Percobaan p3 p4 Kba

36
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN ALAM PERCOBAAN 3 DAN 4 Isolasi Glikosida Flavonid dari Manihot utilissima Folium dan Identifikasi Falovonoid dengan Kromatografi Lapis Tipis Disusun oleh : 1. Nisadiyah Faridatus Shahih (G1F012064) 2. Rizky Ariyanti (G1F012070) 3. Wahyu Nunggal P. (G1F012072) 4. Lala Febria (G1F012074) 5. Rafdy Falih Albani (G1F012076) Golongan/kelompok : IV B/Tanin Hari/tanggal : Kamis, 12 Juni 2014 Asisten : Glorya - Zaky LABORATORIUM BIOLOGI FARMASI JURUSAN FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2014

description

.................................................................

Transcript of Percobaan p3 p4 Kba

Page 1: Percobaan p3 p4 Kba

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN ALAM

PERCOBAAN 3 DAN 4

Isolasi Glikosida Flavonid dari Manihot utilissima Folium dan Identifikasi Falovonoid

dengan Kromatografi Lapis Tipis

Disusun oleh :

1. Nisadiyah Faridatus Shahih (G1F012064)

2. Rizky Ariyanti (G1F012070)

3. Wahyu Nunggal P. (G1F012072)

4. Lala Febria (G1F012074)

5. Rafdy Falih Albani (G1F012076)

Golongan/kelompok : IV B/Tanin

Hari/tanggal : Kamis, 12 Juni 2014

Asisten : Glorya - Zaky

LABORATORIUM BIOLOGI FARMASI

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2014

Page 2: Percobaan p3 p4 Kba

PERCOBAAN III

ISOLASI GLIKOSIDA FLAVONOID DARI Manihot utilissima FOLIUM

A. Tujuan Praktikum

Memahami dan melakukan isolasi flavonoid dari daun ketela (Manihot

utilissima).

B. Pendahuluan

Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang

ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan

biru serta sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan

(Lenny, 2006). Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90°C

selama 15 menit. Infusa adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk

menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan–bahan nabati.

Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah

tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu sari yang diperoleh dengan cara

ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam. Cara ini sangat sederhana dan sering

digunakan oleh perusahaan obat tradisional. Dengan beberapa modifikasi cara ini

sering digunakan unuk membuat ekstrak. Dekokta adalah ekstraksi dengan pelarut

air pada temperatur 90°C selama 30 menit. Penguapan ekstrak larutan dilakukan

dengan penguap pengurangan tekanan, yaitu rotary evaporator sehingga diperoleh

ekstrak yang kental (Harborne, 1987).

Page 3: Percobaan p3 p4 Kba

C. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah aquadest, eter, asam klorida

(HCl 2 N), dan natrium sulfat anhidrat. Sedangkan alat yang digunakan dalam

praktikum adalah panci infusa, corong besar, erlenmeyer (50 ml dan 250 ml),

tabung reaksi, corong pisah (250 ml), cawan porselen, flakon (3 buah).

D. Cara Kerja

50 gram serbuk bahan

Dimasukkan ke dalam panci infusa 1 (atas),

Ditambahkan dengan 500 ml aquadest,

Diletakkan diatas panci infusa 2 (bawah) yang telah

berisi air biasa, tunggu sampai mendidih dan suhu di

panci atas mencapai 90oC, dibiarkan selama 15 menit

(untuk mendapatkan infusa),

Disaring melalui corong buchner sehingga diperoleh

filtrat yang jernih,

Dipindahkan ke dalam erlenmeyer 250 ml,

Disimpan dalam almari es hingga terbentuk kristal

amorf putih kekuningan (± 1 minggu),

Filtrat + kristal amorf

Dituang sebagian besar filtrat pada erlenmeyer ke

tempat lain dengan hati-hati supaya kristal tidak ikut

tertuang,

Disaring dengan kertas saring yang telah ditara hingga

memperoleh kristal, jika masih ada kristal yang

menempel pada dasar erlenmeyer maka bilang dengan

air es dan saring,

Dikeringkan kertas saring bersama endapan pada suhu

50oC selama 30 menit,

Ditimbang untuk memperoleh rendemen,

Diambil sedikit padatan dengan ujung spatel kecil,

Dilarutkan dalam 2 ml campuran metanol-air sama

banyak dalam flakon (sari I),

Diambil sisa padatannya, masukkan ke dalam tabung

reaksi dan ditambahkan dengan 10 ml HCl 2 N,

Ditaruh corong kecil berisi kapas di atas tabung untuk

mengurangi penguapan

Dilakukan refluks pada penangas air mendidih selama

1 jam,

Didinginkan dan dimasukkan ke dalam corong pisah

yang berisi eter sebanyak 10 ml,

Dikocok dan tunggu hingga terbentuk dua lapisan,

Dipisahkan bagian air asam dan organik eter,

Page 4: Percobaan p3 p4 Kba

Dikocok kembali lapisan air asamnya dengan 10 ml

dietil eter yang baru dalam corong pisah,

Dipisahkan bagian air asam dan organik eter, dan

dicampurkan dengan yang pertama,

Disaring sari eternya dengan kertas saring yang berisi

1 gram natrium sulfat anhidrat ke dalam cawan

porselin,

Diuapkan eternya tanpa pemanasan dan larutkan residu

yang diperoleh dengan 2 ml metanol dalam flakon

(Sari II).

Diuapkan lapisan air asam hasil hidrolisis dengan

cawan porselin di atas penangas air dengan hembusan

angin sehingga cairan tinggal kira-kira 1ml dan

tuangkan ke dalam flakon (Sari III)

Sari I, Sari II, Sari III

Page 5: Percobaan p3 p4 Kba

E. Hasil dan Pembahasan

E.1. Hasil Pengamatan

No. Perlakuan Hasil Pengamatan

1. 50 gram serbuk bahan dimasukkan ke

dalam panci infusa 1 (atas),

2. Kemudian ditambahkan dengan 500

ml aquadest,

3. Kemudian diletakkan diatas panci

infusa 2 (bawah) yang telah berisi air

biasa, tunggu sampai mendidih dan

suhu di panci atas mencapai 90oC,

dibiarkan selama 15 menit (untuk

mendapatkan infusa),

4. Kemudian disaring melalui corong

buchner sehingga diperoleh filtrat

yang jernih,

Diperoleh filtrat jernih berwarna

coklat

5. Kemudian dipindahkan ke dalam

erlenmeyer 250 ml,

6. Kemudian disimpan dalam almari es

hingga terbentuk kristal amorf putih

kekuningan (± 1 minggu),

Terbentuk kristal amorf putih

kekuningan pada dasar erlenmeyer

7. Kemudian dituang sebagian besar

filtrat pada erlenmeyer ke tempat lain

dengan hati-hati supaya kristal tidak

ikut tertuang,

Kristal tetap pada dasar erlenmeyer

8. Kemudian disaring dengan kertas

saring yang telah ditara hingga

memperoleh kristal, jika masih ada

kristal yang menempel pada dasar

erlenmeyer maka bilang dengan air es

dan saring,

Kertas saring = 0,526 gram

9. Dikeringkan kertas saring bersama

endapan pada suhu 50oC selama 30

menit,

10. Ditimbang untuk memperoleh

rendemen,

n m n

o o n i

o o n 1

Kertas saring + bahan = 0,6522

gram

Bahan = 0,1262 gram

Rendemen =(0,1262/50)x100%

=0,2524%

11. Diambil sedikit padatan dengan ujung

spatel kecil,

12. Dilarutkan dalam 2 ml campuran Diperoleh sari I

Page 6: Percobaan p3 p4 Kba

metanol-air sama banyak dalam

flakon (sari I),

13. Diambil sisa padatannya, masukkan

ke dalam tabung reaksi dan

ditambahkan dengan 10 ml HCl 2 N,

14. Ditaruh corong kecil berisi kapas di

atas tabung untuk mengurangi

penguapan

15. Dilakukan refluks pada penangas air

mendidih selama 1 jam,

16. Didinginkan dan dimasukkan ke

dalam corong pisah yang berisi eter

sebanyak 10 ml,

17. Dikocok dan tunggu hingga terbentuk

dua lapisan,

18. Dipisahkan bagian air asam dan

organik eter,

Warna bagian air = jernih

Warna bagian organik eter =

kuning jernih

19. Dikocok kembali lapisan air asamnya

dengan 10 ml dietil eter yang baru

dalam corong pisah,

20. Dipisahkan bagian air asam dan

organik eter, dan dicampurkan dengan

yang pertama,

Warna bagian air = jernih

Warna bagian organik eter =

kuning jernih

21. Disaring sari eternya dengan kertas

saring yang berisi 1 gram natrium

sulfat anhidrat ke dalam cawan

porselin,

22. Diuapkan eternya tanpa pemanasan

dan larutkan residu yang diperoleh

dengan 2 ml metanol dalam flakon

(Sari II).

Diperoleh sari II

Page 7: Percobaan p3 p4 Kba

23. Diuapkan lapisan air asam hasil

hidrolisis dengan cawan porselin di

atas penangas air dengan hembusan

angin sehingga cairan tinggal kira-kira

1ml dan tuangkan ke dalam flakon

(Sari III)

Diperoleh sari III

Page 8: Percobaan p3 p4 Kba

O

O

1

2

3

45

6

7

8

9

10

1'

2'

3'

4'

5'

6'A

(8a)

(4a)

C

B

E. 2. Pembahasan

Pada praktikum ini bertujuan untuk dapat memahami dan melakukan isolasi

flavonoid dari daun ketela (Manihot utilissima). Senyawa flavonoid adalah suatu

kelompok senyawa fenol yang terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-

senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan biru serta sebagai zat warna

kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoid mempunyai

kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin

benzene (C6) terikat pada suatu rantai propane (C3) sehingga bentuk susunan C6-

C3-C6 (Lenny, 2006).

Gambar 1. Struktur Senyawa Flavonoid (Lenny, 2006).

Sebagian besar senyawa flavonoida alam ditemukan dalam bentuk glikosida,

dimana unit flavonoid terikat pada suatu gula. Glikosida adalah kombinasi antara

suatu gula dan suatu alcohol yang saling berikatan melalui ikatan glikosida. Pada

prinsipnya, ikatan glikosida terbentuk apabila gugus hidroksil dari alcohol

beradisi kepada gugus karbonil dari gula sama seperti adisi alcohol kepada

aldehida yang dikatalisa oleh asam menghasilkan suatu asetal. Pada hidrolisa oleh

asam, suatu glikosida terurai kembali atas komponen-komponennya menghasilkan

gula dan alcohol yang sebanding dan alcohol yang dihasilkan disebut dengan

aglikon. Residu gula dari glikosida flavonoida alam adalah glukosa, ramnosa,

galaktosa dan gentibiosida. Flavonoida dapat ditemukan sebagai mono- , di- atau

triglikosida dimana satu, dua atau tiga gugus hidroksil dalam molekul flavonoid

terikat oleh gula. Poliglikosida larut dalam air dan sedikit larut dalam pelarut

organic seperti eter, benzene, kloroform dan aseton. Senyawa-senyawa flavonoid

Page 9: Percobaan p3 p4 Kba

yang umumnya bersifat antioksidan dan banyak yang telah digunakan sebagai

salah satu komponen bahan baku obat-obatan (Anonim, 2008).

Pada percobaan kali ini digunakan simplisia dari daun ketela pohon (Manihot

utilissima. Berikut taksonominya:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae atau biji berkeping dua

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Manihot

Spesies : Manihot utilissima Pohl. ; Manihot esculenta Crantz sin.

Ketela pohon atau singkong, dalam bahasa Inggris bernama cassava, adalah

pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya

dikenal sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai

sayuran. Di Indonesia sendiri ketela pohon menjadi makanan bahan pangan pokok

setelah beras dan jagung. Manfaat daun ketela pohon sebagai bahan sayuran

memiliki protein cukup tinggi dan Umbi singkong merupakan sumber energi yang

kaya karbohidrat namun sangat miskin protein. Kayunya bisa digunakan sebagai

pagar kebun atau di desa-desa sering digunakan sebagai kayu bakar untuk

memasak. Dengan perkembangan teknologi ketela pohon dijadikan bahan dasar

pada industri makanan dan bahan baku industri pakan. Selain itu digunakan pula

pada industri obat-obatan. Ketela pohon sangat berkhasiat untuk menyembuhkan

berbagai macam penyakit diantaranya yaitu reumatik, demam, sakit kepala, diare,

cacingan, mata kabur; nafsu makan, luka bernanah, luka baru kena panas

(Anonim, 2008).

Page 10: Percobaan p3 p4 Kba

Monografi dari bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum adalah sebagai

berikut :

1. Eter

Eter mengandung tidak kurang dari 96,0% dan tidak lebih dari 98,0%

C4H10O. Selebihnya terdiri dari etanol dan air. Eter sangat mudah menguap

dan terbakar. Uapnya dapat meledak jika bercampur dengan udara dan nyala

api.

Gambar 2. Struktur Senyawa Eter.

Pemerian, cairan mudah mengalir, mudah menguap, tidak berwarna,

berbau khas. Teroksidasi perlahan-lahan oleh udara dan cahaya dengan

membentuk peroksida, mendidih pada suhu lebih kurang 35oC. Kelarutannya,

larut dalam air dapat bercampur dengan etanol, dengan benzena, dengan

kloroform, dengan pelarut heksana, dengan minyak lemak dan minyak

menguap (Anonim, 1995).

2. Aquades

Air suling adalah air murni yang diperoleh dengan penyulingan. Air murni

adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan destilasi, perlakuan

menggunakan penukar ion, osmosis balik, atau proses lain yang sesuai.

Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum. Tidak mengandung

zat tambahan lain. Pemerian cairan jernih tidak berwarna, dan tidak berbau

(Anonim, 1995).

3. Metanol ( CH3OH )

Gambar 3. Struktur Senyawa Metanol.

Metanol, juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus,

adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH. Ia merupakan bentuk

alkohol paling sederhana. Pada "keadaan atmosfer" ia berbentuk cairan yang

Page 11: Percobaan p3 p4 Kba

ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun

dengan bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol). metanol

digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan

sebagai bahan additif bagi etanol industry (Anonim, 1995).

4. Natrium sulfat anhidrat

Na2SO4 dengan berat molekul 142,04, murni pereaksi. Metanol P, metil

alkohol CH3OH berat molekul 32,04, murni pereaksi (Anonim, 1995).

5. Asam klorida

Gambar 4. Struktur Asam Klorida.

Nama Resmi : Acidum Hydrochlorodium

Nama Lain : Asam Klorida

Rumus Molekul : HCl

Berat Molekul : 36,46

Pemerian : Cairan tidak berwarna, berasap, bau merangsang,

jika diencerkan dengan 2 bagian air, asap dan bau

hilang.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

K / P : Zat tambahan (Anonim, 1995)

Pada praktikum isolasi glikosida flavanoid dari manihot utilissima folium hal

pertama yang dilakukan adalah membuat cairan infusa dari simplisia mannihot

utilistima, bahan yang digunakan 50 gram manihot utilissima di tambah dengan

air hingga 500 ml ke dalam panci infusa. Panci infusa bagian bawah diisi dengan

air biasa, hal ini dilakukan untuk menjaga suhu pemanasan tetap pada 90°C

karena yang menghantarkan panas adalah uap air bukan api secara langsung,

kemudian setelah panic atas suhunya mencapai 90oC ditunggu selama 15 menit.

kemudian cairan infus di saring menggunakan penyaring Buchner untuk

mendapatkan bagian yang jernih dan ampasnya dibuang, penyaringan

menggunakan penyaring Buchner agar filtrat yang dihasilkan baik dan benar-

Page 12: Percobaan p3 p4 Kba

benar jernih, setelah itu kemudian dituang kedalam labu erlenmeyer dan disimpan

dalam lemari es selama 1 minggu agar dapat terbentuk kristal (Harbone, 1987).

Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90° C selama 15

menit. Infusa adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari

zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan–bahan nabati. Penyarian

dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh

kuman dan kapang. Oleh sebab itu sari yang diperoleh dengan cara ini tidak boleh

disimpan lebih dari 24 jam. Cara ini sangat sederhana dan sering digunakan oleh

perusahaan obat tradisional. Dengan beberapa modifikasi cara ini sering

digunakan unuk membuat ekstrak.

Infusa dibuat dengan cara : Membasahi bahan bakunya, biasanya dengan air 2

kali bobot bahan, untuk bunga empat kali bobot bahan, dan untuk karagen 10 kali

bobot bahan. Bahan baku ditambah dengan air dan dipanaskan selama 15 menit

pada suhu 900 –

980

C. Umumnya untuk 100 bagian sari diperlukan 10 bagian

bahan. Hal ini disebabkan karena kandungan simplisia kelarutannya terbatas,

misalnya kulit kina digunakan 6 bagian. disesuaikan dengan cara penggunaanya

dalam pengobatan, misalnya daun kumis kucing, sekali minum infus 100 cc,

karena itu di ambil 1/2 Bagian. Berlendir, misalnya karagen digunakan 1

1/2

bagian. Daya kerjanya keras, misalnya digitalis digunakan 1/2 bagian. Untuk

memindahkan penyarian kadang–kadang perlu ditambahkan bahan kimia

misalnya Asam Sitrat untuk infus kina, Kalium atau Natrium karbonat untuk infus

kelembak. Penyarian dilakukan pada saat cairan masih panas, kecuali bahan yang

mengandung bahan yang mudah menguap (Anonim, 2000). Dekokta adalah

ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90°C selama 30 menit. Penguapan

ekstrak larutan dilakukan dengan penguap pengurangan tekanan, yaitu rotary

evaporator sehingga diperoleh ekstrak yang kental (Harborne, 1987).

Setelah 1 minggu filtrat disimpan dilemari es kemudian filtrate di tuang

kedalam gelas beaker, tetapi yang dituang yang bagian atas atau yang jernihnya

saja agar kristal pada cairan dibawah tidak ikut tertuang. Setelah dituang, kristal

kemudian di saring menggunakan kertas saring yang sebelumnya telah ditimbang

bobotnya. Bobot kertas saring tadi yaitu 0,526 gram. Setelah itu kertas saring

bersama endapan kristal tadi di keringkan didalam oven pada suhu 50 °C. Hal ini

Page 13: Percobaan p3 p4 Kba

dilakukan agar mendapatkan kristal murni (rutin) yang bebas dari pelarut. Setelah

kering, kertas saring dan kristal ditimbang lagi untuk memperoleh rendemannya,

dan bobot kertas saring + kristal tadi yaitu 0,6522 gram. Kemudian kristal di

ambil dengan spatel dan dilarutkan dengan campuran metanol-air 2 ml sama

banyak. Digunakan campuran metanol-air untuk melarutkan kristal rutin ini yang

bersifat polar dan fungsi metanol sendiri yaitu untuk melarutkan pengotor dari

kristal rutin itu. Larutan tersebut kemudian dinamai dengan sari 1 yang

mengandung rutin (Mulia, 1990).

Kemudian sisa padatan diambil dan di masukkan ke dalam tabung reaksi

kemudian ditambahkan 10 ml HCL 2N. Penambahan ini berfungsi untuk

menghidrolisis rutin menjadi bentuk glikon dan aglikonnya, karena rutin adalah

glikosida flavanoid. Bentuk aglikon dari rutin adalah kuersetin yang berfungsi

sebagai antiinflamasi, antikanker dan antioksidan. Kemudian setelah itu dilakukan

refluks pada penangas air mendidih selama 1 jam dan jika cairan dalam tabung

terlalu banyak yang menguap bisa ditambahkan 5 ml aquadest yang panas

kedalamnya, refluks bertujuan untuk menyempurnakan reaksi hidrolisis yang

terjadi. Setelah refluks, campuran dimasukkan ke dalam corong pisah untuk di

pisahkan dengan pelarut eter. Eter digunakan karena memiliki kepolaran yang

sama dengan kuersetin sehingga kuersetin dapat larut didalamnya. Ketika

pemisahan akan terbentuk 2 lapisan yaitu lapisan air asam yang berada di bawah

dan lapisan eter yang berada di atas. Kedua lapisan tersebut lalu dipisahkan. untuk

hasil campuran eter dituang kedalam beker glass. Kemudian pada lapisan air asam

dilakukan kembali partisi menggunakan 10 ml pelarut dietil eter yang baru dalam

corong pisah. Hal ini bertujuan untuk mengambil kembali kuersetin yang

mungkin belum terbawa pada pemisahan pertama tadi. Kemudian dipisahkan

kembali dengan cairan eternya dimasukkan ke dalam beaker glass yang sudah

berisi campuran eter sebelumnya. Sari eter yang didapat kemudian di saring

dengan kertas saring yang terdapat 1 gram natrium sulfat anhidrat ke dalam cawan

porselin, hal ini dilakukan untuk membersihkan air yang mungkin terbawa ke

dalam larutan eter aglikon flavanoidnya. Kemudian eternya diuapkan tanpa

pemanasan dan residunya dilarutkan dengan 2 ml metanol sebagai pelarut dari

kuersetin. Campuran tersebut dinamai dengan sari II. Setelah itu kemudian uapkan

Page 14: Percobaan p3 p4 Kba

lapisan air asam hasil hidrolisis pada cawan porselin diatas penangas air dengan

hembusan angina sehingga cairan kira-kira tinggal 1 ml, yang disebut sebagai sari

III (Harbone, 1987).

Pada praktikum kali ini Kristal yang didapatkan sebanyak 0,2162 gr dengan

rendemen sebesar 0,2524 %. Hasil rendemen ini tidak sesuai dengan literature

karena seharusnya dengan 50 gr bahan yang digunakan, kristal yang didapat lebih

dari 0,2162 gr. Hal ini dapat disebabkan karena filtrat terkontaminasi jamur jadi

pada saat filtrat yang atas dibuang, kristal yang terbentuk juga ikut terbuang dan

bisa juga disebabkan kurang lamanya penyimpanan atau pendinginan didalam

lemari es, juga karena kurang telitinya praktikan dalam penimbangannya.

Kesalahan yang terjadi dalam percobaan kali ini dapat dikelompokkan

menjadi dua macam yaitu kesalahan random dan kesalahan sistematik (Gandjar

dan Rohman, 2007).

a. Kesalahan random (random error)

Kesalahan random adalah kesalahan yang selalu terjadi dalam analis

dikarenakan adanya sedikit variasi yang tidak dapat ditentukan (dikontrol)

saat pelaksanaan (Gandjar dan Rohman, 2007) seperti selisih dalam

penimbangan bahan dan ketidaktepatan dalam penambahan volume larutan.

b. Kesalahan sistematik

Kesalahan sistematik memiliki sifat yang konstan, serta dapat

mengakibatkan hasilnya menyimpang dari rata-rata. Kesalahan ini

dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti :

1) kesalahan personel dan operasi

2) kesalahan alat dan pereaksi

3) kesalahan metode

Untuk mengatasinya dapat dilakukan beberapa cara seperti Kalibrasi alat

yang dipakai, melakukan penetapan blanko,penetapan kontrol, satu seri penetapan

kadar serta penetapan dengan berbagai metode (Gandjar dan Rohman, 2007)

Page 15: Percobaan p3 p4 Kba

F. Kesimpulan

Dari praktikum ”Isolasi Glikosida Flavonoid dari Manihot utilissima Folium”

dapat ditarik kesimpulan yaitu sebagai berikut :

1. Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang terdapat dalam tumbuhan,

terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavonoid.

2. Flavanoid didalam bahan yang diisolasi bersifat polar sehingga dapat disari

dengan air panas dan dikristalkan dengan pendinginan.

3. Pemisahan aglikon dari glikosidanya dapat dilakukan dengan hidrolisis asam.

4. Pada praktikum kali ini, dihasilkan sari 1 berupa larutan rutin, sari II berupa

kuersetin dan sari III dihasilkan standar.

5. Hasil rendeman yang diperoleh yaitu 0,2524%.

Page 16: Percobaan p3 p4 Kba

Daftar Pustaka

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia edisi IV, Depkes RI, Jakarta

Anonim, 2000, Acuan Sediaan Herbal, Depkes RI, Jakarta.

Anonim, 2008, Singkong Manihot esculenta Crantz, www.plantamor.com,

Diakses pada 08 Juni 2014.

Gandjar, I. G., Rohman A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar,

Yogyakarta.

Harbone, J.B, 1987, Metode Fitokimia penuntun cara modern menganalisis

tumbuhan terbitan kedua, ITB, Bandung.

Lenny, Sovia, 2006, Karya Ilmiah Senyawa Flavonoida, Fenil Propanoida, dan

Alkaloida, www.library.usu.ac.id. Diakses pada 08 Juni 2014.

Mulia M dan Syahrani A., 1990, Aplikasi Analisis Spektrofotometer UV-VIS,

Mecphiso Grafika, Surabaya.

Page 17: Percobaan p3 p4 Kba

Lampiran 1. Jawaban Pertanyaan

1. Apakah perbedaan antara infusa dan decocta?

Decocta dan infusa dapat diartikan sebagai sari-sari dalam air yang dibuat

dari bahan-bahan alam yang direbus pada suhu 900C sampai 98

0C.

Perbedaannya yaitu pada decocta lamanya penyarian setengah jam,

sedangkan pada infusa selama 15 menit. Selain itu pada infusa digunakan

simplisia yang lunak, mengandung minyak atsiri dan bahan nya tidak tahan

panas. Sedangkan decocta, simplisia yang digunakan biasanya keras, tidak

mengandung minyak atrisi, dan tahan pemanasan.

2. Sebutkan keuntungan dan kerugian penyarian glikosida flavonoid dengan air?

Keuntungan : murah dan mudah diperoleh, stabil, tidak mudah menguap dan

tidak mudah terbakar, tidak beracun, serta alamiah.

Kerugian : banyak komponen polar yang dapat larut bersama air, media air

memungkinkan timbulnya jamur atau bakteri jika disimpan di suhu ruang,

tidak selektif, dan untuk pengeringan diperlukan waktu lama.

3. Bagaimana dapat diketahui bahwa hidrolisis yang dikerjakan telah sempurna?

Deteksi warna dapat dilakukan untuk mengetahui bahwa hidrolisis yang

dikerjakan telah sempurna.

Page 18: Percobaan p3 p4 Kba

Lampiran 2. Jurnal Praktikum

Page 19: Percobaan p3 p4 Kba

PERCOBAAN IV

IDENTIFIKASI FLAVONOID DENGAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

A. Tujuan Praktikum

Melakukan analisis kualitatif golongan senyawa flavonoid dengan metode

kromatografi lapis tipis.

B. Pendahuluan

Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan yang berpembuluh tetapi

beberapa kelas lebih tersebar daripada yang lainnya. Flavonoid mengandung

sistem aromatik yang terkonjugasi dan karena itu menunjukkan pita serapan kuat

pada sprektum UV dan sprektum tampak. Flavonoid pada umumnya terdapat

dalam tumbuhan, terikat terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon

falvonoid yang mana pun mungkin saja terdapat dalam satu tumbuhan dalam

beberapa bentuk kombinasi glikosida. Flavonoid terutama berupa senyawa yang

larut dalam air. Mereka diekstraksi dengan etanol 70% dan tetap ada dalam

lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi. Flavonoid berupa

senyawa fenol, karena itu warnanya berubah bila ditambah basa amonia, jadi

mereka mudah dideteksi pada kromatogram atau dalam larutan. Tidak ada benda

lain yang begitu mencolok dibandingkan flavonoid yang member konstribusi

keindahan dan kesemarakan pada bunga dan buah-buahan di alam. Flavin akan

memberikan warna kuning atau jingga, antosianin akan member warna merah,

ungu atau biru yaitu semua warna yang terdapat pada pelangi terkecuali warna

hijau. Secara biologis, flavonoid memainkan peranan penting dalam kaitannya

dengan penyerbukan pada tanaman oleh serangga. Sebagian flavonoid memiliki

rasa yang pahit sehingga dapat menolak sejenis ulat tertentu. (Sastroamidjoyo,

1996).

Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan

kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada kromatografi,

komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah fase yaitu fase diam

dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran sedangkan fase

gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan

pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam

Page 20: Percobaan p3 p4 Kba

fase gerak akan bergerak lebih cepat. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan

cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui

kuantitasnya yang menggunakan. Kromatografi juga merupakan analisis cepat

yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya.

C. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah lempeng KLT GF 254, metanol,

amonia, pereaksi sitroborat, fase atas dari campuran n-butanol : asam asetat : air

(3 : 1 : 1) v/v sebagai eluen. Sedangkan alat yang digunakan dalam praktikum

adalah chamber KLT, pipa kapiler/ tusuk gigi, pinset, alat penyemprot, oven,

lampu UV 244 nm.

D. Cara Kerja

Sari I, Rutin dalam metanol Sari 2, Kuersetin dalam metanol, Sari 3

Ditotolkan pada lempeng KLT GF 254 (6x8cm,

dengan garis awal = 1 cm, garis akhir = 0,5 cm, dan

jarak elusi = 6,5 cm),

Dielusi pada chamber KLT yang telah berisi campuran

n-butanol : asam asetat : air (3 : 1 : 1) v/v sebagai

eluen,

Dikeringkan dengan hair dryer,

Dideteksi :

1. Sinar UV 254, ditandai bercaknya,

2. Uap amonia, di bawah sinar tampak dan UV 254,

ditandai bercaknya,

3. Pereaksi sitroborat, dipanaskan 110oC selama 5

menit, di amati di bawah sinar UV 254, ditandai

bercaknya,

Dicatat Rf, hRf, dan warna yang terbentuk,

Rf, hRf, warna

Page 21: Percobaan p3 p4 Kba

E. Hasil dan Pembahasan

E.1. Hasil Pengamatan

Gambar 1. Skema Lempeng KLT.

Lempeng KLT dan totolan sampel yang terelusi saat praktikum.

0,5 cm

1 cm

6,5 cm

6 cm

Page 22: Percobaan p3 p4 Kba

No Perlakuan Hasil Pengamatan

1. Ditotolkan pada lempeng KLT GF 254 (6x8cm,

dengan garis awal = 1 cm, garis akhir = 0,5 cm,

dan jarak elusi = 6,5 cm),

KiriKanan

1. Sari 1

2. Rutin

3. Sari 2

4. Kuersetin

5. Sari 3

2. Dielusi pada chamber KLT yang telah berisi

campuran n-butanol : asam asetat : air (3 : 1 : 1)

v/v sebagai eluen,

Ke-5 sampel terelusi

hingga garis akhir.

3. Dikeringkan dengan hair dryer, Lempeng KLT GF 254

telah kering, siap untuk di

deteksi.

4. Dideteksi :

1. Sinar UV 254, ditandai bercaknya,

Sari I = 4,7 cm

Rutin = 4,8 cm

Sari II = 6,5 cm

Kuersetin = 6,3 cm

Sari III = 6 cm

Page 23: Percobaan p3 p4 Kba

2. Uap amonia, di bawah sinar tampak dan

UV 254, ditandai bercaknya,

3. Pereaksi sitroborat, dipanaskan 110oC

selama 5 menit, di amati di bawah sinar UV

254, ditandai bercaknya,

Sari I = 4,4 cm

Rutin = 4,5 cm

Sari II = 6,5 cm

Kuersetin = 6,3 cm

Sari III = 6,1 cm

Sari I = 4,5 cm

Rutin = 4,5 cm

Sari II = 6,5 cm

Kuersetin = 6,2 cm

Sari III = 6,1 cm

5. Dicatat nilai Rf dan hRf yang diperoleh

hRf = Rf x 100

Rf1, hRf

Sari I = 0,72 cm, 72 cm

Rutin = 0,73 cm, 73 cm

Sari II = 1 cm, 100 cm

Kuersetin = 0,97 cm, 97

cm

Sari III = 0,92 cm, 92 cm

Page 24: Percobaan p3 p4 Kba

Rf2, hRf

Sari I = 0,68 cm, 68 cm

Rutin = 0,70 cm, 70 cm

Sari II = 1 cm, 100 cm

Kuersetin = 0,96 cm, 96

cm

Sari III = 0,93 cm, 93 cm

Rf3, hRf

Sari I = 0,70 cm, 70 cm

Rutin = 0,70 cm, 70 cm

Sari II = 1 cm, 100 cm

Kuersetin = 0,93 cm, 93

cm

Sari III = 0,93 cm, 93 cm

6. Dicatat warna yang terbentuk Warna1

Sari I = cokelat kehijauan

Rutin = cokelat kehijauan

Sari II = cokelat kehijauan

Kuersetin = ungu pudar

Sari III = ungu pudar

Warna2

Sari I = cokelat kehijauan

Rutin = cokelat kehijauan

Sari II = cokelat kehijauan

Kuersetin = ungu pudar

Sari III = ungu pudar

Warna3

Sari I = cokelat kehijauan,

lebih pudar

Rutin = cokelat kehijauan

Sari II = cokelat kehijauan,

lebih pudar

Kuersetin = ungu pudar

Sari III = ungu pudar

Page 25: Percobaan p3 p4 Kba

O

O

1

2

3

45

6

7

8

9

10

1'

2'

3'

4'

5'

6'A

(8a)

(4a)

C

B

E.2. Pembahasan

Pada praktikum ini bertujuan untuk dapat melakukan analisis kualitatif

golongan senyawa flavonoid dengan metode kromatografi lapis tipis.

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa

menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan.

Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat

sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya.

Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang

ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan

biru serta sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan.

Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon,

dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propane (C3) sehingga

bentuk susunan C6-C3-C6 (Lenny, 2006).

Gambar 1. Struktur Senyawa Flavonoid (Lenny, 2006).

Sebagian besar senyawa flavonoida alam ditemukan dalam bentuk glikosida,

dimana unit flavonoid terikat pada suatu gula. Glikosida adalah kombinasi antara

suatu gula dan suatu alcohol yang saling berikatan melalui ikatan glikosida. Pada

prinsipnya, ikatan glikosida terbentuk apabila gugus hidroksil dari alcohol

beradisi kepada gugus karbonil dari gula sama seperti adisi alcohol kepada

aldehida yang dikatalisa oleh asam menghasilkan suatu asetal. Pada hidrolisa oleh

asam, suatu glikosida terurai kembali atas komponen-komponennya menghasilkan

gula dan alcohol yang sebanding dan alcohol yang dihasilkan disebut dengan

aglikon. Residu gula dari glikosida flavonoida alam adalah glukosa, ramnosa,

Page 26: Percobaan p3 p4 Kba

galaktosa dan gentibiosida. Flavonoida dapat ditemukan sebagai mono- , di- atau

triglikosida dimana satu, dua atau tiga gugus hidroksil dalam molekul flavonoid

terikat oleh gula. Poliglikosida larut dalam air dan sedikit larut dalam pelarut

organic seperti eter, benzene, kloroform dan aseton. Senyawa-senyawa flavonoid

yang umumnya bersifat antioksidan dan banyak yang telah digunakan sebagai

salah satu komponen bahan baku obat-obatan (Anonim, 2008).

Pada percobaan kali ini digunakan simplisia dari daun ketela pohon (Manihot

utilissima. Berikut taksonominya:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae atau biji berkeping dua

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Manihot

Spesies : Manihot utilissima Pohl. ; Manihot esculenta Crantz sin.

Ketela pohon atau singkong, dalam bahasa Inggris bernama cassava, adalah

pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya

dikenal sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai

sayuran. Di Indonesia sendiri ketela pohon menjadi makanan bahan pangan pokok

setelah beras dan jagung. Manfaat daun ketela pohon sebagai bahan sayuran

memiliki protein cukup tinggi dan Umbi singkong merupakan sumber energi yang

kaya karbohidrat namun sangat miskin protein. Kayunya bisa digunakan sebagai

pagar kebun atau di desa-desa sering digunakan sebagai kayu bakar untuk

memasak. Dengan perkembangan teknologi ketela pohon dijadikan bahan dasar

pada industri makanan dan bahan baku industri pakan. Selain itu digunakan pula

pada industri obat-obatan. Ketela pohon sangat berkhasiat untuk menyembuhkan

Page 27: Percobaan p3 p4 Kba

berbagai macam penyakit diantaranya yaitu reumatik, demam, sakit kepala, diare,

cacingan, mata kabur; nafsu makan, luka bernanah, luka baru kena panas

(Anonim, 2008).

Monografi dari bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum adalah sebagai

berikut :

1. Air suling (Depkes RI, 1979).

Nama resmi : Aqua Destillata

Nama lain : Air suling

Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau;

tidak mempunyai rasa.

BM / RM : 18,02 / H2O

2. Asam asetat (Depkes RI, 1979).

Gambar 2. Struktur Asam Asetat

Nama resmi : Acidum Asetat

Nama lain : Asam asetat,cuka

Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, bau menusuk, rasa asam,

tajam

Kelarutan : Dapat campur dengan air, dengan etanol (95%)P, dan

dengan gliserol P

Berat jenis : 1,040 g/ml-1,042 g/ml

Page 28: Percobaan p3 p4 Kba

3. Methanol (Depkes RI, 1979).

Gambar 3. Struktur Methanol.

Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, bau khas.

Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, membentuk cairan jernih,

tidak berwarna.

BJ / RM : (15,5°/15,5°) 0,796 sampai 0,798/ CH3OH

4. Amonia (Depkes RI, 1979).

Nama lain : Amonia

RM / BM : NH4OH / 35,05

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, bau khas, dan menusuk kuat

Kelarutan : Mudah larut dalam air

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat dan ditempat sejuk

Kegunaan : Sebagai dapar pH 10

5. n-Butanol (Perry, 1984).

Gambar 4. n-Butanol

Merupakan cairan putih jernih dan berbau tajam Produksi n-butanol

sebagian besar digunakan pada pembuatan resin urea fonnaldehid dan

plasticizer dibutil pthalat. n-Butanol merupakan senyawa organik yang

memiliki ikatan hydrogen. Berat molekul (gr/mol) 74,12; titik didih pada 1

atm (oC) 117,73; titik beku, (

oC) -89,3; spesifik gravity pada 20

oC 0,8098.

Page 29: Percobaan p3 p4 Kba

6. Sitroborat

Pereaksi sitroborat digunakan untuk mendeteksi keberadaan senyawa

golongan flavonoid dari glikosida saponin reaksi positif ditunjukkan dengan

berpendar di bawah sinar UV 366nm. Pada plat, tidak ada bercak yang

berwarna kuning, tetapi terdapat bercak yang berpendar di UV 366 setelah di

semprot sitroborat. Hal ini menunjukkan bahwa dimungkinkan adanya

kandungan flavonoid pada fraksi ini (Wagner, 1984).

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan kromatografi planar dengan fase

diam berupa lapisan yang seragam pada permukaan bidang datar yang didukung

oleh lempeng kaca, plat almunium atau plastic. Fase gerak sebagai pelarut

pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada

pengembangan secara ascending atau karena pengaruh gravitasi pada

pengembangan secara descending. Pemisahan pada KLT yang optimal akan

diperoleh jika pada penotolan sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit

mungkin, dan jika penotolan sampel tidak tepat akan menyebabkan bercak yang

menyebar dan puncak ganda. Parameter pada KLT yang digunakan untuk

identifikasi adalah nilai Rf, dua senyawa dikatakan identik jika memiliki nilai Rf

yang sama jika diukur pada kondisi KLT yang sama. Analisis kuantitatif dengan

KLT dapat dilakukan dengan mengukur langsung lempeng dengan ukuran luas

bercak atau densikometri (Gandjar, 2007).

Fasa gerak yang digunakan dalam KLT sering disebut dengan eluen.

Pemilihan eluen didasarkan pada polaritas senyawa dan biasanya merupakan

campuran beberapa cairan yang berbeda polaritas. Kepolaran eluen sangat

berpengaruh terhadap Rf (faktor retensi) yang diperoleh. Faktor retensi (Rf)

adalah jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi dengan jarak yang ditempuh

oleh eluen. Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen

tertentu. Hal tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan

senyawa dalam sampel. Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti

mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut

dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan tertahan kuat

pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah (Anonim, 2013).

Page 30: Percobaan p3 p4 Kba

Keuntungan KLT :

1. Waktu relatif singkat

2. Menggunakan inestasi yang kecil.

3. Paling cocok untuk analisis bahan alam dan obat.

4. Jumlah cuplikan yang dengan sedikit.

5. Kebutuhaan ruang minimum.

6. Penanganan sederhana.

7. Zat yang bersifat asam/basa kuat dapat dipisahkan dengan KLT.

Kelemahan KLT :

1. Hanya merupakan langkah awal untuk menentukan pelarut yang cocok

dengan pada kromatografi kolom

2. Noda yang terbetuk belum tentu senyawa murni.

Terdapat beberapa tahap yang dilakukan pada KLT yaitu penyiapan plat,

pemilihan adsorben, pemilihan pelarut, menentukan sistem pengembang yang

cocok, pengamatan lokasi bercak pada kromatogram, deteksi dan identifikasi

(Kusmardiyani dan Nawawi, 1992). Langkah pertama yang dilakukan untuk

mengidentifikasi flavonoid adalah dengan mempersiapkan fase diam dan fase

gerak yang digunakan sebagai eluen. Fase diam yang digunakan adalah selulosa

GF254, sedangkan fase gerak yang digunakan adalah n-butanol : asam asetat : air

(3:1:1) v/v dan cuplikan yang digunakan adalah sari I, sari II, sari III, dan

pembanding larutan rutin serta kuersetin. Dengan digunakannya eluen yang

bersifat polar maka senyawa polar akan terelusi lebih dulu dan memiliki Rf yang

lebih tinggi, dibandingkan dengan senyawa non-polar ataupun semipolar. Pada

KLT ini yang diuji adalah senyawa polar yaitu glikosida flavonoid (rutin) dan

senyawa non-polar yaitu aglikon glikosida (kuersetin). Pelarut n-butanol sebagai

pelarut non-polar yang melarutkan senyawa non-polar dan yang melarutkan

senyawa polar adalah air sebagai pelarut polar. Penotolan dilakukan terhadap sari

I, sari II, sari III dan pembanding larutan rutin serta kuersetin, dengan

menggunakan pipa kapiler. Penotolan dilakukan pada plat KLT, dimana jarak

antar totolan sejauh 1 cm. Setelah dilakukan penotoloan, plat KLT kemudian

Page 31: Percobaan p3 p4 Kba

dideteksi di bawah sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm. Pada saat

deteksi di bawah sinar UV diamati bercak flavonoid yang terlihat kemudian

diukur jaraknya dari garis front. Setelah itu, plat KLT diuapkan amonia dan

dideteksi kembali di bawah sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm.

Kemudian, langkah selanjutnya di deteksi dengan pereaksi sitroborat, lalu

dipanaskan. Setelah nilai Rf kedua dihitung, plat KLT disemprot dengan pereaksi

sitroborat dan diamati kembali di bawah sinar UV dengan panjang gelombang

254 nm, setelah itu lakukan perhitungan nilai Rf. Nilai Rf dihitung dengan

persamaan (Gandjar, 2007) :

Rf =

Nilai maksimum Rf adalah 1 dan ini dicapai ketika solut mempunyai

perbandingan distribusi (D) dan faktor retensi (k’) sama dengan 0 yang berarti

solut bermigrasi dengan kecepatan yang sama dengan fase gerak (Gandjar dan

Rohman, 2007). Nilai Rf yang diperoleh dari hasil perhitungan dan warna yang

terbentuk kemudian dibandingkan dengan nilai Rf dan warna fluoresens yang ada

dalam pustaka.

Setelah melakukan percobaan Kromatografi Lapis Tipis maka diperoleh

hasil sebagai berikut, hasil yang di amati dibawah sinar UV254 yaitu sari I

menghasilkan jarak 4,7 cm; sari II menghasilkan jarak 6,5 cm; sari III

menghasilkan jarak 6,0 cm; rutin dan kuersetin masing-masing menghasilkan

jarak 4,8 cm dan 6,3 cm. Setalah dideteksi dengan uap amonia, hasil yang di amati

pada sinar tampak dan UV254 yaitu sari I menghasilkan jarak 4,4 cm; sari II

menghasilkan jarak 6,5 cm; sari III menghasilkan jarak 6,1 cm; rutin dan kuersetin

masing-masing menghasilkan jarak 4,5 cm dan 6,3 cm. Setelah dideteksi dengan

pereaksi Sitroborat, hasil yang di amati dibawah sinar UV254 yaitu sari I

menghasilkan jarak 4,5 cm; sari II menghasilkan jarak 6,5 cm; sari III

menghasilkan jarak 6,1 cm; rutin dan kuersetin masing-masing menghasilkan

jarak 4,5 cm dan 6,2 cm. Selanjutnya untuk mendapatkan nilai Rf, data jarak yang

didapat tersebut dibagi dengan jarak start sampai finish yaitu 6,5 cm. Sehingga

nilai Rf1 yang diperoleh adalah sari I menghasilkan Rf 0,72 cm; sari II

Page 32: Percobaan p3 p4 Kba

menghasilkan Rf 1,00 cm; sari III menghasilkan Rf 0,92 cm; rutin dan kuersetin

masing-masing menghasilkan Rf 0,73 cm dan 0,97 cm; untuk nilai Rf2 yang

diperoleh adalah sari I menghasilkan Rf 0,68 cm; sari II menghasilkan Rf 1,00

cm; sari III menghasilkan Rf 0,93 cm; rutin dan kuersetin masing-masing

menghasilkan Rf 0,70 cm dan 0,96 cm; untuk Rf3 yang diperoleh adalah sari I

menghasilkan Rf 0,70 cm; sari II menghasilkan Rf 1,00 cm; sari III menghasilkan

Rf 0,93 cm; rutin dan kuersetin masing-masing menghasilkan Rf 0,70 cm dan

0,93 cm. Dari data tersebut, menurut literatur dapat disimpulkan bahwa sari I

mengandung rutin dan sari II mengandung kuersetin karena antara sari I dan rutin

memiliki nilai Rf yang berdekatan dan pada sari II dan kuersetin juga

mengandung nilai Rf berdekatan (Gross, 1991). Pada saat KLT dilihat dibawah

sinar UV bercak yang tampak yaitu rutin manghasilkan 4,1 cm dan sari II

menghasilkan 5 cm, jadi yang mampu berflourosensi hanya rutin dan sari II

karena yang akan tampak pada UV hanyalah zat yang mampu berflouresensi

(Gandjar, 2007). Kemudian, warna yang terbentuk untuk warna yang pertama

adalah sari I dan sari II menghasilkan warna cokelat kehijauan, sari III

menghasilkan warna ungu pudar, untuk rutin dan kuersetin masing-masing

menghasilkan warna cokelat kehijauan dan ungu pudar. Warna yang kedua, untuk

sari I dan sari II menghasilkan warna cokelat kehijauan, sari III menghasilkan

warna ungu pudar, untuk rutin dan kuersetin masing-masing menghasilkan warna

cokelat kehijauan dan ungu pudar. Warna yang ketiga, untuk sari I dan sari II

menghasilkan warna cokelat kehijauan tapi lebih pudar, sari III menghasilkan

warna ungu pudar, untuk rutin dan kuersetin masing-masing menghasilkan warna

cokelat kehijauan dan ungu pudar.

Page 33: Percobaan p3 p4 Kba

F. Kesimpulan

Dari praktikum ”Identifikasi Falovonoid dengan Kromatografi Lapis Tipis”

dapat ditarik kesimpulan yaitu sebagai berikut :

1. Senyawa golongan flavonoid dapat diidentifikasi dengan metode

kromatografi lapis tipis (KLT) dan spektrofotometer UV-vis.

2. Nilai Rf ditentukan dengan mengukur jarak titik pusat bercak dari titik awal

dibagi dengan jarak tepi muka pelarut dari titik awal.

3. Dengan adanya warna fluoresens itu dapat mengetahui adanya rutin dan

kuersetin karena hanya rutin dan kuersetin yg dapat berpendar pd Rf standar

dan sampel yang telah ditentukan (0-1).

Page 34: Percobaan p3 p4 Kba

Daftar Pustaka

Anonim, 2008, Singkong Manihot esculenta Crantz, www.plantamor.com,

Diakses pada 08 Juni 2014.

Anonim, 2013, Kromatografi Lapis Tipis.

http://www.ilmukimia.org/2013/05/kromatografi-lapis-tipis-klt.html.

diakses tanggal 9 mei 2014.

Depkes RI, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Dirjen Ri, Yogyakarta.

Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman, 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka

Pelajar, Yogyakarta.

Kusmardiyani, Siti dan Nawawi As'ari, 1992, Kimia Bahan Alam, Pusat antar

Universitas Bidang Ilmu Hayati, Yogyakarta.

Lenny, Sovia, 2006, Karya Ilmiah Senyawa Flavonoida, Fenil Propanoida, dan

Alkaloida, www.library.usu.ac.id. Diakses pada 08 Juni 2014.

Perry R. H., and Green D., 1984, "Chemical Engineer's Hand Book", six edition,

Mc Graw Hill Book Company.

Robbers.J.E., Speedie.M.K., Tyler.V.E., 1996, “Pharmacognosy and Pharmaco”,

biotechnology.

Sastrohamidjojo. H., 1996, Sintesis Bahan Alam, Gajahmada University Press,

Jogjakarta.

Wagner H.,S. Bladt and EM. Zgainski, 1984, Plant Drugs Analysis., Springer-

Verlag., Berlin.

Page 35: Percobaan p3 p4 Kba

Lampiran 1. Jawaban Pertanyaan.

1. Apa perbedaan fluoresensi rutin (flavonoid-3-glikosida) dan aglikonnya?

Rutin merupakan salah satu jenis glikosida flavonoid yang bersifat polar,

sehingga dapat diekstraksi dengan pelarut polar, seperti air, methanol atau

etanol. Filtrate yang didapat dari hasil penyarian didinginkan untuk

mempercepat pembentukan kristal.Pemisahan aglikon dan glikosidanya dapat

dilakukan dengan hidrolisis asam, seperti menggunakan HCl. Akan didapat

hasil berupa kuersetin dan glukosa dari hidrolisis rutin. Terlihat berupa tidak

berwarna pada sinar tampak, berwarnabiru keunguan pada sinar UV

254nm,birukeunguan pada sinar UV 366nm, dan memberikan fluoresensi

berwarna biru terang dengan penampak bercak AlCl3.

2. Apakah dasar pemisahan senyawa dengan metode kromatografi lapis tipis?

Pemisahan komponen suatu senyawa yang dipisahkan dengan kromatografi

lapis tipis tergantung pada jenis pelarut, zat penyerap dengan sifat daya serap

masing-masing komponen. Komponen yang terlarut akan terbawa oleh fase

diam (penyerap) dengan membandingkannya dengan standar yang sangat

memakan waktu dan harus dilakukan terpisah pada kondisi eluen yang sama.

Dalam hal ini untuk mendapatkan resolusi yang baik, penting untuk memilih

dua campuran pelarut yang berbeda, meskipun dengan kekuatan pelarut yang

sama (Gandjar, 2008).

3. Berikan 2 contoh fase gerak lain yang bisa digunakan daam identifikasi

flavonoid?

Metal asetat, heksan, methanol. Methanol sifatnya polar. Heksan sifatnya

nonpolar . Metil asetat sifatnya semi polar.

Page 36: Percobaan p3 p4 Kba

Lampiran 2. Jurnal Praktikum.