PERILAKU COPING SINGLE DAD DALAM …...PERILAKU COPING SINGLE DAD DALAM MENGHADAPI ANAK ADHD Skripsi...
Transcript of PERILAKU COPING SINGLE DAD DALAM …...PERILAKU COPING SINGLE DAD DALAM MENGHADAPI ANAK ADHD Skripsi...
PERILAKU COPING SINGLE DAD
DALAM MENGHADAPI ANAK ADHD
Oleh:
Siti Ulya Wahdah
104070002409
FAKUL TAS PSIKOLOGI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H/2008 M
PERILAKU COPING SINGLE DAD
DALAM MENGHADAPI ANAK ADHD
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat
memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Oleh
Siti Ulya Wahdah
104070002409
Di bawah bimbingan
Pembimbing I
Dra.Agustyawati,M.Phil,Sne NIP. 132 121 898
Pembimbing II
Desi Yustari.M.Psi NIP. 150 408 703
FAKULTAS PSIKOLOGI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H/2008 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul Perilaku Coping Single dad dalam Menghadapi Anak
ADHD, telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 5
September 2008, skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Psikologi.
Jakarta, 5 Sepetember 2008
Sidang Munaqasyah
Dekan/
M.Si
Penguji I
~ ~Jo> Dr . Fadhilah Surab;a, M.Si NIP. 150 215 283
Pembimbing I
V-§W1~ -Ora. Agustyawati,M.Phil,Sne NIP. 132 121 898
Pembantu Dekan/
Penguji II
Desi Yustari.M.Psi NIP. 150 408 703
M.Si
Ph.D
@ruJ [J~[ill "" 80o00C?SJGJ0
~~
{j)f;11 re11rla!til'cu1/a!t rlll)'f11111 le1!tarlap Ol)'CUl,y ltta111tt• rle11,ya//1
pe11ft!t il'cMlft 6<ftycu1,y rlct/11 11erp!f:a11laA.· fl &.Ytai XJ::Ju:vni1'11,
il'aAlAlla!t JJtereil'a il'1xlru111.111a, 6eba11atiJna11a· JHereil'a 6erc!ttct ~A // d
Oar fl :1nenrlkllk ~77/flf· tttakltt Ired/ .
:J5edlcatecf to .n~/B dUJ
anrf alinormaf c/iif rfs in the
Worfrf
ABSTRAK
(C) Siti Ulya Wahdah
(A) Fakultas Psikologi (B) Agustus 2008
(D) Perilaku coping single dad dalam menghadapi anak ADHD (E) 84 Halaman + Lampiran (F) Penelitian ini meneliti mengenai perilaku coping single dad dalam
menghadapi anak ADHD. Hal ini dilatar belakangi oleh pandangan masyarakat yang kerap meragukan keterampilan dan ketelatenan seorang ayah untuk dapat menjadi ayah sekaligus ibu bagi anaknya, terlebih jika ia single dad dan memiliki anak yang mengalami gangguan seperti gangguan ADHD.
Coping adalah proses saat individu berusaha menangani dan menguasai situasi penuh stress yang menekan akibat dari masalah yang sedang dihadapi dengan cara melakukan perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman pada dirinya.
Responden dalam penelitian ini adalah seorang single dad berusia 35 tahun yang memiliki anak dengan gangguan ADHD yang bertempat tinggal di Jakarta Selatan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, di mana data atau hasilnya tidak diolah secara kuantitatif berupa angka-angka. Hasil penelitian akan diolah dan disajikan secara deskriptif dan tertulis dengan tujuan agar data yang didapat tetap utuh.
Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan observasi. Peneliti menggunakan wawancara untuk mengumpulkan data utama dan observasi untuk melengkapi data wawancara.
Coping yang dilakukan oleh single dad adalah problem-focused coping, di mana individu mencari penyelesaian masalah dengan menghilangkan kondisi yang menimbulkan stress (Phillip, 1999). Diantaranya yaitu active coping, planning, & seeking social for instrumental reason. Selain itu, single dad juga mengkombinasikannya dengan turning to religion dalam emotional focused coping.
Bagi penelitian selanjutnya, dalam menjalankan penelitian ini, peneliti tidak berbicara langsung dengan anak yang mengalami gangguan ADHD. Peneliti hanya mengobservasi interaksi antara ayah dan anak sehingga informasi yang didapat hanya dari ayah dan dari tingkah laku yang diperlihatkan oleh anak tanpa mencoba untuk bisa dekat dengan anak tersebut. Oleh karena itu, peneliti berharap peneliti selanjutnya bisa lebih baik.
Bagi Single dad khususnya, serta orang tua pada umumnya yang memiliki anak dengan gangguan ADHD, diharapkan tidak putus asa dalam melakukan penyembuhan maupun pendidikan anak. Dan beberapa hal lain yang perlu diingat yaitu anak ADHD membutuhkan kasih sayang dan kesabaran khusus dari orang dewasa, Bantu anak ADHD untuk memilih aktivitas yang tenang sehingga dapat menolong mengumpulkan energi mereka di satu tempat, berbicara secara pribadi dengan sikap penuh kasih dan pengertian, dan yang tak kalah penting adalah jangan lupa untuk memperhatikan kebutuhan anak-anak yang lainnya pada saat yang sama.
(G) 26 Bahan bacaan
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas ini. Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada
Nabi Muhammad SAW dan para sahabat serta pengikutnya.
Dalam penyusunan tugas ini, penulis tidak jalan sendiri, tetapi banyak pihak
yang turut memberikan sumbangsihnya, baik berupa materi, pemikiran, moral
maupun support spiritual, karena itu pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu, di antaranya :
1. lbu Ora.Netty Hartati,M.Si, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah, lbu Dra.Zahrotun Nihayah,M.S.i, Pudek 1, Dr.Ahmad
Syahid,M.Ag, Dosen Pembimbing Akademik, serta semua pembantu
Dekan, para Dosen dan karyawan yang telah banyak memberikan ilmu
dan semuanya untuk terus menerus membantu dan membimbing saya.
2. Bapak Drs.Asep Khairul Ghani, M.Si yang telah meyakinkan saya untuk
dapat melanjutkan penelitian ini ke tahap skripsi, serta lbu Yufi
Adriani.M.Si, Dosen Pembimbing Seminar Proposal yang telah
membimbing saya dalam penulisan proposal skripsi.
3. lbu Dra.Agustyawati, M.Phil,Sne dan lbu Desi Yustari,M.Psi sebagai
Dosen Pembimbing skripsi yang telah menerima saya dengan sangat
baik dan sabar, serta telah banyak meluangkan waktu, tenaga untuk
terus membantu dan membimbing saya serta memberikan masukan
masukan berharga yang harus saya lakukan selama menulis skripsi ini.
Selain itu, juga kepada bapak yang telah bersedia menjadi subyek dalam
penelitian ini.
4. lbu Ora. Fadhilah Suralaga,M.Si & Bapak Bambang Suryadi,Ph.D, selaku
penguji yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan yang
sangat berarti, sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini dengan baik.
5. Mamah dan Buya yang tak pernah lelah memberikan kasih sayang, cinta
& perhatiannya, sehinggga ananda dapat menyelesaikan perkuliahan ini
dengan baik. Dan ananda ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
karena mamah & buya telah memberikan sumbangsihnya kepada
ananda, baik berupa materi, perhatian dan juga support spiritual yang
sangat membantu ananda dalam menyelesaikan tugas ini.
6. Demas Warda yang telah bersedia mencarikan bahan-bahan tambahan
yang dibutuhkan dalam pembuatan tugas ini, serta yang telah
memberikan dukungan dan juga semangat kepada saya ketika rasa
jenuh dalam pembuatan tugas ini datang menghampiri.
7. Ka Dasril terima kasih banyak karena sudah bersedia menemani saya ke
kampus, perpustakaan, dan juga ke rumah Dosen. Penelitian ini tidak
akan berjalan dengan la near tan pa adanya bantuan dari Ka dasril.
Semoga Allah membalas semua kebaikan Kadas dengan sesuatu yang
indah.
8. Para sahabat, Darma, Ge, Tami & lmoed yang selalu bersedia
memberikan dukungannya dan yang tak pernah kenal lelah untuk
menemani saya dalam suka dan duka, sehingga perkuliahan ini dapat
diselesaikan dengan baik. Semoga di rapat I diskusi selanjutnya, tidak
ada lagi permasalahan berat yang harus dibahas. Sukses & kompak
selalu !!
9. Teman-teman seangkatan (A, B, C) terutama untuk teman-teman di
kelas D yang rame & kompak bangettt Terima kasih banyak karena
kalian selalu mau mengingatkan saya ketika saya lupa akan suatu hal
dan selalu mau menjadi teman yang tulus, ikhlas. Maaf karena tidak bisa
disebutkan satu persatu, namun hal ini tidak membuat rasa sayang dan
bangga saya berkurang kepada kalian. Semoga ini bukan perpisahan
untuk selama-lamanya.
10. Senior dan juga junior yang telah banyak membantu saya dalam
memahami ilmu baru, sehingga wawasan yang sebelumnya telah dimiliki
menjadi bertambah. Terima kasih atas do'anya selama ini.
11. Teman-teman KKL, Tami, Tri, lmoed & Rani!. Terima kasih karena
kalian selalu bersedia untuk sharing, membagi ilmu & pengalaman yang
pernah kalian alami, sehingga saya selalu termotivasi untuk bisa menjadi
seorang muslimah yang sukses. Untuk Tami & Tri, bahagianya susah,
lapar, dan senang bareng kalian. Dan hal ini merupakan pengalaman
yang tak akan pernah terlupakan
12. Mbahell (rental), yang selalu bersedia diganggu untuk dapat membantu
menyelesaikan tugas-tugas yang pernah ada. Semoga semua
keikhlasannya mendapat balasan yang penuh berkah dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan, karena itu, kritik dan saran yang membangun guna perbaikan
skripsi ini sangat penulis harapkan.
Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak
dan tidak hanya sekedar jadi hiasan lemari.
Jakarta, Agustus 2008
Penulis
DAFTAR ISi
Hal Judul ................................................................................................. 1
Pengesahan Pembimbing ........ ..... ... ..... ... .. ...... ..... ... .. ... ... .. . .. ... ... .. .... .. ... .. ii Pengesahan Panitia Ujian ... ... .. ... .. . .. ... ..... ........... ........ ........ ........ ... ... .. . .. . . iii Motto ....................................................................................................... iv Dedikasi ................................................................................................... v Abstrak..................................................................................................... vi Kata Pengantar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . viii Daftar lsi................................................................................................... xii Daftar Tabel.............................................................................................. xiv Daftar Gambar.......................................................................................... xv
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................. . 1.1. Latar Belakang Masalah ................................................... . 1.2. ldentifikasi Masalah .......................................................... . 1.3. Batasan dan Rumusan Masalah ........................................ .
1.3.1. Batasan Masalah ..................................................... . 1.3.2. Rumusan Masalah ................................................... .
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................... . 1.4.1. Tujuan Penelitian ..................................................... . 1.4.2. Manfaat Penelitian ................................................... .
1.5. Sistematika Penulisan ........................................................ .
1-12 1 7 8 8 9 9 9 9
11
BAB 2 KAJIAN TEORI ......................................................................... 13-40 2.1. Deskripsi Teoritik .............. ... ........ ... ......................... ... ... ..... 13
2.1.1. Definisi Stres ........ ........ .............. .............. .............. 13 2.1.2. Proses Pengalaman Stres ..................................... 14 2.1.3. Respon Stres ...... ... ..... ... ........... ...... .. ... ... ... ... .. ... ... . 17 2.1.4. Definisi Coping ...................................................... 17 2.1.5. Jenis-jenis Coping.................................................. 18 2.1.6. Fungsi-fungsi Coping . ... ... ........ ... ........................... 20 2.1.7. Proses-proses Coping............................................ 21 2.1.8. Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi coping... 22 2.1.9. Definisi Ayah ......................................................... 24 2.1.10. Definisi Single dad.................................................. 25 2.1.11. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterlibatan
Ayah.......................................................................... 27
2.1.12. Pengaruh Pengasuhan Ayah terhadap Pendidikan Anak ...................................................................... 28
2.1.13. Definisi ADHD . ..... ... ..... ... ..... ... ... ..... ... ..... ... .. ... ... .. .. 30 2.1.14. Tiga Tipe Anak ADHD ............................................ 32 2.1.15. Kriteria ADHD. .. ... ... .. ... ... .. . .. ... .. ... .. . .. . .. ... ... .. . ..... ..... 33 2.1.16. Gejala ADHD ......................................................... 35
2.2. Kerangka Berfikir ................................................................ 37 2.3. Skema Kerangka Berfikir ... ... ... .. ... ... .. ... ... ..... ........... ........ ... 41
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 42-52 3.1. Jen is Penelitian ............. .. ......... .. . .. ... .. . ..... ... .. . .. ... ............... 42
3.1.1. Pendekatan dan Metode Penelitian .... ...... ........... .... 42 3.1.2. Definisi Variabel . ... ..... ... .. ... . .. .. . .. ... ... .. ...... ........ ... ..... 43
3.2. Subjek Penelitian ...... ........... ... .. . .. ... .. . .. ... ... .. ... ... ... .. ... ... ..... 44 3.2.1. Responden Penelitian ................ ... ................ ... ... .. ... 44 3.2.2. Teknik Pengambilan Responden .............................. 45
3.3. Pengumpulan Data .. ..... ..... ... ..... ... . .. ... .. ... ...... ..... ............... 45 3.3.1. Teknik Pengumpulan Data....................................... 45 3.3.2. lnstrumen Pengumpulan Data .. ................... ........... .. 46
3.4. Teknik Analisa Data ........................................................... 50 3.5. Prosedur Penelitian .. ................ ........... ... ..... ... .................... 50
3.5.1. Pra Penelitian ............................................................ 51 3.5.2. Penelitian ........................... ... ........ ........ ...... ... ... ........ 52 3.5.3. Paska Penelitian..... ........ ........... ... ........ ... .................. 52
BAB 4 HASIL & ANALISA KESIMPULAN ........................................... 54-77 4.1. Gambaran Umum Subyek .. ...... ... ... .. ... ... .. ... ... ... ..... ............ 54 4.2. Hasil Penelitian ...... ................... ........ .............. ... .. ... ... ... ... ... 55
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI & SARAN .......................................... 78-84 5.1. Kesimpulan . .. ... ........ ..... ... ........ ........ .............. ... ...... .. . .. ... .. .. 78 5.2. Diskusi ................................................................................ 81 5.3. Saran ... ..................... ................ ... ...... ................................. 84
DAFTAR PUSTAKA LAMPI RAN
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Blue Print Coping Single dad.............................................. 47 Tabel 4.1 Gambaran Umum Subyek .................................................. 54
DAFTAR GAMBAR
Skema 2.1 Kerangka berfikir "perilaku coping single dad dalam menghadapi anak ADHD" ............. ........... ... ... .. ... ... ... . .. ... .. . 41
Skema 4.2 Analisis Kasus Subyek MM ........ ... ........ ... ... ... .. .... .. ...... ...... 77
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Orang tua tunggal (single parent) adalah fenomena yang makin dianggap
biasa dalam masyarakat modern. Bagi yang (terpaksa) mengalaminya, entah
karena bercerai atau pasangan hidupnya meninggal, tak perlu terpuruk lama
lama karena bisa belajar dari banyak hal. Dari bacaan, media massa, atau
dari orang yang mengalaminya. Meski begitu, sebaiknya orang dewasa tidak
menganggap sepele dampak psikologisnya terhadap anak yang baru saja
ditinggal salah satu orang tuanya.
Seorang ibu yang menjadi orang tua tunggal sering kali dianggap sudah
biasa bila dia mampu berperan sebagai seorang ibu sekaligus ayah bagi
anak-anaknya. Namun, seorang ayah yang menjadi orangtua tunggal (single
dad) tak jarang diragukan keterampilannya dalam mengurus rumah tangga.
lni belum termasuk "godaan" untuk menikah lagi, antara lain dengan maksud
agar kebutuhan anak-anak pada kehadiran ibu bisa terpenuhi. Sebagian
orang juga berpendapat, seorang ibu bisa lebih sabar mengurus anak dan tak
terlalu membutuhkan kehadiran seorang suami.
2
Seorang ibu akan berpikir panjang dan mempertimbangkan banyak hal
sebelum memutuskan untuk menikah lagi. Seorang ayah kerap diragukan
keterampilan dan ketelatenannya sebagai ayah sekaligus ibu bagi anaknya.
Jangankan membesarkan anak seorang diri, bahkan ada seorang ayah yang
hanya tahan menduda selama dua hari dan langsung menikah lagi. Tentu
saja ayah seperti itu berbanding terbalik bila disandingkan dengan apa yang
dilakukan Muhammad Mamu (35), ayah dua anak yang selama sekitar lima
tahun menjadi single dad.
Seorang teman lama peneliti juga mengisahkan, setiap hari ia bersama
suaminya pergi ke kantor yang kebetulan berlokasi sama. Menjelang malam
hari mereka tiba di rumah. Kedatangan pasutri ini disambut dengan sukacita
oleh anak lelakinya yang berumur 11 bulan di teras rumahnya. Anehnya,
kendati si ibu berada di depan, justru sang ayahlah yang lebih hangat
disambut. "Anak saya baru butuh saya kalau lagi lapar atau sakit," kata ibu
muda itu.
Menjadi ayah yang hangat memang tidak berhenti pada saat anak lahir.
Justru ketika itulah proses awal menjadi ayah yang baik dimulai. Sayangnya,
hal itu tidak mudah untuk dilakukan. Apalagi belum tersedianya lembaga
pendidikan khusus lebih-lebih yang formal untuk melatih atau
3
rnernpersiapkan seorang laki-laki rnenjadi orang tua yang baik. Posisi
sebagai orang tua biasanya diarnbil secara otornatis atau begitu saja.
Akibatnya, sering terjadi proses pendidikan terhadap anak juga dilakukan
secara otornatis, sadar atau tidak, sarna seperti yang pernah diperoleh dari
orang tuanya dulu. Lantaran warisan pendidikan turun-ternurun inilah banyak
orang beranggapan, pengasuhan anak dalarn keluarga rnenjadi porsi ibu.
Narnun, rnenurut lrwanto (2002, dalarn www.suararnerdeka.com) pandangan
itu rnulai berubah. Sejak tahun 1997 ada dorongan gerakan partisipasi laki
laki di dalarn keluarga. Gerakan di tingkat dunia ini rnuncul lantaran selarna
kurun waktu 15 - 20 tahun terakhir, terjadi pergeseran konsep dari
motherhood rnenjadi parenthood. Dalarn konsep parenthood, bukan hanya
ibu yang penting, tetapi orang tua, dan orang tua itu dua: ayah dan ibu.
Dari sini rnulai dikernbangkan konsep orang tua yang baik dan hangat. "Di
rnasa lalu yang narnanya ayah itu selalu ditakuti. la juga figur yang dianggap
sebagai penanggung jawab moral keluarga, yang rnenurunkan nilai-nilai
penting pada anak-anaknya. Untuk itu ayah harus rnenakutkan. Kalau perlu,
ayah tak perlu banyak bicara tapi anak takut. Dilihat dari trend-nya, banyak
ayah rnuda rnasa kini di berbagai belahan dunia rnerasa tidak adil kalau
harus jadi sosok yang rnenakutkan.
Dari sini timbul kesadaran bahwa ayah masa kini tidak ingin seperti ayah
zaman dulu. Ayah yang efektif dan ayah yang tidak efektif bisa dinilai dari
kenal tidaknya mereka pada anaknya. Ayah yang efektif tahu apakah telah
mengecewakan anaknya. la juga tahu hal-hal apa saja yang disukai
anaknya. Ayah seperti ini juga tahu perbedaan anaknya dengan anak-anak
tetangga. Mereka pun sangat peduli dengan karakter si anak.
4
Ayah berperan dalam membangun citra diri anak. Khususnya citra diri
mengenai kelaki-lakian. Kedua orang tua diharapkan menunjukkan pada
anaknya bahwa tanggung jawab keluarga itu memang dipikul bersama-sama.
Misalnya, mengasuh anak, bernyanyi, bermain dengan anak-anak. Artinya,
wawasan gender dalam peran laki-laki dan perempuan itu tidak dipersempit,
tetapi sebaliknya diperluas. Lalu bagaimana dengan single dad yang
memiliki anak dengan gangguan ADHD.
Gangguan yang tidak dapat diidentifikasikan secara fisik dengan X-ray atau
laboratorium. ADHD hanya dapat dilihat dari perilaku yang sangat kentara
pada diri anak ADHD, karena ADHD adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan beberapa pola perilaku yang sulit dibedakan di antara anak
anak yang kelak suatu hari ditemukan perbedaan beserta penyebabnya
(Sugiarmin, 2006).
5
Anak dengan gangguan ADHD sering memiliki perasaan seperti orang yang
terkurung dalam kamar dengan televisi, radio, stereo sistem, dan dua mesin
penyedot debu yang semuanya dinyalakan secara maksimal dalam waktu
bersamaan. Kita bisa bayangkan betapa berisiknya. Di dalam sebuah kelas
sering menjadi "terlalu berisik" bagi anak ADHD. Anak dengan gangguan ini
juga seringkali mengusili temannya tanpa alasan yang jelas, misalnya tiba
tiba memukul, mendorong, menimpuk, dan sebagainya meskipun tidak ada
pemicu yang harus membuat anak melakukan hal seperti itu.
Anak dengan gangguan ini tidak bisa berkonsentrasi lebih dari lima menit.
Dengan kata lain, ia tidak bisa diam dalam waktu lama dan mudah teralihkan
perhatiannya kepada hal lain. Tak hanya itu, anak dengan gangguan ADHD
tidak memiliki fokus jelas. Dia berbicara semaunya berdasarkan apa yang
diutarakan tanpa ada maksud jelas sehingga kalimatnya seringkali sulit
dipahami. Demikian pula pola interaksinya dengan orang lain. Biasanya
yang bersangkutan selalu cuek kala dipanggil sehingga orang tua sering
mengeluh kalau anaknya pura-pura tidak mendengar. Dengan perilaku
seperti ini, anak cenderung tidak mampu melakukan sosialisasi dengan baik
(Zaviera, 2007).
6
Anak dengan gangguan ADHD pada umumnya juga memiliki sikap
penentang I pembangkang atau tidak mau dinasehati. Misalnya, penderita
akan marah jika dilarang berlari ke sana ke mari, coret-coret atau naik-turun
tangga tak berhenti. Penolakannya juga bisa ditunjukkan dengan sikap cuek,
yang bersangkutan juga tidak memiliki sifat sabar. Ketika bermain tidak mau
menunggu giliran. Misalnya, ketika dia ingin memainkan mobil-mobilan yang
sedang dimainkan oleh temannya, dia langsung merebut tanpa "ba-bi-bu",
lalu dengan sikapnya yang seperti itu kesabaran dan kasih sayang orang tua
sangat berperan penting dalam pembelajaran perilakunya.
Seorang ibu seringkali dianggap lebih dekat dan lebih mengenal anaknya
dibanding ayah, sehingga jika anak itu hanya memiliki seorang ibu dan tanpa
ayah, ibu bisa merawat, mendidik, membiayai dan melaksanakan tugas ayah
lainnya dengan baik. Hal ini bisa dilihat dari sosok Dewi Yul yang dapat
mendidik anak-anaknya yang cacat dengan baik dan sangat telaten. Namun,
bagaimana dengan seorang ayah yang lebih banyak menghabiskan
waktunya di luar rumah dapat mengambil alih tugas seorang ibu untuk
merawat dan membesarkan anaknya dengan penuh kasih sayang dan cinta,
terlebih jika anaknya mengalami gangguan pada sistem syaraf otak?
7
Dengan kerusakan kecil pada sistern syaraf pusat dan otak, rnaka rentang
konsentrasi anak dengan gangguan ADHD rnenjadi sangat pendek dan sulit
dikendalikan. Oleh karena itu, orang tua dengan anak gangguan ADHD,
tidak pernah lelah rnelatih konsentrasi anaknya agar ia bisa rnelakukannya
walau hanya sebentar. Cara yang dipilih oleh orang tua terkadang berbeda
satu sarna lainnya dan sebelurn rnengarnbil keputusan untuk rnelakukan cara
itu, orang tua akan rnendiskusikannya terlebih dahulu kepada pasangan
rnereka (isteri ke suarni dan suarni ke isteri). Narnun bagairnana dengan
orang tua tunggal, dalarn hal ini ayah, dapat rnernberikan solusi yang terbaik
untuk anaknya jika ia tidak rnerniliki ternan bicara (isterinya) dalarn
rnenangani anak ADHDnya itu.
Berdasarkan perrnasalahan di atas, rnaka penulis tertarik untuk rnelakukan
penelitian dengan judul "Perilaku coping single dad dalarn rnenghadapi
anak ADHD".
1.2 ldentifikasi Masalah
1. Masalah-rnasalah apa saja yang ditirnbulkan oleh anak dengan gangguan
ADHD?
2. Kesulitan-kesulitan apa yang dirasakan sangat rnengganggu oleh single
dad?
3. Permasalahan-permasalahan apa saja yang dialami oleh single dad
dalam merawat anaknya?
4. Bagaimanakah coping yang dipilih oleh single dad sebagai solusi
terhadap masalah yang timbul karena memiliki anak dengan gangguan
ADHD?
1.3 Batasan dan Rumusan Masalah
1.3.1 Batasan Masalah
Untuk menghindari kerancuan dalam permasalahan yang diteliti, maka
penulis membatasi permasalahannya pada:
1. Coping adalah suatu perilaku, tindakan atau perbuatan yang ditempuh
oleh seorang ayah sebagai single parent dalam menghadapi anaknya
yang ADHD. Coping ini juga dapat berupa usaha kognitif tingkah laku
yang terus mengalami perubahan untuk menangani tuntutan spesifik dari
luar maupun dari dalam yang dinilai penuh dengan tuntutan atau
melampaui sumber-sumber daya yang dimiliki seseorang.
8
2. Single dad yaitu ayah yang menjadi pemimpin dalam sebuah keluarga
yang menjaga, mendidik, menjadi wali, serta membesarkan anak-anaknya
sendiri tanpa adanya pendamping.
3. ADHD yaitu gangguan pemusatan perhatian pada anak-anak yang
disertai hiperaktif yang memberikan gambaran tentang suatu kondisi
medis yang disahkan secara internasional mencakup disfungsi otak, di
mana individu mengalami kesulitan dalam mengendalikan impuls,
menghambat perilaku, dan tidak mendukung rentang perhatian mereka.
1.3.2 Rumusan Masalah
9
Berdasarkan batasan masalah diatas, maka rumusan masalah yang diajukan
adalah "Bagaimanakah coping yang dipilih oleh single dad sebagai
solusi terhadap masalah yang timbul karena memiliki anak ADHD ?".
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan Penelitian
Dengan mengacu pada latar belakang dan perumusan masalah yang sudah
dikemukakan sebelumnya, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
coping yang dipilih oleh ayah sebagai solusi dari masalah yang timbul karena
memiliki anak ADHD.
1.4.2 Manfaat penelitian
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangannya
untuk menambah wawasan keilmuwan dan pengetahuan bagi masyarakat
umum serta pengembangan ilmu pengetahuan Psikologi pada khususnya
sebagai wacana klinis dan perkembangan, tentang pentingnya pemilihan
10
pola-pola coping yang diambil oleh orang tua dalam menghadapi anak
dengan gangguan ADHD, dan juga tentang pentingnya melatih potensi yang
berada di dalam anak dengan gangguan ADHD.
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat:
1) Dimanfaatkan oleh masyarakat, khususnya single dad yang memiliki anak
dengan gangguan ADHD, sehingga mereka mengetahui pola-pola coping
yang harus diambil untuk perkembangan anak selanjutnya tanpa harus
mengandalkan orang lain atau misalnya jasa baby sitter.
2) Memberikan gambaran tentang pentingnya peran orang tua dalam
perkembangan anak dengan gangguan ADHD.
3) Memberikan gambaran bahwa sebagai ayah tunggal (single dad) bagi
anak dengan gangguan ADHD, ayah juga dapat dan mampu merawat
anaknya dengan penuh kasih sayang.
4) Memberikan motivasi atau dorongan kepada single dad untuk tetap
optimis yakin bahwa dirinya mampu mengambil alih tugas seorang ibu.
11
1.5 Sistematika Penulisan
Dalarn penulisan skripsi ini, terdapat sisternatika penulisan yang terdiri dari:
1. BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini berisi uraian rnengenai latar belakang rnasalah, identifikasi
rnasalah, batasan dan rurnusan rnasalah, rnanfaat dan tujuan penelitian,
dan sisternatika penulisan.
2. BAB 2 KAJIAN TEORI
Bab ini berisi uraian rnengenai teori-teori: Coping (definisi coping, jenis
jenis coping, fungsi coping, proses coping, faktor-faktor yang
rnernpengaruhi strategi coping). Ayah (Definisi ayah, Definisi single dad,
Faktor-faktor yang rnernpengaruhi keterlibatan ayah, Pengaruh
pengasuhan ayah terhadap anak). Anak ADHD ( Definisi ADHD, Tiga tipe
anak ADHD, Gejala ADHD, Kriteria ADHD, Penanganan ADHD).
Kerangka berfikir
3. BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi uraian rnengenai jenis penelitian, pengarnbilan sarnpel,
instrurnen pengurnpulan data, prosedur penelitian dan teknik analisis
data.
12
4. BAB 4 HASIL & ANALISIS DATA
Berisi tentang data-data yang diperoleh dari tiap subyek dan
membahasnya dengan mengacu pada teori-teori yang sudah disebutkan
terlebih dahulu untuk mendapatkan hasil penelitian yang relevan dengan
tujuan penelitian.
5. BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI & SARAN
Berisi tentang kesimpulan hasil penelitian diikuti dengan diskusi mengenai
berbagai temuan dalam penelitian ini kemudian dilengkapi dengan saran.
BAB2
KAJIAN TEORI
2.1 Deskripsi Teoritik
2.1.1. Definisi Stres
Seringkali stres didefinisikan dengan hanya melihat dari stimulus atau respon
yang dialami seseorang. Definisi stres dari stimulus terfokus pada kejadian di
lingkungan seperti misalnya bencana alam, kondisi berbahaya, penyakit, atau
berhenti dari kerja. Definisi ini menyangkut asumsi bahwa situasi demikian
memang sangat menekan tapi tidak memperhatikan perbedaan individual
dalam mengevaluasi kejadian. Sedangkan definisi stres dari respon
mengacu pada keadaan stres, reaksi seseorang terhadap stres, atau berada
dalam keadaan di bawah stres (Lazarus & Folkman, 1976).
Definisi stres dengan hanya melihat dari stimulus yang dialami seseorang,
memiliki keterbatasan karena tidak memperhatikan adanya perbedaan
individual yang mempengaruhi asumsi mengenai stresor. Sedangkan jika
stres didefinisikan dari respon, maka tidak ada cara yang sistematis untuk
mengenali mana yang akan jadi stresor dan mana yang tidak. Untuk
mengenalinya, perlu dilihat terlebih dahulu reaksi yang terjadi. Selain itu,
banyak respon dapat mengindikasikan stres psikologis yang padahal
14
sebenarnya bukan merupakan stres psikologis. Dari penjelasan tersebut,
terlihat bahwa respon tidak dapat secara reliabel dinilai sebagai reaksi stres
psikologis tanpa adanya referensi dari stimulus (Lazarus & Folkman, 1976).
National safety council (2003) mendefinisikan stres seb_qgai ketidakmampuan '
mengatasi ancaman yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional & spiritual
manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik
manusia tersebut. Bila stres mengancam fisik manusia maka gejala yang
muncul dengan cepat dapat berupa respon terhadap denyut jantung
meningkat, tekanan darah meningkat, ketegangan otot meningkat, produksi
keringat meningkat, dan aktivitas metabolis meningkat
Dari definisi tersebut di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa stres
merupakan hubungan antara individu dengan lingkungan yang oleh individu
dinilai membebani atau melebihi kekuatannya dan mengancam
kesehatannya.
2.1.2. Proses Pengalaman Stres
Menurut Lazarus (1976) dalam melakukan penilaian tersebut ada dua tahap
yang harus dilalui, yaitu :
1. Primary appraisal
Merupakan proses penentuan makna dari suatu peristiwa yang dialami
individu. Peristiwa tersebut dapat dipersepsikan positif, netral, atau negatif
oleh individu. Peristiwa yang dinilai negatif kemudian dicari kemungkinan
adanya harm, threat, atau challenge. Harm adalah penilaian mengenai
bahaya yang didapat dari peristiwa yang terjadi. Challenge merupakan
tantangan akan kesanggupan untuk mengatasi dan mendapatkan
keuntungan dari peristiwa yang terjadi.
Primary appraisal memiliki tiga komponen, yaitu :
a. Goal relevance, yaitu penilaian yang mengacu pada tujuan yang dimiliki
seseorang, yaitu bagaimana hubungan peristiwa yang terjadi dengan
tujuan personalnya.
15
b. Goal congruence or incongruenc, yaitu penilaian yang mengacu pada
apakah hubungan antara peristiwa di lingkungan dan individu tersebut
konsisten dengan keinginan individu atau tidak, dan apakah hal tersebut
menghalangi atau memfasilitasi tujuan personalnya. Jika hal tersebut
menghalanginya, maka disebut sebagai goal incongruence, dan
sebaliknya jika hal tersebut memfasilitasinya, maka disebut sebagai goal
congruence.
c. Type of ego involvement, yaitu penilaian yang mengacu pada berbagai
macam aspek dari identitas ego atau komitmen seseorang.
16
2. Secondary appraisal
Merupakan penilaian mengenai kemampuan individu melakukan coping,
serta sumber daya yang dimilikinya, dan apakah individu cukup mampu
menghadapi harm, threat, & challenge dalam peristiwa yang terjadi.
Secondary appraisal memiliki tiga komponen, yaitu :
a. Blame and credit, yaitu penilaian mengenai siapa yang bertanggung
jawab atas situasi menekan yang terjadi atas diri individu.
b. Coping potential, yaitu penilaian mengenai bagaimana individu dapat
mengatasi situasi menekan atau mengaktualisasi komitmen pribadinya.
c. Future expectancy, yaitu penilaian mengenai apakah untuk alasan
tertentu individu mungkin berubah secara psikologis untuk menjadi lebih
baik atau buruk.
Pengalaman subjektif akan stres merupakan keseimbangan antara primary
dan secondary appraisal. Ketika harm & threat yang ada cukup besar,
sedangkan kemampuan untuk melakukan coping tidak memadai, stres yang
besar akan dirasakan oleh individu. Sebaliknya, ketika kemampuan coping
besar, stres dapat diminimalkan.
17
2.1.3. Respon Stres
Taylor (1991, dalam Lazarus, 1976) menyatakan stres dapat menghasilkan
berbagai respon. Respon stres dapat terlihat dalam berbagai aspek, yaitu :
1. Respon fisiologis, dapat ditandai dengan meningkatnya tekanan darah,
detak jantung, detak nadi, dan sistem pernafasan.
2. Respon kognitif, dapat terlihat lewat terganggunya proses kognitif individu,
seperti pikiran menjadi kacau, menurunnya daya konsentrasi, pikiran
berulang, dan pikiran tidak wajar.
3. Respon emosi, dapat muncul sangat luas, menyangkut emosi yang
mungkin dialami individu, seperti takut, cemas, malu, marah, dan
sebagainya.
4. Respon tingkah laku, dapat dibedakan menjadi fight, yaitu melawan
situasi yang menekan, dan flight, yaitu menghindari situasi yang
menekan.
2.1.4. Definisi coping
Dalam Kamus Psikologi (Chaplin dalam Kartono:2004), coping disebutkan
sebagai:
"Setiap perbuatan, di mana individu me/akukan interaksi dengan Jingkungan sekitarnya dengan tujuan untuk menye/esaikan masa/ah".
18
Selanjutnya, Lazarus dan Folkman (1980, dalarn Phillip 1999) rnendefinisikan
coping sebagai :
"Semua usaha kognitif dan tingkah laku individu untuk mengatasi, mengurangi, atau meminta toleransi".
Dari definisi-definisi coping di atas, rnaka penulis dapat rnengarnbil suatu
kesirnpulan bahwa coping adalah proses saat individu berusaha rnenangani
dan rnenguasai situasi penuh stress yang rnenekan akibat dari rnasalah yang
sedang dihadapi dengan cara rnelakukan perubahan kognitif maupun
perilaku guna rnernperoleh rasa aman pada dirinya.
2.1.5. Jenis-jenis Coping
Secara umum Lazarus (dalam Phillip, 1999) membagi coping rnenjadi 2
dimensi, yaitu :
a. Problem Solving Focused Coping, di mana individu secara aktif mencari
penyelesaian masalah untuk menghilangkan kondisi yang menimbulkan
stress.
b. Emotion Focused Coping, di mana individu rnelibatkan usaha-usaha untuk
mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak
yang akan timbulkan oleh suatu kondisi yang penuh tekanan.
Sementara itu Carver,C.S &Scheler,M.F (1989) membagi dua jenis coping
yang umum menjadi lebih variatif, yaitu :
a. Coping terpusat pada masalah (problem-focused coping)
19
1) Active coping (perilaku aktif), suatu proses pengambilan langkah
langkah aktif untuk mengatasi stressor atau memperbaiki akibat-akibat
yang telah ditimbulkan oleh stressor tersebut.
2) Planning (perencanaan}, perencanaan mengenai hal-hal yang dapat
dilakukan untuk mengatasi situasi yang menimbulkan stres.
3) Supression of competing activities (penekanan kegiatan lain) agar
dapat berkonsentrasi secara penuh dalam menghadapi sumber stres,
maka mengesampingkan tugas-tugas lain.
4) Restrain coping (penundaan perilaku mengatasi stres}, individu
menunggu saat yang tepat untuk melakukan suatu tindakan sehingga
ia dapat mengatasi sumber stress secara efektif.
5) Seeking social support for instrumental reason (pencarian dukungan
sosial dengan cara meminta nasihat, bantuan atau informasi dari
orang lain.
b. Coping terpusat pada emosi (emotional-focused coping)
1) Seeking social support for emotional reasons (pencarian dukungan
untuk alasan emosional) usaha-usaha yang dilakukan individu untuk
20
rnendapatkan dukungan sosial dengan cara rnerninta dukungan moral,
sirnpati atau pengertian dari orang lain.
2) Positive reinterpretation and growth (interpretasi kernbali secara positif
dan pendewasaan diri) individu rnenilai kernbali suatu situasi yang
rnenirnbulkan stres secara positif dan juga rnengarahkan individu
untuk rnelakukan tindakan-tindakan coping yang terpusat pada
rnasalah.
3) Denial (penolakan) rnenolak surnber stres atau bertindak seakan-akan
surnber stres tidak nyata.
4) Acceptance (penerirnaan), individu harus rnenerirna atau
rnenyesuaikan diri dengan keadaan yang dialarninya.
5) Turning to religion (rnernasrahkan diri pada agarna), individu rnencoba
rnencari ketenangan dalarn ajaran agarna.
2.1.6. Fungsi-fungsi Coping
Cohen & Lazarus (dalarn Sarafino, 1994) rnengernukakan bahwa coping
rnerniliki lirna tugas utarna, yaitu:
a. Mengurangi kondisi lingkungan yang berbahaya dan rneningkatkan
prospek untuk rnernperbaikinya.
b. Mentoleransi atau rnenyesuaikan diri dengan kenyataan yang
negatif.
c. Mernpertahankan garnbaran diri yang positif.
d. Mempertahankan keseimbangan emosional.
e. Melanjutkan kepuasan terhadap hubungannya dengan orang lain.
Secara umum fungsi coping adalah untuk menghilangkan kondisi
tertekan yang dirasakan agar dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan serta dapat diterima oleh lingkungan secara positif sehingga
berada dalam keadaan yang tidak tertekan lagi.
2.1. 7. Proses-proses Coping
21
Lazarus (Sarafino, 1994) memandang coping sebagai proses yang terjadi bila
orang mengalami stres, mengatakan proses coping didahului oleh proses
proses stress, yaitu :
a. Penilaian primer, yaitu proses mempersepsikan adanya suatu
ancaman bagi seseorang.
b. Penilaian sekunder, yaitu proses pengolahan di otak tentang suatu
potensi respon terhadap ancaman.
c. Barulah pada tahap selanjutnya dilakukan coping, yaitu proses
memutuskan respon yang digunakan untuk menghadapi masalah.
22
2.1.8. Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi coping
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi individu dalam memilih strategi
coping yang akan digunakan dalam mengatasi permasalahannya (Mu'tadin,
2002) yaitu :
1. Kesehatan Fisik , Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama
dalam usaha mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga
yang cukup besar
Keyakinan atau pandangan positif , Keyakinan menjadi sumber daya
psikologis yang sangat penting, seperti keyakinan akan nasib (eksternal
locus of control) yang mengerahkan individu pada penilaian
ketidakberdayaan (helplessness) yang akan menurunkan kemampuan
strategi coping tipe : prob/em-solving focused coping
3. Keterampilan memecahkan masalah, Keterampilan ini meliputi
kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi,
mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif
tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan
dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan
rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat.
4. Keterampilan sosial, Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk
berkomunikasi dan bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan
nilai-nilai sosial yang berlaku dimasyarakat.
23
Dukungan sosial, Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan
informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua,
anggota keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat
sekitarnya
6. Materi, Dukungan ini meliputi sumber daya berupa uang, barang barang
atau layanan yang biasanya dapat dibeli.
Dapat diketahui bahwa tiap individu memilih strategi coping yang berbeda,
sesuai dengan permasalahan dan kebutuhan yang diperlukan untuk
mengahadapi suatu permasalahan karena tekanan-tekanan yang ditimbulkan
oleh permasalahan setiap individu memiliki tingkatan yang berbeda-beda,
sehingga dalam pemilihan strategi coping pun berbeda-beda.
Menurut Greenglass & Naguchi (1996, dalam Sarafino, 1994), laki-laki lebih
menyukai untuk menggunakan problem-focused coping, sedangkan
perempuan lebih banyak menggunakan emotion-focused coping dalam
mengatasi stresnya. Akan tetapi, ketika laki-laki dan perempuan memiliki
jabatan dan pendidikan yang sama, tidak ada perbedaan gender dalam
pemilihan strategi coping.
24
2.1.9. Oefinisi Ayah
Ayah dapat didefinisikan berkaitan dengan perannya dalam pengasuhan
anak. Definisi ini membuat ayah kandung, ayah tiri, dan pria-pria lain yang
terlibat atau berperan dalam pengasuhan anak dapat disebut sebagai ayah.
Definisi lain yang lebih menarik mengenai ayah berkaitan dengan perannya
sebagai pelindung, hal ini menarik karena ibu didefinisikan dalam kaitan
perannya sebagai pengasuh (nurturing).
Parson dan Bales (dalam Phares, 1996) menyebutkan bahwa ibu memiliki
peran ekspansif sedangkan ayah memiliki peran intsrumental dalam
keluarga. Furstenberg (sebagaimana yang dikutip oleh Phares, 1996)
mengemukakan ada dua jenis ayah dalam masyarakat yaitu ayah yang baik
(good dads) dan ayah yang jahat (bad dads). Ayah yang baik digambarkan
sebagai ayah yang memiliki keterlibatan tinggi dalam pengasuhan anak,
sedangkan ayah yang jahat digambarkan sebagai ayah yang tidak memberi
dukungan emosional yang memadai kepada keluarga dan tidak menunjukkan
dukungan emosional dan keterlibatan dalam pengasuhan anak.
Dari uraian diatas maka penulis menyimpulkan bahwa keterlibatan seorang
ayah merupakan suatu keseluruhan interaksi antara orang tua (pengasuh)
dengan anak (yang diasuh), dimana ayah sebagai pelindung menstimuli
anaknya dengan mentransmisikan tingkah laku, pengetahuan serta nilai-nilai
yang dianggap paling tepat oleh orang tua, agar anak dapat memperoleh
yang terbaik dalam perjalanannya menuju kedewasaan.
2.1.10. Definisi Single dad
25
Single dad merupakan bagian dari single parent. Menurut Sager dkk (dalam
Setiawati & Zulkaida, 2007) orang tua tunggal adalah orang tua yang
memelihara dan membesarkan anak-anaknya tanpa kehadiran dan dukungan
dari pasangannya (dalam hal ini adalah seorang ayah).
Cashion (dalam Setiawati & Zulkaida, 2007) menyatakan bahwa single dad
adalah ayah yang menjadi pemimpin dalam sebuah keluarga yang menjaga,
mendidik, menjadi wali, serta membesarkan anak-anaknya sendiri tanpa ada
pendamping.
Secara spesifik Hanson (dalam Setiawati & Zulkaida, 2007) menyebutkan
faktor yang menyebabkan single dad karena perceraian, kematian pasangan,
atau karena merupakan lelaki lajang yang mengadopsi anak.
Dari definisi di atas, maka yang dimaksud dengan single dad adalah seorang
pria dewasa yang sudah memasuki jenjang perkawinan dan dikaruniai anak
namun, berpisah dengan pendamping wanita (karena bercerai, meninggal,
dsb). Dalam menjalani statusnya sebagai single dad, para ayah akan
menemui masalah-masalah yang sebelumnya belum pernah dirasakannya.
Pada umumnya, masalah yang paling berat dihadapi oleh seorang pria
adalah tidak sanggupnya tinggal sendirian terlalu lama, bukan hanya soal
kebutuhan terhadap pendamping, tetapi juga menangani segala urusan
rumah. Karakter dan sifat anak yang berbeda-beda pun bisa membuat
"pusing". Diperlukan keterampilan, ketelatenan, dan pendekatan khusus.
Umumnya, hanya wanita yang bisa melakukan itu, karena pada dasarnya
wanita lebih memperhatikan hal-hal detail. Sedangkan pria cenderung
berpikir global, garis besar, dan penuh dengan analisis.
26
Masalah lain yang biasanya dihadapi para single dad biasanya menyangkut
masalah teknis. Sang ayah yang bekerja mempunyai keterbatasan waktu
untuk anak-anaknya. Kendala psikologis dan emosional, seperti perasaan
bersalah karena tidak bisa menjadi ayah yang ideal, over providing (terlalu
melayani), dan over curiousity (tidak percaya kepada anak, efek dari ayah
kurang percaya diri), bisa muncul.
Bisa pula timbul problem emosional dan psikologis dari sang ayah, seperti
masih menyimpan amarah dan perasaan bersalah yang disebabkan oleh
perceraiannya. Dan hal itu yang bisa mempengaruhi cara berpikir ayah
dalam mendidik dan membesarkan anak.
27
2.1.11. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterlibatan Ayah
Menurut Riley & Shalala (dalam Slameto, 2003) peran ayah itu spesial
karena mempunyai efek bagi anak. Menurutnya ada 4 peran yaitu: (1)
Modeling adult male behavior(pemberi contoh), (2) Making Choices
(membuat pilihan), (3) Problem Solving abilities (kemampuan memecahkan
masalah), (4) Providing Financial and Emotional Support (memberikan
finansial & memperkuat emosi). Sedangkan Evans (1999, dalam Slameto
2003) menyebut peranan ayah pada umumnya itu dengan Five Ps yaitu: (1)
Problem-Solver (pemecah masalah), (2) Playmate (teman bermain), (3)
Punisher (pemberi hukuman), (4) Provider (penyedia), dan (5) Preparer
(mempersiapkan)
Rocky Mountain Family Council (Slameto, 2003) mengutip Kyle Pruett yang
menyatakan bahwa anak-anak yang sukses ayahnya mendemonstrasikan:
tanggung jawab, membantu membentuk perilakunya yang tepat dan mantap,
memberi contoh bagaimana menghadapi (persoalan) hidup sehari-hari, serta
perlunya prestasi (belajar) dan produktivitas.
Ketika orang tua berinteraksi dengan anak-anaknya, biasanya ayah lebih
disukai oleh anak-anaknya dibandingkan ibunya untuk dapat menghabiskan
waktu dalam permainan, dan ibu lebih banyak menghabiskan waktunya untuk
I-PERPUS~~~;AN ~:;;-1 U!N SY/\HID J/\l<AFH/\ j ---· -------------·
28
merawat anak-anaknya. Banyak faktor yang dapat melibatkan ayah dengan
anak-anaknya. Kepuasan pernikahan dan cinta ayah kepada isterinya telah
menunjukkan hubungan yang positif dengan keterlibatannya dalam
pengasuhan anak-anaknya. Ayah yang tidak bekerja kemungkinan lebih
banyak terlibat dengan anak-anaknya dibandingkan dengan ayah yang
bekerja.
Tingginya pendapatan ayah dapat mengurangi waktunya untuk bisa bersama
dengan anak-anaknya setiap minggu, meskipun demikian ayah dengan
penghasilan yang tinggi lebih mempunyai banyak waktu untuk dapat
diberikan kepada anak-anaknya setiap minggu dibandingkan dengan seorang
ibu dengan penghasilan tinggi ( Hillary, 2003).
2.1.12. Pengaruh Pengasuhan Ayah terhadap Pendidikan Anak
Pentingnya peranan orang tua dalam pendidikan anak telah disadari oleh
banyak pihak, kebijakan manajemen berbasis sekolah (MBS) dalam
reformasi pendidikan pun menempatkan peranan orang tua sebagai salah
satu dari 3 pilar keberhasilannya.
Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa bila orang tua berperan dalam
pendidikan, anaknya menunjukkan peningkatan prestasi belajar, diikuti
dengan perbaikan sikap, stabilitas sosio-ernosional, kedisiplinan, serta
aspirasi anaknya untuk belajar sarnpai di Perguruan Tinggi, bahkan setelah
bekerja dan berkeluarga (NCES: 1998, Slarneto 2003).
29
Peranan ayah rnenjadi rnenarik untuk dikaji rnengingat rnakin banyak ibu
yang sernula sebagai ibu rurnah tangga kini rnenjadi wanita karir/bekerja
sehingga kesernpatan, perhatian, dan perlakuannya terhadap anak rnenjadi
berkurang. Konsekuensinya sernula ayah di sarnping tetap berkonsentrasi
sebagai tulang punggung ekonorni keluarga yang tetap bekerja juga di tuntut
lebih banyak berperan dalarn pendidikan anaknya.
Berdasarkan hasil penelitian di AS pada tahun 2002 (Slarneto, 2003)
terhadap 15.000 rernaja sebagai sarnpelnya rnenujukkan jika peranan ayah
dalarn pendidikan anak berkurang/ terabaikan atau tak dilakukan, rnaka
terjadi peningkatan yang signifikan: (1) Jurnlah anak putri belasan tahun
harnil tanpa rnenikah, (2) Krirninalitas yang dilakukan oleh anak-anak, dan (3)
Patologi psiko-sosial.
Lebih lanjut diternukan juga bahwa absennya peranan ayah jauh lebih
signifikan darnpak negatifnya bagi anak (seperti di atas) dibanding absennya
peranan ibu. Maka wajar jika US Departernen of Justice pada tahun 1988
menyatakan bahwa ketidak-adanya peranan ayah dalam pendidikan anak
menjadi prediktor yang paling signifikan bagi tindak kriminal dan kekerasan
anak-anaknya (Fathering lnterprises: 1995-1996, Slameto 2003).
Sebaliknya, sejalan dengan temuan Daugherti dan Kurosaka (2002, dalam
Slameto 2003), jika dalam keluarga ayah berperan dalam pendidikan
anaknya, maka akan meningkatkan prestasi belajarnya, dan juga
mengembangkan potensi keteguhan perkawinannya kelak setelah
dewasa/berkeluarga. Mengingat demikian penting peranan ayah apalagi
dalam masyarakat yang patrilinear ini, maka studi tentang peranan ayah
dalam pendidikan anak menjadi bermanfaat dalam reformasi pendidikan
utamanya melalui peningkatan mutu, apalagi dikaitkan dengan prestasi
belajar anak.
2.1.13. Definisi ADHD
30
ADHD adalah istilah populer, kependekan dari Attention Deficit Hyperactive
Disorder, atau dalam bahasa Indonesia ADHD berarti gangguan pemusatan
perhatian disertai hiperaktif. Sebelumnya, pernah ada istilah ADD
kependekan dari attention deficit disorder yang berarti gangguan pemusatan
perhatian. Pada saat ditambahkan hiper-activity/hiper-aktif penulisannya
menjadi beragam. Ada yang ditulis ADHD, AD-HD, dan ada pula yang
menulis ADD/H. tetapi sebenarnya dari tiga jenis penulisan istilah itu
maksudnya adalah sama (Sugiarmin, 2006)
31
lstilah ini merupakan istilah yang sering muncul pada dunia medis yang
belakangan ini gencar pula diperbincangkan dalam dunia pendidikan dan
psikologi. lstilah ini memberikan gambaran tentang suatu kondisi medis yang
disahkan secara internasional mencakup disfungsi otak, di mana individu
mengalami kesulitan dalam mengendalikan impuls, menghambat perilaku,
dan tidak mendukung rentang perhatian mereka.
Jika hal tersebut terjadi pada seorang anak dapat menyebabkan berbagai
kesulitan belajar, kesulitan berperilaku, kesulitan sosial, dan kesulitan
kesulitan lain yang kait-mengkait. Menurut Barkley (1990, dalam U.S
Departement of Education 2003) ketidakmampuan anak ADHD dalam
mengontrol perilakunya, menyebabkan mereka terisolasi dari lingkungan
sosial. Jadi, jika didefinisikan secara umum ADHD menjelaskan kondisi
anak-anak yang memperlihatkan simtom-simtom (ciri atau gejala) kurang
konsentrasi, hiperaktif, dan impulsif yang dapat menyebabkan
ketidakseimbangan sebagian besar aktivitas hidup mereka. ADHD
merupakan suatu gangguan kronis dapat dimulai pada masa bayi dan
berlanjut sampai dewasa.
32
Kenyataannya, ADHD ini tidak selalu disertai dengan gangguan hiperaktif.
Oleh karena itu, makna istilah ADHD di Indonesia, lazimnya diterjemahkan
menjadi gangguan pemusatan perhatian tanpa/dengan hiperaktif (GPP/H).
Anak yang mengalami ADHD atau GPP/H kerap kali tumpang tindih dengan
kondisi-kondisi lainnya, seperti disleksia (dyslexia}, dispraksia (dyspraxia),
gangguan menantang dan melawan (oppositional defiant disorder/ODD).
2.1.14. Tiga Tipe Anak ADHD
a. Tipe ADHD gabungan
Untuk mengetahui tipe ini, dapat didiagnosis /dideteksi oleh adanya paling
sedikit 6 di antara 9 kriteria untuk "perhatian", ditambah paling sedikit 6 di
antara 9 kriteria untuk hiperaktivitas impulsivitas (Sugiarmin, 2006).
Munculnya enam gejala tersebut berkali-kali sampai dengan tingkat yang
signifikan disertai adanya beberapa bukti, antara lain sebagai berikut :
1) Gejala-gejala tersebut tampak sebelum anak mencapai usia 7 tahun.
2) Gejala-gejala diwujudkan pada paling sedikit dua seting yang berbeda.
3) Gejala yang muncul menyebabkan hambatan yang signifikan dalam
kemampuan akademik.
4) Gangguan ini tidak dapat dijelaskan dengan lebih baik oleh kondisi
psikologi atau psikiatri lainnya.
33
b. Tipe ADHD kurang memerhatikan dan tipe ADHD hiperaktif impulsif
Untuk rnengetahui ADHD tipe ini, dapat didiagnosis oleh adanya paling
sedikit 6 di antara 9 gejala untuk 'perhatian' dan rnengakui bahwa individu
individu tertentu rnengalarni sikap kurang rnernerhatikan yang rnendalarn
tanpa hiperaktivitas/irnpulsifitas. Hal ini rnerupakan salah satu alasan
rnengapa dalarn beberapa buku teks, kita rnenernukan ADHD ditulis dengan
garis -AD/HD. Hal ini rnernbedakan bahwa 'ADHD kurang rnernerhatikan'
dari jenis ketiga yang dikenal dengan tipe hiperaktif irnpulsif.
c. Tipe ADHD hiperaktif impulsif
Tipe ketiga ini rnenuntut paling sedikit 6 di antara 9 gejala yang terdaftar pada
bagian hiperaktif irnpulsifitas. Tipe 'ADHD kurang rnernerhatikan' ini
rnengacu pada anak-anak yang rnengalarni kesulitan lebih besar dengan
rnernori rnereka dan kecepatan motor perseptual, cenderung untuk rnelarnun,
dan kerap kali rnenyendiri secara sosial.
2.1.15. Kriteria ADHD
Berdasarkan Diagnostic Statistical Manual (DSM) IV (1994), ADHD dibagi
rnenjadi beberapa kriteria, sebagai berikut:
a. Kriteria sulit konsentrasi
1) Sering melakukan kecerobohan atau gaga! menyimak ha! yang
terperinci dan sering membuat kesalahan karena tidak cermat.
34
2) Sering sulit memusatkan perhatian secara terus-menerus dalam suatu
aktivitas.
3) Sering tampak tidak mendengarkan kalau diajak bicara.
4) Sering tidak mengikuti instruksi dan gaga! menyelesaikan tugas.
5) Sering sulit mengatur kegiatan maupun tugas.
6) Sering menghindar, tidak meyukai atau enggan melakukan tugas yang
butuh pemikiran yang cukup lama .
7) Sering kehilangan barang yang dibutuhkan untuk melakukan tugas.
8) Sering mudah beralih perhatian oleh rangsang dari luar.
9) Sering lupa dalam mengerjakan kegiatan sehari-hari.
b. Kriteria hiperaktif dan impulsif
1) Sering menggerak-gerakkan tangan atau kaki ketika duduk, atau
sering menggeliat.
2) Sering meninggalkan tempat duduknya, padahal seharusnya ia duduk
man is.
3) Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan pada keadaan
yang tidak selayaknya.
4) Sering tidak mampu melakukan atau mengikuti kegiatan dengan
tenang.
5) Selalu bergerak, seolah-olah tubuhnya didorong oleh mesin. Juga,
tenaganya tidak habis.
6) Sering terlalu banyak bicara.
7) Sering terlalu cepat memberi jawaban ketika ditanya padahal
pertanyaan belum selesai.
8) Sering sulit menunggu giliran.
9) Sering memotong atau menyela pembicaraan.
2.1.16. Gejala ADHD
Menurut DSM-IV (1994), ADHD terdiri dari tiga gejala utama:
35
a. lnatensivitas (tidak ada perhatian atau tidak menyimak), terdiri dari :
1) Gagal menyimak hal yang rinci.
2) Kesulitan bertahan pada satu aktivitas.
3) Tidak mendengarkan pada waktu diajak belajar.
4) Kesulitan mengatur jadwal tugas dan kegiatan.
5) Sering menghindar dari tugas yang memerlukan perhatian lama.
6) Sering kehilangan barang yang dibutuhkan untuk tugas.
7) Sering beralih perhatian oleh stimulus dari luar.
8) Sering pelupa dalam kegiatan sehari-hari.
36
b. lmpulsivitas (tidak sabaran), terdiri dari :
1) Sering memberi jawaban sebelum pertanyaan selesai.
2) Sering mengalami kesulitan menunggu giliran.
3) Sering memotong atau menyela orang lain.
4) Sembrono, melakukan tindakan berbahaya tanpa pikir panjang.
5) Sering berteriak di kelas.
6) Tidak sabaran.
7) Usil, suka mengganggu anak lainnya.
8) Permintaannya harus segera dipenuhi.
9) Mudah frustrasi dan putus asa.
c. Hiperaktivitas, terdiri dari :
1) Sering menggerakkan kaki atau tangan dan sering menggeliat.
2) Sering meninggalkan tempat duduk di kelas.
3) Sering berlari dan memanjat.
4) Mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas dengan tenang.
5) Sering bergerak seolah diatur oleh motor penggerak.
6) Sering berbicara berlebihan.
37
2.2 Kerangka Berfikir
Keluarga adalah lembaga pertama dan utama dalam melaksanakan proses
sosialisasi pribadi anak. Di tengah keluarga anak belajar mengenal makna
cinta kasih, sirnpati, loyalitas, ideologi, birnbingan dan pendidikan. Keluarga
rnemberikan pengaruh menentukan pada pernbentukan watak dan
kepribadian anak.
Karakteristik yang unik dari anak-anak adalah perkernbangan fisik dan
rnotorik bahasa, serta perkembangan emosi rnereka. Hal ini dikarenakan
mereka selalu saja mernberikan perkembangan baru pada setiap
pertarnbahan usia mereka. Pada masa anak-anak, proses belajar masih ia
dapatkan dari orang tuanya serta lingkungan yang masih terbatas, oleh
karena itu hal ini akan rnenjadi sesuatu yang selalu baru bagi rnereka dan hal
ini pula yang dapat langsung mempengaruhi setiap pertumbuhan dan
perkembangan mereka (Syah, 2005)
Terdapat dua karakteristik pada anak-anak, yaitu karakteristik anak yang
normal dan karakteristik anak abnormal. Anak dengan gangguan ADHD
terrnasuk ke dalarn anak dengan karakteristik abnormal. Anak ADHD tidak
dapat memilah dan rnernusatkan pikiran pada satu hal pada suatu saat.
38
Mereka cenderung terus menerus bergerak baik secara mental maupun fisik,
karena anak ADHD tidak dapat duduk diam, tidak dapat mendengarkan, atau
bahkan tidak dapat mengerjakan suatu pekerjaan dalam jangka waktu yang
lama, maka mereka mengalihkan perhatian dari satu hal ke hal yang lain dan
seringkali mengganggu anak-anak lain pada saat yang sama (Zaviera, 2007).
Anak-anak yang menderita gangguan ini akan mengalami kesulitan dalam
mengendalikan perilaku sehari-hari mereka, baik di sekolah maupun di
lingkungan luar sekolah. Mereka juga cenderung mengalami kecelakaan dari
hiperaktifnya.
Berdasarkan kerangka berfikir di atas, penulis berasumsi bahwa gangguan
ADHD yang diderita oleh anak dapat menjadi sumber stres bagi orang
tuanya. Gangguan ADHD ini dapat menjadi sumber stres bagi single dad
karena dari gangguan tersebut timbul permasalahan-permasalahan yang
cukup kompleks. ADHD dapat mempengaruhi pendidikan anak, misalnya
anak ADHD memiliki kemampuan memusatkan perhatian yang lemah,
sehingga hal ini dapat mengganggu anak tersebut untuk dapat menerima
arahan dan juga sulit menyelesaikan tugas.
39
ADHD pun dapat mempengaruhi perilaku, misalnya karena anak ADHD tidak
dapat duduk tenang, maka perilaku yang dimunculkan oleh anak tersebut
menjadi sulit untuk dikontrol. Selain itu, aspek sosial anak itu sendiri,
misalnya karena anak dengan gangguan ADHD mengalami kesulitan untuk
mengontrol perilakunya, sehingga anak tersebut juga akan mengganggu
teman-temannya dan hal ini menyebabkan ia tidak memiliki teman (Zaviera,
2007).
Dengan permasalahan yang ditimbulkan oleh anak ADHD, maka keluargalah
yang pertama kali membantu dan juga selalu berusaha untuk dapat
menyembuhkan anak tersebut, karena keluarga adalah lembaga pertama
dan utama dalam melaksanakan proses sosialisasi pribadi anak. Di tengah
keluarga anak belajar mengenal makna cinta kasih, simpati, loyalitas,
ideologi, bimbingan dan pendidikan. Keluarga memberikan pengaruh
menentukan pada pembentukan watak dan kepribadian anak.
Dari gangguan ADHD yang menimbulkan beberapa masalah, dapat
menimbulkan stress bagi keluarga terutama orang tua. Dan dari stres inilah
yang memancing orang tua untuk dapat menentukan coping agar dapat
keluar atau meringankan permasalahan yang ada. Orang tua memang selalu
ada untuk anak-anaknya dan akan terus seperti itu meskipun orang tuanya
40
tidak lengkap lagi (karena bercerai atau karena meninggal salah satunya).
Selain itu, orang tua juga memerlukan dukungan dan semangat bagi anaknya
yang mengalami ADHD agar dapat sedikit demi sedikit membantu
perkembangannya. Dukungan itu bisa didapatkan dari keluarga (ayah, ibu,
kakak, adik, nenek, kakek) ahli profesional (Psikolog, Psikiater), dan juga non
profesional (tetangga). Dari permasalahan-permasalahan yang timbul dan
juga dari dukungan sosial yang ada, dapat membantu single dad dalam
menentukan perilaku copingnya terhadap gangguan ADHD yang diderita oleh
anaknya (Sugiarmin, 2006).
41
2.3 Skema Kerangka Berpikir
Mengurus Problem-focused coping
ADHD • Active coping rumah • Planning
• Supression of competing
\ I activities
• Restrain coping
• Seeking social support
( SINGLE DAD J for instrumental reason
Mencari nafkah Emotional-focused coping
I \ • Seeking social support
for emotional reasons
• Positive reinterpretation and growth
• Denial
Pandangan Merawat • Acceptance
masyarakat anak • Turning to religion
Skema 2.1 kerangka berfikir
"perilaku coping single dad dalam menghadapi anak ADHD
BAB3
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab 3 peneliti akan membahas tentang metodologi penelitian yang
merupakan bagain urgen dalam suatu penelitian. Sebagaimana diketahui
bahwa setiap penelitian harus direncanakan, artinya diperlukan suatu
metodologi penelitian atau juga dikenal dengan desain penelitian. Hal ini
berguna agar penelitian yang akan dilakukan dapat berjalan sesuai dengan
tujuan penelitian tersebut sehingga lebih efektif dan efisien.
3.1. Jenis Penelitian
3.1.1. Pendekatan dan Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, di mana data atau hasilnya
tidak diolah secara kuantitatif berupa angka-angka. Hasil penelitian akan
disajikan secara verbatim dan tertulis dengan tujuan agar data yang didapat
tetap utuh. Penelitian dengan pendekatan kualitatif juga digunakan agar
dapat mengungkap tentang bagaimana pola-pola penyesuaian coping yang
dipilih oleh single dad yang memiliki anak hiperaktif sebagai solusi terhadap
masalah yang timbul karena memiliki anak hiperaktif dan masalah-masalah
apa saja yang dialami single dad dalam menghadapi anaknya yang ADHD.
43
Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus yang
merupakan bagian dari penelitian kualitatif dan dengan tujuan penelitian
deskriptif. Menurut Punch (1998, dalam Poerwandari 2001) dalam
pendekatan studi kasus, metode pengumpulan data dapat dilakukan dari
berbagai sumber dengan beragam cara, bisa berupa observasi, wawancara,
maupun studi dokumen I karya I produk tertentu yang terkait dengan kasus.
3.1.2 Definisi Variabel
a. Coping adalah suatu perilaku, tindakan atau perbuatan yang ditempuh
oleh ayah sebagai single parent dalam menghadapi anaknya yang
hiperaktif. Coping ini juga dapat berupa usaha kognitif tingkah laku yang
terus mengalami perubahan untuk menangani tuntutan spesifik dari luar
maupun dari dalam yang dinilai penuh dengan tuntutan atau melampaui
sumber-sumber daya yang dimiliki seseorang.
b. Single dad yaitu ayah yang menjadi pemimpin dalam sebuah keluarga
yang menjaga, mendidik, menjadi wali, serta membesarkan anak-anaknya
sendiri tanpa ada pendamping.
c. ADHD yaitu gangguan pemusatan perhatian yang disertai hiperaktif yang
memberikan gambaran tentang suatu kondisi medis yang disahkan
secara internasional mencakup disfungsi otak, di mana individu
44
mengalami kesulitan dalam mengendalikan impuls, menghambat perilaku,
dan tidak mendukung rentang perhatian mereka.
3.2. Subjek Penelitian
3.2.1. Responden Penelitian
Responden penelitian dalam studi kasus ini berjumlah satu orang. Menurut
Poerwandari (2001), suatu penelitian kualitatif dapat saja meneliti secara
mendalam kasus tunggal (N=1) yang dipilih secara purposif. Dan menurut
Banister dkk (1994, dalam Poerwandari 2001), suatu kasus tunggal dapat
dipakai bila secara potensial memang sangat sulit bagi peneliti memperoleh
kasus lebih banyak, dan bila dari kasus tunggal tersebut memang diperlukan
informasi yang sangat mendalam. Dia adalah seorang ayah (single dad)
yang memiliki anak dengan gangguan ADHD. Adapun karakteristik
responden dalam penelitian ini adalah :
a. Seorang ayah yang sedang tidak memiliki isteri, baik karena perceraian
maupun karena isteri telah meninggal.
b. Seorang ayah (single dad) yang memiliki anak dengan gangguan ADHD.
45
3.2.2. Teknik Pengambilan Responden
Responden dalam penelitian ini didapatkan melalui teknik purposive sampling
yaitu dengan mengambil orang-orang yang terpilih oleh peneliti menurut ciri
ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel tersebut (Supriyadi, 2006)
3.3. Pengumpulan Data
3.3.1. Teknik pengumpulan data
Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan
observasi. Wawancara menurut Banister, dkk (1994, dalam Poerwandari
2001) adalah : "percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai
tujuan tertentu". Wawancara kualitatif dilakukan bila peneliti bermaksud
untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang
dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti dan bermaksud
melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut.
Wawancara dalam penelitian ini menggunakan wawancara terstruktur, di
mana menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang terstruktur atau
pertanyaan-pertanyaan yang berurutan. Dalam wawancara ini, materi yang
dikemukakan merupakan materi yang lengkap, terencana dan dirancang
dengan baik. Pada umumnya pertanyaan-pertanyaan yang digunakan
adalah pertanyaan tertutup.
Data pelengkap dalam penelitian ini diungkap dengan observasi. Peneliti
menggunakan observasi non-partisipan (observer tidak terlibat langsung
dalam observasi, hanya mencatat).
3.3.2. lnstrumen Pengumpulan Data
46
Merupakan hal yang penting dalam penelitian adalah alat yang digunakan
untuk mengumpulkan data. Pemilihan alat bantu yang tepat dalam penelitian
tentunya akan membantu hasil penelitian yang maksimal sifatnya.
Peneliti menggunakan wawancara untuk mengumpulkan data utama dan
observasi untuk melengkapi data wawancara. lnstrumen dalam penelitian ini
menggunakan lembar pedoman wawancara dibuat dengan tujuan
mengarahkan penelitian sesuai dengan permasalahan penelitian. Lembar
pedoman wawancara meliputi :
1. Latar belakang subyek.
2. Gambaran stres yang dialami oleh subjek sebagai single dad.
3. Gambaran perilaku coping yang dilakukan subyek dalam menghadapi
anaknya yang ADHD.
Wawancara juga dilengkapi dengan observasi yang dilakukan terhadap
subyek dan sikap subyek, yang dikelompokkan menjadi interaksi subyek
47
dengan pewawancara, ekspresi wajah dan bahasa tubuh. Selain kedua
instrumen yang telah disebutkan, peneliti menggunakan alat perekam
sebagai alat bantu yang mendukung kelengkapan data yang diperoleh untuk
kemudian dibuat transkripnya secara verbatim dan tertulis. Dengan demikian
peneliti menggunakan alat perekam (tape recorder) dalam penelitian ini
dengan meminta izin terlebih dahulu dari responden. Peneliti juga membuat
blue print dengan tujuan agar mempermudah peneliti dalam melakukan
penelitian dan juga dalam membuat daftar pertanyaan.
Table 3.1 blue print coping single dad
No Asoek lndikator Pertanvaan 1. Gambaran • Kondisi dan a. Kapan dan bagaimana anda
stres yang situasi yang mengetahui anak anda mengalami dirasakan dirasakan ADHD? Apa yang anda rasakan oleh single single dad saat itu? dad sebagai b. Gejala-gejala apa saja yang
sumber stres tampak pada anak anda ketika ia belum didiagnosa ADHD?
c. Bagaimana proses kelahiran anak anda?
d. Apakah anda membayangkan konsekuensi yang akan timbul dengan ADHD-nya anak terhadap anda/keluarga?
e. Kesulitan apa yang dirasakan sangat mengganggu anda? (sosial, ekonomi, kerja)
f. Kesulitan apa lagi yang anda bayangkan akan mungkin timbul di kemudian hari ?
g. Apa saja permasalahan yang anda hadapi sebaqai sinqle dad?
48
h. Permasalahan apa saja yang terjadi antara anak anda yang normal dengan anak anda yang ADHD?
i. Permasalahan apa saja yang ditimbulkan oleh anak anda di sekolahnva?
• Respon a. Bagaimana perasaan anda yang muncul menghadapi hal-hal tersebut di dalam atas? menghadapi b. Bagaimana reaksi emosional anda kondisi dan ketika mengetahui status ADHD situasi anak saat itu? terse but c. Apa yang membuat anda ingin
merawatnya tanpa ada pendamping di sisi?
d. Bagaimana anda menangani tinakah laku anak-anak anda?
2. Gamba ran lo Problem- a. Tindakan nyata apa yang ibu perilaku focused lakukan untuk menyelesaikan coping yang coping kesulitan yang anda hadapi? ditampilkan b. Bagaimana anda menghadapi oleh single keluarga atau lingkungan? dad c. Apakah anak anda pernah
melakukan terapi? Terapi apa saja?
d. (jika terdapat) masalah ekonomi, kepada siapa anda meminta bantuan? Menjual atau menggadaikan barang?
e. Apakah anda ingin menyekolahkan anak anda di sekolah khusus?
f. Apakah ada upaya lain untuk membantu anak anda yang belum terealisasikan? Apa saja?
g. Adakah ahli profesional yang anda minta membantu untuk menyelesaikan masalah-masalah yang anda hadapi? Apa yang dilakukannya?
49
h. Dari mana saja anda mendapatkan informasi untuk perkembangan anak anda?
i. Siapa saja yang telah membantu anda dalam merawat anak anda?
j. Apakah anda pernah berdiskusi dengan para guru anak anda?
• Emotional- a. Dalam merawat anak, pernahkah focused anda meminta dukungan moral, coping simpati, atau pengertian dar orang
lain? b. Apa saja yang anda lakukan untuk
mengatasi masalah emosional yang anda rasakan?
c. Pernahkan anda memakai kekerasan dalam mendidik anak? Beri alasan!
d. Adakah orang dekat/profesional yang anda percaya untuk berbagi masalah/berkeluh kesah dengannya? Siapa? Apa yang anda dapat darinya?
e. Apakah anda melakukan kegiatan hobi atau kegiatan lainnya dengan tujuan menghilangkan masalah emosi bekaitan dengan ADHD anak?
f. Apakah aktivitas yang biasa anda lakukan menjadi terganggu, bagaimana anda menghadapinya?
g. Menurut anda apa sisi positif dari masalah ini?
h. Bagaimana aktivitas keagamaan anda setelah mengalami hal ini?
i. Aktivitas keagamaan apa saja yang anda lakukan?
50
3.4. Teknik Analisa Data
Menurut Poerwandari (2001), teknik analisa data dilakukan melalui beberapa
tahap yaitu :
1. Mengalihkan data rekaman menjadi naskah tulis. Pada tahap ini peneliti
mengolah data mentah yang sudah ada ke dalam bentuk tulisan (diolah
secara verbatim). Hal ini akan memudahkan peneliti dalam memahami
alur dari kasus yang ada.
2. Menguraikan kasus. Dengan menguraikan kasus dari responden akan
membantu peneliti dalam melakukan analisa data.
3. Menganalisa kisah dengan kajian yang digunakan dalam penelitian ini.
Setelah peneliti menguraikan kasus, peneliti menganalisa kisah dari kasus
yang ada. Proses analisa dilandasi dengan kajian yang ada dalam
penelitian ini.
4. Menemukan pola coping yang digunakan oleh sang ayah.
3.5. Prosedur Penelitian
Dalam prosedur persiapan penelitian, ada beberapa hal yang harus dilakukan
oleh peneliti, yaitu sebagai berikut :
3.5.1. Pra Penelitian
1) Membuat Surat lzin Penelitian dari Fakultas Psikologi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah yang direkomendasikan kepada pihak yang
telah ditentukan dalam penelitian ini. Namun, karena banyak sekolah,
klinik, dan biro konsultasi yang tidak memiliki klien dengan kriteria yang
peneliti cari, maka surat izin tersebut tidak dapat diproses lebih lanjut.
2) Mempersiapkan instrument penelitian : pedoman wawancara, lembar
observasi dan alat perekam.
51
3) Mencari subyek penelitian. Dalam pencarian subyek, peneliti
menggunakan media telepon, internet dan juga buku-buku yang
mendukung. Adapun tempat-tempat yang pernah peneliti
datangi/tanyakan adalah sebagai berikut : Sekolah Gedong 03, Sekolah
Gedong 04, Sekolah Global Mandiri, Sekolah Pantara, Progress Toward
Better Kids (PROKIDS), KIDZGROW, Our Dream, Asosiasi Anak
Berkesulitan Belajar, dan Biro Konsultasi Kebayoran Lama. Dari tempat
tempat yang telah didatangi, mereka menyatakan bahwa tidak ada
satupun klien mereka yang memiliki kriteria yang sesuai dengan penelitian
ini. Selain itu, peneliti juga mencari subyek melalui internet, namun
hasilnya nihil. Oleh karena itu, peneliti hanya menggunakan satu subyek
dalam penelitian.
4) Membuat surat pernyataan kesediaan subjek untuk menjadi sample
penelitian.
5) Meminta izin pihak terkait untuk melakukan penelitian.
3.5.2. Penelitian
1) Membangun rapport dengan subyek penelitian.
52
2) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk mendapatkan data yang dicari,
serta memprobingnya agar lebih mendalam.
3) Mengobservasi perilaku anak ADHD yang terlihat serta mengobservasi
perilaku coping ayah.
4) Mencari tambahan data dengan mencari subyek lain untuk memperkuat
pernyataan single dad, diantaranya : keluarga (anak sulung subyek dan
ibu subyek), tetangga, teman dari anak ADHD, serta guru yang pernah
mengajari anak ADHD tersebut.
3.5.3. Paska Penelitian
1) Organisasi data, untuk memudahkan peneliti memeriksa ketepatan
langkah-langkah yang telah atau akan diambil dan agar data tidak
tercampuraduk.
2) Verbatim, dengan tujuan memudahkan dalam proses pengolahan data.
53
3) Analisis, menganalisa data-data yang sudah didapat dan
menyandingkannya dengan teori.
4) Dugaan atau kesimpulan sementara.
5) lnterpretasi, memahami data secara lebih ekstensif sekaligus mendalam.
6) Kesimpulan akhir yang disesuaikan dengan teori yang ada.
BAB 4
HASIL & ANALISA KASUS
4.1. Gambaran Umum Subyek
Nama Subyek MM
Jenis Kelamin Laki-laki
Tempat/Tanggal lahir Jakarta/01 Januari 1973
Suku Betawi
Status Pernikahan Duda ditinggal mati
Lama Menduda 5 (Lima) tahun
Pekerjaan Tukang ojek/Pedagang
Jumlah Anak 2 (dua)
NamaAnak 1. SF (Perempuan, 14 tahun
2. Ml(Laki-laki, 8 tahun)
Ala mat Jakarta Selatan
Table 4.1 Gambaran Umum Subyek MA
55
4.2. Hasil Penelitian
Hasil dari penelitian ini akan peneliti jabarkan sesuai dengan urutan blue print
yang sebelumnya telah peneliti buat.
1. Gambaran stres yang dirasakan oleh single dad
Manusia hidup takkan pernah lepas dari suatu masalah, selesai dengan
masalah yang satu, masalah lain di depan sudah menanti. Jika seseorang
dapat menyelesaikan masalahnya sebelum masalah lain datang, maka ia
dapat menyelesaikan masalah-masalah selanjutnya dengan baik. Namun,
jika seseorang tidak mampu menyelesaikan masalahnya dan masalah baru
sudah menghampirinya, maka individu tersebut akan terjebak ke dalam
masalah-masalah itu sehingga ia berada di dalam lingkaran setan. Hidup
akan penuh dengan perjuangan dan siapa yang dapat terus berjuang untuk
mencapai tujuan hidupnya, maka dialah yang bertahan.
Untuk dapat hidup, manusia membutuhkan orang lain karena manusia adalah
makhluk sosial. Sama seperti menghadapi suatu masalah, seseorang akan
membutuhkan orang lain jika ia merasa bingung bagaimana menyelesaikan
masalahnya. Seorang anak akan meminta bantuan orang tuanya jika ia tidak
dapat menyelesaikan masalah. Seorang teman akan berbagi suka dan duka
kepada temannya agar terasa sedikit ringan.
Seorang murid akan meminta bantuan gurunya untuk dapat membantunya
dalam menyelesaikan masalah pendidikannya. Seorang suami akan
meminta bantuan isterinya untuk dapat bersama-sama menghadapi
persoalan-persoalan yang di dalam rumah tangganya. Namun, bagaimana
jika seorang suami telah ditinggalkan isterinya untuk kembali kepangkuan
Nya?
56
Seorang ayah berusia 35 tahun yang bertempat tinggal di Pesanggrahan
Ulujami Jakarta Selatan mengalami masalah tersebut, masalah di mana ia
harus dapat mendidik anak ADHDnya sendiri. lsteri tercinta sudah lima tahun
lamanya meninggalkan ia dan anak-anaknya di dunia ini. lsterinya meninggal
disebabkan penyakit kuning yang dideritanya, setelah isterinya meninggal,
hanya Tuhan yang menjadi tempat curahan hatinya karena ia tidak ingin
membebani keluarganya dengan masalah yang dihadapinya. Dengan
statusnya yang menduda, bisa saja ia menikah lagi dengan seorang wanita
yang dapat menerima anak-anaknya dengan apa adanya. Namun, hal itu
tidak dilakukannya karena rasa cinta yang begitu besar kepada mendiang
isterinya.
57
"Sebelum isteri saya meninggal, dia minta saya betjanji untuk ngga
nelantarin anak-anak, sambil nangis, saya janji ke isteri untuk sela/u
ngerawat anak-anak dengan cinta dan kasih sayang" janjinya kepada isteri
sebelurn perpisahan itu terjadi (wawancara dengan subjek, 15 Juni 2008 di
rurnah subjek). Selain itu, ia pun khawatir ibu baru bagi anak-anaknya tidak
dapat rnencintai kekurangan dirinya dan juga anak-anaknya.
Pria itu berinisial MM, dengan dua anaknya yang rnasih belia, ia siap
rnenghadapi kesulitan-kesulitan hidup. Waiau kehidupan ekonorninya sulit,
MM tidak pernah rnenyerah untuk dapat rnenyekolahkan anaknya. "Anak
anak saya harus sukses biar nantinya tidak susah seperti bapaknya" ucapnya
dengan penuh rasa optirnis. SF (14 tahun) anak pertarnanya sudah duduk di
bangku SMP sedangkan Ml (8 tahun) berhenti dari sekolahnya pada
pertengahan kelas satu. Ml lahir prernatur di usia kandungan 8 bulan,
tepatnya tanggal 20 Oktober 1999. Ml lahir tanpa kekurangan suatu apa pun.
Pada usia bayi Ml tarnpak sehat, narnun lewat setahun usianya rnuncul
gejala agresivitas. Pada awalnya, orang tua Ml tidak arnbil pusing karena
rnenganggapnya sebagai hal biasa, tapi seiring dengan kernarnpuan rnotorik
Ml yang sernakin rnatang, rnulai terlihat gejala-gejala yang tidak biasa. la tak
pernah bisa diam sejak bangun tidur hingga tidur kernbali. Lari sana-lari sini,
58
lornpat-lornpat, naik-turun ternpat tidur, rnerusak rnainan, dan perilakunya
susah sekali dikendalikan. Bahkan saat orang tuanya rnelarang pun ia cuek
cuek saja (hasil wawancara dengan MM tanggal 15 Juni 2008, di rurnah MM).
Ketika usianya genap 20 bulan, Ml dibawa untuk vaksinasi dan pada saat itu
Dokter rnenanyakan tentang perkernbangan bicaranya. Dari situ, orang tua
Ml tersentak karena Ml rnernang belurn pernah rnengeluarkan kata-kata.
Selanjutnya Ml dirujuk ke RS Harapan Kita Jakarta untuk perneriksaan
lengkap, antara lain kernarnpuan bicara dan pendengarannya. Ternyata
hasilnya sernua normal, Ml tidak rnengalarni gangguan secara fisik. Hanya
saja ia didiagnosa rnengalarni ADHD.
Diagnosa yang telah diutarakan oleh Dokter sangat rnernbuat orang tua Ml
terkejut. Pasalnya, baik dari keluarga ayah rnaupun ibunya, belurn ada anak
yang pernah terkena ADHD. Stress yang sernpat dirasakan oleh ayah Ml
rnenjadi bertarnbah ketika sang isteri harus kernbali kepangkuan llahi. Tidak
ada lagi ternan untuk berbagi cerita dan diskusi.
MM rnenjadi pernurung dan juga tidak bergairah untuk rnelakukan aktivitas
yang sebelurnnya pernah ia lakukan (rnisalnya, rnengojek). Saat itu
perasaannya rnenjadi sangat kacau sehingga ia tidak rnenghiraukan orang-
59
orang yang berada di sekitarnya dan juga mengabaikan dua buah hatinya.
Namun, setelah ibu dari MM (nenek SF & Ml) mengingatkan ia untuk ikhlas
dan pasrah menyerahkan semua persoalan hidup kepada Allah SWT, MM
terbangun dari mimpi buruknya dan sadar bahwa hidup ini sudah ada yang
mengatur. Dengan keyakinan seperti itu, MM bangkit dan juga mulai
melaksanakan shalat Hrna waktu yang pernah ia tinggalkan. MM juga terlihat
lebih religius, tidak hanya mengerjakan shalat liwa waktu, MM juga selalu
berusaha untuk menjalankan shalat sunnah, berdzikir, dan juga bershadaqah
(hasil wawancara dengan SF, lbu dari MM, & juga tetangganya).
Semangat MM kembali diuji dengan sulitnya perekonomian keluarga. la
menjadi putus asa dan tak tahu harus melakukan apa untuk bisa
menyembuhkan Ml. Namun, sesuai dengan janji yang pernah diucapkannya
kepada mendiang isteri, MM akan berusaha untuk bisa menjadi ayah yang
baik bagi anak-anaknya. Dan dengan landasan itulah akhirnya MM kembali
giat bel<erja untuk dapat mengumpull<an uang demi kelangsungan hidupnya
dan juga anak-anaknya.
Sayangnya, kesulitan yang dihadapi MM tidak hanya berhenti sampai di situ,
!<arena ada segelintir orang yang meremehkan kemampuannya untuk
merawat anak-anaknya dengan tangannya sendiri. Bahl<an, ada beberapa
60
orang dari keluarga besarnya yang tidak mau menerima Ml sebagai
keturunan dari keluarga besarnya. Namun, berkat kesabaran dan keikhlasan
hatinya, keluarga dan juga masyarakat dapat mengerti kondisi berat yang
dirasakan oleh MM, bahkan mereka bersedia membantu jika MM
membutuhkan pertolongan mereka.
"Saya tuh yakin banget kalo Allah ngga akan kasih cobaan kepada hamba
Nya di /uar dari batas kemampuan manusia" (hasil wawancara tanggal 15
Juni 2008, di rumah subyek). Masalah-masalah yang dihadapi oleh MM tidak
hanya berhenti sampai di sana, karena setelah berhasil memberi penjelasan
kepada masyarakat dan juga keluarga, kini anak sulungnya SF merasa iri
dengan adiknya Ml. Pasalnya, MM terlalu memperhatikan Ml sehingga SF
merasa dirinya terlupakan. Namun, dengan pendekatan yang halus dan
kasih sayang yang tulus, SF dapat mengerti dan memahami bahwa Ml
berbeda dengan dirinya. Dan karena itulah MM memberikan perhatian
khusus kepada Ml dan juga tak lupa mencurahkan kasih sayangnya kepada
SF.
"Sele/ah saya berhasil ngeyakinin SF tentang kondisi adiknya, Alhamdulillah
SF ngerti dan ngga nuntut yang macem-macem. Tapi, sayajuga ngga
pemah lupa dengan kebutuhan & keinginan SF, apalagi sekarang dia lagi
61
puber-pubernya." (hasil wawancara dengan MM tanggal 18 Juni 2008). MM
memang sangat yakin kalau Allah tidak akan menguji hambanya di luar dari
batas kemampuannya, namun rasa takut gagal dan tidak mampu selalu
menyelimuti hati dan pikirannya, "Saya takut kalau saya tidak mampu
menyembuhkan Ml tanpa ada isteri" ucapnya dengan mata yang berkaca
kaca. Namun, kedua anaknya SF dan juga Ml membuat dirinya sadar bahwa
hidup ini harus terus berjalan. MM memasrahkan semua masa depan anak
anaknya hanya kepada Allah.
Berdasarkan observasi empat minggu yang peneliti lakukan, yaitu mulai
tanggal 01 - 30 Juni, peneliti menyoba menyimpulkan bahwa Ml termasuk ke
dalam tipe ADHD gabungan, yaitu dapat didiagnosis/dideteksi oleh adanya
paling sedikit 6 di antara 9 kriteria untuk "perhatian", ditambah paling sedikit 6
di antara 9 kriteria untuk hiperaktivitas impulsivitas. Gejala-gejala tersebut
juga disertai dengan adanya beberapa bukti, yaitu : gejala-gejala tersebut
tampak sebelum anak mencapai usia 7 tahun, dan gejala yang muncul
menyebabkan hambatan yang signifikan dalam kemampuan akademik
(Sugiarmin, 2006).
62
Adapun perilaku-perilaku yang dimunculkan oleh Ml adalah sebagai berikut :
a. Kurang perhatian
1) Seringkali mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian
terhadap tugas-tugas atau kegiatan bermain. Misalnya ketika Ml
diminta untuk memindahkan sirup leci ke dalam botol, Ml sulit sekali
memusatkan perhatiannya sehingga sirup leci tersebut banyak yang
terbuang ke lantai (hasil observasi pada tanggal 18 Juni 2008, di
rumah subjek).
2) Seringkali tidak mendengarkan jika diajak bicara secara langsung.
Misalnya ketika MM mengajak bicara Ml, Ml malah asik dengan
kaleng-kaleng yang dipukul-pukulnya (hasil observasi tanggal 18 Juni
2008).
3) Seringkali menghindari, tidak menyukai, atau enggan melakukan tugas
yang butuh pemikiran yang cukup lama. Misalnya ketika peneliti
memintanya untuk menggambar rumah yang sesuai dengan contoh,
Ml hanya bisa menyelesaikan atap rumahnya saja (hasil observasi
tanggal 2 Juni 2008).
4) Sering mudah beralih perhatian oleh rangsang dari luar. Misalnya
ketika peneliti mengajaknya untuk mewarnai pemandangan, Ml
langsung berlari meninggalkan tugasnya ketika ia mendengar suara
ketawa dari teman-teman seusianya di ujung jalan (hasil observasi
tanggal 4 Juni 2008).
63
5) Sering lupa dalam mengerjakan kegiatan sehari-hari. Misalnya Ml
akan lupa mandi atau makan jika ia tidak diingatkan oleh ayah, kakak
maupun neneknya (hasil observasi tanggal 7-10 Juni).
6) Sering melakukan kecerobohan atau gagal menyimak hal yang
terperinci dan sering membuat kesalahan karena tidak cermat.
Misalnya dalam menulis suatu kata atau kalimat, ada saja huruf yang
tidak tertulis untuk melengkapi kata atau kalimat tersebut (hasil
observasi tanggal 12-14 Juni 2008)
b. Hiperaktivitas lmpulsifitas
1) Sering sulit menunggu giliran. Misalnya ketika ia ingin mandi, Ml sulit
sekali menunggu sampai pad gilirannya meskipun ia tidak ada
keperluan (hasil observasi tanggal 1-4 Juni 2008)
2) Sering memotong atau menyela pembicaraan. Misalnya ketika
ayahnya MM sedang berbicara, Ml selalu berbicara sebelum
perkataan ayahnya selesai (hasil observasi tanggal 18 Juni 2008).
3) Sering tidak mampu melakukan atau mengikuti kegiatan dengan
tenang. Misalnya ketika Ml diminta untuk mengerjakan sesuatu, kepala
64
dan kakinya sering digoyang-goyangkan (hasil observasi tanggal 2, 4-
8 Juni 2008).
4) Sering meninggalkan tempat duduknya, padahal seharusnya ia duduk
manis. Misalnya ketika ia diminta untuk duduk tenang ketika akan
dibacakan dongeng, Ml malah meninggalkan tempat duduknya dan
mencari kegiatan lain (hasil observasi tanggal 20-23 Juni 2008).
5) Selalu bergerak, seolah-olah tubuhnya didorong oleh mesin, juga
tenaganya tidak habis. Misalnya Ml senang sekali berlari-lari, lompat
lompat & juga melakukan aktivitas lainnya tanpa kenal lelah (hasil
wawancara dengan MM tanggal 15 Juni & juga observasi tanggal 18
Juni 2008).
6) Sering terlalu banyak berbicara. Misalnya ketika MM & SF mengajak
untuk mengobrol, Ml justru senang sekali mengeluarkan kalimat
kalimatnya tanpa ditanya terlebih dahulu (hasil observasi tanggal 18-
20 Juni).
Selanjutnya, peneliti mengidentifikasi bahwa sumber stress yang dirasakan
oleh MM adalah sebagai berikut :
a. Keluarga yang sempat tidak mau menerima kenyataan bahwa Ml
mengalami gangguan ADHD.
65
b. Belum mampunya MM menyekolahkan Ml di sekolah khusus, dikarenakan
perekonomian yang serba pas-pasan.
c. Sulit membagi waktu antara bekerja mencari rezeki dengan merawat
kedua anaknya, terutama Ml.
d. Pandangan masyarakat yang meragukan seorang ayah untuk bisa
menjadi ayah dan juga ibu bagi anak-anaknya (hasil wawancara dengan
MM tanggal 15, 18 & 22 Juni 2008).
2. Gambaran perilaku coping yang ditampilkan oleh single dad
Sulitnya perekonomian yang dialami oleh MM, tidak membuatnya menyerah
pada keadaan. Sebaliknya, ia justru menjadi kreatif mencari jalan keluar dari
gangguan yang dialami oleh Ml, misalnya di rumah, MM membaca literatur
soal gangguan ADHD. Karena Ml tidak dapat menjalani terapi di tempat
tempat khusus, MM menjalin hubungan dengan orang tua yang memiliki anak
dengan kasus yang sama untuk dapat menambah pengetahuannya dan
untuk berbagi rasa.
Cerita-cerita keberhasilan dari orang tua sependeritaan pun membuat
semangat MM meningkat untuk berusaha menyembuhkan Ml.
Ketika pekerjaan MM yang hanya sebagai tukang ojek mengharuskan MM
untuk tetap standbye di tempat pangkalan ojeknya, MM menitipkan kedua
anaknya kepada neneknya yang kebetulan berdekatan rumahnya. Dan
hanya kepada Allah dan ibunya MM menitipkan anak-anaknya di saat ia
harus bekerja mencari rezeki. Selain itu, MM juga tak pernah lelah untuk
memberikan penjelasan kepada tetangga. Hal ini bertujuan agar jika Ml
berlari ke luar rumah, para tetangga bisa mengawasi tingkah lakunya.
66
Dengan usaha yang keras dan tanpa mengenal lelah, MM berusaha agar Ml
dapat diterapi oleh para ahli. Untuk membawa Ml terapi, MM membutuhkan
biaya yang besar, sehingga ia meminjam uang kepada para tetangga untuk
dapat memberikan terapi kepada Ml. Salah satu terapi yang diterima oleh Ml
adalah terapi perubahan perilaku. Terapi ini menyangkut penggunaan teknik
dan strategi untuk mengubah kebiasaan atau perilaku anak yang menderita
gangguan. Ml diterapi di sebuah klinik di kawasan Depok oleh Psikolog.
Setelah enam bulan terapi, kemajuan Ml mulai tampak. Dia bisa babbling,
yakni mengucapkan ujung dari suatu kata. Kata "ayah" rnisalnya, diucapkan
dengan "yah," atau kata "baik" diucapkan "aik". Meski kemajuannya terkesan
sedikit, MM merasa bahagia karena sebelumnya Ml tidak pernah
mengucapkannya. Dengan usaha MM dan juga kegigihan Ml, tiga bulan
berikutnya Ml mampu berinteraksi meskipun dengan cara sederhana.
67
Misalnya, ia sudah bisa tos (menepuk tangan orang lain ketika orang tersebut
mengangkat telapak tangannya).
Ml hanya dapat diterapi selama delapan bulan saja, ekonomi yang pas-pasan
menjadi alasan MM untuk tidak memberikan Ml terapi lagi. Setelah Ml tidak
mendapatkan terapi dari para ahli, MM mencoba peruntungan dengan
menjadi pedagang yang menjual kaos dan juga kemeja laki-laki, hal ini
dilakukannya agar ia bisa membayar hutang yang dipinjamnya untuk
membiayai terapi Ml. Dua tahun kemudian, kemampuan Ml yang lain
bermunculan. Dia mampu mengenal warna, bentuk, dan lainnya.
Sebenarnya semua itu merupakan kemampuan dasar yang seharusnya
sudah bisa dikuasainya sejak lama. Tapi Ml tidak bisa disamakan dengan
anak normal. Untuk mendekati kemampuan yang seperti tadi, ia harus
berusaha keras. Jadi semua itu merupakan hasil yang sangat
menggembirakan.
Saat berusia 6 tahun, Ml sudah mampu berbicara dan berkomunikasi lebih
lancar, karena itulah MM memasukkan Ml ke SD umum. Ternyata keputusan
yang diambil MM tidak tepat karena Ml belum bisa berinteraksi dengan
normal. Bukannya belajar, ia malah sering membuat keributan dengan
mengganggu teman, tidak bisa diam, sering berteriak, juga sulit sekali diberi
' 'j
68
instruksi. Kemampuannya untuk menerima pelajaran pun sangat rendah
sehingga kemajuannya seperti jalan di tempat (hasil wawancara dengan MM
tanggal 18 Juni 2008).
Keanehan tingkah laku yang ditampakkan oleh Ml, membuat dirinya
dikucilkan oleh teman-temannya, bahkan guru-gurunya pun sudah kerepotan
dengan kelakuannya. Waiau sebelumnya MM sudah memberi penjelasan
terlebih dahulu kepada guru-guru Ml mengenai gangguan yang dialami oleh
anaknya, namun MM harus dapat menerima dan memaklumi jika guru-guru
dari Ml sudah tidak bisa mendidik dan mengawasi Ml. Karena itulah, Ml
terpaksa diberhentikan dari sekolahnya, dan sampai sekarang Ml belum
sekolah lagi dikarenakan keterbatasan biaya (hasil wawancara dengan MM
tanggal 18 Juni 2008).
Keanehan tingkah laku yang ditampilkan oleh Ml juga dijelaskan oleh salah
satu mantan Gurunya di SD tempat Ml pernah bersekolah. "Pada awalnya
Ml memang terlihat seperti teman-temannya yang lain, tetapi seiring dengan
berjalannya waktu, Ml mulai memperlihatkan hiperaktifitasnya sehingga
mengganggu kegiatan be/ajar mengajar di sekolah" (wawancara dengan
mantan Guru Ml, 23 Juni 2008 di vila Cibodas)
69
Beberapa masalah perilaku yang dimunculkan Ml dan juga menghambat
proses belajar mengajar adalah aktivitas motorik yang berlebihan, kurang
perhatian, menghindari tugas, bingung terhadap arahan, menjawab tanpa
ditanya dan juga masalah-masalah sosial lainnya (seperti memukul temannya
tanpa alasan).
Dengan ekonomi yang sulit, MM tidak dapat menyekolahkan anaknya di
sekolah khusus untuk anak-anak berkesulitan belajar. Waiau begitu, ayah
dua anak ini tidak menyerah begitu saja. MM memang tidak memiliki materi
yang cukup untuk menyekolahkan Ml di sekolah khusus, namun ia selalu
berusaha untuk bisa membuat Ml berkonsentrasi walau dengan frekuensi
yang minim.
Tingkah laku Ml memang sulit untuk diatasi dan untuk sedikit meredakan
tingkah lakunya, MM tidak pernah menghukumnya karena MM tahu bahwa
Ml tidak bisa dihukum. Alasan MM tidak memberi hukuman kepada Ml
karena menurut MM, Ml tidak pernah tahu apa yang sedang dan telah
dikerjakannya. "/a/u mengapa saya harus menghukum Ml kalau hukuman itu
ngga dimengerti o/ehnya?". Hukuman itu telah diganti dengan reinforcement
dan juga extinction.
Reinforcement dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan tingkah laku
yang dikehendaki dengan memberikan penguatan. Dan tentunya penguatan
di sini adalah sesuatu yang disukai oleh Ml sehingga Ml menjadi tertarik.
Penguat yang diberikan oleh MM berupa sirup buah leci dan juga pujian.
Dengan penguat itu, Ml akan termotivasi untuk dapat bertingkah laku dengan
baik. Misalnya, ketika Ml menunjuk benda dengan menyebutkan warna
benda tersebut, MM biasanya memberikan pujian dan ketika Ml berusaha
untuk dapat bersalaman dengan orang lain, MM memberikannya sirup leci.
Selain reinforcement, MM juga menggunakan extinction, yaitu jika ada
tingkah laku Ml yang tidak dikehendaki maka MM tidak meresponnya sampai
Ml menghentikannya sendiri karena bosan. Misalnya, ketika Ml
menginginkan sesuatu, keinginannya harus segera dipenuhi karena jika
keinginannya tidak dipenuhi, Ml akan menangis sekuat-kuatnya dengan
berlari dan memukul-mukul ayah atau kakaknya. Meskipun demikian, MM
tidak selalu menuruti semua keinginan anak bungsunya itu karena MM sudah
mengerti jika ia menuruti semua keinginan Ml, Ml akan selalu mengulang
tingkah lakunya karena terbiasa. Jika sudah demikian, Ml akan merasa
bosan dan berhenti menangis (hasil observasi di rumah subjek, 18 Juni
2008).
71
Untuk melatih konsentrasinya, MM memberikan permainan yang menarik
untuk Ml agar sedikit demi sedikit Ml bisa memfokuskan pikirannya. Salah
satu permainan yang diberikan oleh MM dan juga sempat diperlihatkan
kepada peneliti adalah Ml diberi sirup leci kesukaannya, tetapi sebelum sirup
itu sampai di bibirnya, ia diminta untuk dapat memindahkan sirup tersebut ke
dalam botol yang sudah disediakan.
Pada awalnya Ml menolak kemudian berlari-lari ke luar rumah. Di lain waktu
Ml ingin mencobanya, walau tercecer ke mana-mana karena
ketidaksabarannya, namun Ml menjadi puas dengan kerjanya sendiri.Walau
sulit, namun MM tidak akan pernah menyerah untuk bisa membuat Ml dapat
mengkonsentrasikan pikirannya (observasi di rumah subjek, 18 Juni 2008).
Dengan sibuknya Ml dengan permainan-permainan yang diberikan oleh
ayahnya, kekhawatiran MM sedikit berkurang karena ia ticlak perlu takut lagi
Ml keluar rumah dan hilang. "Saya tahu Ml sudah berusaha keras untuk bisa
menjadi anak yang manis, maka tidak ada alasan bagi saya untuk menyerah
karena SF dan Ml adalah kenang-kenangan yang paling indah dari isteri saya
dan mereka segala-galanya untuk saya" (wawancara di rumah subjek, 22
Juni 2008 ).
72
Dengan besarnya perhatian dan kasih sayang yang diberikan MM kepada Ml,
SF anak sulungnya sempat merasakan iri kepada adik tunggalnya itu. Tetapi
dengan penjelasan dari MM dan juga seringnya MM melibatkan SF untuk
dapat membantu perkembangan adiknya, pada akhirnya SF dapat mengerti
bahwa Ml membutuhkan perhatian dan kasih sayang yang lebih besar dari
MM ayahnya dan bahkan juga dari dirinya sendiri. "Saya se/alu berusaha
untuk melibatkan SF dalam memberikan permainan atau terapi-terapi kecil
kepada Ml, agar ia dapat mengerti bahwa adiknya juga sangat membutuhkan
perhatian dari dirinya" (wawancara di rumah subjek, 22 Juni 2008 ).
MM sadar masih banyak yang perlu dicapai Ml. Salah satunya adalah
mengatasi "sisa-sisa" hiperaktifnya. Karena di saat tertentu, cueknya bisa
muncul; dia bisa asyik dengan dirinya sendiri tanpa memedulikan orang lain.
Demikian pula soal pemahaman, Ml sudah mampu membaca tapi belum
memahami seluruh makna dari kata-kata yang ada. Untul< itulah, sampai kini
Ml terus belajar dan bersosialisasi. Di rumah ia menjalani terapi kemandirian,
seperti memakai baju sendiri, makan sendri, mandi sendiri, dan sebagainya.
MM yakin bila semuanya berjalan lancar, Ml bisa mengejar
ketertinggalannya.
73
Furstenberg (Phares, 1996) mengemukakan ada dua jenis ayah dalam
masyarakat, yaitu ayah yang baik (good dads) dan ayah yang jahat (bad
dads). Ayah yang baik digambarkan sebagai ayah yang memiliki keterlibatan
tinggi dalam pengasuhan anak, sedangkan ayah yang jahat digambarkan
sebagai ayah yang tidak memberi dukungan emosional yang memadai
kepada keluarga dan tidak menunjukkan dukungan emosional dan
keterlibatan dalam pengasuhan anak.
Dari teori yang dikemukakan oleh Furstenberg, peneliti dapat meyimpulkan
bahwa MM termasuk ke dalam salah satu ayah yang baik, karena MM
berusaha untuk menjadi pelindung yang menstimuli anaknya dengan
mentransmisikan tingkah laku, pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap
paling tepat oleh orang tua agar anak dapat memperoleh yang terbaik dalam
perjalanannya menuju kedewasaan.
Untuk membuat Ml memperoleh yang terbaik dalam perjalanan pertumbuhan
dan perkembangannya, maka MM menentukan coping yang akan digunakan
untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi. Coping di sini adalah
sebagai proses yang terjadi bila seseorang mengalami stress. Adapun
proses stress yang dirasakan oleh MM sampai kepada proses coping adalah
74
a. Penilaian primer, yaitu proses mempersepsikan adanya suatu ancaman
bagi seseorang. MM melihat dan juga memperhatikan bagaimana
pertumbuhan dan perkembangan anaknya Ml. Namun, setelah
diperhatikan, MM melihat perkembangan Ml yang berbeda dengan anak
anak seusianya, seperti lambat bicara. Dari keanehan ini, MM
memeriksakan Ml kepada ahli professional dan dari pemeriksaan
tersebut, Ml didiagnosis ADHD. Setelah pemeriksaan itu, MM merasa
mendapatkan ancaman bagi anaknya, keluarganya dan juga bagi dirinya
sendiri.
b. Penilaian sekunder, yaitu proses pengolahan di otak tentang suatu
potensi respon terhadap ancaman. Setelah MM merasakan adanya
ancaman, MM mencoba untuk mencari jalan keluar atas masalah yang
sedang dihadapi. Pemikiran solusi tersebut tentunya juga dibarengi
dengan potensi-potensi yang akan ditimbulkannya.
c. Barulah pada tahap selanjutnya dilakukan coping, yaitu proses
memutuskan respon yang digunakan untuk menghadapi masalah.
Setelah melalui pemikiran yang panjang, MM memutuskan untuk
menentukan coping yang akan dipilihnya demi masa depan anaknya.
' ,,,
75
Dan beberapa strategi coping yang dipilih oleh MM, yaitu :
a. Active coping (perilaku aktif), suatu proses pengambilan langkah-langkah
aktif untuk mengatasi stressor atau memperbaiki akibat-akibat yang telah
ditimbulkan oleh stressor tersebut. Misalnya, MM berusaha agar Ml
menjalani terapi, memberikan permainan menarik, dsb.
b. Planning (perencanaan), perencanaan mengenai hal-hal yang dapat
dilakukan untuk mengatasi situasi yang menimbulkan stress. Misalnya,
MM merencanakan untuk dapat memasukkan Ml ke tempat terapi dan
juga menyekolahkan Ml di sekolah khusus.
c. Seeking social for instrumental reason, pencarian dukungan sosial
dengan cara meminta nasihat, bantuan atau informasi dari orang lain.
Misalnya, mengadakan sosialisasi dengan para orang tua yang memiliki
anak dengan gangguan ADHD.
d. Turning to religion, individu mencoba mencari ketenangan dalam ajaran
agama. Misalnya, MM selalu memasrahkan apapun yang terjadi pada
keluarganya hanya kepada Allah SWT, bershadaqah, dzikir, dan juga
melakukan shalat lima waktu.
Dari beberapa coping yang dilakukan oleh MM, maka peneliti juga dapat
menyimpulkan bahwa MM lebih banyak menggunakan prolem solving
focused coping, yaitu di mana individu mencari penyelesaian masalah
76
dengan menghilangkan kondisi yang menimbulkan stress (Phillip, 1999). Hal
ini juga sejalan dengan teori dari Grenglass & Noguchi, bahwa laki-laki lebih
banyak menggunakan Problem-focused strategy dan perempuan lebih
banyak yang menggunakan emotion-focused coping (1996, dalam Sarafino
1994).
Hasil penelitian ini dapat sejalan dengan teori-teori yang ada. Selain itu, juga
dapat menggugurkan pandangan masyarakat mengenai seorang ayah yang
kerap diragukan keterampilan dan ketelatenannya sebagai ayah sekaligus
ibu bagi anaknya. Jangankan membesarkan anak seorang diri, bahkan ada
seorang ayah yang hanya tahan menduda selama dua hari dan langsung
menikah lagi. Seorang ibu juga seringkali dianggap lebih dekat dan lebih
mengenal anaknya dibanding ayah. Sehingga jika anak itu hanya memiliki
seorang ayah dan tanpa ibu, anak bisa menjadi telantar dan tak terurus.
77
Situasi Anak menderita gangguan
ADHD (sumber stress)
1 Penilaian primer
• Merasa bersalah dan gagal menjadi orang tua • Tidak dapat menerima hasil diagnosa ADHD anak • Tidak memiliki biaya untuk menyekolahkan anak ke
sekolah khusus • Khawatir akan masa depan anak
l Penilaian sekunder
Penilaian Sumber Daya Internal I Eksternal : Budaya, Usia, Pendidikan &
Dukungan sosial Sumber:
• Keluarga (anak sulung, orang tua subyek) • Ahli professional (Psikiater, Psikolog) • Non professional (tetangga)
Bentuk: • Dukungan emosi • Dukungan informasi
l Coe_ing_ pada emosi
• Turning to religion (memasrahkan diri pada agama)
Coe_ing_ pada masalah • Active coping (perilaku aktif) • Planning (perencanaan) • Seeking social support for intrumental reason
(pencarian dukungan sosial
Skema 4.2 Analisis kasus subyek MM
BABS
KESIMPULAN, DISKUSI & SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan, terjawablah permasalahan
permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini, yaitu beberapa masalah yang
ditimbulkan oleh anak ADHD, kesulitan yang dirasakan oleh single dad,
permasalahan yang dialami single dad dalam merawat anaknya, dan coping
yang dipilih oleh single dad.
Adapun beberapa masalah yang ditimbulkan oleh Ml sebagai anak yang
didiagnosa ADHD, adalah sebagai berikut :
1. Ml selalu mengusili teman-temannya sehingga ia dijauhi oleh teman
temannya (hasil wawancara & observasi).
2. Ml selalu berisik dan tidak pernah diam di dalam kelas, sehingga para
guru yang mengajarnya sudah tidak tahu lagi bagaimana mengatasi Ml
(hasil wawancara).
3. Ml sering mengacak-acak perabotan rumah jika keinginannya tidak
dituruti, sehingga banyak perabotan rumah yang rusak (hasil wawancara
& observasi)
4. Ml selalu berlari-lari tanpa lelah sehingga membuat ayah dan kakaknya
kewalahan (hasil wawancara & observasi)
79
5. Beberapa tetangga complain karena anaknya sering dijahili oleh Ml (hasil
wawancara & observasi)
Kesulitan-kesulitan yang dirasakan oleh MM sebagai single dad dalam
merawat Ml selaku anak ADHD adalah sebagai berikut :
1. Sulit mengatur waktu antara bekerja dengan mengasuh anak-anaknya.
2. Ekonomi yang pas-pasan membuat MM sulit untuk menyekolahkan Ml di
sekolah khusus.
3. Meyakinkan masyarakat bahwa dirinya mampu menjaga dan merawat
anal<-anaknya.
4. Keluarga MM yang sempat tidak menerima Ml sebagai keturunan
keluarganya.
5. Pandangan masyarakat yang meremehkan I meragukan keterampilannya
sebagai ayah dan juga ibu bagi anak-anaknya.
6. Para guru Ml di sekolah umum yang sudah tidak bisa lagi menerima Ml
sebagai muridnya.
Coping yang dipilih oleh MM sebagai single dad, yaitu :
1. MM memberi pengertian kepada SF (anak sulungnya), keluarga besar,
tetangga dan juga para guru mengenai gangguan yang dialami oleh Ml.
80
2. MM memberikan Reinforcement (penguat). Penguat yang diberikan oleh
MM berupa sirup buah leci dan juga pujian. Dengan penguat itu, Ml akan
termotivasi untuk dapat bertingkah laku dengan baik. Misalnya, ketika Ml
menunjuk benda dengan menyebutkan warna benda tersebut, MM
biasanya memberikan pujian dan ketika Ml berusaha untuk dapat
bersalaman dengan orang lain, MM memberikannya sirup leci.
3. MM juga melakukan extinction, yaitu jika ada tingkah laku Ml yang tidak
dikehendaki, maka MM tidak meresponnya sampai Ml menghentikannya
sendiri karena bosan. Misalnya, ketika Ml menginginkan sesuatu,
keinginannya harus segera dipenuhi karena jika keinginannya tidak
dipenuhi, Ml akan menangis sekuat-kuatnya dengan berlari dan memukul
mukul ayah atau kakaknya. Meskipun demikian, MM tidak selalu menuruti
semua keinginan anak bungsunya itu karena MM sudah mengerti jika ia
menuruti semua keinginan Ml, Ml akan selalu mengulang tingkah lakunya
karena terbiasa. Jika sudah demikian, Ml akan merasa bosan dan
berhenti menangis.
4. Untuk melatih konsentrasi Ml, MM memberikan permainan yang menarik,
yaitu memberikan Ml sirup leci kesukaannya, tetapi sebelum sirup itu
81
sampai di bibirnya, ia dirninta untuk dapat rnernindahkan sirup tersebut ke
dalam botol yang sudah disediakan.
5. Untuk mengatasi perekonornian yang sulit, MM rnencoba peruntungan
dengan berdagang kerneja dan juga kaos.
6. Untuk mendapatkan ketenangan batin, MM selalu rnelaksanakan shalat
lima waktu, rnengaji dan juga berdzikir.
7. MM rnenjalin hubungan dengan para orang tua yang juga merniliki kasus
yang sarna, yaitu yang juga rnerniliki anak dengan gangguan ADHD.
5.2. Diskusi
Dari teori-teori yang ada ternyata tidak berbeda dengan kenyataan yang ada
di lapangan, bahwa pernilihan jenis coping dalam rnenghadapi stres
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kesehatan fisik , keyakinan I
pandangan positif, keterarnpilan rnernecahkan rnasalah, keterarnpilan sosial,
Dukungan sosial, dan rnateri. Kesehatan merupakan hal yang penting,
karena selarna dalarn usaha rnengatasi stres, individu dituntut untuk
rnengerahkan tenaga yang cukup besar.
Keyakinan dapat menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting,
seperti keyakinan akan nasib (eksternal locus of control) yang mengerahkan
individu pada penilaian ketidakberdayaan (helplessness) yang akan
82
menurunkan kemampuan strategi coping tipe : problem-solving focused
coping. Keterampilan Memecahkan masalah, meliputi kemampuan untuk
mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan
tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan
alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada
akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang
tepat.
Adapun keterampilan sosial meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan
bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang
berlaku dimasyarakat. Dukungan sosial, Dukungan ini meliputi dukungan
pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang
diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, dan
lingkungan masyarakat sekitarnya. Materi, dukungan ini rneliputi sumber
daya berupa uang, barang atau layanan yang biasanya dapat dibeli.
Teori tersebut sesuai dengan kenyataan yang ditemui di lapangan, bahwa
responden dalam penelitian ini dipengaruhi oleh faktor-faktor yang telah
disebutkan dalam teori. Dalam menentukan jenis coping yang akan
digunakan, dalam teori juga dikatakan bahwa laki-laki lebih menyukai untuk
menggunakan problem-focused coping, sedangkan perempuan lebih banyak
menggunakan emotion-focused coping dalam mengatasi stresnya (1996,
dalam Sarafino 1994).
83
Penelitian ini memang bukan untuk membandingkan jenis coping yang akan
dipilih oleh laki-laki dan perempuan, namun karena responden dalam
penelitian ini berjenis kelamin laki-laki dan juga menggunakan problem
focused coping, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil yang didapat dari
penelitian ini sejalan dengan teori yang sudah ada. Selain itu, kedua jenis
coping cenderung digunakan secara bersama-sama dan hal ini pula yang
ditemukan di lapangan. Responden tidak hanya menggunakan problem
focused coping, tetapi juga memakai satu strategi coping emotion-focused
coping, yaitu Turning to religion, di mana individu mencoba mencari
ketenangan dalam ajaran agama.
Hasil dari penelitian ini juga sekaligus dapat meruntuhkan pandangan
masyarakat indonesia yang selalu berpendapat bahwa seorang single dad
tidak akan dapat bertahan lama untuk bisa menjadi seorang ayah dan ibu
bagi anak-anaknya. Perjuangan yang telah dilakukan oleh MM selaku single
dad yang juga memiliki anak dengan gangguan ADHD ini, membuktikan
bahwa seorang single dad dapat menjalani tugasnya sebagai seorang ayah
dan juga seorang ibu dalam waktu yang cukup lama, yaitu lama tahun
lamanya.
5.3. Saran
84
Bagi Single dad khususnya, serta orang tua pada umumnya yang memiliki
anak dengan gangguan ADHD, diharapkan tidak putus asa dalam melakukan
penyembuhan maupun pendidikan anak. Dan beberapa hal lain yang perlu
diingat yaitu anak ADHD membutuhkan kasih sayang dan kesabaran khusus
dari orang dewasa, Bantu anak ADHD untuk memilih aktivitas yang tenang
sehingga dapat menolong mengumpulkan energi mereka di satu tempat,
berbicara secara pribadi dengan sikap penuh kasih dan pengertian, dan yang
tak kalah penting adalah jangan lupa untuk memperhatikan kebutuhan anak
anak yang lainnya pada saat yang sama.
Bagi penelitian selanjutnya, dalam menjalankan penelitian ini, peneliti tidak
berbicara langsung dengan anak yang mengalami gangguan ADHD. Peneliti
hanya mengobservasi interaksi antara ayah dan anak sehingga informasi
yang didapat hanya dari ayah dan dari tingkah laku yang diperlihatkan oleh
anak tanpa mencoba untuk bisa dekat dengan anak tersebut. Oleh karena
itu, peneliti berharap peneliti selanjutnya bisa lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
A.Chaedar Alwasilah. (2006). Pokoknya kualitatif dasar-dasar merancang dan melakukan penelitian kualitatif. Jakarta : PT. Dunia Pustaka Jaya
American Psychiatric Association. (1994). Diagnostic and statistic manual of mental disorders (4th ed.). Washington DC : Author
Carver,C.S & Scheier,M.F. (1989). Assessing coping strategis: a teorically based approach, Journal of Personality & Social Psychology
Chaplin.J.P, penerjemah Kartini Kartono. (2004). Kamus lengkap psikologi. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada
Coghill,D. 2003, Current issues in child and adolescent psychopharmacology. Part 1 : attention deficit hyperactivity and affective disorder. http ://apt. rcpsych. org/. ( 15/07 /08)
Ferdinand Zaviera. (2007). Anak Hiperaktif. Jogjakarta : Katahati
Hillary, M.Lips. (2003). A new psychology of women gender, culture & ethnicity, second edition. USA : MC Graw-Hill Higher Education
lndah Setiawati & Anita Zulkaida. (2007), Sibling rivalry pada anak sulung yang diasuh oleh single father. www.repository.gunadarma.ac.id (22/07/08)
Kaplan & Sadock. (1997). Sinopsis psikiatri ilmu pengetahuan perilaku psikiatri klinis. Jakarta : Binarupa Aksara, ed.ke-3,jil.ke-2
Kristi Poerwandari. (2001 ). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) UI
L.Rice, Phillip. (1999). Stress & health, Third edition. Brooks: Cole Publishing Company
Lazarus,Richard.S. (1976). Pattern of Adjustmen. Tokyo : Mc. Graw Hill. Kogakusno,ed.ke-3. 74
M. Sugiarmin & MIF. Baihaqi. (2006). Memahami dan Membantu Anak ADHD. Bandung : PT. Refika Aditama
Matroni. (2006). Sukseskah Anda Dalam Mendidik Anak. Jakarta : Restu Agung.2006
Muhibbin Syah. (2005). Psikologi pendidikan dengan pendekatan baru. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
National Safety Council. (2003). Manajemen stres. Jakarta : EGC
Neneng Humairoh. (2006). Perilaku Coping Pada Remaja Laki-Laki & Remaja
Perempuan yang Mengalami Obesitas. Jakarta: Skripsi UIN
86
P. Sarafino, Edward. ( 1994 ). Health psychology biopsychosocial interactions. New York : John Wiley & Sons Inc
Phares.U. (1996). Fathers & development psychophatology. New york: John Willey & Sons Inc
Research and training center for children's mental health. 2002, multimodal treatmentof ADHD.
Slameto, (2003), Peranan ayah dalam pendidikan anak dan hubungannya dengan prestasi belajarnya, Satya Widya, 15, 1
Strauss,Anselm.dkk, penyadur Djunaidy Ghony. (1997). Dasar-dasar penelitian kualitatif: prosedw; teknik & teori grounded. Jakarta: PT.Bina llmu
U.S.Departement of Education. 2003, Identifying and Treating Deficit Hyperactivity Disorder : a Resource for School and Home. http://www.ed.gov/teachers/needs/speced/adhd/adhd-resource-pt1 .pdf. (15/07/08)
Zainun Mu'tadin. 2002, Strategi Coping. http://www.e-psikologi.com/remaja/220702. htm. ( 15/06/08)
Zhi Hong Lim. (2007). Touching point! Panduan orang tua untuk membangkitkan potensi anak yang memiliki keterbatasan fisik. Jakarta : Prestasi Pustakaraya
M. Sugiarmin & MIF. Baihaqi. (2006). Memahami dan Membantu Anak ADHD. Bandung : PT. Refika Aditama
Matroni. (2006). Sukseskah Anda Dalam Mendidik Anak . . Jakarta : Restu Agung.2006
Muhibbin Syah. (2005). Psikologi pendidikan dengan pendekatan baru. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
National Safety Council. (2003). Manajemen stres. Jakarta : EGC
Neneng Humairoh. (2006). Perilaku Coping Pada Remaja Laki-Laki & Remaja
Perempuan yang Mengalami Obesitas. Jakarta : Skripsi UIN
87
P.Sarafino, Edward. (1994). Health psychology biopsychosocial interactions. New York : John Wiley & Sons Inc
Phares.U. (1996). Fathers & development psychophatology. New york: John Willey & Sons Inc
Research and training center for children's mental health. 2002, multimodal treatmentof ADHD.
Slameto, (2003), Peranan ayah dalam pendidikan anak dan hubungannya dengan prestasi belajarnya, Satya Widya, 15, 1
Strauss,Anselm.dkk, penyadur Djunaidy Ghony. (1997). Dasar-dasar penelitian kualitatif: prosedur, teknik & teori grounded. Jakarta: PT.Bina llmu
U.S.Departement of Education. 2003, Identifying and Treating Deficit Hyperactivity Disorder : a Resource for School and Home. http://www.ed.gov/teacherslneeds/speced/adhd/adhd-resource-pt1 .pdf. (15/07/08)
Zainun Mu'tadin. 2002, Strategi Coping. http://www.e-psikologi.com/remajal220702.htm. (15106108)
Zhi Hong Lim. (2007). Touching point! Panduan orang tua untuk membangkitkan potensi anak yang memiliki keterbatasan fisik. Jakarta : Prestasi Pustakaraya
Nam a
TTL
Pekerjaan
Ala mat
PERNY AT AAN KESEDIAAl\I
Bersedia untuk diwawancarai dan memberikan keterangan sebenar-benarnya
untuk keperluan pembuatan skripsi dengan judul "Perilaku Coping Single dad
Dalam Menghadapi Anak ADHD" yang disusun oleh Siti Ulya Wahdah
(mahasiswi fakultas psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).
Wawancara ini berkaitan dengan aspek pengalaman tingkah laku, keadaan
psikologis dan emosi yang berkaitan dengan keadaan single dad dalam
menghadapi anak ADHD.
Adapun data pribadi saya dan hasil wawancara merupakan rahasia dan
semata-mata untuk keperluan skripsi ini. Apabila ditemukan data yang masih
kurang lengkap, saya bersedia untuk diwawancarai kembali.
Jakarta, Juni 2008
Interviewee
PEDOMAN OBSERVASI
Tanggal observasi
Tempat observasi
Tanggal konfirmasi dengan responden
lnformasi demografis
Na ma
Jenis kelamin
TempaUTanggal lahir
Suku
Status pernikahan*
Pekerjaan
Jumlah anak
Ala mat
a. Duda cerai
Coping menghadapi anak dengan gangguan ADHD
Tingkah laku yang terlihat
Coping menghadapi anak yang normal
Tingkah laku yang terlihat
Coping menghadapi orang-orang di sekitar
tingkah laku yang terlihat
lnformasi tambahan
* Pilih yang sesuai
b. Duda ditinggal mati
PEDOMAN WAWANCARA
• Pertanyaan yang terfokus pada anak ADHD
1. Gejala-gejala apa saja yang tampak pada anak anda ketika anda belum
mengetahui bahwa anak anda mengalami gangguan Jl,DHD?
2. Pada usia berapakah anak anda dinyatakan mengalami gangguan
ADHD?
3. Apa yang membuat anda ingin merawatnya tanpa ada pendamping di sisi
anda?
4. Apakah anda mengetahui penyebab dari gangguan yang dialami oleh
anak anda?
5. Apakah ada suatu kejadian yang pernah dialami isteri anda ketika beliau
hamil? bisa dijelaskan?
6. Bagaimana proses kelahiran anak anda?
7. Apakah anak anda pernah melakukan terapi? bisa dijelaskan terapi apa
saja?
8. Perubahan apa yang terjadi pada anak anda setelah rnengikuti terapi?
9. Siapa saja orang-orang yang telah membantu anda dalam merawat anak
anda?
10. Permasalahan apa saja yang ditimbulkan oleh anak anda di sekolahnya?
• Pertanyaan jika single dad juga memiliki anak normal
1. Bagaimana anda memberi pengertian kepada anak-anak anda yang
lain untuk dapat memahami anak anda yang mengalami gangguan
ADHD?
2. Bagaimana anda membagi perhatian kepada anak-anak anda yang
normal dengan anak anda yang mengalami gangguan ADHD?
3. Adakah tingkah laku impulsif yang dilakukan oleh anak anda yang
mengalami gangguan ADHD ketika anda memberikan perhatian
kepada anak anda yang lainnya?
4. Permasalahan-permasalahan apa saja yang terjadi antara anak anda
yang normal dengan anak anda yang memiliki gangguan ADHD?
5. Bagaimana anda menangani tingkah laku anak-anak anda?
• Pertanyaan yang berkaitan dengan coping stress single dad
1. Apa saja permasalahan yang anda hadapi sebagai single dad?
2. Bagaimana perasaan anda ketika anda harus menjalani status sebagai
single dad yang memiliki anak dengan gangguan ADHD? Apa yang anda
rasakan saat itu?
3. Apa yang pertama kali anda lakukan ketika anda melihat perbedaan
tingkah laku anak anda dengan teman-teman sebayanya?
4. Kesulitan apa saja yang dirasakan sangat mengganggu anda?
5. Kesulitan apa lagi yang anda bayangkan akan mungkin timbul di
kemudian hari?
6. Untuk menguatkan daya konsentrasi dan mengurangi hiperaktivitas anak
anda, apa saja yang sudah anda lakukan?
7. Upaya apa saja yang sudah anda lakukan untuk perkembangan anak
anda,dan dari mana anda mengetahui/mendapatkan informasi tersebut?
8. Apa saja upaya yang sudah anda lakukan untuk mengatasi tingkah laku
anak anda?
9. Apakah ada upaya lain untuk membantu anak anda yang belum
terealisasikan sampai sekarang? Bisa dijelaskan?
10. Dalam upaya anda merawat anak, pernahkah anda meminta dukungan
moral, simpati atau pengertian dari orang lain? Bisakah anda jelaskan?
11. Apakah anda pernah rnerninta bantuan para ahli untuk dapat rnernbantu
perkernbangan anak anda? Bisakah anda jelaskan?
12.Apakah ada segelintir orang yang kurang percaya dengan kernarnpuan
anda rnerawat anak anda? Bisa dijelaskan?
13. Bagairnana anda rnenyikapinya?
14.Apakah ada orang yang pernah complain dengan tingkah laku anak
anda? Bisa dijelaskan?
15. Lalu bagairnana anda rnenyikapi hal tersebut?
16. Dan bagairnana anda rnernberi pengertian kepada anak anda?
17. Pernahkah anda rnernakai kekerasan dalarn rnendidik anak anda ? bisa
beri alasan?
18.Apa alasan anda untuk dapat rnenyekolahkan anak anda di sekolah
khusus?
19. Bagairnana anda rnenyikapi perrnasalahan yang ditirnbulkan oleh anak
anda di sekolah?
20. Bagairnana anda rnernberi pengertian kepada guru-guru di sekolah anak
anda?
21. Dari upaya-upaya yang sudah anda lakukan, upaya apa yang rnenurut
anda sangat berhasil dalarn rnernbantu perkernbangan anak anda?
VERBATIM
• Pertanyaan yang terfokus pada anak ADHD
1. Tanya: Gejala-gejala apa saja yang tampak pada anak anda ketika
anda belum mengetahui bahwa anak anda mengalami gangguan
ADHD?
Jawab: Kurang lebih pada saat usianya setahunan, dia terlihat
agresif. Awalnya sih dianggap biasa aja, tapi lama-lama ada yang
ngga biasa. Dia nggak pernah bisa diam sejak bangun tidur sampai
tidur lagi. Dia itu seneng banget lari-lari, lompat-lompat, naik-turun
tempat tidur, ngerusak mainan, dan perilakunya susah banget
dikendaliin. Bahkan kalau kita yang orang tuanya n~1elarang, dia
cuek aja.
2. Tanya: Pada usia berapakah anak anda dinyatakan mengalami
gangguan ADHD? dan siapa yang menyatakannya?
Jawab: Kale ngga salah waktu usianya genap 20 bulan. Waktu itu,
saya dan isteri bawa dia untuk vaksinasi. Terus saya kaget banget
waktu dokter nanyain perkembangan bicaranya, soalnya dia emang
belum pernah mengeluarkan kata-kata. Setelah itu, saya & isteri
disuruh bawa Ml ke RS Harapan Kita Jakarta untuk pemeriksaan
lengkap. Waiau ngga ada uang cukup buat bawa dia ke dokter, tapi
saya usahain sampe pinjem ke tetangga segala. Setelah diperiksa,
hasilnya Ml nggak mengalami gangguan secara fisik, tapi dia
didiagnosa ADHD.
3. Tanya: Apa saja yang diperiksa waktu itu?
Jawab: Seinget saya, waktu itu Ml diperiksa kemampuan bicara dan
pendengarannya aja.
4. Tanya: Apa yang membuat anda ingin merawatnya tanpa ada
pendamping di sisi anda?
Jawab: Ya karena sedikit sekali perempuan yang mau menerima
kondisi anak saya dengan ikhlas.
5. Tanya: Apakah anda mengetahui penyebab dari gangguan yang
dialami oleh anak anda?
Jawab: Sebenernya saya ngga tahu pasti apa yang rnenyebabkan
dia seperti itu, tapi Ml Jahir prernatur di usia kandungan 8 bulan,
tepatnya tanggal 20 Oktober 1999.
6. Tanya: Apakah ada suatu kejadian yang pernah dialami isteri anda
ketika beliau hamil? bisa dijelaskan?
Jawab: Kayanya ngga ada kejadian aneh yang terjadi waktu isteri
hamil. Semuanya berjalan dengan baik.
7. Tanya: Apakah isteri anda sakit ketika mengandung anak anda?
Jawab: lsteri saya rnemang meninggal karena penyakit kuning, tapi
itu dideritanya setelah ia melahirkan Ml. Jadi saya rasa tidak ada
sangkut pautnya antara penyakit isteri dengan gangguan Ml.
8. Tanya: Bagaimana dengan proses kelahiran anak anda?
Jawab: Ml Jahir dengan proses yang normal, tapi memang prosesnya
lama sekali kira-kira hampir dua jam-an.
9. Tanya: Lalu, sejauh ini apakah anda mengetahui penyebab
terjadinya gangguan tersebut?
Jawab: Selarna ini saya mernang belum tahu penyebab gangguan
yang dialami Ml & saya juga tidak tahu kapan saya bisa
mengetahuinya karena untuk ke dokter spesialis seperti itu saya
ngga punya uang lebih.
10. Tanya: Apakah anak anda pernah melakukan terapi? bisa dijelaskan
terapi apa saja?
Jawab: Dia pernah melakukan terapi perubahan perilaku, terapi ini
untuk mengubah kebiasaan I perilaku anak dengan gangguan. Di
rumah saya juga menerapkan terapi kemandirian biar Ml mau
berusaha untuk ngelakuin semuanya dengan kemampuan dan
tangannya sendiri.
11. Tanya: Contoh dari terapi kemandirian ini misalnya seperti apa?
Jawab: Misalnya kaya, mandi, makan, dan pake baju sendiri.
12. Tanya: Sebelum anda bisa memberikan terapi, hal apa saja yang
anda lakukan untuk perkembangan anak?
Jawab : Karena saya tidak memiliki dana yang cukup untuk bisa
memberikan terapi ke Ml, jadi saya berusaha menjalin hubungan
dengan orang tua yang memiliki anak dengan ganmiuan yang sama,
dari hubungan itu saya bisa dapet informasi yang saya butuhin.
Selain itu, saya juga baca artikel tentang anak ADI-ID biar informasi
yang didapet lengkap.
13. Tanya: Dari mana saja anda mendapatkan artikel-artikel tersebut?
Jawab: saya ngedapetinnya dari majalah-majalah. Saya emang
sengaja beli majalah I koran yang ngebahas anak ADHD.
14. Tanya: Perubahan apa yang terjadi pada anal< anda setelah
mengikuti terapi?
Jawab: Setelah diterapi, Ml sudah bisa mengucapkan ujung dari
suatu kata, misalnya "yah" dari kata ayah. Dia juga udah bisa tos,
tahu warna & juga bentuk benda. Misalnya, bola itu bulet.
15. Tanya: Ada kemajuan pesat lainnya? jelaskan!
Jawab: Waktu usia Ml 6 tahun, dia sudah bisa berbicara dengan
lebih lancar, dia juga udah bisa komunikasi dengan orang lain meski
masih terbatas.
16. Tanya: Pernahkah anda menyekolahkannya? bagaimana prosesnya?
Jawab: Dia pernah saya sekolahkan di SD umum, tapi karena Ml
tidak sama dengan teman-temannya di sekolah, Ml jadi ngga bisa
berinteraksi dengan normal & dia juga tidak dapat mengikuti
pelajaran yang ada. Jadi saya menghentikan dia untuk sekolah, tapi
saya juga ngga punya cukup uang untuk menyekolahkan dia di
sekolah khusus.
17. Tanya: Permasalahan apa saja yang ditimbulkan oleh anak anda di
sekolahnya?
Jawab: Di sekolah, Ml sering membuat keributan. Dia senang
banget ganggu teman, ngga bisa diam, sering teriak, juga kadang
suka mukul temannya ngga jelas. Selain itu, dia juga susah banget
dikasih instruksi.
18. Tanya: Bisa anda jelaskan mengenai Ml yang sulit diberi instruksi?
Jawab: Setiap gurunya minta dia untuk mengerjakan soal di papan
tulis misalnya, dia justru malah coret-coret soal tersebut dan tanpa
bersalah, dia malah ketawa dan kayanya dia puas banget setelah
berhasil bikin coretan itu.
19. Tanya: Siapa saja orang-orang yang telah membantu anda dalam
merawat anak anda?
Jawab: Yang membantu saya merawat dia, anak pertama saya SF
dan neneknya. Saya selalu nitip Ml ke neneknya kalo saya lagi kerja
dan kakaknya lagi ke sekolah.
• Pertanyaan jika single dad juga memiliki anak normal
1. Tanya: Bagaimana anda memberi pengertian kepada anak-anak
anda yang lain untuk dapat memahami anak anda yang mengalami
gangguan ADHD?
Jawab : Pada awalnya sih saya juga sempat bingung karena anak
saya SF (anak yang normal) merasa kalau saya lebih memperhatikan
Ml dibanding dia, tapi dengan menjelaskan kepacla dia mengenai
kondisi adiknya, sedikit demi sedikit dia mau merubah pandangannya
dan justru dia jadi semakin sayang sekali dengan adiknya.
2. Tanya: Bagaimana anda membagi perhatian kepada anak anda yang
normal dengan anak anda yang mengalami gangguan ADHD?
Jawab: Setelah saya berhasil meyakinkan SF mengenai kondisi
adiknya, alhamdulillah SF dapat mengerti dan tidal< menuntut yang
macam-macam. Meski begitu, saya ngga pernah lupa dengan
kebutuhan dan juga keinginan SF, apalagi dia lagi puber-pubernya.
Jadi, saya juga ngga lupa untuk ngebeliin dia jepitan rambut,
bandana, anting. Selain itu, saya juga sering tanya ke dia apa yang
dia inginkan karena sebagai laki-laki, saya takut ada keinginan dia
yang ngga saya tahu. Kalau ke Ml, saya memang lebih
memperhatikan setiap gerak-geriknya & apapun yang dilakukannya
karena menurut saya, Ml memang lebih membutuhkan perhatian
yang besar dari saya dan juga kakaknya.
3. Tanya: Apakah menurut anda hal tersebut adalah adil untuk anak
anak anda?
Jawab: Kalo menurut saya sih ya sudah adil, karena kondisi
keduanya sangat berbeda jadi kebutuhan mereka juga berbeda.
Namun, bagi saya bagaimanapun kondisi anak-anak saya, mereka
adalah anugerah terindah yang saya miliki.
4. Tanya: Permasalahan-permasalahan apa saja yang terjadi antara
anak anda yang normal dengan anak anda yang memiliki gangguan
ADHD?
Jawab: Sebenarnya kalo antar saudara berantem kan sudah biasa
ya. Jadi, ya kadang mereka memang suka ribut karena biasanya Ml
suka ganggu kakaknya kalo lagi ngelakuin sesuatu, entah itu lagi
belajar, nonton tv/bahkan ketika kakanya lagi main bareng temen
temennya. Sebagai anak yang punya perasaan, SF memang
terkadang marah besar sama adiknya, tapi lambat laun dia juga reda
sendiri dan bahkan sekarang sudah terbiasa dengan tingkah laku
adiknya itu.
5. Tanya: Bagaimana anda menangani tingkah laku anak-anak anda?
Jawab: Awalnya repot banget neng, kalo mereka lagi cekcok, saya
suka bingung juga mau ngapain. Marahin kakaknya rnemang adiknya
yang ngga bisa diem. Marahin adiknya, dia masih kurang ngerti. Tapi
biasanya saya langsung kasih pengertian ke SF(kakak) & minta dia
untuk ninggalin adiknya sendiri, nanti juga Ml bosan sendiri. Selain
itu, saya juga suka bikin Ml sibuk dengan permainan-permainan biar
dia ngga terus-terusan ganggu kakaknya.
6. Tanya: Permainan apa saja yang anda berikan?
Jawab: Untuk permainan, saya sering minta dia untuk masukkin sirup
leci kesukaannya ke dalam botol. Waiau kadang dia ngga mau dan
ngga ngerti apa yang saya minta, tapi dengan kegi£1ihan saya untuk
dapat terus seperti itu, akhirnya dia ngerti dan penasaran juga mau
coba, apalagi sirup leci itu kesukaannya jadi kalo dia mau minum
sirup itu, ya dia harus mau berusaha dulu.
• Pertanyaan yang berkaitan dengan coping streiss single dad
1. Tanya: Apa saja permasalahan yang anda hadapi sebagai single
dad?
Jawab: Permasalahan yang saya hadapi rasanya kompleks banget
neng. Mulai dari ngerawat anak dari bangun tidur sampe mau tidur
lagi, bersih-bersih rumah, ekonomi yang pas-pasan, masyarakat
yang nyepelein saya jadi bapak & juga ibu. & yang terberat sewaktu
keluarga belum mau nerima Ml sebagai anggota keluarga.
Permasalahan kalo dipikirin memang kayanya banyak banget dan
ngga ada habis-habisnya tapi saya tuh yakin banget kalo Allah ngga
akan kasih cobaan kepada hambanya di luar dari batas kemampuan
manusia.
2. Tanya: Bagaimana perasaan anda ketika anda l1arus menjalani
status sebagai single dad yang memiliki anak dengan gangguan
ADHD? apa yang anda rasakan saat itu?
Jawab: Perasaan saya waktu itu udah kaya permen nano-nano yang
bisa gonti-ganti rasanya. Tapi yang pasti saya sempat down, bahkan
saya sempat tidak memperhatikan kedua anak saya. Rasanya waktu
itu udah pengen cepet-cepet nyusul ibunya anak-anak, tapi
untungnya ibu saya (neneknya anak-anak) ingetin saya bahwa ini
semua sudah diatur & saya harus bisa ikhlasin kepergian isteri
karena dengan begitu, saya bisa ngejalanin janji saya kepada isteri
sebelum dia meninggal.
3. Tanya: Bisa anda jelaskan apa janji anda kepada isteri waktu itu?
Jawab: Sebelum isteri saya meninggal, dia minta saya berjanji untuk
tidak menelantarkan anak-anak, maka dengan air mata yang jatuh ke
pipi, saya berjanji kepada isteri untuk selalu ngerawat anak-anak
dengan cinta dan kasih sayang. Dan setelah isteri clikuburkan, saya
takut sekali, takut kalau saya ticlak mampu nyembuhin Ml tanpa ada
isteri. Tapi dengan kasih sayang Allah, saya yakin saya bisa menjaga
keduanya dan menyembuhkan Ml.
4. Tanya: Apa yang pertama kali anda lakukan ketika anda melihat
perbedaan tingkah laku anak anda dengan teman-teman sebayanya?
Jawab: Sebenernya setelah saya tahu dia terkena gangguan dan
dinyatakan ADHD, saya sudah ngga kaget Jagi kalau nantinya dia
sedikit beda dengan anak yang Jain. Jadi, saya sudah menguatkan
mental saya apapun yang akan terjadi nanti. Ketika dia nunjukkin
perbedaan itu, seperti suka naik-turun tempat tidur, ngerusak
mainan, bahkan sering banyak bicara yang ngga jeilas maksudnya,
yang saya lakukan lebih mencoba untuk cari informasi mengenai
gangguan itu dan mencoba mencari penyelesaiannya.
5. Tanya: Kesulitan apa saja yang dirasakan sangat mengganggu anda
dengan gangguan ADHD tersebut?
Jawab: Kesulitannya itu sebenarnya banyak, seperti sering jadi
bahan pembicaraan orang, jadi ngga tenang kalo ninggalin rumah &
anak-anak, dan ada juga orang-orang yang marah ke saya karena
tingkah laku Ml. Tapi yang lebih sulit lagi ngebagi waktu antara kerja
cari rezeki dengan menjaga anak-anak, terutama Ml karena saya
takut banget dia kenapa-kenapa I bahkan ada yang tersakiti karena
ulah Ml selama saya lagi kerja.
6. Tanya: Biasanya karena hal apa saja orang-orang itu datang &
memarahi anda?
Jawab: Rata-rata mereka marah karena anaknya dinakalin
Ml/mainan anaknya yang direbut bahkan dirusakin Ml. Kalo udah
kaya gitu, biasanya saya langsung minta maaf llt berjanji untuk
mengganti. Tapi saya juga memperingatkan Ml atas perilakunya.
Tapi, kalo orang yang udah tau kondisi Ml biasanya ngga masalah,
paling anak-anaknya ngga diizinin bawa mainan keluar kalo ada Ml/
anaknya bener-bener diawasin biar ngga diganggu IVll.
7. Tanya: Bagaimana cara anda memperingati Ml atas kesalahannya
itu?
Jawab: Sulit juga sebenernya bikin Ml sadar kalo perbuatannya itu
salah, tapi dengan kata-kata yang lembut & juga tatapan mata yang
adem, penuh kasih sayang tapi juga tegas, saya yakin kalo Ml tahu
apa yang saya maksud. Habis kalo dihukum, saya takut justru
semakin menjadi/bahkan dia ngga ngerti, lalu men~1apa saya harus
menghukum Ml kalau hukuman itu ngga dimengerti sama dia?. Tapi
selain itu, saya juga mencoba menjelaskan kepada tetangga
mengenai kondisi Ml yang beda sama anak-anaknya. Tujuannya sih
biar mereka bisa sedikit memaklumi & tahu apa yang harus dilakuin
untuk mencegah anaknya ngga diganggu Ml lagi, selain itu kalo Ml
keluar, tetangga juga jadi merhatiin, jadi kan kalo Ml main ada yang
pantau & dia juga jadi ngga bisa main jauh-jauh.
8. Tanya: Kesulitan apa lagi yang anda bayangkan akan mungkin timbul
di kemudian hari?
Jawab: saya hanya takut sulit memberikan pendidikan & kehidupan
yang layak untuk anak-anak saya. Keinginan terbesar saya sangat
mudah, saya ingin melihat mereka bisa tersenyum bahagia dengan
kehidupan mereka nantinya. Makanya anak-anak saya harus sukses
biar nantinya tidak susah seperti bapaknya.
9. Tanya: Upaya apa saja yang sudah anda lakukan untuk
perkembangan anak anda? dari mana anda
mengetahui/mendapatkan informasi tersebut?
Jawab: Selain terapi & juga permainan yang tadi uclah saya jelasin,
saya juga suka kasih pujian, uang I sirop leci ke Ml kalo dia berbuat
baik, tujuannya sih biar dia ada keinginan untuk berbuat baik lagi.
Tapi, kalo dia udah mulai ngga bisa diem terus nan9is sambil teriak
teriak karena mau sesuatu, biasanya saya cuma diemin aja. Ntar
kalo dia udah bosen juga pasti diem sendiri. Habis kalo diturutin,
takutnya malah ketagihan.
10. Tanya: Apakah ada upaya lain untuk membantu anak anda yang
belum terealisasikan sampai sekarang? Bisa dijelaskan?
Jawab: Saya hanya ingin menyekolahkan Ml di sekolah khusus untuk
anak-anak kaya dia, tapi karena uangnya ngga ada, makanya saya
ngga bisa sekolahin dia di sekolah itu. Waktu itu saya pernah
sekolahin dia di sekolah SD umum, tapi karena memang ngga cocok
buat dia, jadi ngga ada perkembangan apa-apa buat dia.
11. Tanya: Apa alasan anda untuk dapat menyekolahkan anak anda di
sekolah khusus?
Jawab: Karena anak saya beda dengan anak kebanyakan, jadi saya
ingin sekali sekolahin dia di sekolah khusus biar apa yang diajarin
semuanya sesuai sama dirinya Ml. Perhatian gurunya juga pasti
beda dengan guru di sekolah biasa. Cara ngajarnya juga kan pasti
beda, jadi ya biar semuanya sesuai sama dirinya dia dan justru bisa
bantu perkembangannya si Ml.
12. Tanya: Dalam upaya anda merawat anak, pernahkah anda meminta
dukungan moral, simpati atau pengertian dari orang lain? bisakah
anda jelaskan?
Jawab: Pernah, semua orang tua yang punya anak dengan
gangguan pasti pernah minta dukungan moral & pengertian dari
orang lain. Tapi kalo minta simpati orang lain, saya mah ngga
pernah. Lagipula ngga perlu diminta juga pasti bakal ada yang
simpati. Biasanya sih minta dukungan moral & pengertian dari orang
orang di sekitar, kaya sama anak sendiri (SF), orang tua, tetangga,
para guru, para orang tua yang juga punya anak dengan gangguan
yang sama dan sama siapa aja yang terlibat sama kehidupan saya
sekeluarga, karena kalo mereka sudah mau sedikit ngertiin aja,
kayanya semuanya bakal lebih mudah lagi dan n~iga akan terasa
berat banget ngejalanin hidup. Tapi, selebihnya sih semuanya
serahin ke Allah aja karena Allah tahu apa yang tmbaik buat para
hambanya.
13. Tanya: Apakah anda pernah meminta bantuan para ahli untuk dapat
membantu perkembangan anak anda? bisakah anda jelaskan?
Jawab: Saya hanya minta bantuan para ahli sewaktu Ml diperiksa
untuk pertama kalinya & pada waktu Ml diterapi selama kurang lebih
delapan bulan. Setelah itu, saya udah ngga lagi memakai jasa para
ahli karena keterbatasan biaya. Tapi, saya tidak menyerah karena
setelah itu saya semakin sering berhubungan sama orang tua yang
juga punya anak seperti Ml & dari situ saya bisa ambil pengalaman
mereka & coba praktekin ke Ml. Alhamdulillah ngga ada yang sia-sia.
14. Tanya: Apakah ada segelintir orang yang kurang percaya dengan
kemampuan anda merawat anak anda? bisa dijelaskan?
Jawab: Waah kalo soal itu sih awalnya emang banyak banget yang
seperti itu, soalnya kan emang jarang banget atau mungkin cuma
saya satu-satunya duda yang punya anak dengan gangguan kaya
Ml. Cuma duda aja banyak yang ngeraguin kalo dia bisa jadi bapak
sekaligus ibu buat anak-anaknya, apalagi kaya kasus saya ini neng.
Lagipula kayanya seorang ibu lebih dianggap bisa jadi orang tua
tunggal yang baik daripada seorang bapak. Ya emang dari sononya
udah kaya gitu kali ya tapi ya udahlah ngga usah diarnbil pusing.
15. Tanya: Bagaimana anda meluruskan pernyataan tersebut?
Jawab: Ya karena ngga mau diambil pusing, jadi ya udah aja lagipula
yang tahu kemampuan diri kita kan cuma diri kita sendiri. Kalo saya
sih cuma tunjukkin aja kalo saya mampu ngejalanin tugas sebagai
bapak dan juga ibu. Kalo mereka udah lihat buktinya juga mereka
bakal diem sendiri, bahkan kadang malah ada yang muji-muji
kemampuan kita jadinya.
16. Tanya: Dari upaya-upaya yang sudah anda lakukan, upaya apa yang
menurut anda sangat berhasil dalam membantu perkembangan anak
anda?
Jawab: Semua yang sudah saya lakuin, saya yakin ngga ada yang
sia-sia jadi semuanya sangat membantu perkembangan Ml. Dan
apapun akan saya lakuin agar perkembangan Ml ngga jalan di
tempat dan tentunya dengan dibarengin dengan do'a & juga rezeki
yang halal.