PERBEDAAN TRADISI LISAN DAN SEJARAH LISAN

3
Nama : REZA NURROHMAN Nim : 3101410045 Prodi/Jurusan : Program studi Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang Makul : Sejarah Lisan PERBEDAAN TRADISI LISAN DAN SEJARAH LISAN Jan Vansina memberi batasan tradisi lisan (Oral tradition) sebagai oral testimony transmitted verbally, from one generation to the next one or more. Dalam tradisi lisan tidak termasuk kesaksian mata yang merupakan data lisan. Juga disini tidak termasuk rerasan masyarakat yang meskipun lisan tetapi tidak ditularkan satu generasi ke generasi yang lain. Tradisi lisan dengan demikian terbatas di dalam kebudayaan lisan dari masyarakat yang belum mengenal tulisan. Sama seperti dokumen dalam masyarakat yang sudah mengenal tulisan, tradisi lisan merupakan sumber sejarah yang merekam masa lampau. Namun kesejarahan tradisi lisan barulah sebagian dari isi tradisi lisan itu. Selain itu tradisi lisan mengandung kejadian nilai-nilai moral, keagamaan, adat-istiadat, cerita-cerita khayali, peribahasa, nyanyian, dan mantra (Kuntowijoyo, 2003:25). Tradisi lisan dengan demikian menjadi sumber penulisan bagi antropolog dan sejarawan. Dalam ilmu antropologi tradisi lisan sebagai sumber data penelitian sudah dipergunakan sejak awal

description

PERBEDAAN TRADISI LISAN DAN SEJARAH LISAN

Transcript of PERBEDAAN TRADISI LISAN DAN SEJARAH LISAN

Page 1: PERBEDAAN TRADISI LISAN DAN SEJARAH LISAN

Nama : REZA NURROHMAN

Nim : 3101410045

Prodi/Jurusan: Program studi Pendidikan Sejarah Fakultas

Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang

Makul : Sejarah Lisan

PERBEDAAN TRADISI LISAN DAN SEJARAH LISAN

Jan Vansina memberi batasan tradisi lisan (Oral tradition) sebagai oral testimony

transmitted verbally, from one generation to the next one or more. Dalam tradisi lisan tidak

termasuk kesaksian mata yang merupakan data lisan. Juga disini tidak termasuk rerasan

masyarakat yang meskipun lisan tetapi tidak ditularkan satu generasi ke generasi yang lain.

Tradisi lisan dengan demikian terbatas di dalam kebudayaan lisan dari masyarakat yang belum

mengenal tulisan. Sama seperti dokumen dalam masyarakat yang sudah mengenal tulisan, tradisi

lisan merupakan sumber sejarah yang merekam masa lampau. Namun kesejarahan tradisi lisan

barulah sebagian dari isi tradisi lisan itu. Selain itu tradisi lisan mengandung kejadian nilai-nilai

moral, keagamaan, adat-istiadat, cerita-cerita khayali, peribahasa, nyanyian, dan mantra

(Kuntowijoyo, 2003:25).

Tradisi lisan dengan demikian menjadi sumber penulisan bagi antropolog dan sejarawan.

Dalam ilmu antropologi tradisi lisan sebagai sumber data penelitian sudah dipergunakan sejak

awal timbulnya ilmu itu, tetapi dalam ilmu sejarah penggunaan tradisi lisan masih merupakan hal

yang baru. Usaha untuk menarik minat kepada penulisan sejarah dengan memakai sumber tradisi

lisan dalam Seminar Sejarah Nasional III digarap secara khusus dalam Panel Etno-histori,

sehingga dalam tulisan ini tidak akan dibahas lagi (Kuntowijoyo, 2003:25-26).

Tradisi Lisan diperlukan untuk kepekaan dalam menghadapi corak sumber tradisional

yang tertulis, baik “resmi” ataupun tidak (cerita rakyat dan roman) serta ketelitian dalam kritik

dan pemakaian sumber tertulis lain. Tradisi lisan terutama penting dalam masyarakat yang belum

atau sedikit sekali mengenal kebudayaan tulisan . Hal ini terutama untuk mengisi kekososngan

data dari sumber-sumber lain dan tak kurang pentingnya, untuk mengetahui sikap dan pengertian

Page 2: PERBEDAAN TRADISI LISAN DAN SEJARAH LISAN

yang diberikan masyarakat bawahan terhadap peristiwa tertentu. Tradisi lisan adalah bayangan

dari raelitas, kata Vansina. Maka kemungkinan munculnya “realitas baru” dalam diri masyarakat

yang mengalaminya sebagai akibat dari suatu peristiwa menjadi terang. Sebagai suatu “gambaran

realitas”, tradisi bukanlah identik dengan realitas atau peristiwa itu sendiri, tetapi ia

memperlihatkan bagaimana peristiwa itu dimengerti oleh masyarakat. Yang dimengerti inilah

yang disebut “realitas baru”. Dan sebagai realitas baru ia memberi patokan dalam melihat

peritiwa atau situasi yang akan terjadi (Taufik Abdullah, 1978:20).

Berbeda dengan tradisi lisan, sejarah lisan tidak didapatkan tetapi dicari dengan

kesengajaan. Penggalian sumber sejarah melalui teknik wawancara sudah lama dikenal, bahkan

Heredotus pada Abad ke-5 SM telah menggunakan saksi-saksi mata dengan menanya silang

mereka. Sejarah lisan sebagai teknik dan metode kemudian juga digunakan oleh penulis-penulis

sejarah dari zaman romawi, zaman pertengahan, dan zaman modern. Pada pertengahan pertama

abad ke-19 sejarah lisan mendapat kritikan tajam dari Leopold von Ranke yang mementingkan

kesaksian-kesaksian dokumenter. Meskipun demikian penggunaan istilah sejarah lisan masih

terus berjalan. Dalam abad ke-20 ini sejarah lisan memperoleh kembali kekuatannya setelah

adanya teknologi baru dalam perekaman suara dengan munculnya pita tape. Dengan teknologi

baru ini menjadi mudahlah pencatatan wawancara. Kesulitan teknik dalam merekam dan

menyimpan sumber lisan sudah teratasi (Kuntowijoyo, 2003:26).

Tulisan ini akan mencoba melihat kemungkinan-kemungkinan baru yang diperoleh lewat

sejarah lisan, bagaimana sejarah lisan memperkaya metode penelitian, menambah pengadaan

sumber sejarah, dan terutama bagaimana memperkaya penulisan sejarah secara substantif.

Selanjutnya akan dicoba pula memberi gambaran tentang usaha-usaha untuk mengembangkan

sejarah lisan dalam rangka penulisan sejarah nasional (Kuntowijoyo, 2003:26).