PERHITUNGAN POROSITAS DENGAN METODE INVERSI …...proceeding, seminar nasional kebumian ke-8...

13
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA 413 PERHITUNGAN POROSITAS DENGAN METODE INVERSI SEISMIK DAN PENENTUAN DAERAH PROSPEK RESERVOAR BATUPASIR A E, FORMASI TALANG AKAR, LAPANGAN “TANGKAP” CEKUNGAN SUMATRA SELATAN Jarot Setyowiyoto * , Bayu Satiyaputra Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Jl. Grafika No.2 Bulaksumur, Yogyakarta, Indonesia Tel. 02574-5138 *corresponding author: [email protected] ABSTRAK Penelitian ini menjelaskan perhitungan porositas dengan menggunakan metode inversi seismik serta persebaran dan lingkungan pengendapan reservoar batupasir yang terpilih dari Formasi Talang Akar, Cekugan Sumatra Selatan. Data seismik 3D yang mencakup luas area 24 km 2 serta data log sumur dari tiga sumur digunakan. Area penelitian berada pada Cekungan Sumatra Selatan yang merupakan cekungan yang telah terbukti menghasilkan hidrokarbon yang cukup banyak pada beberapa puluh tahun terakhir ini. Salah satu formasi yang mengandung banyak hidrokarbon pada cekungan ini adalah Formasi Talang Akar yang memiliki reservoar batupasir. Data sumur bor yang digunakan menunjukkan adanya beberapa lapisan batupasir yang cukup baik untuk dijadikan reservoar yang merupakan endapan channel dari lingkungan pengendapan fluvial. Lima penanda yang ditentukan dijadikan acuan dan dipetakan pada data seismik beserta sesar yang ada. Kelima penanda kemudian diamati dengan menggunakan atribut impedansi untuk memperkirakan persebaran porositasnya. Zona yang diteliti memiliki rentang porositas total yang baik. Zona prospek dapat ditentukan berdasarkan hasil penarikan penanda serta persebaran porositas yang dilakukan. I. PENDAHULUAN Cekungan Sumatra Selatan merupakan salah satu cekungan yang sangat penting dan bernilai ekonomis yang berada di pulau Sumatra, Indonesia. Salah satu formasi yang dijadikan sebagai reservoar pada cekungan ini adalah Formasi Talang Akar. Sudah lebih dari 100 lapangan minyak dan gas yang telah di eksplorasi, dan lebih dari 60 lapangan tersebut masih aktif hingga saat ini (Ginger dan Fielding, 2005). Lokasi penelitian berada pada Lapangan “Tangkap”, Sub-Cekungan Palembang Selatan, Cekungan Sumatra Selatan (Gambar 1.a). Penelitian ini menjelaskan tentang pemanfaatan data eksplorasi awal berupa seismik 3D untuk menentukan porositas total dan zona prospek pada suatu daerah. Tujuan dari penelitian ini adalah perhitungan porositas total berdasarkan data seismik 3D guna mengetahui persebaran porositas total pada Formasi Talang Akar, yang kemudian ditentukan daerah prospek yang ekonomis berdasarkan hasil porositas dan peta struktur waktu dari seismik 3D yang ada. Penelitian ini diharapkan dapat membantu meminimalisir kegagalan dalam suatu eksplorasi migas. II. KONDISI GEOLOGI REGIONAL Cekungan Sumatra Selatan merupakan salah satu cekungan yang terbesar di pulau Sumatra dan berada di bagian selatan dari pulau Sumatra. Menurut penelitian dari Pertamina BPPKA (1996), cekungan ini dibatasi oleh batuan dasar kristalin dan batuan metasedimen Pra-Tersier pada pegunungan Tigapuluh dibagian utara, Perbukitan Barisan pada bagian barat, pulau Bangka dan Lingga pada bagian timur dan timur laut, serta Tinggian Lampung pada bagian tenggara. De Coster (1974) mengatakan bahwa terdapat 4 fase tektonik utama yang terjadi pada Cekungan Sumatra Selatan. Fase yang pertama adalah fase orogenesa Mesozoik Tengah yang merupakan fase dimana perlapisan sedimen yang terendapkan sebelumnya mengalami pengangkatan, termetamorfosa, tersesarkan

Transcript of PERHITUNGAN POROSITAS DENGAN METODE INVERSI …...proceeding, seminar nasional kebumian ke-8...

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage

15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

413

PERHITUNGAN POROSITAS DENGAN METODE INVERSI SEISMIK DAN

PENENTUAN DAERAH PROSPEK RESERVOAR BATUPASIR A – E, FORMASI

TALANG AKAR, LAPANGAN “TANGKAP” CEKUNGAN SUMATRA SELATAN

Jarot Setyowiyoto*, Bayu Satiyaputra Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Jl. Grafika No.2 Bulaksumur, Yogyakarta,

Indonesia Tel. 02574-5138 *corresponding author: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini menjelaskan perhitungan porositas dengan menggunakan metode inversi seismik serta

persebaran dan lingkungan pengendapan reservoar batupasir yang terpilih dari Formasi Talang Akar,

Cekugan Sumatra Selatan. Data seismik 3D yang mencakup luas area 24 km2 serta data log sumur

dari tiga sumur digunakan.

Area penelitian berada pada Cekungan Sumatra Selatan yang merupakan cekungan yang telah

terbukti menghasilkan hidrokarbon yang cukup banyak pada beberapa puluh tahun terakhir ini. Salah

satu formasi yang mengandung banyak hidrokarbon pada cekungan ini adalah Formasi Talang Akar

yang memiliki reservoar batupasir. Data sumur bor yang digunakan menunjukkan adanya beberapa

lapisan batupasir yang cukup baik untuk dijadikan reservoar yang merupakan endapan channel dari

lingkungan pengendapan fluvial.

Lima penanda yang ditentukan dijadikan acuan dan dipetakan pada data seismik beserta sesar yang

ada. Kelima penanda kemudian diamati dengan menggunakan atribut impedansi untuk

memperkirakan persebaran porositasnya. Zona yang diteliti memiliki rentang porositas total yang

baik. Zona prospek dapat ditentukan berdasarkan hasil penarikan penanda serta persebaran porositas

yang dilakukan.

I. PENDAHULUAN

Cekungan Sumatra Selatan merupakan salah

satu cekungan yang sangat penting dan

bernilai ekonomis yang berada di pulau

Sumatra, Indonesia. Salah satu formasi yang

dijadikan sebagai reservoar pada cekungan ini

adalah Formasi Talang Akar. Sudah lebih dari

100 lapangan minyak dan gas yang telah di

eksplorasi, dan lebih dari 60 lapangan tersebut

masih aktif hingga saat ini (Ginger dan Fielding,

2005). Lokasi penelitian berada pada Lapangan

“Tangkap”, Sub-Cekungan Palembang Selatan,

Cekungan Sumatra Selatan (Gambar 1.a).

Penelitian ini menjelaskan tentang

pemanfaatan data eksplorasi awal berupa

seismik 3D untuk menentukan porositas total

dan zona prospek pada suatu daerah. Tujuan

dari penelitian ini adalah perhitungan

porositas total berdasarkan data seismik 3D

guna mengetahui persebaran porositas total

pada Formasi Talang Akar, yang kemudian

ditentukan daerah prospek yang ekonomis

berdasarkan hasil porositas dan peta struktur

waktu dari seismik 3D yang ada. Penelitian ini

diharapkan dapat membantu meminimalisir

kegagalan dalam suatu eksplorasi migas.

II. KONDISI GEOLOGI REGIONAL

Cekungan Sumatra Selatan merupakan salah

satu cekungan yang terbesar di pulau Sumatra

dan berada di bagian selatan dari pulau

Sumatra. Menurut penelitian dari Pertamina

BPPKA (1996), cekungan ini dibatasi oleh

batuan dasar kristalin dan batuan

metasedimen Pra-Tersier pada pegunungan

Tigapuluh dibagian utara, Perbukitan Barisan

pada bagian barat, pulau Bangka dan Lingga

pada bagian timur dan timur laut, serta

Tinggian Lampung pada bagian tenggara.

De Coster (1974) mengatakan bahwa terdapat

4 fase tektonik utama yang terjadi pada

Cekungan Sumatra Selatan. Fase yang pertama

adalah fase orogenesa Mesozoik Tengah yang

merupakan fase dimana perlapisan sedimen

yang terendapkan sebelumnya mengalami

pengangkatan, termetamorfosa, tersesarkan

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage

15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

414

dan terlipat. Hasil dari proses ini adalah sabuk

batuan metamorf yang terdiri dari berbagai

macam litologi dengan derajat deformasi yang

berbeda-beda.

Fase tektonik kedua adalah gaya regangan

terhadap pulau Sumatra pada Kapur Akhir –

Tersier Awal yang membentuk sesar, blok

sesar dan graben. Arah utama dari gaya

regangan ini adalah Utara – Selatan dan Barat

Laut – Tenggara.

Fase tektonik yang ketiga adalah fase tektonik

pasif dimana deformasi tektonik mulai

terhenti dan sedimen Tersier yang

terendapkan mulai memberi beban yang

menghasilkan penurunan isostatik (isostatic

subsidence).

Fase tektonik yang terakhir adalah

pengangkatan Bukit Barisan akibat adanya

pengaruh dari subduksi kerak Samudra Hindia

ke arah Sumatra. Pengangkatan ini

menghasilkan bentukan sesar mendata

Semangko serta mengakibatkan sesar-sesar

normal yang telah terbentuk pada fase

sebelumnya ter-inversi.

Menurut Ginger dan Fielding (2005), terdapat

8 formasi yang menyusun Cekungan Sumatra

Selatan, yaitu batuan dasar Pra-Tersier,

Formasi Lemat/Lahat, Formasi Talang Akar,

Formasi Batu Raja, Formasi Gumai, Formasi Air

Benakat, Formasi Muara Enim dan Formasi

Kasai (Gambar 1.b).

Ginger dan Fielding (2005) menyatakan bahwa

Formasi Talang Akar sebagai formasi yang

diteliti pada penelitian ini terendapkan pada

Oligosen Akhir hingga Miosen Awal dan

terendapkan secara tidak selaras diatas

formasi Lahat/Lemat. Tebal formasi ini

mencapai 460 m – 610 m. Litologi formasi ini

adalah batupasir, batulanau dan serpih. Pada

akhir fase syn-rift hingga awal post-rift terjadi

pengendapan batuan di lingkungan fluvial dan

delta di Cekungan Sumatra Selatan.

III. KETERSEDIAAN DATA DAN METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang dilakukan adalah

dengan analisis berbasis perangkat lunak. Data

penelitian yang dianalisis adalah data sumur

bor dan data seismik. Perangkat lunak yang

digunakan adalah PETREL dan GEOVIEW.

Data sumur yang tersedia merupakan data log

yang berjumlah tiga data log sumur yang

masing-masing bernama BSP-01, BSP-02 dan

BSP-03. Data log yang dimiliki ketiga sumur

mencakup data log GR, SP, CALI, MSFL, ILD,

NPHI, RHOB dan DT. Selain data log, terdapat

pula data checkshot yang berguna untuk

mengikat penarikan batas kronostratigrafi dari

log sumur dengan data seismik. Sumur BSP-01

dengan BSP-02 berjarak 2,2 meter kearah

timur, sumur BSP-02 dengan BSP-03 berjarak 2

meter kearah barat daya dan sumur BSP-02

dengan BSP-01 2,4 meter kearah barat laut.

Data seismik yang digunakan merupakan

seismik 3D yang mencakup 229 inline (dari

5000 sampai 5228) dengan panjang lintasan

5.322,67 meter dan 267 xline (dari 1000

sampai 1266) dengan panjang lintasan

4.559,07 meter (Gambar 3).

IV. DATA DAN ANALISIS

Data sumur bor

Dengan ketidakhadiran data batuan inti, maka

data log sumur dijadikan dasar utama untuk

menentukan litologi dan batas parasekuen

pada masing-masing sumur bor. Data log GR

digunakan untuk menginterpretasi jenis

litologi yang dilalui oleh sumur bor, sedangkan

data log SP dan CALI digunakan sebagai data

pendukung apabila log GR tidak ada atau tidak

terlalu bagus. Data log MSFL dan ILD

digunakan untuk mengetahui apakah pada

lapisan tertentu memiliki kemungkinan

mengandung hidrokarbon atau tidak.

Penentuan kandungan hidrokarbon juga dapat

dilakukan dengan menggunakan log RHOB dan

NPHI, sedangkan log DT digunakan sebagai

koreksi checkshot yang ada apabila dibutuhkan.

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage

15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

415

Cutoff

Cutoff adalah batas pembagian nilai GR guna

menentukan litologi menggunakan log sumur.

Penentuan cutoff sebagai tahap awal

dilakukan pada masing-masing sumur. Cutoff

yang digunakan adalah 60%:40% dari nilai

minimum dan maksimum log GR (33,764 API –

220,606 API) dengan nilai GR antara 33,764

API – 145,864 API sebagai batupasir dan

145,865 API – 220,606 API sebagai serpih.

Penentuan Litologi

Terdapat 3 litologi yang dihasilkan yaitu

batupasir, serpih dan batubara. Litologi yang

dominan pada bagian bawah dari ketiga sumur

(bagian yang lebih dalam) adalah batupasir,

sedangkan semakin keatas (bagian yang lebih

dangkal) batupasir semakin menipis dan serpih

semakin menebal. Selain kedua litologi

tersebut, terdapat pula beberapa sisipan

batubara yang berada pada bagian tengah log.

Litologi batupasir yang ada pada ketiga sumur

mulai dari yang paling dalam hingga yang

dangkal secara gradual menipis dan sedikit

berbeda bentuknya jika diperhatikan pada

pola log GR dan ILD nya. Pada bagian yang

lebih dalam, pola log GR dan ILD menunjukkan

bentukan batupasir yang lebih seragam

ukuran butirnya, sedangkan pada bagian log

yang lebih dangkal, pola log GR dan ILD

menunjukkan bentukan batupasir yang

menghalus keatas.

Litologi serpih yang ada pada ketiga sumur

mulai dari yang paling dalam hingga yang

paling dangkal secara gradual menebal. Serpih

yang berada di bagian yang dalam memiliki

nilai GR dan ILD yang lebih tinggi jika

dibandingkan dengan serpih yang berada di

bagian yang lebih dangkal.

Penentuan Batas Parasekuen

Parasekuen adalah suatu suksesi bed atau

bedset yang dibatasi oleh Marine-Flooding

Surfaces (MFS) atau permukaan korelatifnya.

Pada setiap sumur di daerah penelitian ditarik

sembilan batas parasekuen. Batas – batas

tersebut ditarik dengan acuan litologi yang

telah ditentukan beserta bentukan log yang

ada.

Batas parasekuen 1 ditarik diatas litologi

serpih yang berada diatas batupasir yang

membentuk bentukan blocky pertama pada

tampilan log. Batas parasekuen 2 ditarik diatas

litologi serpih yang berada di perlapisan

batupasir yang cukup tebal dan memiliki pola

blocky namun dengan sedikit sisipan serpih.

Batas parasekuen 3 ditarik diatas batubara

tipis tepat dibawah batupasir yang tebal.

Batas parasekuen 4 berada pada bagian atas

litologi serpih yang berada sekitar 30 meter

diatas batas parasekuen 3. Penarikan batas

parasekuen ini didasari oleh tidak hadirnya

batubara sebagai sisipan diantara batupasir

dan serpih.

Batas parasekuen 5 ditarik pada bagian atas

endapan batubara yang cukup tipis. Penarikan

ini berdasarkan oleh kehadiran beberapa

perlapisan tipis batubara. Batas parasekuen 6

berada diatas serpih yang terletak dibagian

atas lapisan batupasir yang tipis. Batas ditarik

dikarenakan batupasir yang berada dibawah

serpih dianggap sebagai batas awal perubahan

lingkungan pengendapan, yang awalnya

adalah fluvial menjadi semakin kearah delta.

Batas parasekuen 7 ditarik dikarenakan

terdapat beberapa endapan batupasir yang

sedikit mencolok pada parasekuen ini. Batas

parasekuen 8 ditarik dengan memperhatikan

bentukan endapan yang polanya mulai

berubah kembali mengkasar. Batas

parasekuen 9 merupakan batas parasekuen

terakhir yang ditarik pada penelitian ini. Batas

ini ditarik dengan acuan data awal yang

menyatakan bahwa pada batas ini merupakan

batas atas Formasi Talang Akar.

Data Seismik

Data seismik merupakan data yang diolah

setelah pengolahan data sumur bor dilakukan.

Data seismik yang digunakan merupakan data

seismik 3D dengan satuan waktu. Data seismik

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage

15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

416

diolah sedemikian rupa sehingga mampu

untuk membentuk peta struktur waktu dan

peta porositas yang akan digunakan untuk

penentuan lokasi daerah prospek reservoar.

Untuk dapat membuat peta struktur waktu

dibutuhkan tahapan penentuan marker pilihan,

kemudian dilakukan interpretasi sesar dan

horison (penanda) pada seismik di daerah

penelitian, hasil interpretasi yang didapatkan

diubah menjadi peta struktur waktu.

Peta porositas didapat dengan inversi data

seismik yang ada menjadi data akustik

impedan yang kemudian dengan melakukan

analisis sensitifitas pada log sumur, akan

didapatkan nilai persamaan untuk mengubah

nilai akustik impedan menjadi nilai porositas.

Penentuan Marker

Marker yang dipilih untuk ditarik sebagai

penanda pada seismik adalah pada batas

parasekuen 1 yang ditarik diatas batupasir A,

parasekuen 3 yang ditarik diatas batupasir B,

parasekuen 5 yang ditarik diatas batupasir C,

parasekuen 8 yang ditarik diatas batupasir D,

dan parasekuen 9 yang ditarik diatas batupasir

E.

Kelima penanda dipilih dikarenakan sebagai

representasi dari masing-masing lingkungan

pengendapan yang ada serta sebagai

perwakilan dari keseluruhan Formasi Talang

Akar. Batupasir A – C sebagai bagian dari

Formasi Talang Akar bagian bawah, sedangkan

batupasir D dan E sebagai bagian dari Formasi

Talang Akar bagian atas.

Interpretasi Sesar dan Horison (Penanda)

Penarikan sesar dan penanda yang telah

terpilih dilakukan pada seluruh lintasan

seismik yang ada guna mendapatkan hasil

yang cukup detil dan akurat. Penarikan

penanda pada seismik mengacu pada

penarikan kronostratigrafi dimana garis

penarikan bukan sebagai korelasi litologi

namun sebagai garis waktu yang membatasi

waktu pengendapan antara lapisan dibawah

penanda dengan lapisan diatas penanda.

Inversi Data Seismik

Inversi data seismik menjadi data akustik

impedan adalah dengan memanfaatkan data

log sumur yaitu p-wave (m/s) x density (g/cc).

inversi yang dilakukan pada data seismik

daerah penelitian adalah post-stack inversion.

Metode yang digunakan adalah Linear

Programming Sparse Spike Inversion (Gambar

2) yaitu metode yang menggunakan perkiraan

pantulan yang disaring dengan batasan

frekuensi tertentu untuk menghasilkan

kontras antara frekuensi yang tinggi dengan

frekuensi yang rendah (Veeken, 2007).

Hasil dari inversi ini adalah tampilan data

seismik yang menunjukkan perbedaan

karakter impedansi akustik formasi. Semakin

rendah nilai impedansi akustiknya maka

semakin tinggi nilai porositasnya, sedangkan

semakin tinggi nilai impedansi akustiknya

maka semakin rendah nilai porositasnya.

Dasar interpretasi ini adalah nilai impedansi

akustik yang berbanding terbalik dengan nilai

porositas. Perbedaan karakter ini ditunjukkan

dengan perbedaan warna pada tampilan hasil

inversi.

Analisis Sensitifitas

Analisis sensitifitas adalah tahapan yang

dilakukan untuk melihat kepekaan antara dua

jenis log. Kedua jenis log yang dibandingkan

utuk dilihat kepekaannya adalah log p-

impedan dan log neutron. Kedua log

digunakan dikarenakan kedua log tersebut

yang dapat digunakan untuk membuat data

inversi. Hubungan p-impedan dan porositas

adalah berbanding terbalik, sehingga kurva

pada crossplot akan dianggap sensitif apabila

polanya semakin besar porositas maka

semakin kecil p-impedan, begitu pula

sebaliknya.

Analisis sensitifitas dilakukan pada ketiga

sumur (BSP-01, BSP-02, dan BSP-03) serta

gabungan ketiga sumur. Setelah diteliti, maka

didapatkan kesimpulan bahwa hanya pada

sumur BSP-01 dan BSP-03 kurva menunjukkan

sensitivitasnya, sedangkan pada sumur BSP-02

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage

15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

417

dan gabungan ketiga sumur, hasilnya tidak

sensitif. Kedua metode yang sensitif kemudian

dicari persamaan garisnya untuk mengetahui

rumusan menghitung porositas total dari data

seismik. pada sumur BSP-01 didapat y = -

5,70285e-005x + 0,710831 (Gambar 9a) dan

pada sumur BSP-03 didapat y = -4,3086e-005x

+ 0,597846 (Gambar 3) dengan y adalah

porositas total dan x adalah p-impedan.

V. DISKUSI

Lingkungan Pengendapan

Dengan menggunakan batas parasekuen yang

telah ada, analisis fasies log serta analisis

elektrofasies, didapatkan lingkungan

pengendapan pada lokasi penelitian adalah

lingkungan fluvial yang semakin keatas

mengalami pendalaman dan menjadi

lingkungan fluvio-deltaic. Kehadiran batubara

pada bagian tengah log merupakan penanda

batas perubahan lingkungan.

Pada bagian bawah lingkungan pengendapan

berada di sungai teranyam, pada batas

parasekuen 3 terjadi perubahan menjadi

sungai berkelok, kemudian pada batas

parasekuen 5 kembali berubah menjadi

daerah dataran banjir dan yang terakhir pada

batas parasekuen 8 kembali berubah menjadi

lingkungan yang sudah dekat dengan delta

ditunjukkan dengan pola pengendapan yang

sedikit mengkasar keatas. Pembagian batas

parasekuen, litologi serta lingkungan

pengendapan dapat dilihat pada Gambar 4.

Peta Struktur Waktu

Pembentukan peta struktur waktu dilakukan

setelah kelima penanda ditarik pada lintasan

seismik dan telah diberikan unsur tektonik

berupa sesar pada daerah penelitian. Kelima

peta struktur waktu dapat dilihat pada

Gambar 5a – 9a.

Berdasarkan tampilan peta struktur waktu

kelima penanda, terlihat bahwa pada penanda

batupasir A yang merupakan batas parasekuen

1 hingga penanda batupasir C yang merupakan

batas parasekuen 5 memiliki pola kontur yang

serupa dan sedikit terlihat bentukan sistem

fluvialnya, sedangkan pada penanda batupasir

D yang merupakan batas parasekuen 8 dan

penanda batupasir E yang merupakan batas

parasekuen 9 bentukan pola konturnya sudah

mulai berubah dan berbeda dengan ketiga

penanda sebelumnya.

Hal ini memperkuat interpretasi lingkungan

pengendapan yang berbeda antara kedua

penanda yang diatas dengan ketiga penanda

yang berada dibawahnya. Selain dengan bukti

tersebut, pada tampilan slice seismik dari zona

antara batas parasekuen 3 dan batas

parasekuen 5 juga terdapat beberapa

bentukan aliran sungai berkelok yang lebih

memperkuat interpretasi yang telah ada.

Peta Porositas

Hasil dari analisis sensitifitas kedua sumur

yang sensitif dibandingkan dan terpilih sumur

BSP-03 dikarenakan kelimpahan titik-titik yang

merepresentasikan nilai GR yang rendah pada

lingkaran biru yang berupa zona porositas

tinggi dan nilai impedansi rendah. Sedangkan

sumur BSP-01 tidak terpilih dikarenakan titik-

titik yang melimpah pada zona biru adalah titik

yang memiliki nilai GR yang tinggi yang

diinterpretasikan sebagai serpih.

Nilai impedansi berbanding terbalik dengan

nilai porositas, sehingga daerah yang awalnya

memiliki nilai impedansi tinggi merupakan

daerah yang memiliki nilai porositas total yang

rendah, begitu pula sebaliknya.

Pada hasil perhitungan porositas dengan

menggunakan model impedan Linear

Programming Sparse Spike yang yang telah

dibentuk menjadi peta pada penanda yang

ditarik pada lintasan seismik, didapatkan

persebaran porositas total antara 5% hingga

55% yang cukup merata dibeberapa tempat

pada seismik. Walaupun rentang porositas

total cukup beragam, namun lapisan-lapisan

yang awalnya diinterpretasikan sebagai

batupasir pada model ini memiliki nilai

porositas total antara 20% hingga 40%,

sehingga diyakini bahwa metode ini

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage

15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

418

merupakan metode yang paling baik untuk

digunakan pada daerah penelitian.

Peta Prospek Reservoar

Penentuan prospek reservoar dilakukan

dengan penampalan peta struktur waktu

dengan peta persebaran porositas total.

Sedangkan penentuan zona prospek reservoar

menggunakan acuan bentukan kontur yang

menutup dan memiliki nilai porositas yang

cukup tinggi. Pada penelitian ini, unsur

jebakan stratigrafi tidak dimasukkan

dikarenakan keterbatasan data dan waktu

pengolahan.

Penanda Batas Parasekuen 1 (Batupasir A)

memiliki tujuh zona prospek (Gambar 5b),

Batas Parasekeun 3 (Batupasir B) hanya

memiliki dua zona prospek, namun dengan

zona yang luas (Gambar 6b). Terdapat tiga

zona prospek pada Batas Parasekuen 5

(Batupasir C) (Gambar 7b). Pada Batas

Parasekuen 8 (Batupasir D) terdapat 3 zona

prospek (Gambar 8b). Terakhir pada Batas

Parasekuen 9 (Batupasir E) terdapat 4 zona

prospek (Gambar 9b).

VI. KESIMPULAN

1. Lingkungan pengendapan Formasi Talang

Akar berdasarkan analisis elektrofasies

secara vertikal berubah dari sungai

teranyam menjadi sungai berkelok dan

terakhir menjadi daerah fluvio-deltaic.

2. Model Linear Programming Sparse Spike

cukup baik untuk digunakan pada daerah

penelitian dikarenakan memiliki rentang

nilai porositas total yang merata, yaitu

antara 5% hingga 45% dengan dominasi

porositas total pada angka 20% hingga 40%.

3. Berdasarkan penampalan model peta

struktur waktu dan peta porositas total,

maka didapatkan tujuh zona prospek pada

batupasir A, dua zona prospek pada

batupasir B, tiga zona prospek pada

batupasir C, tiga zona prospek pada

batupasir D dan empat zona prospek pada

batupasir E.

VII. UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih disampaikan kepada Dept.

Eksplorasi PPPTMGB LEMIGAS yang telah

membantu dalam proses penyediaan dan

penggunaan data, serta diskusi yang diberikan.

DAFTAR PUSTAKA Bishop, M.G., 2001. South sumatra basin province, indonesia: the lahat/talang akar-cenozoic total

petroleum system, U.S. Department of the Interior, U.S. Geological Survey.

De Coster, G.L., 1974. The geology of the central and south sumatra basins, Proceedings Indonesian

Petroleum Association (IPA) 3rd Annual Convention, P. 77-110.

Ginger, D., Fielding, K., 2005. The petroleum systems and future potential of the south sumatra basin,

proceeding 30th annual convetion and exhibition, Indonesian Petroleum Association, August 2005 p.

67-89.

PERTAMINA BPPKA, 1996. Petroleum geology of indonesian basin: principles, methods and

application, volume X, south sumatra basins, Jakarta, Indonesia.

Robertson Research International Limited, 1983. Petroleum geochemistry of indonesian basins,

Robertson Research International Limited, UK.

Serra, O., 1989. Sedimentary environments from wireline logs, Schlumberger, Prancis.

Veeken, P.C.H., 2007. Seismic stratigraphy, basin analysis and reservoir characterisation, handbook of

geophysical exploration, seismic exploration, Volume 37, Elsevier B.V., Belanda.

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage

15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

419

Wagoner, J.C.V., Mitchum, R.M., Campion, K.M., Rahmanian V.D., 1990. Silisiclatic sequence

stratigraphy in well logs, cores, and outcrops: concepts for high-resolution correlation of time and

facies, AAPG Methods in Exploration Series No. 7, Tulsa, Oklahoma.

GAMBAR

Gambar 1. (a) Peta daerah penelitian (daerah penelitian merupakan daerah yang berada pada kotak merah). (b) Kolom stratigrafi regional Cekungan Sumatra Selatan (Modifikasi Robertson Research

International Ltd., 1983).

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage

15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

420

Gam

bar

3.H

asil

cro

ssp

lot

P-I

mp

edan

vs

NP

HI s

erta

per

sam

aan

yan

g d

idap

at (

kiri

) su

mu

r B

SP-0

1 (

kan

an)

sum

ur

BSP

-03

. Lin

gkar

an b

iru

mer

up

akan

zo

na

den

gan

nila

i po

rosi

tas

yan

g ti

ngg

i dan

nila

i im

ped

ansi

ren

dah

, se

dan

gkan

lin

gkar

an m

erah

mer

up

akan

zo

na

den

gan

nila

i po

rosi

tas

yan

g re

nd

ah d

an n

ilai

imp

edan

si y

ang

tin

ggi.

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage

15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

421

Gam

bar

2. T

amp

ilan

has

il in

vers

i pad

a in

line

51

40

dan

mel

alu

i su

mu

r B

SP-0

2 d

enga

n m

eto

de

linea

r p

rog

ram

min

g s

pa

rse

spik

e.

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage

15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

422

Gam

bar

4. P

emb

agia

n li

ngk

un

gan

pen

gen

dap

an p

ada

sum

urB

SP-0

1, B

SP-0

2 d

an B

SP-0

3.

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage

15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

423

Gambar 5. (a) peta struktur waktu batas parasekuen 1 (b) peta prospek batas parasekuen 1.

Gambar 6. (a) peta struktur waktu batas parasekuen 3 (b) peta prospek batas parasekuen 3.

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage

15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

424

Gambar 7. (a) peta struktur waktu batas parasekuen 5 (b) peta prospek batas parasekuen 5.

Gambar 8. (a) peta struktur waktu batas parasekuen 8 (b) peta prospek batas parasekuen 8.

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage

15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

425

Gambar 9. (a) peta struktur waktu batas parasekuen 9 (b) peta prospek batas parasekuen 9.