Percobaan 1 analisis intrumen
-
Upload
budi-hermanto-madjaga -
Category
Documents
-
view
172 -
download
26
description
Transcript of Percobaan 1 analisis intrumen
PERCOBAAN I
ANALISIS MULTI KOMPONEN CAMPURAN KOBALT DAN KROM
I. Tujuan Percobaan
Menganalisis multi komponen campuran kobalt dan krom dengan variasi
konsentrasi dengan menghitung nilai k.
II. Tinjauan Pustaka
Prinsip dasar dari analisis multi komponen dengan spektrofotometri adsorpsi
molekuler yaitu bahwa total absorpsi larutan adalah jumlah absorpsi dari tiap
– tiap komponennya. Hal ini tentu saja akan berlaku jika komponen –
komponen tersebut tidak berinteraksi dalam bentuk apapun. Secara teori bisa
saja terdapat banyak komponen tetapi dalam praktek, lebarnya puncak
absorpsi dalam spektrometri UV – sinar tampak memastikan bahwa tidak ada
panjang gelombang yang cukup sesuai untuk penentuan sampel dengan
jumlah komponen yang banyak (Wiryawan, dkk, 2008).
Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan pada
pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna
pada panjang gelombamg spesifik dengan menggunakan monokromator
prisma atau kisi difraksi dengan detektor fototube. Benda bercahaya seperti
matahari atau bohlam listrik memancarkan spektrum yang lebar terdiri atas
panjang gelombang. Panjang gelombang yang dikaitkan dengan cahaya
tampak itu mampu mempengaruhi selaput pelangi mata manusia dan
karenanya menimbulkan kesan subyektif akan ketampakan (vision). Dalam
analisis secara spektrofotometri terdapat tiga daerah panjanggelombang
elektromagnetik yang digunakan, yaitu daerah UV (200 – 380nm), daerah
visible (380 – 700 nm), daerah inframerah (700 – 3000 nm)(Khopkar, 1990).
Pada spektrofotometer sinar tampak, sumber cahaya biasanya menggunakan
lampu tungsten yang sering disebut lampu wolfram. Wolfram merupakan
salah satu unsur kimia, dalam tabel periodik unsur wolfram termasuk
golongan unsur transisi tepatnya golongan VIB atau golongan 6 dengan
simbol W dan nomor atom 74. Wolfram digunakan sebagai lampu pada
spektrofotometri tidak terlepas dari sifatnya yang memiliki titik didih yang
sangat tinggi yakni 5930 °C (Anonim, 2014).
Absorbansi dari larutan sampel yang diukur Spektrofotometer UV-Vis
digunakan untuk mengukur intensitas sinar yang dilalui menuju sample (I) dan
membandingkannya dengan intensitas sinar sebelum dilewatkan ke sampel
tersebut (I0). Rasio I/I0 disebut transmitan (T), sedangkan absorban diperoleh
dari transmitan tersebut dengan rumus A= -log T sesuai dengan hukum
dasarnya yaitu hukum Lambert Beer. Hukum Lambert-Beer ini juga memiliki
kelemahan, yaitu kenaikan konsentrasi menjadi 2x atau 3x konsentrasi tidak
mengubah nilai serapan menjadi 2x atau 3x serapan mula-mula.
Ketidaklinieran hubungan antara serapan dengan konsentrasi tersebut
dinamakan penyimpangan dari hukum Lambert-Beer (Harvey, 2000).
Panjang gelombang yang digunakan untuk melakukan analisis adalah panjang
gelombang dimana suatu zat memberikan penyerapan paling tinggi yang
disebut λmaks. Hal ini disebabkan jika pengukuran dilakukan pada panjang
gelombang yang sama, maka data yang diperoleh makin akurat atau kesalahan
yang muncul makin kecil.
Berdasarkan hukum Beer absorbansi akan berbanding lurus dengan
konsentrasi, karena b atau l harganya 1 cm dapat diabaikan dan ε merupakan
suatu tetapan. Artinya konsentrasi makin tinggi maka absorbansi yang
dihasilkan makin tinggi, begitupun sebaliknya konsentrasi makin rendah
absorbansi yang dihasilkan makin rendah.
Kobalt adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang
Co dan nomor atom 27. Elemen ini biasanya hanya ditemukan dalam bentuk
campuran di alam. Elemen bebasnya, diproduksi dari peleburan reduktif,
adalah logam berwarna abu-abu perak yang keras dan berkilau. Ketersediaan
unsur kimia kobal tersedia di dalam banyak formulasi yang mencakup kertas
perak, potongan, bedak, tangkai, dan kawat (Anonim, 2014).
Krom adalah logam berbentuk kristal dan berwarna putih bening yang
dilambangkan dengan “Cr”, mempunyai nomor atom 24 dan mempunyai berat
atom 51,996, massa jenis 650 gr/cm3, titik lebur 1903°C pada tekanan 1 atm,
titik didih 2642°C pada tekanan 1 atm. Nilai serapan optimum untuk Cr(III)
yaitu pada panjang gelombang 410 nm sedangkan pada Cr(VI) pada panjang
gelombang 560 nm. Kromium merupakan logam industri yang penting karena
rerupakan polutan utama, yang bersifat karsinogen, mutagenik, dan sangat
beracun. Kromium memiliki dua bentuk oksidatif dalam lingkungan perairan.
Pertama adalah Cr(VI) yang diketahui sebagai bentuk Cr yang sangat beracun,
dan yang lain adalah Cr(III) yang sedikit pergerakannya, tidak beracun, dan
bahkan merupakan unsur yang esensial bagi manusia dan hewan (Darwono,
1995).
Menurut Anonim (2012), kromium adalah sebuah unsur kimia dalam tabel
periodik yang memiliki lambang Cr dan nomor atom 24. Kromium trivalen
(Cr(III), atau Cr3+) diperlukan dalam jumlah kecil dalam metabolisme gula
pada manusia. Kekurangan kromium trivalen dapat menyebabkan penyakit
yang disebut penyakit kekurangan kromium (chromium deficiency). Kromium
merupakan logam tahan korosi (tahan karat) dan dapat dipoles menjadi
mengkilat. Dengan sifat ini, kromium (krom) banyak digunakan sebagai
pelapis pada ornamen-ornamen bangunan, komponen kendaraan, seperti
knalpot pada sepeda motor, maupun sebagai pelapis perhiasan seperti emas,
emas yang dilapisi oleh kromium ini lebih dikenal dengan sebutan emas putih.
Kromium dan ion kobalt menyerap cahaya tampak meskipun maximal
absorbansi mereka cukup baik dipisahkan. Dengan mengukur absorbansi pada
dua panjang gelombang yang berbeda dari larutan yang mengandung ion,
adalah mungkin untuk secara bersamaan menentukan konsentrasi dari setiap
ion dalam larutan. Sebuah larutan tidak diketahui mengandung spesies di
analisis menggunakan spektrofotometer (Anonim, 2014).
Menurut Sikanna, R. (2014), Terdapat dua kemungkinan apabila dua
komponen yang berlainan dicampurkan dalam satu larutan. Adanya interaksi
akan merubah spektrum absorpsi dimana absorpsi larutan campuran akan
merubah jumlah aljabar dari absrpsi dua larutan dari masing-masing
komponen yang terpisah. Jadi, spektrum absorpsinya merupakan campuran
bersifat aditif.
III. Alat dan Bahan
I.1 Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini antara lain labu ukur 25 ml,
gelas kimia 100 ml, botol semprot, gelas ukur 10 ml, spektrofotometer
UV-Vis, kuvet, pipet mikro dan pipet tetes.
I.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini antara lain larutan krom (III)
klorida 0,05 M, larutan kobalt (II) klorida 0,188 M, aquades, tissue dan
cutton bud.
IV. Prosedur Kerja
1. Keaditifan absorbans larutan Cr3+ dan Co2+
a. Menyiapkan larutan
Cr3+ 0,02 M
Co2+ 0,075 M
Larutan campuran Cr3+ + Co2+ yang mengandung 0,02 M Cr3+ dan
0,075 Co2+ dengan perbandingan 1 : 1.
b. Mengukur absorban ketiga larutan di atas pada panjang gelombang 200-
900 nm, menggunakan aquades sebagai blanko. Kemudian membuat
dalam satu kertas grafik spektrum absorbsi masing-masing dari ketiga
larutan tersebut berdasarkan data yang diperoleh kemudian
menjumlahkan spektrum absorpsi Cr3+ dan Co2+. Memeriksa
keaditifannya.
2. Nilai k
a. Menentukan nilai atau letak puncak maksimum spektrum Cr3+ dan Co2+
dari grafik di atas.
b. Menyiapkan larutan Cr3+ dan Co2+ dengan konsentrasi:
Cr3+ : 0,01; 0,02; 0,03; 0,04; 0,05 M
Co2+: 0,0188; 0,0376; 0,0564; 0,0752 M
Mengukur absorbans masing-masing pada λCr dan λCo, maka dapat
dibuat 4 (empat) kurva standar :
Cr3+ pada λCr
Cr3+ pada λCo
Co2+ pada λCr
Co2+ pada λCo
Menghitung nilai k pada masing – masing panjang gelombang tersebut.
3. Analisa contoh campuran
Menetapkan komposisi campuran yang diberikan dengan jalan mengukur
A (absorban) larutan itu pada λCr dan λCo dan dari nilai–nilai k yang sudah
diperoleh di atas.
V. Hasil dan Pembahasan
5.1 Hasil Pengamatan
1. Keaditifan absorbansi larutan Cr3+ 0,02 M, Co2+ 0,075 M dan larutan
campuran Cr3+ + Co2+ yang mengandung 0,02 M dan 0,075 M.
λmaks
Absorbansi (A)
Cr3+ Co2+ Campuran Cr3+ + C02+
412.23 0,384 -
511.74 - 0,352 -
2. Nillai K
a. Untuk Larutan Cr3+
SampelA (λmaks Cr
= 412.23 nm)
A (λmaks Co
= 511.74 nm)
0,01 0.169 0.206
0,02 0.332 0.252
0,03 0.473 0.308
0,04 0.641 0.358
0,05 0.810 0.417
b. Untuk Larutan Co2+
SampelA (λmaks Cr
= 412.23 nm)
A (λmaks Co
= 511.74 nm)
0,0188 0.048 0.225
0,0376 0.062 0.314
0,0576 0.055 0.368
0,0752 0.094 0.510
3. Analisa Contoh Campuran
SampelA (λmaks Cr
= 412.23 nm)
A (λmaks Co
= 511.74 nm)
Co2+ 0,02 M + Cr3+ 0,075 M 0.192 0.384
C = 0.0120 C = 0.0530
5.2 Analisa Data
1. Pengenceran
Pembuatan larutan Cr3+ 0,02 M dari larutan krom (III) klorida 0,05M
Larutan 0,02 M Cr3+
V 1=V 2 M 2
M 1
V 1=25 ml x 0,02 M
0,05 M
V 1=10 ml
a. Larutan Cr3+
Larutan Cr3+0,01 M
V 1=V 2 M 2
M 1
V 1=25 ml x 0,01 M
0,05 M
V 1=5 ml
Larutan Cr3+0,02 M
V 1=V 2 M 2
M 1
V 1=25 ml x 0,02 M
0,05 M
V 1=10 ml
Larutan Cr3+0,03 M
V 1=V 2 M 2
M 1
V 1=25 ml x 0,03 M
0,05 M
V 1=15 ml
Larutan Cr3+0,04 M
V 1=V 2 M 2
M 1
V 1=25 ml x 0,04 M
0,05 M
V 1=20ml
Larutan Cr3+0,05 M
V 1=V 2 M 2
M 1
V 1=25 ml x 0,05 M
0,05 M
V 1=25ml
Pembuatan larutan Co2+ 0,075 M dari larutan kobalt (II) klorida 0,0188 MLarutan Co2+0,075 M
V 1=V 2 M 2
M 1
V 1=25 ml x 0,075 M
0,188 M
V 1=9,97ml
b. Larutan Co2+
Larutan Co2+0,0188 M
V 1=V 2 M 2
M 1
V 1=25 ml x 0,0188 M
0,188 M
V 1=2,5 ml
Larutan Co2+0,0376 M
V 1=V 2 M 2
M 1
V 1=25 ml x 0,0376 M
0,188 M
V 1=5 ml
Larutan Co2+0,0564 M
V 1=V 2 M 2
M 1
V 1=25 ml x 0,0564 M
0,188 M
V 1=7,5ml
Larutan Co2+ 0,0752 M
V 1=V 2 M 2
M 1
V 1=25 ml x 0,0752 M
0,188 M
V 1=10ml
2. Penentuan Regresi
a. Untuk Cr3+ pada λCr
Konsentrasi
(x)
Absorbans
(y)x2 x y
0,01
0,02
0,03
0,04
0,05
0.169
0.332
0.473
0.641
0.810
0,0001
0,0004
0,0009
0,0016
0,0025
0,0016
0,0066
0,0141
0,0256
0,0405
Ʃ x = 0,15 Ʃ y = 2,425 Ʃ x2= 0,0055 Ʃ xy = 0,0884
x=∑ xn
=0,155
=0,03
y=∑ yn
=2,4255
=0,485
b=n (∑ xy ) – (∑x )(∑ y)
n ( ∑ x2 ) – (∑ x)2
b=5 (0,0884 ) – (0,15 )(2,425)
5 (0,0055 ) – (0,15)2
b=¿15,65
y= y+b ( x−x )
y1=0,485+15,65 (0,01−0,03 ) = 0,172
y2=0,485+15,65 (0,02−0,03 ) = 0,3285
y3=0,485+15,65 (0,03−0,03 ) = 0,485
y4=0,485+15,65 (0,04−0,03 ) = 0,6415
y5=0,485+15,65 (0,05−0,03 ) = 0,798
Grafik Sebelum Regresi
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.060
0.050.1
0.150.2
0.250.3
0.350.4
0.45
Hubungan antara Konsentrasi Cr3+ dan Absorbansinya pada λCr Regresi
Konsentrasi
Abso
rban
si
Grafik Sesudah Regresi
Menghitung Nilai k Cr3+ pada λCr (k11)
k=dydx
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.50
0.10.20.30.40.50.60.70.80.9
Hubungan antara Konsentrasi Cr3+ dan Absorbansinya pada λCr Regresi
Konsentrasi
Abso
rban
si
k=(0,485−0,328 )
(0,03−0,02 )
k=15,65
b. Untuk Cr3+ pada λCo
Konsentrasi
(x)
Absorbans
(y)x2 x y
0,01
0,02
0,03
0,04
0,05
0.206
0.252
0.308
0.358
0.417
0,0001
0,0004
0,0009
0,0016
0,0025
0,0020
0,0050
0,0092
0,0143
0,0208
Ʃ x = 0,15 Ʃ y = 1,541 Ʃx2 = 0,0055 Ʃxy = 0,0513
x=∑ xn
=0,155
=0,03
y=∑ yn
=1,5415
=0,3082
b=n (∑ xy ) – (∑x )(∑ y)
n ( ∑ x2 ) – (∑ x)2
b=5 (0,0513 ) – (0,15 )(1,541)
5 (0,0055 ) – (0,15)2
b=¿5,07
y= y+b ( x−x )
y1=0,3082+5,07 (0,01−0,03 ) = 0,2068
y2=0,3082+5,07 (0,02−0,03 ) = 0,2575
y3=0,3082+5,07 (0,03−0,03 ) = 0,3082
y4=0,3082+5,07 (0,04−0,03 ) = 0,3589
y5=0,3082+5,07 (0,05−0,03 ) = 0,4096
Grafik sebelum Regresi
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.060
0.05
0.10.150.2
0.250.3
0.350.4
0.45
Hubungan antara Konsentrasi Cr3+ dan Absorbansinya pada λCo
Konsentrasi
Abso
rban
si
Grafik Sesudah Regresi
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.50
0.050.1
0.150.2
0.250.3
0.350.4
0.45
Hubungan antara Konsentrasi Cr3+ dan Absorbansinya pada λCo Regresi
Konsentrasi
Abso
rban
si
Menghitung Nilai k Cr3+ pada λCo(k12)
k=dydx
k=(0,3082−0,2575)
(0,03−0,02)
k=5,07
c. Untuk Co2+ pada λCr
Konsentrasi
(x)
Absorbans
(y)x2 x y
0,0188
0,0376
0,0564
0,0752
0,048
0,062
0,055
0,094
0,0003
0,0014
0,0032
0,0057
0,0009
0,0023
0,0031
0,0070
∑x = 0,188 ∑y = 0,259 ∑x2 = 0,0232 ∑xy = 0,0133
x=∑ xn
=0,1884
=0,047
y=∑ yn
=0,2594
=0 ,0647
b=n (∑ xy ) – (∑x )(∑ y)
n ( ∑ x2 ) – (∑ x)2
b=4 (0,0133 ) – (0,188 )(0,259)
4 (0,0232 ) – (0,188)2
b=¿0,0784
y= y+b ( x−x )
y1=0 , 0647+0,0784 (0,0188−0,047 ) = 0,0624
y2=0 ,0647+0,0784 (0,0376−0,047 ) = 0,0639
y3=0 ,0647+0,0784 (0,0564−0,047 ) = 0,0654
y4=0 ,0647+0,0784 ( 0,0752−0,047 )= 0,0669
Grafik Sebelum Regresi
0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.080
0.010.020.030.040.050.060.070.080.090.1
Grafik Hubungan antara Konsentrasi Co2+ dan Absorbansinya pada λCr
Konsentrasi (C)
Abso
rban
si (A
)
Grafik Sesudah Regresi
0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.080.06
0.061
0.062
0.063
0.064
0.065
0.066
0.067
0.068
Hubungan antara Konsentrasi Cr3+ dan Absorbansinya pada λCr Regresi
Kosentrasi
Abso
rban
si
Menghitung Nilai k Co2+ pada λCr (k21)
k=dydx
k=(0,0654−0,0639)(0,0564−0,0376)
k=0,0797
d. Untuk Co2+ pada λCo
Konsentrasi
(x)
Absorbans
(y)x2 x y
0,0188
0,0376
0,0564
0,0752
0.225
0.314
0.368
0.510
0,0003
0,0014
0,0032
0,0057
0,0042
0,0118
0,0207
0,0383
∑x = 0,188 ∑y = 1,417 ∑x2 = 0,0232 ∑xy = 0,0751
x=∑ xn
=0,1884
=0,047
y=∑ yn
=1,4174
=0 ,3542
b=n (∑ xy ) – (∑x )(∑ y)
n ( ∑ x2 ) – (∑ x)2
b=4 (0,0751 ) – (0,188 )(1,417)
4 (0,0232 ) – (0,188)2
b=¿0.5918
y= y+b ( x−x )
y1=0 , 3542+0.5849 (0,0188−0,047 ) = 0,3375
y2=0 ,3542+0.5849 (0,0376−0,047 ) = 0,3487
y3=0 ,3542+0.5849 (0,0564−0,047 ) = 0,3597
y4=0 ,3542+0.5849 (0,0752−0,047 )= 0,3709
Grafik Sebelum Regresi
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.50
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
Hubungan antara Konsentrasi Co2+ dan Absorbansinya pada λCo
Kosentrasi
Abso
rbab
si (A
)
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.50.32
0.33
0.34
0.35
0.36
0.37
0.38
Hubungan antara Konsentrasi Co2+ dan Absorbansinya pada λCo
Kosentarsi
Abso
rban
si (A
)
Menghitung Nilai k Co2+ pada λCo(k22)
k=dydx
k=(0 , 3597−0 ,3487)(0,0564−0,0376)
k=0.5904
3. Pembuktian Nilai Konsentrasi
a. Cr3+
0,01 M
C = Ak
C = 0,16915,9
C = 0,01 M
0,02 M
C = Ak
C = 0,33215,9
C = 0,02 M
0,03 M
C = Ak
C = 0,47315,9
C = 0,03 M
0,04 M
C = Ak
C = 0,64115,9
C = 0,04 M
0,05 M
C = Ak
C = 0,81015,9
C = 0,05 M
b. Co2+
0,0188 M
C = Ak
C = 0,225
0.5904
C = 0,0376 M
0,0376 M
C = Ak
C = 0,314
0.5904
C = 0,5318 M
0,0564 M
C = Ak
C = 0,368
0.5904
C = 0,6233 M
0,0752 M
C = Ak
C = 0,510
0.5904
C = 0,8638 M
4. Menentukkan Komposisi Campuran
A1 = k11C1 + k12C2..............(1)
A2 = k21C1 + k22C2 ..............(2)
0.192= (15,9 x C1) + (5,17 x C2 ) x 0,0851
0.384= (0,0745x C1) + (0.5851x C2) x 15,9
0,014304 = 1,35309 C1 + 0,448477 C2
6,1056 = 1,35309 C1 + 9,38736 C2
-6,091296 = -8,938883 C2
C2 = 0,6812 M
Subtitusi nilai C2 pada persamaan (2)
0.384 = (0,0851x C1) + (0.5904 x 0,6812)
0,384 = 0,0851 C1+ 0,40218048
0,0745 C1 = 0,384 – 0,40218048
C1 = -4,6808 M
Sehingga diperoleh konsentrasi untuk campuran yaitu :
C1 = -4,6808 M dan C2 = 0,6812 M.
5.3 Pembahasan
Prinsip dasar dari analisis multi komponen dengan spektrofotometri adsorpsi
molekuler yaitu bahwa total absorpsi larutan adalah jumlah absorpsi dari tiap
– tiap komponennya. Dalam percobaan dilakukan analisis multi komponen
campuran krom dan kobalt. Pada percobaan ini digunakan larutan CrCl3
sebagai sumber Cr3+ dengan warna biru dan CoCl2 sebagai sumber Co2+
dengan warna merah muda.
Perlakuan pertama yaitu mengukur keaditifan dari larutan Cr3+ dan larutan
Co2+. Langkah yang dilakukan yaitu menyiapkan larutan baku dari Cr3+
dengan konsentrasi 0,02 M, Co2+ dengan konsentrasi 0,075 M dan campuran
keduanya. Adapun prinsip dasar dari keaditifan ini yaitu dua macam kromofor
yang berbeda akan mempunyai kekuatan absorpsi cahaya yang berbeda pada
satu panjang gelombang tertentu sehingga diperoleh persamaan hubungan
antara absorpsi dengan konsentrasi pada dua panjang gelombang, akibatnya
konsentrasi masing – masing komponen dapat dihitung. Absorban dari masing
– masing komponen bersifat aditif apabila komponen – komponennya tidak
saling bereaksi. Kemudian mengukur absorbansi dari larutan Cr3+, Co2+ dan
campuran dari keduanya dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada
panjang gelombang 200-900 nm, hal ini disebabkan karena Serapan cahaya uv
mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi elektron-elektron dari orbital
keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi
lebih tinggi. Pengukuran ini bertujuan untuk memperoleh panjang gelombang
maksimum dari Cr3+ dan Co2+.
Prinsip Kerja Spektrofotometri UV-Vis yaitu Cahaya yang berasal dari lampu
deuterium maupun wolfram yang bersifat polikromatis di teruskan melalui
lensa menuju ke monokromator pada spektrofotometer dan filter cahaya pada
fotometer. Monokromator kemudian akan mengubah cahaya polikromatis
menjadi cahaya monokromatis (tunggal). Berkas-berkas cahaya dengan
panjang tertentu kemudian akan dilewatkan pada sampel yang mengandung
suatu zat dalam konsentrasi tertentu. Oleh karena itu, terdapat cahaya yang
diserap (diabsorbsi) dan ada pula yang dilewatkan. Cahaya yang dilewatkan
ini kemudian di terima oleh detektor. Detektor kemudian akan menghitung
cahaya yang diterima dan mengetahui cahaya yang diserap oleh sampel.
Cahaya yang diserap sebanding dengan konsentrasi zat yang terkandung
dalam sampel sehingga akan diketahui konsentrasi zat dalam sampel secara
kuantitatif.
Dari hasil pengukuran diperoleh kurva antara menghubungkan konsentrasi
larutan dengan absorbansi. Di mana berdasarkan kurva tersebut, diketahui
bahwa panjang gelombang maksimum untuk Cr3+ yaitu 412,23 nm dengan
nilai absorbansi sebesar 0,384. Untuk Co2+ diperoleh panjang gelombang
maksimum 511,74 nm dan nilai absorbansi sebesar 0,352. Menurut Wiryawan
(2008), panjang gelombang untuk Cr(III) terletak pada panjang gelombang
575 nm sedangkan untuk Co(II) terletak pada panjang gelombang 510 nm.
Hasil yang diperoleh untuk Cr(III) berbeda dengan literatur, hal ini mungkin
disebabkan adanya zat lain dalam larutan, pengaruh suhu, pengaruh jenis
pelarut maupun pengaruh pH larutan
Menurut Sikanna, R. (2012), apabila dua komponen yang berlainan
dicampurkan dalam satu larutan dan dengan adanya interaksi maka akan
merubah spektrum absorbsinya hal ini disebabkan oleh interaksi dua
komponen tersebut yang dapat mengubah kemampuan komponen untuk
menyerap panjang gelombang tertentu dari sumber radiasi. Karena luasnya interaksi
bergantung terhadapat konsentrasi. Dari hasil pengamatan diperoleh larutan
bersifat aditif karena terdapat perbedaan pada panjang gelombang maksimum
campuran Cr3+ dan Co2+ dengan larutan Cr3+ dan larutan Co2+. Campuran
dikatakan aditif apabila menghasilkan absorbansi berbeda dari jumlah
absorbansi komponennya.
Lalu melakukan pengukuran absorbansi Cr3+ dan Co2+ pada berbagai
konsentrasi menggunakan panjang gelombang maksimum Cr dan Co.
Melakukan pengukuran pada panjang gelombang maksimum karena di sekitar
panjang gelombang maksimum ini, bentuk kurva serapan adalah datar
sehingga hukum Lambert-Beer akan terpenuhi dengan baik, sehingga
kesalahan yang ditimbulkan pada panjang gelombang maksimum dapat
diperkecil. Variasi kosentrasi dari larutan Cr3+ yang digunakan yaitu 0,01 M;
0,02 M; 0,03 M; 0,04 M dan 0,05 M. Dan nilai absorbansi yang diperoleh
berturut-turut yaitu 0,169; 0,332; 0,473; 0,641 dan 0,810 nm. Sedangkan
untuk larutan Co2+ yaitu 0,0188 M; 0,0376 M; 0,0564 M dan 0,0752 M. Dan
nilai absorbansi yang diperoleh berturut-turut yaitu 0,048; 0,062; 0,055 dan
0,094 nm. Hasil yang diperoleh pada grafik setelah regresi yaitu semakin
tinggi kosentrasi semakin tinggi absorbansi suatu larutan atau berbanding
lurus. Menurut harvey, (2000), berdasarkan hukum Beer absorbansi akan
berbanding lurus dengan konsentrasi. Jadi semakin besar konsentrasi maka
semakin tinggi nilai absorbansi yang diperoleh.
Setelah ditentukan nilai regresinya maka dapat ditentukan nilai k dari setiap
larutan. Nilai k digunakan untuk mengetahui konsentrasi masing-masing
larutan. Di mana nilai k ini diperoleh dari perbandingan nilai dy (y2-y1) dan dx
(x2-x1). Sehingga diperoleh nilai k untuk tiap komponen pada masing-masing
panjang gelombang pada k11 sebesar 15,9; k12 sebesar 5,27; k21 sebesar 0,0851;
dan k22 sebesar 0,8904. Nilai k adalah nilai tetapan dalam hokum lambert beer,
tergantung pada sistem kosentrasi yang di gunakan. Dari hasil K yang
diperoleh dapat ditentukan nilai komposisi campuran yaitu pada C1 sebesar -
4,6808 M dan C2 sebesar 0,6812 M, sedangkan C1 dan C2 pada
spektrofotometri UV-Vis berturut-turut yaitu 0,0120 M dan 0,0530 M.
Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa hasil yang diperoleh
terdapat kesalahan di mana konsentrasi dari hasil perhitungan berbeda dengan
nilai konsentrasi dari larutan yang digunakan, yaitu untuk larutan Cr3+ 0,02 M
sedangkan untuk larutan Co2+ 0,075 M. Hal ini disebabkan oleh tidak tepatnya
volume larutan pada saat dilakukan pengenceran.
VI. Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa:
1. Kobalt adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki
lambang Co dan nomor atom 27. Dan kromium adalah sebuah unsur kimia
dalam tabel periodik yang memiliki lambang Cr dan nomor atom 24.
3. Semakin tinggi konsentrasi maka semakin tinggi pula absorbansi larutan,
konsentrasi dan absorbansi berbanding lurus.
4. Dari percobaan ini diperoleh nilai k untuk tiap komponen pada masing –
masing panjang gelombang yaitu, k11 sebesar 15,9; k12 sebesar 5,27; k21
sebesar 0,0851; dan k22 sebesar 0,8904.
5. Dari nilai k yang ada dapat diperoleh komposisi campuran,untuk C1
sebesar -4,6808 M dan C2 sebesar 0,6812 M.
Daftar Pustaka
Anonim. 2014. Analisis Instrumen. (http://www.chem-is-try.org) diakses pada tanggal 29 Jakarta.November 2014
Anonim. 2014. Analisis Multi Komponen Campuran Kobalt dan Krom dengan Spektrofotometri Visibel. (http://fatmakyoshiuzumaki.wordpress.com) diakses pada tanggal 29 November 2014.
Darwono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Hidup. Jakarta: UI-Press. Jakarta
Harvey D. 2000. Modern Analitycal Chemistry. Ed Internasional. Boston : McGraw-Hill.
Khopkar SM. 1990. Konsep Dasar Kimia Analalitik. penerjemah. UI-P. Jakarta.
Wiryawan, A dkk. 2008. Kimia Analitik Untuk SMK. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta.
Sikanna, R. 2014. Kompleksasi Fe(III) – kuersetin pada media miselar dan penggunaannya untuk penentuan Fe(III). Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lembar Asistensi
Nama : Budi Hermanto Madjaga
Stambuk : G 301 12 034
Kelompok : IV
Asisten : Adianti Putri
No Hari / Tanggal Perbaikan Paraf