PERENCANAAN MATERIAL RECOVERY FACILITY … · sebagai kemasan produk non-pangan seperti shampo,dll....
-
Upload
nguyendieu -
Category
Documents
-
view
235 -
download
2
Transcript of PERENCANAAN MATERIAL RECOVERY FACILITY … · sebagai kemasan produk non-pangan seperti shampo,dll....
1
PERENCANAAN MATERIAL RECOVERY FACILITY DI KECAMATAN SUKOLILO, KOTA SURABAYA
DESIGN MATERIAL RECOVERY FACILITY IN SUKOLILO
DISTRICT, SURABAYA CITY
LINA PRATIWI RAHMADEWI dan YULINAH TRIHADININGRUM
Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya email: [email protected]
Abstrak
Luas wilayah Kecamatan Sukolilo sebesar 23,66 km2 dengan jumlah penduduk tahun 2009
sebanyak 98.469 jiwa. Jumlah penduduk yang besar berkontribusi menambah beban sampah
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Benowo. Maka dari itu dibutuhkan Material Recovery Facility
(MRF) sebagai salah satu unit pengolah sampah untuk mereduksi jumlah sampah di Kecamatan
Sukolilo.
Metode sampling didasarkan pada SNI 19-3964-1995. Jumlah sampah yang dihasilkan
sebesar 2823,6 kg/hari, 1754,47 kg/hari sampah basah dapat dijadikan kompos. Sampah kering
yang dapat dijual sebesar 329,53 kg/hari dan residu sebesar 739,64 kg/hari.
Hasil evaluasi Lahan Pembuangan Sementara (LPS) menunjukkan bahwa LPS Keputih
layak dikembangkan sebagai MRF di Kecamatan Sukolilo dan membutuhkan lahan seluas 242 m2.
Jumlah emisi karbon yang tereduksi jika MRF ini dioperasikan sebesar 347,79 MTCE/tahun
dengan keuntungan mencapai Rp. 197.616.378,- per tahun.
Kata kunci : MRF, reduksi emisi karbon, sampah Kecamatan Sukolilo
Abstract
The area and total population of Sukolilo District in 2009 are 23.66 km2 and 98,469
people, respectively. Due to the high of people density, Municipal Solid Waste (MSW) generated
2
contributes a high MSW loading to Benowo Landfill. Material Recovery Facility (MRF) is one of
MSW installation process to reduce MSW.
Sampling method was based on SNI 19-3964-1995. About 2823,6 kg/day, MSW was
produced with 1754,47 kg /day of garbage can be used as compost. Rubbish that can be reused
was 329,53 kg/day and residue produced 739,64 kg/day. Based on evaluation of condition transfer
station, Keputih transfer station is feasible to be develop as MRF in Sukolilo District with area of
designed was 242 m2. A carbon emission of 347.58 MTCE/year was reduced. Income if this MRF
was operated can reach Rp. 197.616.378,- per year .
Keywords: MRF, MSW of Sukolilo District, reduction of carbon emissions.
1. Pendahuluan
Timbunan sampah yang berada di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Benowo setiap hari
semakin bertambah. Semakin banyaknya sampah ini diikuti dengan semakin sulitnya mencari
daerah yang dapat digunakan sebagai TPA. Usaha penanganan sampah di sumber semakin banyak
dilakukan oleh pemerintah Kota Surabaya. Hasil dari usaha pemerintah ini cukup bagus untuk
mengurangi jumlah timbulan sampah yang masuk ke TPA Benowo.
Berdasarkan data monografi kantor Kecamatan Sukolilo tahun 2009, jumlah penduduk
Kecamatan Sukolilo mencapai 98.469 orang dengan luas area 23,66 km2. Kepadatan penduduk di
kecamatan ini adalah 4010 jiwa/km2. Potensi timbulan sampah di Kecamatan ini cukup besar jika
dilihat dari jumlah penduduk yang juga cukup besar. Maka dari itu, perlu adanya unit pengelolaan
sampah untuk mereduksi jumlah sampah yang ada di Kecamatan Sukolilo. Material Recovery
Facility (MRF) merupakan salah satu cara untuk mereduksi jumlah sampah di Kecamatan
Sukolilo.
MRF merupakan salah satu bagian dari pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah yang
baik selain dapat mereduksi sampah namun juga dapat mereduksi Gas Rumah Kaca (GRK),
3
terutama dalam konsumsi bahan bakar untuk transportasi sampah dan sampah yang ditimbun di
TPA (US EPA, 2009).
Tujuan dari perencanaan ini, antara lain:
1. Mengidentifikasi laju timbulan, komposisi dan potensi daur ulang sampah permukiman
di Kecamatan Sukolilo.
2. Menganalisis kelayakan pengembangan LPS eksisting menjadi MRF di Kecamatan
Sukolilo.
3. Merencanakan desain bangunan MRF yang sesuai dengan kondisi sampah yang ada di
Kecamatan Sukolilo.
4. Menghitung analisis kelayakan finansial dari sistem MRF di Kecamatan Sukolilo.
5. Menentukan jumlah karbon yang dapat direduksi jika dilakukan sistem MRF di
Kecamatan Sukolilo.
Sampah
Menurut Undang-Undang nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, pengertian
sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.
Jenis sampah berbagai macam, namun pada umumnya sampah dibagi menjadi 2 jenis,
yaitu:
1. Sampah organik : yaitu sampah yang mengandung senyawa-senyawa organik, karena itu
tersusun dari unsur-unsur seperti C, H, O, N (umumnya sampah organik dapat terurai
secara alami oleh mikroorganisme, contohnya sisa makanan, dan lain sebagainya).
2. Sampah anorganik : sampah yang bahan kandungan non organik, umumnya sampah ini
sangat sulit terurai oleh mikroorganisme. Contohnya kaca dan logam-logam lain
(Hadiwiyoto, 1983).
Sampah organik banyak dijumpai di Indonesia adalah sampah sisa makanan dan kebun.
Komposisi sampah ini cukup besar karena prosentasenya lebih dari 50%. Pengolahan sampah jenis
4
ini sebagian besar dengan pengomposan. Pengomposan adalah suatu cara untuk menghancurkan
sampah secara biologis menjadi pupuk alami sehingga dapat mengembalikan sampah ke tanah
dimana telah terdegradasi oleh mikroorganisme pengurai dan hasilnya tidak berbahaya bagi
lingkungan (Polprasert,1989). Kompos adalah hasil dari dekomposisi bahan organik (C, H, O, N,
S, P, S) oleh mikoroorganisme pengurai baik secara aerobik (dengan penambahan oksigen)
maupun secara anaerobik (tanpa bantuan oksigen).
Beberapa jenis sampah organik lain seperti plastik akan dipilah menjadi beberapa jenis.
Jenis sampah plastik dibagi menjadi 7 jenis. Pengelompokan jenis sampah ini berdasarkan bahan
yang digunakan dengan mengurutkan berdasarkan kode resin. Jenis-jenis sampah plastik tersebut
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis-Jenis Plastik Menurut Kode Resin
Kode Resin Keterangan
1.Polyethylene Terephthalate (PET, PETE) PET didaur ulang sebagai botol minuman (air mineral, jus, soft drink) tetapi tidak untuk air hangat atau panas. PET yang telah dibersihkan dan didaur ulang dapat digunakan untuk membuat serat benang karpet, fiberfill, dan geotextile. Nama lain: Polyester.
2. High Density Polyethylene (HDPE). Penggunaan HDPE dalam tergantung dari produk yang yang dihasilkan. Salah satunya adalah botol susu yang terbuat dari HDPE dengan titik leleh yang rendah. Botol tidak diberi pigmen bersifat tembus cahaya, kaku, dan cocok untuk mengemas produk yang memiliki umur pendek seperti susu. Sedangkan HDPE yang keras berasal dari bahan HDPE yang memiliki titik leleh tinggi. HDPE jenis ini digunakan untuk mengemas deterjen dan pemutih karena memiliki ketahan kimiawi yang bagus. Hasil daur ulangnya dapat digunakan sebagai kemasan produk non-pangan seperti shampo,dll.
3. Polyvinyl Chloride (PVC) PVC digunakan untuk peralatan elektronik dan pembungkus kabel serta pipa. Bahan ini memiliki karakter fisik yang stabil dan tahan terhadap bahan kimia, pengaruh cuaca, aliran, dan sifat elektrik. Bahan ini paling sulit untuk didaur ulang dan biasanya daur ulang bahan ini hanya dapat digunakan untuk pipa, pot bunga, mainan anak-anak, dan kontruksi bangunan.
5. Polypropylene (PP) PP memiliki daya tahan yang baik terhadap bahan kimia, kuat, dan memiliki titik leleh yang tinggi sehingga cocok untuk produk yang berhubungan dengan makanan dan minuman seperti tempat menyimpan makanan, botol minum, tempat obat dan botol minum untuk bayi. Bahan ini biasanya didaur ulang menjadi casing baterai, sapu, sikat, dan lain-lain.
5
Kode Resin Keterangan
6. Polystyrene (PS) PS biasa dipakai sebagai bahan tempat makan sterofoam, tempat CD, dan lain-lain. Pemakaian bahan ini sangat dihindari untuk mengemas makanan karena bahan styrine dapat masuk ke dalam makanan ketika makanan tersebut bersentuhan. Bahan styrine berbahaya untuk otak dan sistem syaraf manusia. Banyak negara yang sudah melarang pemakaian tempat makanan berbahan sterofoam.
7. Lainnya Plastik yang menggunakan kode ini terbuat dari bahan yang tidak termasuk enam golongan yang lainnya, atau terbuat dari lebih dari satu jenis resin dan digunakan dalam kombinasi bermacam-macam lapisan. Bahan ini tidak menguntungkan dari segi ekonomi karena tidak ada pasar yang mau menerima produk jenis ini. Namun untuk membuat prosessor menggunakan campuran antara bahan polyetilen dan polypropylen.
Sumber : Tchobanoglous, Theisen, dan Vigil, 1993 MRF (Material Recovery Facility)
Material Recovery Facility (MRF) atau instalasi pengolahan sampah terpadu
(MRF) merupakan fasilitas mengenei pengelolaan sampah dimana yang bertujuan untuk
mengolah sampah dan memanfaatkannya kembali dengan harapan dapat mereduksi jumlah
sampah yang dihasilkan (Wibowo,2007).
Menurut Tchobanoglous, Theisen dan Vigil, 1993, Tahapan yang dilakukan sebelum
mendesain MRF, yaitu:
1. Analisa Kelayakan
Analisa kelayakan merupakan suatu tahap untuk menentukan layak atau tidaknya suatu
lahan untuk MRF yang berkaitan dengan studi analisis yang menyangkut:
• Rencana pengelolaan sampah
Merupakan hubungan antara MRF dengan pengelolaan sampah.
• Desain konsep
Berkaitan dengan :
� Tipe MRF yang dibangun
� Jenis material yang akan diproses
6
� Besar kapasitas desain MRF
• Pertimbangan ekonomi
Termasuk biaya :
� Biaya operasi dan perawatan
� Perkiraan balik modal dari hasil MRF
• Sistem pemilikan dan pengoperasian
• Sistem usaha, menyangkut :
� Desain MRF dibangun secara tradisional dan konstruksi dilakukan oleh kontraktor.
� desain dan konstruksi dibuat oleh suatu perusahaan sedangkan proses pengambilan
menggunakan sistem kontrak.
� Mulai dari desain, konstruksi, dan pengoperasian menggunakan sistem kontrak.
2. Perancangan Awal
Perancangan awal meliputi :
• Pembuatan diagram alir material
Merupakan pengumpulan unit operasi, fasilitas dan operasi manual untuk
menyelesaikan tujuan pemilahan sampah atau tujuan lainnya. Adapun faktor-faktor
yang melatarbelakangi pembuatan diagram alir material, yaitu :
a. Identifikasi karakteristik sampah.
b. Jenis-jenis sampah yang akan diproses
c. Ketersediaan perlengkapan dan fasilitas yang sesuai.
• Mass balance material
Dalam mass balance ini akan diuraikan proses yang terjadi pada pengelolaan dengan
fasilitas daur ulang MRF, dimana proses perhitungan massa dimulai dari input
sampah sampai output yang dihasilkan dalam fasilitas daur ulang.
• Loading rate untuk unit operasi
7
Loading Rate merupakan perhitungan untuk mengetahiu beben sampah yang dapat
diolah setiap jamnya.
Loading rate (ton/jam) =(jam/hari) proseswaktu
(ton/hari)sampah berat
• Lay out dari komponen fisik MRF
Lay out merupakan tata letak komponen fisik daur ulang dan fasilitas penunjang
lainnya seperti; kantor, parkir, pos, dan sebagainya.
3. Perancangan Akhir
Perancangan akhir merupakan persiapan akhir dari MRF dan spesifikasi yang akan
digunakan dalam pengoperasian serta perkiraan biaya akhir.
Potensi Reduksi Emisi Karbon
Pengelola sampah mempunyai beberapa pilihan yang berbeda dalam menangani sampah
(contohnya seperti reduksi sampah di sumber, daur ulang, pembakaran sampah dan pemrosesan
akhir) yang akan menghasilkan jumlah emisi karbon yang berbeda. Dalam mengukur perubahan
iklim dari reduksi sampah, EPA melakukan studi komperhensif tentang emisi GRK dan
pengelolaan sampah. Pengelolaan ini meliputi pencegahan timbulan sampah, daur ulang,
komposting, pembakaran, dan pemrosesan akhir (landfilling) (U.S. EPA, 2009). Faktor emisi
karbon dari material tersebut dalam sistem pengelolaan sampah dapat dilihat dalam satuan metric
ton of carbon equivalent (MTCE). Sebagai catatan, faktor emisi mempresentasikan emisi GRK
dengan 1 ton sampah permukiman.
Reduksi GRK dapat dihitung dengan membandingkan emisi karbon awal yang dihasilkan
dengan emisi karbon oleh tiap alternatif pilihan yang telah ada lalu mengalikan emisi dari tiap
alternatif tersebut dengan faktor emisi. Untuk lebih jelasnya reduksi GRK dapat dihitung dengan
rumus:
• Reduksi daur ulang – Reduksi di landfill = Reduksi emisi karbon
8
(1 ton sampah x faktor emisi daur ulang dalam metrik ton karbon ekuivalen/ton sampah) – (1
ton sampah x faktor landfilling tanpa recovery dalam metrik ton karbon ekuivalen/ton
sampah) = (-) jumlah emisi dalam metrik ton karbon ekuivalen
2. Gambaran Umum Wilayah Perencanaan
Umum
Wilayah perencanaan tugas akhir ini berada di koordinat 07o12 – 21o21 Lintang Selatan
dan 112,54o Bujur Timur. Wilayah Kecamatan Sukolilo ini yang memiliki luas sebesar 23,66
km2. Batas- batas pada Kecamatan Sukolilo ini adalah sebagai berikut:
- Di sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Mulyorejo.
- Di sebelah Timur berbatasan dengan Selat Madura.
- Di sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Rungkut dan Kecamatan Tenggilis Mejoyo.
- Di sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Gubeng.
Peta wilayah perencanaan dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta Wilayah Perencanaan
9
Kondisi Eksisting LPS di Kecamatan Sukolilo
Jumlah LPS di Kecamatan Sukolilo sekitar 7 LPS tersebar di setiap kelurahan. LPS
tersebut adalah LPS Klampis Ngasem, LPS Menur Pumpungan, LPS Gebang Putih, LPS
Keputih, LPS Semolowaru, LPS Medokan Semampir, dan LPS ITS. Luas tiap TPS bervariasi
tergantung lahan yang ada namun rata-rata ukuran LPS sekitar 15 m x 10 m. Semua LPS di
Kecamatan Sukolilo menggunakan sistem HCS (Hauled Container System) dengan kapasitas
kontainer 14 m3. Rata-rata jumlah pengambilan haul tiap hari di LPS adalah 1 sampai 3 kali trip.
LPS Keputih merupakan LPS yang berlokasi dekat dengan bekas TPA Keputih dan
berada tepat didepan IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja) Keputih. LPS Keputih juga
dekat dengan lokasi pengepul barang lapak di Surabaya sehingga untuk penjualan sampah kering
lebih mudah. Pengepul mendatangi LPS Keputih untuk membeli sampah kering dari para
pekerja pemilah sampah setiap 1 minggu sekali.
3. Hasil Perencanaan
Komposisi sampah
Komposisi sampah yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 2. Sampah basah yang dihasilkan
sebesar 73,38% dari total sampah yang dihasilkan. Sampah kering yang dihasilkan paling banyak adalah
sampah plastik mencapai 9,38%.
Tabel 2. Hasil Analisis Rata-rata Komposisi Sampah
No Komposisi Sampah Kuantitas
Berat (kg) Berat (%) 1 Sampah makanan 73,38 73,38 2 Sampah plastik 9,38 9,38 3 Sampah kertas dan karton 5,73 5,73 4 Sampah logam 0,97 0,97 5 Sampah kebun 4,29 4,29 6 Sampah karet 0,48 0,48 7 Sampah kain 1,04 1,04 8 Sampah kaca 1,49 1,49 9 Sampah kayu 0,73 0,73 10 Sampah residu 2,77 2,77
Jumlah Total 100 100
10
Evaluasi Prototipe MRF Eksisting di Surabaya
Adanya kajian UDPK sebagai pengembangan LPS sebagai MRF perlu dilakukan untuk menentukan tipe
MRF dalam perencanaan ini. Beberapa prototipe pengolahan sampah yang berada di Surabaya yang saat
ini masih beroperasi dan lahannya juga berfungsi sebagai LPS adalah UDPK Bibis Karah dan UDPK
Jambangan. Penjelasan mengenai kajian prototipe tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Evaluasi Prototipe MRF Eksisting di Surabaya
Uraian UDPK Bibis Karah UDPK Jambangan
1. Lokasi
2. Daerah
Pelayanan 3. Fasilitas
yang tersedia
4. Jumlah
sampah yang masuk
- Terletak di belakang kantor kelurahan Karah
- Melayani 9 RW Kawasan Karah Gung dan Bibis Karah dan 3 RW dari luar Karah.
- 1 alat pencacah kompos, dipakai
3x dalam seminggu selama 1 jam menghabiskan 5 L solar/minggu.
- Bak penampung lindi dengan volume 1,5 m3
- 1 Kontainer sampah ukuran 14 m3
- Kantor pengelola - 1 Alat pengayak kompos manual - Volume sampah yang masuk 25
m3/hari. - Pengangkutan ke TPA Benowo
27 trip dalam 1 bulan - Luas lahan 117 m2 termasuk
lahan pengomposan dan daur ulang sampah kering serta bangunan kantor.
- Terletak disebelah jalan tol Surabaya-Mojokerto (daerah Jambangan)
- Melayani 1 kelurahan Jambangan (termasuk pasar dan taman)
- 4 alat pencacah kompos (3 rusak
dan 1 beroperasi) masih dipakai setiap hari.
- 15 Komposter Unesa (Komposter tong Biru)
- 1 Komposter angin dengan volume 6 m3 dan 2 buah dengan volume 4 m3
- Bak penampung lindi berbentuk sumur plesteran
- 1 alat pengayak kompos manual - Kantor pengelola - 1 Kontainer Sampah dengan
kapasitas 14 m3
- Volume sampah yang masuk 13 m3/hari
- Luas Lahan 2280 m2 termasuk lahan penempatan kontainer sampah, lahan daur ulang sampah kering, lahan komposter tong biru dan komposter angin.
5. Pengolahan
sampah
- Sampah organik diolah 3 m3/hari menjadi kompos dengan sistem open windrow
- Sampah kering menjadi barang lapak dikumpulkan kemudian dijual kembali, seperti : plastik
- Sampah organik diolah 100 kg/hari dengan komposter tong biru menjadi kompos. Ada 1 komposter angin tidak digunakan karena baling-baling rusak, tapi 2 komposter masih
11
Uraian UDPK Bibis Karah UDPK Jambangan
6. Kompos yang dihasilkan
7. Tenaga kerja 8. Waktu
pematangan kompos
9. Harga jual
kompos 10. Tipe
transfer depo**)
bekas, koran bekas, kardus makanan, logam,
- Sampah organik yang diolah
sebanyak 3 m3/hari - Kompos yang diproduksi
sebanyak 1,5 m3/hari - Tenaga Kerja : 2 orang - 4-6 minggu
- Kompos kasar Rp. 1000-1200/kg - Kompos halus Rp. 1500/kg
- Tranfer depo tipe II
dapat digunakan (volume 6 m3 dan 4 m3)
- Sampah kering, antara lain : kertas koran, kertas duplex, kardus, kaleng, besi super, botol kaca, macam plastik bekas dikumpulkan lalu dijual kembali.
- Sampah organik yang diolah
sebanyak 100 kg/hari dan hasil kompos sekitar 50 kg/hari
- Tenaga Kerja : 3 orang - 6-8 minggu - Kompos kasar Rp. 1500/kg - Kompos halus Rp.2000/kg - Tranfer depo tipe II
Sumber: Hasil pengamatan dan wawancara lapangan
Kelayakan Pengembangan LPS menjadi MRFdi Kecamatan Sukolilo
Penentuan kelayakan LPS yang dipilih untuk dikembangkan sebagai MRF terdapat pada
beberapa parameter. Parameter tersebut diantaranya luas lahan yang tersedia serta letak lokasi LPS
yang disajikan pada Tabel 4.
12
Tabel 4. Kelayakan Pengembangan LPS menjadi MRF
LPS Luas Lahan yang
tersedia
Kelayakan (layak/tidak)
Alasan
LPS ITS 300 m2 Tidak Layak Lokasi berada di sempadan sungai
LPS Keputih 120 m2 Layak Masih tersedia lahan kosong di sebelah kanan kiri LPS dan lokasi ini bukan berada di permukiman penduduk yang padat
LPS Gebang Putih
192 m2 Tidak Layak Lokasi ini berada di permukiman penduduk yang padat
LPS Klampis Ngasem
150 m2 Tidak Layak Lokasi ini berada di tengah-tengah pertokoan yang padat
LPS Galaksi Bumi Permai
60 m2 Tidak Layak Tidak tersedia lahan dan berada di sempadan sungai
LPS Semolowaru
160 m2 Tidak Layak
Lokasi berada di sempadan sungai
LPS Medokan Semampir
120 m2 Tidak Layak
Tidak tersedia lahan dan berada di permukiman penduduk yang padat
Sumber : hasil survei di lapangan
Mass Balance Material Sampah
Timbulan sampah di Kecamatan Sukolilo sebesar 0,3 kg/orang.hari atau 2 L/orang.hari.
densitas sampah rata-rata yang didapat darin hasil sampling sebesar 149,47 kg/m3.
Hasil perhitungan menunjukkan jumlah berat sampah MRF yang masuk kedalam MRF
sebesar 2.823,6 kg/hari dengan berat sampah yang dapat didaur ulang sebesar 2.084,06 kg/hari,
dan untuk residu yang dihasilkan sebesar 739,64 kg/hari. Gambaran alur mass balance sampah
yang masuk MRF dapat dilihat pada Gambar 2.
13
Gambar 2. Diagram Alir Mass Balance Material
Lahan yang Dibutuhkan Untuk MRF
Sampah kering yang telah dilakukan pemilahan berdasarkan komposisi dilahan
pemilahan sampah akan dilakukan pengemasan kemudian disimpan digudang sampah kering.
Gudang sampah kering dihitung berdasarkan jumlah sampah kering yang telah dipilah. Sampah
basah yang akan dikompos diproses di komposter angin yang telah direncanakan. Jumlah
komposter angin yang direncanakan sebanyak 6 unit. Total lahan yang dibutuhkan dalam
14
perencanaan tempat pengolahan sampah terpadu ini yaitu 242 m2. Luas lahan yang dibutuhkan
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Luas Kebutuhan Lahan MRF
Lokasi Luas Lahan
(m2) Lahan pemilahan dan pengepakan 18,3 Lahan penyimpanan sampah kering 33
Lahan composting - Lahan penampungan 4,5
- Lahan pencacah 3
- Lahan pengomposan 121,5 - Lahan pengayakan 8
- Lahan bak lindi 1,67 Lahan parkir kontainer dan gerobak 40
Toilet dan kantor 4,5 Lahan penyimpanan peralatan 7,2
Total 242
Tenaga Kerja yang Dibutuhkan dalam Perencanaan MRF
Tenaga kerja yang dibutuhkan dalam proses terdiri dari tenaga untuk pemilahan dan
pengemasan sampah kering, pencacahan, pengomposan, pengayakan, administrasi dan keamanan.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Kebutuhan Tenaga Kerja MRF
Uraian Jumlah Pekerja (orang)
Pemilahan Sampah 5
Pencacahan 1
Pengomposan 2
Pengayakan dan Pengemasan 3
Administrasi 1
Cadangan 1
Keamanan 1
Jumlah 14
15
Analisis Ekonomi
Analisis biaya dilakukan untuk mengetahui biaya yang dibutuhkan termasuk pemasukan dan
pengeluran dalam MRF. Hal ini juga dapat memperlihatkan keuntungan atau kerugian dalam 5 tahun
kedepan. Biaya yang dibutuhkan untuk menganalisis ekonomi yaitu kebutuhan modal tetap dan
biaya operasional.
Kebutuhan modal tetap terdiri atas modal pembangunan dan modal peralatan tetap.
Peralatan tetap berupa peralatan yang diperkirakan tidak akan mengalami penggantian selama 5 tahun.
Modal pembangunan yang dibutuhkan yaitu sebesar Rp 472.000.000,- .Modal peralatan tetap
yang dibutuhkan sebesar Rp 11.465.000,-. Maka total modal tetap yang dibutuhkan yaitu sebesar
Rp 483.465.000,-. Kebutuhan peralatan tetap yang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Rincian Modal Peralatan Berdasarkan Survei
Uraian Jumlah Satuan Harga satuan (Rp) Jumlah (Rp)
Mesin pencacah 1 Unit 7.750.000 7.750.000
Timbangan duduk 2 Unit 425.000 850.000
Timbangan 50 kg 2 Unit 275.000 550.000 Gerobak roda 2 Unit 120.000 240.000
Meja 1 Buah 125.000 125.000 Kursi 3 Buah 50.000 150.000
Pompa 1 Unit 1.200.000 1.200.000 Tangga 2 Buah 300.000 600.000
Total Modal Peralatan 11.465.000
Biaya operasional meliputi gaji pegawai, biaya pengadaan peralatan tahunan, biaya
listrik, bahan bakar, dan biaya air PDAM. Biaya pengadaan peralatan tahunan dapat dilihat pada
Tabel 8. Rekapitulasi biaya operasional disajikan pada Tabel 9.
Total modal awal yang dibutuhkan terdiri dari modal tetap dan biaya operasional selama 6
bulan. Hal ini dikarenakan pada perencanaan ini pembangunan MRF dilakukan di awal tahun pertama.
Perhitungan jumlah biaya operasional pada tahun pertama dihitung selama 6 bulan.
16
Tabel 8 Rincian Biaya Peralatan Pendukung Berdasarkan Survei
Peralatan Jumlah Satuan Harga Satuan
(Rp)
Jumlah (Rp)
Ayakan manual 2 Buah 50.000 100.000 Termometer 2 Buah 45.000 90.000 Sekop 6 Buah 20.000 120.000 Sekop kecil 4 Buah 12.500 50.000 Lampu 6 Buah 30.000 180.000 Sepatu boots 180 Sepasang 20.000 3.600.000 Sarung tangan 180 Sepasang 10.000 1.800.000 Peralatan tulis 10 Buah 10.000 100.000 Buku nota 5 Buah 3.000 15.000 Buku kas 3 Buah 10.000 30.000 Masker kain 36 dus(isi 1 lusin) 12.000 432.000 Kemasan kompos 5 kg 23.856 Buah 350 8.349.600 Kemasan kompos 15 kg 11.424 Buah 200 2.284.800
Total 6.517.000
Tabel 9. Hasil Perhitungan Biaya Operasional
Uraian Biaya (Rp) Gaji pegawai 202.174.000
Biaya pengadaan peralatan tahunan 6.517.000 Biaya bahan bakar 14.580.000
Biaya listrik 631.032 Biaya air 355.800 Total Biaya Operasional 224.257.832
Pengeluaran tahun pertama
= modal tetap + biaya operasional 6 bulan
= (modal untuk pembangunan + modal peralatan) + biaya operasional 6 bulan
= (Rp. 472.000.000,- + Rp. 11.465.000,-) + (0,5 x Rp. 224.257.832)
= Rp. 595.593.916,-
Keuntungan dari penjualan kompos dan sampah kering mencapai Rp 421.954.400/tahun.
Perhitungan laba-rugi tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 10. Menurut Siregar, 1987, apabila NSB
17
> 0 maka suatu proyek dapat direalisasikan. Dari perhitungan didapat NSB sebesar Rp.
624.627.718,- , maka perencanaan MRF ini dapat direalisasikan. Perhitungan aliran kas
menunjukkan bahwa periode pengembalian modal MRF akan kembali pada awal tahun ketiga.
Tabel 10 Laba-rugi Tiap Tahun
Uraian Laba-Rugi (Rp)
Tahun-1 Tahun-2 Tahun-3 Tahun-4 Tahun-5 Pemasukan 162.383.200 421.954.400 421.954.400 421.954.400 421.954.400 Pengeluaran 595.593.916 224.257.832 224.257.832 224.257.832 224.257.832 Laba bersih -433.210.716 197.696.568 197.696.568 197.696.568 197.696.568
Potensi Reduksi Emisi Karbon
Reduksi karbon merupakan perhitungan jumlah karbon berdasarkan perhitungan US
EPA. Perhitungan ini mengacu pada perbandingan jumlah karbon yang terdapat di landfill tanpa
recovery dengan jumlah karbon yang dapat didaur ulang dan dijadikan kompos. Perhitungan emisi
karbon jika dilakukan proses MRF dapat dihitung adalah sebagai berikut.
Sampah makanan (sisa makanan) :
= Reduksi daur ulang – jumlah emisi landfill tanpa recovery = Reduksi emisi karbon
= (605 ton sampah/tahun x -0.05 MTCE/ton sampah) – (605 ton sampah/tahun x 0,39 MTCE/ton
sampah)= - 266,20 MTCE/tahun
Perhitungan jumlah emisi karbon untuk komponen sampah lainnya dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Hasil Perhitungan Reduksi Emisi Karbon dalam MRF
Material Sampah
Daur Ulang *)
Landfill tanpa recovery*)
Komposting *)
Berat Recovery sampah
(ton/tahun)
Perhitungan Reduksi karbon MRF
(MTCE/tahun) Sisa Makanan
- 0,39 -0,05 605,00 -266,20
Sampah Kebun
- 0,02 -0,05 35,38 -2,48
Kertas campuran dari permukiman
-0,96 0,33 - 29,55 -38,11
18
Tabel 11. Hasil Perhitungan Reduksi Emisi Karbon dalam MRF
Material Sampah
Daur Ulang *)
Landfill tanpa recovery*)
Komposting *)
Berat Recovery sampah
(ton/tahun)
Perhitungan Reduksi karbon MRF
(MTCE/tahun) Logam campuran
-1,43 0,01 - 9,01 -12,97
Kayu -0,55 0,02 - 0,37 -0,21 Kaca -0,08 0,01 - 9,95 -0,90 HDPE -0,38 0,01 - 31,94 -12,46 LDPE -0,47 0,01 - 16,28 -7,81 PET -0,42 0,01 - 15,45 -6,65
Jumlah 752,93 -347,79 Sumber: *) berdasarkan U.S. Environmental Protection Agency, Warm Emissions Carbon, 2009
4. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari hasil dan pembahasan pengelolaan sampah terpadu di
Kecamatan Sukolilo sebagai upaya untuk mengurangi jumlah sampah di Kota Surabaya, yaitu:
1. Timbulan sampah rumah tangga yang dihasilkan sebesar 0,3 kg/orang.hari atau 2 L/orang.hari.
Komposisi sampah di Kecamatan Sukolilo adalah sampah makanan (73,38%), plastik (9,38%),
kertas dan karton (5,73%), logam (0,97%), sampah kebun (4,29%), karet (0,48%), kain
(1,04%), kaca (1,49%), kayu (0,73%), dan residu (2,77%). Jumlah sampah yang dihasilkan
sebesar 2823,6 kg/hari, Sekitar 1754,47 kg/hari sampah basah dapat dijadikan kompos.
Sampah kering yang dapat didaur ulang sebesar 329,53 kg/hari dan residu yang dihasilkan
739,64 kg/hari.
2. Hasil evaluasi kelayakan LPS di Kecamatan Sukolilo yang dapat dikembangkan menjadi MRF
adalah LPS Keputih. Perencanaan pengembangan LPS menjadi MRF di LPS Keputih
mengacu pada UDPK Jambangan.
3. Luas lahan yang dibutuhkan untuk perencanaan MRF sebesar 242 m2. Pengolahan sampah
basah dengan sistem aerobik menggunakan komposter angin. Tenaga kerja baru yang
dibutuhkan untuk pengoperasian MRF sebanyak 14 orang.
19
4. MRF ini membutuhkan modal awal sebesar Rp. 595.593.916,-. Keuntungan yang didapat
sebesar Rp. 197.616.378,- per tahun. Hasil perhitungan untuk kelayakan MRF mempunyai
Nilai NSB > 0 sehingga perencanaan MRF ini dapat direalisasikan. Periode pengembalian
modal MRF ini kembali pada awal tahun ketiga.
Potensi reduksi karbon yang mengacu pada perhitungan EPA untuk MRF prototipe skala
kelurahan di Kecamatan Sukolilo dalam 1 tahun sebesar 347,79 MTCE.
5. Daftar Pustaka
Anonim. 2008. Undang-undang RI nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Hadiwiyoto, S. 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan Idayu. Jakarta. Monografi Kecamatan Sukolilo, Surabaya. 2009. Polprasert, C. 1989. Organik Waste Recycling. Environmental Enginering Division Asia Institute
of Technology Bangkok. Thailand.
Siregar, Ali Basyah. 1987. Manajemen. ITB. Bandung.
Tchobanoglous, G., Theisen, H. Dan Vigil, S. 1993. Integrated Solid Waste Management:
Engineering Principles and Management Issues. McGraw-Hill, Inc. Singapore.
US, EPA. 2009. Waste Home - Measuring Greenhouse Gas Emissions from Waste_ Climate
Change - What You Can Do.
Wibowo, Arianto dan Darwin T Djajawinata. 2007. Penanganan Sampah Terpadu. Jakarta.