Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
Transcript of Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
-
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
1/43
PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
Secara sistimatis pembangunan perkebunan kelapa sawit terbagi dalam tiga tahap utama,
yakni 1)Tahap Investigasi Lahan dan Persiapan, 2)Tahap Pembangunan dan Konstruksi serta
3) Tahap Operasi dan Pemeliharaan.
Tahap Investigasi Lahan dan Persiapan
Pengkajian secara tahap demi tahap atas semua faktor yang terlibat dalam Investigasi Lahan
dan Persiapan pembangunan perkebunan kelapa sawit perlu didalami dengan seksama
sebelum membuat keputusan membangun perkebunan kelapa sawit, antara lain :
1. Lokasi dan Kesesuaian Lahan
2. Aspek Sosial
3. Pemilihan Benih
4. Asumsi dan Proyeksi
5. Manajemen Proyek
http://3.bp.blogspot.com/-JKmPm84jch4/TZ8ATj2kUCI/AAAAAAAAAJI/xsbj7Wri6wU/s1600/Stage+Project.png -
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
2/43
1. Lokasi dan Kesesuaian Lahan
Survey Pendahuluan
Sebelum pelaksanaan pembukaan areal dimulai, dilaksanakan studi kelayakan terlebih
dahulu. Studi kelayakan ini harus dilakukan melalui survey pendahuluan untuk memeriksa
atau melakukan investigasi atas lahan calon perkebunan yang akan dibangun. Pemeriksaan
hanya dilakukan sebatas luas yang tercantum pada ijin lokasi dengan kajian tentang kawasan
(hutan atau non hutan), aksesibilitas, status dan tata guna kawasan, kesesuaian lahan ( a.l.
agroklimat, kelerengan, kelas tanah,dll), kondisi sosial ekonomi wilayah dan dukungan
masyarakat sekitar calon perkebunan. Bila hasil kajian menyatakan bahwa lahan yang
diperiksa itu ternyata tidak layak, maka proyek sebaiknyatidak dilanjutkan. Namun apabila
hasil kajian menyatakan lahan tersebut layak, maka proses dapat dilanjutkan.
Studi Kawasan
Investor perlu memahami kawasan yang ditetapkan berdasarkan TGHK dan RTRWP. TGHK
(Tata Guna Hutan Kesepakatan) adalah pembagian hutan negara menurut fungsinya yaitu
hutan lindung, hutan konservasi, hutan produksi, serta hutan produksi yang dapat dikonversi.
TGHK ditetapkan sejak tahun 1983 oleh Departemen Kehutanan yang disepakati oleh
Pemerintah Daerah serta sektor lainnya. RTRWP (Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi)
adalah pembagian tata ruang wilayah propinsi sebagai penjabaran dari Undang Undang Tata
Ruang Tahun 1992. Dalam RTRWP dikenal pembagian ruang sebagai hutan lindung,
kawasan budidaya kehutanan dan kawasan budidaya nonkehutanan. Dalam implementasinya,
sejak tahun 1993, antara TGHK dan RTRWP dipaduserasikan. Salah satu propinsi yang
hingga kini belum paduserasi adalah Kalimantan Tengah. Di propinsi ini, masih 100 %
diberlakukan TGHK, sehingga ijin lokasi yang diterbitkan oleh Bupati setempat sering masih
tumpang tindih dengan kawasan hutan menurut ketetapan TGHK.
Oleh karenanya, langkah awal yang penting dilakukan dalam memilih/mengambil alih lahan
adalah pemeriksaan Kawasan. Di Indonesia terdapat dua kawasan dengan Penggunaan yang
berbeda, yakni Kawasan Hutan dan Kawasan Non Hutan atau dikenal oleh kalangan
perkebunan sebagai Area Penggunaan Lain (APL). Pada Kawasan Hutan yang ditetapkan
-
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
3/43
berdasarkan TGHK maupun RTRWP, hanya Hutan Konversi yang masih memungkinkan
untuk di alih fungsikan menjadi APL apabila memperoleh persetujuan pelepasan kawasan
hutan dari Menteri Kehutanan, namun dengan prosedur yang tidak mudah dan dapat ditolak
oleh Menteri Kehutanan dengan pertimbangan tertentu. Sedangkan APL dapat digunakan
untuk pengembangan perkebunan dengan cukup mengajukan permohonan Ijin Lokasi kepada
Bupati setempat. Oleh karenanya, dalam perencanaan pembangunan perkebunan sebaiknya
tidak memilih lokasi yang masuk di dalam Kawasan Hutan dan untuk memastikannya, perlu
dilakukan Cross Check melalui Badan Pemetaan dan Planologi Nasional yang berada di
Bogor.
Hutan Lindung
Hutan Konservasi
Kawasan
Hutan
Taman Hutan Raya
Hutan Produksi
Tata Ruang Indonesia Hutan Konversi
Kawasan
Non Hutan
Area Penggunaan Lain
(APL)
Studi Bio-physical
Pengkajian berikut adalah menyangkut tentang Pelestarian Lingkungan Hidup dan tentang
persyaratan tumbuh untuk produktifitas tanaman kelapa sawit. Letak ketinggian lahan, data
agroklimat, kemiringan lahan, gambut dalam dan jenis tanah sangat perlu diperhatikan untuk
memastikan bahwa lahan yang akan dipilih adalah sesuai baik dari tinjauan aspek
Lingkungan Hidup maupun dari aspek persyaratan tumbuh untuk produktifitas. Studi awal
untuk memperoleh informasi tentang kondisi diatas dapat dilakukan melalui intepretasi citra
satelit dan lain lain, namun sangat disarankan untuk melaksanakan survey lapangan dengan
menunjuk konsultan yang sudah berpengalaman.
-
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
4/43
Tanah
Kriteria kesesuaian Tanah untuk produktifitas tanaman kelapa sawit di klasifikasikan dalam
empat kelas dari Sangat Sesuai (S1), Sesuai dengan faktor pembatas minor(S2), Bisa Sesuai
dengan banyak faktor pembatas (S3) dan Tidak Sesuai (N), seperti dipaparkan pada tabel
berikut ini :
Kondisi Tanah S1 S2 S3 N
Kedalaman
Tanah (cm)
> 90 60 - 90 30 - 60 < 30
Kemiiringan 0 12 12 16 16 24 > 24
Tekstur Sandy Clay Loam Loam, Sandy loam Sandy loam Sand
Struktur Strongly
Developed
Moderate.Developed Buruk Sangat Buruk
http://1.bp.blogspot.com/-dJy8kiOST_o/TaEJe9EdBLI/AAAAAAAAAJ8/Oax0SyrHUUU/s1600/Rencana+Kebun.png -
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
5/43
Konsistensi Gembur Agak Gembur Padat Sangat Padat
pH >4 3,5 - 4 3 3,5 < 3
Permeabilitas Tidak Tergenang Tergenang karena
sumbat
Tergenang
musiman
Tergenang
permanen
Fragmen
Batuan
Tidak ada Tidak ada s/d 25 % laterit >25 % laterit
Status Hara Subur Cukup Subur Kurang Subur Tidak Subur
Sumber : Malaysian Society of Soil Science 1977, diolah
Iklim
Salah satu parameter yang sering digunakan mewakili kondisi iklim adalah water deficit.
Water deficitmerupakan interaksi kompleks dari elevasi, bulan kering, curah hujan dan
penyinaran matahari. Diketahui bahwa dampak signifikan dari besarnya water deficit
per tahun sangat tidaksuitable untuk kelapa sawit sebab akan menyebabkan turunnya
produktifitas hingga 54 65 % dan oleh sebab itu, area seperti ini menjadi tidak ekonomis
buat perkebunan kelapa sawit. Area tanpa adanya water deficit merupakan area yang ideal
untuk kelapa sawit., namun water deficit kurang dari 200 mm masih baik untuk kelapa
sawit. Water deficit antara 200 300 m menjadi faktor pembatas ringan untuk kelapa
sawit, sedangkan area dengan water deficit antara 300 500 mm menjadi area marginal
landperkebunan kelapa sawit ( Caliman & Southworth, 1998 ).
Berikut ini adalah peta perwilayahan (Zona) agroklimat di Indonesia dalam hubungannya
dengan perkebunan kelapa sawit.
-
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
6/43
ZONA KARAKTERISTIK DISTRIBUSI DAMPAK
1 Curah Hujan 1750 3000 mm ;
1 bulan kering; lama penyinaran
matahari 6 jam per hari
Sumatera Utara bagian
timur, Aceh bagian timur,
Bagian utara dan selatan
Kepala Burung Papua,
Pantai utara Papua dan
sebagian di selatan Papua
Water Deficit sekitar
200 mm per tahun;
Sangat Sesuai untuk
Kelapa Sawit
2 Curah Hujan 1750 3000 mm ;
1 2 bulan kering; lama
penyinaran matahari 6 jam per
hari
Hampir seluruh wilayah
Riau, Jambi bagian
timur,Sumatera Selatan,
Pulau Aru, sebagian kecil
di selatan Papua.
Water Deficit rendah
namun radiasi
matahari sangat kuat,
sehingga produksi
dapat turun di musim
kemarau.
http://2.bp.blogspot.com/-E88-SxXGbNk/TZ3taU408VI/AAAAAAAAAJA/enGm_2hCH6U/s1600/Zona+Iklim+Indo.png -
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
7/43
3 Curah Hujan > 3000 mm ;
1 2 bulan kering; lama
penyinaran matahari 5 5,5 jam
per hari
Aceh bagian Barat,
Sumatera Utara bagian
Barat, Pulau Nias,
Sumatera Barat bagianutara.
Water Deficit rendah
namun radiasi
matahari sangat kuat,
sehingga produksidapat turun di musim
kemarau.
4 Curah Hujan 2500 - 3000 mm ;
1 2 bulan kering; lama
penyinaran matahari 6 jam per
hari
Kalimantan Barat dan
Papua bagian Barat
Water Deficit kurang
dari 200 mm per
tahun; Sesuai untuk
Kelapa Sawit
5 Curah Hujan > 3000 mm ;
1 2 bulan kering; lama
penyinaran matahari 6 jam per
hari
Sumatera Barat bagian
selatan dan bagian utara
Bengkulu
Water Deficit rendah
namun radiasi
matahari sangat kuat,
sehingga produksi
dapat turun di musim
kemarau.
6 Curah Hujan 1450 1750 mm ;
1 2 bulan kering; lama
penyinaran matahari 5 5,5 jam
per hari
Sebagian kecil di utara
Kalimantan Timur,
Sulawesi Tengah (kecuali
Palu dan sekitarnya) danbagian utara Maluku
Water Deficit 200
300 mm radiasi
matahari lemah,
sehingga produksirendah.
7 Curah Hujan 1450 1750 mm ;
1 3 bulan kering; lama
penyinaran matahari 6 jam per
hari
Sumatera Selatan bagian
selatan, Bangka
Belitung,Lampung bagian
timur, sebagian kecil
Kalimantan Tengah,
Water Deficit 300
400 mm, kontribusinya
menyebabkan produksi
sawit rendah.
-
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
8/43
Hampir seluruh Sulawesi
Selatan dan perbatasan
Papua dengan Papua
Nugini bagian selatan
8 Curah Hujan 1750 3000 mm ;
3 4 bulan kering; lama
penyinaran matahari 5,5 6 jam
per hari
Lampung bagian barat dan
sebagian kecil Jawa Barat
Water Deficit 200
300 mm, sehingga
produksi rendah
selama musim
kemarau
9 Curah Hujan 1250 1450mm ;
3 4 bulan kering; lama
penyinaran matahari 5,5 6 jam
per hari
Palu dan sekitarnya,
hampir seluruh Sulawesi
Tenggara, Maluku Tengah
dan Maluku Selatan
Water Deficit 300
400mm, menyebabkan
produksi sawit rendah.
10 Curah Hujan 1250 1450mm ;
> 4 bulan kering; lama
penyinaran matahari 6 jam per
hari
Bagian timur Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur,
Bali, bagian selatan
Sulawesi Selatan dan
bagian selatan Sulawesi
Tenggara.
Tidak Sesuai untuk
Kelapa Sawit
11 Curah Hujan < 1250 mm ;
> 4 bulan kering; lama
penyinaran matahari 6 jam per
hari
Sebagian Nusa Tenggara
Barat dan seluruh Nusa
Tenggara Timur
Sangat tidak
direkomendasikan
untuk Kelapa Sawit.
-
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
9/43
Sebagai pegangan, disimpulkan bahwa Iklim yang sesuai untuk produktifitas tanaman kelapa
sawit adalah sebagai berikut :
- Iklim tropikal basah di daerah rendah(< 500 m dpl)
- Curah hujan 1750 - 3000 mm per tahun dan terdistribusi sepanjang tahun.
- Rata rata temperature minimum 20 - 23 oC dan Rata rata temperature maksimum 28o
32oC. Bila dimalam hari temperatur udara turun hingga dibawah 19o C, pembentukan
Tandan Buah akan terganggu yang pada akhirnya mempengaruhi Yield.
Pertumbuhan Bibit muda akan berhenti pada temperatur udara dibawah 15 o C.
- Penyinaran matahari rata rata 5 jam per hari setiap bulan dalam setahun dan sebanyak
banyaknya 7 jam per hari di bulan bulan tertentu .
Suvey Detil dan Tata Ruang Kebun
Perencanaan luas kebun yang akan dibangun serta tata ruangnya. Luas satu kebun biasanya
disesuaikan dengan kapasitas pabrik yang akan dibangun. Satu unit pabrik yang berkapasitas
30 ton TBS/jam disuplai oleh tanaman yang luasnya 6.000 ha, sedangkan yang berkapasitas
60 ton TBS/jam membutuhkan areal seluas 11.000 ha-12.000 ha. Satu kebun dibagi dalam
beberapa afdeling yang luasnya 600-800 ha/afdeling tergantung kondisi areal dan tiap
afdeling terdiri dari blok tanaman yang luasnya 16-40 ha/blok tergantung kondisi areal. Blok
ini sangat penting sebagai satuan luas administrasi dan semua pekerjaan akan diperhitungkan
dalam satuan blok. Untuk areal yang rata atau berombak mudah membagi blok tersebut,
tetapi untuk kondisi bergelombang atau berbukit akan memiliki blok yang lebih kecil dan
tidak jarang sebagai batas blok dipakai batas alam seperti sungai, jalan dan lain-lain.
Jadwal atau perencanaan juga harus sudah dibuat, karena banyak pekerjaan atau hal-hal
tertentu yang harus dilaksanakan atau dipesan beberapa bulan sebelumnya, misalnya
pemesanan kecambah dilakukan 3-6 bulan sebelum pembibitan dimulai dan pembibitan
dimulai 1 tahun sebelum penanaman di lapangan. Demikian pula pemesanan alat-alat berat,
instalasi penyiraman, pencarian tenaga kerja, penyelesaian ganti rugi, menghubungi calon
pemborong dan lain-lain.
Tata Guna Lahan
-
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
10/43
Kajian atas lahan dengan melaksanakan survey detil guna memperlajari tata guna lahan yang
ada di lokasi yang dipilih. Kondisi tata guna lahan ini akan mempengaruhi besarnya luas
efektif lahan, ketika ternyata dilokasi tersebut banyak terdapat pemukiman penduduk dan
perlanian masyarakat yang tidak mungkin digunakan untuk pengembangan perkebunan
kelapa sawit.
Survey Detil ini dilakukan terutama untuk menekan seminimal mungkin dampak negatif dari
pembukaan kawasan untuk perkebunan dalam skala besar terhadap kepentingan masyarakat
lokal, erosi tanah, kesuburan tanah dan biodiversity; melalui upaya upaya menjaga
kelestarian alam dan fungsi sosial atas tata ruang alam semula yang sudah terbentuk
sebelumnya. Konsep ini selaras dengan standar pengelolaan Pembangunan Perkebunan
Kelapa Sawit Berkelanjutan yang kini telah menjadi perhatian masyarakat dunia.
Ide dasar konsep Survey Detil ini adalah melakukan prosedur pengkajian dua Zona utama :
(1) Zona Fungsional
Fokus pada pengkajian tata guna lahan masyarakat yang sudah ada, keterjalan bukit (slope
gradient) atau kedalaman rawa gambut, dan kemungkinan adanya gangguan atas flora and
fauna yang harus dilindungi.
(2) Zona Spesifik
Zona yang meliputi wilayah produksi netto untuk ditata secara spesifik pengelolaan kebun
menjadi blok blok homogen yang teratur.
-
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
11/43
Desain Kebun
Maksud perencanaan/desain kebun adalah untuk merencanakan tata ruang alam kebun dan
afdeling yang terbagi atas: jaringan jalan, areal pembibitan, saluran air serta lokasi afdeling
dan blok.
a. Jaringan Jalan
http://3.bp.blogspot.com/-qxw271rfukI/TZ3uwcCb74I/AAAAAAAAAJE/p_8gVuQDedk/s1600/Survey+Detil.png -
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
12/43
-
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
13/43
Luas afdeling dan blok disesuaikan dengan keadaan topografi lahan dan efisiensi pengelolaan
areal yang dikaitkan dengan kemudahan perawatan tanaman dan kegiatan panen. Luas areal
satu afdeling yang ideal berkisar 750 ha dan luas satu blok adalah 25 ha (500 m x 500 m)
untuk topografi datar, sedangkan luas blok untuk daerah dengan topografi bergelombang atau
berbukit adalah 16 ha (400 m x 400 m). Luas satu blok tersebut juga dikaitkan terhadap
kepentingan penetapan kesatuan contoh daun (KCD).
2. Aspek Sosial
Pada dasarnya, penguasaan lahan menurut hukum negara maupun adat, memiliki banyak
kesamaan, karena pada hakekatnya disusun atas nilai-nilai sosial dan kesejahteraan bersama
di dalamnya. Sehingga penggunaan tanah yang mampu memberi nilai ekonomi lebih,
misalnya dengan membangun perkebunan besar, dapat diterima asalkan misalnya dilakukan
di atas prinsip keadilan. Jika berdasarkan akal sehat, tidak mungkin suatu masyarakat hukum
adat mempertahankan isi dan pelaksanaan hak ulayatnya secara mutlak, seakan-akan ia
terlepas dari pada hubungannya dengan masyarakat masyarakat hukum dan daerah-daerah
lainnya didalam lingkungan Negara sebagai kesatuan. Karena akan berakibat terhambatnya
usaha-usaha untuk mencapai kemakmuran rakyat seluruhnya.
Pada umumnya orang hanya memahami bahwa HGU berlaku untuk tanah negara,
sebagaimana Pasal 28 ayat 1 UUPA dan Pasal 4 PP No. 40/1996 Tentang Hak Guna Usaha,
Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah. Namun Pasal 4 ayat 2 Permenag No.
5/1999 menyatakan bahwa: Pelepasan tanah ulayat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf
b untuk keperluan pertanian dan keperluan lain yang memerlukan Hak Guna Usaha atau Hak
Pakai, dapat dilakukan oleh masyarakat hukum adat dengan penyerahan penggunaan tanah
untuk jangka waktu tertentu, sehingga sesudah jangka waktu itu habis, atau sesudah tanah
tersebut tidak dipergunakan lagi atau ditelantarkan sehingga Hak Guna Usaha atau Hak Pakai
yang bersangkutan hapus, maka penggunaan selanjutnya harus dilakukan berdasarkan
persetujuan baru dari masyarakat hukum adat yang bersangkutan sepanjang hak ulayat
masyarakat hukum adat itu masih ada sesuai ketentuan Pasal 2.
Harus dipahami bahwa di Indonesia secara garis besar hanya dikenal ada dua jenis Hak atas
Tanah, yaitu Hak Milik sebagai bentuk dari penguasaan tetap atas tanah dan Hak Pakai
-
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
14/43
dimana penguasaan atas tanah bersifat sementara atau tidak permanen. Hak Pakai dibagi
menurut penggunaannya, yang antara lain Hak Guna Bangunan untuk properti, Hak Guna
Usaha untuk perkebunan dan Hak Pakai untuk kepentingan lain lain.
Bagi perkebunan, Hak Guna Usaha baik diatas tanah negara maupun diatas tanah adat
pada hakekatnya adalah sama, yakni hak penguasaan tanah yang bersifat sementara atau tidak
permanen menurut kurun waktu tertentu. Ketika jangka waktu itu habis, atau sesudah tanah
tersebut tidak dipergunakan lagi, maka tanah tersebut harus dikembalikan kepada pemiliknya
yang sah, yaitu kepada negara bila diatas tanah negara atau kepada masyarakat adat bila
diatas tanah adat atau pemilik perorangan. Bila penggunaannya akan dilanjutkan, maka harus
dilakukan berdasarkan ijin perpanjangan dari negara atau persetujuan baru dari masyarakat
hukum adat yang bersangkutan sepanjang hak ulayat masyarakat hukum adat itu masih
menghendaki.
Konflik sosial yang sering terjadi adalah akibat tidak adanya pemahaman tentang HGU, baik
dari pihak investor maupun masyarakat. Pada dasarnya dalam HGU tidak pernah terjadi
pengalihan Hak kepemilikan atas tanah, yang ada hanyalah Hak Pakai selama kurun waktu
yang di sepakati, yaitu selama usia HGU itu berlaku. Tanpa penjelasan melalui proses
sosialisasi, masyarakat menjadi tidak paham dan akan merasa kehilangan. Kompensasi yang
diberikan pada hakekatnya bukan GANTI RUGI, akan tetapi semacam BIAYA PINJAM
PAKAI dimana pemilik lahan juga akan menerima bagian kebun sesuai proporsi luas
lahannya dalam konteks Program Inti Plasma.
http://1.bp.blogspot.com/-KqL1JLQ9Sxc/TZ_5zUYUmyI/AAAAAAAAAJ4/NNRdSIEOgYo/s1600/Oil+palm+cycles.png -
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
15/43
Dalam hal ini lahan plasma melalui wadah koperasi akan dibuatkan sertifikat HGU atas nama
Koperasinya dan bukan sertifikat Hak Milik. Dengan demikian, ketika Ketika jangka waktu
HGU itu habis, atau sesudah tanah tersebut tidak dipergunakan lagi, maka tanah tersebut akan
mudah untuk dikembalikan kepada pemiliknya atau ahli warisnya yang sah.
Melalui pola seperti ini, potensi konflik sosial akan menjadi sangat kecil, namun terlepas dari
semua itu, pemilihan lokasi sebaiknya diarahkan pada area dimana perkampungan tidak
banyak dan pemanfaatan air untuk kebutuhan sehari hari tidak besar dan pemanfaatan lahan
untuk perladangan atau pertanian masyarakat juga tidak luas. Dari pengalaman, dapat
dikatakan bahwa, luas efektif yang dapat diperoleh untuk pembangunan perkebunan berkisar
60 % hingga 70 % dari luas ijin lokasi yang diberikan oleh Bupati. Adapun faktor pengurang
yang utama dapat dilihat pada contoh berikut ini :
Inti Plasma
http://2.bp.blogspot.com/-vG7Ne8mXrZI/TZ8I_noC_OI/AAAAAAAAAJY/1yp8BmmYbds/s1600/Luas+Efektif.png -
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
16/43
Pola pengembangan yang diterapkan/dikembangkan oleh Perusahaan harus mengikuti pola
pengembangan berdasarkan Pola Kemitraan sebagaimana yang diatur dalam Peraturan
Menteri Pertanian Nomor : 26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha
Perkebunan dimana Perusahaan perkebunan yang memiliki IUP atau IUP-
B akan membangun kebun untuk masyarakat sekitar paling rendah seluas 20% (dua puluh per
seratus) dari total luas areal kebun yang diusahakan oleh Perusahaan, artinya adalah jika
Perusahaan membangun kebun milik Perusahaan (Inti)
Komposisi Inti dan Plasma merupakan sebuah hasil kesepakatan awal antara Pihak Inti dan
Masyarakat yang harus dituangkan dalam sebuah perjanjian ikatan kemitraan. Komposisi
tersebut bervariasi dari 50 : 50 hingga 70 : 30 , dimana pihak inti menguasai 70 % dan pihak
Plasma 30 %.
Adapun lingkup hunbungan kemitraan meliputi :
1. Penyediaan Lahan
http://3.bp.blogspot.com/-AsLHUues-ww/TaEpydFM29I/AAAAAAAAAKw/au-vmeoin9o/s1600/Komposisi+Kemitraan.png -
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
17/43
Lahan yang dimaksud harus memenuhi kriteria KESESUAIAN LAHAN ( Suitable) dari
aspek teknis, TERJAMIN dari aspek Legal dan KONDUSIF secara Sosial.
2. Pembangunan Perkebunan
Inti bertanggung Jawab membangun Kebun sesuai kriteria pada standar aplikasi agronomis
yang baik, menjadi penjamin pasar hasil produksi kebun plasma dengan menyediakan pabrik
pengolahan TBS, memberikan kesempatan pertama pada anggota plasma untuk menjadi
tenaga kerja perkebunan dll.
3. Pembiayaan
Inti bertanggung jawab mengupayakan sumber dana perbankan untuk plasma dan bertindak
selaku Avalist serta proses pengembalian hutang petani plasma.
Sosialisasi Kegiatan Proyek
Perubahan Persepsi Masyarakat
Idealnya sosialisasi dimaknai sebagai proses diseminasi dan pembelajaran tentang norma-
norma yang berlaku sehingga dapat berperan dan diakui oleh kelompok masyarakat yang
menjadi sasaran program/proyek. Pada tingkat implementasi program/proyek, sosialisasi pada
dasarnya merupakan upaya penyebarluasan informasi (program, kebijakan, peraturan) dari
http://1.bp.blogspot.com/-W5sY-C45YFw/TaEtLL2vEKI/AAAAAAAAAK0/D1N2K3yRyPI/s1600/Kemitraan.png -
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
18/43
satu pihak (pemrakarsa program, kebijakan, peraturan) kepada pihak-pihak lain (aparat,
masyarakat yang terkena program, dan masyarakat umum). Isi informasi yang disebarluaskan
harus menyeluruh sesuai dengan tujuan program, seperti : Informasi dan materi yang
disosialisaikan meliputi : kebijakan operasional program/rencana usaha pada seluruh tahapan
kegiatan baik pada tahap pra-operasi, operasi, panduan dan standar kinerja yang digunakan,
hasil kegiatan, lessons learneddari pengalaman baik(best practices) proyek yang
sama untung ruginya ada proyek, dampak positip dan negatip proyek, program CD atau CSR
yang dirancang untuk masyarakat, pola kemitraan, system rekruitmen tenaga kerja, hak dan
kewajiban perusahaan dan masyarakat, kebijakan exit strategy dan rencana pasca operasi.
Perijinan
Pengelolaan Usaha Budidaya Perkebunan
Kebijakan teknis terbaru yang terkait dengan perizinan usaha perkebunan telah diatur secara
operasional oleh Menteri Pertanian melalui Permentan No.26/Permentan/OT.140/2/2007
tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. Di dalam permentan tersebut, yaitu Pasal 5
dan Pasal 6, menginformasikan bahwa untuk usaha budidaya tanaman perkebunan dengan
luasan lahan lebih dari 25 hektarWAJIB memiliki Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya
(IUP-B), sedangkan untuk luasan lahan kurang dari 25 hektar cukup didaftarkan dengan bukti
Surat Tanda Daftar Usaha Budidaya Perkebunan (STD-B) dari Bupati/Walikota.Terkait
dengan pola usaha perkebunan, Pasal 22 UU No.18/2004 menyebutkan bahwa Perusahaan
perkebunan melakukan kemitraanyang saling menguntungkan, saling menghargai, saling
bertanggungjawab, saling memperkuat dan saling ketergantungan dengan pekebun, karyawan
dan masyarakat sekitar. Adapun Pola kemitraan usaha perkebunan dapat berupa kerjasama
penyediaan sarana produksi, kerjasama produksi, pengolahan dan pemasaran, transportasi,
kerjasama operasional, kepemilikan saham dan jasa pendukung lainnya.
Adapun berdasarkan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 11 Permentan No.
No.26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, dinyatakan
bahwa Perusahaan yang memiliki IUP-B wajib membangun kebun untuk masyarakat sekitar
paling rendah seluas 20% (dua puluh persen) dari total luas areal perkebunan yang
diusahakan oleh perusahaan. Pembangunan kebun masyarakat untuk masyarakat tersebut
-
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
19/43
dapat dilakukan antara lain melalui pola kredit, hibah atau bagi hasil yang dilakukan
bersamaan dengan pembangunan kebun yang diusahakan oleh perusahaan.
UU No.18/2004 memuat ketentuan bahwa usaha industri pengolahan hasil perkebunan adalah
kegiatan penanganan dan pemrosesan yang dilakukan terhadap hasil tanaman perkebunan
yang ditujukan untuk mencapai nilai tambah yang lebih tinggi. Pencapaian nilai tambah
tersebut dapat dilakukan di dalam atau di luar kawasan pengembangan perkebunan dan
dilakukan secara terpadu dengan usaha budidaya tanaman perkebunan, sebagaimana
dimaksud di dalam Pasal 27 ayat (3).
Disamping itu, usaha industri pengolahan hasil perkebunan harus dapat menjamin
ketersediaan bahan bakunya dengan mengusahakan budidaya tanaman perkebunan sendiri,
melakukan kemitraan dengan pekebun, perusahaan perkebunan dan atau bahan baku dari
sumber lainnya, sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 17 UU No.18/2004 dimaksud.
Guna menegaskan keterjaminan pasokan bahan baku bagi usaha industri pengolahan hasil
perkebunan, maka Menteri Pertanian melalui Permentan No.26/Permentan/OT.140/2/2007
mengatur mengenai keharusan bagi usaha industri pengolahan hasil kelapa sawit memenuhi
paling rendah 20% kebutuhan bahan bakunya dari kebun yang diusahakan sendiri,
sebagaimana termuat dalam ketentuan Pasal 10 Permentan dimaksud. di dalam atau di luar
kawasan pengembangan perkebunan dan dilakukan secara terpadu dengan usaha budidaya
tanaman perkebunan, sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 27 ayat (3).
Disamping itu, usaha industri pengolahan hasil perkebunan harus dapat menjamin
ketersediaan bahan bakunya dengan mengusahakan budidaya tanaman perkebunan sendiri,
melakukan kemitraan dengan pekebun, perusahaan perkebunan dan atau bahan baku dari
sumber lainnya, sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 17 UU No.18/2004 dimaksud.
Guna menegaskan keterjaminan pasokan bahan baku bagi usaha industri pengolahan hasil
perkebunan, maka Menteri Pertanian melalui Permentan No.26/Permentan/OT.140/2/2007
mengatur mengenai keharusan bagi usaha industri pengolahan hasil kelapa sawit memenuhi
paling rendah 20% kebutuhan bahan bakunya dari kebun yang diusahakan sendiri,
sebagaimana termuat dalam ketentuan Pasal 10 Permentan dimaksud.
Terkait dengan Perizinan usaha, Permentan Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007 mengatur
bahwa untuk usaha industri pengolahan hasil perkebunan yang WAJIB mendapat Izin Usaha
Perkebunan untuk pengolahan (IUP-P) adalah yang memiliki kapasitas produksi pengolahan
5 ton tandan buah segar per jam. Sedangkan untuk yang berkapasitas dibawah dari kapasitas
-
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
20/43
tersebut cukup mendaftarkannya yang kemudian dibuktikan dengan Surat Tanda Daftar
Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan (STD-P) yang diterbitkan oleh
Bupati/Walikota.
Dari uraian diatas jelas, bahwa IUP adalah wajib di miliki sebelum mulai melaksanakan
pembangunan Perkebunan, namun IUP itu sendiri tidak akan diterbitkan oleh Bupati atau
Gubernur sebelum pengusaha melaksanakan AMDAL diatas lahan yang sudah dipilih.
a. Izin Usaha Perkebunan (IUP) diberikan oleh :
o Gubernur, apabila lokasi lahan usaha perkebunan berada pada lintas wilayah daerah
Kabupaten dan atau Kota;
o Bupati atau Walikota, apabila lokasi lahan usaha perkebunan berada diwilayah daerah
Kabupaten atau Kota.
b. Izin Usaha Perkebunan berlaku selama perusahaan masih melakukan pengelolaan
perkebunan secara komersial yang sesuai standar teknis dan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku serta memenuhi seluruh kewajiban yang telah
ditetapkan.
Usaha perkebunan dapat dilakukan oleh perorangan warga negara Indonesia atau badan
hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia meliputi Koperasi, Perseroaan Terbatas
(PT), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Untuk memperoleh izin usaha perkebunan, perusahaan perkebunan wajib memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut:
a. Akte pendirian atau perubahannya yang terakhir,
b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP),
c. Surat Keterangan Domisili,
d. Rencana kerja usaha perkebunan,
e. Rekomendasi lokasi dari instansi pertanahan,
f. Pertimbangan teknis ketersediaan lahan dari instansi kehutanan sepanjang
kawasan hutan,
-
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
21/43
g. Rekomendasi teknis kesesuaian lahan dari Kepala Dinas yang membidangi
usaha perkebunan Provinsi, Kabupaten atau Kota setempat yang didasarkan pada
perencanaan makro, perwilayahan komoditi danRUTR,
h. Pernyataan mengenai pola pengembangan yang dipilih dan dibuat dalam akte
notaris,
i. Peta calon lokasi dengan skala 1: 100.000,
j. Surat persetujuan dokumen AMDAL dari komisi AMDAL daerah.
Dengan telah diperolehnya perijinan dasar yang berupa, Ijin Lokasi, Amdal dan IUP, maka
perusahaan perkebunan baru secara sah dapat mulai beroperasi. Sedangkan proses sosialisasi
dalam rangka perolehan lahan sudah dapat dimulai sejak Ijin Lokasi sudah di terbitkan dan
laporan hasil survey detil sudah selesai.
Diagram proses perijinan untuk kawasan hutan konversi dan kawasan APL dapat dilihat
dibawah ini :
http://3.bp.blogspot.com/-ZMUaqcl_ZFM/TZ8OpbHWzzI/AAAAAAAAAJc/T9AcmX7xvUk/s1600/Flow+Ijin.png -
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
22/43
3. Benih Kelapa Sawit
Sasaran utama dari perkebunan kelapa sawit adalah menghasilkan YIELD atau produktifitas
TBS ton per hektar atau produktifitas CPO ton per hektar yang tinggi. Faktor faktor yang
sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produktifitas tanaman, diantaranya adalah kualitas
dan karakteristik bahan tanaman atau benih yang ditanam.
Benih dan Pembibitan merupakan langkah awal dari seluruh rangkaian kegiatan budidaya
tanaman kelapa sawit dan bersifat monumental, artinya kesalahan memilih benih hari ini,
risikonya akan ditanggung selama 30 tahun.
Produksi Benih
Varietas unggul kelapa sawit adalah varietas Dura sebagai induk betina dan Pisifera sebagai
induk jantan
DURA x PISIFERA (D xP)
Kebanyakan berbasis pada Deli dura yang berasal dari
Chemara, Banting, DOA/MARDI/MPOB, Dami, Socfindo, Dabou
Sumber Utama pisifera
AVROS, NIFOR (Calabar), Ekona, Yangambi, La Me
Kecambah Kelapa Sawit
-
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
23/43
Estimasi Produksi Benih Kelapa Sawit Nasional
Sumber : Tony Liwang, PT SMART TBK 2009
Pembelian benih harus berasal dari sumber penyedia benih nasional seperti pada daftar di
atas, di luar dari sumber benih diatas, risiko memperoleh benih palsu atau memperoleh benih
terkontaminasi Dura dan penyakit akan menjadi kenyataan.
http://4.bp.blogspot.com/-yaVaGtfeeGc/TZ_1v2yBGpI/AAAAAAAAAJ0/_4DTOtYzgpc/s1600/Seed+Prod.pnghttp://1.bp.blogspot.com/-tMpU1wLr6ZQ/TZ9UUruyjFI/AAAAAAAAAJs/Uw_dmLYgTkk/s1600/Kecambah.png -
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
24/43
Akibat Benih Palsu
4 Asumsi dan Proyeksi
Setelah tahap investigasi lahan dan persiapan selesai dilakukan, dan sebelum memulai tahap
selanjutnya yakni tahap pembangunan dan konstruksi, maka yang perlu dilakukan adalah
membuat perencanaan pembiayaan proyek (Master Budget). Seperti diketahui, sebuah master
budget akan memerlukan asumsi-asumsi dan proyeksi yang menyangkut produksi dan
penjualan.
Asumsi Asumsi
Penetapan asumsi antara lain didasarkan atas ;
a) karakteristik harga CPO dengan tinjauan trend perubahan harganya selama satu kurun
waktu tertentu (misalnya 5 10 tahun terakhir), untuk kemudian dihitung besarnya harga rata
rata dari periode waktu tersebut. Ada juga yang membuat perhitungan harga CPO
berdasarkan asumsi kenaikan pertahun, namun dengan cara ini, asumsi harga CPO pertahun
akan jauh meleset dari kenyataan (karena harga CPO selalu berubah sesuai kehendak pasar)
dan mempersulit perhitungan budget itu sendiri.
http://2.bp.blogspot.com/-PR0E6vaE8rQ/TZ9NJtkjw0I/AAAAAAAAAJo/6U7jfdezA8U/s1600/Benih+Palsu.png -
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
25/43
Perlu dipahami bahwa Prinsip utama dari bisnis komoditi seperti kelapa sawit adalah
menekan biaya yang sekecil kecilnya dengan meningkatkan produksi yang se tinggi
tingginya. Dengan demikian, ketika harga CPO jatuh ke titik yang rendah, harga tersebut
masih diatas dari biaya yang dikeluarkan. Oleh karenanya penetapan asumsi harga CPO,
sebaiknya dibuat pesimis namun realistik;
b) karakteristik produktifitas berdasarkan perubahan umur tanaman dan zona kesesuaian
lahan serta kerapatan tanam per hektar seperti berikut :
q Kerapatan Tanam 136 pohon per hektar,
q Panen dimulai pada tahun ke 4 setelah tanam, produksi maximum dicapai antara tahun ke
9hingga tahun ke 15
q Produksi TBS per hektar bervariasi antara 17 - 30 ton per hektar, tergantung umurtanaman ,kesuburan tanah and perlakuan teknis agronomis.
http://4.bp.blogspot.com/-CBBIvnMSvd0/TaEPHJrq7dI/AAAAAAAAAKI/-wWmOd__VlA/s1600/Harga+CPO.png -
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
26/43
-
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
27/43
c) Perkiraan nilai tukar rupiah terhadap mata uang US dollar yang asumsikan tetap untuk
kurun waktu yang panjang; dan d) asumsi rencana tanam berdasarkan ketersediaan lahan
serta d) Perkiraan kenaikkan inflasi per tahun dalam persen.
Proyeksi
Perhitungan proyeksi produksi dan proyeksi penjualan dengan mudah dapat diperhitungkan
berdasarkan asumsi asumsi yang ditetapkan sebelumnya. Semua perhitungan proyeksi,
http://3.bp.blogspot.com/-cACfW6P7K5E/TaG8KMeaksI/AAAAAAAAAK4/kfFDCqHdW0U/s1600/Potensi+Produksi+versi+PPKS.png -
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
28/43
-
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
29/43
-
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
30/43
-
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
31/43
Harga kecambah yang ditawarkan oleh masing masing sumber benih berbeda beda, dengan
kisaran antara Rp 7000 hingga Rp. 11.000,- per kecambah. Seleksi bibit di pembibitan dalam
rangka memilih bibit yang jagur untuk ditanam di lapangan adalah penting untuk dilakukan
agar potensi produksi yang diharapkan dapat terpenuhi. Oleh karena itu , Sumber benih
manapun yang dipilih, pemesanan kecambah harus selalu ditambah 35% - 40% darijumlah
kebutuhan bibit untuk ditanam di lapangan.
Jadwal pembibitan dibuat tersendiri dan jadwal pembukaan lahan serta penanaman tersendiri
pula. Mengingat sebagian pekerjaan akan menghadapi tantangan alam maka pekerjaan
tersebut harus disesuaikan dengan keadaan yang akan terjadi. Jadwal kerja ini tergantung
pada kondisi setempat dan hendaknya disesuaikan dengan keadaan iklim, sarana,tenaga kerja
dan dana yang tersedia. Telah disinggung dimuka bahwa pemesanan kecambah harus
dilakukan 3-6 bulan sebelum pembibitan dimulai dan kegiatan pembibitan dimulai 1 tahun
sebelum penanaman di lapangan. Demikian pula pemesanan alat-alat berat, instalasi
penyiraman, pencarian tenaga kerja, menghubungi calon pemborong dan lain-lain.
1 ha Lahan Pembibitan = +/- 100 ha Lahan Tanam
= 15.000 bibit dlm polybag besar
= +/- 2 hari untuk Penyiapan 1 ha Lahan Pembibitan dengan menggunakan Alat Be
Pre-Nursery Ukuran Seedling bed 10 x 1,2 m
http://3.bp.blogspot.com/-WYqL5sUZ38g/TaEjqjg6IiI/AAAAAAAAAKs/HwpM4ObOIMY/s1600/Kebutuhan+Kecambah.png -
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
32/43
Peletakan polybag 100 x 10
Daya tampung kecambah per bed = 1000 kecambah
Ukuran Polybag = 14 cm x 25 cm x 0,1 cm , dengan 250 lubang
Jenis Polybag black UV stabilized
Pengisisan Tanah dilakukan 2 minggu sebelum kecambah datang. Tanah yang di
harus Top Soil,
Pupuk phosphorus (P) dicampur dengan Tanah sebelum di isi kedalam polybag.
Fasilitas Penyiraman harus sudah tersedia, sejak kecambah di tanam pada polyba
Main Nursery Persiapan fasilitas Penyiraman harus sudah selesai 1 bulan sebelum pemindahan
dari pre nursery ke main nursery.
Pengisian tanah di polybags harus sudah selesai untuk menerima pemindahan b
pre nursery sesuai jumlah bibit yang akan dipindahkan dan terus berlanjut sampai
untuk menampung semua kecambah.
Ukuran Polybag 50 cm x 40 cm x 0,2 cm, 500 lubang , jenis black UV stabilized
Pompa dan mesin berkapasitas 30 kva untuk melayani 10 ha bibit di main nurser
Jumlah pipa dan perlengkapannya harus di hitung sesuai design di lapangan.
Lihat gambar design pembibitan dibawah ini
Design Jaringan Pipa Pembibitan 10 Ha
-
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
33/43
-
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
34/43
Ju
Norma Tenaga Kerja dan Mesin
Penyiapan Lahan untuk Pembibitan per Hektar
(Ex Hutan)
Penyiapan Lahan untuk Pembibitan per Hektar
(Ex Padang Ilalang)
http://2.bp.blogspot.com/-d87mWj7RoSk/TaLyrAD4WRI/AAAAAAAAALM/QOoq89dfRhA/s1600/norma+LC.png -
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
35/43
Catatan :
Harga HK berdasarkan UMK yang berlaku
Harga JKT (Jam Kerja Traktor) berdasarkan harga Sewa yang berlaku
Norma Kebutuhan HK, Material dan Peralatan untuk Pre Nursery
http://1.bp.blogspot.com/-uIJxgML9YG4/TaLzycywk4I/AAAAAAAAALQ/Ra-OZ6QE1sg/s1600/NORMA+LC+LALANG.png -
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
36/43
-
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
37/43
Perhitungan Upah Harian Tetap
NOTE : Premium & Overtime = 20 % To Normal Wage (Estimate )
Medical & Social Expenses = 10 % To Normal Wage (Estimate )
Rice Allowance = Worker - 15 Kg
Dependant Wife - 9 Kg
http://2.bp.blogspot.com/-Ab8DCXroBpI/TaMJSsP_JtI/AAAAAAAAALg/4jQWfkF32Ss/s1600/BUDGET+HK.pnghttp://1.bp.blogspot.com/-qa98n6oFxPc/TaL7D9tNwlI/AAAAAAAAALY/8eEpfNwH5as/s1600/NORMA+MAIN+NURSERY.png -
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
38/43
3 Children - 22.5 Kg (7.5
Kg/CHILD- MAXIMUM 3 CHILDREN )
TOTAL - 46.5 Kg
Estimate Price Of Rice = Rp. 6.000 / Kg = USD 0.64/Kg
TOTAL RICE ALLOWANCE (IN Rp ) = Rp. 279,000 / MONTH = Rp. 11,160
/Day
1 Month = 25 Days
Pekerja Harian Lepas tidak diberikan tunjangan no 3 dan 4
Pembukaan Lahan
Pembangunan kebun pada umumnya dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan
kemampuan dana, sumberdaya manusia dan keadaan lainnya, walaupun pembukaan lahan
sekaligus seluas 6.000 & 12.000 ha dapat dilakukan jika semua fasilitas tersedia. Tahapan
luas kebun yang dibangun juga harus diperhitungkan, agar pabrik yang akan dibangun 1-2
tahun kemudian dapat mengolah secara optimal atau tidak terlalu lama mengalami idle
capacity& Kondisi areal yang akan dibuka tidak selalu sama baik ditinjau dari segi vegetasi,
topografi, tata guna lahan dan drainasenya. Berdasarkan keadaan vegetasi, ada beberapa
kemungkinan yaitu:
- Hutan Primer: hutan yang belum pernah dikelola manusia, dengan kerapatan pohon padat.
- Hutan sekunder: hutan yang pernah dikelola manusia, dengan kerapatan pohon lebih sedikit
dan terdapat pohon yang telah ditanam.
- Areal Lalang: areal bekas perladangan yang telah ditinggal dan ditumbuhi alang-alang
- Areal Konversi: areal yang sebelumnya diusahakan dengan komoditi tertentu misal bekas
karet, kopi, kelapa sawit dan lain-lain.
1. Rintisan Areal
Kondisi areal yang akan dibuka perlu diketahui lebih dulu untuk menentukan sistem yang
akan digunakan dalam pembukaan areal tersebut. Setelah diketahui kondisi lokasi dan luas
yang akan dibuka pada tahun pertama, maka dilakukan rintisan yang serupa dengan rintisan
pada pembuatan studi kelayakan, namun lebih mendetail untuk mengetahui secara pasti
vegetasi, topografi, sumber air, drainase serta batas dan luas areal. Selanjutnya berdasarkan
-
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
39/43
-
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
40/43
-
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
41/43
5
5
2
Administration Assistant Managers (Asisten Administrasi)
Mill Assistant Managers (Asisten Pabrik)
Community Relation Officers
15
15
1st Field Mandore (Mandor 1)
1st Mill Mandore (Mandor 1)
12 Officers/ Administration Officer (Mandor 1)
50 Mandore/Foreman
700 Workers for Field Maintenance ( contractual basis)
450 Harvesters (permanent workers/SKU)
Housing Facilities for Staffs & workers (Fasilitas Perumahan)
Estate Office (Kantor Administratur) & Field Offices (Kantor Kebun)
Vehicles (Kendaraan untuk tenaga Staff)
Pembangunan Pabrik Kelapa Sawit ( 30 ton FFB/ jam extendable ke 45 ton FFB/ jam
Perkiraan Biaya Pembangunan Kebun
Berikut ini diberikan contoh biaya investasi pembangunan perkebunan kelapa sawit. Angka
angka didalamnya belum tentu sesuai di lokasi lain, namun cukup memberikan gambaran
tentang aktifitas dan proporsi biayanya.
Contoh Biaya Investasi Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
-
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
42/43
Telah disinggung dimuka bahwa kegiatan pembangunan perkebunan kelapa sawit pada areal
yang luas umumnya dilaksanakan secara tahap demi tahap. Setiap tahap dibagi kedalam
aktifitas biaya seperti biaya kecambah dan pembibitan, Land Clearing dan penanaman palma,
pemeliharaan tahun pertama, tahun kedua dan tahun ketiga dimasa TBM. Semua perkiraan
biaya ini harus dievaluasi setiap tahun karena mungkin ada pengaruh dari perubahan biaya
input.
http://1.bp.blogspot.com/-4inoAWvq9Uc/TaRQ-P-UzAI/AAAAAAAAAMg/OO1CaKv7zzw/s1600/Budget+Investasi.png -
7/30/2019 Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
43/43
Biaya pembangunan perkebunan meliputi semua biaya investasi kecuali biaya perolehan
tanah. Variasi biaya terutama pada biaya land clearing terutama disebabkan oleh vegetasi dan
jenis tanah (mineral, gambut atau berbukit bukit). Variasi biaya per ha lainnya juga
dipengaruhi oleh aplikasi pemupukan, drainase, pemeliharaan jalan dan teras. Biaya
Penanaman baru dan biaya pemeliharaan pada masa TBM akan meningkat seiring dengan
naiknya biaya upah (UMK) dan kenaikan harga material input karena inflasi.
Perkiraan Biaya land clearing, adalah kurang lebih mirip dengan perkiraan kebutuhan tenaga
kerja, material dan alat berat untuk penyiapan lahan pembibitan seperti telah diuraikan
dimuka.