagaimana ajaran Islam mengenai kesaksian tauhid dan pengakuan terhadap kenabian Muhammad, ini mencerminkan sikap yang kokoh dan jelas. Sedangkan mengenai nilai-nilai, dalam perspektif Islam, nilai merupakan tujuan kehadiran dan kenabian Muhammad, yaitu untuk menyempurnakan akhlak manusia, dan ketauhdan manu-sia kepada Allah, jika disederhanakan dari begiru banyak nilai yang dihargai dalam Islam, bahwa nilai tauhid adalah poros utama dari nilai-nilai yang ada dalam ajaran Islam, oleh sebab itu seorang Muslim harus berpikir dan bertindak sesuai nilai-nilai tauhid dan sebagaimana diajar dalam al-Qur’an.

Page 90: PERILAKU ORGANISASI

74 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

C. RINGKASANDalam kehidupan organisasi sebagai berkumpulnya individu manu-sia, maka akan ditemukan persoalan emosi, bagaimana individu memiliki sebuah kondisi emosi yang bisa berbentuk kebahagiaan, marah, benci, sedih. Emosi akan memengaruhi iklim organisasi. Di organisasi juga terdapat persoalan sikap, perilaku, nilai yang akan menentukan sebuah organisasi akan efektif atau tidak. Ketika indi-vidu memilih untuk “bersikap” artinya individu telah secara sadar dalam memposisikan diri dalam organisasi yang akan nampak dalam perilaku-perilakunya dalam aktivitas apakah akan berbentuk baik atau buruk bagi organisasi. di dalam organisasi juga terdapat nilai berharga bagi individu atau anggota organisasi secara kolek-tif. Persoalan emosi dan psikologis yang cenderung tidak nampak ini juga harus menjadi perhatian bagi para manajer dan pemimpin organisasi, sehingga tidak banyak persoalan atau dampak negatif kinerja organisasi hanya karena iklim organisasi yang tidak sehat.

D. PERTANYAAN UNTUK EVALUASI DAN DISKUSI 1. Apakah anda memiliki emosi dalam kehidupan organisasi?

Jelaskan bagaimana emosi yang anda rasakan?2. Bagaimana pemahaman anda tentang gejala psikologi emosi ?3. Antara sikap dan perilaku, sama atau berbeda ? Jelaskan ! 4. Deskripsikan tentang relasi nilai dan sistem nilai terhadap

organisasi !5. Uraikan pola-pola nilai dalam menjalankan sebuah manajemen!

Page 91: PERILAKU ORGANISASI

75Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

BAB 6KEPUASAN KERJA

Tujuan Pembelajaran:1. Mengetahui dan memahami definisi kepuasan kerja.2. Mengetahui dan memahami sikap dan kepuasan kerja.3. Mengetahui dan memahami konsep kepuasan kerja.4. Mengetahui dan memahami dampak kepuasan kerja bagi

organisasi.

Kompetensi yang diharapkan:1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi kepuasan kerja.2. Mahasiswa mampu menjelaskan sikap dan kepuasan kerja.3. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep kepuasan kerja.4. Mahasiswa mampu menjelaskan dampak kepuasan kerja bagi

organisasi.

A. PENDAHULUAN“Pegawai yang bahagia adalah pegawai yang produktif”. Ini adalah ungkapan yang sering disampaikan sebagian sumber daya manu-sia. Kepuasan kerja merupakan emosi positif kebahagiaan karena adanya penghargaan terhadap sebuah pekerjaan atau pengalaman kerja. Persoalan psikologis sangat penting dalam mengelola organ-isasi, ketika mengevaluasi kerja, dibutuhkan keterlibatan perasaan dan pikiran. Dalam faktanya, sering ditemukan muncul tempera-men individu anggota organisasi yang berkenaan dengan kepuasan kerja.

Kepuasan kerja merupakan kajian tentang anggota organisasi merasa aman, senang, nyaman dan ingin bertahan di sebuah organ-isasi karena ia telah mendapatkan kepuasan yang diperolehnya dalam bentuk materi, dan non materi. Dalam aspek materi, besaran biaya gaji dan insentif, sedangkan dalam non materi bisa berbentuk

Page 92: PERILAKU ORGANISASI

76 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

persaudaran, tim kerja, persahabatan akan membuat individu anggota merasa betah dan puas sehingga ingin memberi kontri-busi lebih bagus kepada organisasi. Dalam bab ini, pembaca akan mempelajari bagaimana pentingnya kepuasan kerja dan apa saja yang membuat anggota organisasi tidak mendapatkan kepuasan kerja.

B. PEMBAHASANDefinisi Kepuasan KerjaKepuasan kerja merupakan sikap general individu terhadap peker-jaan yang dilakukannya, yang evaluasinya akan nampak pada indi-vidu yang puas dan tidak puas terhadap pekerjaan yang dilakukan untuk organisasi (Robbins, 2003; 19). Kepuasan kerja mengacu pada salah satu permasalahan kompleks yang dihadapi para manajer organisasi. Kepuasan kerja memiliki dampak besar terhadap moti-vasi personil dan akan mempengaruhi produktivitas dan kinerja di organisasi. Sikap adalah pernyataan penilaian, mengenai apakah individu menyukai atau tidak menyukai orang atau sesuatu yang mencerminkan bagaimana individu mencerminkan apa yang mereka rasakan. Ketika individu mengatakan, ”saya menyukai pekerjaan saya”, hal ini dapat dikatakan sebagai sebuah kepuasan kerja (Robbins dan Judge, 2015; 70).

Kepuasan kerja adalah subjektivitas individu terhadap peker-jaannya. Anggota organisasi yang puas dengan kerjanya akan memiliki sikap positif dalam menghadapi pekerjaan. Sedangkan individu yang tidak puas karena kinerjanya rendah akan bersikap negatif memaknai kerjanya di organisasi (Hanggraini, 2011; 14). Anggota organisasi menuntut sebuah kepuasan kerja, karena kepuasan kerja akan berdampak pada produktivitas. Hal ini terjadi karena individu bukan hanya mengutamakan kualitas, namun menginginkan sebuah produktivitas yang tinggi (Langton, 2015; 13). Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja di antaranya, kesamaan penghargaan, kondisi kerja yang mendukung, suasana kerja yang mendukung secara mental, dan kolega yang saling mendukung (Robbins, 2003; 20).

Kepuasan kerja adalah perasaan positif yang dialami oleh anggota yang akan berdampak pada pekerjaan di dalam organisasi (Payne dan Cooper, 2011). Kepuasan kerja merupakan emosional yang dialami anggota organisasi yang diekspresikan dengan merasa nyaman dan suka bekerja atau beraktivitas di sebuah organisasi (Jex,

Page 93: PERILAKU ORGANISASI

77Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

2002). Fatah menjelaskan bahwa kepuasan kerja anggota merupa-kan deskripsi mengenai perasaan senang dan tidak senang indi-vidu anggota terhadap kerja yang telah ia lakukan. Kepuasan kerja adalah tanggapan emosional anggota organisasi akan kondisi yang ditetapkan oleh prestasi, dan memenuhi atau bahkan melampaui harapan. Hangraini (2011; 16) menjelaskan kepuasan kerja anggota organisasi dapat dilihat dari enam elemen kunci pekerjaan sebagai berikut: Pekerjaan saat ini, Atasan atau penyelia, Teman sejawat, Sistem kompensasi yang tersedia, kesempatan promosi dan peker-jaan secara umum. Ketika ingin mengetahui tingkat kepuasan kerja, maka enam elemen tersebut dapat ditanyakan, sehingga dapat dide-teksi.

Indikator kepuasan kerja anggota dapat dilihat dari tingkat absensi, dan tingkat profitabilitas di divisi ia berada. Ketika anggota tidak puas terhadap kerjanya, maka ia akan memilih tindakan, seperti: Memutuskan resign dari organisasi, Berupaya memperbaiki keadaan di organisasi, Mengabaikan kondisi yang ada di dalam organisasi (Hanggraini, 2011; 16). Kepuasan kerja dapat dilihat ketika penghargaan yang bersifat material sesuai dengan kompe-tensi dan keahlian personil, namun demikian sebuah kepuasan kerja juga dilihat dari kepuasan individu ketika keahlian dan kompeten-sinya dapat bermanfaat atau diberdayakan oleh organisasi (Robbins, 2003; 20). Dari penjelasan Robbins dapat dilihat bahwa organisasi perlu memperhatikan dua poin penting untuk menciptakan kepua-san kerja, yaitu sistim kompensasi yang adil dan kondisi lingkun-gan sosial yang mendukung dan mengkondisikan individu secara manusiawi dengan berbagai interaksi sosial.

Sikap dan Kepuasan KerjaSikap, ”atitude” merupakan pernyataan evaluasi atau penilaian terh-adap suatu objek, orang atau peristiwa. Sikap masih bersifat abstrak, dan akan menjadi nyata dalam perilaku (Hanggraini, 2011; 12). Setiap individu di organisasi akan bisa menampakkan sikap yang berbe-da-beda dan menampilkan perilaku yang dapat mempengaruhi organisasi (Robbins, 2003). Misal, jika seorang pemimpin organisasi memiliki sikap untuk meningkatkan produktivitas organisasi, maka salah satu bentuk perilakunya adalah disiplin, masuk dan pulang kerja sangat disiplin, dan menggunakan jam kerja secara efektif dan efisien.

Karakter manajer yang ramah akan berdampak pada kreati-vitas dan kepuasan kerja personil (Miao et al., 2020)much remains

Page 94: PERILAKU ORGANISASI

78 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

unknown regarding the mediating role of employee job satisfac-tion in the relationship between management characteristics (such as supervisor humility and abusive supervision. Oleh sebab itu seorang manajer membutuhkan kompetensi kepemimpinan trans-formasional agar dapat meningkatkan kepuasan kerja dan moral kerja personil (Specchia et al., 2021)Kepuasan kerja menjadi sebuah cara memprediksi penting dalam kecocokan kerja. Manajer yang mengetahui kepuasan kerja dapat membentuk lingkungan kerja yang bernilai, loyal, dan personil berpengalaman akan kembali dila-tih. Oleh sebab itu seorang manajer memiliki peran penting dalam mengarahkan personil agar dapat mendukung kepuasan kerja (Wnuk, 2017). Kepuasan kerja signifikan dengan produktivitas kerja. Semakin tinggi kepuasan kerja yang diterima anggota organisasi maka semakin tinggi pula produktivitas kerja (Almigo, 2004; 58). Oleh karena itu, seorang pemimpin organisasi harus memikirkan dan bagaimana merancang suasana kerja dimana setiap individu anggota mengalami kepuasan kerja, sehingga akan lebih mencip-takan suasana lebih produktif.

Manajer berperan penting dan harus memiliki kepedulian terh-adap sikap personilnya. Sebuah kepuasan kerja akan berdampak pada produktivitas manajer, oleh sebab itu manajer harus peduli dan dengan senang hati membari arahan, membangun komuni-kasi dengan personil agar mereka dapat menjadi lebih produktif (Robbins, 2003). Kepuasan kerja sangat dipengaruhi oleh budaya organisasi. norma, nilai yang ada di organisasi akan berdampak pada elemen-elemen organisasi yang akan berimplikasi pada kepua-san kerja (Janićijević et al., 2018). Pentingnya budaya organisasi dalam kepuasan kerja membuat manajer harus lakukan harmoni-sasi nilai-nilai dan norma-norma yang memiliki keragaman dan kebutuhan spesifik dari para personil. Kepuasan kerja sangat dipen-garuhi kekuatan (budaya positif) dan kelemahan budaya organisasi (budaya negatif).

Qureshi et al., 2019 menjelaskan bahwa sebuah kepuasan kerja sangat dipengaruhi oleh hubungan positif dengan kinerja. Oleh sebab itu dalam mengelola organisasi, kepuasan kerja harus mendapatkan perhatian dari para manajer. Heimerl et al., 2020 menjelaskan bahwa kepuasan kerja sangat menentukan keberlanju-tan pengembangan sumber daya insani. Seorang manajer berperan dalam memberikan arahan, dan memberikan peluang pengemban-gan personil, remunerasi, menciptakan atmospir kerja yang merupa-kan faktor pendukung kepuasan kerja personil.

Page 95: PERILAKU ORGANISASI

79Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

Konsep Kepuasan KerjaDalam riset perilaku organisasi, terdapat tiga sikap, yaitu: kepua-san kerja, keterlibatan kerja, dan komitmen organisasi (Robbins dan Coulter, 2012; 73). Pertama, Kepuasan kerja menggambarkan perasaan positif mengenai sebuah pekerjaan. Namun juga terdapat ketidakpuasan terhadap kerja dengan menimbulkan sikap nega-tif. Kedua, keterlibatan kerja, bahwa anggota merasakan dampak psikologis mengenai pentingnya harga diri. Anggota yang dilibat-kan dalam pekerjaan organisasi maka akan memunculkan dampak psikologis yang positif, hal ini karena individu merasa bermanfaat di organisasi, dihargai keahlian, kompetensi, dan merasa diberikan otonomi tugas. Ketiga, komitmen organisasi, sebuah penilaian indi-vidu terhadap organisasi dan tujuannya hingga ia ingin menjadi bagian dari organisasi (Robbins and Coulter, 2012). Sering terjadi dalam organisasi, individu yang memiliki kecakapan dalam suatu bidang tidak mau mengoptimalkan kinerja, karena merasa tidak dihargai keahlian dan hasil kerjanya.

Kepuasan kerja di dalam sebuah perusahaan atau organisasi, setidaknya dapat dilihat dari lima poin sebagai berikut: Pertama, pekerjaan yang memang sesuai passion, minat dan bahkan cita-cita individu. Sehingga anggota tersebut akan dengan penuh komitmen menjalankan tugasnya, sehingga kerja menjadi kepuasan tersendiri bagi individu. Kedua, kompensasi yang diperoleh juga akan sangat menentukan apakah anggota akan bertahan dan telah merasa puas setelah merasakan kompensasi yang berbentuk materi dan non materi. Maka, dalam kajian manajemen sumber daya manusia dan perilaku organisasi konsep kompensasi harus benar-benar dirumus-kan dengan baik.

Ketiga, Promosi, sebuah organisasi atau perusahaan harus memberi ruang bagi anggota untuk mengembangkan diri, misal-nya dengan ditempatkan di sebuah jabatan strategis, ketika indi-vidu anggota sudah bekerja lama dan memberi banyak kontribusi bagi organisasi namun tidak pernah berada di sebuah jabatan, hal ini akan memengaruhi kinerja dan kepuasan kerjanya. Keempat, Pengawasan, bahwa untuk mengendalikan agar anggota bekerja untuk mencapai visi dan misi maka harus diberikan pengawasan atau yang dikenal dengan supervisi, sehingga akan dapat memberi perbaikan dalam praktik kerja para anggota. Kelima, Mitra kerja, hal ini penting untuk mendapatkan kepuasan kerja, banyak anggota tidak betah bekerja di sebuah organisasi salah satunya karena ada

Page 96: PERILAKU ORGANISASI

80 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

alasan iklim kerja yang tidak sehat, tidak adanya persahabatan, dan permasalahan sosial lainnya dalam interaksi antar mitra.

Penilaian terhadap kepuasan kerja bisa menghasilkan sikap negatif ataupun positif (Siagian, 2014; 295). Siagian menjelaskan bahwa apabila dalam pekerjaan seseorang memiliki kontribusi bagi pencapaian tujuan organisasi, maka ia berwenang untuk mendapa-tkan umpan balik tentang apa saja kinerja yang telah dilakukannya.1. Kepuasan kerja dan prestasi kerja. Seorang anggota organisasi

belum tentua puas dengan kerjanya karena kerja itu sendiri, karena sangat manusiawi anggota ingin berprestasi karena ada faktor penghargaan, maka dalam penelitian manajemen perso-alan prestasi kerja masih terus berkembang, namun demikian diharapkan kepuasan kerja akan dapat memicu prestasi kerja lebih baik.

2. Kepuasan kerja dan kemangkiran. Kemangkiran dalam hal ini adalah tidak hadir kerja. Terdapat pengaruh kepuasan kerja yang tinggi dapat meningkatkan kehadiran kerja.

3. Kepuasan kerja dan keinginan pindah. Keinginan pindah kerja disebabkan karena merasa tidak puas dimana karyawan sedang bekerja. Ketidakpuasan memiliki banyak faktor, misalnya iklim kerja yang tidak sehat, pemimpin otoriter, tidak ada penghar-gaan terhadap prestadi dan lain sebagainya.

4. Kepuasan kerja dan usia. Terdapat kelaziman bahwa jika umur semakin menua, maka tingkat kepuasan individu akan kerjanya akan lebih tinggi hal ini karena tidak mungkin lagi bagi seseo-rang untuk mencoba mencari pekerjaan baru, sementara usia lanjut akan berhadapan dengan tenaga lebih mudan terampil. Selain itu, seseorang yang telah lama bekerja di sebuah organi-sasi akan memiliki ikatan sejarah yang emosional yang membuat ia menjadi loyal.

5. Kepuasan kerja dan tingkat jabatan. Semakin tinggi jabatan indi-vidu di sebuah organisasi, maka tingkat kepuasannya semakin tinggi, dengan alasan: penghasilan yang layak, menunjukkan kemampuan kerja, status sosial tinggi.

6. Kepuasan kerja dan besar kecilnya organisasi. Kepuasan kerja bukan hanya soal material, namun kepuasan berada di sebuah organisasi yang mapan dan prestisius juga menjadi faktor indi-vidu merasa puas. Selain itu organisasi yang besar juga memberi peluang untuk aktualisasi diri individu (Siagian, 2014; 297-300).

Page 97: PERILAKU ORGANISASI

81Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

Dampak Kepuasan Kerja bagi OrganisasiJika individu di organisasi tidak merasa senang dengan keadaan dan suasana kerjanya maka ia akan mengatakan tidak puas dengan kerjanya. Terdapat banyak faktor mengapa individu tidak merasa puas dengan kerjanya. Pertama, jika individu tidak mendapatkan informasi yang dibutuhkannya untuk menjalankan tugas. Kedua, jika hubungan di dalam organisasi terdapat hubungan yang tidak sehat, budaya dan iklim organisasi yang negatif (Romli, 2014; 24).

Kepuasan kerja memiliki banyak faktor yang memiliki pengaruh satu sama lain. Dalam teori motivasi bahwa penghargaan berdampak pada kepuasan, di sisi lain kinerja menghasilkan peng-hargaan, dan sangat mungkin antara kepuasan dan kinerja muncul karena tindakan adanya penghargaan. Secara umum diketahui bahwa kinerja bagus membawa pada penghargaan yang mengarah pada kepuasan.

Gambar 3. Diagram Kepuasan Kerja (Lawler & Porter, 1967; 23)

Model ini memperlihatkan bagaimana kepuasan kinerja meng-arah kepada penghargaan dan terdapat dua jenis penghargaan dan hubungannya dengan kinerja. Garis gelombang antara kinerja dan penghargaan ekstrinsik menandakan bahwa setiap penghar-gaan tidak sempurna memengaruhi kinerja. Melalui penghargaan ekstrinsik bermakna bahwa setiap organisasi dikendalikan oleh penghargaan seperti bayaran, promosi, status, dan keamanan yang mengacu pada kepuasan dalam level kebutuhan yang rendah. Hubungan relatif lemah karena kesulitan mengikat penghargaan ekstrinsik secara langsung terhadap kinerja.

Page 98: PERILAKU ORGANISASI

82 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Namun demikian Kotter ( 2011) mengkritik konsep kepuasan diri (dalam bekerja). Kritik Kotter bahwa kepuasan diri hampir selalu merupakan akibat dari kesuksesan semu. Kepuasan diri bisa tetap ada walau setelah sebuah kesuksesan berlalu. Persepsi diri mengenai kepuasan diri ini menurut Kotter tidak akurat. Pada level yang sangat mendasar bahwa orang yang berpuas diri sebe-narnya puas dengan status quo. Kotter menjelaskan cara terbaik untuk mengenali orang yang berpuas diri dapat melalui tindakan mereka, bukan dengan perkatan, misalnya,”saya puas dengan hasil pekerjaan saya.” Orang yang berpuas diri akan cenderung tidak waspada dengan peluang, risiko dan tantangan baru yang dihadapi oleh organisasi. orang yang berpuas diri akan menjadi lebih lambat bergerak, dari kecepatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan, mereka akan terus terperangkap dalam keberhasilan kerja yang dibuatnya di masa yang telah lewat. Orang yang berpuas diri akan cenderung menyalahkan orang lain, dan akan tidak mau disalah-kan. Kritik Kotter ini perlu dipertimbangkan dalam kajian perilaku organisasi, agar kepuasan kerja yang juga merupakan kepuasan diri justru tidak merusak ritme kerja individu di dalam organisasi.

Kepuasan Kerja dalam Perspektif IslamBerdasarkan Q.S. 9: 105 dijelaskan bahwa setiap pekerjaan seorang Muslim akan mendapatkan nilai dan makna dari Allah dan Rasul-Nya. Jika ayat ini digunakan dalam pendekatan sebuah kepuasan kerja, bahwa bagi seorang Muslim, sebuah kepuasan kerja akan dapat dicapai ketika setiap pekerjaan tersebut mengandung kebaikan, jika hal itu dilakukan maka ia mengandung nilai ibadah, dalam pekerjaan apa pun. Sehingga ketika sebuah pekerjaan memberikan kebaikan bukan keburukan maka seorang Muslim akan merasa apa yang telah dikerjakannya tidaklah bertentangan dengan ajaran Islam, dan merupakan sebuah berkah, artinya secara materil ia mendapatkan-nya secara halal sehingga memiliki keberkahan, maka hal tersebut sudah merupakan hal idela. Belum lagi jika sebuah pekerjaan akan dilihat memberikan kemaslahatan bagi manusia dan bagi agama, nilai-nilai keberkahan dan mendapat ridho Allah merupakan nilai utama bagi seorang Muslim dalam menjalankan setiap aktifitasnya dalam sebuah organisasi. Secara sederhana, kepuasan kerja seorang Muslim, bukan hanya bersifat materil duniawi, tetapi juga memi-liki pertimbangan religiusitas, apakah yang telah dilakukannya merupakan kebaikan sebagaimana diajarkan dalam agama Islam, jika terjawab sudah, maka tentunya sebuah kepuasan kerja telah

Page 99: PERILAKU ORGANISASI

83Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

dapat dikatakan tercapai.

C. RINGKASANKepuasan kerja sangat dibutuhkan oleh karyawan atau anggota organisasi. Kepuasan kerja memiliki implikasi positif terhadap produktivitas kerja. Kepuasan kerja bisa berbentuk penghargaan finansial dan bisa juga berbentuk pujian atau dukungan moril terhadap sebuah prestasi kerja atau produktivitas. Ketika anggota organisasi mengatakan “tidak puas terhadap kerja” maka ini akan berdampak terhadap efektivitas organisasi, oleh karena itu mana-jer perlu memahami secara menyeluruh dalam kondisi apa saja anggota organisasi menyatakan,”saya puas dengan kerja yang telah dilakukan”, sehingga suasana positif akan muncul dalam interaksi sosial organisasi.

D. PERTANYAAN UNTUK EVALUASI DAN DISKUSI 1. Apa itu kepuasan kerja ?2. Bagaimana hubungan antara sikap dan kepuasan kerja?3. Jelaskan konsep kepuasan kerja !4. Analisislah dampak dari kepuasan kerja bagi organisasi, anda

bisa menceritakan pengalaman anda terkait hal tersebut !

Page 100: PERILAKU ORGANISASI

84 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Page 101: PERILAKU ORGANISASI

85Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

BAB 7PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Tujuan Pembelajaran:1. Mengetahui dan memahami definisi pengambilan keputusan.2. Mengetahui dan memahami proses pengambilan keputusan.3. Mengetahui dan memahami fase keputusan.4. Mengetahui dan memahami pengambilan keputusan individu.

Kompetensi yang diharapkan:1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi pengambilan keputusan.2. Mahasiswa mampu menjelaskan proses pengambilan keputusan.3. Mahasiswa mampu menjelaskan fase keputusan.4. Mahasiswa mampu menjelaskan pengambilan keputusan indi-

vidu.

A. PENDAHULUANPengambilan Keputusan adalah sebuah kegiatan organisasi yang pasti dilakukan. Tanpa ada pengambilan keputusan maka dipasti-kan roda organisasi tidak akan berjalan dan akan mengalami stag-nasi. Pengambilan keputusan dilakukan ketika organisasi harus memutuskan sebuah persoalan yang sedang dihadapi oleh organ-isasi. Untuk mengambil keputusan tersebut, diperlukan sebuah sistem pengambilan keputusan yang didukung dengan pasokan data dan informasi yang valid dan sesuai dengan kondisi organi-sasi, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pembuatan keputusan. Pentingnya pengambilan keputusan sebagai keahlian yang harus dimiliki oleh seorang manajer dan pemimpin organisasi. oleh sebab itu dibagian pembahasan ini akan dikemukakan teori-teori pengam-bilan keputusan.

Page 102: PERILAKU ORGANISASI

86 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

B. PEMBAHASANDefinisi Pengambilan KeputusanPengambilan keputusan merupakan rangkaian berbagai tinda-kan-tindakan, namun demikian terdapat sebuah alternatif pilihan yang akan diambil (William M. Pride., Robert J. Hughes., 2014). Pengambilan keputusan yaitu ketika seorang manajer harus meng-hadapi dua atau lebih alternatif untuk dipilih. Pengambilan keputu-san merupakan proses mengidentifikasi sebuah rangkaian alternatif dan memilih sebuah alternatif pilihan untuk tindakan (Pierce, 1989; 43). Pengambilan keputusan terkait erat dengan pilihan individu. Pengambilan keputusan diambil melalui penalaran logis, matem-atis, dan melalui pemikiran yang cerdas dari seorang pengam-bil keputusan (Etzioni, 1982; 43). Pengambilan keputusan adalah proses memilih tindakan-tindakan yang diarahkan kepada resolusi masalah-masalah organisasi (Mitchell, 1982; 287). Keputusan secara praktik di kehidupan manusia adalah aktivitas rutin dalam tiap hari. Contoh sederhana, mau menggunakan pakaian apa? Mau makan apa? Mau pergi kerja pakai kendaraan apa? Semua aktivitas ini merupakan keputusan yang akan diambil, tidak bisa tidak, karena tanpa mengambil keputusan maka individu artinya tidak melaku-kan apapun. Sedang dalam kajian organisasi, pengambil keputusan adalah jantungnya organisasi, tanpa ada keputusan, maka tidak akan ada kegiatan mencapai tujuan organisasi.

Terdapat seseorang yang berwenang dan bertanggung jawab dalam mengambil keputusan agar organisasi dapat bergerak (Prawirosentono dan Primasari, 2016; 96). Tanda-tanda sebuah kepu-tusan, yaitu: Sebagai proses berpikir; Selalu menyediakan banyak pilihan; Perlunya tindakan nyata (Rakhmat, 2005; 71). Terdapat tiga unsur dalam pengambilan keputusan, yaitu: 1. Beberapa pilihan yang tersedia. Sebagai alternatif, pengambi-

lan keputusan dihadapkan dengan beberapa alternatif pilihan. Keputusan diambil dengan memilih salah satu alternatif pilihan yang dianggap membawa keuntungan.

2. Hal-hal yang di luar kendali pengambilan keputusan. Sebuah keputusan yang diambil di luar unsur-unsur kekuasaan, misal-nya Pandemi Covid-19 yang membuat berbagai negara dan lembaga harus mengambil keputusan yang di luar perencanaan dan perhitungan.

3. Hasil. Sebuah keputusan yang merupakan gabungan dari kepu-tusan alternatif dan keputusan di luar kendali (Prawirosentono

Page 103: PERILAKU ORGANISASI

87Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

dan Primasari, 2016; 101).

Dilihat dari tipe keputusan, maka dapat dibagi sebagai berikut: Pertama, Means vs Ends Decisions sebuah keputusan yang diorienta-sikan mencapai tujuan atau tujuan akhir itu sendiri. Means decisions prosedur yang fokus pada tujuan khusus, atau bagaimana sebuah tujuan dicapai. Sedangkan End decisions diorientasikan lebih spesifik mencapai tujuan, misalnya menurunkan biaya. Namun demikian dalam praktiknya kedua tipe ini sering diterapkan bersamaan.

Kedua, Decision levels, sebuah keputusan yang membuat mana-jer harus membuat keputusan yang memengaruhi beragam level tanggung jawab organisasi. Pada level tertinggi terdapat Keputusan Strategis mencerminkan strategi positioning manajemen sebuah organisasi di lingkungan eksternal, misalnya memulai marketing di sebuah wilayah geografis yang baru.

Keputusan Manajerial, spesifik mengenai bagimana organisasi intens untuk menyatukan level institusionalnya dalam inti teknis dan bagaimana berkoordinasi dengan kerja sistem. Misalnya bagaimana keputusan manajerial terhadap alokasi sumber daya untuk memper-luas operasi organisasional. Secara sederhana bagaimana keputusan level strategis benar-benar dapat diaplikasikan di level terendah dalam tindakan, sebagai contoh bagaimana divisi marketing harus dapat berkoordinasi bagaimana mulai dari penjualan produk hingga sampai ke persoalan distribusi.

Ketiga, Programmed vs Non programmed Decisions. Dalam organisasi terdapat keputusan rutin dan terdapat keputusan yang menyikapi keadaan-keadaan baru. Keputusan Terprogram, adalah rutinitas yang terkait dengan situasi yang terjadi. Dalam kebijakan terprogram, manajer hanya membuat kebijakan sekali, ketika sebuah program dibuat. Berikutnya, organisasi hanya menjalankan keputu-san yang terprogram tersebut. Sementara keputusan tidak terpro-gram dapat diambil dalam sebuah kondisi ketidakpastian, namun ia perlu segra diambil tindakan. Misalnya, ketika dunia mengalami Pandemi Covid-19, maka muncul sebuah keputusan mengenai work from home (WFH) untuk mencegah semakin meluasnya penyebaran Covid-19.

Keempat, Conditions of Certainty, Risk, Uncertainty. Keputusan dapat diambil dalam sebuah kondisi kepastian, dimana seorang manajer mengambil keputusan dalam sebuah kondisi kepastian, bisa diprediksi akibat-akibat karena merupakan keputusan yang sudah biasa dijalankan, manajer hanya membutuhkan informasi

Page 104: PERILAKU ORGANISASI

88 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

yang valid. Selanjutnya terdapat keputusan resiko, dimana seorang manajer tidak mengetahui apa yang akan menjadi resiko jika sebuah keputusan diambil. Manajer tidak memiliki data, informasi sehingga tidak bisa memprediksi dampak buruk jika sebuah keputusan diam-bil. Ketika seorang manajer mengambil sebuah keputusan di bawah resiko maka manajer harus mengumpulkan informasi yang dapat membantu memperkirakan keputusan yang akurat.

Selanjutnya keputusan Ketidakpastian, dimana sebuah kepu-tusan diambil oleh pengambil keputusan tidak menyadari semua rangkaian tindakan walaupun awalnya ia menyadari sedikit situ-asi. Keputusan yang diambil dalam level ketidakpastian sangat sulit mengambil keputusan, kondisi ini akan membuat manajer merasa tidak nyaman. Namun demikian manajer tetap harus membuat keputusan yang harus dapat mengurangi kondisi tidak pasti.

Pengambilan keputusan sering dalam kondisi ketidakpastian, berikut adalah sumber ketidakpastian yang perlu diantisipasi.1. Manajer tidak yakin karena ia melewatkan informasi yang pent-

ing. Bisa saja manajer memang tidak memiliki informasi atau karena tidak mampu mendeteksinya jika informasi tersebut tersembunyi dalam tumpukan beban informasi yang berlebihan. Kemungkinan lain yaitu karena manajer tidak bisa mengakses informasi ketika membutuhkannya.

2. Bisa jadi manajer tidak yakin karena tidak bisa memercayai infor-masi, walau informasi sudah ada di tangan. Manajer mungkin menduga kesalahan dalam informasi, kadaluwarsa, atau bisa jadi menerima informasi dari sumber yang berbeda. Walaupun informasi akurat, namun karena keraguan menyebabkan keti-dakpastian dalam mengambil keputusan.

3. Manajer mungkin memiliki banyak informasi yang tidak rele-van, informasi yang mengganggu, namun tidak yakin bahwa sebuah informasi benar-benar mengganggu. Manajer tidak memiliki cara dalam menyaring banjir data.

4. Manajer mungkin memiliki semua informasi yang dibutuh-kan, mempercayai semuanya, menyadari konsistensi informasi, namun manajer tidak yakin apakah bisa menginterpretasinya secara tepat. Kasus ini terjadi jika data yang kompleks (Klein, 2002; 171-172)

Proses Pengambilan KeputusanPengambilan keputusan merupakan sebuah proses dalam memecah-kan sebuah masalah. Proses memecahkan masalah terdapat lima

Page 105: PERILAKU ORGANISASI

89Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

tahap sebagai berikut.1. Terjadi sebuah peristiwa yang membuat terhambatnya sebuah

aktivitas. Awalnya berupaya menyelesaikannya dengan cara-cara rutin.

2. Mencoba menggali memori masa lalu sebagai upaya usaha mengetahui cara apa saja yang efektif pada masa lalu dalam selesaikan masalah.

3. Pada tahap memori, usaha yang dilakukan masih bersifat coba-coba.

4. Terdapat penampilan data dan fakta, sehingga dapat mema-hami sebuah masalah, menganalisa, menemukan jawaban dan menyimpulkan kenapa sebuah masalah muncul.

5. Ditemukan sebuah solusi atau pemecahan masalah (Rakhmat, 2005; 71-71).

Dalam pengambilan keputusan melewati proses sebagai berikut.1. Kebutuhan akan sebuah keputusan. Tahap paling awal adalah,

manajer harus melihat sejauhmana sebuah keputusan dibutuh-kan, terdapat sebuah kondisi yang membuat seorang pimpinan harus membuat sebuah keputusan. Sebagai ilustrasi, ketika seorang mahasiswa akan mengerjakan tugas, kemudian ia mene-mukan laptopnya tidak berfungsi, kondisi ini akan membuat ia mengambil keputusan apakah akan memperbaiki di tempat servis laptop atau mungkin memutuskan untuk membeli sebuah laptop baru. Di tahap ini seorang manajer harus mema-hami gejala mengapa ia harus mengambil sebuah keputusan.

2. Alternatif solusi. Setelah sebuah masalah diidentifikasi, didi-agnosa, dan dipahami, seorang manajer siap untuk ke proses berikutnya yaitu generalisir alternatif solusi. Dalam mengem-bangkan solusi, pengambil keputusan pertama kali harus menspesifikkan tujuan dan hasil yang diharapkan dari kepu-tusan yang akan diambil, misalnya: apakah akan menurunkan harga? Apakah harus meningkatkan kualitas? Apakah harus meningkatkan penjualan? Ketika telah terdapat spesifik hasil yang diharapkan maka akan dapat mencari alternatif solusi. Dunhamm menjelaskan terdapat dua kategori alternatif solusi sebagai berikut: Solusi yang telah ada, yaitu alternatif yang telah biasa digunakan yang tinggal dilakukan modifikasi sesuai kebutuhan dan keadaan yang sedang dihadapi organisasi; Solusi rutin, dikembangkan secara khusus untuk mengatasi kondisi terbaru. Di kategori ini manajer melakukan adaptasi

Page 106: PERILAKU ORGANISASI

90 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

dari alternatif-alternatif yang ada, kombinasi alternatif-alterna-tif atau mengembangkan alternatif yang benar-benar baru.

3. Memilih alternatif. Ketika semua alternatif telah dievaluasi, maka manajer akan memiliki alternatif yang jelas, maka keputusan secara esensial telah ada. Terdapat tiga kriteria keputusan, yaitu: a) Optimalisasi, manajer ingin menemukan kemungkinan kepu-tusan terbaik; b) Maksimalisasi, manajer harus membuat kepu-tusan yang berhadapan dengan sejumlah kriteria maksimum; c) dan Kepuasan, manajer hanya mencari sebuah solusi yang prioritasnya adalah memuaskan bagi organisasi, atau secara spesifik ia sebagai manajer atau mungkin untuk memenuhi kepuasan anggota (Pierce, 1989; 296).

Sangat menarik penjelasan Pierce (1989) di atas mengenai proses pengambilan keputusan. Terutama pada poin tiga, dimana seorang pemimpin organisasi harus mengambil salah satu alterna-tif pilihan apakah keputusan terbaik, maksimalisasi keputusan, dan hanya untuk kepuasan. Pada poin keputusan diambil hanya untuk memuaskan organisasi, anggota, dan bahkan diri pemimpin sendiri sangat sering terjadi dalam sebuah organisasi. Pilihan keputusan hanya untuk memuaskan pengelola organisasi akan sangat rawan dan beresiko bagi organisasi, karena bukan untuk menyelesaikan masalah, bahkan kemungkinan besar akan menimbulkan masalah baru, karena keputusan yang diambil hanya untuk lari dari perma-salahan.

Dalam merumuskan sebuah keputusan efektif, Drucker menga-jukan tujuh elemen pembuatan keputusan.1. Membatasi apakah sebuah keputusan dibutuhkan. Keputusan yang

tidak dibutuhkan hanya akan membuang waktu dan sumber daya juga tidak akan memberikan efek positif bagi organisasi. Ketika seorang manajer membuat keputusan yang tidak dibu-tuhkan, maka akan muncul pandangan-pandangan sinis di internal organisasi. Oleh karena itu, sebelum membuat keputu-san, manajer harus memastikan apakah keputusan dibutuhkan atau tidak.

2. Klasifikasi masalah. Dalam mengklasifikasi masalah, manajer terdapat empat tipe masalah, sebagai berikut: Momen biasa di organisasi; Momen unik bagi organisasi; Momen yang benar-be-nar unik; Momen yang mendekati unik.

3. Mendefinisikan masalah. Drucker menjelaskan bahwa ini merupa-kan elemen terpenting dalam pembuatan keputusan, namun

Page 107: PERILAKU ORGANISASI

91Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

jarang diperhatikan para manajer. Dalam pendefinisian masalah, manajer dapat menjawab pertanyaan: Mengenai hal apa semua ini?, Terkait dengan apa sebuah masalah? Apa kunci situasi ini?

4. Memutuskan apa yang benar. Ketika memulai sebuah pembuatan keputusan, seorang pembuat keputusan harus memulai dengan prinsip apakah sebuah tindakan benar. Agar dapat menjawab apakah sebuah tindakan benar, terdapat cara berpikir sebagai berikut: Kembali ke definisi masalah dan menulis keputusan efektif yang spesisfik; Menanyakan apakah keputusan dapat memuaskan definisi masalah?; Memikirkan apakah anda meng-etahui apa yang dapat diterima sebagai hal yang benar dan apakah hal yang diperjuangkan sebagai hal salah yang dikom-promikan.

5. Melibatkan dalam mengambil keputusan. Di elemen ini manajer mendistribusikan masalah kepada seluruh tim untuk dicari solusi efektif dan didapatkan sebuah konsensus. Di sini akan muncul manajemen partisipatoris dimana setiap anggota dan level merasa dilibatkan.

6. Membangun tindakan dalam sebuah keputusan. Sebuah keputu-san adalah komitmen untuk menjalankannya. Hingga sesuatu yang benar terjadi, maka sama saja dengan tidak ada keputu-san. Agar dapat menjalankan keputusan menjadi aksi, maka pertanyaan berikut dapat dijawab: Siapa yang harus mengeta-hui sebuah keputusan? Apa tindakan yang dikerjakan? Siapa yang menjalankannya? Apa tindakan yang harus orang lakukan dan dapat melakukannya?

7. Mencoba keputusan terhadap hasil aktual. Elemen terakhir, seorang pembuat keputusan membuat sebuah umpan balik keputusan mereka dalam bentuk laporan, dan kajian-kajian.

Penjelasan Drucker di atas secara lugas menyatakan bahwa prinsip dalam pengambilan keputusan prinsip yang dijalankan apakah sebuah tindakan yang akan dilakukan telah benar, sehingga pengambil keputusan tidak mengambil alternatif pilihan hanya sekedar telah adanya keputusan, namun yang diambilnya adalah keputusan yang salah. Poin utama Drucker mengenai tingkat presisi keputusan di atas perlu dilakukan agar dalam implementasi dapat diterima oleh anggota dan dengan penuh komitmen menjalankan-nya, karena sudah memprediksi sebuah hasil yang baik dari sebuah keputusan.

Page 108: PERILAKU ORGANISASI

92 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Pride ( 2014; 279) mengajukan tahap-tahap keputusan manajerial sebagai berikut: Pertama, mendapatkan keadaan aktual kemudian dibandingkan dengan keadaan yang diharapkan. Lalu memper-tanyakan elemen apa yang tidak terpenuhi dan apa yang harus dilengkapi; Kedua, setelah berhasil mengidentifikasi problema yang dihadapi maka perlu menciptakan alternatif pilihan yang beragam, untuk kemudian dipilih salah satunya. Diperlukan inklusifitas dari seorang pimpinan untuk menerima banyak saran dan rekomen-dasi, dan diberikan ruang yang demokratis untuk menyampaikan pandangan; Ketiga, Menentukan alternatif, bahwa pada akhirnya sebuah keputusan harus diambil untuk menyelesaikan problem, dalam tahap ini juga perlu mempertimbangkan sumber daya yang tersedia di organisasi untuk dapat menjalankan keputusan; Keempat, Menerapkan dan mengevaluasi solusi. Pelaksanaan keputusan membutuhkan waktu, perencanaan, persiapan personel, dan eval-uasi hasil. Manajer biasanya berurusan dengan konsekwensi tidak terduga bahkan ketika mereka salah mempertimbangkan alterna-tif secara cermat. Langkah terakhir dalam pengambilan keputusan manajerial mengharuskan adanya evaluasi efektivitas keputusan. Kegagalan dalam mengevaluasi keputusan secara memadai dapat brdampak negatif bagi organisasi.

Fase KeputusanSetiap organisasi memiliki tujuan, dan untuk inilah alasan keberadaan sebuah organisasi. Dalam pengambilan keputusan para manajer perlu memperhatikan hal berikut. Pertama, manajer atau pengambil keputusan harus melakukan scanning dan menjaga apa yang sedang berlangsung. Kedua, pembuat keputusan harus dapat mengevaluasi ketidakcocokan (Mitchell, 1982; 289).

Jika sebuah masalah serius, maka manajer harus berusaha mene-mukan masalah yang terjadi. Tahap ini digambarkan sebagai proses mengumpulkan data dan informasi. Pembuat keputusan harus mengumpulkan informasi mengenai penyebab masalah dan beber-apa kemungkinan cara untuk menyelesaikan masalah (Mitchell, 1982; 289). Ketika informasi telah dikumpulkan, maka data-data harus disatukan, dan alternatif pilihan-pilihan rangkaian tindakan yang dapat dieksplorasi pada tahap ini diketahui sebagai fase alter-natif umum, untuk menggerakkan solusi yang rasional membutuh-kan pengalaman, kreativitas, dan kemampuan untuk menyatukan informasi yang kompleks dan membuat keputusan di masa depan. Akhirnya terdapat sebuah keputusan alternatif, fase-fase pilihan.

Page 109: PERILAKU ORGANISASI

93Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

Pada poin ini rangkaian kemungkinan tindakan telah ditampilkan. Keputusan harus dibandingkan satu sama lain, dan beberapa kepu-tusan mengenai apa yang harus dibuat.

Pengambilan Keputusan Individu Di dalam sebuah pengambilan keputusan, selalu terdapat peran individu, manajer misalnya ia akan memikirkan terkait produk, keuntungan, kesejahteraan personil, dan sumber daya organisasi. faktor –faktor ini membuat manajer sebagai individu akan terlibat dalam pengambilan keputusan yang akhirnya harus mengambil salah satu alternatif pilihan dari sekian banyak alternatif yang ada (Robbins, 2003; 69). Pengambilan keputusan individu yaitu dimana pembuat keputusan menemukan masalah, mendapatkan informasi, mengevaluasi alternatif-alternatif, dan membuat pilihan, sedangkan anggota hanya mengetahui keputusan yang telah diambil (Mitchell, 1982; 292). Keputusan individu dapat membuat kesalahan ke dalam tiga kategori sebagai berikut: Terdapat kesalahan dalam pengumpu-lan data; Kesalahan dapat dibuat dengan evaluasi akhir dan pilihan dari sebuah pilihan; Proses evaluasi yang mungkin bias.

Pengambilan keputusan individu cenderung dilakukan oleh pemimpin yang memiliki karakter kepemimpinan yang otoriter. Sehingga keputusan yang diambil tidak memerlukan sebuah pertim-bangan dari tim atau anggota organisasi. Keputusan individu ini akan sulit implementasinya dalam organisasi, karena dalam sebuah keputusan, perlu menyerap pandangan dan aspirasi dari anggota. Jika pun berjalan, sebuah keputusan individu tidak akan mendapa-tkan hasil optimal dan produktif. Sebuah organisasi modern, selain pasokan informasi, tindakan partisipatoris pemimpin organisasi dalam sebuah keputusan sangat dibutuhkan, jika di sebuah perusa-haan atau pabrik, seorang pengusaha tidak bisa mengambil keputu-san secara sepihak. Keputusan di dunia perburuhan membutuhkan duduk bersama antar tripartit, pengusaha, pekerja, dan pemerintah, sehingga dalam sebuah keputusan tidak ada pihak yang dirugikan.

Di sebuah keputusan individu terdapat alasan dan dasar berpikir mengapa sebuah keputusan diambil. Oleh sebab itu, pent-ing untuk memahami bagaimana individu membuat keputusan, sehingga dapat memprediksi tindakan yang akan dilakukan indi-vidu (Robbins, 2003; 83). Dalam pengambilan keputusan, Robbins (2003; 83) merekomendasikan lima hal, yaitu: Pertama, perlunya melakukan analisis situasi, perlu mempertimbangkan kondisi internal dan eksternal dan kesesuaian keputusan dengan budaya

Page 110: PERILAKU ORGANISASI

94 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

organisasi; Kedua, waspada terhadap bias, ketika menyadari telah terdapat sebuah bias, maka perlu mengubah cara dalam mengambil keputusan; Ketiga, menggabungkan analisis rasional dengan intu-isi, bahwa dengan dua pendekatan maka akan lebih meningkatkan kepercayaan diri pengambil keputusan; Keempat, tidak meman-dang bahwa keputusan yang diambil akan relevan dengan semua pekerjaan; Kelima, berusaha untuk meningkatkan kreativitas, bahwa dalam menghadapi beragam masalah maka juga dibutuhkan berbagai cara dan teknik yang bahkan mungkin tidak terpikirkan, hal ini hanya dapat dilakukan ketika pengambi keputusan memiliki intuisi, rasional, dan ditambah dengan kebiasaan berpikir kreatif.

Pengambilan keputusan KelompokSebuah keputusan individu relatif singkat dapat dilakukan, semen-tara keputusan kelompok akan menjadi lebih kompleks dan akan memakan waktu, karena harus melakukan berbagai pertemuan, perdebatan, dan bahkan terjadi sebuah perjuangan kekuasaan dan pengaruh dari berbagai elemen organisasi karena akan berupaya untuk saling mempengaruhi. Namun demikian keputusan kelom-pok akan memiliki kualitas lebih baik, karena keterlibatan dan parti-sipasi unit di organisasi sehingga akan lebih mudah menjalaninya, karena ada rasa tanggung jawab setelah memiliki kontribusi dalam perumusan keputusan (Robbins, 2003; 95). Pengambilan keputusan kelompok merupakan sebuah kerja yang cukup rumit karena akan melibatkan individu dan unit kerja. Maka dibutuhkan mempertim-bangkan faktor-faktor berikut untuk kesuksesan sebuah pengambi-lan keputusan kelompok.1. Perencanaan. Perlu direncanakan divisi apa saja dan individu

siapa saja serta apa yang diharapkan dalam proses keputusan kelompok. Juga perlu mempertimbangkan sejauhmana parti-sipasi akan diberikan oleh kelompok. Dalam merencanakan keputusan kelompok perlu dipersiapkan data dan informasi untuk mendukung keputusan.

2. Staffing. Persiapan berikutnya adalah “siapa saja yang akan terli-bat dalam keputusan kelompok?”, “Siapa yang memiliki infor-masi?”, ”Siapa yang ada di kelompok untuk alasan politis?”. Manajer perlu membicarakan proses keorganisasian dalam sebuah keputusan kelompok.

3. Proses kelompok. Tahap akhir adalah merancang dan menye-lenggarakan interaksi aktual di kelompok. Dalam tahap ini akan ada kemungkinan sebagai berikut: akan terdapat individu

Page 111: PERILAKU ORGANISASI

95Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

banyak berbicara; Posisi jabatan yang tinggi seseorang akan lebih berdampak jika dibandingkan dengan individu yang lebih di posisi rendah; Kelompok akan ada kemungkinan mengha-biskan waktu dengan hal yang tidak relevan; Individu akan ada kemungkinan secara ekstrim menekan untuk diterima argu-mentasinya (Huber, 1980).

Terdapat keuntungan dan kekurangan pengambilan keputusan yang diambil secara kelompok, sebagaimana digambarkan dalam tabel berikut.

Tabel 12. Keunggulan dan Kekurangan Keputusan Kelompok

Keunggulan KekuranganPengambilan keputusan kelom-pok dapat mengakumulasi lebih banyak pengetahuan dan fakta.

Pengambilan keputusan kelompok akan membuat kerja lebih lambat. Membutuhkan banyak waktu untuk menuju kesepakatan.

Pengambilan keputusan kelom-pok memiliki persepktif luas dan memiliki banyak kesempatan dan solusi-solusi alternatif.

Pengambilan keputusan kelompok sering didapat keputusan dengan kompromi bukan sebuah keputusan optimal dari perspektif keefektifan.

Individu yang berpartisipasi dalam proses keputusan lebih puas dan akan mendukung kepu-tusan bersama.

Pengambilan keputusan kelompok akan sering didominasi individu atau kelompok tertentu.

Proses pengambilan keputusan kelompok merupakan alat komu-nikasi dan politik yang penting.

Terlalu banya pada keputusan kelompok akan membatasi kemam-puan manajemen untuk bertindak secara cepat ketika dibutuhkan.

(Maier, 1967; 47)

Tabel kekurangan dan kelebihan keputusan kelompok di atas jika disimpulkan bahwa keputusan kelompok walupun terlihat rumit dalam menjalankannya, tetapi sangat efektif untuk mengikat seluruh anggota organisasi dalam menjalankan sebuah keputu-san, karena apa yang telah ada merupakan konsensus bersama, maka harus dijalankan dengan penuh komitmen. Dunhamm dalam Pierce (Pierce, 1989; 229) menjelaskan bahwa ketika seorang pemi-mpin organisasi akan mengambil keputusan kelompok, maka perlu mempertimbangkan panduan berikut.

Page 112: PERILAKU ORGANISASI

96 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

1. Ketika masalah agak sulit maka keputusan kelompok lebih bagus jika dibanding keputusan individu. Ketika masalah gampang, maka individu lebih memungkinkan untuk menyele-saikannya. Ketika masalah sangat sulit maka sebuah kelompok dapat menyelesaikan masalah secara konsensus.

2. Masalah yang dapat didistribusikan ke organisasi untuk mencari solusi masalah. Informasi yang dibahas dikelompok kemudian disatukan selama proses pembuatan keputusan.

3. Kelompok yang terdiri dari lima sampai tujuan anggota lebih disukai, dan rentang empat sampai sepuluh anggota dapat diterima. Kelompok yang terlalu kecil tidak dapat produktif lebih baik. Sedangkan kelompok yang terlalu besar akan memu-nculkan kompetisi.

4. Kelompok dibuat dari individu yang berbeda pengalaman, minat, dan karakter personal yang akan membuat kelompok lebih produktif.

5. Memfungsikan kelompok, pemimpin kelompok harus mendorong kebebasan ekspresi dan menyampaikan ide mulai dari minoritas sampai mayoritas.

6. Tidak hirarkis, bahwa ketika merumuskan keputusan kelompok, harus dibuat kondisi yang nyaman, tidak dibatasi dengan berb-agai status dalam organisasi, latar pendidikan dan pengalaman. Sehingga akan muncul keberanian menyampaikan pendapat.

7. Kelompok yang terlalu kohesif dapat membuat pendapat organ-isasi cenderung disepakati.

Berdasarkan argumentasi Dunhamm di atas, bahwa keputusan kelompok akan sangat efektif ketika organisasi menghadapi sebuah permasalahan yang kompleks, tidak bisa diselesaikan secara indi-vidu. Hal terpenting dalam sebuah keputusan kelompok bukan hanya karena banyaknya informasi, analisis dari berbagai pihak, tetapi lebih kepada kekuatan dan solidaritas ketika sebuah keputu-san kolektif diimplementasikan.

Pengambilan Keputusan Perspektif IslamModel pengambilan keputusan dalam Islam dapat dipelajari sebagaimana pernah dijalankan oleh Nabi Muhammad, yaitu dengan prinsip musyawarah, Nabi selalu mengedepankan bermusy-awarah sebelum mengambil keputusan terhadap berbagai yang dihadapi oleh umat Islam pada masa itu. Bahkan Aisyah ra pernah mengatakan bahwa ia sangat sering melihat Nabi melakukan

Page 113: PERILAKU ORGANISASI

97Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

musyawarah dalam memutuskan sebuah persoalan, bahkan Aisyah mengatakan dalam pengalaman dan pengamatannya bahwa Nabi adalah orang yang paling sering melakukan musyawarah dalam memutuskan masalah dam mencari solusinya. Kesaksian Aisyah ini setidaknya mencerminkan apa yang disabdakan Nabi bahwa orang yang melakukan musyawarah maka akan mendapatkan taufik dan diberikan yang terbaik oleh Allah. Peristiwa musyawarah yang dilakukan Nabi juga nampak pada Perang Badar ketika para saha-bat menanyakan apakah yang dipilih oleh Nabi adalah wahyu atau merupakan pendapatnya, kemudian dijawab Nabi bahwa pilihan tersebut adalah pilihannya, kemudian para sahabat memberikan analisis terhadap tersebut untuk kemudian diputuskan jalan terbaik. Praktik musyawarah Nabi, pada masa berikutnya dijadikan prinsip dalam organisasi Islam, misalnya dengan menerapkan dewan syura, sebuah lembaga tertinggi organisasi dengan mengutamakan prinsip musyawarah sebagaimana dilakukan oleh Nabi. Dalam perspektif pengambilan keputusan, musywarah ini lebih mendekati konsep pengambilan keputusan bersama.

C. RINGKASANOrganisasi harus mengambil alternatif keputusan dari pilihan-pi-lihan yang ada yang telah dirumuskan berdasarkan informasi dan fakta yang ada di dalam organisasi. Elemen keputusan di antaranya: membatasi apakah sebuah keputusan dibutuhkan, mengklasifikasi masalah, mendefinisikan masalah, memutuskan apa yang benar, partisipasi dalam perumusan keputusan, membangun tindakan dalam sebuah keputusan, dan mencoba keputusan terhadap hasil aktual. Hal terpenting yang sering menjadi masalah dalam organisasi terkait keputusan adalah implementasi di lapangan. Banyak organi-sasi hanya dapat mengambil keputusan namun ketika implementasi keputusan organisasi mengalami kesulitan untuk menjalankannya.

Dalam pengambilan keputusan terdapat keputsan individu dan keputusan kelompok. Sebuah keputusan individu, bahwa setiap personil berada dalam unit, kelompok, tim, panitia yang kesemuanya berdampak terhadap perilaku dan tindakan dalam pengambilan keputusan. Sedangkan pengambilan keputusan kelompok, maka akan terdapat kendali dari berbagai elemen di organisasi agar keputusan tidak keluar dari budaya organisasi, namun demikian keputusan akan memakan waktu karena mengalami berbagai dina-mika, tidak sesederhana ketika individu mengambil keputusan.

Page 114: PERILAKU ORGANISASI

98 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Keputusan individu memiliki kekuatan akan mendapat dukungan dan kemudahan dalam implementasi

D. PERTANYAAN UNTUK EVALUASI DAN DISKUSI 1. Jelaskan definisi pengambilan keputusan !2. Menurut anda, seberapa penting pengambilan keputusan

berperan dalam sebuah organisasi ?3. Uraikan secara mendetail namun singkat tentang proses

pengambilan keputusan !4. Sebutkan dan jelaskan fase-fase dalam pengambilan keputusan!5. Ungkapkan pandangan anda mengenai pengambilan keputu-

san individu !

Page 115: PERILAKU ORGANISASI

99Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

BAB 8TIM DALAM ORGANISASI

Tujuan Pembelajaran:1. Mengetahui dan memahami konsep grup dan tim.2. Mengetahui dan memahami memahami tim kerja.3. Mengetahui dan memahami tipe-tipe tim.4. Mengetahui dan memahami membentuk tim efektif.5. Mengetahui dan memahami merubah perilaku individualis.6. Mengetahui dan memahami perbedaan kelompok dalam tim.

Kompetensi yang diharapkan:1. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep grup dan tim.2. Mahasiswa mampu menjelaskan memahami tim kerja.3. Mahasiswa mampu menjelaskan tipe-tipe tim.4. Mahasiswa mampu menjelaskan membentuk tim efektif.5. Mahasiswa mampu menjelaskan merubah perilaku individualis.6. Mahasiswa mampu menjelaskan perbedaan kelompok dalam

tim.

A. PENDAHULUANDalam kajian manajemen dan organisasi sering terdengar “kerja tim” (team work), dan saat ini di dalam dunia kerja “bisa bekerja secara tim” sering menjadi syarat bagi seorang karyawan ketika mela-mar sebuah pekerjaan. Tim dan kerja tim merupakan faktor pent-ing dalam mencapai tujuan organisasi, jika tim gagal menjalankan program dan mencapai target-target kerja karena terjadinya konflik atau ketidakharmonisan maka akan berdampak bagi organisasi yang efektif dan produktif. Di dalam tim terdapat banyak keragaman satu sama lain antar anggota tim, terdapat perbedaan keahlian, kepriba-dian, dan kecakapan dalam komunikasi. Dalam sebuah tim sangat dinamis, bisa ditemukan tim yang memiliki solidaritas namun tidak

Page 116: PERILAKU ORGANISASI

100 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

jarang tim akan gagal karena tidak dapat bekerja sama dan bahkan sering terlibat konflik. Begitu pentingnya peran tim dalam organi-sasi, maka dalam mempelajari perilaku organisasi, maka juga harus memahami konsep dan teori-teori tim.

B. PEMBAHASANKonsep Grup dan TimGrup dan tim merupakan dua hal yang berbeda, grup sebagai dua orang atau lebih individu yang berinteraksi dan bersama untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan grup kerja merupakan inter-aksi untuk berbagi informasi dan membuat keputusan untuk saling bantu membantu dalam pekerjaan dan tanggung jawab. Sementara tim kerja, koordinasi dan sinergi individu dalam mencapai hasil (Robbins, 2003; 101). Manusia merupakan mahluk sosial dan bertahan dalam bagian sebuah grup di dalam kehidupan sehari-hari mulai dari sejak mereka lahir. Grup merupakan komunitas yang terdiri dari satu individu yang berinteraksi satu sama lain untuk memenuhi sebuah tujuan tertentu (Aşçı et al., 2015).

Grup dibuat secara formal dan informal di dalam organisasi pada waktu berbeda dan tujuan yang berbeda . Grup merupakan sekumpulan dua atau lebih orang yang memiliki saling ketergan-tungan untuk mewujudkan sebuah tujuan (Hanggraini, 2011; 55). Grup yaitu interaksi dua atau lebih individu untuk mencapai tujuan spesifik (Robbins dan Coulter, 2012). Terdapat istilah grup formal, yaitu kelompok kerja yang didefinisikan melalui struktur organisasi dan dirancang dengan tugas-tugas khusus yang diarahkan untuk melengkapi tujuan organisasi (Robbins dan Coulter, 2012; 346). Kemudian juga terdapat grup informal, yaitu sebuah kelompok yang secara alamiah di tempat kerja dan cenderung kepada bentuk pertemanan berdasarkan kepentingan. Misalnya lima karyawan yang berbeda departemen yang secara teratur membuat acara makan bersama, ngopi bersama (Robbins dan Coulter, 2012; 346). Terdapat tahap-tahap terbentuknya grup, sebagai berikut.

Page 117: PERILAKU ORGANISASI

101Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

Tabel 13. Tahap Terbentuknya Grup

Command groups. Grup yang dibatasi oleh organisasi dengan adanya struktur dan dirancang bagaimana individu yang melaporkan secara langsung kepada seorang manajer.Cross functional teams. Grup yang membawa bersama keahlian individu dari berbagai unit yang telah dilatih.Self managed teams. Grup yang secara esensial independen dan menam-bahkan tugas mereka sendiri, mengambil tanggung jawab tradisional manajer, seperti merencanakan, menjadwalkan, dan mengevaluasi kinerja.

The forming stage. Memiliki dua fase, pertama, terjadi sebagai orang yang bergabung di grup. Dalam sebuah grup formal, orang bergabung karena adanya sejumlah kerja. Kedua, fase permulaan, mendefinisikan tujuan grup, struktur, dan kepemimpinan. Fase ini meliputi sebuah kesepakatan membatasi tipe perilaku yang dapat diterima. Tahap ini lengkap ketika anggota memulai berpikir sebagai grup.

The storming stage. Dimana fase menghadapi konflik intragrup. Terdapat konflik meliputi siapa yang mengendalikan grup dan apa yang grup perlukan untuk dikerjakan. Selama fase ini, hirarki secara jelas kepemimpinan dan kesepakatan memperkuat arahan organi-sasi.

The norming stage. Adalah perkembangan hubungan dan grup menjadi kohesif. Terdapat perasaan identitas yang kuat dari sebuah grup. Tahap ini lengkap ketika struktur menyatu, dan grup telah berasimilasi dalam satu harapan atau norma yang disepakati terha-dap perilaku individu anggota organisasi.

The performing stage. Struktur grup ditempatkan dan diterima grup. Energi mereka telah dipahami untuk bekerja sama satu sama lain untuk mengerjakan tugas-tugas organisasi. Ini merupakan tahap terakhir perkembangan untuk kerja permanen grup.

Adjourning. Di tahap ini, grup mempersiapkan kesatuan aktivi-tas untuk sebuah kinerja dalam sebuah tugas. Anggota grup bereaksi dengan beragam bentuk.

Tahap perkembangan grup ini dijelaskan Stephen P. Robbins sebagaimana tergambar sebagai berikut.

Page 118: PERILAKU ORGANISASI

102 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Gambar 4. Tahap Perkembangan Grup

Hanggraini menjelaskan jenis-jenis grup sebagai berikut.1. Grup formal, grup yang dibentuk resmi untuk tujuan yang

tersistematis.2. Grup informal, grup yang dibentuk tidak resmi tidak memiliki

struktur yang jelas.3. Grup komando, grup harus melaporkan kegiatannya kepada

atasan tertentu.4. Grup kerja, grup yang dibentuk untuk mengerjakan sebuah

pekerjaan.5. Grup kepentingan, grup yang terbentuk karena kesamaan

tujuan dan pandangan terhadap suatu masalah.6. Grup pertemanan, grup yang dibentuk karena individu-indi-

vidu merasa memiliki kesamaan karakter.

Kehadiran grup bisa berdampak negatif dan positif terhadap struktur dan fungsi organisasi. keberadaan grup mempengaruhi perilaku dalam organisasi. komunikasi yang dilakukan dalam grup di organisasi bisa berdampak tidak tidak efisien bagi organi-sasi, karena telah membangun faksi, dan kelompok-kelompok kecil (Aşçı et al., 2015). Perbedaan tim dengan grup, bahwa dalam tim, input dan output memiliki nilai berbeda, bahwa output lebih besar daripada input. Misalkan tim yang terdiri dari tiga orang (input) menghasilkan pekerjaan yang setara dengan lima orang (output) (Hanggraini, 2011; 66). Hanggraini selanjutnya menjelaskan bahwa

Page 119: PERILAKU ORGANISASI

103Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

di dalam tim terdapat tim yang meyelesaikan tugas berbeda satu sama lain. Terdapat tim yang disebut dengan self managed work team sebuah tim yang diberi tanggung jawab dan diberi otonomi dalam menjalankan sebuah kerja untuk mencapai tujuan tertentu. Terdapat juga tim yang disebut cross functional team, dimana anggota yang berasal dari departemen-departemen berbeda mengelola sebuah tugas tertentu. Di era digital, saat ini bisa dibentuk sebuah virtual team yang memanfaatkan teknologi informasi dan teknologi digital untuk tetap saling bekerja sama walau terdapat jarak geografis.

Memahami Tim kerjaTim kerja merupakan koordinasi yang baik dan dapat meningkat-kan kinerja lebih produktif. Robbins mengajukan karakter tim kerja, yaitu: 1) Ukuran tim kerja, tim kerja yang efektif sebaiknya tidak lebih dari dua belas orang; 2) Kemampuan anggota, dalam sebuah tim kerja butuh tenaga terampil dalam bidang yang mendukung sebuah pekerjaan. Dalam tim kerja akan semakin beragam keahlian yang saling mendukung maka akan lebih baik; 3) Alokasi peran, dalam tim kerja perlu didistribusikan peran dan tugas masing-masing sesuai kompetensi; 4) Komitmen kuat, tanpa ada komitmen dalam tim kerja maka beragam keahlian tidak akan manfaat bagi pencapaian tujuan.

Tujuan spesifik, dalam tim kerja tujuan kerja harus jelas dengan capaian yang akan diraih; 6) Kepemimpinan dan struktur, seorang pemimpin dan struktur organisasi akan memberi kejelasan dalam tim kerja, siap mengerjakan apa dan berkoordinasi kepada siapa; 7) Akuntabilitas, perlu dituntut tanggung jawab individu dengan hasil kerja yang jelas; 8) Penilaian, sebelum memberikan penghargaan perlu dilakukan sebuah evaluasi. Perlu dibangun sistem yang baik dan adil bagaimana anggota yang berkinerja baik tidak merasa ditinggalkan dan diabaikan; 9) Rasa saling percaya, sikap saling percaya merupakan hal terpenting dalam organisasi, jika tidak terdapat saling percaya (trust) maka koordinasi yang baik tidak akan terjadi.

Williams, Woodward dan Dobson menjelaskan bahwa manusia mau bekerja sama karena hal sebagai berikut: 1) Ingin mendapatkan imbalan dan bisa juga karena khawatir akan mendapatkan hukuman. Motif lainnya bisa juga karena ingin imbalan finansial, kepuasan kerja, pekerjaan yang diminati; 2) Adanya keinginan menampakkan kesetiaan terhadap profesi, pekerjaan, dan loyalitas kepada organi-sasi; 3) Dorongan moral, muncul asumsi bahwa dengan melibatkan diri maka seorang anggota akan merasa diterima secara moral; 4) Dorongan ingin menerapkan keahlian; 5) Dorongan karena sesuai

Page 120: PERILAKU ORGANISASI

104 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

pandangan hidup individu; 5) Dorongan akan taat pada penguasa (Uha, 2014; 44).

Kesuksesan dalam pekerjaan meliputi adanya interpersonal yang baik yang membutuhkan komunikasi, pemikiran, pembe-lajaran, dan kerja sama satu sama lain. Sikap positif, perilaku dan kemampuan untuk mengambil tanggung jawab. Banyak pekerjaan manajer yang gagal karena hubungan dengan atasan, kolega, dan bawahan yang tidak sehat.

Tipe-tipe TimDrucker memberi penjelasan tipe-tipe tim dengan ilustrasi tim olah-raga, sebagai berikut.1. Tim Baseball. Dalam tim ini pemain memiliki posisi yang

tidak pernah mereka tinggalkan. Pemain total bermain sendiri, sehingga ada ungkapan, ”up at bat, you are totally alone”.

2. Tim Bola kaki. Sebagaimana di dalam tim baseball, pemain telah memiliki posisi yang telah ditentukan. Namun dalam bola kaki bermain sebagai tim, sehingga ada ungkapan, ”players play as a team”.

3. Tim Tenis. Dalam sebuah tim ganda pemain memiliki, ”primary rather than a fixed position”. Mereka didorong untuk menutupi tim mereka, mengatur kekuatan dan kelemahan tim dan untuk mengubah tuntutan permainan. Dalam tim tenis, anggota tim dilatih dalam sejumlah posisi dan secara fleksibel dapat memberi kontribusi yang dapat mereka buat untuk tujuan tim (Drucker, 1999; 438).

Drucker menjelaskan tipe-tipe grup dengan metafora tim olah-raga. Dalam Tim Baseball menampilkan sebuah karakteristik tim yang sangat individualis, dimana individu anggota lebih berupaya mencapai tujuan dengan keahlian dan kekuatan masing-masing. Dalam Tim Bola Kaki kekuatan tim adalah nomor satu, ”bermain-lah sebagai tim” adalah filosofi utamanya, setiap pemain telah ditetapkan dan telah disesuaikan dengan keahlian dan kelebihan masing-masing. Sedangkan tim tenis mencerminkan sebuah organi-sasi dimana tim memberikan kontribusi dengan menutupi kekuran-gan individu lain. Ketiga tipe tim dengan ilustrasi olahraga ini, bisa saja dapat dicampur sesuai dengan kondisi dan karakter organisasi. bagaimanapun, kemampuan individu jangan sampai dimatikan karena ketatnya aturan, hanya saja perlu cara dan seni yang tidak menghambat semangat kebersamaan tim.

Page 121: PERILAKU ORGANISASI

105Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

Membentuk Tim EfektifMembentuk tim efektif hal penting yang harus diperhatikan yaitu membagi kepada personil tentang kepedulian mencapai tujuan secara berkualitas, merefleksikan bagaimana sebuah tim kerja yang efektif dalam praktik, menyatukan pengalaman setiap personil (Sakiyama & Gregg, 2018). Pemanfaatan teknologi juga harus dioptimalkan dalam membangun tim kerja efektif (Afanasieva & Hrevtseva, 2021). Membentuk sebuah tim kerja efektif dapat dilaku-kan dengan memperhatikan hal berikut: 1) Desain kerja: otonomi, keragaman keahlian, identitas tugas, signifikan tugas; 2) Komposisi: kemampuan, personaliti, peran dan keragaman, ukuran, fleksibili-tas, kecenderungan tim kerja; 3) Konteks: kecukupan sumber daya, kepemimpinan, evaluasi kinerja dan evaluasi; 4) Proses: tujuan umum, tujuan khusus, efikasi tim, konflik, relasi sosial (Robbins, 2003; 105).

Sebuah organisasi efektif perlu dibangun mulai dari pelibatan pengambilan keputusan dan diberi kesempatan untuk menerapkan keunggulan individual (Kellett, 1993). Sebuah tim efektif membutuh-kan komunikasi fleksibel agar dapat menghindari salah koordinasi, dan perlunya fleksibilitas untu reorganisasi dan mengalokasikan sumber daya organisasi untuk menjalankan program (Tambe, 1997). McGrath merancang sebuah tim kerja efektif dengan elemen-elemen sebagai berikut.1. Lingkungan organisasi dan tim. Di unsur ini bahwa budaya

organisasi, lingkungan, komunikasi serta penghargaan yang diberikan organisasi menjadikan sebuah organisasi akan memi-liki tim kerja yang solid dan efektif.

2. Rancangan tim. Di elemen ini bahwa terdapat: Karakter tugas yang menggambarkan desain pekerjaan, Ukuran tim, seberapa banyak individu yang terlibat dalam tim kerja apakah banyak atau sedikit orang, seberapa besar anggota yang dibutuhkan dalam tim ada yang mengatakan cukup 12 orang, dengan mini-mal 5 anggota; Komposisi, perlu ramuan yang bagus agar di sebuah tim kerja terdapat individu yang memiliki spesialisasi keahlian yang akan saling mendukung; Keragaman tim, bahwa di organisasi terdapat keragaman yang tidak dapat dihindari, maka dalam merumuskan tim kerja perlu diperhatikan kerag-aman agar lebih dinamis.

3. Proses tim. Terdapat proses panjang untuk mendapatkan sebuah kohesi antar individu dan kelompok. Dalam proses ini

Page 122: PERILAKU ORGANISASI

106 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

terdapat internalisasi nilai, norma, kepentingan-kepentingan sehingga dapat menyatu dan terlibat dalam aktivitas organisasi (Uha, 2014; 4).

Dalam sebuah organisasi, kerja sama tim sangat diperlukan, namun demikian dalam mewujudkan kerja tim dibutuhkan sebuah kunci utama yaitu saling percaya dan kepercayaan. Tim membu-tuhkan sistem kepercayaan internal, sehingga kepercayaan akan dapat meminimalisir pengawasan perilaku individu organisasi. Namun demikian dalam membangun kepercayaan dibutuhkan: integritas, kompetensi, loyalitas, konsistensi dan transparansi. Sebuah tim kerja efektif, setidaknya perlu memperhatikan hal beri-kut: Kepemimpinan yang positif, strategi komunikasi dan struktur, penghargaan personal, pelatihan dan pengembangan, prosedur, keahlian yang beragam, tim yang saling mendukung, karakter indi-vidu yang dapat bekerja tim, memiliki visi yang jelas, kepedulian terhadap kualitas dan hasil, menghargai dan memahami aturan (Nancarrow et al., 2013).

Keterlibatan kerja individu dan tim sangat berpengaruh terh-adap kierja organisasi agar menjadi baik (Costa et al., 2014). Kerja tim merupakan keterampilan yang sangat dibutuhkan dalam sebuah organisasi. Dapat dipastikan organisasi tidak akan dapat bergerak jika setiap anggotanya yang memiliki keunikan keahlian masing-masing tidak dapat bekerja sama dalam tim. Oleh karena itu bagian sumber daya manusia perlu menjadikan kemampuan bekerja secara tim ini menjadi indikator untuk seorang karyawan atau anggota dapat diterima. Agar tidak menjadi masalah bagi organi-sasi dalam bekerja. Egoisme yang ada di individu yang terampil dan cerdas sekalipun akan menjadikan dirinya sebagai anggota tidak dapat memberikan kontribusi positif bagi organisasi.

Merubah Perilaku IndividualisIndividualisme merupakan kaitan antara individu sebagai anggota grup dengan grup atau timnya. Individualisme merupakan kebe-basan individu yang lebih otonom, lebih bersikap personal dan mengutamakan individunya. Pelaku individualisme meyak-ini bahwa pergerakaan individu akan lebih memberi kontribusi. Individualisme lebih menempatkan personal yang akan lebih dapat mencapai tujuan dengan cara individualis daripada kolektivisme (Gudykunst, 2002). Namun demikian, individualisme bisa mening-katkan kinerja, mengambil risiko, dan meningkatkan kreatifitas

Page 123: PERILAKU ORGANISASI

107Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

(Puspa & Siamsa, 2019). Tidak dapat dipungkiri bahwa individual-isme dan kolektivisme memiliki kelebihan dan kekurangan, hal ini dapat dilihat bentuknya dalam negara-negara maju yang menganut individualisme yang mengalami perkembangan pesat, dan nega-ra-negara sosialis yang tidak terlampau berkembang.

Hanggraini (2011) menjelaskan bahwa dalam konteks memini-malisir individualisme dalam sebuah tim kerja, yaitu:1. Mendesain ulang tim. Jika terdapat konflik berkepanjangan

maka pimpinan organisasi dapat merombak ulang tim.2. Proses pelatihan. Pimpinan melakukan intervensi dengan cara

memberikan pelatihan untuk keahlian-keahlian yang diperlukan.3. Mengubah individu. Pemimpin organisasi dapat melakukan

intervensi dengan memberikan pelatihan atau mentoring khusus terhadap individu agar lebih dapat bekerja tim.

Sikap Individualisme dalam budaya organisasi di Barat bukan-lah sebuah masalah, karena memang sudah menjadi sebuah filsa-fat kebudayaan. Namun perilaku individualisme dalam konteks organisasi di Indonesia tidak relevan, karena budaya ketimuran dan prinsip yang mengutamakan gotong royong menjadi spirit dalam kehidupan lembaga dan organisasi yang ada di Indonesia. Persoalan muncul, ketika terdapat individu yang memiliki keahlian dalam suatu bidang, namun dia tidak bisa melakukan kerja kolek-tif, sehingga keahliannya tidak berdampak positif bagi organisasi. Menghadapi anggota individu yang seperti ini pemimpin organisasi dapat melakukan perubahan individu dengan pengarahan, serta pelatihan. Namun jika individu tersebut tidak dapat mengubah perilakunya, maka langkah yang dapat dilakukan adalah mende-sain ulang sebuah tim.

Perbedaan Kelompok dalam TimBudiardjo (Budiardjo, 2010; 47) menjelaskan bahwa timbulnya sebuah kelompok karena proses alamiah adanya pertentangan dan persaingan, maka individu melakukan pengelompokan untuk melakukan kerja sama. Agar dapat memenuhi kebutuhan dan kepentingan-kepentingan individunya maka ia harus berinteraksi dengan individu lainnya dengan cara mengorganisir diri ke dalam kelompok, organisasi yang beragam sesuai dengan kepentingan yang akan dicapai.

Hanggraini (2011; 68) menjelaskan bahwa terdapat perbedaan kelompok (group) dan tim. Dalam sebuah tim anggota grup bekerja

Page 124: PERILAKU ORGANISASI

108 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

menghasilkan sebuah output, yang jika tiga orang dalam sebuah tim maka hasil kerjanya senilai dengan tiga orang pula. Sedangkan di dalam tim, input dan output terdapat nilai yang berbeda, jika sean-dainya yang bekerja adalah lima orang maka hasilnya bisa senilai sepuluh orang.

Berbagi informasi Tujuan Kinerja kolektif

Netral (terkadang negatif) Sinergis Positif

Individual Akuntabilitas Individu dan kerja sama

Berjarak dan bervariasi Keahlian Pelengkap

KERJA GRUP KERJA TIM

Gambar 5. Perbedaan Tim dan Kelompok diadaptasi dari Hanggraeni (2011; 67)

Gambar di atas dapat dilihat perbedaan antara kerja tim dan kerja kelompok atau grup. Dalam kerja tim, kata kunci yang paling penting adalah kolektivisme yang membuat kerja tim memiliki nilai lebih dibandingkan kerja individual di dalam kelompok.

Tim dalam Perspektif IslamSurat Al-Maidah: 2 mencerminkan tentang sebuah tim, dalam ayat ini disampaikan bahwa Allah menganjurkan untuk saling tolong menolog dalam berbuat kebaikan dan ketakwaan, namun dilarang untuk tolong menolong berbuat kebaikan. Nilai tolong menolong di dalam ayat ini mencerminkan sebuah tim, bahwa tanpa adanya tolong menolong maka sebuah kebaikan tidak akan dapat diwu-judkan. Dalam sejarah Nabi peristiwa saling tolong menolong yang merupakan prinisp tim ini dapat dilihat pada mulai dari persiapan hijrah, dimana kaum muhajirin saling tolong menolong mulai dari merencanakan hingga perjalanan hijra yang kemudian disambut oleh kalangan ansor. Kedua kelompok ini kemudian menjadi sebuah tim kerja dalam menjalankan dakwah Islam. sedangkan dilihat dalam ritual agama Islam, seperti membayar zakat, pada dasarnya merupakan ajaran untuk saling tolong menolong, terutama dikalan-gan yang tidak mampu. Bahkan dapat dikatakan, hampirs setiap ritual yang dilakukan umat Islam mengandung makna tolong menolong dan saling memiliki rasa kepedulian.

Page 125: PERILAKU ORGANISASI

109Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

C. RINGKASANTim terdapat perbedaan dengan kelompok, jika tim lebih menguta-makan kerja kolektif, sedangkan kelompok lebih mengutamakan individualisme. Kemampuan kerja tim bukan hanya merupa-kan soft skill yang diperoleh individu secara alamiah, namun juga dapat dilakukan intervensi dengan memberikan pelatihan atau bisa dengan mengubah struktur tim yang dapat melakukan kerja sama. Dalam kerja tim sangat berpeluang menciptakan konflik, karena dalam tim terdapat beragam sikap, keahlian dan motif dalam bekerja. Agar dapat meminimalisir individu anggota yang individualis, maka dalam proses perekrutan pegawai atau anggota organisasi sangat penting mempelajari keahlian kerja tim seorang calon anggota organisasi, sehingga perombakan struktur dapat dihindari ketika menjalankan pekerjaan organisasi. membentuk sebuah tim efektif diperlukan sebuah aktualisasi diri setiap personil yang memiliki keahlian beragam, diberikan kebebasan berekspresi serta perlu didukung dengan sumber daya organisasi. perlu juga adanya kepemimpinan, memiliki komitmen terhadap organisasi, dan kemampuan mengelola konflik.

D. PERTANYAAN UNTUK EVALUASI DAN DISKUSI 1. Bagaimana konsep grup dan tim dalam organisasi ?2. Paparkan pendapat anda mengenai tim kerja pada sebuah

organisasi !3. Sebutkan tipe-tipe dari tim, berikan contoh dari setiap tipe !4. Apa yang akan anda lakukan ketika disuruh untuk membentuk

tim kerja ?5. Bagaimana anda menyikapi perubahan perilaku individualis ?6. Ungkapkan pendapat anda tentang perbedaan antara kelom-

pok dan tim !

Page 126: PERILAKU ORGANISASI

110 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Page 127: PERILAKU ORGANISASI

111Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

BAB 9KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI

Tujuan Pembelajaran:1. Mengetahui dan memahami fungsi komunikasi.2. Mengetahui dan memahami komponen komunikasi.3. Mengetahui dan memahami mengelola komunikasi organisasi

efektif.

Kompetensi yang diharapkan:1. Mahasiswa mampu menjelaskan fungsi komunikasi.2. Mahasiswa mampu menjelaskan komponen komunikasi.3. Mahasiswa mampu menjelaskan mengelola komunikasi organ-

isasi efektif.

A. PENDAHULUANHampir semua manusia membutuhkan komunikasi dengan sesama manusia. Kebutuhan komunikasi dipenuhi dengan adanya pertukaran pesan sebagai jembatan untuk mempersatukan antar individu dan antar kelompok di organisasi. Cara manusia berko-munikasi beragam cara, misalnya ketika ia menganggukkan kepala, tersenyum, pada dasarnya hal tersebut merupakan upaya individu untuk mengkomunikasikan sebuah pesan kepada orang lainnya (Haryono, 2015; 1). Perilaku individu di dalam organi-sasi memiliki makna yang ingin disampaikan kepada penerima. Pentingnya komunikasi menjadikan salah satu faktor keefek-tifan organisasi dalam mencapai tujuan. Jika komunikasi yang berlangsung tidak bagus maka akan terjadi salah komunikasi yang bahkan dapat menciptakan konflik. Komunikasi berfungsi dalam memberikan motivasi, mengendalikan, ekspresi emosi, dan sebagai informasi bagi organisasi. dengan komunikasi yang baik, maka kinerja organisasi akan bisa menjadi lebih baik, dan

Page 128: PERILAKU ORGANISASI

112 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

mengurangi persoalan salah dalam menjalankan kerja keorganisa-sian. Hal terpenting lainnya dengan komunikasi maka, individu di organisasi akan merasa dirinya sebagai mahluk sosial, dapat saling berinteraksi dan mengaktualisasikan diri, dan hal ini akan membuat organisasi menjadi lebih kohesif. Oleh karena itu, dalam kajian perilaku organisasi, pembahasan mengenai komunikasi sangat penting untuk dipelajari.

B. PEMBAHASANFungsi KomunikasiKomunikasi asal katanya dari bahasa Latin, ”communis” (kebersa-maan) yang akar katanya adalah “communion” (berbagi). Komunikasi sebagai kata kerja (communicate), yaitu: bertukar pikiran, menjadikan paham, membuat sama, hubungan simpatik. Sedangkan sebagai kata benda (communication) berarti: pertukaran simbol, proses pertu-karan antar individu, seni mengekspresikan gagasan (Soyomukti, 2012; 55). Aristoteles dalam buku “Rethoric” dengan singkat menga-takan bahwa komunikasi adalah siapa menyampaikan informasi kepada siapa (Mulyana, 2005; 5). Laswell menambahkan komuni-kasi dengan melihat apa akibat dari informasi (Lasswell, 1948; 37). Komunikasi adalah proses transfer informasi dari satu orang atau kelompok (pengirim) ke pengirim (Pierce, 1989; 528). Samovar dkk (2010) mengatakan komunikasi sangat dinamis untuk mengkomu-nikasikan masalah dengan menggunakan simbol-simbol (Poerwanto dan Sukirno, 2016; 22).

Samovar dkk (2010) menjelaskan bahwa komunikasi memi-liki prinsip sebagai berikut: Pertama, Komunikasi merupakan proses dinamis. Kegiatan komunikasi melibatkan berbagai faktor dalam satu waktu bersamaan ketika proses komunikasi; Kedua, Komunikasi merupakan simbol. Simbol yang disampaikan dapat menjadi media ekspresi dan sebagai representasi penandaan pesan; Ketiga, Komunikasi merupakan kontekstual. Komunikasi terjadi dalam sebuah konteks budaya, waktu, kesempatan, sejumlah orang dan lain sebagainya; Keempat, Komunikasi merupakan refleksi diri. Manusia selalu melakukan refleksi diri, sehingga mampu memikirkan diri sendiri, teman yang memiliki jalinan komunikasi; Kelima, Personal belajar untuk berkomunikasi. Keahlian dalam berkomunikasi bisa berasal dari genetika yang merupakan bakat alam tanpa dipelajari, namu lebih banyak diperoleh dengan proses belajar; Keenam, Komunikasi memiliki konsekwensi. Aktivitas

Page 129: PERILAKU ORGANISASI

113Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

berkomunikasi dapat mempengaruhi orang yang terlibat di dalam-nya (Poerwanto dan Sukirno, 2016; 26).

Komunikasi merupakan salah satu faktor yang menjadikan organisasi sukses atau gagal, sebagaimana hasil riset Universitas Michigan berikut: Kecakapan komunikasi lisan ataupun tulisan, Kepemimpinan, Kemampuan analitis, team work, Adaptif terhadap perubahan, Profesionalitas, dan Manajemen keuangan (Mulyana, 2011). Oleh karena itu, pemimpin organisasi harus memahami mengenai pentingnya komunikasi dan bagaimana membangun sistem dan teknik komunikasi organisasi yang efektif. Komunikasi berfungsi sebagai: Menyampaikan informasi, Mendidik, Menghibur, Pengawasan sosial, dan Memengaruhi (Romli, 2013; 8). Agar dapat menjalankan keempat fungsi ini maka dibutuhkan teknik: komuni-kasi lisan, bahasa isyarat, komunikasi langsung, komunikasi tatap muka, komunikasi melalui media.

Berkomunikasi akan membuat individu dan kelompok meng-konstruksi sebuah pedoman yang digunakan untuk menghadapi situasi di organisasi. Melalui komunikasi individu ataupun kelom-pok dapat melibatkan diri di dalam organisasi. Sehingga apa yang menjadi maksud individu dan kelompok akan dapat diketahui satu sama lain. Maka di dalam organisasi komunikasi adalah aktivitas yang mau tidak mau merupakan kegiatan yang paling sering dilaku-kan, secara sadar ataupun tidak sadar. Lasswel menyatakan bahwa komunikasi merupakan sebuah organisme yang merupakan stimuli respon yang berasal dari lingkungan. Komunikasi bisa dalam berb-agai bentuk, bahkan kedipan mata seseorang merupakan sebuah komunikasi (Purwosusanto, 2011; 24). Maka dalam komunikasi terdapat komunikasi verbal dan komunikasi non verbal.

Bagi manajer organisasi, komunikasi berfungsi sebagai berikut: 1) Peranan antar personal yang meliputi sebagai berikut (Romli, 2014; 3-5). Peranan tokoh, seorang manajer berperan memberi penjelasan dalam berbagai kegiatan organisasi. Peran pimpinan, seorang pemimpin organisasi untuk mencapai tujuan maka ia harus melakukan komunikasi yang efektif dengan berbagai tujuan misalnya motivasi, mengarahkan, menyadarkan. Peran Penghubung, manajer harus menjalankan peran penghubung melalui komunikasi formal maupun informal. 2) Peranan informasi, seorang manajer atau pimpinan organisasi maka ia menjadi sebuah pusat informasi yang berperan sebagai berikut: Peranan monitor, sebagai manajer ia dapat meminta informasi di setiap divisi organisasinya. Peran penye-bar, setelah mendapatkan informasi maka seorang manajer dapat

Page 130: PERILAKU ORGANISASI

114 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

menyebarkannya di lingkup organisasi. Peran juru bicara, seorang pimpinan organisasi akan menyampaikan informasi ke pihak luar. Dan 3) Peran memutuskan, bahwa manajer menjalankan peran penting sebagai pembuat dan pengambil keputusan yang berperan sebagai berikut: Peran wiraswasta, manajer berupaya memajukan organisasi dengan memanfaatkan beragam peluang. Peran pengen-dali gangguan, manajer berusaha mengatasi berbagai masalah yang terjadi di organisasi. Peran penentu sumber, manajer bertanggung jawab untuk memutuskan sebuah kebijakan. Peran perunding, mana-jer merupakan pemeran utama yang paling memiliki otoritas untuk melakukan beragam perundingan dengan berbagai pihak.

Samovar dkk (2010) menjelaskan bahwa fungsi komunikasi, yaitu: Pertama, Mengumpulkan informasi tentang orang lain. Dengan komunikasi orang dapat mempelajari orang lain sehingga dapat belajar dari berbagai individu; Kedua, Memenuhi kebutuhan interpersonal. Melalui berkomunikasi orang dapat menjalankan peran sebagai mahluk sosial, dan karena itu komunikasi merupakan sebuah kebutuhan; Ketiga, Membentuk identitas diri. Komunikasi dapat membentuk identitas orang baik secara individu, kelompok dan budaya; Keempat, Mempengaruhi orang lain. Komunikasi dapat membentuk perilaku pihak lain; Kelima, Penyebaran informasi. Melalui komunikasi, organisasi dapat menyampaikan informasi kepada pihak internal dan pihak eksternal; Keenam, Membangun komitmen organisasi. dengan komunikasi, maka pimpinan organ-isasi dapat memperkuat loyalitas dan komitmen anggota agar dapat bertahan dan memberi kontribusi bagi organisasi; Ketujuh, Memotivasi anggota. Komunikasi dapat menjadi media memberi-kan dorongan, dukungan dan motivasi kepada anggota untuk dapat lebih produktif dan kreatif dalam menjalankan tugas dan fungsi masing-masing anggota; Kedelapan, Membangun sistem kontrol. Ibaratkan kabel, maka komunikasi dapat menghubungkan berbagai pihak agar menjalankan program organisasi; Kesembilan, Memberi rasa bangga, identitas. Melalui komunikasi maka anggota akan merasa memiliki identitas sebagai bagian dari organisasi ( Sukirno, 2016; 67).

Komponen KomunikasiProses komunikasi memiliki elemen-elemen sebagai berikut: Pertama, pengirim, adanya orang yang ingin menyampaikan informasi; Kedua, media, dipilihnya alat untuk menyampaikan pesan; Ketiga, penerima, adanya orang yang menerima informasi;

Page 131: PERILAKU ORGANISASI

115Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

Keempat, pemaknaan, bahwa dalam informasi akan terdapat pemaknaan, apakah terpat memaknai atau terjadi distorsi; Kelima, respon, adanya reaksi dari orang yang menerima informasi; Keenam, umpan balik, adanya umpan balik dari orang yang menerima infor-masi; Ketujuh, akan terdapat rintangan yang membuat informasi tidak sampai sempurna sesuai dengan yang diinginkan (Poerwanto dan Sukirno, 2016; 23).

Komunikasi memiliki alur komponen sebagai berikut: Pengirim pesan, Proses penyusunan ide menjadi simbol (encoding), Pesan, Saluran, Proses penerjemahan simbol (decoding), Penerima pesan, dan Umpan balik. Proses komunikasi terdiri dari lima komponen sebagai berikut: ideation, message, encoding, channel, message decoding, dan pesan diterima. Sebagaimana dijelaskan dalam gambar berikut.

117

Pengirim Penerima

Gambar 6. Proses Komunikasi (Pierce, 1989; 529) Proses gagasan adalah langkah pertama yang meliputi keputusan

manajer untuk komunikasi dan pengembangan isi pesan. encoding, adalah langkah kedua meliput maksud pesan ke dalam bentuk penyampaian, seperti pidato, tulisan, kode komputer atau bentuk lain yang dapat dikirim ke penerima. Seorang manajer ketika menyampaikan pesan harus hati-hati selama tahap encoding, jika tidak pesan yang terkirim akan berbeda dari yang dimaksud. Tahap Ketiga, bahwa pesan dikirim melalui channel seperti komunikasi yang bisa melalui telpon, handphone, email, pesan WhatsApp, Facebook, Twitter, dan media sosial lainnya sebagi fasilitasi untuk berkomunikasi.

Tahap Keempat yaitu decoding, merupakan proses dimana penerima pesan menafsirkan sebuah pesan untuk memaknainya. Proses komunikasi bukanlah proses yang gampang, lancar, dan tidak ada masalah. Di tengah-tengah penyampaian pesan biasanya akan terdapat bias atau gangguan dari banyak faktor, sehingga sering terjadi salah komunikasi antar anggota, pimpinan, dan divisi di dalam organisasi. Seorang manajer harus membuat perencanaan komunikasi, menata bahasa terpilih dan baik, hati-hati dalam komunikasi, di samping itu juga harus memiliki keterampilan bagaimana agar informasi tersampaikan dengan baik.

Mengelola Komunikasi Organisasi Efektif

Komunikasi sebagai transaksi informasi pada akhirnya diharapkan akan dapat mengubah perilaku (Cangara, 2009; 19). Sebuah komunikasi yang sukses bisa dilihat terjadinya hubungan yang baik di antara pengirim dan penerima informasi (Rakhmat, 2005; 13). Dalam sebuah organisasi,

Gagasan Pesan (encoding)

Chanel Pesan (decodibg)

Pesan terkirim

Gambar 6. Proses Komunikasi (Pierce, 1989; 529)

Proses gagasan adalah langkah pertama yang meliputi kepu-tusan manajer untuk komunikasi dan pengembangan isi pesan. encoding, adalah langkah kedua meliput maksud pesan ke dalam bentuk penyampaian, seperti pidato, tulisan, kode komputer atau bentuk lain yang dapat dikirim ke penerima. Seorang manajer ketika menyampaikan pesan harus hati-hati selama tahap encoding, jika tidak pesan yang terkirim akan berbeda dari yang dimaksud. Tahap Ketiga, bahwa pesan dikirim melalui channel seperti komu-nikasi yang bisa melalui telpon, handphone, email, pesan WhatsApp, Facebook, Twitter, dan media sosial lainnya sebagi fasilitasi untuk berkomunikasi.

Tahap Keempat yaitu decoding, merupakan proses dimana penerima pesan menafsirkan sebuah pesan untuk memaknainya. Proses komunikasi bukanlah proses yang gampang, lancar, dan tidak ada masalah. Di tengah-tengah penyampaian pesan biasanya akan terdapat bias atau gangguan dari banyak faktor, sehingga sering terjadi salah komunikasi antar anggota, pimpinan, dan divisi di dalam organisasi. Seorang manajer harus membuat perenca-naan komunikasi, menata bahasa terpilih dan baik, hati-hati dalam

Page 132: PERILAKU ORGANISASI

116 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

komunikasi, di samping itu juga harus memiliki keterampilan bagaimana agar informasi tersampaikan dengan baik.

Mengelola Komunikasi Organisasi EfektifKomunikasi sebagai transaksi informasi pada akhirnya dihara-pkan akan dapat mengubah perilaku (Cangara, 2009; 19). Sebuah komunikasi yang sukses bisa dilihat terjadinya hubungan yang baik di antara pengirim dan penerima informasi (Rakhmat, 2005; 13). Dalam sebuah organisasi, perilaku dan seni berkomunikasi sangat penting, karena melalui komunikasi anggota dapat mengembang-kan diri serta menentukan hubungan individu anggota dengan kelompok. Jika orang atau anggota lain tidak memahami gagasan, pesan, komunikasi membuat orang marah, didebat, ditentang, tidak mendapatkan bantuan, membuat orang menjauh, tidak bisa meng-gerakkan orang lain, maka dapat dikatakan komunikasi organisasi yang dilakukan tidak efektif.

Hardjana (2016; 70) menjelaskan bahwa komunikasi organisasi bertujuan membuat seluruh anggota mencapai tujuan organisasi. Namun dapat tercapai jika jajaran manajemen dapat menjalankan komunikasi efektif, dimana kemampuan komunikasi efektif bukan merupakan sebuah bakat, tetapi melalui proses latihan. Oleh karena itu pimpinan organisasi bertanggung jawab untuk mempersiapkan anggotanya memiliki kecakapan komunikasi efektif dengan berb-agai pelatihan.

Komunikasi organisasi merupakan tindakan operasional menge-nai bagaimana tujuan organisasi bisa dicapai, maka orang yang memiliki kewenangan dapat mempengaruhi cara merasa, berpikir, bertindak dan beperilaku setiap anggota organisasi, sehingga dapat menjalankan kerja dan program organisasi secara efektif dan efisien.

Dalam organisasi, komunikasi sangat bermanfaat dalam menjalankan koordinasi antar unit kerja dan juga berkontribusi untuk menyatupadukan perbedaan (Hardjana, 2016; 17). Jika diibaratkan, komunikasi merupakan sebuah kabel yang meng-hubungkan berbagai ruangan untuk menyalakan lampu, atau jika di dalam alat elektronik dapat mengkoneksikan antar fungsi-fungsi yang ada. Terdapat lima ciri-ciri pokok komunikasi organisasi sebagai berikut:1. Proses. Proses mengandung dimensi waktu yang evolusioner

dan terus menerus. Komunikasi organisasi sebagai proses pertukaran pesan antar anggota berlangsung sebagai arus yang tidak pernah berhenti dalam rangka untuk praktink bagi

Page 133: PERILAKU ORGANISASI

117Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

keberlangsungan roda kegiatan organisasi.2. Terstruktur. Komunikasi organisasi berlangsung dengan meli-

batkan orang yang memiliki posisi struktural. Praktik umum-nya komunikasi berlangsung atas inisiatif atasan yang dituju-kan kepada bawahan, biasanya komunikasi utama berupa lisan.

3. Bertujuan jelas. Komunikasi organisasi memiliki tujuan rasional yang memiliki tujuan pasti apakah hal tersebut untuk keseluru-han organisasi, tujuan divisi-divisi organisasi, ataupun tujuan indivisu anggota organisasi.

4. Multijenjang. Komunikasi organisasi berlangsung pada lima jenjang: intrapersonal, interpersonal, kelompok, organisasi, dan teknologi. Komunikasi intrapersonal merupakan komunikasi pada diri sendiri, komunikasi interpersonal yaitu komunikasi yang terjadi antara individu, komunikasi kelompok melibatkan beberapa orang yang berkumpul karena tempat kerja, komu-nikasi organisasi yaitu komunikasi publik organisasi dengan banyak orang, dan komunikasi jenjang teknologi yaitu komu-nikasi yang melibatkan perangkat teknbologi, seperti email, media sosial.

5. Dapat diramalkan. Komunikasi organisasi yang melibatkan banyak individu, divisi dan publik maka dalam melakukan komunikasi harus dapat diramalkan agar tidak terjadi kejutan dalam proses, maupun isi pesan. Komunikasi dilakukan dengan adanya pelibatan struktur, kedudukan dan peran, aturan peran, dan tujuan bersama ( Hardjana, 2016; 48-54).

Sering terjadi distorsi dan masalah ketika dalam menjalankan komunikasi organisasi. Bentuk komunikasi yang buruk terjadi misalnya ketika seseorang tidak merasa yakin terhadap informasi yang akan disampaikan, memilih kata yang salah. Komunikasi efek-tif melalui cara berikut: 1) Memantapkan maksud pesan dan tujuan komunikasi; 2) Memantapkan kebutuhan komunikasi dari pesan; 3) Menghargai karakter penerima informasi; 4) Mengidentifikasi ketersediaan channel komunikasi; 5) Mengidentifikasi gangguan dalam proses komunikasi; 6) Mengevaluasi kecukupan setiap chan-nel untuk kebutuhan komunikasi; 7) Memilih channel dan jaringan yang akan digunakan; 8) Mengurangi gangguan di lingkungan; 9) Mengirim pesan ke channel yang tepat, jaringan dan penerima; 10) Secara hati-hati menyampaikan pesan; 11) Mencapai umpan balik, dan apakah pesan yang sampai sesuai dengan yang diinginkan; 12) Lakukan komunikasi lebih jika dibutuhkan komunikasi tambahan;

Page 134: PERILAKU ORGANISASI

118 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

13) Belajar dari pengalaman komunikasi yang pernah dilakukan.Tahap terakhir “belajar dari pengalaman komunikasi” adalah

poin penting yang harus dipikirkan karena setiap pengalaman yang ada akan memberikan pelajaran. Pelaku komunikasi akan mendapa-tkan hal baru dari pengalaman serta mengetahui kekuatan dan kelemahan dari yang telah dilakukan. Pelaku komunikasi mempe-lajari tentang kemampuan untuk menyampaikan pesan tentang karakter penerima pesan. Ambil setiap kekuatan atau kelebihan setiap kesempatan untuk meningkatkan efektivitas komunikasi.

Dalam proses komunikasi organisasi akan terjadi distorsi, yaitu sebuah kerusakan pesan yang disebabkan oleh berbagai kesalahan dalam proses yang bersumber dari pribadi, organisasi, faktor, situ-asi, dan desakan waktu, berikut rinciannya:1. Faktor pribadi. Distorsi yang bersumber dari pribadi bisa karena

keterbatasan memori, daya inderawi, kepentingan individu, keterbatasan bahasa, persepsi, kepercayaan, serta pertentangan verbal dan non verbal.

2. Faktor organisasi. Distorsi yang bersumber dari organisasi di antaranya adalah kedudukan, hubungan hirarki, kewenangan membuat keputusan, impersonalisasi, sistem aturan dan kebija-kan, serta spesialisasi kerja.

Faktor situasi fisik dan temporal. Tidak semua kegiatan organ-isasi terjadwal, akan ada suatu hal yang mendadak yang menuntut segera dicarikan solusi. Dalam kondisi yang mendesak maka indi-vidu tidak dapat berpikir tenang, sehingga muncul sikap emosional yang akan mengakibatkan miskomunikasi. Distorsi komunikasi juga bisa terjadi dalam kondisi kebisingan ruangan, keadaan panas dan tidak nyaman akan bisa membuat komunikasi menjadi tidak lancar (Hardjana, 2016; 67-68)

Komunikasi efektif dapat terjadi bila: terdapat saling pengertian, memunculkan kesenangan, berdampak pada sikap individu, menga-kibatkan hubungan keorganisasian yang makin baik (Kriyantono, 2014; 9). Agar komunikasi berjalan efektif maka harus disiapkan perencanaan yang baik terhadap semua proses komunikasi seperti, komunikator, pesan, saluran komunikasi, komunikan, efek, umpan balik, memperhitungkan gangguan (Kriyantono, 2014; 4).

Komunikasi antara atasan dan bawahan dapat dikatakan efek-tif apabila: 1) Bawahan menerima dan dapat mengerti komunikasi atasan; 2) Secara fisik dapat menerima komunikasi melalui panca indera; 3) Menurut persepsi bawahan, komunikasi atasan tidak

Page 135: PERILAKU ORGANISASI

119Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

bertentangan dengan tujuan organisasi; 4) Mematuhi isi pesan; 5) Menggunakannya dalam praktik kegiatan organisasi; 6) Menurut persepsi bawahan, komunikasi secara keseluruhan tidak merugikan kepentingan pribadi anggota; 7) Bawahan mampu baik fisik ataupun mental untuk mengerjakan pesan komunikasi (Hardjana, 2016; 68).

Diallo dan Thuillier menyatakan bahwa kualitas komunikasi adalah faktor penting untuk terciptanya saling kepercayaan. Maka semakin berkualitas komunikasi antar anggota dalam sebuah kelompok akan semakin tinggi tingkat kepercayaan antar anggota. Sebaliknya jika rendahnya kualitas komunikasi antara anggota kelompok maka akan semakin rendah kepercayaan di antara anggota (Wijayanto, 2020). Dari penjelasan ini dapat dilihat bahwa hal terpenting dalam komunikasi adalah dapat memperkuat keper-cayaan yang diperlukan organisasi yang efektif.

Barbara Reynolds dan Matthew W. Seeger sebagaimana dijelas-kan oleh Wijayanto bahwa komunikasi yang efektif ketika di dalam krisis, terdiri dari lima tahapan, sebagai berikut: 1) Sebelum krisis. Pada tahap ini organisasi memberikan pengertian tentang sebuah keadaan dan mengharapkan sebuah pengertian dan memulihkan kepercayaan; 2) Awal krisis. Fase ketika menghadapi krisis, maka organisasi menyiapkan sirkulasi informasi; 3) Selama krisis. Fase ini organisasi menyampaikan informasi bahwa krisis dapat dilalui; 4) Resolusi. Sebuah keadaan ketika krisis selesai namun dengan melakukan konsolidasi dan koordinasi; 5) Evaluasi. Pada fase ini komunikasi diarahkan kepada komunitas dengan tujuan: menilai tanggapan, mengkomunikasikan pelajaran yang didapat, menentu-kan tindakan spesifik.

Lima poin komunikasi dalam krisis di atas biasanya digunakan organisasi untuk komunikasi dengan pihak luar atau masyarakat. Sebagai organisasi yang berada di masyarakat, maka komuni-kasi publik harus dikelola dengan baik, biasanya dalam organi-sasi terdapat sebuah divisi hubungan masyarakat yang bertugas menjalin komunikasi dengan berbagai pihak terkait organisasi. Informasi dalam kondisi kritis harus melalui satu pintu, sehingga tidak terjadi simpang siur yang akan membuat kebingungan dan berdampak pada ketidakpercayaan publik terhadap organisasi. buruknya komunikasi publik, dapat dilihat ketika Pandemi Covid-19 belum masuk dan setelah masuk ke Indonesia, bagaimana pemerintah menyampaikan informasi berbeda-beda, setiap peja-bat publik yang berbicara, maka yang disampaikan juga berbeda, sehingga membuat kondisi masyarakat bingung dan bahkan dapat

Page 136: PERILAKU ORGANISASI

120 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

memicu kegaduhan sosial, misalnya adanya panic buyying, dimana masyarakat panik dan memborong sembilan bahan pokok untuk mengantisipasi lock down. Belajar dari komunikasi kritis yang tidak baik tersebut, maka organisasi harus memiliki alur informasi dan komunikasi satu atap.

Komunikasi dapat menjadi alat untuk kendali, motivasi, pengungkapan emosional, dan informasi (Langton., 2015). Barnard (1938) mengatakan bahwa fungsi komunikasi, yaitu untuk memo-tivasi dan menghindari distorsi tujuan organisasi. Hardjana (2016) mengurai empat fungsi komunikasi Thayer, sebagai berikut:1. Fungsi informasi. Fungsi utama komunikasi yaitu untuk menga-

tasi ketidakpastian, maka seluruh individu di dalam organisasi membutuhkan informasi mengenai kerja dan lingkungan kerja. Anggota butuh informasi agar dapat menjalankan kewenangan dan tanggung jawab secara tepat sasaran dan produktif.

2. Fungsi perintah. Sebagai fungsi perintah, maka dengan komu-nikasi akan jelas instruksi diberikan kepada siapa, bagaimana menjalankannya. Dalam praktik organisasi komunikasi sebagai perintah disebut sebagai fungsi produksi.

3. Fungsi pengaruh dan persuasi. Ketika pimpinan berwenang di organisasi memberikan komunikasi maka ia menjadi wajib untuk dijalankan. Dengan kewenangan seorang atasan dapat mengendalikan informasi dan perilaku anggota organisasi. dengan pengaturan yang tegas dengan wewenang maka anggota mengetahui hubungan yang dapat dibenarkan, dilak-sanakan, ditolak, dihindari lengkap dengan konsekwensinya.

4. Fungsi integrasi. Kehidupan harmonis di organisasi sangat tergantung dengan komunikasi yang baik, sehingga suasana kerja penuh persaudaraan, dan mengintegrasikan antar indi-vidu dan divisi di organisasi.

Engkoswara (2012; 205) menjelaskan bahwa dalam komuni-kasi dapat dibagi ke dalam lima struktur, sebagai berikut: Pertama, adanya struktur organisasi, sehingga dapat diketahui siapa koordi-nasi dengan siapa; Kedua, pemimpin dapat menerima komunikasi apa saja dan dari siapa saja; Ketiga, struktur komunikasi Y anggota dapat menerima dan mengirimkan komunikasi dengan anggota lain; Keempat, sebuah struktur rantai sebuah struktur komunikasi hanya dengan satu orang; Kelima, struktur semua saluran dimana semua dapat saling menerima dan memberi informasi.

Page 137: PERILAKU ORGANISASI

121Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

Komunikasi Nabi MuhammadQ.S. 4: 8 menganjurkan sebuah komunikasi dengan ucapan yang baik. Dalam Islam dianjurkan untuk berkata kasar kepada siapa saja, di ayat ini menceritakan tentang berkomunikasi kepada anak yatim, dan orang miskin. Bahkan untuk berkata “uff !” saja dilarang ketika berkomunikasi dengan orang tua, melainkan harus dengan ucapan dan perkataan yang memuliakan, sebagaimana digambarkan dalam al-Isra: 23. Sedangkan dalam Q.S. 33: 32 al-Qur’an menyampaikan berkomunikasi dengan menunduk, hali ini mengandung banyak makna, misalnya kepercayaan diri, ketegasan, dan menghormati lawan bicara, dala, ayat ini juga dianjurkan untuk menggunakan kata-kata yang baik.

Dalam Q.S. 2: 235 disampaikan bahwa komunikasi dengan menyindir bukan merupakan masalah, agar dapat diterima secara pelan-pelan, namun tetap dalam bahasa yang baik, ayat ini terkait dengan komunikasi dalam meminang wanita dalam Islam. Dalam Q.S. 4: 5 al-Qur’an juga menyampaikan komunikasi dengan perkataan yang baik, ayat ini terkait cara berkomunikasi dengan orang yang belum sempurna akalnya, dan harta mereka masih dalam kekuasaan.

Bukan hanya dalam bentuk perkataan yang baik, dalam Islam bahasa non verbal juga sangat penting hal ini ketika Nabi bermuka masam dan mendapatkan teguran. Selain itu dalam berkomuni-kasi dilarang mendoakan keburukan bagi orang lain, sebagaimana peristiwa ketika Aisyah ditegur Nabi sewaktu Aisyah mendoakan keburukan bagi orang kafir yang mengucapkan salam. Dalam melakukan komunikasi dibutuhkan pengetahuan dan informasi, dilarang menyampaikan sesuatu yang tidak diketahui, sebagaimana disampaikan dalam Q.S. 17: 36 yang menyampaikan bahwa dalam komunikasi dibutuhkan pengetahuan, karena setiap pendenga-ran, penglihatan, dan hati akan mendapatkan pertanggung jawa-ban. Dalam Q.S. 49: 12 disampaikan tentang dilarangnya berburuk sangka, curiga serta menggunjing, komunikasi buruk ini diibarat-kan memakan daging saudaranya sendiri.

Tindakan ghibah ini sering terjadi di organisasi, sehingga menjadi hasutan, gosip yang tidak jelas sehingga menghambat pencapaian tujuan organisasi. Dalam berkomunikasi Nabi selalu memperhati-kan wawasan, umur, dan dengan siapa dia berkomunikasi, sehingga dapat ditentukan cara dan strategi yang tepat dalam menyampaikan maksudnya, selain itu Nabi selalu melakukan musyawarah dalam berkomunikasi dalam berbagai aspek kehidupan umat, mulai dari

Page 138: PERILAKU ORGANISASI

122 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

strategi perang, bagaimana ketika Nabi menanyakan kepada para sahabat strategi yang tepat, dan Nabi tidak masalah ketika terdapat pendapat lain, Nabi mendengarkan dan menerima sara para saha-bat, ketika itu terjadi pada peristiwa perang parit yang strateginya disarankan oleh sahabat kepada Nabi. Jika disimpulkan dan diam-bil sari komunikasi dalam Islam bahwa dalam komunikasi harus menggunakan bahasa yang baik, ucapan yang tidak kasar sehingga dapat menyenangkan dan tidak membuat orang sakit hati.

C. RINGKASANKomunikasi organisasi dapat diibaratkan jaringan antar kabel yang terkoneksi antar divisi, antar kelompok, antar individu, dan koneksi dari bawahan ke atasan, sehingga dalam satu organisasi dapat memahami apa yang sedang dan akan terjadi dalam sebuah kerja, program, dan peristiwa di organisasi yang perlu warga organ-isasi ketahui. Banyak organisasi gagal, bahkan bubar karena sistem komunikasi yang tidak baik, sehingga memunculkan konflik yang tidak dapat dibendung hingga berdampak buruk pada organisasi. Kehidupan manusia pada dasarnya adalah saling berkomunikasi, tanpa komunikasi manusia akan mengalami persoalan psikologis. Tanpa ada komunikasi yang baik gagasan sebaik apapun tidak akan berguna bagi organisasi khususnya. Maka pemimpin organisasi harus menyadari pentingnya komunikasi dan merancang strategi mengembangkan sistem komunikasi yang baik di organisasi.

Komunikasi berfungsi sebagai: kendali, motivasi, pernyataan emosi, dan informasi (Robbins and Coulter, 2012; 146). Semua fungsi organisasi ini memiliki derajat yang sama, tidak ada yang lebih tinggi, karena itu perlu difungsikan keempatnya secara opti-mal. Sedangkan jika dilihat dari aspek proses, komunikasi memiliki tahap: sumber informasi, penyandian, berita, saluran komunikasi, pemecahan sandi, penerima berita, dan umpan balik. Jika terjadi bias dalam proses tersebut maka akan terdapat apa yang dinamakan dengan miskomunikasi.

D. PERTANYAAN UNTUK EVALUASI DAN DISKUSI 1. Apa pengertian dari komunikasi ?2. Sebutkan fungsi-fungsi dari komunikasi !3. Berikan contoh nyata dari fungsi-fungsi komunikasi !4. Jelaskan komponen-komponen yang ada pada komunikasi !5. Bagaimana pengelolaan komunikasi organisasi yang efektif ?

Page 139: PERILAKU ORGANISASI

123Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

BAB 10MANAJEMEN KONFLIK

Tujuan Pembelajaran:1. Mengetahui dan memahami definisi konflik dalam Islam.2. Mengetahui dan memahami konsep konflik dalam ilmu mana-

jemen.3. Mengetahui dan memahami sumber konflik.4. Mengetahui dan memahami konflik dan negosiasi.

Kompetensi yang diharapkan:1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi konflik dalam Islam.2. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep konflik dalam ilmu

manajemen.3. Mahasiswa mampu menjelaskan sumber konflik.4. Mahasiswa mampu menjelaskan konflik dan negosiasi.

A. PENDAHULUANDalam Surat Al-Baqarah: 13 menggambarkan sebuah peristiwa konflik, sehingga diturunkan Nabi sebagai penyelesaian perselisi-han. Konflik merupakan perjuangan berbagai individu atau kelom-pok agar keinginan mereka diwujudkan. Dahrendorf mengatakan bahwa konflik tidak mungkin dapat dihindari, bahkan konflik merupakan bagian kehidupan manusia. Bagi Dahrendorf konflik merupakan proses perubahan, masyarakat memiliki dua wajah antara konflik dan konsensus. George Simmel mengatakan bahwa alam semesta membutuhkan benci dan cinta. Ketika sebuah konflik terjadi, maka akan terjadi peningkatan kesadaran sebuah kelompok untuk berhadapan dengan kelompok lain. Konflik akan dapat mene-gaskan sebuah kelompok atau organisasi (Poloma, 2003; 108). Jika dilihat dari sumber, konflik bersumber dari: sumber daya terbatas, perbedaan tujuan, perbedaan nilai, gaya perorangan, dan persoalan

Page 140: PERILAKU ORGANISASI

124 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

komunikasi (Rivai, 2009; 549). Konflik memunculkan perubahan seperti: munculnya pemi-

mpin baru, hambatan komunikasi, budaya negatif, egoisme yang menguat ( Rivai dan Mulyadi, 2003; 550). Konflik akan mengaki-batkan: Terbengkalainya pekerjaan, persoalan merembet ke prib-adi, pemborosan sumber daya organisasi (Saefullah, 2008). Namun demikian manajemen efektif, bukanlah meniadakan konflik, namun berusaha mengambil manfaat darinya (Robbins, 1994; 2005). Konflik sangat penting dikaji dalam perilaku organisasi. Karena konflik tidak dapat dihindari, maka bagaimana konflik dapat menjadi dampak positif bagi organisasi, itulah yang menjadi pemikiran manajemen kontemporer. Pada bab ini penulis akan menampilkan konflik dalam berbagai perspektif, mulai dalam konsep Islam, Sosiologi, hingga terapannya di dunia manajemen dan organisasi.

B. PEMBAHASAN Konflik dalam IslamKonflik Pertama dalam Islam

Dalam Islam, konflik atau perselisihan sering dikenal dengan ungkapan “ikhtilaf” sebagaimana terdapat dalam Surat Al-Baqarah: 176. Jika ditelusuri jauh ke belakang peristiwa konflik dapat merujuk peristiwa penciptaan Nabi Adam As. Tergambar di Surat Al-A’raf: 11-13 ketika terjadi dialog antara Allah dan Iblis yang menolak untuk sujud kepada Nabi Adam As, karena iblis merasa lebih mulia dari manusia. Konsekuensi penolakan ini membuat iblis harus keluar dari surga. Peristiwa ini membuat iblis berjanji dan mengancam akan terus berupaya merusak kehidupan manusia.

Terdapat sebuah penjelasan menarik dari Ibnu Katsir, bahwa Surat al-A’raaf: 13 ketika Allah memerintahkan iblis untuk turun dari surga. Dalam penjelasan Ibnu Katsir merujuk pendapat ahli tafsir dhamir (kata ganti) pada kata minhaa merujuk pada kata surga, yang menggambarkan kedudukan iblis semasa berada di surga. Di mana-jemen moderen, konflik tidak perlu ditakuti dan dihindari, bahkan terdapat potensi dibalik kerumitan konflik, yang dapat juga kita maknai kebaikan di balik kesulitan dalam Surat Alam Nasyrah: 5-6.

Penyebab KonflikDalam sejarah Islam, terjadi sebuah peristiwa pembunuhan

pertama di muka bumi, dapatlah dikatakan ini sebagai peris-tiwa konflik. Konflik antara Habil dan Qabil terjadi karena tidak

Page 141: PERILAKU ORGANISASI

125Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

diterimanya kurban Qabil yang membuat ia marah. Ibnu Katsir menjelaskan bahwa dalam Surat Al-Maa-idah: 27-30 menggambar-kan kedengkian, kezaliman dua anak Adam (Katsir, 2006; 92).

Resolusi KonflikDalam Surat An-Nisaa’: 59 menawarkan konsep penyelesaian

melalui jalur pemimpin. Ketika terjadi konflik, pemimpin tidak boleh pasif, harus terlibat aktif menyelesaikan persoalan meng-ingatkan kembali tujuan organisasi. Surat Ali Imran: 103 mengin-gatkan untuk tidak bercerai berai, tapi harus mempersatukan hati. Ketika menghadapi konflik, seorang pemimpin terus berikhtiar, sebagaimana kesaksian Aisyah, r.a mengenai resolusi konflik Nabi dengan memohn petunjuk Allah, konsep spiritual seperti ini perlu diterapkan dalam organisasi (H.R. Bukhari dan Muslim).

Konflik dalam Sejarah IslamTidak dapat dipungkiri, dalam sejarah sosial Islam dipenuhi

dengan konflik berdarah, terutama di masa kekhilafahan. Konflik nampak pada masa Khulafa Ar-Rasyidin mengenai perdebatan soal suksesi setelah Rasulullah saw wafat. Konflik dipicu ketika peris-tiwa tsaqifah bani sa’idah, dengan dipilihnya Abu Bakar sebagai khal-ifah. Pemilihan ini dianggap mengabaikan Ali ibn Abi Thalib yang tidak diajak bermusyawarah, sementara Ali adalah ahlul bait, yang dianggap lebih berwenang menggantikan Rasulullah.

Kemudian konflik terus berlanjut yang memunculkan peristiwa terbunuhnya Utsman Ibn ‘Affan yang kemudian dikenal dengan al-fitnah al-kubra, yaitu sebuah malapetaka besar (Madjid, 1997; 3). Pada periode ini kepentingan politik menjadi sebab utama konflik, sehingga tidak sungkan untuk saling bunuh. Konflik kemudian diramu dengan persoalan kalam. Pasca wafatnya Utsman barulah Ali ibn Abi Thalib dilantik sebagai khalifah keempat.

Namun pelantikan Ali, tidak juga dapat selesaikan masalah, terdapat kelompok yang juga menginginkan posisi khalifah, misal-nya: Thalhah, Zubeir dan Mu’awiyah. Thalhah berhasil dikalahkan oleh Ali dalam sebuah perang yang melibatkan janda Rasulullah, Aisyah. Sementara ketika perang dengan Muawiyah, Ali yang nyaris menang harus dikalahkan dengan strategi arbitrase Mu’awiyah (Azra, 1996; 184). Konsekuensi dari pilihan Arbitrase membuat Ali harus menciptakan musuh yang keluar dari barisannya, yaitu Khawarij. Kelompok Khawarij keluar dari barisan Ali, karena bagi mereka semestinya Ali memenangkan peperangan. Maka Khawarij

Page 142: PERILAKU ORGANISASI

126 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

menyatakan bahwa Ali dan Mu’awiyah telah berdosa besar, halal darah mereka untuk ditumpahkan. Kelompok Khawarij ini menolak takluk di bawah kekhilafahan siapapun, dan mereka menciptakan konflik-konflik dengan tindakan kekerasan (Azra, 1996; 184-185).

Dalam sejarah, Kahawarij merupakan akar munculnya radi-kalisme di kelompok Islam. kalangan Khawarij menyatakan orang yang di luar mereka adalah musyrik boleh dibunuh dan dihan-curkan (Azra, 1996; 185). Pandangan Khawarij ini memunculkan faksi-faksi dalam dunia Islam, maka muncul kelompok: Syi’ah, Murji’ah, Mu’tazilah, Maturidiyah, Asy’ariyah. Setiap kelompok ini memperkuat argumentasi mereka dengan Al-Qur’an. Namun, pada dasarnya, konflik-konflik yang terjadi antar faksi ini tidak terlepas dari persoalan politik, persoalan teologis hanyalah bumbu yang digunakan untuk memicu perang lebih dahsyat.

Konflik dalam Ilmu ManajemenKajian konflik di ilmu manajemen pada dasarnya menerapkan apa yang telah dibahas dalam Sosiologi khususnya. Tercatat bagaimana tokoh-tokoh Sosiologi seperti Karl Marx, Emile Durkheim, Max Weber, dan George Simmel banyak menggunakan teori mereka untuk menjelaskan konflik keorganisasian. Asal kata konflik, yaitu, ”configere”, ”conflictm” berarti benturan. Arti kata ini mengacu pada ketidaksesuaian, tabrakan, pertentangan, perkelahian, oposisi, antagonis (Kartono, 2012). Robbins menjelaskan konflik sebagai proses kemauan A untuk menggerakkan B yang tidak sesuai dengan keinginan A. Penjelasan Robbins ini berasal dari penjelasan Dahl soal politik.

Konflik ada ketika dua atau lebih orang memiliki tujuan yang tidak cocok, dan masing-masing pihak meyakini bahwa perilaku yang lain akan mencegah dirinya untuk mencapai tujuan. konflik sering berdampak negatif misalnya menurunnya kinerja, kepuasan kerja yang rendah, agresif, dan kecemasan. Konflik akan mengha-biskan banyak energi dan membuat banyak tidak efektivan (Pierce, 1989b) Situasi konflik merupakan sebuah situasi yang tidak normal akan dapat memunculkan kekerasan karena tidak dapat mengatasi kondisi kritis (Malik, 2017; 9). Hellriehel dan Slocum mengatakan konflik merupakan situasi ketidakcocokan tujuan, pengetahuan, emosi antar dua individu atau kelompok yang memunculkan oposisi dan antagonisme. Jones mengatakan konflik merupakan benturan ketika perilaku di suatu kelompok berbeda satu sama lain. Lewis Coser memaknai konflik sebagai sebuah perjuangan untuk status,

Page 143: PERILAKU ORGANISASI

127Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

kekuasaan, sumber daya dengan menghilangkan peran pesaing (Muhtar, 2010; 28). Definisi ini lebih dimaknai dalam perjuangan sosial politik.

Konflik dapat dimaknai sebagai perbedaan, benturan, ketidak-cocokan beragam aspek, mulai dari perilaku, tujuan, antara individu dan kelompok yang secara sadar berusaha untuk saling mengua-sai dan menang di atas pihak yang kalah. Terdapat fase pandan-gan mengenai konflik, yaitu pandangan lama dan pandangan baru. Pandangan lama menyatakan konflik merupakan buruk dan harus dihindari karena akan menghambat produktivitas. Sedangkan pandangan baru menyatakan konflik adalah hal wajar bahkan sebuah keharusan, tidak bisa dihindari, tapi harus dikelola.

Tabel 14. Pandangan terhadap Konflik

Pandangan Lama Pandangan BaruKonflik merusak prestasi, hindari Konflik dapat memunculkan kinerjaOrganisasi sehat tidak berkonflik Organisasi yang produktif menjad-

ikan konflik sebagai pemicu prestasiKonflik harus dihindari Konflik tidak dapat dipisahkan

dalam kehidupan organisasiKonflik dapat menghambat program

Konflik dapat memotivasi memecahkan masalah

Pendisiplinan perilaku organisasi Banyak faktor perilaku yang diper-lukan adalah antisipasi.

(Hendayat; 269)

Tabel di atas sangat jelas menampilkan perbedaan pandangan lama dan pandangan baru terkait konflik. Pandangan lama sangat mengkhawatirkan konflik, sementara pandangan baru mengha-dapi konflik dengan sikap wajar, bahwa konflik memang harus ada, namun bagaimana mengendalikan dan menjadikannya energi organisasi. Ada tiga pandangan terkait konflik, yaitu: Pandangan tradisional, Pandangan hubungan manusia, Pandangan interaksional (Rivai dan Mulyadi, 2010; 279). Konflik sering dikonotasi dengan hal yang negatif, namun sebenarnya konflik dapat berdampak positif dan negatif bagi organisasi (Brookins, 2019). Pandangan Tradisional mengatakan konflik adalah hal buruk, interaksional berpandangan konflik mutlak diperlukan, dan hubungan manusia menyadari konf-lik adalah konsekuensi dari interaksi manusia.

Page 144: PERILAKU ORGANISASI

128 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Tabel 15. Perbandingan Pandangan Konflik

Pandangan Tradisional

Pandangan Kontemporer

Pandangan Interaksional

Masalah utama

Dihindari Tidak mungkin dihindari

Dapat bermanfaat bagi produktivitas

Dampak pada Kinerja

Menurunkan kinerja

Kinerja tergantung pada kendali konflik

Konflik bisa mening-katkan kinerja dan bisa menurunkan kinerja

(Verma, 1998; 2)

Pandangan tradisional menyatakan bahwa konflik merupakan hal negatif dan sinonim dengan kerusuhan, penghancuran, dan irasionalitas, maka konflik harus dihindari. Pandangan tradisional muncul di tahun 1930 an dan 1940 an dari penelitian Hawthorne yang mengatakan bahwa konflik merupakan hal disfungsional karena buruknya komunikasi, kurangnya keterbukaan dan keper-cayaan antar orang dan kegagalan manajer untuk merespon kebu-tuhan dan aspirasi dari para pekerja mereka (Robbins, 2003; 164). Terakhir yaitu pandangan hubungan manusia yang menyatakan bahwa konflik merupakan alamiah terjadi dalam kelompok manu-sia dan organisasi. konflik tidak bisa dihilangkan, konflik merupa-kan fakta tentang keberadaannya, dan bisa saja konflik bermanfaat bagi kinerja organisasi. teori hubungan manusia ini muncul di akhir 1940 an sampai 1970 an (Robbins, 2003; 164).

Sedangkan pandangan interaksionis menyatakan konflik dapat diterima dan berupaya mendorong untuk menggunakan pendeka-tan penyelesaian konflik dengan bersikap harmonis, perdamaian. Konflik dipandang buruk atau baik tergantung dengan jenis konf-lik yang terjadi, dan juga perlu untuk melihatnya fungsional atau disfungsional (Robbins, 2003; 164).

Konflik dapat terjadi: antar anggota, bawahan dan pimpinan, pimpinan dengan pimpinan (Ernie; 290). Bisa juga dalam: diri pero-rangan anggota, antar perorangan, antar kelompok (divisi), antar organisasi ( Rivai, 2009; 549). Setidaknya konflik keorganisasian meli-puti: antar personal, prosedural, dan tugas (Liliweri, 2005; 265). Jika dilihat dari komponen, konflik meliputi: kepentingan, emosi, dan nilai (Rivai dan Mulyadi, 2003; 283). Tiga hal pokok konflik yaitu: konflik terbuka, saling memengaruhi pencapaian tujuan, dan secara sadar menghalangi pencapaian organisasi (Winardi, 2003; 276-277).

Page 145: PERILAKU ORGANISASI

129Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

Terdapat lima asumsi dasar konflik, yaitu:1. Konflik selalu ada dalam kehidupan manusia. Pada asumsi ini

bahwa yang bisa dilakukan manusia terhadap konflik adalah mengelolanya. Manusia dari awalnya memang dilahirkan berbeda, tidak ada manusia yang fisik, sifat, keahlian, keter-ampilan, intelektualnya sama.

2. Konflik ibaratkan sebuah panggung sandiwara. Maka ketika dibicarakan dalam konteks konflik, maka diperlukan uraian aktor-aktor yang terlibat konflik. Panggung dapat diidentikkan dengan kelompok etnis, agama, dan politik. Sedangkan skenario yaitu arah gerak dari tujuan yang ingin dicapai, wujudnya bisa berbentuk dominasi kelompok, status quo, ekonomi, dan kekua-saan.

3. Konflik memiliki bentuk paradoksal, bisa berdampak negatif akan hancurnya sebuah tatanan sosial, namun dapat mendorong terjadinya kretifitas yang mendorong perubahan.

4. Konflik sangat terkait dengan budaya, kepribadian sehingga memunculkan kontradiksi.

5. Konflik bisa diibaratkan ilalang kering yang sangat mudah disambar oleh api (Malik, 2017; 11-12).

Dilihat dari proses, konflik melalui tahap-tahap sebagai berikut: antisipasi, menyadari, pembicaraan berbeda, perdebatan terbuka, dan konflik terbuka (Smith, 1981). Dalam Encyclopedia of Professional Management dijelaskan bahwa konflik melalui tahap tidak nampak, kemudian konflik yang diketahui dan dialami, dan tahap perlawa-nan, dimana setiap pihak berkonflik mulai melakukan pertarungan dalam berbagai bentuk.

Sumber KonflikKonflik terjadi dalam enam kategori, sebagai berikut: persaingan akan sumber daya, kebutuhan akan kerja, ketidakjelasan tugas pokok dan fungsi, masalah status, kendala komunikasi, sifat indi-vidu (Wexley dan Yukl, 1992). Konflik juga terjadi dari: ketidak-seimbangan capaian, alokasi sumber daya yang tidak adil, ketidak-selarasan status, persepsi berbeda (Mohyi, 1999; 150). Konflik juga bisa bersumber dari tugas individu, lingkungan, struktur tugas. Tambahan lain mengenai sumber konflik yaitu: perbedaan individu, latar kebudayaan beragam, beda kepentingan, dan perubahan nilai.

Situasi-situasi yang menimbukkan konflik antara lain: ketidak sesuaian antar individu, batas kerja kabur, persaingan ketat merebut

Page 146: PERILAKU ORGANISASI

130 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

sumber daya, komunikasi yang buruk, keterkaitan tugas, kompleksi-tas organisasi, kebijakan yang tidak jelas, tugas di luar batas kemam-puan anggota, keputusan kolektif, harapan tidak tercapai, konflik yang tidak terselesaikan akan terus muncul (Filley, 1975; 9-12).

Banyak konflik keorganisasin terjadi karena terbawa persoalan antar individu yang merembet ke persoalan organisasi dan peker-jaan. Persoalan personal harus dihindari untuk dapat memicu perso-alan dalam organisasi, untuk itu diperlukan sikap kepemimpinan yang tanggap memahami akar konflik.

Di organisasi klasik, terdapat sumber konflik yang bersumber dari struktur sebagai berikut.1. Konflik hierarkis. Konflik yang terjadi di semua tingkatan organ-

isasi, seperti konflik antara manajer menengah dan supervisor, dewan rideksi dan manajer senior, supervisor dan karyawan.

2. Konflik fungsi. Konflik antara deoartemen fungsional organi-sasi, seperti departemen produksi dan departemen pemasaran.

3. Konflik personel lini. Konflik antara anggota dan sumber daya.4. Konflik antara formal dan informal. Konflik antara organisasi

formal dan informal (Sedarmayanti, 2009; 256).

Sumber-sumber konflik sebagai berikut:1. Konflik struktural. Konflik yang terjadi ketika sumber daya

tidak setara. Mereka yang berkuasa dan mereka yang memiliki kekuasaan formal mengadopsi kebijakan untuk memberikan lebih banyak kesempatan kepada pihak lain untuk mendapat-kan sumber daya melalui perilaku yang tidak adil.

2. Benturan kepentingan. Konflik yang disebabkan oleh persain-gan yang tidak pantas. Benturan kepentingan terjadi ketika satu pihak lebeih memenuhi kepentingan individu dan kelom-poknya, sementara di pihak lain merasa dirugikan. Benturan kepentingan terjadi karena masalah mendasar, seperti masalah uang, sumber daya material, dan waktu, masalah prosedur, sikap menghadapi masalah. Serta masalah psikologis, persepsi atau kepercayaan, keadilan dan rasa hormat.

3. Konflik nilai. Setiap anggota organisasi memiliki nilai yang dianggap berharga dan menjadi landasan dalam melakukan tindakan. Dalam konteks nilai-nilai ini, maka sangat mungkin seorang anggota akan memiliki nilai yang berbeda, sehingga berpeluang menciptakan konflik dan benturan antar nilai anggota antar anggota, kelompok dengan kelompok, dan akan menjadi semakin sulit ketika mengalami perbedaan dengan

Page 147: PERILAKU ORGANISASI

131Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

nilai organisasi.4. Konflik hubungan sosial psikologis. Dalam kehidupan sosial

pasti terjadi interaksi antar individu, antar kelompok, dan antar bangsa. Dalam proses interaksi sosial tersebut terdapat kecend-erungan untuk mempersepsikan pihak lain yang kemudian menjadi prasangka negatif yang kemudian akan memunculkan diskriminasi dan konflik.

5. Konflik data. Sebuah konflik yang terjadi karena minus infor-masi yang dibutuhkan dalam mengambil sebuah keputusan yang tepat, informasi tidak tepat, ketidaksepakatan tentang data yang relevan, menerjemahkan data yang berbeda. Konflik data terjadi karena pola komunikasi yang tidak baik, terutama jika komunikasi buruk terjadi pada pihak yang sedang berkonf-lik (Malik, 2017; 15-16).

Persoalan konflik keorganisasi sering berlangsung dalam struktur, misalnya konflik antar divisi. Ketika sebuah organisasi akan menjalankan sebuah program, misalnya memberikan pela-tihan kepada anggota tentu saja membutuhkan dana, yang memi-liki kaitan dengan divisi pembiayaan. Konflik akan terjadi ketika pendanaan kegiatan tidak diberikan kepada divisi lain yang sedang menjalankan program. Potensi besar terjadinya konflik antar divisi ini perlu di atasi dengan standard operating procedure yang menga-tur pola koordinasi dan kerjasama, sehingga tidak terjadi konflik kepentingan yang mengganggu kegiatan organisasi.

Konflik dan NegosiasiPerilaku individu dan kelompok akan pasti melahirkan konflik keorganisasian. Namun demikian, konflik merupakan sebuah kenis-cayaan yang tidak mungkin dapat dihindari, yang perlu dilakukan adalah bagaimana merumuskan resolusi konflik, konsensus, bahkan menjadikan konflik antar individu, antar divisi kerja justru dapat menjadi alat memotivasi untuk saling menampakkan kinerja baik bagi organisasi. Dalam kajian perilaku organisasi, konflik merupa-kan hal lumrah, seorang pemimpin organisasi tidak perlu takut dengan berbagai kepentingan yang memunculkan konflik.

Wexley menjelaskan cara mengatasi konflik dapat dilakukan melalui: menetapkan peraturan, mendesain struktur pembagian kerja yang adil, merancang system reward yang baik dan propor-sional, mediasi, melibatkan kelompok dalam perumusan kebija-kan, peningkatan keterampilan atasi konflik. Mohyi (1999; 155)

Page 148: PERILAKU ORGANISASI

132 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

menjelaskan konflik dapat dikurangi melalui: berbagi nilai positif antar divisi, adanya intensitas kontak sosial, menciptakan musuh bersama.

Konflik sering terjadi karena adanya persaingan antar kelom-pok dan divisi, sehingga memunculkan perasaan suka, tidak suka dan ketidaknyamanan. Dunhamm menawarkan sebuah proses penerimaan konflik, sebagaimana di tabel.

Tabel 16. Panduan Tahap Konflik

• Menyadari dan terima konflik sebagai hal normal bagi perkembangan organisasi.

• Konflik dipahami untuk menempa organisasi lebih kokoh.• Perlu dilakukan perbaikan interaksi individu dan kelompok.

(Pierce, 1989; 71)

Pemimpin organisasi dapat mengatasi konflik dengan cara sebagai berikut: Sabar menghadapi konflik, Membuka kanal komunikasi, Memposisikan pihak berkonflik di posisi berbeda, Menghindari keputusan emosional, Menghindari kekerasan hadapi konflik, Melakukan negosiasi, Melakukan konsiliasi dengan membawa pihak berkonflik ke perundingan, Mediasi dengan menggunakan pihak ketiga, Arbitrase dengan pihak ketiga dengan kesepakatan akan hasil runding, Peradilan, sebuah jalan intervensi hukum, Pemimpin menggunakan otoritasnya yang harus ditaati (Veithal Rivai, 2009; 555-556).

Dibutuhkan enam keahlian dalam mengatasi konflik, yaitu: memperbaiki ikatan mengingatkan kembali akan persaudaraan, pertemanan, mitra kerja; Kecakapan dialog, bahwa seorang pemi-mpin dengan intelektualisme dan retorikanya akan dapat memberi jalan tengah; Selesaikan masalah tidak dengan agresif; Mencari dan memahami akar konflik; Membangun sikap saling berempati; dan Membangun hubungan positif melalui komunikasi organisa-sional yang humanis (Jones dan George, 2003). Griffin menawarkan pendekatan sebagai berikut.

Page 149: PERILAKU ORGANISASI

133Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

Tabel 17. Pendekatan dalam Manajemen Konflik

Pendekatan dalam Manajemen Konflik Program yang dijalankan

Rangsangan konflik • Intensitas antar kompetisi antar individu.• Melibatkan eksternal ke bagian yang berkonf-

lik.• Merubah peraturan.

Kendali Konflik • Memperbanyak sumber daya organisasi• Memperbaiki koordinasi• Tentukan tujuan bersama• Kebiasaan baru dalam kerja

Resolusi Konflik • Menjauhi sumber konflik• Intervensi ke kelompok berkonflik• Menerima keinginan pihak berkonflik

(Griffin, 2000)

Dari tabel di atas, Nampak bahwa Griffin lebih menginginkan konflik harus dikelola agar tidak mematikan produktivitas. Namun demikian pemimpin organisasi juga harus menyadari bahwa konflik membutuhkan seni untuk mengatasinya, maka: pengalaman pemi-mpin dalam mengatasi konflik akan mendukung resolusi konflik, memahami medan konflik, memiliki pandangan futuristik, bersikap sistematik dan menawarkan pendekatan fifty-fifty solution (Winardi, 2003). Tabel berikut dapat menjadi gambaran cara penyelesaian konflik.

Tabel 18. Tindakan Penyelesaian Konflik

Penghindaran: Anda dan Saya sama-sama tidak mendapatkan yang diinginkan.

Kalah - Kalah

Akomodasi: Saya puas kebutuhan anda saya bayar. Hilang dan Menang

Persaingan: Saya puas kebutuhan saya anda bayar. KompromiKompromi: “Saya berikan beberapa kebutuhanmu untuk diberi kepada saya

½ Menang ½ Menang

Kerja sama: “Kami menemukan cara baru untuk memenuhi kebutuhan kita”

Menang Menang

Terdapat lima resolusi konflik, tergantung pemimpin organisasi

untuk memilih resolusi yang paling tepat. Namun idealnya, tentu

Page 150: PERILAKU ORGANISASI

134 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

saja resolusi konflik, ”menang-menang” adalah pilihan tepat untuk mengatasi konflik internal organisasi, sehingga organisasi dapat kembali kondusif dalam menjalankan program kerja mencapai visi dan misi organisasi.

Negosiasi dilakukan untuk mengatasi persoalan konflik, nego-siasi terjadi ketika dua atau lebih orang yang berusaha untuk setuju pada perubahan atas masalah yang mereka hadapi, misal-nya masalah antar buruh dan perusahaan. Dalam negosiasi dapat dilakukan strategi sebagai berikut: 1) tawar menawar distributif, yaitu tawar menawar yang manampakkan siapa mendapatkan apa, dimana satu pihak berupaya untuk membuat seseorang setuju terh-adap apa yang diinginkannya; 2) Tawar menawar integratif, yaitu proses tawar menawar yang berupaya membangun kerja sama untuk jangka panjang, artinya terdapat upaya untuk menghasil-kan perundingan yang saling menguntungkan (Robbins, 2003; 173). (Dominica R. Lorbes, 2007)

Resolusi KonflikResolusi konflik merupakan mekanisme, metode, dan kondisi antar rival untuk menyelesaikan konflik secara damai dengan proses nego-siasi , tawar menawar, mediasi, dan arbitrase yang kadang meng-hasilkan kesepakatan dan diterima sebagai solusi (Bar-Siman-Tov, 2004)Resolusi konflik untuk mengatasi hal yang sangat berbeda di kelompok orang. Dalam perspektif ahli strategi militer merupakan sebuah upaya untuk mencegah konfrontasi dan serangan. Dalam perspektif pengacara yaitu usaha di pengadilan yang didasarkan norma dan argumen legal. Bagi negosiator industri, resolusi konflik merupakan tawar menawar terhadap penyelesaian masalah (Burton, 1990; 2). Berdasarkan ragam perspektif, Burton menyimpulkan bahwa resolusi konflik merupakan metode analitis dalam mencari akar masalah dengan perspektif mencari solusi terhadap masalah.

Resolusi konflik sangat tergantung dengan kemampuan kesuk-sesan manajemen dalam mengelola konflik dengan melakukan komunikasi yang efektif dan memahami persoalan (Dana, 2001). Resolusi konflik dapat dilakukan dengan cara mengidentifikasi konf-lik, melakukan komunikasi secara efektif, mendengar satu sama lain, memperlihatkan keinginan untuk menyelesaikan masalah, dan menampakkan pemikiran yang terbuka (Murerwa & Guantai, 2019). Banyak resolusi konflik yang sukses selalu memiliki orien-tasi metode mencari solusi dan pendekatan kecerdasan emosional. Lebih lanjut Pierce mengatakan dalam menyelesaikan konflik tidak

Page 151: PERILAKU ORGANISASI

135Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

terdapat strategi yang benar-benar tepat, oleh sebab itu harus meng-gunakan beragam pendekatan.

Dari penjelasan teori-teori terkait resolusi konflik ini diperoleh sebuah gambaran bahwa resolusi konflik dilakukan ketika dua orang atau lebih, individu antar individu, kelompok antar kelompok, dan organisasi antar organisasi yang menghadapi perbedaan pendapat, persoalan, konflik duduk bersama dengan tujuan untuk mencari sebuah kesepakatan untuk mendapatkan solusi terhadap masalah yang sedang dihadapi mereka. Biasanya resolusi konflik dapat dica-pai ketika setiap pihak mendapatkan rasa keadilan bahwa persoalan telah diselesaikan dengan mendapatkan keinginan masing-masing, walau tidak seutuhnya dapat dicapai, ini dikenal dengan sebutan win-win solution.

Ketika dalam resolusi konflik, maka harus win-win solution tidak ada pihak yang dirugikan sebagaimana dalam Surat al-Huju-rat: 9. Sementara dalam Surat An-Nisaa’: 65 dijelaskan bahwa untuk menyelesaikan sebuah perkara maka proses pengadilan diputuskan oleh pemimpin adil. Resolusi konflik dapat juga dilakukan dengan ihsan, musyawarah, tabayun, silaturahim, ishlah, hakamm dan ukhu-wah. Dalam resolusi konflik, kedua belah pihak harus benar-benar terbuka dan menghargai untuk mencari titik temu, sebagaimana digambarkan dalam Surat Al-Mujadilah: 11.

Kata rekonsiliasi merupakan terminologi baru yang digunakan dalam konteks transisi politik dari rezim otoriter menuju pemerin-tahan demokratis, seperti di wilayah Afrika, Eropa Timur, dan Asia Tenggara. Perubahan politik ini disebut juga sebagai keadilan tran-sisi, yaitu rekonsiliasi diartikan sebagai suatu tahap untuk menutup masa lalu yang menyakitkan yang diakibatkan oleh pelanggaran hak azazi manusia yang telah dibuat oleh rezin penguasa terdahulu. Konflik lebih digunakan untuk menyelesaikan konflik kekerasan internal atau perang sipil daripada konflik internasional.

Malik (2017; 55) menjelaskan bahwa tujuan resolusi konflik, yaitu:1. Resolusi konflik antara pihak yang sedang berkonflik harus

memenuhi kebutuhan mendasar dan merupakan aspirasi semua pihak.

2. Adanya saling menerima dan menghormati di antara pihak yang berkonflik.

3. Berkembangnya rasa aman dan martabat dari setiap kelompok.4. Terwujudnya kerja sama secara nyata di antara pihak berkonflik.

Page 152: PERILAKU ORGANISASI

136 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

5. Institusionalisasi dari mekanisme resolusi konflik. Tujuan ini akan menciptakan rasa kemanusiaan, moralitas terhadap perda-maian, tanggung jawab bersama, adanya pola untuk bekerja sama.

C. RINGKASAN Konflik merupakan sebuah keniscayaan ketika terjadi interaksi indi-vidu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Akan terdapat perbedaan budaya, kepentingan, dan persoalan sumber daya yang akan memunculkan konfli keor-ganisasian. Dalam ilmu perilaku organisasi, konflik dipandang sebagai sebuah dinamika organisasi yang tidak perlu dihindari sebagaimana menjadi pandangan lama yang berupaya menghindari konflik. Konflik dalam level dan dikelola dengan strategi tertentu justru akan dapat meningkatkan produktivitas organisasi, dan ini memerlukan sebuah keahlian dalam manajemen konflik. Dalam al-Qur’an telah digambarkan bagaimana ketika penciptaan Adam telah melahirkan sebuah konflik, dimana Iblis menolak atas pencip-taan manusia, karena merasa lebih mulia, bahkan dalam tafsir Ibnu Katsir digambarkan bahwa Iblis merasa terancam akan kehadiran Adam akan mengancam eksistensi dirinya. Peristiwa konflik yang bersifat lebih ekstrim dapat juga dilihat dalam peritiwa konflik antara Habil dan Qabil yang dalam sejarah merupakan peristiwa pembunuhan manusia untuk pertama kali. Sedangkan dalam seja-rah Islam juga bisa dilihat bagaimana kepemimpinan politik pasca Nabi selalu diwarnai dengan beragam konflik antar umat Islam.

D. PERTANYAAN UNTUK EVALUASI DAN DISKUSI1. Jelaskan definisi konflik dalam Islam !2. Uraikan konsep konflik dalam ilmu manajemen !3. Jelaskan pemahaman anda terhadap sumber-sumber terjadinya

konflik !4. Berikan deskripsi singkat mengenai konflik dan negosiasi !

Page 153: PERILAKU ORGANISASI

137Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

BAB 11KEPEMIMPINAN DAN PENGELOLAAN ORGANISASI

Tujuan Pembelajaran:1. Mengetahui dan memahami hakikat pemimpin.2. Mengetahui dan memahami pemimpin dan kepemimpinan

menurut filsuf Islam.3. Mengetahui dan memahami nabi Muhammad SAW sebagai

model pemimpin dan kepemimpinan.

Kompetensi yang diharapkan:1. Mahasiswa mampu menjelaskan hakikat pemimpin.2. Mahasiswa mampu menjelaskan pemimpin dan kepemimpinan

menurut filsuf Islam.3. Mahasiswa mampu menjelaskan nabi Muhammad SAW

sebagai model pemimpin dan kepemimpinan.

A. PENDAHULUANDalam konsep perilaku organisasi, peran pemimpin tidak bisa diabaikan dan harus menjadi satu pembahasan. Dalam bab ini, penulis lebih menekankan bagaimana konsep kepemimpinan dalam Islam sehingga dapat diterapkan dalam isu perilaku organisasi. Kepemimpinan merupakan sebuah seni, oleh sebab itu terdapat pandangan yang mengatakan bahwa sebuah kepemimpinan merupakan bakat genetika. Namun juga terdapat pandangan bahwa kepemimpinan bisa didapat dengan proses belajar dan lati-han. Dalam studi manajemen, studi kepemimpinan seakan menjadi isu utama yang menjadi poros sukses atau tidaknya sebuah organi-sasi. Pemimpin dan kepemimpinan organisasi sering dinilai sebagai sentrum sebuah aktivitas manajemen. Kepemimpinan merupakan sebuah kemampuan untuk mempengaruhi grup menuju pencapa-ian tujuan organisasi. sumber dari pengaruh kepemimpinan bisa

Page 154: PERILAKU ORGANISASI

138 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

bersifat formal, misalnya dengan menempati sebuah posisi strat-egis di organisasi (Robbins, 2003). Di dalam ajaran Islam, konsep kepemimpinan sangat penting, sehingga dalam sebuah hadis dian-jurkan ketika dalam sebuah kelompok sudah lebih dari satu orang untuk memiliki seorang pemimpin.

B. PEMBAHASANHakikat Pemimpin Siyasah

Dalam konsep Islam terdapat “siyasah” yang dapat dimaknai sebagai kegiatan mengatur, mengendalikan serta mengambil kepu-tusan. Oleh sebab itu dengan konsep siyasah maka terjadi aktivi-tas pemerintahan dengan segala aktivitas manajerial (Djauli, 2003; 26). Dalam sebuah hadis, dikatakan bahwa Bani Israil dipimpin dan dikendalikan oleh para Nab (H.R. Muslim). Di dalam konsep siya-sah dikatakan bahwa sebuah tujuan dapat diwujudkan ketika ada kegiatan pengendalian, dan dengan siyasah pula manusia dapat menghindari dari keburukan (Al-Jauziyah, tt). Sedangkan di dalam al-Qur’an konsep siyasah bisa dilihat dalam surat an-Nisa: 58-59 yang oleh at-Thabari dijelaskan ayat ini membicarakan menge-nai pemimpin kaum Muslim dan pemimpin yang baik yaitu yang menjalankan amanat (Ath-Thabari, 2008; 245). Seorang pemimpin harus berbuat adil dalam berbagai aspek.

Imamah dan KhalifahDi dalam sejarah politik Islam dikenal sebuah konsep kepemi-

mpinan imamah yang melanjutkan dan menjalankan tugas yang pernah dilakukan oleh para Nabi (Al-Mawardy, tt). Namun demikian konsep kepemimpinan imamah lebih identik dengan kalangan Syi’ah(Muthahari, 2001). Sosiolog Muslim, Ibnu Khaldun mengatakan konsep Imamah hampir mirip dengan Imamah yang akan membawa pemerintahan secara dunia dan akhirat (Musa; tt). Dalam al-Qura’an konsep khilafah lebih mendekati sebagai keseluruhan fungsi manusia daripada sebuah kepemimpinan poli-tik, sebagaimana dapat ditemukan dalam : Al-Baqarah (30); Shad: 26; Al-An’am: 165; Yunus: 14; Faathir: 14; Al-A’raf: 69 dan 74; An-Naml: 62 (Djauli, 2003; 58). Masa Abu Bakar, ia menolak disebut sebagai khalifatullah namun lebih memilih konsep khalifatu Rasulilah (Musa; tt).

Page 155: PERILAKU ORGANISASI

139Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

Hakikat Kekuasaan PemimpinDalam al-Qur’an setidaknya tedapat 210 kata terkait al-hukm

(Al-Mawardy; tt). Dengan konsep al-hukm seseorang dapat memu-tuskan sebuah perkara (Mustafa, tt). Di Indonesia kemudian berkem-bang menjadi hukum, yang bisa dijalankan oleh sebuah kekuatan politik.

Kemudian di dalam al-Qur’an juga terdapat konsep al-mulk secara utuh bisa dilihat dalam al-Baqarah: 247 yang mengisyaratkan kekuasaan lebih dari sekedar makna sempit sebuah kekuasaan poli-tik (Salim; 166). Dalam surat an-Nisaa’: 58-59 dikenal dalam Islam konsep ulil amri, yang di dalamnya mengandung pesan amanat (Thabari, 2008). Oleh al-Maraghi dijelaskan bahwa dalam amanat dapat dijelaskan terkait tanggung jawab kepada Allah, manusia sesama manusia, dan manusia dengan dirinya ( Mustafa; tt).

Thariq Suwaidan (2005; 10) mengatakan seorang dapat dika-takan pemimpin jika terdapat tujuan apa untuk menggerakkan manusia; adanya manusia yang berkumpul, dan bagaimana meng-arahkan manusia-manusia tersebut. Secara sederhana dapat dika-takan bahwa pemimpin merupakan orang yang dapat mempen-garuhi.

Pemimpin dan Kepemimpinan menurut Filsuf IslamAl-Mawardi

Syarat menjadi pemimpin menurut al-Mawardi yaitu: bisa dipercaya, terhindar dari perkara haram, menghindari dosa, berilmu agar dapat menyelesaikan persoalan, menjaga harga diri, memiliki kesehatan pancaindera, tabah menjalankan tugas, dan merupakan keturunan Qurais (Al-Mawardy, tt; 6). Al-Mawardi juga membuat sistem pendelegasian tugas, dengan adanya menteri, gubernur, hakim, pengurus pajak dan sedekah (Al-Mawardy, 1973). Konsep kepemimpinan suni al-Mawardi, bahwa seorang pemimpin harus dapat menjamin kesejahteraan masyarakat umum serta harus dapat menjaga agama (Black, 2006; 178).

Al-FarabiAl-Farabi dalam kitab “al-Madinah al-Fadhilah” mengatakan

bahwa seorang pemimpin atau penguasa merupakan seorang imam, sehingga dibutuhkan ilmu pengetahuan yang kompleks (Yamani, 2002; 51). Oleh sebab itu, seorang pemimpin harus tidak memi-liki kelemahan, berbadan sempurna, memiliki ingatan yang baik,

Page 156: PERILAKU ORGANISASI

140 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

cerdas, mencintai kebenaran, tidak memiliki nafsu terhadap duni-awi yang besar, memiliki kepercayaan diri, tidak menyukai penin-dasan, bersemangat dalam menajalankan kewajiban dan tugasnya (Tahqiq, 2004; 11). Corak kepemimpinan al-Farabi lebih mendekati konsep kepemimpinan imamah sebagaimana diyakini oleh kalan-gan Syi’ah.

al-GhazaliBagi al-Ghazali Tuhan adalah pemilik kekuasaan seutuhnya,

kemudian memilih Nabi dan Raja untuk menjalankan peran kekua-saan. Al-Ghazali memposisikan seorang pemimpin sangat penting dalam mengelola kehidupan manusia, bahkan pandangan kontro-versial al-Ghazali bahwa jika terdapat seorang pemimpin yang powerful dan otoriter dengan segala kekuatan yang ia miliki, sebai-knya tidak perlu dilawan karena akan benayak memakan korban.

Ibnu TaimiyahSebagaimana dikemukakan oleh al-Ghazali, Ibnu Taimiyah juga

mendorong rakyat untuk mematuhi seorang pemimpin, karena seorang pemimpin memiliki kehendak untuk mensejahterakan rakyatnya (Hidayat, 2001; 92). Jika tanpa seorang pemimpin, maka akan sulit untuk mewujudkan sebuah kesejahteraan, oleh sebab itu dibutuhkan ketaatan agar dapat mewujudkannya (Khan, 2002; 93). Ibnu Taimiyah lebih menyukai konsep kepemimpinan Khalifah an Nubuwah yaitu sebuah sistem kekhalifahan kenabian yang dipatuhi sebagai utusan Allah. Oleh sebab itu bagi Ibnu Taimiyah untuk menjadi seorang pemimpin harus berasal dari suku Qurais, diang-kat oleh Muslim, bersumpah kepada kalangan Muslim serta dapat bertindak adil (Khan, 2002; 93).

Ibnu KhaldunIbnu Khaldun dikenal sebagai seorang Sosiolog Muslim banyak

mengamati dan mencatat persoalan sosiologi kepemimpinan. Dalam pandangan Ibnu Khaldun untuk menjadi seorang pemimpin dibu-tuhkan kekuatan dan pengaruh penuh (supremasi). Oleh sebab itu diperlukan sebuah sistem fanatisme orang yang dipimpin dengan cara memilih pemimpin yang berasal dari kelompoknya, jika dipi-lih dari kelompok lain dikhawatirkan akan memunculkan banyak resistensi (Hidayat, 2001; 97). Konsep ashabiyah Ibnu Khaldun dalam menentukan seorang pemimpin bisa berasal dari keturunan. Namun demikian konsep Ibnu Khaldun ini juga akan memunculkan

Page 157: PERILAKU ORGANISASI

141Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

resistensi dari kelompok lain yang juga ingin memunculkan pemi-mpin dari kelompoknya sendiri, hal ini dapat memunculkan disin-tegrasi dan konflik sosial.

Nabi Muhammad SAW Nabi Muhammad merupakan sosok pemimpin ideal yang dapat menjadi model kepemimpinan di lembaga masyarakat Muslim. Dalam sosok Nabi terdapat prinsip Visioner, Passion, Integrity, Trust, Curiosity, dan Courage yang dibutuhkan oleh seorang pemimpin (Zainal, dan Kamal, 2014; 82). Terdapat faktor-faktor efektifitas kepemimpinan sebagai berikut:1. Kepribadian. Pengalaman hidup seorang pemimpin akan

mempengaruhi gaya dan seni dalam mengelola organisasi.2. Pengharapan atasan. Pemimpin yang memiliki orientasi pada

capaian kinerja bawahan.3. Karakteristik. Ketika bawahan memiliki keahlian dan kecaka-

pan kerja, maka pemimpin akan semakin kurang memberikan arahan.

4. Kebutuhan tugas. Terdapat tugas-tugas dan karakteristik peker-jaan yang memang membutuhkan arahan dari pimpinan.

5. Kebijakan organisasi. Pengaruh yang dijalankan dengan menge-luarkan kebijakan-kebijakan organisasi (Fatah, 2008; 99)

Gaya KepemimpinanKepemimpinan dipandang sebagai kombinasi ciri-ciri kepriba-dian, seperti kepercayaan diri, kepedulian terhadap orang, kecer-dasan, dan ketergantungan. Pride (2014; 277) menjelaskan tiga gaya kepemimpinan: otokratis, partisipatif, dan kewirausahaan, berikut penjelasannya.1. Kepemimpinan otokratis. Sangat berorientasi tugas, keputusan

diambil dengan penuh percaya diri, dengan sedikit kekhawa-tiran tentang pendapat anggota. Anggota diberitahu apa yang diharapkan dari mereka dan diberikan panduan khusus, aturan, dan peraturan tentang cara mencapai tugas-tugas.

2. Kepemimpinan partisipatif. Seorang pemimpin yang partisipa-tif, akan cenderung lebih mudah menjalankan tugas keorganisa-sian. Karena telah menjalankan prinsip konsultatif, konsensus, dan demokratis. Ketika sebuah kebijakan telah melalui proses konsultasi dan penyerapan aspirasi dan lebih demokratis, maka anggota akan dengan senang hati menjalankan tugas dan peran di organisasi.

Page 158: PERILAKU ORGANISASI

142 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

3. Kepemimpinan entrepreneurship. Kepemimpinan entrepre-neurship akan lebih menampilkan karakter kreatif, inovatif, dan dapat memberikan motivasi agar dapat berbuat lebih baik dan produktif bagi organisasi.

Ketiga gaya kepemimpinan yang dikemukakan oleh Pride dan kawan-kawan di atas tentunya terdapat kelebihan dan kekurangan. Pakar manajemen lebih banyak merekomendasikan bahwa gaya kepmimpinan situasional lebeh tepat, tergantung suasana interaksi anggota, karakteristik pekerjaan, dan kepribadian manajer. Namun demikian Pride memberikan saran-saran kepemimpinan yang berhasil sebagai berikut.1. Melakukan perkataan, dan membuat tindakan konsisten dengan

kata-kata.2. Jujur, bersikap adil, penuh hormat, dan percaya diri.3. Menampilkan visi dan nilai yang layak untuk diikuti.4. Anggota dapat berbuat salah begitu juga seorang pemimpin,

akuilah kesalah pada bawahan dan belajar dari anggota.5. Bersikap terbuka terhadap apa yang ditawarkan oleh orang lain,

ajukan pertanyaan kepada rekan kerja.6. Mengenali kelemahan diri, sehingga dapat membangun tim

untuk menutupinya.7. Membanto anggota melakukan yang terbaik dengan mendorong

mereka tumbuh dan belajar.8. Tidak pernah menyalahkan siapa pun di muka umum, kecuali

diri Anda sendiri.9. Bersikap positif dan harapkan sikap yang sama dari anggota

organisasi. karena sikap negatif hanya akan menjatuhkan diri anda.

10. Melibatkan orang-orang dalam keputusan, khususnya keputu-san yang berhubungan dengan perubahan.

11. Terbuka terhadap cara-cara baru dalam bekerja, menerima perubahan yang merupakan keniscayaan.

12. Mengakui dan merayakan kesuksesan individual dan tim, baik yang besar maupun yang tidak besar.

13. Menerima dan mendapatkan manfaat dari keragaman.14. Memberdayakan anggota organisasi, anggota akan merasa

mempunyai harga diri, tanggung jawab, dan akuntabilitas yang lebih besar.

15. Bersikap serius terhadap pekerjaan, tetapi tidak terhadap diri Anda sendiri (Pride, 2014; 278).

Page 159: PERILAKU ORGANISASI

143Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

Pentingnya KepemimpinanKepemimpinan merupakan praktik keseharian manusia, namun kepemimpinan hanya dapat nampak di sebuah komunitas (Rashid et al., 2016). Kompetensi kepemimpinan sangat penting bagi seorang pemimpin organisasi agar dapat menjamin kinerja (Thapa, 2017). Kepemimpinan sangat penting untuk memperkuat personil yang berada di barisan depan organisasi, dan untuk mendukukung kesuk-sesan organisasi mencapai visi NGO. Dalam pendekatan modern bahwa sebuah kepemimpinan dapat diperoleh dengan pelatihan, bukan dengan kharisma personal. Kemampuan untuk melakukan perubahan, dan menjalankan organisasi secara efektif dan efisien, maka sangat penting dilakukan sebuah pelatihan untuk meningkat-kan pengetahuan dan keahlian kepemimpinan. Di dalam kepemi-mpinan efektif membutuhkan sebuah praktik, atau dikenal dengan istilah belajar dari lapangan. Artinya, sebuah kepemimpinan tidak bisa dipelajari secara teoritik, harus seimbang antara pelatihan dan praktik di organisasi (Hartzell & Gilbert, 2018).

Sebuah kepemimpinan sangat penting ketika organisasi sedang menjalankan sebuah agenda trensformasi, peran kepemimpinan dapat berupa memberi informasi, komunikasi, keterlibatan dan dukungan terhadap sebuah tindakan yang mengarah pada kema-juan organisasi (Holten et al., 2020)communicating, involving and supporting. Pelatihan kepemimpinan bukan hanya untuk seorang manajer, namun juga penting bagi personil (Bozyigit, 2019). Di dunia kedokteran misalnya mata kuliah dan pelatihan kepemimpinan wajid ditempuh di dalam studi kedokteran agar mereka dapat menghadapi berbagai dinamika dalam menjalankan profesi (Till et al., 2020). Kepemimpinan akan dapat mengatasi stres, tekanan, dan kurangnya produktivitas, kepemimpinan juga dapat membuat kohesi organisasi dengan adanya kerja tim. Sedangkan bagi seorang manajer, kepemimpinan akan dapat memberikan cara berpikir yang berbeda, dan untuk kepemimpinan dapat dicapai dengan adanya pelatihan kepemimpinan.

Kepemimpinan partisipatif, keterlibatan dan kratif merupa-kan sebuah kunci sukses dalam meujudkan inovasi organisasi (Brodtkorb et al., 2019)Kepemimpinan inovatif sangat penting bagi sebuah organisasi, karena akan dapat menumbuhkan tindakan strategis bagi organisasi menghadapi dinamika eksternal internal. Kepemimpinan inovatif sangat penting bagi sebuah kinerja organi-sasi dan membangun sistem adaptif organisasi (Carmeli et al., 2010).

Page 160: PERILAKU ORGANISASI

144 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Sebuah kepemimpinan yang sifatnya mendukung personil akan dapat mengatasi stres personil dan membangkitkan komitmen kerja di organisasi (Suriawaty Bahkia et al., 2020)together with workload and pressure, has resulted in severe occupational stress among the workers; consequently, it would translate into poor work commit-ment.\r Methodology: The random sample was obtained from the sampling frame, which consists of employees of the sewerage oper-ation company in Malaysia, namely, Indah water Konsortium (IWK.

Tenuan-temuan penelitian di atas menampilkan bahwa kepemimpinan sangat menentukan kinerja dan kesuksesan organ-isasi. kepemimpinan mempengaruhi banyak aspek, mulai dari budaya organisasi, komitmen kerja, kepuasan kerja, inovasi organisasi, hingga menjalankan agenda perubahan di organisasi. Kepemimpinan dapat dipelajari dan dilatih melalui proses pendi-dikan dan pelatihan, dan konsep kepemimpinan tidak hanya diberi-kan kepada manajer namun diberikan juga kepada seluruh personil sesuai dengan porsi masing-masing, sehingga dapat mendukung kerja di organisasi. Dengan kepemimpinan maka setiap personil akan menyadari peran, tugas dan keberadaan dirinya di organisasi, sehingga apa yang disampaikan dalam hadis bahwa setiap individu merupakan seorang pemimpin dapat dijalankan dalam kehidupan organisasi.

C. RINGKASAN Konsep kepemimpinan dalam Islam sangat jelas dapat dilihat dalam al-Qur’an, Hadis, Tarikh Nabawiyah, dan sejarah sosial Islam. kepemimpinan ideal sebagaimana di dalam al-Qur’an dapat dilihat dalam sosok Rasulullah SAW. Nabi Muhammad SAW merupakan seorang ahli manajemen, ahli strategi, negarawan yang mengutamakan prinsip humanis, sehingga prinsip kepemimpinan “seni menggerakkan orang” dapat dengan mudah dilakukan oleh Rasulullah SAW. Kepemimpinan ideal Rasulullah sebaiknya dibaca kembali oleh para manajer, sehingga dapat membangun perilaku organisasi yang sehat. Namun demikian konsep-konsep kepemi-mpinan yang didasarkan riset-riset dunia Barat tetap dijadikan ruju-kan karena merupakan temuan empiris yang dapat memperkaya konsep dan panduan praktis dalam menjalankan kepemimpinan di organisasi.

Page 161: PERILAKU ORGANISASI

145Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

D. PERTANYAAN UNTUK EVALUASI DAN DISKUSI 1. Berikan penjelasan dari hakikat seorang pemimpin !2. Deskripsikan tentang pemimpin dan kepemimpinan menurut

filsuf Islam !3. Bagaimana pandangan Barat dan pandangan anda terkait nabi

Muhammad saw sebagai model pemimpin dan kepemimpinan?

Page 162: PERILAKU ORGANISASI

146 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Page 163: PERILAKU ORGANISASI

147Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

BAB 12KEKUASAAN DAN POLITIK ORGANISASI

Tujuan Pembelajaran:1. Mengetahui dan memahami kekuasaan dan politik organisasi

dalam Islam.2. Mengetahui dan memahami kepemimpinan, kekuasaan dan

politik.3. Mengetahui dan memahami kekuasaan dan politik.4. Mengetahui dan memahami sumber kekuasaan.5. Mengetahui dan memahami politik organisasi.6. Mengetahui dan memahami kasus kepemimpinan.

Kompetensi yang diharapkan:1. Mahasiswa mampu menjelaskan kekuasaan dan politik organi-

sasi dalam Islam.2. Mahasiswa mampu menjelaskan kepemimpinan, kekuasaan

dan politik.3. Mahasiswa mampu menjelaskan kekuasaan dan politik.4. Mahasiswa mampu menjelaskan sumber kekuasaan.5. Mahasiswa mampu menjelaskan politik organisasi.6. Mahasiswa mampu menjelaskan kasus kepemimpinan.

A. PENDAHULUAN Kekuasaan merupakan salah satu tema pembahasan penting dalam kajian perilaku organisasi. Melalui kekuasaan sebuah perilaku bisa dibentuk apakah secara kultural maupun secara paksaan. Orang yang memiliki kekuasaan disebut sebagai penguasa, dalam sebuah organisasi dinamakan sebagai pemimpin orang yang memiliki otor-itas sekaligus tanggung jawab terhadap organisasi. Dalam kontek perilaku organisasi, dalam studi kekuasaan sangat erat dengan tindakan-tindakan politis, dimana setiap individu dan kelompok

Page 164: PERILAKU ORGANISASI

148 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

memiliki kepentingan terhadap kekuasaan. Dengan sebuah kekua-saan maka sebuah program atau kebijakan dapat dibuat dan dijalankan sesuai dengan narasi seorang penguasa akan dibawa kemana organisasi. Dalam bahasan ini akan dibahas bagaimana organisasi sebagai kumpulan individu akan terjadi tindakan-tin-dakan yang bernuansa politik, oleh sebab itu diperlukan sebuah strategi bagaimana perilaku politis individu dan kelompok tidak merusak produktivitas organisasi.

B. PEMBAHASAN Kekuasaan dan Politik Organisasi dalam Islam Dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa’: 58 tergambar bagaimana proses Nabi Yusuf menduduki sebuah kekuasaan strategis melalui cara penawaran diri kemudian diberikan kesempatan karena raja yang mempercayai Yusuf merupakan individu yang tepat sebuah posisi yang mengelola persoalan keuangan. Dalam konteks al-Qur’an, peristiwa Yusuf ini untuk menjadi seorang penguasa seseorang boleh menawarkan diri selama ia memiliki kompetensi.

Yusuf dengan kompetensinya dapat menakwilkan maksud arti mimpi sang raja, sehingga ia mendapatkan tempat strategis untuk membantu raja (Katsir, 2006; 645). Yusuf memiliki kekuasaan di wilayah Mesir dan dapat menjalankan otoritasnya, dan ini dapat dilihat ketika Yusuf membantu keluarganya yang pernah meny-ia-nyiakan dirinya. Kebijaksanaan seorang penguasa seperti Yusuf ini membuat ia mendapatkan kemuliaan dari Allah (Katsir, 2006; 647).

Sebuah peristiwa lain mengenai kekuasaan dapat dilihat dalam Surat an-Naml: 32-35 yang menggambarkan bagaimana Ratu Balqis melibatkan para pejabat untuk bermusyawarah menyikapi surat dari Nabi Sulaiman. Para pembantunya memberikan kepu-tusan sepenuhnya kepada Ratu Balqis sebagai seorang penguasa. Kemudian Ratu Balqis memutuskan jalan damai dengan segala konsekwensinya yaitu membayar upeti(Katsir, 2006; 673-676).

Peristiwa terkait kekuasaan lainnya dapat ditemukan dalam Surat al-Baqarah: 247 yang menceritakan tentang raja Thalut yang mengalami tindakan resistensi dari rakyatnya sendiri. Hal ini mencerminkan bahwa di dalam sebuah organisasi merupakan hal wajar jika terjadi tindakan menolak atau mungkin pembangkana-gan.

Page 165: PERILAKU ORGANISASI

149Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

Kepemimpinan, Kekuasaan dan PolitikDalam ilmu politik, konsep kekuasaan merupakan yang paling banyak dibahas, bahkan kekuasaan itu sendiri sering diidentikkkan dengan politik (Budiardjo, 2010; 59). Budiardjo mengurai penjela-san kekuasaan dengan penjelasan beberapa ilmuan, sebagai berikut. Weber, sebuh kekuasaan merupakan tindakan ingin mewujudkan keinginan walupun dalam praktiknya terdapat sebuah penentan-gan. Laswell mengatakan dengan kekuasaan maka perilaku anggota dapat ditetapkan. Sementara Goodwin beragumen bahwa melalui kekuasaan maka akan dapat memaksa anggota mau atau tidak untuk melakukan tindakan.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa kepemimpinan merupakan seni menggerakkan orang lain untuk mewujudkan tujuan organisasi. Namun demikian terdapat perdebatan dalam ilmu manajemen bahwa seorang manajer bukanlah seorang pemi-mpin. Seorang pemimpin dapat muncul secara informal walau ia tidak diangkat di dalam struktur.

Sering dimaknai, persoalan kepemimpinan tidak terlepas dari kekuasaan, sehingga dalam setiap organisasi akan menjadikan persoalan ini menjadi berbagai penyebab maju atau mundurnya organisasi. Dalam meraih kekuasaan untuk menjalankan kepemi-mpinan di organisasi maka diperlukan sebuah strategi dan taktik, yang kemudian dikenal dengan politik. Oleh Robert Dahl dikatakan bahwa politik sebagai usaha A yang berkuasa atas B sehingga dapat memaksa B melakukan apa yang mungkin dikehendakinya sendiri (Ivancevich, 2006; 77-78).

Filsafat Kekuasaan dan PolitikKekuasaan merupakan konsep yang sukar didefinisikan, karena

definsinya berubah tergantung keadaan. Beberapa bentuk kekua-saan bersifat sangat fisik dan dinyatakan langsung, sementara yang lainnya tidak langsung atau tersembunyi. Terkadang kekuasaan berpengaruh bukan karena digunakan, tapi pihak lain mengantisi-pasi penggunaannya. (Winters, 2011; 17).

Sebuah filsafat kekuasaan yang sangat terkenal dikemukakan oleh Machiavelli, ia menganjurkan bahwa seorang penguasa tidak boleh lemah, ramah, namun sebaliknya ia harus licik, dan otoriter, bahkan menghalalkan cara apa saja untuk merebut, mempertah-ankan, dan memperluas kekuasaan. Dalam filsafat politik dikenal dengan Politik Machiavelis.

Page 166: PERILAKU ORGANISASI

150 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Jika pun seorang penguasa menggunakan moral, substansinya hanya untuk kekuasaan itu sendiri bukan untuk menegakkan moral dalam sebuah kekuasaan politik (Tambunan, 2014). Pandangan politik Machiaveli ini hingga saat sekarang banyak diterpakan para politisi dalam aktivitas politiknya.

Kemudian terdapat sebuah pandangan tentang kekuasaan relasinya dengan pengetahuan sebagaimana dikemukakan oleh seorang filsof posmodernis, Foucault (Hamid, 2011). Melalui kekua-saan maka kebenaran dapat diciptakan untuk kekuasaan itu sendiri. Seorang penguasa harus dapat mengendalikan pengetauan orang yang dikuasainya agar sebuah kekuasaan dapat dilestarikan (Jones, 2010). Kekuasaan dapat diperahankan jika sebuah diskursus dapat mengendalikan orang yang dikuasai. Konsep Foucault ini menjadi konsep yang sering digunakan untuk mempelajari bagaimana hubungan kekuasaan dengan ilmu pengetahuan. Sehingga setiap tindakan yang dilakukan oleh penguasa, merupakan hal yang benar walau pada dasarnya itu merupakan hal yang salah.

Sebuah pandangan kekuasaan sebagai hegemoni diskursus juga dikemukakan oleh Gramsci, yang hampir mirip sebagaimana disampaikan oleh Foucault, bahwa untuk memiliki kelesatrian poli-tik, terlebih dulu harus dapat menghegemoni pikiran orang yang dikuasai. Namun demikian Gramsci lebih menganjurkan kepada orang yang dikuasai untuk memberikan wacana tandingan.

Dalam perspektif konflik, sebagaimana dikemukakan oleh Marx, bahwa untuk merebut sebuah kepemimpinan politik diperlu-kan tindakan revolusioner yang hanya dapat dilakukan jika terjadi pertarungan kelas kelompok penindas dan yang ditindas. Ketika sebuah kekuasaan diraih oleh kalangan buruh, maka akan dibangun sebuah pemerintahan diktator proletariat yang menindas kalangan kaya, dan memberikan akses seluas-luasnya kepada masyarakat miskin. Pandangan kekuasaan kalangan buruh ini, sampai saat ini masih menjadi perjuangan di berbagai negara dengan berbagai vari-annya. Pandangan Marx terhadap kekuasaan ini, sangat mempen-garuhi tokoh-tokoh pemikir politik di masa berikutnya.

Kekuasaan dapat direbut ketika terjadi sebuah pertentangan kelas antar kaum proletariat dengan kaum borjuis, sebuah revolusi fisik yang dipicu oleh sebuah kesadaran sosial akan dapat merebut kekuasaan sehingga dapat didirikan sebuah kepemimpinan kaum buruh yang disebut dengan diktator proletariat, dengan perebutan kekuasaan inilah maka kaum buruh dapat menjalankan pemerin-tahan dengan menyerap kepentingan kaum proletar (Marx, 2009;

Page 167: PERILAKU ORGANISASI

151Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

289). Hingga kemudian akan dapat di bagi dua jenis kekuasaan dan kepentingan kelas (Marx, 2009; 289). Melalui kepemimpinan prole-tar, maka dapat dibagi dua kelompok kepentingan (Giddens, 2010). Dalam konteks konsep kekuasaan Marx ini, bahwa konflik merupa-kan sebuah keharusan dan merupakan sebuah hal wajar dan bahkan sebuah kebutuhan.

Kekuasaan juga dapat digambarkan dengan gagasan Weber tentang pengerucutan melalui birokrasi, sehingga dapat ditemukan dominasi kekuasaan. Kekuasaan yaitu merupakan pengendalian terhadap sebuah situasi sosial (Giddens, 2010; 275).

Kekuasaan dan PolitikKekuasaan mengacu pada kemampuan mempengaruhi perilaku

orang lain dari satu individu. Jika individu ingin melakukan sesuatu di sebuah organisasi, maka kekuasaan adalah cara yang dapat membantu mewujudkannya (Robbins, 2003; 150). Dalam meraih kekuasaan, maka diperlukan sebuah tindakan politik dengan beragam strategi yang dijalankan untuk menduduki sebuah pucuk kepemimpinan politik. Kata politik sering dimaknai negatif, namun tidak dapat dihindari pada dasarnya manusia memiliki naluri berkuasa, maka cara politik merupakan jalan yang ditempuh, misal-nya dengan partai politik secara legal formal, bahkan dalam level di organisasi dengan sikap dan tindakan-tindakan poltitis, maka politik bukanlah identik dengan tindakan yang kotor, terlebih lagi tujuan merebut kekuasaan adalah untuk memperjuangkan kese-jahteraan publik. Politik merupakan ilmu dan seni yang memandu untuk mempengaruhi orang agar dapat merumuskan kebijakan dan mengendalikan organisasi. Dalam sebuah kompetisi politik akan terjadi pertarungan antara berbagai kelompok kepentingan yang berkepentingan untuk merebut kekuasaan (Webster, 1985). Oleh sebab itu antara kekuasaan dan politik merupakan dua kata dan tindakan yang tidak dapat dipisahkan, melainkan merupakan satu kesatuan. Kekuasaan diraih sebagai upaya untuk mengubah perilaku orang dalam sebuah organisasi, sesuai dengan yang diing-inkan (Greenberg, 1995; 402). Kata kuncinya adalah dengan kekua-saan maka dapat mengendalikan perilaku dan tindakan (Rawes, 2014). Dalam kajian perilaku organisasi tindakan politik dilakukan oleh individu dan kelompok yang berupaya mewujudkan keingi-nan, nilai, ideologi dan berbagai kepentingan mereka (Pierce, 1989; 545-546). Hanya dengan kekuasaan seseorang dapat mewujudkan kehendaknya (Tilaar, 2009; 136).

Page 168: PERILAKU ORGANISASI

152 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Seorang ahli ilmu politik, Dahl merumuskan secara sederhana bahwa politik merupakan cara A mempengaruhi B agar melakukan kehendak A(Stroh, 2002; 193), sebuah konsep sederhana namun dalam praktiknya sangat rumit dan penuh dinamika. Dalam politik terdapat kewenangan, intimidasi, dan kewenangan (Hidayat, 2001; 18). Agar dapat mempengaruhi orang, dalam konsep Dahl seseo-rang harus menduduki sebuah kekuasaan. Dari berbagai konsep tentang politik dan kekuasaan jika disimpulkan, kata kunci pent-ing adalah “pengaruh”, individu atau kelompok yang berpolitik, agar dapat mempengaruhi banyak orang dengan kekuasaan yang dimiliki. Dengan politik dan kekuasaan maka akan dapat member-ikan sanksi bagi yang tidak mematuhi (Zeiger, 2014). Dalam kajian perilaku organisasi, bentuk kekuasaan sangat penting, misalnya anggota yang diberi otoritas diharap dapat memiliki hak untuk mengatur untuk mendapatkan kesuksesan organisasional (Zeiger, 2014). Dengan perilaku organisasi, manajer dapat memahami bahwa setiap individu dan kelompok pasti berpolitik, tinggal bagaimana mengelola perilaku poltik tidak menciptakan suasana destruktif.

Sumber KekuasaanDalam kondisi, dan mengapa seseorang bisa mempunyai kekua-saan? Kekuasaan dapat bersumber dari kedudukan, kekayaan, dan kepercayaan(Budiardjo, 2010; 62). Orang yang memiliki kekayaan dapat menguasai banyak orang, bahkan dalam fenomena politik di Indonesia, kekuasaan politik dikuasai oleh orang-orang kaya atau orang kaya yang mengendalikan politik melalui orang lain dengan kekayaan yang dimilikinya. Masuknya orang kaya ke dalam politik, salah satu tujuannya adalah untuk mempertahankan dan menam-bah kekayaannya. Sedangkan kekuasaan melalui kepercayaan misalnya adalah kekuasaan yang dimiliki oleh ulama, publik memahami predikat ulama adalah orang yang paham agama, sehingga mempercayai apa saja yang dikatakan dan diperintahnya. Kemudian, kekuasaan yang diperoleh karena kedudukan, karena adanya jabtan yang individu duduki, misalnya sebagai Bupati dan sebagainya.

Kekuasaan merupakan orang yang memiliki otoritas dan memi-liki sumber daya yang dibutuhkan untuk menjalankannya, uang dan senjata misalnya (Trihastuti, 1998; 4). Motif terhadap kekuasaan banyak dilandasi oleh akan akses sumber daya, namun sebenarnya bahkan motif tersebut yaitu untuk kekuasaan itu sendiri (Rawes, 2014). Kekuasaan dapat dibagi dua, Kekuasaan individu formal

Page 169: PERILAKU ORGANISASI

153Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

yang diperoleh secara resmi untuk bertanggungjawab menjalank-annya, sedangkan kekuasaan individual informal lebih bersifat karakter dan lebih personal (Rawes, 2014). Kekuasaan diberikan bersamaan dengan haknya untuk memberikan sanksi dan imbalan (George, 2003).

Sedangkan Kekuasaan Individual Informal bersumberkan dari: Kekuasaan ahli. Kekuasaan yang bersumberkan dari kekuataan dan kemampuan dari keahlian yang dimiliki individu; Referent power. Kekuasaan yang diperoleh berdasarkan pengaruh di kelompok karena disukai, dihargai, dan dihormati.; Kekuasaan kharismatik. Kekuasaan berdasarkan personalitas, penampilan fisik, dan kecaka-pan individu yang membuat orang mempercayainya (George, 2003).

Sementara French dan Raven merumuskan sumber kekuasaan sebagai berikut: 1) Kekuasaan personal. Kemampuan pemimpin untuk mengembangkan pengikut dari kekuatan personalitas mereka. 2) Kekuasaan ahli. Kemampuan untuk mengendalikan perlaku orang lain karena memiliki pengetahuan, pengalaman, yang tidak dimiliki orang lain, namun dibutuhkan. 3) Kekuasaan legitimasi. Pengesahan otoritas hak. 4) Kekuasaan penghargaan. Posisi dimana seorang manajer dapat menggunakan penghargaan intrinsik dan ekstrinsik untuk mengendalikan orang lain. 5) Kekuasaan Koersif. Posisi dimana manajer dapat memberikan hak atau memberikan hukuman untuk mengendalikan orang lain (Dominica R. Lorbes, 2007). Berikutnya, sumber kekuatan meliputi:1. Bersumber pada kedudukan. Kekuatan legal yang diperoleh

karena ditunjuk dan diperkuat dengan peraturan resmi, misal-nya Presiden, Panglima TNI, Bupati, dan lain sebagainya.

2. Bersumber pada kepribadian. Sebuah kekuasaan yang diper-oleh karena kepribadian individu, misalnya pintar bergaul, keterampilan negosiasi, kestiakawanan, dan kaharisma, yang semua ini dapat menjadi modal bagi individu mendapatkan kekuasaan.

3. Bersumber pada politik, yaitu: a) kekuatan kendali atau proses pembuatan keputusan, misalnya keputusan seorang presiden yang dapat mengambil kebijakan karena mendapatkan kekua-saan secara konstitusional; b) kekuatan koalisi, sebuah kekua-saan yang diperoleh dengan cara berkoalisi dengan berbagai kelompok, misalnya seorang gubernur yang memenangkan sebuah pertarungan politik di pemilihan kepala daerah; c) kekuatan partisipasi, sebuah sumber kekuatan yang persumber dari politik karena pihak yang berkuasa dapat mengatur siapa

Page 170: PERILAKU ORGANISASI

154 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

saja yang dapat berpartisipasi dalam organisasi yang sedang di pimpinnya. Misalnya, ketika Presiden Joko Widodo menang dalam Pemilihan Presiden 2020 bertarung melawan Prabowo Subianto, namun Jokowi melibatkan Prabowo dalam kabi-netnya sebagai Menkopolkam; d) kekuatan institusionalisasi, misalnya adanya pemerintahan desa.

French dan Raven (1959) menjelaskan bahwa sumber kekua-saan, yaitu:1. Kekuatan resmi, yaitu kekuatan yang membuat individu atau

anggota organisasi harus patuh karena penguasa memiliki hak untuk membuat peraturan.

2. Kekuatan koersif, yaitu kekuasaan yang dapat memaksa anggota organisasi untuk patuh dan terhindar dari hukuman.

3. Kekuatan ganjaran, yaitu kekuatan yang membuat orang patuh karena adanya penghargaan, imbalan yang diberikan peihak berkuasa.

4. Kekuatan keahlian, yaitu kekuatan yang membuat anggota organisasi patuh karena percaya bahwa pihak lain memiliki pengetahuan khusus tentang cara melakukan sesuatu.

5. Kekuatan rujukan, yaitu kekuatan yang membuat orang lain patuh karena pihak yang dikuasai memuja pihak penguasa (Malik, 2017; 44-45).

Winters (2011; 17-24) menjelaskan terdapat sumber kekuasaan, sebagai berikut:1. Kekuasaan hak politik formal. Hak politik formal yaitu sumber

daya kekuasaan yang bisa diakses oleh individu, dimana orang memiliki hak politik dipilih dan memilih. Tentunya konsep ini berlaku di negara atau organisasi yang demokratis.

2. Jabatan resmi. Jabatan di pemerintahan, organisasi, dan peru-sahaan merupakan sumber daya kekuasaan yang memiliki pengaruh dramatis pada profil kekuasaan segelintir individu. Dalam kekuasaan ini, orang yang memiliki kekuasaan akan hilang pengaruhnya ketika tidak memegang jabatan lagi. Jabatan formal ini diperoleh bisa melalui jenjang karir, dan bisa hilang melalui pensiun, pemecatan, kekalahan pemilu, penco-potan dan pembatasan masa jabatan.

3. Kekuasaan pemaksaan. Kekuasaan pemaksaan juga menjadi kajian Weber mengenai peran dan lokasi sosial pemaksaan dan kekerasan sebagai ciri khas negara modern, dimana negara dapat memonopoli individu secara sah, misalnya melucuti

Page 171: PERILAKU ORGANISASI

155Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

senjata yang dimiliki individu, dalam bahasa Winters, sebuah oligarki melegitimasi dan mengelola kekerasan dan pemaksaan melalui lembaga resmi.

4. Kekuasaan mobilisasi. Kekuasaan mobilisasi merujuk pada kapasitas individu untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang lain. Sumber kekuasaan jenis ini tidak terpaku pada sumber kekayaan, jabatan, hak politik, memiliki senjata, namun karena ia memiliki kharisma individu, status, keberanian, kata-kata, dan gagasan yang dapat memobilisasi orang.

Jenis-jenis psikologis kekuasaan sebagai berikut:1. Kekuasaan yang memaksa (coercive power). Kekuasaan yang

digunakan untuk memaksa bawahan dengan memberi huku-man bagi yang tidak berprestasi.

2. Kekuasaan imbalan (reward power). Kekuasaan yang memain-kan pengaruhnya dengan tawaran imbalan, sehingga diharap-kan akan lebih membuat anggota organisasi bergerak.

3. Kekuasaan jabatan (legitimate power). Sebuah kekuasaan yang memiliki legitimasi seperti undang-undang, sehingga bawahan harus mematuhi perintahnya.

4. Kekuasaan ahli (expert power). Kekuasaan yang diperoleh karena keahlian yang ia punyai, sehingga orang harus mengikutinya.

5. Kekuasaan acuan (referent power). kekuasaan yang diperoleh karena kebanggaan orang yang diberi perintah.

6. Kekuasaan pribadi (personality power). Kekuasaan yang diper-oleh karena kekaguman dari individu kepada kharisma seseo-rang (Schein, 2004)

Politik OrganisasiDalam sebuah sistem politik dan kajian ilmu politik terdapat empat variabel yang menjadi pembahasan, sebagai berikut: Pertama, kekua-saan, sebagai sebuah upaya untuk mewujudkan yang dikehendaki lalu kemudian mendistribusikan kepada anggota; Kedua, kepent-ingan, terdapat berbagai kehendak dan kepentingan dari berbagai kelompok; Ketiga, kebijaksanaan, produk dari kekuasaan dan poli-tik yang dapat berbentuk perundangan dan peraturan; Keempat, budaya politik, sebuah orientasi yang individu atau kelompok di dalam sebuah sistem politik (Budiardjo, 2010; 59).

Ketika individu berusaha menginginkan individu lain untuk melakukan sesuatu yang diinginkan, individu tersebut sedang mencari sebuah pengaruh kepada orang lain. Kapasitas untuk

Page 172: PERILAKU ORGANISASI

156 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

mewujudkan pengaruh kepada orang lain maka hal tersebut disebut kekuasaan. Penggunaan tidak resmi kekuasaan untuk memperluas atau melindungi kepentingan seseorang hal ini disebut sebagai poli-tik organisasi (George, 2003; 406). Politik organisasi adalah aktivitas dimana manajer terlibat untuk meningkatkan kekuasaan, tujuan, dan kepentingan individu maupun organisasi. Politik organisasi merupakan tindakan tidak otoritatif menggunakan kekuasaan yang berusaha melindungi kepentingan sendiri, kepentingan sebuah kelompok (Greenberg, 1995).

Dalam sebuah posisi jabatan atau divisi di unit kerja di dalam-nya terdapat sebuah tindakan politik (Jones dan George, 2003). 1) Perilaku disengaja yang dirancang untuk memperkuat atau melindungi pengaruh seseorang dan kepentingannya. 2) Dalam terma kepentingan diri, manajemen pengaruh untuk melindungi akhir tidak disanksi oleh organisasi. 3) Sebagai sebuah fungsi yang dibutuhkan, seni dan kreatifitas dibutuhkan untuk memperjuang-kan kepentingan-kepentingan. 4) Tidak secara otomatis baik atau buruk politik organisasi juga melayani fungsi-fungsi penting seperti mengatasi ketidakmampuan personal, mengambil dengan merubah, dan penggantian untuk otoritas formal (Jones dan George, 2003).

Bagaimana seorang aktor organisasi memeroleh kekuasaan? Penelitian menunjukkan bahwa individu yang memeroleh kekua-saan dikarenakan faktor sebagai berikut: kompetensi personal, jaringan kerja sosial, karakter fisik, motivasi individu yang butuh kekuasaan. Ketika akan meraih kekuasaan dapat dilakukan dengan berbagai tindakan seperti aliansi politik, perubahan sosial, dan tekanan ( Jones dan George, 2003). Yukl mengajukan cara merebut kekuasaan sebagai berikut: Perubahan, Tekanan, Persuasi rasional, Seruan inspirasional, Seruan personal, Konsultasi, Taktik legitimasi, dan Taktik koalisisi (Wexley dan Yukl, 1992; 208). Hanggraini (2011; 110) menjelaskan bahwa anggota organisasi merespon dengan beragam bentuk terhadap perilaku politik, di antaranya sebagai berikut.1. Perilaku politik bisa menurunkan kepuasan kerja anggota

karena merasa tidak nyaman dengan konflik dan intrik-intrik politik di organisasi.

2. Politik organisasi akan meningkatkan kekhawatiran dan kece-masan anggota karena banyaknya kemungkinan-kemungkinan dengan perilaku politik organisasi.

3. Jika politik memuncak kepada konflik besar maka ada kemu-ngkinan anggota akan meninggalkan organisasinya, karena

Page 173: PERILAKU ORGANISASI

157Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

sudah merasa tidak aman, nyaman dan tidak adanya produk-tivitas lagi.

Walaupun politik merupakan sebuah hal wajar dalam organi-sasi, namun tetap terdapat anggota merasa tidak nyaman dengan berbagai manuver politik, sehingga terdapat anggota yang lebih menarik diri, bahkan mengundurkan diri dengan suasan politik yang tidak kunjung meredam. Politik keorganisasian jika tidak dikendalikan dengan baik akan menjadi sebuah bola panas yang membuat kondisi organisasi tidak kondusif dan ketidakpastian. Manusia sebagai zoon politicon tidak akan berhenti dalam bermain intrik dan politik, maka perlu diterima sebagai keniscayaan dengan mengelolanya secara baik.

Kasus KepemimpinanBerikut ulasan disertasi dan jurnal yang relevan dengan pemba-hasan kekuasaan dan politik organisasi. Dalam disertasi ataupun jurnal yang diulas berikut merupakan penelitian yang dilakukan dalam organisasi pemerintahan, organisasi bisnis, lembaga pendi-dikan, dan agama. Artinya kekuasaan dan politik organisasi ada dimana saja dalam skala makro dan mikro.

Imam Prayogo. Kyai dan Politik di Pedesaan: Suatu Kajian tentang Variasi dan Bentuk Keterlibatan Politik Kyai. Mengemukakan bagaimana tokoh agama seperti kiai terlibat dalam perebutan kekuasaan politik, namun demikian terdapat varian keiai pesantren. Sementara kyai spiritual membatasi diri hanya beraktivitas dalam garapan spiritual walaupun dianggap kurang relevan dengan pembangunan, namun masih fungsional. Kyai menjalankan kekuasaannya dengan sangat cerdik, ketika berhadapan dengan kekuatan pemerintah yang tidak mungkin tertandingi, kyai sering memberi respon yang semu. Suatu saat kyai tampak loyal pada kekuasaan pemerintah atau paling tidak “diam”. Namun pada saat yang lain kyai kembali ke watak aslinya. Pada dasarnya, saat ini kyai masih memiliki pengaruh dan daya dorong utuk menggerakkan sesuai dengan spesialisasi atau kecenderungan fokus aktivitas kyai (Prayogo, 588).

Kaspul Us. Kepemimpinan Kyai Pesantren di Kota Jambi”. Kontekstualita, Vol, 25. No,2. 2010. Penelitian ini mengurai kepemi-mpinan kyai di pesantren-pesantren di Kota Jambi. Penelitian fokus mengkaji proses seleksi kyai, model kepemimpinan kyai, keefek-tifan kepemimpinan kyai, dan peran kyai di masyarakat. Temuan penelitian mengenai sistem seleksi kyai ada tiga, yaitu: Musyawarah

Page 174: PERILAKU ORGANISASI

158 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

yang dipakai oleh Pesantren Nurul Iman, Sistem keturunan (nasab) yang dianut oleh Pondok Pesantren As’ad, dan Sistem penunjuk-kan langsung yang dipakai oleh PKP Al-Hidayah. Hasil penelitian bahwa umumnya tipe kepemimpinan kyai yaitu pasif kolektif, dimana pesantren di bawah yayasan. Namun dalam praktiknya mereka mengikuti kepemimpinan individual. Konsekuensinya kepemimpinan kyai berjalan tidak efektif karena manajemen tidak dijalankan optimal. Sedangkan tipe kepemimpinan yang diterap-kan ada tiga, yaitu: Kepemimpian Kharismatik, Kepemimpinan Paternalistik, dan Kepemimpinan Birokratik (Us, 2010).

Zainuddin Maliki. Agama dan Kekuasaan: Studi tentang Penggunaan Simbol-simbol Agama sebagai Sarana Kekuasaan Elit Pemerintahan Jawa Masa Kini di Kota Surabaya. Kesimpulan pene-litian menemukan bahwa elit penguasa Jawa dalam birokrasi di Surabaya masih didominasi priyayi dan militer pretorian Jawa. Mereka merupakan unsur utama dalam komposisi elit penguasa dalam birokrasi di Surabaya dan menguasai posisi-posisi strategis yang sering disebut wong ndhuwuran (the ruling elite). Namun dalam menjalankan kekuasaannya elit penguasa tersebut sering menggu-nakan simbol-simbol agama dalam ranah publik, apakah itu berben-tuk properti, hubungan dengan ormas dan partai Islam, hubungan erat dengan kyai, merekrut staf elitis dan untuk jabatan strategis dari representasi organisasi keagamaan tertentu, dan formalisasi kebijakan keagamaan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa agama Islam telah tersandera oleh kekuasaan yang bercorak kepentingan elitis dan primordialistik dalam perebutan ruang, redistribusi, dan alokasi kekuasaan.

Muh. Irfan Islamy. Perilaku Kekuasaan Pemimpin Lokal: Suatu Kajian tentang Perilaku Kekuasaan Kontinum dan Interface Kepala Desa dalam Menangani Isu Pembangunan Desa. Kesimpulan peneli-tian bahwa Kepala Desa sebagai aktor kekuasaan telah menampil-kan pola perilaku kekuasaan yang khas. Lingkungan keluarga, masyarakat dan daerah di mana aktor dilahirkan telah bermanfaat bagi pengembangan kepemimpinan. Aktor telah mendayagunakan pola perilaku kekuasaan kontinum dan interface-nya yaitu peman-faatan berbagai variasi perilaku yang saling berkaitan dan berha-dapan serta berkelanjutan sesuai dengan konteks ruang dan waktu. Kepribadian seorang aktor pemimpin dibentuk berdasar karak-ter yang diwarisi orang tua dan hasil merespon tugas-tugas dan lingkungan kerja yang menjadi sumber perilaku kekuasaan. Pola perilaku kekuasaan yang berbasis organisasi atau posisi dan pribadi

Page 175: PERILAKU ORGANISASI

159Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

yang dilaksanakan atau dipakai secara kontinum dan interface sangat fungsional bagi penanganan kasus-kasus pembangunan desa.

Mahmud Suyuthi. Hubungan Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah Jombang dengan Pemerintahan Orde Baru. Kesimpulan penelitian menemukan bahwa kalangan tarekat mengalami intervensi kekua-saan politik Orde Baru. Hal ini mengakibatkan terpecahnya Tarekat Qadariyah wa Naqsyabandiyah ke dalam tiga kelompok: Tarekat Rejoso, Tarekat Cukir, Tarekat Kedinding Lor. Kekuasaan politik Orde Baru juga memengaruhi substansi ajaran tarekat, yaitu pemu-tusan bai’at murid terhadap mursyid nya. Hubungan tarekat dan politik Orde Baru tidak dilepaskan dari kerangka besar yang memb-ingkainya, yaitu hubungan Islam dan negara di Indonesia yang mengalami Fase Ketegangan, Fase Pencarian, dan Fase Hubungan Islam dan negara. Kalangan tarekat tidak berkuasa menghadapi hegemoni kekuasaan Orde Baru, namun kalangan tarekat tetap mampu menjalankan kegiatan-kegiatan amaliah mereka.

Anderson dan Sebastien Brion. Perspectives on Power in Organizations. The Annual Review of Organizational Psychology and Organizational Behaior. Volume 1, 2014. Kekuasaan merupakan sumber kritis bagi aktor organisasi. Di organisasi terdapat aktor yang memiliki kekuasaan, namun di sisi lain ada yang tidak memi-liki kekuasaan. Dalam penelitiannya, Anderson fokus mengkritik pada tiga dimensi kekuasaan yang menjadi topik riset organisasi terbaru: Penerimaan, Perbaikan, dan Hilang Kekuasaan. Peneliti menekankan pentingnya kekuasaan bagi aktor organisasi dan menguji harapan psikologis organisasi ketika individu memeroleh, memperbaiki, dan kehilangan kekuasaan. Walau pun perkemban-gan ilmu mengenai kekuasaan, banyak jalan bagi individu sukses atau gagal dalam kompetisi untuk kekuasaan. Anderson member-ikan bebarapa pertanyaan untuk penelitian lanjutan, misalnya pengabaian kekuasaan oleh CEO yang memiliki perilaku melayani dirinya sendiri telah berkontribusi tidak hanya terhadap kejatuhan mereka sendiri tetapi juga kejatuhan organisasi mereka. Anderson menemukan ketika pemegang kekuasaan hanya melayani diri sendiri maka akan berhadapan dengan perilaku orientasi kelompok. Peneliti berupaya merekonsiliasi konflik satu sama lain, khususnya dengan yang kehilangan kekuasaan (Brion, 2014).

A.V. Simpson, dkk. Compassion, Power and Organization. Dalam Journal of Political Power, 2013. Vol. 6, No. 3, 385-404. Routledge. Dalam artikel ini, peneliti menganalisa pentingnya perasaan sebagai sebuah emosi dalam hubungannya ke beragam manifestasi

Page 176: PERILAKU ORGANISASI

160 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

kekuasaan dalam konteks organisasi. Peneliti mengkritik teori-teori perasaan yang menganggap bahwa perasaan dalam konteks keor-ganisasian dimotivasi oleh penghargaan. Peneliti menggunakan “Sirkuit Kekuasaan” untuk menyediakan sebuah triple focus: inter-personal, organisasional, dan masyarakat menggunakan kekuasaan bersama dengan model koersif, instrumental dan normatif kekua-saan organisasional. Temuan penelitian bahwa framework ini dikon-struksi dengan hal yang overlapping. Kontribusi unik artikel ini yaitu menyediakan konsep perasaan organisasi dengan berbagai bentuk kekuasaan yang dibentuk oleh organisasi (Simpson, 2013; 385-404).

Gerald R. Ferris, dkk. Political Skill in Organisations. Dalam Journal of Management. June 2007, Vol. 33 no.3 290-320. Keahlian poli-tik merupakan sebuah konstruksi yang diperkenalkan lebih dari dua dekade lalu sebagai kompetensi untuk menjadi organisasi efek-tif. Kecakapan politik meliputi kognisi, sikap, perilaku, multilevel, meta teori yang mengajukan bagaimana kecakapan politik bekerja untuk berdampak bagi organisasi (Ferris, 2007).

Abraham Zaleznik dalam Power and Politics in Organizational Life. Dalam Harvard Bussiness School menjelaskan sebuah kewaja-ran tindakan dan perilaku politik individu di sebuah organisasi. Individu di dalam organisasi membutuhkan sebuah penghargaan yang bisa diberikan dengan menduduki sebuah posisi strategis di organisasi. konflik akan terjadi ketika di dalam organisasi tidak terdapat mekanisme yang jelas untuk mendistribusi kekuasaan. Konflik keorganisasian akan dapat dikurangi ketika organisasi memberikan jalan bagi setiap anggota untuk menduduki sebuah posisi di organisasi. Mereka harus masuk ke keputusan bagaimana mendistribusikan otoritas dalam sebuah struktur formal (Zaleznik, 2015). Berdasarkan ulasan penelitian mengenai kekuasaan, dan poli-tik organisasi, maka:1. Pemanfaatan kekuasaan pada dasarnya untuk membuat organ-

isasi menjadi efektif untuk mencapai tujuan.2. Jalannya sebuah kekuasaan sangat tergantung bagaimana

proses politik ketika kekuasaan tersebut diraih.3. Dalam memeroleh kekuasaan, para aktor sering menciptakan

simbol-simbol dan menanamkan pengaruh kepada orang-orang yang ingin direbut simpatinya.

4. Kekuasaan bisa dipertahankan dengan menjalankan cara-cara represif kepada pihak atau elemen organisasi yang dianggap bisa menghambat kelanggengan kekuasaan.

Page 177: PERILAKU ORGANISASI

161Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

5. Kekuasaan dan politik jika tidak dikelola dengan baik, akan menciptakan kritis dan konflik organisasi.

6. Motif aktor dalam merebut kekuasaan tidak terlepas dari usaha memperebutkan sumber daya organisasi, atau dalam kata lain terdapat motif ekonomi.

7. Kekuasaan yang egosentris yang hanya peduli dirinya sendiri hanya akan menciptakan konflik organisasi dan resistensi anggota organisasi kepada pemimpin organisasi yang sedang berkuasa.

8. Kekuasaan bisa dimaknai sebagai posisi strategis di organisasi. Maka organisasi harus mengakomodir naluri berkuasa anggota organisasi secara sehat dengan mengarahkannya kepada jenjang karir atau pun posisi-posisi penting agar individu yang berprestasi dapat memaksimalkan ide dan programnya untuk organisasi.

Dapat dilihat bahwa manifestasi kekuasaan dan politik organ-isasi terdapat banyak varian mulai dari definisi kekuasaan, proses mendapat kekuasaan dan untuk apa kekuasaan serta politik organi-sasi dijalankan dalam sebuah organisasi. Berdasarkan penelitian-pe-nelitian tentang kekuasaan dan dinamika politik oganisasi tersebut, dapat dikatakan bahwa pada dasarnya naluri kekuasaan akan selalu ada dalam setiap individu di sebuah organisasi.

Motif memeroleh kekuasaan bisa beragam, mulai dari motif ekonomi sampai motif aktualisasi diri. Ketika kekuasaan telah diraih, maka pemimpin yang berkuasa akan melakukan upaya-up-aya politis terhadap orang yang dipengaruhinya, apakah upaya itu bisa berbentuk upaya negatif atau upaya positif. Upaya politis yang negatif maksudnya adalah ketika pemimpin berusaha melaku-kan apa saja untuk meraih kekuasaan dan mempertahankannya. Sedangkan upaya politis yang positif yaitu pendekatan-pedekatan kolaboratif yang berusaha akomodatif terhadap kepentingan indi-vidu atau kelompok yang didominasinya.

C. RINGKASAN Kekuasaan dibutuhkan oleh seorang pemimpin untuk menjalankan visi misi dan programnya. Supremasi sebuah kekuasaan di organ-isasi tergantung bagaimana personal mendapatkan posisi yang melekat di sebuah kekuasaan. Politik organisasi dilakukan oleh seorang pemimpin untuk mempertahankan kekuasaan dan kepent-ingannya di organisasi. Politik organisasi dapat dilakukan oleh

Page 178: PERILAKU ORGANISASI

162 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

setiap elemen organisasi, mulai dari anggota sampai pimpinan. Misi utama aktivitas politik organisasi adalah untuk memperjuangkan kepentingan individu atau kelompok.

D. PERTANYAAN UNTUK EVALUASI DAN DISKUSI 1. Berikan penjelasan pandangan Islam tentang kekuasaan dan

politik organisasi !2. Uraikan pengertian mengenai kepemimpinan, kekuasaan dan

politik !3. Deskripsikan relasi antara kekuasaan dan politik !4. Berikan contoh dari sumber kekuasaan !5. Bagaimana konsep politik organisasi !6. Ceritakan kasus kepemimpinan yang pernah anda temui sebel-

umnya !

Page 179: PERILAKU ORGANISASI

163Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

BAB 13STRUKTUR ORGANISASI DAN DESAIN PEKERJAAN

Tujuan Pembelajaran:1. Mengetahui dan memahami pengertian struktur dan desain

organisasi.2. Mengetahui dan memahami pembagian tugas.3. Mengetahui dan memahami departementalisasi.4. Mengetahui dan memahami rentang kendali.5. Mengetahui dan memahami delegasi wewenang.

Kompetensi yang diharapkan:1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian struktur dan desain

organisasi.2. Mahasiswa mampu menjelaskan pembagian tugas.3. Mahasiswa mampu menjelaskan departementalisasi.4. Mahasiswa mampu menjelaskan rentang kendali.5. Mahasiswa mampu menjelaskan delegasi wewenang.

A. PENDAHULUAN Ilmu perilaku organisasi sangat terkait desain organisasi, karena disini menjadi penentu kesuksesan organisasi. Melalui struktur organisasi dan desain pekerjaan maka pemimpin organisasi dapat menyederhanakan cara dan pekerjaan dalam mengendalikan perilaku anggota organisasi. Seorang anggota organisasi tidak bisa berbuat bebas dan sesuai keinginan sendiri tetapi telah diatur alur-alur dimana komunikasi dan konsultasi serta perintah diper-oleh. Dengan adanya struktur organisasi, maka berbagai persoalan seperti konflik keorganisasian dapat diminimalisir, karena organi-sasi sudah sangat jelas menggambarkan tugas masing-masing di dalam organisasi. Melalui struktur organisasi, organisasi juga akan berjalan secara efektif dalam mencapai tujuan. Dalam merumuskan

Page 180: PERILAKU ORGANISASI

164 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

struktur organisasi pimpinan organisasi akan melakukan pertim-bangan misalnya tingkat kompleksitas atau spesialisasi kerja, serta mempertimbangkan dimana letak pusat pengambilan keputusan. Dalam bab ini pembaca akan mempelajari mengenai konsep dan teori-teori organisasi dan pembagian kerja di sebuah organisasi.

B. PEMBAHASANPengertian Struktur dan Desain OrganisasiOrganisasi meliputi struktur formal berupa peran, tugas yang dide-sain. Organisasi merupakan entitas buatan yang dirancang untuk mewujudkan sebuah tujuan. Oleh karena itu di organisasi terdapat pola formal, interaksi, koordinasi yang dibangun untuk mengaitkan antar individu, kelompok, divisi, untuk mencapai tujuan. Dalam struktur akan sangat jelas mengenai pembagian kerja, hirarki otor-itas, dan tanggung jawab, saling ketergantungan yang membuat perlunya kerja sama tiap divisi dan departemen (Silalahi, 2013; 407).

Cherington menjelaskan bahwa struktur organisasi merupa-kan hubungan antara berbagai tugas yang ada dalam organisasi. Struktur organisasi merupakan cara kelompok anggota organisasi agar dapat berguna bagi divisi, departemen, dan hubungan pelapo-ran (Noe, 2007; 535). Struktur organisasi terkait mengenai bagaimana distribusi wewenang, tanggung jawab yang harus dijalankan dalam peran di organisasi. Dari struktur organisasi dapat jelas terlihat siapa mengerjakan apa, serta kepada siapa bertanggung jawab, kemana berkoordinasi. Sehingga tidak ditemukan tumpang tindih pekerjaan (Saputra, 2015; 52). Struktur organisasi adalah diagram yang mewakili posisi dan hubungan dalam sebuah organisasi yang di dalamnya terdapat garis vertikal, rantai komando atau garis wewenang (Pride, 2014; 293).

Desain organisasi yaitu aktivitas menetapkan bagaimana rincian dari aktivitas-aktivitas yang diperlukan organisasi akan diklasifi-kasi dalam bentuk pekerjaan dan tanggung jawab tim (Fatah, 2020). Cherington (1989) mengatakan desain organisasi merupakan proses untuk merumuskan struktur organisasi serta bagaimana keputusan diambil. Dalam mendesain struktur organisasi akan menemukan dua persoalan: 1) diferensiasi di antara tugas para anggota organi-sasi; 2) koordinasi atas apa yang telah dilakukan dalam pembagian tugas (Sudita, 2014; 240). Organisasi, jika diibaratkan seperti meran-cang sebuah rumah yang akan dijadikan tempat berlindung. Seperti merancang sebuah rumah, sebuah organisasi yang baik memerlukan

Page 181: PERILAKU ORGANISASI

165Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

desain organisasi yang mantap. Perlu dibuat gambar yang menjelas-kan unsur-unsur di dalamnya, saling keterkaitan, batas-batas, sistem insentif, dan nuansa (Kasali,2007; 160-161). Perlu diperhatikan bahwa struktur dan desain organisasi yang kompleks serta hirarki yang kaku akan melumpuhkan gerak organisasi, mematikan kreati-vitas, dan melambatkan gerak kerja (Kasali, 2006; 246).

Hasil dari desain organisasi akan memperlihatkan apakah struktur organisasi itu bersifat organik (hidup, dinamis) atau hanya mekanistik (seperti mesin). Oleh Kasali dijelaskan hal ini sangat ditentukan dari kemauan orang yang merancang struktur. Misalnya, apakah desainer struktur menginginkan organisasi yang sederhana, mobilitas, tidak birokratis, tim kerja, produktif, dan tidak terjebak rutinitas. Semua kehendak desainer akan nampak dalam struktur organisai. Sehingga kita akan bisa melihat sebuah organisasi ada yang cepat dan ada yang lambat dalam bekerja, yang dapat dilihat ciri-cirinya di tabel berikut.

Tabel 19. Desain Organisasi Organik dan Mekanistik

Alat kontrolStrukturTuntutanSifat pekerjaanLingkungan

KekerabatanTeam workKreativitasBerubah-ubahDinamisORGANIK

ProsedurBirokratikKepatuhanRutinStabilMEKANISTIK

(Kasali, 2007; 161)

Dalam mendesain struktur, Kasali menganjurkan untuk mempertimbangkan enam poin berikut: Pertama, Struktur, dalam mendesain struktur tidak hanya memperhatikan fungsional, namun juga perlu mempertimbangkan kerja sama sehingga pengaturan dapat lebih mengalir. Kedua, Hubungan-hubungan, setiap bagian akan saling terkait, maka perlu ditata hubungan yang dinamis, didesain kontak secara langsung dan tidak langsung. Ketiga, Batas-batas, perlu memikirkan untuk pembukaan batas-batas yang kaku, perlu aliansi antar satu dengan lainnya, sehingga saling dapat meng-gunakan sumber daya dan kapasitas. Keempat, Insentif, desain organisasi tidak dapat dilepaskan dari orang seperti apa yang ingin didapatkan dan dipertahankan, namun sistem insentif merupa-kan suatu yang tetap diberikan kepada individu dan kelompok. Kelima, Nuansa, organisasi adalah sebuah rumah, maka kondisi

Page 182: PERILAKU ORGANISASI

166 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

rumah tersebut sangat tergantung pada pemilik dan penghuninya mau membangun nuansa apa, sejuk, nyaman, atau panas dan tidak nyaman.

Drucker menjelaskan dalam mendesain struktur organisasi, setidaknya memperhatikan kebutuhan minimum sebagai berikut.1. Kejelasan. Seluruh komponen manajer dan individu di organi-

sasi, khususnya para manajer harus mengetahui: dimana mereka berada, kemana mereka akan pergi, apakah tersedia informasi, kerjasama. Struktur yang sederhana kemungkinan akan kurang jelas, sebaliknya struktur yang kompleks akan mungkin lebih memiliki kejelasan.

2. Ekonomi. Dalam prinsip ekonomi, seseorang seharusnya dapat mengawasi, dan dapat membuat anggota memiliki kinerja dengan sedikit pengawasan, maka dibutuhkan sistem kontrol otomatis dan motivasi diri yang baik di individu. Banyak organ-isasi menghabiskan waktu dalam aktivitas, pengawasan inter-nal, komunikasi internal, masalah personal. Oleh karena itu prinsip ekonomi atau profitabilitas organisasi harus menjadi pertimbangan.

3. Mengarahkan visi. Struktur organisasi seharusnya dapat menga-rahkan visi. Struktur yang dibuat sebaiknya dapat mendorong kinerja yang merupakan hasil akhir dari aktivitas dari setiap struktur.

4. Memahami tugas dalam struktur dan tugas di struktur secara umum. Struktur seharusnya dapat menjelaskan kepada indi-vidu, kelompok, dan manajer mengenai tugas masing-masing dan tugas keseluruhan di dalam organisasi hingga dapat mema-hami kemana ia dapat berkoordinasi dan berkolaborasi.

5. Pengambilan keputusan. Keputusan harus diambil dalam sebuah organisasi, oleh karena itu perlu untuk mencoba apakah dapat memperkuat pengambilan keputusan.

6. Stabilitas dan adaptabilitas. Sebuah organisasi memerlukan stabil-itas namun di sisi lain struktur organisasi membutuhkan adap-tif terhadap situasi yang tidak stabil. Maka perlu diuji apakah struktur dapat mengadaptasi situasi baru, tuntutan baru, kondisi baru yang dapat membuat organisasi dapat bertahan.

7. Keberlanjutan dan Pembaruan. Sebuah organisasi perlu dapat memperbarui dirinya agar dapat berkelanjutan. Dalam organ-isasi akan ada perubahan struktur, maka apakah dipersiapkan keberlanjutan siapa yang akan mengisi struktur mulai dari level bawah, level menengah dan level atas.

Page 183: PERILAKU ORGANISASI

167Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

Dalam membangun sebuah struktur organisasi yang efektif, Mintzberg merekomendasikan poin-poin sebagai berikut. 1. Struktur sederhana. Dalam sebuah organisasi yang sederhana,

maka perlu merancang struktur sederhana pula.2. Birokrasi mesin. Adanya posedur, standar, dan birokrasi yang

dijalankan secara administratif.3. Birokrasi profesional. Orang-orang yang menjalankan birokrasi

harus bersikap profesional dan memiliki kecakapan.4. Struktur atas dasar pembagian tugas. Terdapat sistem pembagian

tugas yang jelas, sehingga tidak terjadi pekerjaan yang tumpang tindih.

5. Adhokrasi. Sebuah model struktur yang diisi oleh para profe-sional untuk mengerjakan sebuah kerja tertentu di bidang keah-lian tertentu (Sedarmayanti, 2014; 39)

Pembagian TugasPembagian tugas yaitu pembagian pembagian kerja ke dalam unit-unit. Semua pembagian tugas disesuaikan dengan spesialisasi (Sudita, 2014; 241). Pembagian kerja (division labor) bermakna bahwa kegiatan dalam organisasi dibagi dalam sebuah tugas resmi keor-ganisasian dalam mengerjakan hal spesifik, karena tidak bisa satu individu anggota menyelesaikan semua kerja yang ada di organi-sasi. Pembagian tugas akan memunculkan spesialisasi, hingga ia menjadi ahli dan akan menjadikan organisasi efektif (Suharsaputra, 2015; 54). Spesialisasi yaitu tugas khusus yang diberikan kepada individu anggota (Pride, dkk, 2014; 295).

Pembagian tugas didasarkan spesialisasi dapat meningkatkan produktivitas karena: Dapat meningkatkan keahlian karena diker-jakan berulang; Mengurangi pelatihan; Mengurangi waktu dengan pemindahan tugas; Dapat mengembangkan alat otomatis dalam selesaikan tugas; dan Pengendalian kualitas lebih baik (Sudita, 2014; 241). Spesialisasi pekerjaan penting ditetapkan karena begitu luasnya pekerjaan yang harus (Pride, dkk, 2014; 295).

Mengenai pembagian tugas dan spesialisasi kerja, ada baiknya kembali membaca kembali “the Wealth of Nations” karya Adam Smith, sebuah buku klasik yang menjadi dasar pentingnya pembagian tugas. Smith mengamati proses pembuatan peniti. Seorang pekerja dapat menghasilkan 10 peniti perhari. Namun jika tugas pembua-tan peniti dibagi menjadi beberapa bagian operasi berbeda, seperti merentangkan dan memotong kawat, maka hitung-hitungan Smith akan mampu menghasilkan 48.000 peniti perhari. Artinya setiap

Page 184: PERILAKU ORGANISASI

168 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

pekerja dapat menyelesaikan 4.800 peniti, sehingga 240 kali lebih banyak dibandingkan jika peniti dibuat sendiri dalam setiap oper-asinya (Etzioni, 1982; 32). Pengamatan Smith ini menjadi landasan bagi organisasi modern dalam membagi tugas keorganisasian agar dapat lebih produktif. Dari teori Smith ini sebetulnya sudah sangat jelas, bahwa dalam organisasi tidak boleh ada one man show tetapi yang dibutuhkan adalah tim kerja.

Terdapat satu lagi pandangan klasik terkait pembagian tugas, sebagaimana dikemukakan oleh Gullick dan Urwick yang menyatakan masalah pembagian kerja merupakan ajaran pokok. Spesialisasi akan mendukung terbentuknya keahlian khusus yang akan diperoleh oleh anggota organisasi dalam sebuah bidang (Gullick dan Urwick, 1937).

DepartementalisasiDepartementalisasi dibuat untuk menetapkan sebuah tanggung jawab (Chucks William, 2003). Setelah pekerjaan dirancang, mereka harus dikelompokkan dalam unit kerja atau departemen, proses ini disebut departementalisasi (Pride, 2014; 296). Departementalisasi dimana akan dapat secara spesifik dilihat unit-unit tugas yang dibu-tuhkan untuk mencapai tujuan. Unit-unit ini bisa berbentuk akti-vitas produksi, aktivitas pelayanan, aktivitas koordinasi, aktivitas kepengawasan, dan lain sebagainya. Tugas-tugas keorganisasian kemudian didistribusikan ke individu, kelompok, level administrasi hingga akhirnya ke level departemen. Untuk dapat mengorgani-sir proses setiap departemen didefinisikan kumpulan tugas untuk dialokasikan ke dalam departemen (March dan Simmons, 1958; 22-23).

Departementalisasi yaitu tindakan membagi kelompok kerja dalam departemen (Sudita, 2014; 242). Departemen fungsi dimana tugas yang sama dikelompokkan ke dalam satu departemen, misal kegiatan promosi, penjualan, marketing dapat dikelompokkan ke dalam Departemen Pemasaran. Departemen produk, pengelompo-kan berdasarkan produk sejenis, biasa dilakukan perusahaan besar, misalnya Kompas Gramedia yang kemudian memiliki Gramedia, Universitas Multimedia dan unit bisnis lainnya. Departemen wilayah, jika organisasi tersebar di banyak wilayah maka dibuat manajer didasarkan wilayah sehingga tidak sentralistis. Departemen pelang-gan, cara yang dianggap efektif untuk mengelola pelanggan.

Alfred Chandler menjelaskan dalam membuat struktur organi-sasi terdapat faktor-faktor sebagai berikut: 1) adanya teknologi yang

Page 185: PERILAKU ORGANISASI

169Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

akan mempengaruhi pola kerja organisasi; 2) keputusan dibuat selalu didasarkan akan kebutuhan terhadap lingkungan kerja; 3) organisasi yang terlampau besar perlu melakukan desentralisasi (Herujito, 2001; 156). Ketika merumuskan struktur organisasi perlu mempertimbangkan keahlian dalam sebuah pekerjaan, koordinasi wewenang, dan ketersediaan sumber daya di organisasi (Herujito, 2001; 242).

Rentang KendaliRentang kendali terkait anggota yang dapat dikendalikan secara efektif oleh pimpinan (Sudita, 2014; 242). Dengan menggunakan rentang kendali struktur organisasi akan cenderung datar, dan efektif. Jika sebuah organisasi besar, maka akan banyak pimpinan wilayah, pimpinan cabang, dan akan dibagi-bagi lagi dalam penga-wasan supervisor. Rentang kendali menyesuaikan besar kecilnya organisasi, jika semakin besar organisasi maka diperlukan rentang sempit begitu sebaliknya (Pride, dkk, 2014; 302). Organisasi yang simpel dapat memangkas biaya operasional.

Dalam merancang rentang kendali dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut. 1) Sifat tugas, kerja rutin tidak membutuhkan rent-ang kendali supervisi yang intens. Jika keadaan kerja sangat dinamis maka dibutuhkan rentang kendali sempit agar lebih fokus diawasi; 2) Kemampuan anggota, rentang kendali bagi anggota profesional akan digunakan kendali luas, sebaliknya yang kurang profesional dibutuhkan kendali yang sempit; 3) Kontak dan koordinasi, koor-dinasi harus dilakukan dalam kerja yang rentang kendali sempit ataupun luas.

Delegasi WewenangHakikat dari aktivitas mengenai wewenang yaitu bagaimana sebuah kekuasaan dapat menjalankan tindakan untuk publik. Kata selain wewenang yaitu “authority”, power” dalam bahasa Inggris, dan dalam bahasa Belanda yaitu “gezag”, “macht”. Dengan wewenang maka seseorang dapat menjalankan organisasi atau pemerintahan (Ilmar, 2018; 77). Wewenang merupakan kekuasaan untuk melaku-kan semua tindakan atau perbuatan hukum publik. Dalam konteks ilmu perilaku organisasi maka dapat dipahami bahwa dengan adanya wewenang, maka individu yang diberi wewenag berhak dan berkewajiban melakukan tindakan-tindakan yang dibutuhkan organisasi dalam menjalankan dan mewujudkan tujuan.

Page 186: PERILAKU ORGANISASI

170 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Wewenang didefinisikan oleh Terry sebagai otoritas resmi untuk mengarahkan tindakan dan memperkuat pemenuhan tugas. Wewenang sebagai otoritas pembuat keputusan dan bagaimana menjalankannya. Sedangkan Weber menjelaskan bahwa otori-tas bersumber dari: Kewibawaan yang legal, misalnya birokrasi; Kewibawaan yang serba tradisi, misalnya pemimpin adat; Kewibawaan yang kharismatik, misalnya pemimpin agama, dan Kewibawaan atas Penerimaan, karena adanya keahlian yang dimi-liki individu.

Kekuasaan hanya dapat digunakan oleh pihak yang memiliki otoritas (Fatah, 2008). Dengan wewenang maka seseorang diberi ruang untuk melakukan tindakan yang bisa berbentuk hukum atau-pun dianggap ahli dalam sebuah bidang (Fatah, 2008; 75). Tujuan penyerahan kewenangan yaitu untuk menciptakan organisasi efek-tif dengan meminimalisir kekurangan dalam bentuk uang, waktu, ketidakpuasan, maka pemberian kewenangan diperlukan kelengka-pan dan upaya agar tidak tumpang tindih (Fatah, 2008; 77)

Delegasi adalah mempercayakan sebuah pekerjaan kepada anggota yang telah diberikan otoritas untuk mengerjakannya. Hal penting dalam delegasi adalah jangan sampai salah menyerahkan tanggung jawab (Thomas, 2004; 21). Delegasi yaitu pemberian otor-itas kepada anggota organisasi untuk menjalankan sebuah program atau kegiatan tertentu di dalam organisasi. Juga terdapat delegasi wewenang dimana manajer mengalokasikan wewenang ke level bawah organisasi untuk melaporkan kegiatan kepadanya (Handoko, 2003; 224).

Aktivitas delegasi terjadi apabila: Pertama, pendelegasi member-ikan tugas atau tanggung jawab kepada anggota organisasi; Kedua, Pendelegasi memberi wewenang yang dibutuhkan untuk mewu-judkan tujuan organisasi; Ketiga, Penerima delegasi akan menerima tanggung jawab; Keempat, Pendelegasi menerima pertanggung-jawaban anggota terhadap hasil yang dikerjakan (Handoko, 2003; 224).

Manfaat delegasi adalah mengembangkan bawahan, dan pimpinan dapat lebih fokus pada kepemimpinan dan dapat konsen-trasi dalam aspek: isu strategis pengembangan, penyelesaian masalah, pengembangan staf, menyikapi isu kualitas, memperkuat organisasi dengan divisi-divisi yang ada, berkomunikasi lebih efek-tif dengan staf.

Sebagai seorang delegator yang efektif, maka setidaknya terdapat lima tips sebagai berikut: Memilih staf yang benar, Melatih staf,

Page 187: PERILAKU ORGANISASI

171Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

Membimbing dan menjamin pemahaman staf, Berusaha untuk tidak intervensi namun mendukung dari belakang, Mengawasi persoalan sensitif dengan memeriksa kemajuan (Thomas, 2004; 23). Berikut teknik dalam menjalankan delegasi:1. Menentukan tujuan. Anggota diinformasikan mengenai maksud

dan pentingnya tugas serta tanggung jawab yang diberikan kepada mereka.

2. Menegaskan otoritas. Anggota yang diberi delegasi harus dapat mempertanggung jawabkan tugasnya, serta diberi informasi mengenai sumber daya yang dapat digunakannya untuk mencapai tujuan tugas yang diberikan.

3. Memotivasi. Manajer harus secara intens untuk memotivasi anggota yang diberi delegasi agar mereka merasa didukung oleh pimpinan.

4. Meminta penyelesaian tugas. Manajer harus menagih pekerjaan yang diberikan kepada anggota yang diberi mandat. Sehingga dapat memicu kinerja yang cepat dan tepat.

5. Berikan latihan. Manajer harus terus meningkatkan kapasitas dan kompetensi anggota yang diberi delegasi dengan mengi-kuti berbagai pelatihan dan workshop yang terkait tugas mereka.

6. Pengawasan. Melakukan supervisi dengan adanya pemberian laporan mingguan bahkan harian. Namun demikian mana-jer harus memiliki cara kerja yang tidak menghabiskan waktu memeriksa laporan kerja anggota yang didelegasi (Allen, 1958; 319).

Dalam pemberian delegasi sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) seorang pemberi delegasi tidak lagi berwenang menjalankan apa yang telah didelegasikan; 2) memiliki kekuatan hukum yang berlaku; 3) delegasi tidak diberikan dalam sebuah sistem hirarkis; 4) adanya pertanggung jawabang dari penerima kepada pemberi delegasi; 5) pemberi delegasi dapat saja memberi instruksi(Ridwan, 2011; 104). Langkah-langkah dalam delegasi dapat dilakukan dengan tiga langkah delegasi sebagai berikut:1. Tanggung jawab. Adalah kewajiban untuk melakukan peker-

jaan, manajer hanya memberi karyawan pekerjaan atau melaku-kan tugas yang harus dilakukan.

2. Wewenang. Adalah kekuasaan dalam organisasi, untuk menca-pai suatu pekerjaan atau tugas. Hal ini termasuk kekuasaan untuk mendapatkan informasi spesifik, atau membuat keputu-san tertentu.

Page 188: PERILAKU ORGANISASI

172 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

3. Akuntabilitas. Adalah kewajiban seorang pekerja untuk menyelesaikan pekerjaan (Pride, 2014; 299).

Dalam delegasi terdapat beberapa hambatan, misalnya ada kemungkinan manajer tidak mau mendelegasikan pekerjaan. Banyak manajer enggan untuk mendelegasikan karena ingin memastikan bahwa pekerjaan akan dilakukan dengan tepat. Bahkan, terdapat manajer yang enggan mendelegasikan tugas karena kompetensi bawahannya, khawatir akan mendapatkan hasil yang baik dan perhatian atasan lebih tinggi, dan khawatir bawahan akan mendapa-tkan promosi (Pride, 2014; 299). Kesulitan dalam menjalankan dele-gasi sering atasan yang tidak percaya pada kompetensi dan kecaka-pan kerja bawahannya. Hal ini akan berdampak pada banyak aspek organisasi, di satu sisi atasan semakin banyak pekerjaan yang dilakukan, di sisi karyawan merasa tidak dihargai keahlian dan akan berdampak pada kepuasan kerja yang kurang, karena tidak ada aktualisasi diri dengan memberi kontribusi bagi organisasi.

C. RINGKASANFungsi utama struktur organisasi salah satunya adalah agar dapat secara mudah dalam mengendalikan perilaku anggota organisasi. Selain itu dalam struktur organisasi akan dapat dilihat jelas pemba-gian tugas masing-masing setiap divisi dan individu di dalam organisasi. Dalam sebuah struktur organisasi dapat dilihat gamba-ran mengenai spesialisasi aktifitas, tugas unit dan individu organi-sasi, adanya standar aktifitas, koordinasi dan komunikasi tugas, dan kewenangan dalam organisasi.

D. PERTANYAAN UNTUK EVALUASI DAN DISKUSI 1. Berikan pengertian anda terhadap istilah struktur dan desain

organisasi !2. Jelaskan pembagian tugas dalam organisasi !3. Ungkapkan pengetahuan anda mengenai departementalisasi !4. Ungkapkan pengetahuan anda mengenai rentang kendali !5. Ungkapkan pengetahuan anda mengenai delegasi wewenang !6. Diskusikan dengan teman anda tentang fakta-fakta departe-

mentalisasi, rentang kendali, dan delegasi wewenang yang ditemukan di sekitar kalian !

Page 189: PERILAKU ORGANISASI

173Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

Struktur Organisasi dan Desain Pekerjaan Perspektif IslamIslam sebagai agama yang memiliki keteraturan selalu menjalankan prinsip koordinasi sebagaimana di dalam organisasi modern. Sebelum masa Nabi Muhammad sebagaimana dijalankan pada masa Nabi Yusuf, telah nampak struktur organisasi, dengan adanya raja dan Yusuf sebagai menteri, sementara di masa Nabi, terdapat struktur tidak tertulis yang saling melakukan koordinasi, artinya terdapat para sahabat yang menjalankan tugas-tugas yang diman-datkan oleh Nabi. Praktik struktur organisasi lebih nampak ketika sistem kekhilafahan Islam semakin meluas sehingga diperlukan menteri, gubernur sebagaimana disampaikan oleh al-Mawardi dalam bab sebelumnya. Salah satu kata kunci dalam desain peker-jaan dalam prinsip Islam adalah memberikan sebuah keperjaan kepada orang yang memang ahli dalam sebuah bidang, dan ini telah diterapkan masa Nabi, dimana Nabi memberikan para saha-bat tanggung jawab sesuai dengan kompetensi dan keahlian yang mereka miliki. Bahkan sebagaimana disampaikan Nabi, jika sebuah pekerjaan tidak diberikan kepada ahlinya, maka hal tersebut akan menuai kehancuran bagi organisasi, prinsip menempatkan orang yang benar di sebuah posisi kerja yang benar ini idealnya menjadi nilai dasar dalam menjalankan roda organisasi.

Page 190: PERILAKU ORGANISASI

174 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Page 191: PERILAKU ORGANISASI

175Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

BAB 14PERUBAHAN DALAM ORGANISASI

Tujuan Pembelajaran:1. Mengetahui dan memahami definisi manajemen perubahan.2. Mengetahui dan memahami proses perubahan.3. Mengetahui dan memahami perubahan penting dalam filsafat

manajemen.4. Mengetahui dan memahami perubahan dalam perspektif Islam.

Kompetensi yang diharapkan:1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi manajemen peruba-

han.2. Mahasiswa mampu menjelaskan proses perubahan.3. Mahasiswa mampu menjelaskan perubahan penting dalam

filsafat manajemen.4. Mahasiswa mampu menjelaskan perubahan dalam perspektif

Islam.

A. PENDAHULUAN Tekanan-tekanan yang terjadi dan ketidakpastian di luar organ-isasi, membuat organisasi harus merubah perilaku dan berbagai aspek di internal organisasi. Namun perubahan yang akan dibuat di organisasi selalu mendapat tentangan dari anggota dan berbagai kelompok di organisasi. Dengan mempelajari dan aplikasi perilaku organisasi maka resistensi tersebut akan dapat di atasi. Jika sebuah organisasi ingin bertahan maka tuntutan perubahan harus dilaku-kan. Perubahan harus direncanakan, proaktif dan memiliki tujuan yang jelas. Perubahan direncanakan dengan alasan utama agar organisasi dapat beradaptasi dengan berbagai kondisi yang tidak pasti, selain itu agar organisasi tetap dapat memiliki keberlanjutan sekaligus tetap produktif dan memiliki profitabilitas. Menyikapi

Page 192: PERILAKU ORGANISASI

176 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

perubahan tersebut membuat hampir seluruh yang ada di organisasi akan mengalami perubahan, misalnya: sikap, persepsi, tim, kepemi-mpinan, motivasi, rancangan organisasi. Di sini peran manajer sangat penting sebagai agen perubahan, yang juga bisa merekayasa berbagai perilaku di organisasi.

B. PEMBAHASAN Definisi Manajemen PerubahanManajemen perubahan sebuah konsep menerapkan cara-cara baru bagi organisasi dengan konsep yang tersistematis (Winardi, 2004; 193). Manajemen perubahan adalah tindakan untuk meminimal-isir kendala transformasi organisasi (Winardi, 2004; 2). Perubahan organisasi juga merupakan tindakan beralihnya ke kondisi baru di sebuah organisasi (Winardi, 2004; 2). Organisasi dapat melaku-kan perubahan dengan melihat kondisi internal dan eksternal. Organisasi sebaiknya mengevaluasi kondisi yang berasal dari luar, misalnya melihat perubahan teknologi, sosial politik, pergeseran pasar (Kreitner dan Kinicki, 2010; 449). Jika ingin melihat kondisi internal yang dilihat adalah bagaimana perilaku organisasi, moti-vasi kerja, kinerja, produktivitas, kualitas sumber daya (Kreitner dan Kinicki, 2010; 453).

Setidaknya terdapat delapan teori manajemen perubahan, yaitu: Teori Force-Field (Kurt Lewin, 1951), Teori Motivasi (Beckhard & Harris, 1987), Teori Proses Perubahan Manajerial atau General Manager Led Process (Beer et al, 1990), Teori-teori Organizational Development, Teori Perubahan Alfa, Beta, dan Gamma, Teori Contingency (Tannen-Baun & Schmidt, 1973), Teori-teori manajemen kerja sama, Teori-teori untuk mengatasi resistensi dalam peruba-han, Model Accounting-Turnaround (Harlan D.Platt, 1998) (Kasali, 2006; 98).

Thomas La Bella menjelaskan bahwa pada dasarnya perubahan terdiri dari tiga komponen, yaitu.1. Teknologi. Perkembangan teknologi dapat merubah budaya,

sistem, dan struktur organisasi. Saat ini era perkembangan teknologi informasi membuat organisasi harus berubah. Oleh karena itu setiap elemen dalam organisasi harus dipersiapkan dalam menghadapi perubahan teknologi.

2. Institusi Sosial. Organisasi tidak dapat dipisahkan dari institusi sosial seperti pasar, konsumen, dan masyarakat. Kebutuhan publik (institusi sosial) disebabkan oleh perubahan organisasi.

Page 193: PERILAKU ORGANISASI

177Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

3. Ideologi. Ideologi merupakan kunci terpenting untuk membuat perubahan. Ideologi dapat mentransformasi organisasi namun dapat juga menjadi penghalang.

Berdasarkan tiga komponen perubahan yang diajukan oleh Thomas La Bella tersebut dapat disimpulkan bahwa organisasi harus menyiapkan minimal tiga komponen: Teknologi, Institusi Sosial, dan Ideologi. Ketika sudah memenuhi tiga komponen terse-but maka proses perubahan akan menjadi lebih mudah. Kurt Lewin menjelaskan terdapat tiga langkah dalam mengelola perubahan, yaitu: unfreezing, changing, dan refreezing. Unfreezing yaitu suatu proses penyadaran tentang perlunya, atau adanya kebutuhan untuk berubah. Changing yaitu langkah berupa tindakan, baik memperkuat (driving forces) maupun memperlemah (resistences). Refreezing yaitu membawa kembali organisasi kepada keseimbangan yang baru (a new dynamic equilibrium) (Kasali, 2006; 99-100) .

Teori-teori untuk mengatasi resistensi diperkenalkan oleh Kotter dan Schlesinger pada tahun 1979. Tawaran yang diberikan dalam teori ini yaitu terdapat enam strategi untuk mengatasi resis-tensi yaitu: komunikasi, partisipasi, fasilitasi, negosiasi, manipu-lasi, dan paksaan (Kasali, 2006; 106-114. Menurut teori ini teknik yang dilakukan berbeda-beda tergantung pada tingkat resistensi masing-masing kelompok. Kelompok yang tingkat resistensi yang rendah, paksaan tidak sekuat sebagaimana tingkat resistensinya yang paling tinggi. Berikut adalah target-target yang dapat dirubah dan metode-metode yang dapat dilakukan.

Tabel 20. Target dan Metode Perubahan Organisasi

Target Metode-metode perubahanTujuan dan sasaran Menjelaskan misi secara utuhBudaya Menciptakan nilai-nilai baruStrategi Modifikasi prosedurTugas-tugas Modifikasi kerja dan pekerjaanTeknologi Modifikasi rancangan pekerjaanOrang-orang Modifikasi sistem sumber daya manusiaStruktur Modifikasi mekanisme koordinasi

(Winardi, 2004; 4)

Page 194: PERILAKU ORGANISASI

178 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Proses PerubahanKapan perubahan dapat dilakukan bisa diidentifikasi ketika dalam sebuah analisis kebutuhan akan perubahan (Sedarmayanti; 81). Proses perubahan meliputi elemen sebagi berikut: 1) Tujuan dan manfaat, terdapat sebuah pemicu perubahan dengan memeriksa kembali visi organisasi dan realitas organisasi saat ini. Pengukuran, melakukan penilaian kebutuhan meninjau, mengklarifikasi, meng-amandemen elemen yang tidak diperlukan (Sedarmayanti; 211).

2) Perencanaan, perlu melakukan audit dan post audit dan training untuk mempersiapkan perubahan; 3) Orang, dalam perilaku organ-isasi juga harus dirubah dengan adanya: keinginan berubah, meli-batkan individu dan berbagai kelompok dalam organisasi untuk terlibat dalam agenda perubahan.

Tabel 21. Keterlibatan dalam Proses Perubahan.

Peran AktivitasInisiator perubahan

Menyampaikan agenda perubahanInventarisir agenda perubhanSosialisasi perubahan

Agen perubahan

Kegiatan pencerahanKonsultasi perubahanMemantau perubahan

Juara Marketing perubahan di level manajemen tengahMemasok sumber daya sesuai kebutuhan perubahanMenghilangkan kendalaMengendalikan isu perubahanAda hasil awal

Sponsor Agenda perubahan di level manajemen atasMempersiapkan pendampingMenyediakan tim intervensiMenyiapkan anggaran perubahan

Opinion Leaders

Panduan teknis perubahanKampanye perubahan akan lebih baikAnggaran kerja yang lebih

Manajer Infrastruktur

Mengelola infrastruktur pendukungAda naskah pendukung perubahanAkses informasi perubahan

Page 195: PERILAKU ORGANISASI

179Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

Tim Implementasi

Menjalankan agenda perubahanVerifikasi kerja perubahanMeyakini agenda perubahan adalah benarMenyediakan fakta pentingnya perubahan

(Reifer, 2011; 3)

Jika dilihat tabel di atas posisi yang tertinggi adalah inisiator perubahan hingga yang berada di tataran paling bawah adalah Tim Implementasi. Dapat dipahami bahwa perubahan membutuh-kan inisiator yang baik namun juga membutuhkan orang-orang yang tergabung dalam satu divisi dalam organisasi yang bertugas mengartikulasikan dan mengoperasionalkan ide-ide dari inisiator perubahan. Dalam menjalankan perubahan terdapat hambatan dan dukungan sebagaimana disampaikan oleh George dan Jones (Winardi, 2004; 3).

Tabel 22. Pendukung dan penghambat Perubahan

Kekuatan yang Membantu Kekuatan yang MenghalangiKekuatan kompetitif Kendala keorganisasian Kekuatan ekonomi dan politik Perbedaan orientasi Kekuatan global Budaya keorganisasianKekuatan demografik Kendala norma kelompok

Kekuatan etikal Resistensi kebiasaan

George dan Jones menjelaskan lima kekuatan yang membantu perubahan, yaitu kekuatan-kekuatan: kompetitif, ekonomi dan politik, global, demografik dan sosial, serta etikal. Lima kekuatan ini semestinya menjadi daya dorong bagi organisasi untuk melaku-kan perubahan. Sedangkan kekuatan yang menghambat perubahan yaitu: kekuasaan dan konflik, perbedaan orientasi fungsional, kultur keorganisasian, kohesivitas kelompok, kendala individual dan resis-tensi kebiasaan. Kekuatan-kekuatan yang menghambat perubahan inilah yang harus di atasi untuk melakukan perubahan.

Faktor pendorong tersebut menurut Soekanto antara lain: Kontak budaya, Pendidikan yang maju, Menghargai karya, Toleransi terhadap tindakan berbeda, Sistem yang terbuka, Anggota organi-sasi yang heterogen, Ketidakpuasan dalam aspek tertentu, Orientasi masa depan.

Page 196: PERILAKU ORGANISASI

180 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Sedangkan dilihat dari penghambat, yaitu: Perkembangan ilmu pengetahuan yang lambat, Pandangan tradisional masyarakat, Kepentingan yang tertanam kuat, Kurangnya komunikasi, Terdapat prasangka buruk terhadap hal baru, Hambatan ideologis, Budaya yang mengakar, Adanya kelompok yang merasa mapan tidak perlu perubahan, Menilai sumber perubahan tidak tepat, Tidak tersedia sumber daya, Kekuatan kelompok yang saling bersaing.

Proses perubahan sangat membutuhkan seorang pemimpin perubahan, sebagaimana dijelaskan Kasali dengan menggunakan konsep Harper mengenai pemimpin reaktif dan pemimpin proaktif berikut.

Tabel 23. Pemimpin Reaktif dan Pemimpin Proaktif

Pemimpin Reaktif Pemimpin ProaktifSelalu bergerak karena reaksi atas kejadian-kejadian di luar organi-sasi

Selalu mengantisipasi dengan cara ingin memengaruhi lingkungan

Tidak siap menghadapi perubahan Inisiatif melakukan pembaharuan yang menimbulkan dampak

Selalu terbelenggu masa lalu dan khawatir akan masa depan

Meyakini bahwa cara terbaik mera-mal masa depan adalah dengan menciptakan sendiri perubahan

Memiliki persepsi negatif terhadap perubahan dan terkesan menolak perubahan

Menyadari secara utuh bahwa masa lalu, masa kini belum tentu cocok di masa mendatang

Mencari aman dalam kondisi yang sedang berubah

Menyadari bahwa status quo hanya akan membawa kegagalan

(Kasali, 2007; 244)

Kasali menjelaskan langkah-langkah atau strategi yang dilaku-kan di dalam dunia bisnis misalnya: memangkas biaya tertentu, mengganti manajemen, melakukan aliansi, dan sebagainya. Namun demikian sebelum pada tahap mengambil langkah-langkah, maka perlu dikategorikan dua jenis perubahan, yaitu Perubahan Operasional dan Perubahan Strategis. Perubahan operasional lebih kepada bersifat teknis, kurang memberikan dampak besar, paling yang dapat dilihat adalah perubahan kemasan sebuah produk, atau adanya perubahan warna pakaian kerja. Perubahan dilaku-kan belum mencapai tahap substantif. Berbeda dengan Perubahan strategis, dimana terjadi sebuah perubahan radikal dan mendasar

Page 197: PERILAKU ORGANISASI

181Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

seperti budaya organisasi yang menjadi landasan bergerak sebuah organisasi.

Dalam sebuah agenda perubahan dibutuhkan perubahan intan-gible yang disebut sebagai Myelin yang bisa menjadi kekuatan sebuah organisasi Dalam melakukan perubahan, membutuhkan sebuah Myelin. Setiap (Kasali, 2010; 32-33). Myelin merupakan sebuah warisan memori yang ada di organisasi, namun juga dapat ditrans-fer melalui pembelajaran atau pembiasaan (Kasali, 2010; 32). Dalam sebuah perubahan dibutuhkan intangible. Tanpa intangible perusa-haan menjadi kering tidak bernyawa dan akan terombang-ambing. Intangible memang tidak nampak, namun ketidakberadaannya pada sebuah organisasi dapat diketahui dengan cepat (Kasali, 2010; 321). Intangible akan mengawal kemana organisasi pergi. Tanp intangibles hanya akan ada ilusi yang tidak berbekas. Intangibles dapat dipa-kai untuk banyak keperluan, seperti reputasi produk, perusahaan ( Kasali, 2010; 332). Intangibles akan membuat sebuah usaha hidup terus, berkreasi dalam jangka panjang, dan mudah menyesuaikan. Memory itulah yang menggerakkan manusia untuk berkarya dan bertindak ( Kasali, 2010; 336). Organisasi bisa hidup, dan bisa mati, yang melakukan perubahan pun bisa saja mati. Tetapi tanpa intangi-bles tidak akan ada perubahan, tanpa perubahan tidak akan ada ada pembaharuan (Kasali, 2010; 21).

Perubahan Penting dalam Filsafat Manajemen“The only constant thing in the world is change” dalil Albert Einstein, seorang fisikawan yang terkenal dengan teori relativitasnya. Jika mengaplikasikan konsep perubahan Einstein tersebut ke ilmu mana-jemen, maka dapat dilihat bahwa perubahan selalu akan terjadi pada organisasi yang harus disikapi dengan merubah manajemen dimu-lai dari filsosofinya. Filosofi manajemen selanjutnya akan memen-garuhi visi, misi, program, dan segala aktivitas organisasi. Sebelum merubah filosofi manajemen, pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab adalah hal apa saja yang membuat organisasi harus meru-bah filsafat manajemen yang ada di organisasi. Terdapat sembilan faktor yang menyebabkan perubahan sebagai berikut.

Tantangan utama masa depanPandangan Drucker tantangan masa depan adalah pengeta-

huan. Sementara Alfin Tofler berpandangan bahwa tantangan masa depan adalah gelombang informasi. Jika diperluas lagi, tantangan masa depan manajemen bukan lagi hanya masalah teknikal belaka,

Page 198: PERILAKU ORGANISASI

182 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

tetapi sudah merembet ke berbagai aspek, isu tenaga kerja, misal-nya isu lingkungan, isu politik, isu kemanusiaan, isu SARA. Artinya dapat dilihat bahwa masa mendatang, persoalan organisasi bukan hanya masalah manajemen dalam artian sempit. Di sinilah pentin-gya renungan filosofis dalam manajemen.

Perubahan konfigurasi ketenagakerjaanKonfigurasi ketenagakerjaan merupakan prinsip perekrutan,

penempatan, alih wilayah kerja, promosi, dan berbagai permasalah personalia lainnya yang akan mengalami dinamika yang biasa akan berubah karena hasil penelitian, bahkan bisa dipengaruhi oleh poli-tik internal organisasi, ataupun pengaruh eksternal dari kelompok penekan (pressure group).

Tingkat pendidikan pekerjaOrganisasi menuntut produktivitas, namun jika merujuk prin-

sip Adam Smith bahwa produktifitas semestinya harus bersamaan dengan tingkat keahlian dan pengetahuan personil yang diperoleh melalui pendidikan. Oleh karena itu organisasi harus memfasilitasi personeel capacity building terlebih dahulu untuk mencapai institu-tional building.

TeknologiTeknologi berkembang dalam hitungan menit, baik itu elek-

tronik, mesin, ataupun perangkat lainnnya, yang tidak bisa dihindari memengaruhi perubahan terhadap manajemen organisasi. Sebelum berkembang teknologi informasi, manajemen sistem informasi atau yang lebih dikenal dengan SIM belum begitu populer dalam dunia manajemen.

Situasi perekonomian memengaruhi sistem manajemen.Perekonomian nasional dan perekonomian dunia apakah

mengarah pada positif atau negatif akan memengaruhi manajemen organisasi. Misalnya harga minyak dunia akan memengaruhi pere-konomian di level nasional, yang otomatis harus menjadi pertim-bangan pihak manajemen yang dampaknya akan luas. Contoh di dunia pabrik, ketika harga minyak naik, biasanya buruh pasti akan demonstrasi menuntut naikkan upah. Tentunya hal ini memicu perubahan dalam organisasi.

Page 199: PERILAKU ORGANISASI

183Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

Berbagai kecenderungan sosial politikDalam sub ini Siagian hanya menulis kecenderungan sosial,

namun penulis menambahkan politik. Artinya permasalahan sosial tidak terlepas dari permasalahan politik. Dua isu ini tidak bisa dihindari, pasti akan memengaruhi perubahan organisasi. Salah satu contoh, ketika terjadi peralihan kekuasaan politik maka kebi-jakan pemerintah akan berdampak langsung terhadap organisasi.

GeopolitikDi era global setiap permasalahan politik di suatu negara akan

berdampak secara global. Apa yang sedang terjadi di Ukraina dan Rusia, apa yang terjadi di Timur Tengah: Suriyah, Irak, apa yang terjadi di Amerika Selatan: Kuba, Venezuela, dan apa yang terjadi di Korea Utara, serta berbagai belahan dunia lainnya, secara otom-atis akan memicu berbagai hal, apakah ekonomi, militer dan dunia binis. Bahkan dengan terjadinya sebuah perubahan politik di sebuah negara maka secara otomatis akan membuka peluang bisnis dan pasar. Misalnya Irak dan Kuba, dengan terjadinya penggulingan Saddam Husein dan Moamar Qhadafi maka secara drastis keran investasi dan eksplorasi tambang minyak terbuka lebar. Oleh karena itu, di era kontemporer, seorang pemimpin global harus disiapkan untuk mempersiapkan organisasi global yang siap ekspansi bisnis. Contoh terbaru di Indonesia adalah dengan adanya kebijakan baru dari Presiden Jokowi, misalnya tidak memberikan grasi kepada terp-idana mati narkoba asal Brasil, Australia dan negara lain, ternyata berdampak luas terhadap sikap politik negara bersangkutan, yang tidak tertutup kemungkinan akan menyebabkan terhentinya berb-agai kerja sama. Tidak hanya itu, langkah-langkah radikal yang dilakukan oleh Menteri Perikanan ternyata banyak menuai protes, dan ketakutan dari negara-negara tetangga yang berkepentingan atas lemahnya pengawasan terhadap laut Indonesia. Artinya peru-bahan kepemimpinan di Indonesia telah merubah pola-pola tran-saksi perikanan yang di dalamnya berputar uang triliunan dari hasil illegal fishing.

PersainganPersaingan merupakan hal normal dalam dunia bisnis. Oleh

karena itu perusahaan atau organisasi dituntut untuk mampu meningkatkan daya saingnya, yaitu dengan melakukan perubahan manajemen (Siagian, 2004; 4).

Page 200: PERILAKU ORGANISASI

184 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Perubahan Sosial sebagai Pembelajaran Perubahan OrganisasiOrganisasi sebagai sistem sosial tidak terlepas dari berbagai fenom-ena di masyarakat. Oleh sebab itu penting mempelajari bagaimana konsep perubahan sosial yang juga dapat diadaptasi dalam kajian perilaku organisasi. Secara etimologi perubahan (change) adalah peristiwa perubahan posisi unsur (Jamaluddin, 2015; 39). Perubahan bisa berbentuk bergantinya norma, nilai yang dianut serta cara beperilaku sebuah organisasi (Soekanto, 2003; 301). Perubahan sosial merupakan sebuah skenario masa depan yang memberikan daya tarik serta mempesona, serta berupaya meninggalkan masa lalu yang mapan (Anthony Giddens, 2009; 127). Namun demikian Giddens menjelaskan bahwa dalam menjalankan sebuah agenda perubahan sosial membutuhkan sebuah kepercayaan aktif (active trust) yang dianut dan dilakukan oleh anggota masyarakat yang terkait dengan kepedulian politis-kehidupan. Dalam perubahan sosial perlu menciptakan situasi-situasi agar kepercayaan aktif dapat tumbuh dan dipertahankan.

Proses Perubahan SosialPerubahan sosial melalui proses sebagaimana dikemukakan dalam kajian Sosilogi berikut. Karl Marx dengan teori konfliknya menga-takan bahwa sebuah perubahan sistem diperlukan konflik proletariat dengan kalangan borjuis. Perubahan dapat dilakukan jika terdapat sebuah social conscious atau kesadaran sosial dari masyarakat sehingga tergerak untuk melakukan perubahan sistem, ekonomi, politik ataupun kultural. Konsep gerak sejarah Marx sangat dipen-garuhi gagasan dialektika Hegel yang poinnya sebagai berikut.1. Gerak sejarah selalu memiliki arah progresif, walau terlihat

banyak distorsi dalam prosesnya.2. Sebuah proses sejarah banyak terjadi dinamika yang kontradik-

tif hancur dan rekonstruksi, merupakan hal lazim.3. Perkembangan gerak sejarah tidak bertahap, lancar, dan kumu-

latif.4. Urutan tahapan sejarah meliputi: sejarah kehidupan primitif

yang penuh penindasan, kemudian masuk ke tahap emansipasi dimana terjadi gerakan perubahan dan pembebasan, terakhir yaitu kemerdekaan diri.

5. Gerakan sejarah dilakukan oleh kekuatan dari dlaam. Semangat (geist) adalah penyebab adanya transformasi dirinya sendiri.

Page 201: PERILAKU ORGANISASI

185Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

6. Kekuatan perubahan akan menghadapi kontradiksi, penderi-taan, ketegangan, dan penyelesaian setelah melalui upaya terus menerus.

7. Peristiwa historis aktual dipandu oleh nalar kritis yang cendrung menghasilkan semanagat progresif (Sztompka, 2004; 172-173).

Berbeda dengan Marx, sosiolog seperti Max Weber mengemu-kakan teori sosiologi humanis, dimana untuk melakukan perubahan sejarah. Jika Marx menetapkan bahwa perubahan sosial akan terjadi karena faktor ekonomi yang kemudian dikenal dengan teori materi-alisme historis, bahwa gerak sejarah sangat dipengaruhi oleh struk-tur ekonomi bukan idea.Weber menjelaskan masyarakat kapitalis di Eropa dipengaruhi oleh tindakan-tindakan manusia dan tingkah laku manusia. Sehingga Weber melahirkan konsep spirit of captal-ism, yaitu: motif memperoleh laba, hidup asketis, dan semangat misi (Kristeva, 2014; 30-31). Perubahan merupakan aktivitas yang membuat mungkinnya terjadi modifikasi yang karena dipengaruh faktor internal dan eksternal (Soekanto, 2003; 79-80).

Bentuk lebih kongkritnya, Selo Soemardjan (2009; 453-484) mengajukan proses berubahan sosial dapat terjadi, jika: 1) muncul-nya stimuli yang kuat untuk menganjurkan perubahan; 2) tekanan kuat dari luar untuk melakukan perubahan; 3) kecenderungan untuk bekerjasama dengan pihak luar yang menawarkan perubahan; 4) dalam sebuah kondisi tertekan akan lebih memungkinkan sebuah perubahan; 5) faktor aset atau sumber daya yang didistribusi tidak adil dapat memicu perubahan; 6) memahami pentingnya perubahan; 7) ketidakmerataan distribusi keadilan bisa memunculkan konflik dan ketegangan sosial; 8) ketika inovasi mulai menampakkan hasil, maka akan gampang meninggalkan cara lama; 9) terdapatnya arus pertukaran gagasan yang berdampak pada pencerahan dan menga-kibatkan kebutuhan akan perubahan; 10) semakin dalam kondisi frustrasi terhadap keadaan kritis justru memicu agenda perubahan

Dari poin perubahan sosial yang dikemukakan oleh Soemardjan, dapat dilihat bahwa persoalan sosial yang sudah berurat berakar akan semakin gampang melakukan sebuah gerakan sosial untuk sebuah perubahan. Rakyat akan lebih menjadi progresif dan mau digerakkan oleh pihak luar yang dianggap memperjuangkan aspi-rasi mereka. Soemardjan menympulkan bahwa sebuah perubahan dapat terjadi dengan teknologi, ideologi, dan lingkup biologi.

Page 202: PERILAKU ORGANISASI

186 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Bentuk Perubahan SosialSoekanto (2003) menjelaskan bentuk-bentuk perubahan sebagai berikut. Pertama, Perubahan Evolusioner dan Revolusioner. Pada perubahan evolusioner, perubahan berlangsung sangat lambat dan perubahan terjadi dengan sendirinya tanpa ada kehendak tertentu. Sedangkan perubahan revolusioner bahwa perubahan dapat terjadi tanpa direncanakan maupun dengan direncanakan. Secara sosiol-ogis agar sebuah revolusi dapat terjadi jika syarat-syarat tertentu dapat dipenuhi sebagai berikut: a) adanya keinginan untuk melaku-kan sebuah perubahan; 2) adanya seorang pemimpin atau kelom-pok yang dianggap mampu memimpin masyarakat tertentu; c) ada momentum yang tepat untuk memulai sebuah gerakan, misalnya Reformasi 1998 ketika menjatuhkan Soeharto mendapatkan momen yang tepat karena adanya krisis moneter.

Kedua, Perubahan kecil dan Perubahan besar. Perubahan kecil adalah perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung bagi masyarakat, misalnya perubahan model pakaian tidak akan merubah seluruh masyarakat. Sedangkan Perubahan besar yaitu perubahan yang berdampak secara luas di masyarakat bahkan mungkin di dunia, misalnya revolusi industri yang berdampak pada upah buruh, kepemilikan tanah, stratifikasi sosial, serta politik dan budaya. Contoh termu-takhir adalah revolusi digital yang dikenal dengan revolusi 4.0 yang telah merubah hampir setiap sendi kehidupan manusia, salah satu contoh saja, bagaimana dengan aplikasi belanja online, telah meru-bah cara orang berbisnis dan mengkonsumsi produk, dalam istilah Kasali disebut terjadinya shifting.

Ketiga, Perubahan dikehendaki, dan Perubahan tidak diren-canakan. Perubahan tidak dikehendaki adalah perubahan yang terjadi tanpa direncanakan yang berlangsung di luar jangkauan masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya akibat-akibat yang tidak diharapkan. Perubahan dikehendaki sudah direncanakan dahulu sedangkan orang yang melakukan perubahan disebut dengan agent of change, yaitu individu atau kelompok yang diper-caya memimpin perubahan. Agent of change ketika melakukan peru-bahan mengkonsep terlebih dahulu dengan adanya rekayasa sosial (social engineering) sedemikian rupa dan terprogram.

Page 203: PERILAKU ORGANISASI

187Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

Agen Perubahan SosialSebua kesuksesan agenda perubahan sangat tergantung dengan agen perubahan yang mengarahkan dan mendukung proses peru-bahan. Individu dan grup yang berperan sebagai agen perubahan mengambil tanggung jawab atas perubahan di sebuah sistem sosial. Seorang agen perubahan sangat identik dengan kepemimpinan, sehingga sering disebut sebagai pemimpin perubahan (John R. Schermerhon, 2002; 59). Pada awalnya agen perubahan berada diluar diri manusia atau lebih tepatnya disandarkan kepada perso-alan supranatural yang dalam bahasa Freire disebut “kesadaran mistis” oleh Marx disebut sebagai hal “utopis”, sebuah keyakinan bahwa yang dapat merubah adalah sebuah kekuatan besar di luar diri manusia. Dalam sejarah sosial ataupun sejarah pemikiran Islam bisa dilihat dari pandangan yang jabaristik, bahkan hingga sampai saat ini masih banyak kalangan Muslim yang “tawakal” tidak padaporsi yang pas, padahal dalam Al-Qur’an sangat jelas bahwa Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum jika tidak mereka yang berusaha merubahnya. Banyaknya sikap pasif terhadap peruba-han ini juga banyak mendorong para pemikir Islam kontemporer untuk merumuskan Islam yang transformatif, sebut saja misalnya: Ali Syariati, Moeslim Abdurrahman, KH. Abdurrahman Wahid, dengan tawaran konsepnya masing-masing yang tentu saja saling mengisi.

Dalam kajian sosiologi agen perubahan dimasyarakatkan, masyarakat dibayangkan sebagai organisme yang mengatur dan mengubah dirinya sendiri (Sztompka, 2004; 212). Agen perubahan diperlakukan sebagai kekuatan yang melekat dalam tubuh organ-isasi sosial. Oleh Dahrendorf, bahwa agen perubahan merupakan sebuah “meta-power” dimana ia mensetting suasana sosial bagi orang lain, membangun hubungan sosial. Berikut adalah kutipan yang menjelaskan apa itu agent of change atau pelopor perubahan (Soemardjan, 2009; 448).

Sebuah perubahan akan berdampak dalam bidang lainnya, lembaga politik, keagamaan, ekonomi dan pendidikan suatu masyarakat. Namun demikian dalam kajian sosiologis, perubahan yang dimotori oleh individu mendapatkan banyak kritikan, bahwa sebaiknya perubahan dilakukan secara kolektif.

Page 204: PERILAKU ORGANISASI

188 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Peran Agama dan Perubahan SosialAgama sebagai institusi sosial tidak hanya memberi pelayanan pada persoalan spiritualitas saja namun dalam sejarah umat manusia, justru agama sering menjadi pendorong perubahan, dalam konteks gereja, tentu sejarah Marthin Luther King, Mahatma Gandhi, dan Ayatullah Khomeini merupakan tokoh agama yang kemudian berhasil meletupkan perubahan yang berdampak luas dalam seja-rah kontemporer manusia.

Agama-agama besar dunia memiliki semangat untuk melaku-kan perubahan sosial. Islam, sebagai contoh sejarah kelahirannya berperan kuat dalam melakukan perubahan keyakinan, nilai-nilai, dan moralitas masyarakat Arab agar dapat menjadi masyarakat yang lebih humanis (Haryanto, 2015; 233). Dalam konteks seja-rah pergerakan kemerdekaan Indonesia agama, misalnya Islam memberikan kontribusi terhadap perubahan, bagaimana peran ulama dan Nahdlatul Ulama dan organisasi semacam Sarekat Islam yang sangat memberi kontribusi dalam perlawanan terhadap kolo-nialisme.

Dalam sosiologi, agama mendapat sorotan penting dalam perannya mendorong perubahan. Misalnya bagaimana agama mempengaruhi norma ekonomi dan perilaku, kontribusi agama dalam sistem politik dan kekuasaan, dan peran agama dalam kebu-dayaan. Weber secara mendetail mengkaji persoalan protestan etik yang dalam banyak riset dikatakan sebuah pendorong kapitalisme dan masyarakat demokratis. Dalam pandangan Weber bahwa etos kerja, profesionalitas, dan asketisme telah menghasilkan surplus ekonomi dalam jumlah besar yang menjadi multiplier effect secara ekonomis. Tiga tesis utama Weber terhadap agama: 1) efek agama terhadap aktivitas ekonomi; 2) hubungan ide-ide agama dan stratifi-kasi sosial; 3) hubungan antara ide-ide agama dan perbedaan katrak-teristik peradaban barat (Haryanto, 2015; 237). Namun demikian Weber membatasi kajiannya ini kepada komunitas Kristen Metodis, Calvinisme, Baptisisme, dan Pietisme. Teori Weber ini didukung oleh Parsons mengenai agama dalam proses perubahan sosial. Di Amerika Latin, agama dapat menjadi sebuah alat pemantik Revolusi, sehingga di Amerika Latin merupakan hal biasa seorang agamawan juga merupakan pemimpin Revolusi Sosial. Bahkan terjadi perpad-uan antara ajaran Katolik dengan Marxisme. Agama dan Revolusi ini juga pernah menjadi perhatian Marx dan Engels bahwa agama dapat diperhitungkan dalam gerakan sosial. Sedangkan dalam

Page 205: PERILAKU ORGANISASI

189Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

Islam, Revolusi Iran tercatat dalam sejarah bagaimana Islam dapat diradikalisasi dalam melawan penindasan.

Namun demikian, walaupun agama merupakan sebagai pendorong atau pendukung perubahan sosial, agama juga sangat bisa menjadi penghambat perubahan (Haryanto, 2015; 244). Salah satu persoalan besar agama dikatakan penghambat perubahan adalah ajaran, nilai-nilai, atau keyakinan yang sering tidak mere-spon situasi yang telah berubah. Dalam kelompok Islam hal ini masih menjadi persoalan, misalnya ketika berbicara isu-isu seperti perempuan dan politik, perubahan teknologi dan dampaknya, serta banyak fiqih atau pandangan klasik yang bagi beberapa kalangan Islam tidak dapat di ganggu gugat, sehingga terkesan sangat tidak respon terhadap modernitas dan dinamika zaman. Seorang sarjana, Myrdal melakukan penelitian selama 10 tahun di Negara Asia yang menyatakan bahwa agama merupakan hambatan utama dalam modernisasi, misalnya di India bagaimana sistem Kasta merupakan faktor yang melestarikan kesenjangan sosial dan kemudian melahir-kan sistem yang korup dan nepotisme. Samatar (2005) melakukan penelitian di Somalia bagaimana penerapan “ajaran Islam” yang berlangsung disana sangat hegemonik terhadap kaum perempuan yang diperlakukan sangat diskriminatif misalnya dengan larangan merasakan pendidikan. Tidak hanya di Somalia, praktik diskrimi-nasi akibat pandangan keagamaan terhadap perempuan ini juga banyak terjadi di Indonesia, dengan menggunakan tafsir yang patri-arkis dan merugikan perempuan.

Dalam sejarah sosial Islam kontemporer peran Muhammad Abduh dalam rasionalisasi Islam sangat penting dalam melakukan perubahan sosial, bahkan berdampak ke masyarakat Islam, yang diawali masuk melalui jalur media cetak, buku, kampus, hingga berdampak ke masyarakat secara luas. Abduh telah menggemakan reformasi Islam dengan sintesis gagasan Barat dan Islam, dan kebe-basan beragama. Dalam konteks Indonesia, tokoh-tokoh Islam lokomotif perubahan, ambil saja sebagai contoh dua nama seperti Gus Dur, dan Cak Nur telah membuat sebuah revolusi Islam yang menggugat ortodoksi kaku. Islam sebagai spirit perubahan dan modermnitas setidaknya pernah disampaikan oleh Robert N. Bellah yang mengatakan bahwa ajaran Islam sangat kompatibel dengan modernitas, bahkan jauh sebelum Barat mengenalnya. Sedangkan Ernest Gelner mengatakan dalam ajaran Islam itu sangat universa-lis, rasionalis yang dibutuhkan dalam perubahan sosial masyarakat modern.

Page 206: PERILAKU ORGANISASI

190 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Perubahan dalam Perspektif IslamDalam Surat Al-Baqarah: 218 menggambarkan hakikat perlunya perubahan semata-mata hanya mengharapkan rahmat Allah. Dalam Surat An-Nisaa’: 97 menggambarkan perubahan dengan peristiwa Hijrah (Shihab, 2005; 682). Di Surat Ar-Ra’d: 11 bahwa perubahan sosial jangan tergantung pada individu, namun butuh usaha kolek-tif, dan membutuhkan kesungguhan. Dalam ayat ini Allah member-ikan anugerah pada manusia, karena perubahan tidak terjadi sebe-lum manusia melangkah. Kehendak manusia menjadi “syarat” kehendak Allah (Shihab, 2005; 370). Quraish Shihab mengatakan bahwa Allah menganugerahkan manusia untuk menentukan tinda-kannya dan ini merupakan kehormatan yan diperoleh manusia.

Peristiwa Hijrah dapat dikatakan sebuah momentum perubahan bagi umat Islam. Karena melalui Hijrah umat Islam masa Rasulullah dapat membangun tatanan masyarakat baru di Madinah. Peristiwa Hijrah menjadi momentum pemantapan ajaran Islam dalam hal sosial, politik, ekonomi, pendidikan dan sebagainya. Menurut Watt kata Arab “hijrah” bukanlah berarti “lari” tetapi sebaiknya diterjemahkan dengan “pindah” (Departemen Agama, 1993; 370). Perpindahan yang dimaksud di sini bukan dimaknai peralihan dari satu daerah ke daerah lain. Melainkan Hijrah dimaknai sebagai perubahan dari situasi yang tidak baik ke situasi yang lebih baik. Oleh karena peristiwa Hijrah yang sangat bermakna revolusioner tersebut ditetapkan sebagai sistem penanggalan Parsi dan Kristen.

Peristiwa hijrah Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah terjadi pada tanggal 16 Juli 622 M atau menurut Caesar E. Farrah yaitu 24 September 622 M (Departemen Agama, 1993; 370). Hal yang mendorong Nabi Muhammad berhijrah adalah ketiadaan bantuan dan perlindungan dari kaum familinya. Setelah wafatnya Abu Thalib, kepemimpinan Bani Hasyim berada pada Abu Lahab yang menolak memberi perlindungan kepada Nabi Muhammad. Selain itu juga ada kesediaan penduduk Madinah menerima Rasulullah.

Perjalanan hijrah tidaklah berlangsung tanpa perencanaan yang baik. Perjalanan tidak langsung menuju Madinah tetapi berhenti beberapa hari di gua, kemudian perjalanan dilanjutkan dengan rute lain (bukan yang biasa ditempuh). Hal ini dilakukan untuk menghindari penghadangan yang dilakukan oleh kafir Quraisy (Departemen Agama, 1993; 370). Jika dilihat peristiwa hijrah yang dilakukan Nabi Muhammad dapat dipastikan semuanya sudah direncanakan dengan baik, misalnya tentang Nabi Muhammad

Page 207: PERILAKU ORGANISASI

191Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

yang meminta Ali bin Abi Thalib untuk tidur di tempat tidurnya, sebagai muslihat untuk kafir Quraisy yang terus memantaunya. Tidak ada perubahan yang datang tiba-tiba, tanpa perencanaan dan tanpa semangat jihad mewujudkannya. Sebagaimana yang dilaku-kan Rasulullah pada peristiwa hijrah. Hal ini senada dengan apa yang dijelaskan Quraish Shihab menafsirkan Surat Ar-Ra’d: 11 yang menjelaskan bahwa dalam konteks perubahan sosial maka tidak bisa dihindari setiap pelaku perubahan harus melakukan tindakan.

C. RINGKASANPerubahan adalah sebuah keniscyaan, bahkan Albert Einstein mengatakan bahwa jika ada keabadian maka itu adalah perubahan. Dalam konteks manajemen perubahan, bagi organisasi yang tidak beradaptasi dengan melakukan perubahan maka ia harus siap-siap untuk dilindas dan ditinggal zaman. Perubahan bisa terjadi karena faktor internal dan faktor eksternal, dan perubahan bisa berbentuk fisik seperti bangunan, perangkat teknologi dan peru-bahan berbentuk abstrak seperti budaya, nilai. Dalam menjalankan sebuah agenda perubahan, peran seorang pemimpin perubahan sangat penting untuk menyampaikan pentingnya perubahan dan membawa agenda perubahan sampai sukses. Sedangkan jika dilihat dalam perspektif Islam, peristiwa Hijrah dapat dijadikan semangat pentingnya sebuah perubahan.

D. PERTANYAAN UNTUK EVALUASI DAN DISKUSI 1. Deskripsikan definisi manajemen perubahan menurut anda !2. Diskusikan dengan teman anda mengenai proses perubahan

organisasi atau lembaga !3. Mengapa organisasi atau lembaga harus berubah ?4. Jelaskan mengenai perubahan penting dalam filsafat manaje-

men !5. Apa makna perubahan dalam perspektif Islam !

Page 208: PERILAKU ORGANISASI

192 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Page 209: PERILAKU ORGANISASI

193Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

DAFTAR PUSTAKA

A.V. Simpson, D. (2013). Compassion, Power and Organization. Journal of Political Power, 6(3).

Abdullah Idi. (2018). Konflik Etno-Religius di Asia Tenggara. LKIS.Abraham Zaleznik. (2015). Power and Politics in Organizational Life.

Harvard Bussiness School. Harvard Business School. http://hbr.org/1970/05/power-and-politics-in-organizational-life/ar/1 diakses jam 08.00 Diakses tanggal 16 Oktober 2014

Abu Hasan Al-Mawardy. (n.d.). Al-Ahkam Asulthaniyah wal Wilayatul al-Dinniyah, Musthafa al-Ashbi Halabi.

Adang Taufik Hidayat. (2001). Pemikiran Politik Islam Syi’ah dan Sunni tentang Kekuasaan: Studi Pembagian Kekuasaan Politik di Republik Islam Pakistan. Pascasarjana FISIPOL.

Afanasieva, T., & Hrevtseva, Y. (2021). ORGANIZATION OF EFFECTIVE TEAM INTERACTION IN THE CONDITIONS OF REMOTE WORK OF PEDAGOGICAL WORKERS. OPEN EDUCATIONAL E-ENVIRONMENT OF MODERN UNIVERSITY. https://doi.org/10.28925/2414-0325.2021.103

Al-Jauziyah, I. Q. (n.d.). I’lam al-Muwaqqi’in ‘an Rabbil ‘Alamain. Dar al-Jayl.

Allen, L. (n.d.). Management and Organization. McGraw Hill Company, Inc.

Almigo, N. (2004). Hubungan antara kepuasan kerja dengan produk-tivitas kerja karyawan. Jurnal Psyche, 1(1), 50–60.

Aminuddin Ilmar. (2018). Hukum Tata Pemerintahan. Prenada Media Group.

Andre Hardjana. (2016). Komunikasi Organisasi: Strategi dan Kompetensi. Kompas.

Anthony Giddens. (2009). Beyond Left and Right: the Future of Radical Politics. Pustaka Pelajar.

Page 210: PERILAKU ORGANISASI

194 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Antony Black. (2006). Pemikiran Politik Islam: dari Masa Nabi Hingga Masa Kini. Serambi.

Aşçı, M., Çemberci, M., Civelek, M., & Günel, D. (2015). GROUPS AND THEIR EFFECTS IN ORGANIZATIONS. European Scientific Journal, ESJ. https://doi.org/10.5281/zenodo.1453818

Ath-Thabari. (2008). Tafsir Ath-Thabari, (1) Tahqiq: Ahmad Abdurraziq Al-Bakri, (2) Muhammad Adil Muhammad, (3) Muhammad Abdul Lathif Khalaf, (4) Mahmud Mursi Abdul Hamid. Sesuai dengan manuskrip asli dan revisi serta penyempurnaan atas naskah oleh: Syaikh Amad Muhammad Syaki. Pustaka Azzam.

Azhar Arsyad. (2003). Pokok-Pokok Manajemen: Pengetahuan Praktis bagi Pimpinan dan Eksekutif,. Pustaka Pelajar.

Azra, A. (1996). Pergolakan Politik Islam: dari Fundamentalisme, Modernisme hingga Post-Modernisme. Paramadina.

Azwar, S. (2013). Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. In Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya.

Bar-Siman-Tov, Y. (2004). From conflict resolution to reconciliation. Oxford University Press.

Bozyigit, E. (2019). The Importance of Leadership Education in University: Self-Leadership Example. International Education Studies. https://doi.org/10.5539/ies.v12n4p1

Brion, A. dan S. (2014). . Perspectives on Power in Organizations. 1.Brodtkorb, K., Skaar, R., & Slettebø, Å. (2019). The importance of

leadership in innovation processes in nursing homes: An inte-grative review. Nordic Journal of Nursing Research. https://doi.org/10.1177/2057158519828140

Brookins, M. (2019). The Effects of Conflict Within an Organization. In Chron.

Burton, J. W. (1990). „Conflict Resolution. Prevention. New York: St. Martin’s Press.

Cangara, H. (2009). Komunikasi Politik: Konsep Teori dan Strategi. Rajawali Pers.

Carmeli, A., Gelbard, R., & Gefen, D. (2010). The importance of inno-vation leadership in cultivating strategic fit and enhancing firm performance. Leadership Quarterly. https://doi.org/10.1016/j.leaqua.2010.03.001

Chucks William. (2003). Management.Costa, P. L., Passos, A. M., & Bakker, A. B. (2014). Team work

engagement: A model of emergence. Journal of Occupational and Organizational Psychology. https://doi.org/10.1111/joop.12057

Page 211: PERILAKU ORGANISASI

195Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

Coulter, S. P. R. dan M. (2009). Manajemen. Indeks.Dana, D. (2001). Conflict resolution. McGraw-Hill Education.Departemen Agama. (1993). Ensiklopedi Islam. Departemen Agama.Dicky Wisnu UR dan Siti Nurhasanah. (2005). Teori Organisasi:

Struktur dan Desain. UMM.Djauli, H. A. (2003). Fiqh Siyasah: Implementasi Kemaslahatan Umat

dalam Rambu-rambu Syari’ah. Prenada Media Group.Dominica R. Lorbes. (2007). Influence, Power & Politics in the

Organisation.Don Hellriegel., John W. Slocum, Jr. (2008). Organizational Behavior.

Cengage Learning.Donald J. Reifer. (2011). Best Practice Software Change Management:

Case Studies and Advice. Microsoft Press.Drucker, P. F. (1999). Management (California: , 1999), hlm. 438.

HarperCollins e-books.Edgar H. Schein. (2004). Organizational Culture and Leadership. Jossey

Bass.Engkoswara dan Aan Komariah. (2012). Administrasi Pendidikan.

Penerbit Alfabeta.Etzioni, A. (1982). Modern Organizations. UIN Press.Farrell, M. (2018). Leadership Reflections: Organizational Culture.

Journal of Library Administration. https://doi.org/10.1080/01930826.2018.1516949

Fatah. (2020). Wawancara pengurus Mesjid Istiqomah, Oktober 2020.Fatah, N. (2008). Landasan Manajemen Pendidikan. PT. Remaja

Rosdakarya.G.P. Huber. (1980). Managerial Decision Making. Foresman.Garteh R. Jones dan Jennifer M. George. (2003). Essentials of

Contemporary Management. McGraw-Hill Series in Management.Gary Klein. (2002). the Power of Intuition: Mendayagunakan Intuisi

untuk Meningkatkan Kualitas Keputusan di Tempat Kera. PT. Bhuana Ilmu Populer.

Gerald R. Ferris, D. (2007). Political Skill in Organisations. Journal of Management, 33(3).

Gibson dkk. (1997). Gibson dkk, Manajemen. Erlangga.Giddens, A. (2010). Teori Strukturasi: Dasar-dasar Pembentukan

Struktur Sosial Masyarakat. Pustaka Pelajar.Gudykunst, W. B. (2002). Intercultural Communication Theories. Sage

Publication.H.A.R. Tilaar. (2009). Kebijakan Pendidikan: Pengantar untuk Memahami

Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Pendidikan sebagai Kebijakan

Page 212: PERILAKU ORGANISASI

196 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Publik. Pustaka Pelajar.Hamid, M. A. (2011). Konstruk Nahwu dalam Konteks Politik: Perdebatan

Madrasah Basrah dan Kufah. (Jaka. Pascasarjana UIN Syahid.Handoko, T. H. (2003). Manajemen. BPFE.Hanggraini, D. (2011). Perilaku Organisasi. LPFEUI.Hariandja, M. T. E. (2006). Perilaku organisasi memahami dan mengelola

perilaku dalam organisasi. Unpar Press.Harold Lasswell. (1948). The Structure and Function of Communication

in Society. Lyman Bryson.Hartzell, J. D., & Gilbert, L. (2018). Recognizing the importance of

leadership: A recent graduate develops a corpsman. Military Medicine. https://doi.org/10.1093/milmed/usx028

Haryono, A. (2015). Etnografi Komunikasi: Konsep, Metode, dan Contoh Penelitian Pola Komunikasi. Penerbitan UNEJ.

Heimerl, P., Haid, M., Benedikt, L., & Scholl-Grissemann, U. (2020). Factors Influencing Job Satisfaction in Hospitality Industry. SAGE Open. https://doi.org/10.1177/2158244020982998

Herujito, Y. M. (2001). Dasar-dasar Manajemen. Grasindo.Hery. (2014). Controllership: Knowledge and Management Approach. PT.

Grasindo.Hofstede, G. (2001). Culture’s consequences: Comparing values,

behaviours, institutions, and organizations across the nations. Sage Publication.

Holten, A. L., Hancock, G. R., & Bøllingtoft, A. (2020). Studying the importance of change leadership and change management in layoffs, mergers, and closures. Management Decision. https://doi.org/10.1108/MD-03-2017-0278

Ibrahim Mustafa. (n.d.). Mu’jam Maqayis al-Lughat. Musthafa al-Bab al-Halabi.

Ichsan Malik. (2017). Resolusi Konflik: Jembatan Perdamaian. Kompas.İkinci, S. S. (2014). Organizational Change: Importance of Leadership

Style and Training. Management and Organizational Studies. https://doi.org/10.5430/mos.v1n2p122

Imai, M. (1996). Kaizen (Ky’zen): Kunci Sukses Jepang dalam Persaingan. PPM.

Ivancevich. (2006). Perilaku dan Manajemen Organisasi. Penerbit Erlangga.

J. Winardi. (2004). Manajemen Perilaku Organisasi. Kencana.J.Winardi. (2003). Teori Organisasi dan Pengorganisasian. RajaGrafindo.Jain, D. A., Gupta, D. B., & Bindal, D. M. (2019). A Study of Employee

Motivation in Organization. International Journal of Engineering

Page 213: PERILAKU ORGANISASI

197Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

and Management Research. https://doi.org/10.31033/ijemr.9.6.11Jalaluddin Rakhmat. (2005). Psikologi Komunikasi. PT. Remaja

Rosdakarya.Jamaluddin, Adon, N. (2015). Sosiologi Perdesaan. Pustaka Setia.James G. March dan Herbert A. Simmons. (1958). Organization. John

Wiley.Janićijević, N., Nikčević, G., & Vasić, V. (2018). The influence of orga-

nizational culture on job satisfaction. Economic Annals. https://doi.org/10.2298/EKA1819083J

Jeffrey Winters. (2011). Oligarki. Gramedia.Jerald Greenberg, dan R. A. B. (1995). Behavior Organizations. Prentice

Hall.Jermsittiparsert, K., & Srihirun, W. (2019). Role of ethics in supply

chain management: Culture as moderator. Humanities and Social Sciences Reviews. https://doi.org/10.18510/hssr.2019.73105

Jex, S. M. (2002). Scientist Practioner Approach, Organisational Psychology (New York: 2002), hlm. 115. John Willey and Sons, Inc.

John M. Ivancevich., Robert Konopaske., M. T. M. (2005). Perilaku dan Manajemen Organisasi Jilid 1. Erlangga.

John P. KOtter. (2011). a Sense of Urgency: Kunci Penting dalam Melakukan Perubahan yang Sukses. Gramedia.

John R. Schermerhon, J. J. G. H. R. N. O. (2002). Organizational Behavior. Wiley and University of Phoenix.

John W. Creswell. (2014). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methof Approaches.

Kaelan. (2015). Filsafat Bahasa: Realitas Bahasa, Logika Bahasa Hermeneutika dan Postmodernisme. Paradigma.

Kartono, K. (2012). Perilaku Organisasi: Teori dan Praktik di Bidang Pendidikan. Rosda dan UNM.

Kasali, R. (2006). Change !: Tak Peduli Berapa Jauh Jalan Salah yang Anda Jalani, PutarArah Sekarang Juga. Gramedia.

Kasali, R. (2012). Cracking Values: Bersih, Bersinar, dan Kompetitif. Gramedia.

Katsir, I. (2006). Shahih Tafsir Ibnu Katsir: Pengesahan Hadits Berdasarkan Kitab-kitab Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani dan Ulama Ahli Hadits Lainnya disertai Pembahasan yang Rinci dan Mudah difahami. Terj. Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri. Jilid III. Pustaka Ibnu Katsir.

Keith Davis. (1963). The Theory and Management of Systems. McGraw-Hill Series in Management.

Page 214: PERILAKU ORGANISASI

198 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Kellett, S. (1993). EFFECTIVE TEAMS AT WORK. Management Development Review. https://doi.org/10.1108/eum0000000000715

Kenneth N. Wexley dan Gary A. Yukl. (1992). Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia (Jakarta: Rineka Cipta.

Kesek, M. N., Tangon, J. N., & Korompis, S. N. (2021). Analisis Pengaruh Budaya Organisasi dan Pengendalian Internal terha-dap Kinerja Pegawai. Owner. https://doi.org/10.33395/owner.v5i1.332

Khomsahrial Romli. (2014). Komunikasi Organisasi Lengkap. Grasindo.Kriyantono, R. (2014). Riset Komunikasi. Kencana.LAWLER III, E. E., & Porter, L. W. (1967). The effect of performance

on job satisfaction. Industrial Relations: A Journal of Economy and Society, 7(1), 20–28.

Liliweri, A. (2005). Prasangka dan Konflik: Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultur. LKIS.

Linda K. Stroh et.al. (2002). Organizational Behavior: A Management Challenge. Third Edition. Lawrence Erlbaum Associates.

Litwin, W. W. B. dan G. H. (1992). A Causal Model of Organizational Performance and Change. Journal of Management, 18(1).

Lorens Bagus. (2002). Kamus Filsafata. Gramedia.Lukich, N. (2020). The importance of a positive moral culture within

healthcare organizations. Healthcare Management Forum. https://doi.org/10.1177/0840470420943406

Lunenburg, F. C., & Ornstein, A. (2021). Educational administration: Concepts and practices. SAGE Publications.

Luthe Gullick dan L. Urwick. (1937). Papers on the Science of Administration. Institute of Public Administration.

M. Taufiq Amir. (2017). Perilaku Organisasi. Kencana.Madjid, N. (1997). Kaki Langit Peradaban Islam. Paramadina.Mahajan, A. (2019). Relationship of Talent Management with

Organizational Culture: A Discussion Paper. The Indian Journal of Industrial Relations.

Martelli, P. F., Stimmler, M. K., & Roberts, K. H. (2016). Organizational behavior. The Curated Reference Collection in Neuroscience and Biobehavioral Psychology, September 2015, 757–764. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-809324-5.06506-8

Marx, K. (2009). A Contribution to the Critique of Political Economy dalam Anthony Giddens, Problematika Utama dalam Teori Sosial: Aksi, Struktur, dan Kontradiksi dalam Analisis Sosial. Pustaka Pelajar.

Page 215: PERILAKU ORGANISASI

199Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

Mazur, B. (2010). Cultural diversity in organisational theory and practice. Journal of Intercultural Management, 2(2), 5–15.

Miao, S., Fayzullaev, A. K., & Dedahanov, A. T. (2020). Management characteristics as determinants of employee creativity: The mediating role of employee job satisfaction. Sustainability (Switzerland). https://doi.org/10.3390/su12051948

Miriam Budiardjo. (2010). Dasar-dasar Ilmu Politik. Gramedia.Mockler, R. M. D. M. (1994). Strategic Management: A Methodological

Approach, Fourth Edition. Addision Wesley.Moh. Yusuf Musa. (n.d.). Nidham al-Hukmi fi al-Islam. Daril Kitabil

Arabi.Mohyi, A. (1999). Teori dan Perilaku Organisasi: disertai contoh soal-soal

ujian Middle Final dan UNC. UMM Press.Mufti, M., Xiaobao, P., Shah, S. J., Sarwar, A., & Zhenqing, Y.

(2020). Influence of leadership style on job satisfaction of NGO employee: The mediating role of psychological empowerment. Journal of Public Affairs. https://doi.org/10.1002/pa.1983

Muhtar, F. (2010). Konflik dalam Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam di Pondok Pesantren Nahdhatul Wathan Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. IAIN Sunan Ampel.

Mujamil Qomar. (2013). Strategi Pendidikan Islam. Erlangga.Mulyana, D. (2005). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. PT. Remaja

Rosdakarya.Mulyana, D. (2011). Mau ke Mana Ilmu Komunikasi Kita? Prenada

Media Group.Murerwa, T., & Guantai, F. (2019). Conflicts and Conflict Management

in Modern Organisations-A Pre –Conflict Resolution Environment Approach. International Journal of Scientific and Research Publications (IJSRP). https://doi.org/10.29322/ijsrp.9.08.2019.p92104

Muthahari, M. (2001). Kenabian Terakhir (Lentera).N.R.F. Maier. (1967). Assets and Liabilities in Group Problem Solving:

The Need for an Integrative Function. Psychological Review.Nancarrow, S. A., Booth, A., Ariss, S., Smith, T., Enderby, P., & Roots,

A. (2013). Ten principles of good interdisciplinary team work. Human Resources for Health. https://doi.org/10.1186/1478-4491-11-19

Nancy Langton., S. P. R. (2015). Fundamentals of Organizational Behavior.

Neil Thomas, T. J. A. (2004). Handbook of Management and Leadership. Thorogood.

Page 216: PERILAKU ORGANISASI

200 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Newstrom, J. L. P. dan J. W. (2005). The Manager’s Bookshelf: Mosaik Pemikiran Kontemporer di Bidang Bisnis dan Manajemen. Prentice Hall.

Nina W. Syam. (2012). Psikologi Sosial: sebagai Akar Ilmu Komunikasi. Simbiosa Rekatama Media.

Noe, R. A. (2007). Fundamentals of Human Resource Management. McGraw-Hill, Companies.

Nugroho, R. (2010). Perencanaan Strategis in Action. Elex Media Computindo.

Nurani Soyomukti. (2012). Pengantar Ilmu Komunikasi. Ar-Ruzz Media.Parsons, T. (1960). Structure and Process in Modern Society. The Free

Press.Pavlova, O. (2020). Relations between organizational culture and

human resources management in a modern organization. Informacijos Mokslai. https://doi.org/10.15388/IM.2020.88.34

Pierce, R. B. D. dan J. L. (1989a). Management. Scott Foresmann.Pierce, R. B. D. dan J. L. (1989b). Management. Scot t, Foresman.Piotr Sztompka. (2004). the Sociology of Social Change. Kencana Prada

Media Group.Pip Jones, Introducing Social Theory, terj. Achmad Fedyani Saifuddin,

Pengantar Teori-teori Fungsionalisme Hingga Post Modernisme. (2010). Pustaka Obor Indonesia.

Poerwanto dan Zakaria Lantang Sukirno. (2016). Komunikasi Bisnis. Pustaka Pelajar.

Poloma, M. M. (2003). Sosiologi Kontemporer. terj. RajaGrafindo.Prayogo, I. (588). Kyai dan Politik di Pedesaan: Suatu Kajian tentang

Variasi dan Bentuk Keterlibatan Politik Kyai. Dalam Haris Supratno (Penyunting). Konstruksi Teori Ilmu-ilmu Sosial: Kumpulan Ringkasan Disertasi Program Studi Ilmu-ilmu Sosial Program Pascasarjana Univers. Unesa.

Purwosusanto, H. (2011). Komunikasi Pemasaran Politik Partai Islam: Studi Kritis Strategi PKS dalam Pemilu Legislatif. Zaman.

Puspa, L., & Siamsa, S. (2019). INDIVIDUALISME, KEMAUAN MENGAMBIL RESIKO, KREATIFITAS DAN KINERJA KARYAWAN PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) KABUPATEN MERAUKE. JURNAL ILMU EKONOMI & SOSIAL, 10(1), 8–18.

Qamaruddin Khan. (2002). Pemikiran Politik Ibnu Taimiyah. Pustaka Pelajar.

Quraish Shihab. (2009). Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keharmonisan Al-Qur’an. Jilid I. Lentera Hati.

Page 217: PERILAKU ORGANISASI

201Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

Qureshi, M. A., Qureshi, J. A., Thebo, J. A., Shaikh, G. M., Brohi, N. A., & Qaiser, S. (2019). The nexus of employee’s commitment, job satisfaction, and job performance: An analysis of FMCG industries of Pakistan. Cogent Business and Management. https://doi.org/10.1080/23311975.2019.1654189

R. Rijamampinina, T. C. (2005). a Paragmatic an Holistic Approach to Managing Diversity. Problems and Perspectives in Management, 1.

Raharso, S. (2011). Kepercayaan Dalam Tim. Kepercayaan Dalam Tim, 417(2), 42–53.

Rashid, I. M. A., Samah, I. H. A., Razali, R., Sham, M. F., Karim, N. A., Basri, H. H., Radzi, W. N. W. M., Abashah, A. N., & Zahari, M. K. (2016). The Importance of Perceived Leadership Elements in Strategic Planning at Public University. Procedia Economics and Finance. https://doi.org/10.1016/s2212-5671(16)30343-4

Rawes, E. (2014). “Power, Influence& Politics in the Workplace”, http://smallbusiness.chron.com/power-influence-politics-workplace-19058.html diakses tanggal 19 Oktober. http://smallbusiness.chron.com/power-influence-politics-workplace-19058.html

Rhenald Kasali, Re-Code Your Change DNA: Membebaskan Belenggu-belenggu untuk meraih Keberanian dan Keberhasilan dalam Pembaharuan. (2007). Gramedia.

Rhenald Kasali. (2010). Myelin: Mobilisasi Intangibles menjadi Kekuatan Perubahan, Membuat Usaha menjadi Besar, Berkelanjutan, Tangguh, dan Inovatif. Gramedia.

Rhenald Kasali. (2017). No Title. Gramedia.Richard L. Daft. (2004). Organization Theory and Design. Thomson.Ridwan, H. (2011). Hukum Administrasi Negara. UII Press.Robbins, S. P. (2003). Essentials of Organizational Behavior (7th

Edition). In Prentice Hall (p. 320). http://gen.lib.rus.ec/book/index.php?md5=ce7013298256968f87d73c0251852d7f

Robert Kreitner dan Kinicki, A. K. (2010). Perilaku Organisasi (Organizational Behaior). Salemba Empat dan McGraw Hill.

Romli, A. S. M. (2013). Komunikasi Dakwah: Pendekatan Praktis. Rosdakarya.

Roy L. Payne dan Cary L. Cooper. (2011). Emotions at Work: Theory, Research and Applications in Management. John Wiley.

Saefullah, nie T. dan K. (2008). Pengantar Manajemen,. Kencana.Sakiyama, A., & Gregg, M. F. (2018). Effective Teamwork Experienced

by Clinical Nurses. Journal of Japan Academy of Nursing Science. https://doi.org/10.5630/jans.38.374

Page 218: PERILAKU ORGANISASI

202 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Sedarmayanti. (n.d.). Manajemen Sumber Daya Manusia: Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Refika Aditama.

Sedarmayanti. (2014). Restrukturisasi dan Pemberdayaan Organisasi: untuk menghadapi Dinamika Perubahan Lingkungan. Refika Aditama.

Shihab, Q. (n.d.). Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keharmonisan Al-Qur’an. Jilid IV. Lentera Hati.

Shihab, Q. (2005). Tafsir Al-Mishbah: Kesan, Pesan Al-Qur’an, Volume VI. Lentera Hati.

Siagian, S. P. (2004). Teori Pengembangan Organisasi. Bumi Aksara.Siagian, S. P. (2014). Manajemen Sumber Daya Manusia. PT Bumi

Aksara.Silalahi, U. (2013). Asas-asa Manajemen. Refika Aditama.Sindung Haryanto. (2015). Sosiologi Agama: dari Klasik hingga

Postmodern. Ar-Ruzz Media.Skordoulis, M., Liagkis, M. K., Sidiropoulos, G., & Drosos, D. (2020).

Emotional intelligence and workplace conflict resolution: The case of secondary education teachers in greece. International Journal of Research in Education and Science. https://doi.org/10.46328/ijres.v6i4.1224

Soekanto, S. (2003). Sosiologi: Suatu Pengantar. Rajawali Pers.Soemardjan, S. (2009). Perubahan Sosial di Yogyakarta. Komunitas

Bambu.Soenyoto Rais. (1994). Soenyoto Rais, Pengelolaan Organisasi, (Surabaya:

Airlangga Press, 1994). Airlangga Press.Specchia, M. L., Cozzolino, M. R., Carini, E., Di Pilla, A., Galletti,

C., Ricciardi, W., & Damiani, G. (2021). Leadership styles and nurses’ job satisfaction. Results of a systematic review. In International Journal of Environmental Research and Public Health. https://doi.org/10.3390/ijerph18041552

Stephen P. Robbins. (1994). Teori Organisasi: Struktur, Desain dan Aplikasi. Prentice Hall dam Arcan.

Stephen P. Robbins and Mary Coulter. (2012). Management. Prentice Hall.

Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge. (2015). Organizational Behavior. Prentice Hall.

Subir Chowdhury. (2005). Organisasi Abad 21: suatu hari, semua organ-isasi akan melalui jalan ini. Prentice Hall dan Indeks Gramedia.

Sudita, I. G. dan I. N. (2014). Perilaku Keorganisasian. Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM.

Page 219: PERILAKU ORGANISASI

203Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

Suharyat, Y. (2009). HUBUNGAN ANTARA SIKAP, MINAT DAN PERILAKU MANUSIA. REGION.

Suparlan Suhartono. (1995). Dasar-dasar Filsafat. Ar-Ruzz Media.Suriawaty Bahkia, A., Awang, Z., Azma Rahlin, N., & Zulkifli

Abdul Rahim, M. (2020). THE IMPORTANCE OF SUPPORTIVE LEADERSHIP IN THE SEWERAGE OPERATION INDUSTRY IN MALAYSIA: A CASE OF INDAH WATER KONSORTIUMPRIVATE LIMITED (IWK). Humanities & Social Sciences Reviews. https://doi.org/10.18510/hssr.2020.8317

Suwaidan, T. (2005). Melahirkan Pemimpin Masa Depan. Gema Insani.Suyadi Prawirosentono dan Dewi Primasari. (2016). Manajemen

Stratejik dan Pengambilan Keputusan Korporasi: Strategic Management & Corporate Decision Making. Bumi Aksara.

Tahqiq, N. (2004). Nanang Tahqiq. Prenada Media Group.Tambe, M. (1997). Towards flexible teamwork. Journal of Artificial

Intelligence Research, 7, 83–124.Tambunan, C. (n.d.). Moralitas dan Kekuasaan: Studi atas Pemikiran

Nicollo Machiavelli (1469-1527). Perpustakaan Universitas Indonesia. UI Thesis.

Terence R. Mitchell. (1982). People in Organizations: an Introduction to Organizational Behavior (USA: , 1982), hlm. 287. McGraw-Hill Series in Management.

Terry, G. R. (2006). Prinsip-prinsip Manajemen,. Bumi Aksara.Thapa, K. B. (2017). Present and Importance levels leadership compe-

tencies of principals in Nepalese Schools. Journal of Advanced Academic Research. https://doi.org/10.3126/jaar.v3i1.16621

Till, A., McKimm, J., & Swanwick, T. (2020). The importance of lead-ership development in medical curricula: A UK perspective (stars are aligning). In Journal of Healthcare Leadership. https://doi.org/10.2147/JHL.S210326

Trihastuti, N. (1998). Hubungan Antara Hukum dan Keuasaan dalam Perspektif Filsafat Hukum . Makalah disajikan dalam diskusi Bagian Hukum Internasional.

Uha, I. N. (2014). Manajemen Perubahan: Teori dan Aplikasi pada Organisasi Publik dan Bisnis. Ghalia Indonesia.

Uhar Suharsaputra. (2015). Manajemen Pendidikan Tinggi. Refika Aditama.

Us, K. (2010). Kepemimpinan Kyai Pesantren di Kota Jambi. Kontekstualita, 25(2).

Uyung Sulaksana. (2004). Manajemen Perubahan,. Manajemen Perubahan.

Page 220: PERILAKU ORGANISASI

204 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Veithal Rivai. (2009). Islamic Leadership: Membangun Super Leadership melalui Kecerdasan Spiritual. Bumi Aksara.

Veithzal Rivai dan Deddy Mulyadi. (2003). Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Rajawali Pers.

Veithzal Rivai Zainal, Haryadi Kamal, N. M. (2014). The Economics of Education: mengelola pendidikan secara professional untuk meraih mutu dengan pendekatan bisnis. Gramedia.

Verma, V. K. (1998). Conflict Management: ” From the Project Management Handbook”. Springer.

Vincent Gaspersz. (2007). GE Way and Malcolm Baldrige Criteria for Performance: Mengungkap 25 Rahasia Kepemimpinan Jack Welch, Mantan CEO General Electric yang menjadikan GE Perusahaan Nomor Satu Dunia yang Paling Kompetitif. Gramedia.

W.Edwards Deming. (1986). Out of the Crisis. MIT Press.Webster. (1985). Webster’s ninth New Collegiate Dictionary. Springfield,

MA: Merrriam Webster.Wijayanto. (2020). Petaka Karena Kata: Blunder Komunikasi Politik

Kabinet Jokowi di Masa Pandemi. LP3ES.William M. Pride., Robert J. Hughes., J. R. K. (2014). Introduction ti

Business. Penerbit salemba Empat.Winangsih, W., Makmur, H., & Tahmir, S. (2017). The Functions of the

Organizational Culture the Hospital Wahidins Sudirohusodos as a Public Organization. Mediterranean Journal of Social Sciences. https://doi.org/10.5901/mjss.2017.v8n2p171

Winardi. (2004). Manajemen Perubahan(Management of Change). Kencana Prada Media Group.

Winardi. (2005). Pemikiran Sistemik dalam Bidang Organisasi dan Manajemen. Rajawali Pers.

Wnuk, M. (2017). Organizational conditioning of job satisfaction. A model of job satisfaction. Contemporary Economics. https://doi.org/10.5709/ce.1897-9254.227

Yamani. (2002). Filsafat Politik Islam: Antara Al-Farabi dan Khomeinin. Mizan.

Zeiger, S. (2014). The Impact of Power and Politics in Organizational Productivity. http://smallbussiness.chron.com/impact-power-pol-itics-organizational-productivity-35942.html Diakses 16 Oktober 2014. http://smallbussiness.chron.com/impact-power-poli-tics-organizational-productivity

Zuchdi, D. (1995). PEMBENTUKAN SIKAP. Jurnal Cakrawala Pendidikan. https://doi.org/10.21831/cp.v3i3.9191

Page 221: PERILAKU ORGANISASI

205Dr. As’ad, M.Pd.—Dr. Fridiyanto, M.Pd.I.

BIOGRAFI PENULIS

As’ad lahir di Sarolangun pada tanggal 12 Maret 1969. Menyelesaikan pendidikan doktor di Universitas Negeri Jakarta. Saat ini bekerja sebagai dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam dan juga menjabat sebagai Wakil Rektor II Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Asad Isma pernah menjabat sebagai Wakil Koordinator Kopertais Wilayah XIII Jambi 2015-2019, Anggota Dewan Riset Daerah Provinsi Jambi, Anggota Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat Provinsi Jambi, Direktur CEPP Jambi Link Universitas Indonesia.

Beberapa karya tulisnya: 1) the Effect of Visionary Leadership, Organizational Behavior, Persuasive Communication and Organizational Commitment on the Profesionality of Honorary Employees (Journal of Educational Review 5(1), 2018; 2) Street Children Religious Education: a Study on Car Window Cleaning Kids in Jambi (Al-Ta’lim Journal 25 (3), 2018; 3) Linking Open Acces Movement to the Indonesia Islamic Higher Education, 3rd Asian Education Symposium (AES 2018); 4) Pengembangan Keilmuan Program Studi Jurnalistik Islam melalui Mata Kuliah Peace Journalism (Jurnal Dakwah Risalah 30 (1), 2019; 5) Pergeseran Peran Sosial Tuan Guru dalam Masyarakat Jambi Seberang (Kontekstualita, Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, 20 (1), 2005; 6) Peran Sosial Tuan Guru dalam Masyarakat Seberang Kota Jambi: Satu Tinjauan Ulang Social Role of Tuan Guru in the People of Seberang (Jurnal Penelitian Sosial dan Keagamaan, 34 (2), 2017.

Fridiyanto lahir tanggal 19 Juni 1981 di Muara Bungo-Jambi. Tahun 2000-2004 studi di Program Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Tabiyah IAIN STS Jambi. Ia menyelesaikan pendidikan Magister bidang Manajemen Pendidikan Islam di Pascasarjana IAIN STS Jambi. Tahun 2018, Fridiyanto menyelesaikan pendidikan Doktor

Page 222: PERILAKU ORGANISASI

206 PERILAKU ORGANISASI Edisi Revisi

Manajemen Pendidikan Islam di Pascasarjana UIN Maliki Malang.Fridiyanto dari tahun 2009-2020 menjadi tenaga pendidik di UIN Sumatera Utara, dan pernah mengajar di: Fakultas Bahasa Universitas Muara Bungo (2008-2009); Akademi Sekretaris Manajemen Jambi (2007-2009); IAIN STS Jambi (2004-2009); Akademi Bahasa Asing Jambi (2007-2009); dan Universitas Terbuka (2007-2009).

Buku yang pernah ditulis: Tan Malaka Guru Revolusioner: 1) Penggagas Pendidikan Kritis (Gre Pubishing, 2016); 2) Mambangkik Batang Tarandam: Reaktualisasi Visi Kebangsaan Bung Hatta dan Bung Sjahrir (Gre Publishing, 2016); 3) Menjadi Indonesia di Negeri Belanda: sebuah Catatan Etnografis (Garuda Waca, 2015); 4) Pembelajaran Pendidikan Multikultural Berbasis Penelitian: Suku, Agama, Ras, Gender, Urban (GRE Publishuing, 2018); 5) Manajemen Strategik: Konsep Bisnis di Lembaga Pendidikan Islam (Literasi Nusantara, 2018); 6) Manajemen Strategik: Konsep dan Aplikasi di Lembaga Pendidikan Islam, Dilengkapi Hasil Penelitian (Literasi Nusantara, 2020); 7) Kaum Intelektual dalam Catatan Kaki Kekuasaan (GRE Publishing, 2018); 8) Ideologi, Politik, dan Kebijakan Pendidikan (Literasi Nusantara, 2020); 9) the Hand Book Manajemen Pendidikan Islam (Scientific Corner Publishing, 2020); 10) Supervisi Pendidikan (Scientific Corner Publishing, 2020); 11) Manajemen Sumber Daya Insani dan Supervisi Pendidikan (Literasi Nusantara, 2020); 12. Paradigma Wahdatul Ulum (Literasi Nusantara, 2020); 13) Menjadi Guru Profesional (Literasi Nusantara, 2020). Ia juga rutin menulis book chapter, artikel jurnal dan makalah yang dipresenta-sikan di berbagai forum.

Fridiyanto pernah mengikuti kegiatan Dialog antar Agama di Program Young Moslem Leader Exchange Program di Australia di tahun 2007. Pada tahun 2012, Fridiyanto selama tiga bulan mengi-kuti program Research Assistance di Belanda. Tahun 2017 ia mempre-sentasikan tema disertasinya di Malaysia, Singapore dan Thailand. Fridiyanto juga aktif di organisasi kemasyarakatan: Pengurus Wilayah Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama Wilayah Sumatera Utara, Pengurus Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) Nahdlatul Ulama Wilayah Sumatera Utara.